universitas indonesia waralaba di indonesia studi...

101
UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI MENGENAI FRANCHISE AGREEMENT ANTARA PERUSAHAAN ASING DAN INDONESIA TESIS MAGISTER ANDI WINDO WAHIDIN NPM: 6501020173 Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum (MH) pada Program Kekhususan Hukum Ekonomi Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta, 2003 Pembimbing Ketua Program Pascasarjana Prof. Erman Rajaguguk, SH, LL.M.,Ph.D Prof. Erman Rajaguguk, SH, LL.M.,Ph.D Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Upload: lequynh

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

UNIVERSITAS INDONESIA

WARALABA DI INDONESIA STUDI MENGENAI FRANCHISE AGREEMENT

ANTARA PERUSAHAAN ASING DAN INDONESIA

TESIS MAGISTER

ANDI WINDO WAHIDIN NPM: 6501020173

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum (MH) pada

Program Kekhususan Hukum Ekonomi Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Jakarta, 2003

Pembimbing Ketua Program Pascasarjana Prof. Erman Rajaguguk, SH, LL.M.,Ph.D

Prof. Erman Rajaguguk, SH, LL.M.,Ph.D

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

UNIVERSITAS INDONESIA

Tesis ini Diajukan oleh : Nama : ANDI WINDO WAHIDIN NPM : 6501020173 Kekhususan : Hukum Ekonomi Judul : “Waralaba di Indonesia Studi Mengenai Franchise Agreement Antara Perusahaan Asing dan Indonesia”

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar :

Magister Hukum (MH) Pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada tanggal

16 Januari 2003

DEWAN PENGUJI

Prof. Erman Rajaguguk, SH.,LL.M.,Ph.D Ketua Sidang/Pembimbing

…………………………………

Dr. Aloysius Uwiyono, S.H.,M.H Penguji

…………………………………

Inosentius Samsul, S.H.,M.H Penguji

…………………………………

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan segala puji syukur kepada Allali SWT yang dengan izin

dan rahmatnya penulis berhasil menyeiesaikan tesis ini.

Adapun maksud penulisan tesis yang berjudul “Waralaba di Indonesia Studi

Mengenai Agreement Antara Perusahaan Asing dan Indonesia” adalah untuk

memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, guna memenuhi ujian memperoleh

gelar Magister Hukum di Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas

Indonesia.

Untuk menyelesaikan penulisan tesis ini diperlukan dukungan dan bantuan

dari berbagai pihak. Maka dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar - besaraya atas segala bimbingan, semangat, doa dan bantuan baik materil

maupun moril yang diberikan dengan tulus kepada penulis, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Erman Rajagukguk,Sh.,LL.M.,PhD, selaku Ketua Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan pembimbing

yang telah tulus menyediakan waktunya untuk memeriksa, membimbing

dan memberi semangat kepada penulis.

2. Bapak Dr. Aloysius Uwiyono,S.H., M.H, selaku penguji dalam sidang

mempertahankan tesis yang dibuat penulis.

3. Bapak Inosentius Samsul,S.H.,MH, selaku penguji dalam sidang

mempertahankan tesis yang dibuat penulis.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

4. Seluruh dosen Program Pascasarjana Fakultas Hukum Indonesia yang

telah mendidik dan mengajar dengan segenap hati dan jiwa dan pikiran.

5. Bapak Edward Dome, selaku Manager HRD & Legal PT. Pioneerindo

Gourmet International Tbk, yang telah sangat membantu penuiis dalam

pengumpulan data-data dan memberikan bantuan-bantuan lainnya.

6. Mama, Uwo dan Arie (istri) tercinta, Si Kecil Jova, Inang dan Te'Pia serta

Om Eddy yang tidak dapat dibalas jasa-jasanya sehingga penuiis seperti

sekarang ini.

7. Pihak - pihak lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga rejeki dan berkah Allah SWT selalu menyertai kita semua selama -

lamanya.

Jakarta, 20 Februari 2003

Penulis

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

ABSTRAK Perkembangan bisnis dengan sistem franchise semakin marak, Franchise

merupakan suatu sistem pemasaran, dimana pemilik franchise (Franchisor) memberikan hak kepada pemegang franchise (franchisee) untuk memasarkan barang dan jasa franchisor dengan menggunakan merek dagang dan/atau jasa, metode, cara dan format bisnis (standar operasional prosedur) yang ditentukan oleh franchisor untuk jangka waktu tertentu dan di suatu wilayah tertentu. Untuk itu franchisee harus membayar biaya franchise, biaya royalty dan biaya-biaya lainnya kepada franchisor.

Sistem bisnis franchise mulai tumbuh pada tahun 1850 di Amerika Serikat dan berkembang pesat pada tahun 1960-an. Seiring dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia sistem bisnis franchise mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dalam bentuk restoran siap saji, binatu, fotocopy, cuci cetak foto, dll.

Hubungan dalam sistem franchise dibangun atas dasar hubungan perjanjian, yang dikenal dengan perjanjian franchise. Hubungan - hubungan yang terjalin tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Apabila terjadi sengketa para piliak akan mengupayakan jalur musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah tidak tercapai, maka para pihak akan menempuh jalur pengadilan.

Munculnya franchise telah menimbulkan permasalahan di bidang hukum. Untuk itu pemerintah Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/Kep/1997 tentang Ketentuan Pendaftaran dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Kedua peraturan tersebut dibuat agar kedudukan franchisor dan franchisee diatur untuk meminimalisir perselisihan yang mungkin terjadi. Sampai kini di Indonesia belum terdapat perundang-undangan yang secara khusus mengatur masalah perdagangan dengan sistem franchise. Selama ini praktek yang dilakukan didasarkan pada kesepakatan tertulis dalam bentuk franchisee didasarkan pada asas kebebasan berkontrak seperti tertuang pada pasal 1338 KUHPerdata.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……………………………………………………………….... i

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. iv

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. Viii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….

A. Latar Belakang ……………………………………………….. 1

B. Perumusan Masalah …………………………………………... 7

C. Kerangka Teori dan Konsepsi ………………………………… 7

D. Metodologi Penelitian ………………………………………… 10

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….. 11

F. Sistematika Penulisan ………………………………………… 11

BAB II HUBUNGAN ANTARA FRANCHISOR DAN FRANCHISEE 14

A. Karakteristik Perjanjian Waralaba ……………………………. 14

A.1.1. Pengertian Franchise …………………………………. 14

A.1.2. Para Pihak …………………………………………….. 22

A.1.3. Macam – macam Franchise …………………………… 22

A.1.4. Perjanjian Franchise …………………………………… 24

A.1.5. Unsur-unsur Perjanjian Franchise …………………….. 26

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

A.1.6. Asas-asas Dalam Perjanjian Franchise ………………… 28

B. Hak dan Kewajiban Franchisor ………………………………… 31

B.1. Hak-hak Franchisor ………………………………………. 31

B.1.1. Hak-hak Franchisor ………………………………. 33

B.1.2. Kewajiban Franchisor ……………………………. 33

B.2.1. Hak-hak Franchise ……………………………….. 33

B.2.2. Kewajiban Franchisee ……………………………. 34

C. Aspek-aspek Hukum Ketentuan Hukum Yang Terkait Waralaba

Di Indonesia …………………………………………………… 38

C.1. Lisensi ……………………………………………… 38

C.1.1. Pengertian ………………………………………… 38

C.1.2. Alasan-alasan Untuk Memberikan Lisensi ………. 39

C.1.3. Faktor-faktor Pertimbangan Dalam Pembayaran

Imbalan Lisensi …………………………………. 40

C.1.4. Patokan Penerima Lisensi ……………………….. 41

C.1.5. Cara-cara Pembayaran …………………………… 41

C.1.6. Penggunaan Lisensi Dalam Franchise …………... 42

C.2 Royalty …………………………………………………… 44

C.2.1. Pengertian ……………………………………….. 44

C.2.2. Keuntungan Perjanjian Royalty Bagi Penerima … 44

C.2.3. Keuntungan Perjanjian Royalty Bagi Pembayar … 44

C.2.4. Anstisipasi Agar Pemberi Lisensi Tidak Merugi .. 45

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

C.2.5. Penetapan Royalty ………………………………… 45

C.2.6. Klausula Hard-ship ……………………………….. 46

C.3. Hak Paten, Cipta, Merek …………………………………. 47

C.4. Aspek Rahasia Dagang …………………………………… 50

C.5. Aspek Hukum Kemitraan ………………………………… 52

C.6. Aspek Hukum Ketenagakerjaan ………………………….. 54

C.7. Aspek Hukum Perpajakan ………………………………... 55

D. Isi Perjanjian Franchise Pada Umumnya ………………………. 57

BAB III PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA ………………… 62

A. California Fried Chicken ……………………………………….. 62

B. Franchisee ………………………………………………………. 66

C. Proses Perjanjian Franchise …………………………………….. 67

C.1. Proses Perjanjian Franchise ……………………………… 67

C.2. Proses Pembuatan Perjanjian …………………………….. 69

C.2.1. Proses Pembuatan MOU …………………………. 69

C.2.2. Pembuatan Perjanjian Franchise …………………. 70

C.2.3. Isi Perjanjian Franchise CFC …………………….. 70

BAB IV HUKUM NORMATIF PENYELESAIAN SENGKETA ……… 70

A. Penyelesaian Sengketa dan Pilihan Hukum ……………………. 70

A.1.1. Penyelesaian Sengketa …………………………………. 70

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

A.2. Pilihan Hukum ……………………………………………. 77

A.2.1. Memilih Lebih dari Satu Sistem Hukum ……………….. 78

A.2.2. Pilihan Hukum Setelah Perkara Terjadi ………………… 78

A.2.3. Apakah Pilihan Hukum Harus Selalu Diadakan ……….. 79

A.2.4. Hukum Yang Berlaku Jika Tidak Ada Pilihan Hukum … 80

B.3. Abritase …………………………………………………… 80

B.3.1. Pengertian ………………………………………… 81

B.3.2. Keuntungan – keuntungan Memilih Abritase ……. 81

B.3.3. Hal-hal Yang Diatur Dalam Abritase ……………. 82

BAB V PENUTUP ………………………………………………………… 86

A. Kesimpulan …………………………………………………….. 86

B. Saran …………………………………………………………… 91

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada saat ini pengembangan usalia melalui sistem franchise mulai banyak

dilakukan oleh perusahaan - perusahaan di Indonesia. Sebagai suatu cara pemasaran

dan distribusi, franchise merupakan suatu altenatif untuk mengembangkan saluran

eceran yang berhasil.

Dalam suatu hubungan franchise, pemilik franchise (franchisor) memberikan

lisensi atas merek dagang dan/atau merek jasa beserta metode, cara dan format bisnis,

penyajian yang telah dikembangkan oleh franchisor kepada pihak lain, yaitu calon

pemegang franchise (franchisee) untuk menjual barang atau jasa pemilik franchise di

suatu lokasi tertentu dan untuk jangka waktu tertentu pula.

Pemerintah mendukung sistem franchise karena merupakan salah satu cara

untuk meningkatkan perekonomian dan memberikan kesempatan pada masyarakat

untuk mengembangkan usaha. Ini berarti kesempatan untuk pemerataan di bidang

perekonomian termasuk menciptakan lapangan pekerjaan untuk banyak orang.

Pada bulan Februari sampai dengan April 1991, di Jakarta, Institut Pendidikan

dan Pembinaan (IPPM) mengadakan penelitian mengenai kebijakan yang perlu

diambil untuk membina, mengembangkan dan melindungi usaha franchise di

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

2

Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk menghimpun dan menganalisa informasi

yang dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan dan memasyarakatkan usaha

franchise di Indonesia dan menciptakan peluang untuk menjalankan usaha mandiri

serta dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Hasil penelitian

ini jika dilihat dari aspek hukum dapat bermanfaat bagi usaha penciptaan perangkat

hukum dalam usaha perlindungan bagi para pihak yang terlibat dalam suatu sistem

usaha frachise.

Dengan terus berkembangnya usaha franchise, dan akan masih banyak lagi

yang masuk ke Indonesia serta perkembangan franchise lokal, tergantung pada situasi

dan kondisi perekonomian Indonesia yang cukup kondusif untuk terciptanya usaha,

maka sistem franchise merupakan prospek usaha yang cerah di masa mendatang.

Lembaga bisnis franchise mulai tumbuh pada tahun 1850 dan berkembang

pesat pada tahun 1950-an dan 1960-an, terutama di negara asalnya, yaitu di Amerika

Serikat. Perusahaan besar yang menjadi franchisor pada waktu itu, diantaranya : Mc

Donald's, Burger King, Holiday Inns, Baskin Robins, dsb.

Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia di tahun 1970-an

mulai dikenal adanya usaha-usaha yang berasal dari Iuar negeri tidak hanya berupa

lisensi saja, tetapi mencakup juga sistem pemasarannya. Maka, pada dekade 1980-an

mulai masuk ke Indonesia jenis franchisee yang merupakan paket usaha yang

bergerak di bidang makanan siap saji (fast food), binatu (laundry and dry clean}, cuci

cetak foto, salon, fotocopy, persewaan vcd dll.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

3

Bentuk franchise yang ada sekarang ini pada dasamya merupakan bentuk

penyempurnaan dan / atau pengembangan dari bentuk franchise terdahulu. Mcnurut

Stuart D. Brown1, terdapat dua bentuk franchise. Franchise generasi pertama adalah

lisensi merek dagang dan perjanjian distribusi, dimana franchisee memperoleh hak

untuk mendistribusikan atau menjual produk dari produsen atau pemasok. Hal ini

muncul pada abad ke-18. Saat ini, bidang yang menggunakan franchise jenis pertama

ini adalah pompa bensin, dimana pemegang franchise berkonsentrasi pada satu jalur

produk.

Franchise generasi kedua adalah franchise yang ada pada saat ini, yaitu format

bisnis franchise. Dalam bentuk ini terdapat hubungan berlanjut, yaitu hubungan

kontrak antara pemilik {franchisor) dan pemegang franchise (franchisee). Ini

merupakan suatu metode baku dalam melakukan bisnis dengan citra (image) yang

melekat pada barang dan jasa. Dalam hal ini, franchisor menyediakan paket yang

mencakup pengetahuan (know-how) dari usahanya, prosedur operasional, penyediaan

produk, manajemen, cara promosi dan jaringan penjualan. Franchisee pada umumnya

membayar sejumlah uang kepada franchisor, yang berupa penyediaan dana untuk

menyiapkan outlet beserta desain interior, membeii bahan baku produksi, membeli

peralatan yang diperlukan dan membayar royalty.

Franchisor yang sudah mengembangkan produk atau format bisnis yang

berhasil dengan memfranchisekan, memperoleh cara untuk melipatgandakan konsep

bisnisnya dihanyak lokasi geografis tanpa menginvestasikan modal, waktu dan usaha 1 Alan West, Perdagangan Eceran, (Jakarta : PT Pustakaan Binaman Pressindo, 1992), hal.75.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

4

untuk mendirikan outlet milik perusahaannya sendiri. Franchiseelah yang

mempertaruhkan uangnya. Meskipun pada awalnya franchisor menerima biaya awal

yang kecil dari franchisee, namun pada akhimya ia mendapatkan hasil yang cukup

dari royalty yang berlanjut ditambah lagi hasil dari pembelian pasokan atau produk

yang dilakukan franchisee secara terus menerus.

Sebagai pranata sosial dalam kehidupan ekonomi, munculnya franchise telah

menimbulkan permasalahan di bidang hukum. Hal ini sebagai akibat dari adanya

hubungan-hubungan dalam sistem franchise yang dibangun atas dasar hubungan

perjanjian, yang dikenal dengan perjanjian franchise. Oleh karena itu, hubungan-

hubungan yang terjalin tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak.

Setiap franchisor pada umumnya mempunyai suatu standar perjanjian yang

ditawarkan kepada para calon franchisee untuk dapat disepakati, dimana bentuk

perjanjian yang telah dibuat oleh franchisor ini disusun oleh para ahli hukumnya

sehingga substansinya sebagian besar menguntungkan franchisor atau setidaknya

tidak merugikannya serta dapat melindungi franchisor. Di sini diperlukan adanya asas

keadilan dan keseimbangan hukum dalam upaya memberikan jaminan perlindungan

kepada masing-tnasing pihak.

Di negara asalnya, yaitu Amerika Serikat telah mendapat pengaturan

tersendiri (franchise law). Ledakan atau Booming perdagangan dengan sistem

franchise yang terjadi pada dekade 1950-an dan 1960-an merupakan faktor penggerak

bagi usaha penciptaan peraturan perundang-undangan. Namun sampai pada tahun

1970, di Amerika Serikat secara faktual belum terdapat pengaturan yang secara

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

5

khusus mengatur masalah franchise ini. Selama belum terdapat pengaturan khusus

tersebut, hukum yang digunakan pada saat itu diadopsi dari ketentuan-ketentuan yang

terkandung dalam "Anti trust law" dan "the lanham Trademark Act".

Baru kemudian pada tahun 1971 terdapat suatu peraturan yang secara khusus

mengatur mengenai masalah franchise, namun hanyalah peraturan yang dibentuk oleh

negara bagian California. Peraturan tersebut adalah "the California Franchise

Registration and Disclosure Act". Ketentuan hukum yang dibentuk oleh negara

bagian California ini selanjutnya diadopsi oleh beberapa negara bagian Amerika

Serikat lainnya.

Kemudian pada bulan Oktober 1979, pemerintah federal mengundangkan

suatu ketentuan hukum yang mengatur masalah franchise yang disebut "the Federal

Trade Cammision's Franchise Rule (FTC. Rule)". Ketentuan ini mengatur tentang

“Disclosure Requirements and Prohibitions Concerning Franchising and Business

Opportunity Ventures”.

Sampai kini, di Indonesia belum terdapat perundang-undangan yang secara

khusus mengatur mengenai masalah perdagangan denan sistem franchise. Selama ini

praktek yang dilakukan didasarkan pada kesepakatan tertulis dalam bentuk kontrak

kerjasama. Kontrak kerjasama yang diadakan oleh franchisor maupun franchisee

didasarkan pada asas kebebasan berkontrak seperti tertuang pada pasal 1338

KUHPerdata, yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu

tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

6

alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-

persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Walaupun di Indonesia belum terdapat perundang-undangan yang mengatur

tentang franchise, akan tetapi pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan

Pemerintah No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri

Penndustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/Kep/7/1997 tentang

ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.

Penulis tertarik untuk menulis thesis yang berjudul Waralaba Di Indonesia:

Studi Mengenai “Franchise Agreement” antara Perusahaan Asing dan Indonesia

karena dewasa ini bentuk usaha dengan sistem franchise semakin marak dan oleh

karena itu penulis ingin menuliskan hal-hal yang tercakup dalam perjanjian franchise

dan pelaksanaannya, termasuk juga di dalamnya mengenai permasalahan yang terjadi

dalam pelaksanaan perjanjian franchise antara franchisee dan franchisor dan

penyelesaian yang diambil oleh kedua belah pihak.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

7

B. PERUMUSAN MASALAH

Dalam penulisan thesis ini, penulis merumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik perjanjian waralaba/franchise?

2. Bagaimana proses pembentukan perjanjian franchise dalam praktek?

3. Ketentuan - ketentuan hukum yang berkaitan dengan waralaba/franchise?

4. Apa saja hak dan kewajiban bagi franchisor maupun hak dan kewajiban

bagi franchisee?

5. Apa saja larangan yang diberlakukan oleh franchisor bagi franchisee dan

apa saja keuntungan dan kerugian dari perjanjian franchise yang dapat

diperoleh baik bagi franchisor maupun franchisee serta masalah-masalah

yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian dan bagaimana proses

penyelesaian sengketa dalam peijanjian franchise?

C. KERANGKA TEORI DAN KONSEPSI

Dalam pelaksanaan franchise/waralaba perlu terlebih dahulu mengetahui

pengertian dari franchise/waralaba. Pengertian franchisee/waralaba yang disebutkan

dalam Pasal 1 butir (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 16 Tahun

1997 Tentang Waralaba, menyebutkan Waralaba adalah perikatan dimana salah satu

piliak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan

intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiiiki pihak lain dengan suatu

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

8

imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka

penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.

Badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk

memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan

atau ciri khas usaha yang disebut dengan Pemberi Waralaba, sedangkan badan usaha

atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak

atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi

Waralaba disebut dengan Penerima Waralaba.

Dari rumusan yang diberikan tersebut dapat diuraikan konsep hal-hal sebagai

berikut2 :

1. Waralaba merupakan suatu perikatan

rumusan tersebut menyatakan bahwa sebagai suatu perikatan, waralaba

tunduk pada ketentuan umum mengenai perikatan yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Waralaba melibatkan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan

hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha.

Yang dimaksud dengan hak atas kekayaan intelektual meliputi antara lain

merek, nama dagang, logo, desain, hak cipta, rahasia dagang dan paten.

Dan yang dimaksud dengan penemuan atau ciri khas usaha misalnya

sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang

merupakan karakteristik khusus dan pemiliknya. 2 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Waralaba, (Jakarta, Rajawali Press, 2001), hal. 107

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

9

Ketentuan ini membawa akibat bahwa sampai pada derajat tertentu,

waralaba tidak berbeda dengan lisensi (Hak atas Kekayaan Intelektual),

khususnya yang berhubungan dengan waralaba nama dagang dan merek

dagang baik untuk produk berupa barang dan atau jasa tertentu. Ini berarti

secara tidak langsung Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 juga

mengakui adanya dua bentuk waralaba, yaitu :

a. Waralaba dalam bentuk lisensi merek dagang atau produk;

b. Waralaba sebagai suatu format bisnis.

3. Waralaba diberikan dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan

atau penjualan barang dan atau jasa.

Ketentuan ini pada dasarnya menekankan kembali bahwa waralaba

tidaklah diberikan secara Cuma-Cuma, Pemberian waralaba senantiasa

dikaitkan dengan suatu bentuk imbalan tertentu. Secara umum dikenal

adanya dua macam atau dua jenis kompensasi yang dapat diminta oleh

pemberi waralaba / franchisor.

Yang pertama adalah kompensasi langsung dalam bentuk nilai moneter,

seperti lump sum payment/ franchise fee dapat dibayar lunas atau diangsur

dan royalty fee, yang besar atau jumlah pembayarannya dikaitkan dengan

suatu persentase tertentu yang dihitung dari jumlah produksi dan / atau

penjualan barang dan / atau jasa berdasarkan perjanjian waralaba. Yang

kedua adalah indirect and non monetary compensation, yang meliputi

keuntungan dan pembayaran dalam bentuk deviden, namun dalam bentuk

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

10

indirect ini belum diizinkan di Indonesia hal ini dapat dilihat dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tidak diatur.

D. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penulisan thesis mengenai franchise ini, penulis mengadakan

penelitian dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Penelitian kepustakaan (library research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara mencari data-data yang dapat

diperoleh dari kepustakaan, buku-buku, peraturan perundang-undangan,

catatan dan diktat perkuliahan, majalah, koran, serta bahan-bahan lain

yang berkaitan dengan thesis ini.

2. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara rnengamati secara langsung pada

objek yang akan diteliti serta diwawancara langsung dengan pejabat yang

bersangkutan.

3. Metode analisis

Setelah mengadakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan,

penulis akan menganalisi data yang didapat dengan wujud nyata dalam

praktek.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

11

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITf AN

Adapun dengan mengadakan penelitian dan penulisan thesis ini,

penulis mempunyai tujuan dengan kegunaan dengan teori praktis sebagai berikut:

1. Agar pembaca dapat memahami pengeitian dan franchise, macam-macam

franchise, substansi yang terkandung dalam perjanjian franchise, serta

peraturan-peraturan yang berlaku dalam franchise.

2. Memberikan masukan bagi para praktisi hukum yang berkecimpung

dalam bidang franchise untuk menyelesaikan masalah yang timbul dari

perjanjian franchise.

Manfaat penelitian:

Agar pembaca dapat memahami secara jelas mengenai sistem bisnis Franchise

dengan segala keuntungan dan kerugiannya, permasalahan yang dapat terjadi dan cara

penyelesaiannya.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan thesis ini, penulis menguraikan materi - materi yang

terkandung dalam 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I : Pada bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang

permasalahan, identifikasi masalah, metode penelitian, tujuan dan

manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

12

Bab II : Dalam Bab II dittraikan mengenai hubungan antara franchisor dan

franchisee, karakteristik perjanjian franchise/waralaba, pengertian franchise,

macam-macam franchise, unsur-unsur franchise, azas-azas perjanjian

franchise, kemudian juga dibahas aspek-aspek hukun yang terkait dengan

waralaba di Indonesia diantaranya aspek rahasia dagang, aspek hubungan

kemitraan, aspek hukum ketenagakerjaan. Juga diuraikan mengenai

perjanjian franchise pada umumnya.

Bab III : Pada bab ini, penulis menguraikan peijanjian waralaba di Indonesia, penulis

mengambil contoh perjanjian franhise California Fried Chicken, pemberian

lisensi dan royalty, dalam bab ini juga dibalias mengenai proses pembuatan

perjanjian franchise dengan analisis isi perjanjian tersebut.

Bab IV : Pada bab ini, penulis menguraikan hal - hal yang menyangkut perjanjian

waralaba di Indonesia. Didalamnya dibalias mengenai hak dan kewajiban

franchisor, hak dan kewajiban franchisee, pilihan hukum (termasuk domisili

hukum) dan penyelesaian sengketa.

Bab V : Bab ini merupakan penutup. Pada bab ini, penuhs membuat suatu

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

13

kesimpulan mengenai hal-hal yang telah diuraikan dalam bab – bab

sebelumnya dan saran - saran yang diberikan agar bemanfaat bagi

kepentingan umum.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

14

BAB II

HUBUNGAN ANTARA

FRANCHISOR DAN FRANCHISEE

A. KARAKTERISTIK PERJANJIAN WARALABA

A.1.1 Pengertian Franchise

Menurut Stephen Fox3, definisi franchise adalah sebagai berikut:

Memfranchisekan menunjukkan siiatu metode melakukan bisnis di mana satu

pihak dikenal sebagai pemegang franchise diberi hak oleh piliak lain yang dikenal

sebagai pemilik franchise, untiik menawarkan, menjual, mendistribusikan barang

dan jasa kepunyaan pemilik franchise.

Menurut Martin mandelsohn4, franchise yang dimaksud adalah franchise

format bisnis, yaitu:

Pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (franchisor) kepada pihak lain

(franchisee), lisensi tersebut memberi hak kepada franchisee untuk berusaha

dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang franchisor dan untuk

menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang

diperlukan untuk membuat seorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis

dan untuk mejalankannya dengan bantuan yang terus menerus atas dasar - dasar

yang telah ditentukan sebelumnya.

3 Stephen Fox, Membeli dan Menjual Bisnis dan Franchise, diterjemahkan oleh PT. Elex Media Komputindo, (Jakarta : 1993), hal. 217 4 Martin Mandelsohn, Franchising, Cet 2, (Jakarta : PT Ikrar Mandiriabadi, 1997), hal 3.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

15

Douglas J. Queen5 memberikan pengertian franchise sebagat berikut:

Memfranchisekan adalah suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis. Suatu bisnis memperluas pasar dan distiibusi produk serta pelayanannya dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional. Pemegang franchise yang membeli suatu bisnis yang menarik manfaat dari kesadaran pelanggan akan nama dagang, sistem teruji dan pelayanan lain yang disediakan pemilik franchise.

Queen juga mengemukakan bahwa pemilik franchise memperkenankan

pemegang franchise menggunakan nama dagang, produk, telmik dan proses

franchise, sementara mengharuskan diikutinya standar melalui suatu persetujuan

lisensi. Kekuatan sistem dan kemauan baik yang disosialisasikan dengan nama,

sebagian besar tergantimg pada taatnya pemegang franchise mengikuti sistem secara

konsisten dan mutu produk yang sudah diketahui umum dimiliki oleh organisasi

tersebut.

Sementara dalam website International Franchise Asosiation (ERA)6

pengertian franchise adalah:

Franchising is a method of distributing product or services. At least two levels of people are involved in the franchise system;(l) the franchisor, who lends his trademarks or trade name and a business system; and (2) the franchisee, who pays a royalty and often an initial fee for the right to do bussiness under the franchisor's name and system. Technically, the contract binding the two parties in the"franchise", but that term is often used tu mean me actual business mat franchise operates.

Dalam konferensi pers, mengenai konsep perdagangan baru : waralaba, sistem

pemasaran vertikal franchising, yang diselenggarakan di Jakarta oleh IPPM pada

5 Douglas. J Queen, Pedoman Membeli dan Menjual Franchise, diterjemahkan oleh PT. Elex Media Komputindo, (Jakarta, 1993), hal 4-5 6 Website Resmi International Franchise Asosiation, Http : /www.ifa.com

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

16

tanggal 25 Juni 1991, dikemukakan beberapa defmisi franchise, yang disimpulkan

sebagai berikut:

Franchise adalah sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan menengah, hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu, dengan menggunakan nama dagang, format/prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor, dengan cara tertentu, waktu tertentu dan di suatu tempat tertentu, serta franchisor berkewajiban memberikan perhatian secara terus menerus kepada bisnis franchisee.

Rooseno Harjowidigdo7, dalam pertemuan Ilmiah tentang usaha franchise

dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, mengemukakan mengenai definisi

franchise sebagai berikut:

Kerjasama dibidang perdagangan barang atau jasa dengan bentuk franchise ini dipandang sebagai salah satu cara untuk mengembangkan sistem usaha di lain tempat, franchisor secara ekonomi sangat untuk karena ia mendapat “management fee” dari franchisee, barang produknya bisa tersebar ke tempat lain dimana franchisee mengusahakan franchise-nya, dan bagi konsumen yang memerlukan barang hasil produksi franchisee cepat didapat serta dalam keadaan “fresh” dan belum atau tidak rusak.

Rooseno8 juga mengungkapkan defrnisi franchise sebagai berikut:

Franchise adalah suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis di bidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek, bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional.

Berdasarkan pengertian franchise tersebut, Setiawan9 mengemukakan bahwa

dari segi hukum franchise melibatkan bidang-bidang hukum perjanjian, khususnya

perjanjian tentang pemberian lisensi, hukum tentang nama perniagaan, merek, paten,

7 Hardjowidigdo, “Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise”, Makalah Pertemuan Ilmiah tentang Usaha Franchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, (Jakarta : BPHN, 14-16 Desember 1993), hal 1. 8 Ibid, hal 5. 9 Ibid, hal 5

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

17

model dan desain. Bidang - bidang hukum tersebut dapat dikelompokkan dalam

bidang hukum perjanjian dan bidang hukum tentang hak miiik intelektual (HMI).

Dari banyak pengertian tentang franchise seperti telah dikemukakan di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa franchise merupakan suatu sistem bisnis yang

melibatkan dua pihak. Pihak pertama adalah “franchisor”, yaitu wirausaha sukses

pemilik produk, jasa, atau sistem operasi yang khas dengan merek tertentu, yang pada

umumnya telah dipatenkan. Pihak kedua adalah “franchisee”, yaitu individu dan/atau

pengusaha lain yang dipilih oleh franchisor atau yang disetujui permohonannya untuk

menjadi franchisee oleh pihak franchisor, untuk menjalankan usahanya dengan

menggunakan nama dagang, merek, atau sistem usaha miliknya itu, dengan syarat

memberi imbalan kepada franchisor berupa uang dalam jumlah tertentu pada awal

kerjasama (uang muka) dan atau pada selang waktu tertentu selama jangka waktu

kerjasama (royalty).

Dasar hukum franchise ini dibagi menjadi dua, yaitu dasar hukum menurut

sejarah hukum franchise pertama dan dasar hukum franchise menurut hukum

Indonesia. Kedua dasar hukum tersebut akan diuratkan sebagai berikut: (a) Menurut

Sejarah Hukum Franchise Pertama.

Sejauh ini belum terdapat peraturan yang secara khusus mengatur tentang

franchise. Maka, hukum yang digunakan pada waktu itu diadopsi dari ketentuan -

keientuan yang terkandung dalam undang - undang antitrust dan anti kecurangan,

yaitu Antitrust Law dan the Lanham Trademark Act.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

18

Usaha pertama untuk mencapai suatu tingkat keadilan dalam hubungan

pemilik atau pemegang franchise adalah diterimanya The Automobile Dealer

Franchise Act10 pada tahun 1956. Tujuannya adalah untuk memelihara keseimbangan

kekuasaan antara pembuat mobil dan dealer franchise.

UU Federal tersebut hanya melindungi dealer mobil. Pada tahun 1964 di

Puerto Rico menjadi yurisdiksi Amerika Serikat pertama yang mengesahkan UU

yang melindungi dealer lokal tanpa memperhatikan industrinya, Kemudian, negara

bagian lain yang menanggapi penyalahgunaan yang dilakukan oleh beberapa

franchisor.

Kemudian pada tahun 1971 barulah terdapat peraturan perundang-undangan

yang secara khusus mengatur masalah franchise, namun hanyalah peraturan yang

dibentuk oleh negara bagian California. Peraturan tersebut adalah ”The California

Franchise Registratio dan Disclosur Act”, kemudian hukum tersebut diadopsi oleh

beberapa negara bagian Amerika Serikat lainnya11, yairu Hawaii, Illinois, Maryland,

Michigan, Minnesota, New York, Nort Dakota, Oregon, Rhode Island, South Dakota,

Washington dan Wisconsin.

Selanjutnya, ada sembilan belas negara bagian (termasuk beberapa negara

bagian yang telah tersebut di atas) membentuk ketentuan hukum yang bertujuan

untuk melindungi para pemegang franchise dari penghentian yang sewenang-wenang,

10 Stephen Fox, Membeli dan Menjual Bisnis dan Franchise, diterjemahkan oleh PT Elex Media Komputindo, (Jakarta, 1993), hal. 219-220. 11 Kaufmann, Franchising : Business Strategis and Legal Compliance.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

19

tidak diperbarui lagi hubungan dari pihak pemilik franchise (franchisor). Kesembilan

belas negara bagian tersebut adalah Arkansas, California, Connecticut, Delaware,

Hawaii, Illinois, Indiana, Kentuky, Lousiana, Michigan, Minnesota, Missisipi,

Missouri. Nebraska, New Jersey, South Dakota, Virginia, Washington dan

Wisconsin.

Pada bulan Oktober 1979, pemerintah federal mengundangkan suatu

ketentuan hukum yang mengatur masalah franchise yang disebut “the Federal Trade

Commision '& Franchise Rule” atau disebut FTC Rule. Ketentuan ini mengatur

tentang “Disclosure Requirements and Prohibitions Concerning Franchising and

Business Opportunities Ventures”12.

Di dalam FTC Rule tersebut terdapat ketentuan yang menentukan bahwa

franchisor harus membuat suatu prospektus yang berisi informasi mengenai

perusahaannya secara jujur dan terbuka sehingga dapat diketahui oleh pihak

franchisee, dimana bentuk dan persyaratan metode yang harus diikuti oleh pihak

franchisor dalam membuat prospektus tersebut ditentukan oleh komisi perdagangan

federal (Federal Trade Commision's) di mana ketentuan tersebut dilengkapi oleh

suatu petunjuk khusus dalam pembuatan prospektus.

FTC Rule di tahun 1979 berlaku di 50 negara, sehingga beberapa pemilik

franchise terkena liputan dua kali, sementara yang lain hanya diliput oleh FTC Rule.

(b) Menurut Hukum Indonesia

12 Kaufmann, Ibid, hal 32-33

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

20

Di Indonesia hingga saat ini belum terdapat undang-undang yang mengatur

secara khusus mengenai franchise. Akan tetapi, pada tahun 1997 pemerintah

Indonesia mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1997 tentang

Waralaba. Peitimbangan yang mendasari pengaturan mengenai waralaba tersebut

adalah untuk menciptakan tertib usaha dengan cara waralaba dan dalam rangka

perlindungan kepentingan konsumen.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/Kep/7/1997 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.

Selama ini, masalah yang berkaitan dengan perjanjian diatur pada buku ketiga

KUHPerdata, yang menganut sistem terbuka dan asas kebebasan berkontrak. Inipun

merupakan landasan hukum tentang franchise di Indonesia.

Di dalam KUHPerdata terdapat rumusan mengenai perjanjian yang tercantum

pada Pasal 1313, yang menegaskan bahwa perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih.

Pada Pasal 1319 KUHPerdata ditegaskan bahwa “semua perjanjian, baik yang

mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu,

tunduk pada peraturan - peraturan umum, yang tennuat dalam bab yang lain” Jadi,

perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata disebut perjanjian bernama, sedangkan

perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata disebut perjanjian tidak bernama.

Perjanjian yang secara khusus diatur dalam KUHPerdata adalah jual beli

(dalam Bab V), tukar menukar (dalam Bab VI), sewa menyewa (dalam Bab VII),

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

21

persekutuan (dalam Bab VIII), perkumpulan (dalam Bab IX), hibah (dalam Bab X),

penitipan barang (dalam Bab XI), pinjam pakai (dalam Bab XII), pinjam meminjam

(dalam Bab XIII), bimga tetap atau bunga abadi (dalam Bab XIV), persetujuan

untung - untungan (dalam Bab XV), tentang pemberian kuasa (dalam Bab XVI),

tentang penanggungan hutang (dalam Bab XVII), dan tentang perdamaian (dalam

BabXVHI).

Syarat sahnya suatu perjanjian secara umum diatur di dalam pasal 1320

KUHPerdata, yaitu terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu

perjanjian. Keempat syarat tersebut adalah :

(1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

(2) kecakapan untuk niembuat siiatu perikatan.

(3) suatu hal tertentu

(4) suatu sebab yang halal

Jika syarat - syarat sahnya perjanjian sebagaimana tersebut di dalam pasal

1320 KUHPerdata, perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama

dengan kekuatan suatu undang - undang. Ketentuan pasal 1338 KUHperdata

menegaskan:

”Semua persetujuan yang dibuat secara sah beriaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

22

Pada pasal 1338 KUHPerdata tersebut, terdapat asas kebebasan berkontrak,

asas kekuatan mengikat, dan asas itikad baik.

Jadi, perjanjian franchise merupakan perjanjian yang tak bernama yang oleh

Pasal 1338 KUHPerdata diperbolehkan dengan adanya asas kebebasan berkontrak.

A.1.3 Para Pihak

Yang menjadi pihak - pihak dalam franchise adalah :

(1) Franchisor

Franchisor adalah pemilik metode pendistribusian barang dan jasa yang akan

dijual kepada franchisee. Selanjutnya franchisor disebut pihak pemilik franchise.

(2) Franchisee

Franchisee adalah pihak yang membeli metode pendistribusian barang dan

jasa dari franchisor, yang beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format atau

prosedur yang dipunyai atau dikendalikan oleh franchisor. Selanjutnya, franchisee

disebut pihak pemegang franchise.

B.1.3 Macam - Macam Franchise

Ada dua macam bentuk franchise13 yang dikenal, yaitu franchise format bisnis

dan franchise distribusi produk. Perbedaan kedua macam bentuk franchise itu adalah

sebagai berikut:

13 Juajir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 23-34

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

23

(1) Franchise Format Bisnis

Dalam bentuk ini, seorang pemegang franchise (franchisee) memperoleh hak

untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu wilayah atau

lokasi yang spesifik dengan menggunakan standar operasional dan pemasaran di

bawah sistem yang dirancang oleh pemilik franchise (franchisor).

Dalam bentuk ini terdapat tiga jenis format bisnis franchise, yaitu:

(a) Franchise Pekerjaan

Dalam bentuk ini, franchisee yang menjalankan usaha franchise pekerjaan

sebenarnya membeli dukungan untuk usahanya sendiri. Bentuk franchise

seperti ini cenderung paling murah, umumnya membutuhkan modal kecil

karena tidak menggunakan tempat dan perlengkapan yang berlebihan.

(b) Franchise Usaha

Pada saat ini franchise usaha adalah bentuk franchise yang berkembang pesat.

Bentuknya dapat berupa toko eceran yang menyediakan barang atau jasa, atau

restoran fast food. Biaya yang dibutuhkan dalam franchise jenis ini lebih besar

daripada franchise pekerjaan, karena dibutuhkan tempat usaha dan peralatan

khusus.

(c) Franchise Investasi

Ciri utama yang membedakan jenis franchise ini dari kedua bentuk franchise

di atas adalah besarnya usaha, khususnya besamya investasi yang dibutuhkan.

Franchise investasi adalah perusahaan yang sudah mapan, dan investasi awal

yang dibutuhkan dapat rnencapai milyaran rupiah.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

24

(2) Franchise Distribusi Produk

Dalam bentuk ini, seorang pemegang franchise (franchisee) memperoleh

lisensi eksklusif untuk memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam

lokasi yang spesifik. Bisnis franchise ini mengidentifikasikan diri dengan produk atau

nama dagang pemilik franchise.

Dalam bentuk ini, franchisor dapat memberikan franchise wilayah, di mana

pemegang franchise wilayah atau sub-pemilik franchise membeli hak untuk

mengoperasikan atau menjual franchise di wilayah geografis tertentu. Sub-pemilik

franchise itu bertanggung jawab atas beberapa atau seluruh pemasaran franchise,

melatih dan membantu franchisee baru. dan melakukan pengendalian, dukungan.

operasi, serta program penagihan royalty.

Ciri bersama dari persetujuan yang difauat oleh seriap piliak dalam sub-

franchise adalah pembagian bersama dari penghasilan franchise. Biaya franchise,

royalty, sumbangan pengiklanan, dan biaya transfer franchise dibayar oleh pemegang

franchise tunggal kepada sub-pemegang franchise, dan sebagian dari itu dibayarkan

kepada pemegang franchise induk.

A.1.4 Perjanjian Franchise

Menurut Martin Mendelsohn14, perjanjian franchise merupakan dokumen

yang di dalamnya seluruh transaksi dijabarkan secara bersama. Perjanjian franchise

harus secara tepat menggambarkan janji-janji yang dibuat dan harus adil, serta pada

14 Martin Mendelsohn, Franchising, Cet 2, (Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi, 1997), hal 55

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

25

saat yang bersamaan menjamin ada kontrol yang cukup untuk melinduiigi integritas

sistem.

Oleh karena itu, suatu perjanjian franchise haruslah :

(1) Dibuat secara benar,sesuai dengan persyaratan hukum

(2) Memberikan detil-detil operasional dan kontrol

(3) Memberikan franchise jaminan dalam beroperasi dan pada

kemampuannya untuk mengembangkan dan menjual assemya.

Menurut Juajir Sumardi15, perjanjian franchise adalah suatu perjanjian yang

diadakan antara franchisor dan franchisee di mana pihak franchisor memberikan hak

kepada pihak franchisee untuk memproduksi atau memasarkan barang (produk)

dan/atau jasa (pelayanan) dalam waktu dan tempat tertentu yang disepakati di bawah

pengawasan franchisor, sementara franchisee membayar sejumlah uang tertentu atas

hak yang drperolehnya.

Pada umumnya, sebelum perjanjian franchise dibuat dan ditandatangani, para

pfliak membuat:

(a) Letter of Intent

Letter of Intent merupakan pemyataan kehendak. Jadi, belum terikat pada

suatu kontrak, Pada umumnya, LoI dilakukan untuk proyek besar

termasuk bisnis franchise. Setelah LoI dilakukan dapat meningkat menjadi

Memorandum of Understanding.

15 Juajir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal 44

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

26

(b) Memorandum of Understanding (MOU)

MOU adalah dasar untuk membuat kontrak. Dalam MOU sudah dibuat

persyaratan-persyaratan, kesepakatan-kesepakatan para pihak yang akan

dituangkan dalam kontrak. Dalam MOU ini diperlukan keterlibatan

konsultan hukum, akuntan dan para ahli lainnya yang diperlukan dalam

pembuatan kontrak. MOU belum mengikat, baru merupakan kesepakatan.

Setelah itu baru dibuat kontrak.

(c) Kontrak

Kontrak Intemasional, termasuk juga kontrak franchise tidak selalu

didahului oleh Lol dan MOU, melainkan dapat dari LoI langsung ke

kontrak, atau dari MOU lansung ke kontrak, atau dapat juga langsung

membuat kontrak. Jadi, urutannya tidak harus dari LoI, MOU dan kontrak,

melainkan tergantung kehendak para pihak. Pada umumnya kontrak

franchise didahului dengan pembuatan MOU. Kemudian kesepakatan-

kesepakatan dalam MOU tersebut dituangkan ke dalam kontrak franchise.

A.1.5 Unsur - unsur Dalam Perjanjian Franchise16

Maka, dapat disimpulkan adanya beberapa unsur dalam suatu perjanjian

franchise:

16 Ibid, hal 45-47

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

27

(a) Adanya suatu perjanjian yang disepakati

Perjanjian franchise yang dibuat oleh para pihak, yaitu franchisor dan

franchisee, yang kediianya berkualifikasi sebagai subjek hukum, baik ia sebagai

badan hukum maupun sebagai perorangan.

Perjanjian franchise di Indonesia hingga tulisan ini dibuat belum diatur secara

khusus dalam suatu perundang - undangan. Namun demikian tidak berarti bahwa di

Indonesia tidak diperbolehkan melakukan atau membuat suatu perjanjian franchise

ini, sebab herdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata para pihak dimungkinkan membuat

perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan undang - undang, kesusilaan, dan

kctertiban umum.

Pada umumnya, perjanjian franchise dibuat di bawah tangan, karena

melibatkan pihak asing, yang menganut sistem hukum yang berbeda. Di sini,

konsultan hukum sangat berperan penting.

(b) Adanya pemberian hak dari franchisor kepada franchisee untuk

memproduksi dan memasarkan produk dan/atau jasa.

Dalam hal ini, franchisee berhak menggunakan nama, cap dagang, dan logo milik

franchisor yang sudah lebih dahulu dikenal daiam dunia perdagangan.

(c) Pemberian hak yang terbatas pada waktu dan tempat tertentu

Dalam hal ini franchisor memberikan hak kepada franchisee untuk menggunakan

nama, merek dangang, dan logo dari usalianya kepada franchisee terbatas pada

tempat dan waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian franchise yang telah

mereka buat bersama.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

28

(d) Adanya pembayaran sejiimlah iiang tertentu dari franchisee kepada

franchisor.

Pembayaran-pembayaran yang dimaksud adalah pembayaran awal, pembayaran

selama berlangsungnya franchise, pembayaran atas pengoperan hak franchisee

kepada pihak ketiga, penyediaan bahan baku, dan masalah-masalah lain yang

tercantum dalam suatu perjanjian.

A. Asas - asas dalam Perjanjian Franchise

Adapun asas-asas yang terkandung dalam perjanjian franchise17 :

(1) Asas kebebasan berkontrak

Pasal 1338 KUHPerdata menentukan bahwa semua persetujuan yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Namun demikian, substansi perjanjian tersebut harus tidak melanggar

ketentuan undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan tidak

melanggar ketertiban umum.

(2) Asas konsensualitas

Dalam hal ini, jika terdapat kesepakatan antara calon franchisor dengan calon

franchisee mengenai suatu hal yang akan diperjanjikan, maka pada dasarnya

perjanjian itu sudah dianggap ada. Asas ini harus diperhatikan dengan sebaik-

17 Rooseno Harjowidigdo, “Beberapa Aspek Hukum Franchising”, Makalah disampaikan dalam Seminar Aspek-aspek Hukum tentang Franchising, (Surabaya : IKADIN Cabang Surabaya, 23 Oktober 1993).

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

29

baiknya, khususnya jika akan memperbaharui perjanjian franchise. Maka hal-

hal yang lama menjadi sumber sengketa antara kedua belah pihak.

(3) Asas itikad baik

Persetujuan tersebut harus dilakukan dengan itikad baik, dimana diketahui

bahwa perjanjian franchise merupakan rangkaian dari suatu proses kerjasama

di bidang perdagangan barang dan/atau jasa, sehingga untuk dapat

menimbulkan keuntungan kedua belah pihak, maka itikad baik kedua belah

pihak tentunya akan sangat menentukan besamya keuntungan yang akan

diperoleh. Dengan demikian, dengan asas itikad baik ini, maka para pihak

akan senantiasa melaksanakan hak dan kewajibannya yang timbul dari suatu

perjanjian franchise ini.

(4) Asas keadiian

Asas ini dimaksudkan agar perjanjian franchise yang dibuat tersebut

menempatkan posisi kesederajatan hukum kedua belah pihak secara adil,

sehingga terdapat suatu hubungan yang seimbang yang bermuara pada posisi

yang saling menguntungkan.

(5) Asas kesamarataan dalam hukum

Dengan asas ini, perjanjian franchise yang dibuat harus memberikan hak yang

seimbang. Misalnya, apabila salah satu pihak diberi hak memutuskan

hubungan franchise, maka pihak lainnya harus diberi hak yang sama, yaitu

misalnya ganti rugi dan hak-hak lain yang diperkenankan.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

30

(6) Asas pikul bareng

Asas ini sangat penting dalam perjanjian franchise, karena kerugian dalam

bisnis ini kemungkinan besar akan ada. Oleh sebab itu, maka perlu

diperjanjikan hal-hal yang menyangkut tanggung jawab masing-masing pihak

jika terjadi kerugian dikemudian hari. Dengan demikian, kerugian yang

mungkin timbul menjadi tanggung jawab bersama dengan suatu perbandingan

yang disepakati bersama.

(7) Asas kerahasiaan

Dalam bisnis franchise, hendaknya pihak franchisor wajib memberitahukan

rahasia dagang secukupnya kepada pihak franchisee serta prospektus usaha

franchisenya sehingga pihak franchisee dapat dengan mudah menentukan

keputusannya untuk memilih franchisor yang representatif untuk usahanya

kelak.

(8) Asas konfidensialitas

Asas ini pada dasarnya mewajibkan kepada para pihak (franchisor maupun

franchisee) untuk menjaga kerahasiaan data - data ataupun ketentuan -

ketentuan yang dianggap rahasia, misalnya masalah trade secret, know how

atau resep makanan / minuman, dan tidak dibenarkan untuk memberitahukan

kepada pihak ketiga, kecuali undang-undang menghendakinya.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

31

B. HAK DAN KEWAJIBAN FRANCHISOR

B.1.1 Hak-Hak Franchisor

(1) Franchisor berhak menerima biaya franchise (franchise fee), biaya

royalty (royalty fee) sebesar 7 % (tujuh persen) dari hasil penjualan

kotor, dan uang jaminan sebesar 20 % (dua puluh persen) dari biaya

franchise yang dibayarkan oleh franchisee.

(2) Franchisor berhak membebankan denda sebesar 1 0/00 (satu permil)

untuk setiap hari keterlambatan terhitung dari jumlah biaya royalty

yang harus dibayarkan oleh franchisee.

(3) Franchisor berhak untuk menolak perpanjangan perjanjian yang

diajukan oleh franchises, apabila franchisee tersebut sering mendapat

protes dari pelanggan, karena hal itu dapat mencemarkan nama baik

(goodwill) franchisor.

(4) Franchisor berhak menghentikan pengiriman bahan baku, bumbu-

bumbu dan keperluan lain yang dibutuhkan oleh franchisee apabila

keterlambatan dalam membayar royalty tersebut mencapai 30 hari.

(5) Berhak mengakhiri perjanjian secara sepihak setelah memberitahukan

hal tersebut secara tertulis kepada franchisee, apabila keterlambatan

franchisee dalam membayar royalty mencapai 60 hari.

(6) Mengangkat karyawan bagi franchisee dan menghentikan karyawan

franchisee apabila karyawan tersefaut melakukan penyimpangan.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

32

(7) Melakukan pemeriksaan dan pengawasan atas seluruh ruangan

restoran, kualitas dan kuantitas peralatan, persediaan, standar

karyawan, pembukaan, dokumen dan melakukan reset register milik

franchisee.

(8) Menjamin franchisee dalam menyelenggarakan usaha restoran tidak

akan mendapat gangguan, gugatan maupun tuntutan apapun dari pihak

manapun berkaitan dengan penggunaan merek dan logo franchisor.

(9) Menerima kembali hak franchise dari francllisee apabila jangka waktu

perjanjian telah berakhir dan tidak diperpanjang oleh franchisee.

(10) Mengakhiri atau membatalkan secara sepihak dan menuntut ganti rugi

apabila franchisee melakukan ingkar janji atau melanggar ketentuan

dalam perjanjian dan untuk itu sudah diberi peringatan sekurang -

kurangnya satu kali.

(11) Membebankan denda sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu) perhari

untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh franchisee.

(12) Franchisor mempunyai hak untuk dibebaskan dari tanggung jawab

terhadap kentgian yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan

perjanjian yang dialami oleh franchisee, Ini dikenal dengan klausula

eksonerasi.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

33

B.1.2 Kewajiban Franchisor

(1) Memasok bahan baku, bumbu-bumbu dan alat-alat perlengkapan yang

dibutuhkan oleh franchisee.

(2) Memberi latihan/traning kepada karyawan-karyawan franchisee selama 2

(dua) bulan sebelum pembukaan restoran untuk pertama kalinya.

(3) Menyediakan dan mempekerjakan 2 (dua) orang manager untuk membantu

franchisee dalam pelaksanaan restoran sehari-hari.

(4) Menyampaikan dan memberi petunjuk kepada franchisee tentang Standar

Operation Procedures (SOP).

(5) Memberi petunjuk kepada franchisee tentang perijinan serta prosedur

pengurusan perijinan yang diperlukan dalam rangka penyelanggaraan restoran

sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan Undang-undang yang berlaku.

(6) Mengadakan kunjungan ke lokasi restoran franchisee untuk memeriksa dan

mengawasi sekmih ruangan, peralatan, persediaan, dokumen, pembukuan,

standar karyawan, meiakukan reset cash register milik franchisee dan

mengawasi jalannya kegiatan restoran tersebut.

(7) Mengirim tenaga manager untuk membantu franchisee dalam pelaksanaan

operasional restoran sehari-hari.

(8) Melatih tenaga kerja agar mampu bekerja di restoran.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

34

B.2.1 Hak-hak Franchisee

(1) Memperoleh hak franchise selama jangka waktu 5 (lima) tahun.

(2) Mendapat bantuan dari franchisor daiam mengoperasikan restorannya, yaitu

dengan bantuan 2 (dua) orang manager yang ditempatkan oleh franchisor.

(3) Mendapat pengiriman bahan baku, bumbu-bumbu dan perlengkapan yang

dibutuhkan dari franchisor.

(4) Karyawan-karyawan dari franchisee mendapat latihan/training dari franchisor

daiam waktu 2 (dua) bulan sebelum pembukaan restoran untuk pertama

kalinya.

(5) Mendapat petunjuk dan saran untuk kemajuan beroperasinya restoran milik

franchisee.

(6) Mendapat kembali uang jaminan franchise tanpa bunga selambat-lambatnya

90 (sembilan puluh) hari setelah perjanjian berakhir, dengan franchisee sudah

melunasi seluruh kewajiban membayar biaya.

B.2.2 Kewajiban-kewajiban Franchisee

(1) membayar biaya franchise {franchise fee] dengan ditambah PPN sebesar 10

% (sepuluh persen), biaya royalty (royalty fee) sebesar 7 % (tujuh persen) dari

hasil penjualan kotor (gross sales) yang dibayarkan pada tanggal 10 pada

setiap bulannya, serta membayar jaminan franchise sebesar 20% (dua puluh

persen) dari biaya franchise dengan tepat waktu.

(2) Membayar biaya perijinan dan pungutan-pungutan lain yang berkaitan dengan

penyelenggaraan usaha restoran, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

35

dan Bangunan (PBB), serta biaya renovasi yang diperlukan untuk perbaikan

dan/atau pembangunan restoran.

(3) Membayar asuransi sekaligus selama jangka waktu dengan nilai

pertanggungan yang memadai dan menanggung serta membayar premi

asuransi atas restoran dan seluruh isi serta perlengkapan terhadap berbagai

bencana seperti bencana kebarakan.

(4) Harus mendapat persetujuan dari franchisor apabila akan memperbaiki

dan/atau merubah ruangan restoran dan harus sesuai dengan standar

franchisor, serta menyelesaikan peiaksanaan perbaikan dan/atau perubahan

tersebut sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh franchisor.

(5) Merenovasi/memperbaiki ruangan restoran dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah

mendapat pemberitahuan dari franchisor bahwa restoran tersebut harus

direnovasi.

(6) Menggaji karyawan-karyawannya sesuai dengan standar prosedur dari

franchisor.

(7) Mengadakan jadwal dan disiplin kerja yang baku sesuai dengan Standard

Operation Procedures (SOP) yang ditetapkan oleh franchisor.

(8) Mencurahkan perhatian dan usahanya dengan semaksimal mungkin pada

pelaksanaan perjanjian sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan

yang ditetapkan franchisor.

(9) Menjaga mutu dan nama baik merek yang digunakan.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

36

(10) Membuka restoran pada pukul 09.00 sampai dengan 22.00 waktu setempat,

dan melakukan kegiatan usaha restoran selama 365 hari dalam setahun,

kecuali pada hari-hari yang ditetapkan pemerintah bahwa restoran harus tutup.

(11) Menjual seluruh produk yang ditentukan dan berasal dari franchisor dengan

harga jual mengikuti harga yang ditetapkan oleh franchisor.

(12) Menggunakan balian baku, bumbu-bumbu, peralatan dan perlengkapan

lainnya sesuai dengan standar yang ditentukan oleh franchisor.

(13) Membeli bahan baku, bumbu-bumbu, minuman, pembungkus dan

perlengkapan lainnya dari franchisor dengan pembayaran dimuka.

(14) Mengikuti setiap perubahan peraturan mengenai menu dan/atau promosi yang

dikeluarkan oleh franchisor.

(15) Menaati selunih ketentuan dalam Standar Operational Procedure (SOP)

(16) Memasang papan nama berupa signage, shopsign, wallsign yang bertuliskan

California Fried Chicken serta logo CFC pada tempat-tempat yang ditentukan

oleh franchisor dan seluruh perlengkapan untuk itu harus dibeli dari

franchisor. Untuk itu franchisee wajib membayar biaya dan pajak reklame

tersebut.

(17) Mengikuti kegiatan pemasaran dan promosi di area restoran.

(18) Menyediakan dana minimal 2% (dua persen) dan hasil gross sales untuk

menyelenggarakan promosi yang haras disetujui secara tertulis oleh

franchisor.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

37

(19) Membuat dan mengirimkan laporan penjualan berupa struk reset harian, Price

Look Up (PLU), laporan kas kasir, dan struk reset bulanan kepada franchisor

tepat pada waktunya.

(20) Melaporkan kepada franchisor apabila cash register mengalami kerusakan.

(21) Tidak boleh menjuai makanan dan minuman dengan merek dagang dan logo

CFC di luar lokasi yang telah diperjanjikan.

(22) Tidak boleh membehkan rahasia-rahasia dagang milik franchisor kepada

pihak lain dengan alasan apapun.

(23) Tidak boleh mengganti/merubah perlengkapan dan design standar yang

ditentukan oleh franchisor serta dilarang merubah modal dasar, modal disetor,

susnnan dan nama pemegang saham serta pengurus.

(24) Tidak boleh memperbanyak Standar Operation Procedures (SOP) untuk

keperluan apapun bagi diri sendiri ataupun bagi orang lain.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

38

C. ASPEK - ASPEK HUKUM KETENTUAN HUKUM YANG TERKAIT

UNTUK WARALABA DI INDONESIA

Aspek hukum yang paling pokok dalam bisnis franchise adalah aspek hukum

perjanjian. Selain itu ada aspek-aspek hukum lain yang terkait dengan sistem bisnis

tersebut, yaitu hak cipta, paten dan merek, rahasia dagang, aspek kemitraan, aspek

hukum ketenagakerjaan, dan aspek hukum perpajakan.

Adapun aspek - aspek hukum tersebut akan dibahas sebagai berikut:

C.1. Lisensi

C.1.1. Pengertian

Lisensi berasal dari kata latin “licentia”18. Jika kita memberikan kepada

seseorang lisensi terhadap suatu merek, maka kita memberikan kebebasan atau izin

kepada orang itu untuk menggunakan penemuan yang dilindungi oleh oktroi atau

menggunakan merek ang dilindungi oleh hukum merek. Tanpa lisensi, orang lain itu

tidak bebas dalam menggunakan penemuan atau merek tersebut.

Dalam sistem bisnis franchise, ada lisensi yang digunakan dalam know-how.

Perbedaan antara lisensi terhadap oktroi (merek) dan lisensi know-how adalah

sebagai berikut;

Dalam lisensi suatu oktroi, kita menghadapi suatu pemberian izin dengan suatu

imbalan untuk menggunakan sesuatu yang sebelumnya itu tidak boleh digunakan.

Sedangkan dalam hal Itsensi atas know-how, kita melihat adanya pemberian izin

(juga dengan suatu imbalan) untuk menggunakan sesuatu yang sebelumnya orang itu 18 Roeslan Saleh, Seluk Beluk Praktek Lisensi, (Jakarta : PT Sinar Grafika, 1991), hal 11

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

39

tidak boleh mengetahui bagaimana cara menggunakannya, dan yang karena alasan-

alasan praktis ia tidak bermaksud untuk mengembangkan sendiri know-how tersebut.

Dalam sistem bisnis franchise, adanya lisensi oktroi atau lisensi merek diadakan

bersamaan dengan lisensi know-how, karena dalam suatu oktroi kerapkali yang

dilindungi hanya satu bagian dan obyek yang diinginkan oleh pihak lawan dalam

lisensi itu, sedangkan yang lainnya termasuk sebagai know-how.

C.1.2. Alasan - Alasan Untuk Memberikan Lisensi

Alasan-alasan yang dapat dipertimbangkan untuk memberikan lisensi adalah

sebagai berikut:

(a) Dengan memberikan lisensi dihasilkan uang.

(b) Lisensi mempunyai pengaruh memperluas pasar (Jarak, hambatan-hambatan

pemerintah, sifat dari produk).

(c) Dilihat dari segi teknis, pemberian lisensi mempunyai daya memperluas

cakrawala.

(d) Melalui lisensi dapat diadakan tukar-menukar paket pengetahuan.

(e) Dengan lisensi dapat berakibat olehnya sendiri diproduksi barang

bersangkutan.

(f) Dengan lisensi dapat diperluas kepentingan dengan jalan mendapatkan paket

bagian dalam perusahaan penerima lisensi, tentunya melalui tukar-menukar

lisensi itu.

(g) Pemberian lisensi dapat digunakan untuk menyelesaikan kemungkinan

sengketa oktroi.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

40

C.1.3. Faktor-faktor Pertimbangan Dalam Pembayaran Imbalan

Lisensi19

Lisensi diadakan dengan suatu pembayaran. Maka, yang menjadi persoalan

berapa besarnya imbalan itu. Untuk itu dapat memperhitungkan hal itu, perlu

diketahui faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menghitung imbalan

untuk lisensi itu. Misalnya : Apakah ini merupakan obyek lisensi yang telah terbukti

sifat komersilnya ? Apakah obyek lisensi dilindungi oleh oktroi atau merek yang

terkenal ? Apakah ada perlindungan di negara orang yang akan menerima lisensi ?

Selain faktor - faktor tersebut, terdapat faktor - faktor lain yang harus

dipertimbangkan, yaitu:

(a) Apakah ada kemungkinan ancaman persaingan oleh penerima lisensi dengan

hasil produksinya yang dikaitkan dengan lisensi itu?

(b) Jaminan - jaminan apakah yang diminta oleh penerima lisensi?

(c) Apakah penerima lisensi bersedia untuk memikul resiko-resiko tertentu?

(d) Jasa-jasa apakah yang diminta oleh penerima lisensi dalam masa

pembangunan atau produksi obyek lisensi dan kemungkinan pula setelah itu?

(e) Dalam jangka berapa lamakah harus telah ada realisasi untuk mewujudkan

obyek lisensi itu?

(f) Siapa yang akan membayar pajak berkaitan dengan imbalan lisensi tersebut?

(g) Seberapa tinggikah tingkat teknis penerima lisensi?

19 Ibid, hal 23-25

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

41

(h) Berapakah taksiran ongkos untuk makelar lisensi yang digunakan,

nasihat-nasihat hukum fiskal dan keuangan-keuangan?

(i) Berapakah kira-kira keuntungan yang didapat oleh penerima lisensi?

(j) Seberapa luaskah terkenalnya pemberi lisensi itu dengan barang yang

dilisensikan dalam pasar?

(k) Bagaimanakah cara-cara pembayaran imbalan lisensi?

C.1.4. Patokan Penerima Lisensi20

Bagi penerima lisensi, biasanya yang dijadikan patokan adalah perhitungan

tentang berapa lamakah waktu yang diperiukan untuk sampai kepada perkembangan

yang kini telah tercapai oleh pemberi lisensi, dan berapakah ongkos yang harus

dikeluarkan seandainya dia sendiri berusaha mengembangkan hal tersebut.

Perhitungan ini digabungkan dengan kemungkinan harga pasaran yang bisa didapat

dengan obyek lisensi, dikaitkan dengan berapakah dari ongkos lisensi yang dapat

dipikul olehnya. Dengan demikian, maka dapat diperkirakan seberapa jauhkan dia

akan mendapat keuntungan dari produksinya berdasarkan lisensi itu.

C.1.5. Cara-cara Pembayaran21

Mengenai cara pembayaran imbalan lisensi, ada 4 kemungkinan

cara pembayaran, yaitu:

20 Ibid, hal 26-27 21 Ibid, hal 27

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

42

(a) Pembayaran suatu jumiaii sekaligus

(b) Pembayaran persentase dari harga jual atau ongkos produksi yang dibuat

atas dasar lisensi itu.

(c) Pembayaran dengan menetapkan jumlah tertentu dari kesatuan yang

dibuat dengan lisensi.

(d) Pembayaran persentase dari keuntungan.

C.1.6. Penggunaan Lisensi Dalam Franchise

Franchise dalam menggunakan suatu merek dan know-how harus

mendapatkan lisensi dari franchisor. Biasanya lisensi merek diadakan bersamaan

dengan lisensi know-how.

Sebelum menerima lisensi, franchisee hams mempertimbangkan baik-baik

mengenai obyek yang ditawarkan dengan hsensi itu. Franchisee harus

memperhitungkan kemungkinan tekrtis dan finansialnya.

Dengan menerima lisensi, segi-segj positif yang diterima franchisee adalah :

(1) akan terjadi diversifikasi atau perbaikan produksi baik kuantitanf maupun

kualitatif.

(2) franchise dapat mempengaruhi pasar yang ada dengan lebih cepat.

Dengan mempergimakan lisensi, franchisee hams membayar imbalan kepada

franchisor. Besarrrya imbalan itu disesuaikan dengan faktor-faktor yang perlu

dipertimbangkan, seperti: apakah obyek lisensi dilindungi oleh merek terkenal?

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

43

Dalam menerima lisensi, franchisee berhak menggunakan know-how dengan

bebas sesuai dengan perjanjian lisensi yang dibuat diantara franchisee dan franchisor.

Sistem pembayaran yang disukai oleh franchisor adalah sistem pembayaran

sekaligus, karena:

(1) Franchisor tahu dengan pasti berapa yang didapat, dan tidak

bergantung pada persentase omzet penerima lisensi yang belum pasti.

(2) Jelas dengan telah adanya pembayaran. Sebab jika telah ada hal-hal

yang tidak menyenangkan dikemudian hari diantara mereka telah

menerima bayaran.

Sistem pembayaran sekaligus juga menguntungkan franchisee, sebab :

(1) Sudah sejak sernula dia mengtahui apa yang harus dilakukannya dan

dengan demikian jumlah tersebut dapat diperhitungkannya dengan

iuvestasinya.

(2) Franchisee tidak perlu mempertanggungjawabkan mengenai

omzetnya.

Dalam perjanjian lisensi yang terdapat dalam perjanjian franchise, terdapat

kewajiban untuk merahasiakan oleh franchisee. Ada dua bentuk, yaitu bersifat timbal

balik atau bersifat sepihak. Dalam dokumen mi terdapat klausula bahwa franchisee

berjanji akan memegang rahasia selama sekian tahun atau waktu tertentu sebagai

kewajiban menyimpan rahasia yang setiap kali akan disebutkan dalam kontrak lisensi.

Jangka waktu menyimpan rahasi ini harus ditentukan dalam perjanjian lisensi.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

44

Mengenai isi lisensi harus jelas. Apakah yang dapat dan atau boleh dilakukan

oleh penerima lisensi tersebut ? Penerima lisensi mendapat hak untuk membuat obyek

lisensi dan memasarkannya kemanapun.

C.2. Royalty

C.2.1. Pengertian22

Yang dimaksud dengan royalty adalah suatu persentase dari harga jual

atau harga ongkos obyek yang diberi lisensi itu, atau produksi-produksi yang

dihasilkan obyek lisensi itu.

C.2.2. Keuntungan Perjanjian Royalty Bagi Penerima Royalty23

Dibandingkan dengan pembayaran suatu jumlah sekaligus dapat dikatakan

bahwa royalty lebih menguntungkan apabila lisensi itu mendapat sukses dan orang

yang berkewajiban membayar royalty tersebut bersedia untuk mengadakan perjanjian

yang cukup lama, sehingga jumlah yang akan diterima dari royalty keseluruhannya

akan lebih besar daripada jumlah pembayaran sekaligus, Selain itu, penerima royalty

dalam rangka persaingan yang ditimbulkan oleh lisensi-lisensi akan mengetahui

dengan baik omzet pembayar royalty.

C.2.4. Keuntungan Perjanjian Royalty Bagi Pembayar Royalty24

Perjanjian royalty dengan penerima lisensi, ia tidak perlu membayar

sebelum bisa mendapat sesuatu dari obyek lisensi, dan sebelum lisensi itu

22 Ibid, hal 30 23 Ibid, hal 30 24 Ibid, hal 31

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

45

membuktikan manfaatnya. Tetapi jika segala sesuatu berjalan dengan baik, maka

dapatlah persentase dari royalty itu dibebankan pada harga jual.

D.2.4. Antisipasi Agar Pemberi Lisensi Tidak Merugi25

Dalam praktek banyak perjanjian royalty yang mengecewakan,

disebabkan karena penerima lisensi tidak berusaha dengan cukup baik supaya

usahanya berjalan dengan baik pula, atau ia kehilangan semangat disebabkan karena

keadaan pasar menjadi berubah.

Sebenamya, pemberi lisensi dapat menjagaa kemungkinan ini dengan

meminta pembayaran - pembayaran sekaligus untuk suatu jumlah tertentu, yang akan

diperhitungkan dengan royalty - royalty yang seharusnya dia terima di hari yang akan

datang. Juga dapat diperjanjikan adanya suatu jumlah minimum tertentu sebagai

pembayaran tahunan yang diperhitungkan sebagai royalty.

C.2.5. Penetapan Royalty

Mengenai penetapan royalty26 ada riga macam, yaitu :

(1) Royalty biasanya ditetapkan dengan suatu prosentase tetap.

(2) Royalty yang ditetapkan dengan prosentase royalty yang semakin

lama jumlahnya semakin ditingkatkan.

(3) Royalty yang ditetapkan dengan prosentase royalty yang semakin

lama jumlahnya diturunkan.

25 Ibid, hal 32 26 Ibid, hal 33

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

46

Dalam hal prosentase royalty yang semakin lama semakin ditingkatkan, dasar

pertimbangannya adalah bahwa penerima lisensi terlebih dahulu harus berusaha untuk

merebut pasar dan oleh karenanya jangan sampai terlalu besar dibebani dengan

royalty yang akan mempengaruhi harganya.

Dalam hal prosentase royalty semakin lama semakin diturunkan, dasar

pertimbangannya adalah pengetahuan yang dilisensikan itu semakin lama semakin

kurang nilainya dan oleh karenanya pula sepantasnya kalau kurang pula

pembayarannya

C.2.6. Klausula Hard-ship

Dalam kontrak, adakalanya disebutkan klausula Hard-ship27. Yang

dimaksud dengan klausula Hard-ship adalah ketentuan dalam perjanjian lisensi, yang

menyebutkan bahwa pada suatu waktu tertentu mungkin diadakan peninjauan

kembali terhadap hal-hal yang telah diperjanjikan mengenai prosentase atau jumlah

tetap yang harus dibayar.

Pihak-pihak yang dapat memperjanjikan bahwa setelah dua atau tiga tahun

sejak dimulainya produksi komersial, yang tanggahiya dapat disebutkan dalam

sertifikat, akan dirundingkan kembali mengenai berapa sebaiknya royalty atau jumlah

pembayaran menurut waktu itu. Perundingan-perundingan kembali ini dapat

dilakukan dua atau tiga tahun sekali.

27 Ibid, hal 34

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

47

C.3. Hak Paten, Cipta dan Merek28

Pada dasarnya, sistem bisnis franchise adalah sistem yang mengandalkan

kesuksesan franchisor dalam menjalankan usahanya yang ditandai dengan merek dan

logo yang terkenal sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Dalam hubungan

kerjasama ini, franchise berhak mempergunakan logo dan merek yang terkenal

tersebut.

Adanya merek dan logo yang telah dikenal konsumen memerlukan

perlindungan hukum. Di Indonesia, mengenai logo dan merek diatur dalam UU

Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak

Cipta sebagaimana telah diubah UU Nomor 7 Tahun 1987,dan UU Nomor 15 Tahun

2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek

sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 14 Tahun 1997, serta UU Nomor 14

Tahun 2001 tentang Perabahan atas UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten

sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 13 tahun 1997. Undang - undang

tersebut dijadikan dasar bagi usaha bisnis franchise dalam rangka memberikan

perlindungan hukum dari pihak ketiga yang dapat merugikan pemilik bisnis franchise

ini.

Perlindungan hak cipta dalam sistem bisnis franchise diatur dalam pasal 11

ayat (1) butir (a) dan (i) UU No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, yang

28 Juajir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Trasnasional, (Bandung ; PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal 59-68

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

48

menyebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi karya :

(a) buku, program komputer, pamilet, susunan perwajahan karya tulis yang

diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

(b) ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara

diucapkan;

(c) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

(d) ciptaan lagu, dan rekaman suara;

(e) drama, tari, (koreografi), pewayangan, pantomim;

(f) karya pertunjukan;

(g) karya siaran;

(h) seni rupa dalam bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,

seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan

tangan;

(i) arsitektur,

(j) seni batik;

(k) fotografi;

(l) sinematografi;

(m) terjemahan, tafeir, saduran,bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil

pengalihwujudan.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

49

Perlindungan hak cipta dalam sistem bisnis franchise diatur dalam Pasal II

ayat (1) tersebut pada butir (a) dan (i). Butir (a), karena menyangkul buku petunjuk

pengoperasian bisnis franchise, atau brosur dan pamflet yang dibuat oleh franchisor

dengan berisikan rahasia kesuksesan usahanya. Dan butir (i), karena arsitektur

tertentu yang memiliki ciri khas dari usahanya.

Perlindungan hukum kepada pemegang atau peinilik merek yang terkandung

dalam UU No. 15 Tahun 200 i adalah sebagai berikut:

(a) UU No. 15 Tahun 2001 menganut sistem konstitutif.

(b) UU No. 15 Tahun 2001 menetapkan bahwa pemeriksaan atas permohonan

pendaftaran merek tidak hanya didasarkan atas kelengkapan persyaratan formal

tetapi juga dilakukan pemeriksaan subtantif. Juga diperkenalkan sistem

pengumuman atas permohonan suatu pendaftaran merek,

(c) Merek terdaftar mendapat perhndttngan hukum selama 10 tahun, berlaku sejak

tanggal penerimaan pendaftaran merek yang bersangkutan.

(d) UU No. 15 Tahun 2001 memberikan kemungkinan kepada pihak yang

berkepentingan untuk mengajukan keberatan dan sanggahan secara tertulis

kepada Direktoran Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual selama jangka waktu

pengumuman.

Dengan asas konstitutif dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, berarti

UU ini menganut sistem pendaftaran, yaitu hak atas merek timbul setelah adanya

pendaftaran teriebth dahulu. Jadi, barangsiapa yang pertama kali mendaftarkan dialah

yang berhak atas merek, dan secara ekslusif dia dapat memakai merek tersebut.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

50

Dalam sistem bisnis franchise yang dapat dilindungi dengan UU Paten, dalam

jenis Product Distribution Franchise yaitu franchisor berfungsi sebagai pengendali

dan pemegang dalam pemberian know how dan formula usaha dalam proses produksi.

Disini franchisee hanya diberikan keleluasaan dalam memproduksi dan

mendistribusikan produk sesuai dengan cara yang dikehendaki oleh franchisor.

Dalam jenis franchise ini, apabila franchisor menciptakan suatu alat atau sarana

produksi bukan untuk tujuan memproduksi makanan dan minuman maka penemuan

tersebut diberikan perlindungan paten.

Dalam jenis Business Format Franchise, yang pada prinsipnya jenis franchise

ini tidak menyangkut penemuan teknologi, tetapi hanya suatu cara dalam menyajikan

produk dalam suatu paket, maka perlindungan paten tidak mungkin diberikan di

dalamnya.

C.4. Aspek Rahasia Dagang

Dalam sistem bisnis franchise, terdapat perlindungan terhadap rahasia dagang

yang harus dijaga ketat. Mengenai perlindungan terhadap rahasia dagang ini diatur

dalam UU Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, yang disahkan pada

tanggal 20 Desember 2000.

Yang dimaksud dengan rahasia dagang pada Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang adalah :

Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usalia dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

51

Oleh karena itu, setiap franchise berkewajiban untuk menjaga rahasia dagang

yang dipercayakan oleh franchisor kepadanya. Rahasia dagang tersebut tidak boleh

luaskan kepada pihak lain oleh franchisee, karena hal itu akan merugikan franchisor.

Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode

lahan, metode penjualan, atau informasi lain dibidang teknologi dan/atau bisnis yang

memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Dalam Pasal 4 UU nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, dikatakan

bahwa pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk ;

a. menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya.

b. memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan

Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak

ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersif.

Dalam butir (a), yaitu pemilik Rahasia Dagang berhak menggunakan sendiri Raliasia

Dagang yang dimilikinya, dalam sistem bisnis franchise tampak dari franchisor yang

tnendirikan outlet/store baginya sendiri. Dan pemberian lisensi kepada pihak lain

yang tercakup dalam butir (b), dalam sistem bisnis franchise merupakap pemberian

hak untuk menggunakan raliasia dagang dari franchisor kepada franchisee.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

52

C.5. Aspek Hubungan Kemitraan

Hubungan antara franchisor dengan franchisee dalam sistem bisnis franchise

merupakan hubungan kemitraan. Kemitraan tersebut diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997. Dalam hubungan kemitraan ini terdapat

pengaturan mengenai kewajiban Usaha Besar dan atau Usaha Menengah, yang dalam

bisnis franchise disebut sebagai franchisor, yang melaksanakan kemitraan dengan

Usaha Kecil, dalam hal ini franchisee, antara lain:

a. memberikan informasi kepada peluang kemitraan.

b. memberikan informasi kepada Pemerintah mengenai perkembangan

pelaksanaan kemitraan;

c. menunjuk penanggungjawab kemitraan;

d. mentaati dan melaksanakan ketentuan - ketentuan yang telah diatur

dalam perjanjian kemitraan; dan

e. melakukan pembinaan kepada mitra binaannya dalam satu atau lebih

banyak aspek:

a). Pemasaran

b). Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia

c). Permodalan

d). Manajemen

e). Teknologi

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

53

Hal ini diatur selengkapnya dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Noinor 44 Tahun

1997.

Sedangkan kewajiban Usaha Kecil yang bermitra, dalam hal ini franchisee

diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang

Kemitraan, yaitu:

a. meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja usahanya secara

berkelanjutan, sehingga lebih mampu melaksanakan kemitraan dengan

usaha Besar atau Usaha Menengah;dan

b. memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan

bantuan yang diberikan oleh Usaha Besar dan atau Menengah.

Menurut pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang

Kemitraan, Usaha Besar, Usaha Menengah dan atau Usaha Kecil, dalam hal ini

franchisor dan franchisee, metnpunyai kewajiban untuk :

a. mencegah gagalnya kemitraan;

b. memberikan informasi tentang pelaksanaan kemitraan kepada Menteri

teknis dan Menteri; dan

c. meningkatkan efisiensi usaha dalam kemitraan.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

54

C.6. Aspek Hukum Ketenagakerjaan29

Pembukaan bisnis franchise pada umumnya mempekerjakan tenaga kerja.

Maka, dalam haf ini timbul aspek-aspek hukum ketenagakerjaan dalam sistem bisnis

franchise tersebut.

Hubungan antara franchisee dengan tenaga kerjanya merupakan hubungan

kerja antara pekerja dengan pengusaha yang diatur dalam perjanjian kerja sesuai

ketentuan syarat-syarat kerja yang berlaku. Hubungan ketenagakerjaan yang timbul

dalam sistem franchise tentunya terbatas pada sejauh mana jangka waktu perjanjian

franchise antara pihak franchisee dengan pihak franchisor. Maka, hubungan kerja

yang timbul tersebut pada dasarnya merupakan hubungan kerja waktu tertentu,

dimana hubungan kerja ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.

Per-02/MEN/1993 Tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu.

Kesepakatan kerja ini dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa

Indonesia sebanyak tiga rangkap, masing - masing untuk pekerja, pengusaha, dan

Kantor DEPNAKER setempat untuk didaftarkan. Dalam kesepakatan ini, tidak boleh

dipersyaratkan adanya masa percobaan.

Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan yang ada selama

ini yang dapat dijadikan dasar bagi hubungan ketenagakerjaan dalam suatu

perusahaan franchise, antara lain: masalah pembinaan keahlian, kejuruan dan

pelatihan kerja (Pasal 8 UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok mengenai

Tenaga Kerja, PP No. 71 Tahun 1971 Tentang Latihan Kerja, Pasai 119 UU Nomor 29 Ibid, hal 68-71

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

55

25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan), masalah pembinaan perlindungan kerja

(Pasal 9 dan 10 UU No.14 Tahun 1969, Pasal 108 UU Nomor 25 Tahun 1997

Tentang Ketenagakerjaan), masalah hubungan ketenagakerjaan (Pasal 11 s/d 15 UU

No. 14 Tahun 1969, Kepmen No.382/1992, UU No. 21 Tahun 1954, UU No 7 Tahun

1963, Pasal 6 UU No. 22 Tahun 1957, UU No. 3 Tahun 1992, PP No. 14 Tahun 1993,

Pasal 158 s/d 160 UU Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan), dan masalah

pengawasan ketenagakerjaan (UU No. 3 Tahun 1951,dan Pasal 16 UU No. 14 Tahun

1969, Pasal 166 dan 167 UU Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan).

C.7. Aspek Hukum Perpajakan

Hubungan bisnis franchise merupakan hubungan hukum yang mempunyai

potensi fiskal dan karenanya, maka hubungan hukum ini menjadi objek kena pajak.

Mengenai tata cara perpajakan diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang

Perubahan Kedua atas UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan (Lembaran Negara Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3984), yang disahkan pada tanggal 2 Agustus 2000.

Dalam kaitannya dengan sistem bisnis franchise ini,ada beberapa jenis pajak,

antara lain:

(a) Pajak penghasilan

(b) Pajak pertambahan nilai

(c) Pajak “withholding” atas royalty

(d) kemungkinan pajak penghasilan dari tenaga kerja asing

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

56

Mengenai pajak penghasilan, terkandung dalam UU Nomor 17 Tahun 2000

Tentang Perabahan Ketiga Atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

(Lembaran Negara Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985) yang

disahkan pada tanggal 2 Desember 2000. Dalam hal ini, yang menjadi obyek

penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai

untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan

nama dan dalam bentuk apapun, termasuk didalamnya gaji, laba bruto usaha dan

royalty.

Untuk pajak pertambahan nilai, terkandung dalam UU Nomor 18 Tahun 2000

Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan

Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara

Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986), yang disahkan pada tanggal

2 Desember 2000, dan peraturan pelaksanaanya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 75

Tahim 1991 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Penyerahan Barang

Kena Pajak yang dilakukan oleh Pedangang Eeeran Besar, serta Keputusan Menteri

Keuangan RI No. 1289/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedangan Eeeran Besar.

Mengenai pajak atas royalty dalam sistem bisnis franchise, pihak franchisee

mendapat hak berdasar perjanjian dengan kewajiban memberikan royalty atau

franchisee kepada franchisor. Maka, atas hal pembayaran royalty dikenakan pajak.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

57

Berkaitan dengan bisnis franchise, permasalahan dalam hal pajak royalty

adalah tentang siapa yang harus membayar pajak atas royalty tersebut. Apakah

franchisee ataukah franchisor. Kalau tidak ada ketentuan yang mewajibkan salah satu

pihak saja yang menanggung beban pajak ini, maka dapat diperjaujikan bahwa beban

pajak royalty ditanggung bersama.

D. ISI PERJANJIAN FRANCHISE PADA UMUMNYA

Isi perjanjian franchise pada umumnya adalah mengenai syarat-syarat yang

berupa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak, yang diuraiakan

secara terperinci. Akan tetapi dalam perjanjian franchise pada umumnya hanya

kewajiban dari franchisee saja yang diuraikan secara terperinci sedangkan kewajiban

franchisor pada umumnya tidak diuraikan secara terperinci.

Dalam perjanjian franchise pada umumnya, dicantumkan klausula yang

membebaskan franchisor dari tanggung jawab, yang disebut klausula eksonerasi.

Klausulan ini menguntungkan pihak franchisor karena francliisor dibebaskan dari

tanggungjawabnya terhadap kerugian yang diderita oleh franchisee.

Pada umumnya, isi perjanjian franchise adalah:

(a) Penggunaan merek dagang, nama dagang dan logo ;

Merek dagang adalali nama yang tertera pada suatu produk atau jasa yang

menjelaskan identitas usaha franchisor. Franchisee dalam menjalankan

usahanya berhak unruk nama dagang, logo serta nama baik yang dimiliki

oleh franchisor;

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

58

(b) Kedudukan franchise:

Franchisee berhak penuh untuk mengeluti/menjalankan usahanya secara

independen. Franchisee bertanggimgjawab penuh atas segara hutang-

hutang yang dibuatnya serta kewajiban-kewajiban pada pihak lain.

Franchisor tidak bertanggungjawab terhadap kerugian dan kewajiban

tersebut;

(c) Dana/modal

Franchisee harus mempunyai sumber dananya sendiri dan/atau dukungan

sumber dana lainnya yang mungkin diperoleh dari kredit perbankan.

Namun, tidak ada investasi langsung dari franchisor;

(d) Fee

Kewajiban franchisee untuk membayar fee kepada franchisor, mengenai

bentuk dan jumlahnya ditetapkan oleh franchisor, yang harus dibayar

secara berkala atas hak yang didapat franchisee dan atas bantuan yang

terus menerus yang diberikan oleh franchisor. Fee ini termasuk juga

pembayaran untuk program operasional dan konsultasi;

(e) Wilayah/Premis lokasi

Franchisee diberikan wilayah untuk melaksanakan usahanya dan didalam

perjanjian harus secara tegas dicantumkan bahwa franchisor tidak akan

menjual kembali hak franchiseenya atau membuka usaha di wilayah yang

telah diberikan kepada franchisee;

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

59

(f) Periklanan

Franchisee diizinkan untuk menggunakan materi promosi yang dilakukan

oleh franchisor, temiasuk isi iklan. Akan tetapi, seluruh biaya periklanan

menjadi tanggung j awab franchisee;

(g) Bantuan operasional

Franchisor memberikan pelatihan untuk franchisee daiam segala bentuk

aspek yang menyangkut usaha franchise yang meliputi pemberian

saran, materi promosi, perkembangan pemasaran, produk serta tehnik

operasional yang dapat diberikan sebelum diiaksanakan perjanjian atau

dilakukan secara terus-menerus tergantung dan kesepakatan para pihak.

(h) Jangka waktu dan perpanjangan

Perjanjian franchise mempunyai jangka waktu yang ditentukan oleh para

pihak. Pada umumnya, jangka waktu perjanjian franchise adalah 10 tahun.

Jika jangka waktu itu berakhir dapat diperpanjang, akan tetapi dalam

perjanjian tersebut harus dicantumkan syarat-syarat perpanjangannya ;

(i) Desain lokasi dan penampilan

Franchisor dapat memaksakan desain lokasi yang seragam dengan

usaha franchisor yang dikerjakan oleh franchisor atas biaya franchisee ;

(j) Informasi yang harus dirahasiakan

Franchisee harus merahasiakan semua sistem operasi perdagangan yang

dimiliki oleh franchisor;

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

60

(k) Pembukuan dan akuntansi

Franchisee harus membuat pembukuan yang lengkap yang dapat diperiksa

oleh franchisor setiap saat. Pembukuan tersebut meliputi pembayaran

fee/royalty, dan juga ditetapkan jangka waktu laporan pembukuan ;

(l) Modifikasi

Modifikasi merupakan hak mutlak dari franchisor. Oleh karena itu, untuk

melakukan modifikasi harus diperoleh ijin tertulis dari franchisor;

(m) Pembelian

Franchisor dapat memaksa franchisee untuk membeli bahan baku

dari franchisor atau ditempat lain yang ditunjuk oleh franchisor ;

(n) Pajak dan perijinan

Franchisee harus membayar segala pajak yang ditetapkan oleh pemerintah

dan franchisor dibebaskan dari tanggung jawab tersebut;

(o) Asuransi

Tujuan dan klausula ini adalah untuk perlindungan baik bagi franchisee

maupun untuk kepentingan franchisor dan biaya pertanggungan menjadi

beban dan harus dibayar oleh franchisee;

(p) Berakhirnya perjanjian

Dapat terjadi karena jangka waktunya habis dan tidak diperpanjang

inaupun berakhirnya karena diputuskan secara sepihak oleh franchisor

apabila franchisee tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah diatur

dalam perjanjian ;

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

61

(q) Meninggalnya franchisee

Apabila franchisee meninggal, maka franchisor dapat membeli seluruh

aset franchisee. Bagi pihak ahli waris yang ingin meneruskan harus

mengajukan permohonan kepada franchisor;

(r) Hak dan kewajiban para pihak setelah berakhirnya perjanjian;

Dalam klausula ini dicantumkan untuk melunasi semua kewajiban yang

harus dipenuhi oleh franchisee dan franchisee harus dihentikan pemakaian

merek, nama dagang, dan logo miiik franchisor,

(s) Pilihan hukum

Pada umunmya franchisor yang menentukan hukum mana yang

akan digunakan, termasuk domisili penyelesaian sengketa, serta biaya-

biaya yang dikeluarkannya itu;

(t) Pembebasan tanggungjawab

Franchisor dibebaskan dari tanggung jawab terhadap bentuk

gugatan/klaim dan resiko kegagalan yang diiakukan oleh franchisee;

(u) Arbitrase

Memuat klausula untuk memilih upaya hukum melalui arbitrase apabila

terjadi perselisihan diantara para pihak serta mengakui keputusan

arbitrase.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

62

BAB III

PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

A. California Fried Chicken (PT. Pioneerindo Gourmet International, Tbk)

Califonia Fried Chicken (CFC) merupakan salah satu franchise yang ada di

Indonesia, pemegang hak franchise CFC adalah PT. Pioneerindo Gourmet

International Tbk, yang memiliki merek dagang California Fried Chicken dengan

logo gerobak. CFC merupakan merek dagang dan jasa yang bergerak di bidang

makanan siap saji (fast food).

Dalam sejarahnya, PT. Pioneerindo Gourmet International Tbk, merupakan

perubahan nama dan PT. Putra Sejahtera Pioneerindo (PT. PSP), yang didirikan di

Jakarta pada tahun 1983. PT Putra Sejahtera Pioneerindo merupakan PT yang

bergerak dalam bidang pengelolaan restoran dengan sistem franchise. Pada tahun

1984, PT ini membeli hak franchise dari Pioneer Take Out USA dengan merek

dagang dan logo California Pioneer Chicken, yang didaftarkan pada Direktorat

Jenderal HAKI dengan agenda nomor HC.01.01.7039 pada tanggal 16 Febraari 1983.

Namun, pada tahun 1988 PT. Putra Sejahtera Pioneerindo membatalkan perjanjian

franchise dengan Pioneer Take Out USA. Kemudian PT PSP ini mengembangkan

resep sendiri dan menjadi franchisor dengan merek dagang CFC dan logo gerobak.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

63

PT Putra Sejahtera Pioneerindo go public dengan masuk bursa saham di BEJ

(Bursa Elek Jakarta.) pada lahun 1994. Dengan perkembangan dunia usaha dan bisnis

yang .semakin menajam. nama perusahaan ini berubah menjadi PT Pioneerindo

Gourmet International Tbk, pada tanggal 29 Juli 2001. Untuk selanjutnya dalam

thesis ini, pihak yang berkedudukan sebagai francliisor akan disebut sebagai PT

Pioneerindo.

Produk andalan yang dihasilkan oleh PT Pioneerindo Gounnet International

Tbk kini terdiri dan : California Pried Chicken (CFC), Cal donat, Suki Zuki(restoran

Jepang), dan Sapo Oriental (restoraii Mandaii/Qriental).

Merek dagang CFC dengan logo gerobak terdaftar di Direktorat Jenderal

HAKI pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Repuhlik Indonesia

pada tanggal 29 September 1993 dengan agenda nomor H4.HC.01.01 (10.965),

kemudian diajukan pendaftaran kembali secara terus menenis, yaitu pada tanggal 1

Juli 1996 dengan agenda nomor J.95.3088/95, pada tanggal 1 Juli 1996 dengan

agenda nomor D.95.3088/95, pada tanggal 20 Agustus 1996 dengan agenda nomor

J.95.14860/95, pada tanggal 20 Agustus 1996 dengan agenda nomor J.95.14861/95,

pada tanggal 20 Agustus 1996 dengan agenda nomor j 95.14862/92, pada tanggal 28

Maret 2001 dengan agenda nomor J.00-919.

Untuk merek dagang Cal Donat telah didaftarkan di Direktorat Jenderal HAKI

pada Departemen Keliakiman dan HAM Republik Indonesia pada tanggal 18

September 1993 dengan agenda nomor H4.HC.OI.Of (9861), kemudian diajukan

pendaftaran kembali pada tanggal 21 Mei 1996. Dan untuk restoraii Jepang Suki Zuki

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

64

yang baru dibuka pada tahun 2001, telah didaftarkan pada Direktorat Jenderal HAKI

pada Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia dengan agenda nomor

J.00.2001.00302.302.

Sedangkan merek dagang Sapo Oriental telah didaftarkan di Direktorat

Jenderal HAK1 pada Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia pada

tanggal 15 Agustus 1997 dengan agenda nomor J.95.22137, yang kemudian

didaftarkan kembali pada tanggal 1 September 1997 dengan agenda nomor

D.95.22.139.

PT Pioneerindo merupakan franchisor yang berhasil mengembangkan

bisnisnya. Hingga tahun 2002 ini, jumlah outlet/store yang dimilikinya telah

mencapai 158 outlet/store, dengan perincian sebagai berikut : 119 outlet dimiliki PT

Pioneerindo sendiri, 32 outlet dimiliki oleh perusahaan yang sudah go public

mempakan franchisee induk PT Pioneerindo, dan 7 outlet Iainnya dimiliki oleh

orang-perorangan/pribadi, Ke-119 outlet yang dimiliki oleh PT Pioneerindo didirikan

di kota-kota besar di wilayah Indonesia, dengan perincian sebagai berikut :44 outlet

didirikan di Jabosuci (Jakarta, Bogor, Sukabumi, Cianjur), 11 outlet berada di

Sumatera Utara, 9 outlet di Sumatera Barat, 11 outlet di Sumatera Selatan, 21 outlet

di Jawa Barat, 17 outlet di Jawa Timur dan Jawa Tengah, 3 outlet di Kalimantan dan

3 outlet iainnya berada di Sulawesi. Sedangkan untuk ke-32 outlet yang dimiliki oleh

perusahaaa dengan sistem franchise induk, perinciannya sebagai berikut : 20 outlet

dimiliki oleh PT Putra Asia Perdana Indah, 8 outlet dimiliki oleh Mitra Hero

Pioneerindo, dan 4 outlet Iainnya dimiliki oleh PT Pangan Selera Pratama.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

65

PT Pioneerindo juga pernah mengembangkan bisnis franchisenya sampai ke

Cina, Malaysia, Singapura dan Hongkong. Peijanjian franchise antara PT Pioneerindo

dengan franchise di RRC telah berakhir pada tahun 1990 dan tidak diperpanjang lagi.

Ada 2 (dua) macam paket franchise yang ditawarkan oleh PT Pioneerindo

kepada calon franchisee, yaitu franchise induk dan franchise paket. Franchise induk

merupakan hak franchise yang diberikan oleh PT Pioneerindo kepada franchisee

untuk memfranchisekan kembali franchise tersebut kepada franchisee lainnya. Untuk

kemudian franchisee yang memfranchisekan kembali tersebut disebut sebagai

franchise induk. Franchise paket tersebut terdiri dan 2 (dua) macam paket. Penentuan

paket franchise tersebut ditentukan berdasarkan luas outlet/store yang akan dibuka.

Adapun 2 (dua) macam paket franchise tersebut:

a. Kurang dari 150 m2

(1) Jangka waktu yang diberikan adalah selama 5 (lima) tahun.

(2) Biaya franchise (Franchise fee) yang akan diterima oleh franchisor

sebesar Rp. 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah)

(3) Biaya royalty (Royalty fee) sebesar 7 % dari gross sales, dan belum

termasuk PPN.

b. Lebih dari 150 m2.

(1) Jangka waktu yang diberikan adalah selama 5 (lima) tahun.

(2) Biaya franchise (Franchiscfee) yang akan diterima oleh

franchisor sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

66

(3) Biaya royalty (Royalty fee) sebesar 7 % dari gross sales dan belum

termasuk PPN

B. FRANCHISEE

Dalam thesis ini, yang berkedudukan sebagai franchisee dalam penelitian ini

adalah PT. Mitra Pendawa Lestari, yang beralamat di jalan Ngagei Jaya Indah Selatan

Kompleks Manyar Mega hidah Plaza Blok B 23-24, Surabaya. PT. Mitra Pendawa

Lestari ini membeli paket franchise dari PT Pioneerindo untuk luas outlet lebih dari

150 meter2. Outlet tersebut didirikan di Jl. Baratajaya Pertokoan Manyai Megah

Indah Blok B 23-24, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timor. Jangka waktu

yang diberikan adalah 5 (lima) tahun, dimulai pada tanggal 4 Desember 1996 sampai

dengan 3 Desember 2001. Biaya franchise (franchise fee) yang diterima oleh CFC

sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan biaya royalty (royalty fee)

sebesar 7 % (tujuh persen) dari gross sales, dan ditambah lagi dengan PPN.

Perjanjian Franchise antara PT Pioneerindo Gourmet International Tbk dengan PT

Mitra Pendawa Lestari bertanggal 8 Nopember 1996.

C. PROSES PERJANJIAN FRANCHISE

Dalam proses dan/atau tahapan pembuatan perjanjian franchise, ada beberapa

proses yang harus dilalui oleh para pihak yang akan mengadakanperjanjian franchise,

yaitu :

1. Proses sebelum perjanjian franchise.

2. Proses pembuatan perjanjian franchise

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

67

3. Pelaksanaan perjanjian franchise antara PT. Pioneerindo dengan

franchisee.

4. Berakhirnya perjanjian franchise antara PT. Pioneerindo dengan

franchisee tersebut dapat disebabkan oleh:

a. karena pelaksanaan

b. karena dibatalkan

c. karena keadaan kahar/overmach/force majeur

C.1 Proses Sebeium Perjanjian Franchise

Yang dimaksud dengan proses sebelum perjanjian franchise adalah proses

terjadinya kontrak awal antara PT Pioneerindo dengan calon franchisee. Kontak awal

tersebut dapat terjadi dengan cara-cara sebagai berikut:

(a) Calon franchisee merasa tertarik pada ajakan atau tawaran seseorang

teman atau orang lain yang telali menjadi franchisee dari PT Pioneerindo.

(b) Calon franchisee membaca dan tertarik pada sesuatu iklan mengenai

franchise CFC di media masa dan memberikan tanggapan terhadap iklan

tersebut dengan menghubungi PT Pioneerindo.

(c) Calon franchisee menghubungi pihak pemasaran bisnis (business

development) PT Pioneerindo dan meminta untuk menjadi seorang

franchisee dari PT Pioneerindo. Kontak awal ini dapat dilakukan dengan

mengirimkan surat atau melaui telepon.

Setelah kontak awal terjadi, maka PT Pioneerindo akan memberikan

tanggapan dengan mengirimkan paket informasi yang menjelaskan tentang bisnis

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

68

franchise dengan merek dagang dan logo CFC dan keberhasiiannya. Dalam paket

informasi tersebut, PT Pioneerindo menyertakan sejumlah daitar pertanyaan tentang

kemampuan finansial calon franchisee maupun data pribadi lainnya yang dibutuhkan

oleh PT Pioneerindo yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan apakah calon

franchisee tersebut dapat dipercaya sebagai franchisee atau tidak.

Dalam paket informasi tersebut, terdapat penjelasan tentang kewajiban PT'

Pioneerindo terhadap calon franchisee, antara lain membantu mendirikan outlet,

memberi jasa terus-menerus dan memberikan kebutuhan-kebutuhan lain yang

diperlukan oleh calon franchisee. Apabila calon franchisee belum memahami dengan

jelas akan paket informasi tersebut, maka calon franchisee harus meminta perincian

yang tebih detail, termasuk dalam hal kewajiban financial yang harus dipenuhi oleh

calon franchisee.

Setelah itu calon franchisee mengembalikan daftar pertanyaan dan data-data

yang telah diisi dengan lengkap, dengan disertai lampiran-lampiran mengenai

kemampuan financial yang dibutuhkan oleh PT Pioneerindo untuk menentukan

diterima atau tidaknya calon franchisee.

Setelah PT Pioneerindo mempelajari data-data yang diterima dari calon

franchisee dan PT Pioneerindo menyetujuinya, maka PT Pioneerindo akan

mengkonfirmasikan persetujuannya tersebut kepada calon franchisee yang

bersangkutan. Dan sebagai tanda jadi (clown payment), maka calon franchisee harus

membayar sejumlah uang kepada PT Pioneerindo, yaitu sejumlah 20 % (dua puluh

persen) dari biaya paket franchise yang diinginkan. Uang tersebut akan

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

69

diperhitungkan sebagai biaya awal paket franchise. Dan apabila calon frachisee

menarik diri atau membatalkan perjanjian franchise tersebut, maka uang yang telah

dibayarkan tidak dapat ditarik kembali atau “hangus” dengan sendirinya.

C.2. Proses Pembuatan Perjanjian Franchise

Dalam proses pembuatan perjanjian franchise terdapat tahap-tahap yang harus

dilalui. Adapun tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

C.2.1. Proses Pembuatan MOU

Proses pembuatan perjanjian franchise dimulai dengan MOU

(Memorandum of Understanding / kesepakatan bersama) untuk membicarakan hal-

hal yang perlu diatur. Piliak franchisor adalah PT Pioneerindo, yang diwakili oleh

Dwiyanto Gondokusumo yang bertindak selaku Direktur Utama PT Pioneerindo dan

Pihak Franchisee adalah PT Mitra Pendawa Lestari, yang diwakili oleh X yang

bertindak selaku Direktur Utama PT Mitra Pendawa Lestari.

Hal-hal yang diperhatikan adalah :

(a) Pernyataan keinginan para pihak untuk melakukan suatu perbuatan

perikatan.

(b) Pernyataan kewenangan hak untuk memberikan lisensi (hak franchise)

kepada pihak lain.

(c) Lokasi yang akan dijadikan tempat sebagai outlet/store.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

70

(d) Pernyataan untuk menggunakan dan membeli bahan-bahan baku, tenaga

kerja, pelatihan, alat-alat kerja, manajemen dari pihak franchisor oleh

franchisee.

(e) Syarat-syarat hak franchise dari franchisor.

C.2.2. Pembuatan Perjanjian Franchise

MOU berlaku untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Akan tetapi,

biasanya MOU terjadi untuk jangka waktu 2 (dua) sampai dengan 3 (tiga) bulan.

Setelah MOU disepakati diikuti dengan perjanjian franchise, MOU tidak mempunyai

kekuatan apapun untuk mengikat. Yang mewakili PT Pioneerindo dan PT Mitra

Pendawa Lestari harus sesuai dengan kewenangan sebagaimana terdapat dalam

Anggaran Dasar perusahaan. Yang mewakili PT Pioneerindo sebagai franchisor

adalah Direktur Utama atau 2 (dua) orang dii'ektur. Isi yang terdapat dalam MOU

dimasukkan ke dalam perjanjian/kontrak.

C.2.3. Isi Perjanjian Franchise CFC

Perjanjian Franchise CFC memuat klausula/syarat-syarat yang harus dipenuhi

oleh para pihak yang dituangkan dalam 21 (dua puluh satu) pasal. Adapun klausula-

klausula yang diatur dalam perjanjian franchise tersebut mencakup:

(a) Isi perjanjian pada umumnya

Persetujuan franchisor memberikan hak atas franchise kepada franchisee

selama jangka waktu tertentu dan franchisee menerima hak atas franchise

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

71

tersebut dan akan menyelenggarakan restoran fastfood di lokasi tertentu

dengan merek dan logo California Fned Chicken milik franchisor.

(b) Jangka Waktu

Franchise diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, terhitung mulai

tanggal 4 Desember 1996 sampai dengan 3 Desember 2001. Apabila

jangka waktunya berakhir, dapat diperpanjang dengan persetujuan para

pihak, dengan syarat bahwa franchisee harus diberitahukan secara tertulis

maksud tersebut kepada franchisor selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan

sebelum jangka waktu berakhir. Apabila dalam tenggang waktu tersebut

franchisee tidak memberitahukan kehendaknya untuk memperpanjang

perjanjian pada franchisor, maka hak franchise kembali pada pihak

franchisor. Dan logo, merek dagang dan jasa, serta segala hal yang

berkaitan dengan franchise ini tidak boleh digunakan oleh franchisee

untuk keperluan apapun.

Franchisor berhak menolak perpanjangan waktu, apabila seringkali terjadi

protes yang diajukan oleh pelanggan yang disampaikan melalui kotak

saran, sebab hal ini dapat mencemarkan nama baik (goodwilty franchisor.

(c) Biaya franchise dan biaya royalty

Untuk penggunaan hak franchise, franchisee harus membayar kepada

franchisor sejumlah uang sebagai berikut:

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

72

(I) Biaya franchise atau sering disebut dengan franchise fee sebesar

Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) yang akan dibayar oleh

franchisee pada franchisor pada saat penandatanganan perjanjian.

(II) Biaya royalty (royalty fee) sebesar 7% (tujuh persen) dari

penjualan kotor (gross sales) dan ditambah PPN yang harus

dibayarkan oleh franchisee selambat-lambatnya setiap tanggal 10

pada setiap bulan.

(III) Uang jaminan franchise yang hams dibayarkan oleh franchisee

pada saat penandatanganan perjanjian ini adalah sejumlah 20%

(dua puluh persen) dari biaya franchise, yaitu sebesar Rp.

20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Pembayaran dilakukan oleh francliisee melalui transfer pada rekening

franchisor. Apabila franchisee terlambat untuk melaksanakan kewajiban

membayar royalty kepada franchisor maka franchisee dikenakan denda

sebesar 1 0/00 (satu permil) dari jumlah biaya royalty untuk setiap hari

keterlambatan. Denda tersebut harus dibayarkan oleh franchisee kepada

franchisor dengan seketika dan sekaligus lunas.

Apabila keterlambatan tersebut mencapai 30 hari sejak ditetapkannya

untuk membayar, maka franchisor akan menghentikan pengiriman bahan

baku, bumbu-bumbu dan peralatan yang diperlukan franchisee. Dan

apabila keterlambatan mencapai 60 hari, franchisor berhak untuk

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

73

mengakhiri perjanjian secara sepihak. Dan hal ini diberitahukan kepada

franchisee secara tertulis.

(d) Biaya-biaya

Franchisee dibebankan kewajiban untuk membayar biaya-biaya lain,

antara lain : biaya-biaya yang menyangkut perijinan dan pungutan-

pungutan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan usaha restoran,

Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan

pajak-pajak lain yang ditetapkan oleh pemerintah serta biaya renovasi

yang timbul karena perbaikan dan/atau pembangunan restoran franchisee.

(e) Asuransi

Franchisee harus menutup asuransi dengan nilai pertanggungan yang

memadai selama jangka waktu yang ditetapkan dan menanggung serta

membayar premi asuransi atas restoran dan semua isi serta

perlengkapannya terhadap berbagai bencana, seperti bencana kebakaran.

Kemudian polis asuransi mi dikirim kepada franchisor.

(f) Lokasi restoran dan penambanan bangunan

Franchisee hanya diperkenankan melaksanakan kegiatan usahanya pada

lokasi yang telah ditentukan dalam perjanjian. Franchisee tidak diijinkan

untuk memindahkan restorannya ke lokasi lain, maupun kepada pihak lain

tanpa persetujuan tertulis dari franchisor. Jika hal pemindahan tersebut

disetujui oleh franchisor, maka franchisee harus membayar biaya relokasi

sebesar 20% (dua puluh persen) dari biaya franchise, yang dibayarkan

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

74

secara tunai dan sekaligus pada saat surat persetujuan ditandatangani oleh

franchisor. Segala perbaikan dan/atau penambahan niangan pada restoran

franchisee harus mendapat persetujuan dari franchisor. Perbaikan dan/atau

penambahan ruangan tersebut harus sesuai dengan standar yang

ditentukan oleh franchisor. Apabila menurut franchisor restoran milik

franchisee harus direnovasi, maka franchisee hams merenovasi restoran

dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak menerima pemberitahuan tersebut

dari franchisor.

(g) Pelatihan dan tenaga kerja

Franchisor akan memberikan pelatihan/training pada karyawan dari

franchisee selama 2 (dua) bulan sebelum pembukaan restoran untuk

pertama kalinya. Pelatihan tersebut dilakukan di tempat yang ditentukan

oleh franchisor dan segala biaya yang diperiukan untuk itu ditanggung

oleh franchisee. Dalam upaya untuk membantu franchisee dalam

mengoperasikan restoran, maka franchisor menempatkan dua orang

manager,dan biaya yang diperlukan untuk itu ditanggung oleh franchisee.

Pemberian gaji bagi karyawan-karyawan franchisee diberikan menurut

standar prosedur franchisor. Selain itu franchisee harus mengadakan

jadwal dan disiplin kerja yang baku sesuai dengan Standar Operation

Prosechtres (SOP) yang ditentukan oleh franchisor.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

75

(h) Penyelenggaraan restoran

Penyelenggaraan restoran franchisee dapat dilaksanakan apabila

memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu bahwa perjanjian serta

ketentuan-ketentuan lain yang diisyaratkan dalam perjanjian telah

ditandatangani dan dilengkapi dan semua pembayaran yang harus

dibayarkan oleh franchisee telah dibayarkan kepada franchisor.

Pembukaan restoran untuk pertama kalinya dapat dilaksanakan setelah

franchisor berpendapat bahwa seluruh perlengkapan siap siap untuk

dipakai dan tenaga kerja telah diberi latihan yang cukup baik oleh

franchisor.

Restoran akan buka pada pukul 09.00 sampai dengan 22.00 waktu

setempat. Kegiatan usaha yang dilakukan selama 365 hari dalam satu

tahun, kecuali pada hari-hari yang ditentukan oleh pemerintah bahwa

restoran haras tutup.

(i) Pemasaran dan promosi

Untuk menunjang kegiatan pemasaran dan promosi, franchisee diharuskan

memasang papan nama berupa signage, shopsign dan wallsign yang

bertuliskan California Fried Chicken dan logo pada tempat-tempat yang

ditentukan oleh franchisor, serta franchisee harus mengikuti kegiatan

pemasaran dan promosi yang ditentukan oleh franchisor di lokasi restoran.

Semua biaya untuk reklame, pajak reklami dan kegiatan pemasaran serta

promosi menjadi tanggimgan franchisee.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

76

(j) Laporan penjualan

Dalam pelaksanaan perjanjian ini, franchisee harus membuat dan

mengirimkan berbagai laporan penjualan, struk reset harian, Price Look

Up (PLU), laporan kas kasir, struk reset bulanan dan laporan-laoran lain

yang ditentukan oleh franchisor. Laporan mingguan tersebut harus

diserahkan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah akhir periode transaksi

(periode transaksi beriangsung pada hari Selasa sampai dengan Senin).

Sedangkan laporan bulanan harus dikirimkan kepada franchisor paling

lambat 5 (lima) bulan berikutnya.

Mengenai administrasi keuangan, franchisor menentukan agar franchisee

menggunakan jenis, merek dan jumlali cash register yang ditentukan oleh

franchisor. Program dan password pada setiap cash register diatur oleh

franchisor. Apabila cash register milik franchisee rusak maka harus

dilapcrkan pada franchisor untuk diperbaiki.

(k) Pemeriksaan dan pengawasan

Pemeriksaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan restoran dapat

sewaktu-waktu dilakukan oleh franchisor atau pihak yang diberikan

kewenangan oleh franchisor untuk melakukannya, tanpa pemberitahuan

terlebih dahulu. Pemeriksaan tersebut mencakup pemeriksaan seluruh

ruangan restoran, kualitas dan kuantitas peralatan, persediaan, pembukuan,

dokumen, standar karyawan dan melakukan reset cash register milik

franchisee.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

77

BAB IV

HUKUM NORMATIF

PENYELESAIAN SENGKETA DAN PILIHAN HUKUM

A. PENYELESAIAN SENGKETA DAN PILIHAN HUKUM

A.1.1. Penyelesaian Sengketa

Apabila terjadi sengketa sebagai akibat dan pelaksanaan perjanjian, maka para

pihak akan mengupayakan jalur musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi, apabila

jalur musyawarah tidak dapat ditempuh, maka kedua belah pihak akan mengajukan

sengketa ke Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri sebagai domisili tetap. Hal ini

jelas-jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 16 Tahun

1997 Tentang Waralaba, Pasal 2 butir (2) menyebutkan30:

Perjanjian Waralaba dibuat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.

A.2. Pilihan Hukum

Dalam kontrak-kontrak yang dibuat antara pihak Indonesia dan pihak asing

seringkali terdapat klausula-klausula tentang hukum yang harus berlaku31 untuk

kontrak yang bersangkutan. Apabila kontrak-kontrak itu dibuat draftnya oleh seorang

penasehat hukum dari perusahaan - perusahaan bersangkutan, maka tidak terkecuali

selalu akan terdapat pasal yang mengatur hukum yang berlaku ini. Dalam kontrak - 30 Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, Pada pasal 2 butir (2) 31 Sudargo Gautama, Kontrak Dagang International, (Bandung : Penerbit Alumni, 1983), hal 8

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

78

kontrak yang bersangkutan dinyatakan bahwa kontrak itu akan diatur dan akan

ditafsirkan menurut hukum dari negara tertentu.

Pilihan hukum tidak boleh melanggar ketertiban umum32. Ketertiban umum

merupakan suatu pembatasan terhadap hukum yang dipilih ini, Hukum yang dipilih

tidak boleh melanggar ketertiban umum daripada sistem hukum sang hakim yang

mengadili perkara bersangkutan,

A.2.1. Memilih Lebih dari Satu Sistem Hukum

Para pihak yang terikat pada suatu kontrak dapat memilih lebih dari satu

sistem hukum. Hal ini diperbolehkan asalkan cukup jelas tentang hukum yang

berlaku itu.

A.2.2. Pilihan Hukum Setelah Perkara Terjadi33

Persoalan lain adalah apakah para pihak mendapat kebebasan untuk memilih

hukum lain setelah terjadi suatu sengketa, atau apakah mereka berwenang untuk

menentukan bahwa mereka memilih hukum dari negara tertentu untuk menyelesaikan

sengketa itu.

32 Ibid, hal 16 33 Ibid, hal 22

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

79

A.2.3. Apakah Pilihan Hukum Harus Selalu Diadakan34

Mengenai persoalan apakah ada manfaatnya untuk selalu didalam kontrak-

kontrak menentukan hukum yang berlaku untuk kontrak bersangkutan, orang dapat

berbeda pendapat. Jika draft kontrak dipersiapkan oleh para ahli hukum, oleh

penasehat-penasehat hukum atau lawyers dan pemsahaan-perusahaan bersangkutan,

maka umumnya para lawyers ini condong untuk selalu mencantumkan pasal yang

menentukan hukum yang berlaku dalam draft agreement mereka itu. Hal ini

disebabkan karena para lawyers sudah melihat kesulitan-kesulitan yang dapat timbul

para pihak tidak menentukan secara khusus hukum yang berlaku. Karena dalam

bidang hukum perjanjian internasional diterima asas bahwa hukum yang berlaku

untuk suatu kontrak adalah pertama-tama hukum yang telah ditentukan oleh para

pihak sendiri. Maka para lawyers ini umumnya menasehatkan klien mereka itu

supaya selalu dalam kontrak-kontrak intemasional jangan lupa melakukan pilihan

hukum agar supaya menghindarkan banyak kesulitan-kesulitan antara lain kehilangan

waktu dan biaya-biaya yang tidak kecil khusus untuk menentukan hukum yang

beriaku ini. Karena memang tidak dapat disangkal bahwa ada perbedaan paham

mengenai interpretasi hukum yang berlaku.

34 Ibid, hal 22-23

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

80

A.2.4. Hukum yang Berlaku Jika Tidak Ada Pilihan Hukum35

Ada macam-macam teori yang dinyatakan berlaku untuk perjanjian

Internasional. Teori-teori tersebut:

(1) Hukum dan Tempat Dibuatnya Kontrak.

Diwaktu dahulu hukum dari tempat dimana kontrak itu dibuat (Lex Loci

Contractus). Jadi, hukum dari tempat dimana telah ditandatanganinya kontrak ini

adalah yang berlaku. Tetapi teori Lex Loci Contractus ini dapat dikatakan tidak

umum lagi dipakai pada waktu sekarang.

(2) The Proper Law Teory

Yang dimaksud the proper law teory adalah teori tentang hukum titik taut

yang paling kuat, yang mempunyai daya berat. Contoh dari the proper law teory ini

dapat diketemukan dalam bidang hukum antar golongan Indonesia, dimana kontrak-

kontrak diutamakan mencari titik taut yang paling berat, yang paling banyak, yaitu

teori titik taut sekunder.

A.3. Arbitrase

Seringkali dalam kontrak-kontrak penting antara pengusaha-pengusaha Indonesia dan

pengusaha luar negari dicantumkan klausula arbitrase. Hal ini disebabkan adanya

perbedaan sistem hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi sengketa yang terjadi

dalam kontrak Internasional harus dimuat klausula arbitrase.

35 Ibid, hal 23

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

81

A.3.1. Pengertian

Menurut Juajir Sumadi36, arbitrase adalah proses peradilan privat dengan

seorang arbiter yang dipilih oleh para pihak.

Menurut Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara penydesaian suatu sengketa

perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

A.3.2. Keuntungan-keuntungan Memilih Arbitrase37

Para pihak yang bersengketa dalam kontrak dengan luar negeri memilih

arbitrase dalam menyelesaikan sengketanya, sebab banyak keuntungan yang didapat

dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Keuntungan-keuntungan tersebut

antara lain:

(1) Jangka Waktu Lebih Cepat daripada Peradilan Biasa

Keuntungan pertama, yaitu cepatnya jalan perkara arbitrase jika dibandingkan

dengan prosedur melalui jalur hukum (pengadilan). Keputusan arbitrase ini

dianggap tidak dapat diganggu gugat lagi. Berarti, sifatnya adalah final dan harus

mengikat kedua belah pihak. Tidak bisa dibanding, dimintakan kasasi atau

dibantah (verzet) atau diadakan upaya hukum lain seperti dalam perkara biasa.

Dengan demikian, maka suatu perkara dihadapan Dewan Arbitrase dianggap

sudah cukup dan para pihak harus taat kepada keputusan ini.

36 Juajir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal 44-45. 37 Sudargo Gautama, Kontrak Dagang International, (Bandung : Penerbit Alumni, 1983), hal 35

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

82

(2) Pembiayaan-pembiayaan Ringan

Keuntungan lain dari arbitrase adalah pembiayaan yang relatif jauh lebih ringan

daripada berpekara di muka pengadilan. Hal ini disebabkan karena tidak

diperlukan demikian banyak intansi-intansi seperti perkara di hadapan pengadilan

biasa, dimana tidak kurang dari tiga instansi (PN, FT, MA RI) yang harus dilalui,

yang tentunya memakan lebih banyak biaya di samping waktuyang berharga.

(3) Menghindarkan Publisitas

Keuntungan lain dari arbitrase adalah menghindarkan segala macam publisitas

karena sengketa-sengketa yang diadili melalui arbitrase ini tidak demikian umum

seperti perkara-perkara di muka pengadilan.

(4) Para Ahli Sebagai Arbitrator

Salah satu keuntungan dari arbitrase adalah bahwa arbitrase ini mengadili dengan

para ahli yang mengenal bidang perdagangan yang khusus ini dengan detail-detail

secara teknisnya yang sebenarnya tidak akan dapat diperoleh dari suatu

pengadilan biasa.

(5) Menghindarkan Perkara di Muka Hakim yang Dikhawatirkan Berpihak

Suatu keutungan lain dari arbitrase adalah bahwa pihak asing tidak diharuskan

untuk membawa persoalan mereka di hadapan badan peradilan dari pihak lawan

yang umumnya tentu bersifat terlampau condong ke arah memberi perlindungan

kepada warganegaranya sendiri.

A.3.3. Hal-hal yang Diatur dalam Arbitrase

Adapun hal-hal yang dtatur dalam arbitrase adalah sebagai berikut:

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

83

(1) Perjanjian Untuk Melakukan Arbitrase38

Sebelum suatu persoalan dapat diseiesaikan menurut arbitrase dan ICC, maka

para pihak harus terlebih dahulu mencantumkan di daiam kontrak mereka bahwa

apabila nanti timbul suatu sengketa, sengketa ini akan diputuskan oleh arbitrase

menurut kaedah-kaedah tentang arbitrase dan konsiliasi dan ICC. Sebagai klausula

standard yang diajukan oleh ICC supaya dipakai oleh para pihak dalam kontrak

mereka ialah kalimat scbagai berikut : All disputes arising in connection and

Arbitration of the International Chamber Commerce by one or more arbitrators

appointed in accordance with the Rules”. Kalau sudah terdapat klausula demikian,

maka jika timbul suatu sengketa dikemudian hari, persoalannya akan diselesaikan

menurut arbitrase oleh International Chamber of Commerce.

(2) Arbitrase Menurut ICC39

Arbitrase menurut ICC merupakan suatu lembaga. Artinya, terdapat suatu

pusat arbitrase yang bukan saja mempunyai kaidah-kaidah tertulis yang mengatur

arbitrase ini, tetapi disamping itu mempunyai badan-badan tetap yang dapat

melaksanakan kaidah-kaidah ini. Badan-badan tetap dari ICC berkenaan dengan

arbitrase ini disebut Court of Arbitration (Dewan Arbitrase), kemudian sekretariatnya

dan komite-komite nasional.

(3) Tentang Jumlah Arbitrator40

38 Ibid, hal 39 39 Ibid, hal 40 40 Ibid, hal 41

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

84

Menurut ketentuan ICC, arbitrators dalam prinsipnya harus dalam jumlah

ganjil. Mengenai cara memilih para arbitrator, disini dihormati kebebasan para pihak.

Mereka ini dapat memilih seorang atau tiga orang arbitrator. Kalau tiga orang

arbitrator diperlukan, mereka para pihak masing-masing harus memilih satu dan yang

ketiga dipilih oleh Dewan Arbitrase.

Pada umumnya, Dewan akan memilih sebagai arbitrator tunggal, atau

arbitrator yang ketiga, seorang yang kewarganegaraannya adalah lain daripada

kewarganegaraan para pihak yang sedang bersengketa. Dengan demikian diharapkan

bahwa sikap netral dan arbitrator yang bersangkutan terjamin.

(4) Tentang Tempat Arbitrase41

Menurut ketentuan ICC, tempat dan arbitrase ini pada prinsipnya ditentukan

oleh Dewan Arbitrase, kecuali apabila para pihak telah menyetujui terlebih dahulu

dalam kontrak mereka ini akan tempat arbitrase yang bersangkutan.

Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa Dewan Arbitrase dari ICC akan

memilih tempat tinggal sehari-hari dari arbitrator. Tempat inilah yang dijadikan

tempat arbitrase. Dengan kata lain, arbitrase ini pada umumnya akan berlangsung di

negara lain darptpada negara para pihak.

(5) Tentang Hukum Materiil yang Dipakai42

41 Ibid, hal 42 42 Ibid, hal 43

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

85

Hukum yang dikehendaki oleh para pihak adalah hukum yang dipakai. Jadi,

pilihan hukum para pihak dihormati. Apabila para pihak tidak melakukan pilihan

hukum, tentang hukum yang berlaku ini, maka pilihan ini tidak mempunyai akibat

atas penentuan dari hukum yang berlaku. Tetapi sebaliknya, jika tempat

berlangsungnya arbritase ini telah dipilih oleh para pihak tersendiri dalam perjanjian

mereka, maka pilihan dari tempat arbitrase dianggap mencakup pula hukum dari

negara bersangkutan juga dipakai untuk arbitrase bersangkutan.

(6) Tentang Jangka Waktu Membenkan Keputusan43

Pada umumnya ditentukan bahwa para arbitrator hams memberikan keputusan

arbitrasenya dalam waktu 60 hari sejak tanggal ditanda tanganinya oleh para pihak

apa yang dinamakan "term of reference" sebagai dasar dari sengketa yang harus

diadili menurut arbitrase ini.

(7) Tentang Peiaksanaan Keputusan Arbitrase44

Menurut sifat sifat arbitrase ini, maka pada umumnya keputusan arbitrase

bersifat final dan mengikat para pihak dan dapat dilaksanakan. Para pihak telah

berjanji untuk melaksanakan keputusan dari para arbiter dalam perkara yang

bersangkutan. Pada umumnya, keputusan dilsksanakan secara sukarela oleh pihak

yang kalah. Tetapi kalau pihak yang kalah lalai untuk melaksanakan kewajibannya

secara sukarela, maka para pihak yang menang dapat minta pelaksanaannya dari

keputusan tersebut.

43 Ibid, hal 43 44 Ibid, hal 43

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

86

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian penulis yang telah diuraikan pada bab - bab

sebelumnya, maka pada bab ini penulis menarik beberapa kesimpulan yang

merupakan jawaban atas permasalahan yang ditulis penulis dalam penelitian ini,

sebagai berikut:

1. Proses pembentukan perjanjian franchise dalam prakteknya pada PT.

Pioneerindo Gounnet International, Tbk sebagai pemegang franchise dari

Restoran Cepat Saji California Fried Chicken (CFC) adalah sebagai berikut:

a. Proses sebelum perjanjian franhise

Sebelum perjanjian franchise dibentuk, calon franchise akan

menghubungi pihak PT. Pioneerindo baik melalui telepon atau surat.

Kemudian PT. Pioneerindo akan mengirimkan paket informasi yang

menjelaskan tentang bisnis franchise dengan merek dagang dan logo

CFC, serta menyertakan daftar pertanyaan tentang kemampuan finansial

calon franchise, serta data - data pribadi calon franchise. Setelah itu

calon franchise mengembalikan daftar pertanyaan dan data - data pribadi

yang diisi lengkap. Kemudian PT. Pioneerindo akan mempelajari data -

data dari calon franchisee dan jika PT. Pioneerindo menyetujuinya,

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

87

maka PT Pioneerindo akan mengkonfirmasikan mengenai

persetujuannya tersebut. Dan sebagai tanda jadi, maka calon franchisee

harus membayar sejumlah uang sebesar 20% (dua puluh persen) dan

biaya paket franchise.

b. Proses pembuatan perjanjian franchise

Pembuatan perjanjian franchise dimulai dengan pembuatan

Memorandum Of Understanding (MOU). Setelah MOU disepakati

maka diikuti dengan pembuatan perjanjian franchise. Kemudian

perjanjian franchise tersebut ditandatangani oleh masing-masing pihak

yang berkedudukan sebagai wakil.

c. Pelaksanaan perjanjian franchise

Dalam pelaksanaannya, masing - masing pihak harus melaksanakan

kewajiban - kewajibannya. Kewajiban pihak pertama merupakan hak

bagi pihak kedua dan kewajiban pihak kedua merupakan hak bagi pihak

pertama

2. PT. Pioneerindo mempunyai kewajiban - kewajiban sebagai berikut : membantu

franhise dalam mengoperasikan bisnis franchise dengan merek dan logo CFC,

termasuk memasok bahan baku, bumbu - bumbu dan peralatan yang diperhikan

oleh franchise, menempatkan 2 (dua) orang manager untuk membantu franchisee,

memberi petunjuk yang diperlukan oleh franchisee dan mengadakan kunjungan

untuk pemeriksaan restoran.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

88

Sedangkan franchisee mempunyai kewajiban - kewajiban, antara lain :

membeli dan menggunakan bahan baku, bumbu - bumbu, dan peralatan yang

diperlukan dan PT. Pioneerindo, membuat dan memberikan laporan keuangan

mingguan dan laporan laba rugi bulanan, mengirimkan struk bulanan pada

waktunya, membayar seluruh biaya yang harus ditanggungnya, dll.

3. Larangan - larangan yang diberlakukan oleh PT. Pioneerindo terhadap PT.

Mitra Pendawa adalah bahwa franchisee sama sekali tidak boleh mengalihkan

hak dan kewajibannya kepada pihak ketiga atau pihak lain, tidak boleh menjadi

pihak dalam perjanjian lain dengan pihak ketiga yang dapat bertentangan dengan

kepentingan pelaksanaan perjanjian, tidak boleh menjual makanan dan minuman

dengan merek dagang dan logo CFC dfluar wilayah restoran, tidak boleh menjual

makanan dan minuman atau barang lainnya selain yang ditetapkan dalam

perjanjian, dan tidak boleh merubah modal dasar, modal disetor, pemegang saham

dan susunan pengurus.

4. Dalam perjanjian franchise terdapat keuntungan - keuntungan maupun kerugian -

kerugian bagi kedua pihak.

a. Keuntungan dan kerugian bagi PT. Pioneerindo

(1) Keuntungan - keuntungan bagi PT Pioneerindo

• PT. Pioneerindo tidak terlibat dalam permasalahan staf dari tiap -

tiap outlet karena permasalahan staf menjadi tanggung jawab bagi

masing - masaing outlet.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

89

• PT. Pioneerindo dapat memperluas jaringan secara lebih cepat dengan

menggunakan modal franchisee, dalam hal ini PT. Mitra Pendawa

Lestari.

(2) Kerugian - kerugian bagi PT. Pioneerindo, antara lain:

• Franchisee dalam menggunakan lisensinya cenderung tidak

memahami aspek - aspek hukumnya, sehingga seringkali franchisee

melakukan wanprestasi berupa penggunaan merek dagang dan logo

CFC setelah jangka waktu perjanjian sudah berakhir.

• Jika franchisee tidak jujur dalam menunjukkan penghasilan kotornya,

maka royalty yang dtbayarkan pada PT. Pioneerindo akan lebih kecil

dan yang seharusnya dibayarkan.

b. Keuntungan dan kerugian bagi franchisee.

(1) Keuntungan - keuntungan bagi franchisee, antara lain :

• Franchisee tidak harus mempunyai keahlian dalam berbisnis

karena dalam pelaksanaannya PT. Pioneerindo akan memberikan

bantuan secara terus menerus.

• Franchisee mendapat keuntungan dengan menggunakan merek

dagang dan logo CFC yang telah dikenal oleh masyarakat luas

sejaktahun 1984.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

90

(2) Kerugian - kerugian bagi franchisee, antara lain :

• Franchisee dalam menjalankan bisnis franchise harus membayar biaya

franchise dan biaya royalty secara terus menerus pada PT.

Pioneerindo. Ini berarti franchisee tidak sepenuhnya menikmati

seluruh penghasilan yang didapatnya.

• Franchisee selalu tergantung pada PT. Pioneerindo sehingga

franchisee harus tunduk pada petunjuk dan kebijakan PT. Pioneerindo

walaupun petunjuk dan kebijakan tersebut mungkin saja salah.

5. Permasalahan yang terjadi antara PT. Pioneerindo dengan PT. Mitra Pendawa

Lestari dalam perjanjian franchise ini adalah bahwa PT. Mitra Pendawa Lestari

melakukan pelanggaran, yakni tetap menggunakan merek degang dan logo CFC

miik PT. Pioneerindo setelah jangka waktu perjanjian berakhir dan tidak

diperpanjang lagi. Hal itu terjadi selama 12 (dua belas) bulan sejak jangka waktu

perjanjian berakhir. PT. Mitra Pendawa Lestari membayar royalty kepada PT.

Pioneerindo pada setiap bulannya, akan tetapi seharusnya bukan biaya royalty

saja yang harus dibayarkannya mdainkan juga biaya franchise (karena

perjanjiannya seharusnya diperpanjang), biaya royalty 7% (tujuh persen), dan

biaya - biaya yang harus dibayarkan pada setiap bulannya, termasuk biaya karena

penghentian bahan baku dan bumbu - bumbu serta peralatan yang dibutuhkan dari

PT. Pioneerindo.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

91

PT. Pioneerindo dalain nienyelesaikan setiap permasalahan mengupayakan jalur

musyawarah. Demikian juga dalam menyelesaikan sengketa dengan PT. Mitra

Pendawa Lestari, PT. Pioneerindo mengupayakan jalur musyawarah, yaitu

dengan mengirimkan surat peringatan lebih dan 3 (tiga) kali. Akan tetapi, pihak

PT. Mitra Pendawa Lestari tetap melakukan pelanggaran, sehingga PT.

Pioneerindo mengajukan sengketa tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Setatan.

Pada akhimya, tuntutan PT. Pioneerindo dikabulkan untuk sebagian dan ditolak

untuk selebihnya oleh Pengadilan, sedangkan gugatan PT. Mitra Pendawa Lestari

ditolak dalam gugat konpensi maupun rekonpensi. Untuk itu, kedua pihak harus

membayar biaya perkara masing - masing separohnya. Pihak PT. Mitra Pendawa

Lestari tidak melakukan upaya hukum lainnya, baik banding meliputi kasasi.

B. SARAN

Adapun saran - saran yang dapat penulis kemukakan sebagai bahan masukan

bagi para pengusaha, khususnya pengusaha yang menggunakan sistem hukum

franchise, pemerintah dan Asosiasi Franchise Indonesia (API) adalah sebagai berikut:

1. Sistem bisnis franhcise lokal dapat lebih banyak lagi dikembangkan di

Indonesia. Dengan demikian, membantu pemerintah dalam menciptakan

lapangan kerja untuk mencapai pemerataan di bidang ekonomi.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA WARALABA DI INDONESIA STUDI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20436037-S-Pdf-Andi Windo... · Untuk itu pemerintah Indonesia segera ... mengadakan penelitian

92

2. Bagi para pemilik franchise (franhcisor) diharapkan dalam mengembangkan

sistem bisnis franchise lebih terbuka (transparan) dalam hal memaparkan hak -

hak dan kewajiban - kewajiban para pihak sehingga franchisee tidak akan merasa

terjebak dalam memilih sistem usaha ini. Dengan demikian, sistem bisnis

franchise mempunyai citra yang baik sehingga mengundang minat pengusaha

lainnya untuk memilih sistem bisnis ini.

3. Pemerintah diharapkan memberikan perlindungan hukum dengan menetapkan

peraturan perundang-undangan mengenai franchise sehingga franchisee mendapat

perlindungan hukum, dalam arti kedudukan franchisee dan franchisor seimbang.

4. Asosiasi Franchise Indonesia (API) yang merupakan lembaga dalam tingkat

nasional, yang juga merupakan mitra pemerintah maupun swasta lainnya,

diharapkan memberikan bimbmgan dan pengarahan bagi franchisor dalam

menjalankan sistem bisnis franchise dan memberikan nasihat maupun

perlindungan bagi franchisee dalam membeli sistem bisnis franchise.

Waralaba di Indonesia..., Andi Windo Wahidin, FH UI, 2003