universitas indonesia ruang publik jÜrgen...

90
UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN HABERMAS DAN TINJAUAN ATAS PERPUSTAKAAN UMUM INDONESIA TESIS Y. Sumaryanto NPM 670505016X FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT DEPOK DESEMBER 2008 Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Upload: buiminh

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

UNIVERSITAS INDONESIA

RUANG PUBLIK JÜRGEN HABERMAS DAN TINJAUAN ATAS PERPUSTAKAAN UMUM INDONESIA

TESIS

Y. Sumaryanto NPM 670505016X

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT

DEPOK DESEMBER 2008

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

fib
Note
Silakan klik bookmarks untuk link ke halaman isi
Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

UNIVERSITAS INDONESIA

RUANG PUBLIK JÜRGEN HABERMAS DAN TINJAUAN ATAS PERPUSTAKAAN UMUM INDONESIA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora Program Studi Ilmu Filsafat

Y. Sumaryanto NPM 670505016X

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT

DEPOK DESEMBER 2008

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena atas rahmat

dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: Ruang

Publik Jürgen Habermas dan Tinjauan atas Perpustakaan Umum Indonesia. Tesis

ini disusun sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Magister

Humaniora pada Program Studi Ilmu Filsafat, Program Pasca Sarjana Fakultas

Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada

berbagai pihak yang berperan serta memberikan bimbingan, bantuan dan

dukungannya sehingga tesis ini akhirnya dapat diselesaikan.

1. Bapak Dr. Yohanes Vincentius Yolasa, selaku pembimbing, yang

telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam penulisan tesis

ini.

2. Bapak Dr. Donny Gahral Adian. yang memberi arahan dan

pencerahan kepada penulis.

3. Bapak Dr. Akhyar Yusuf Lubis, Romo Prof. Dr Mudji Sutrisno dan

Bapak Dr. A. Harsawibawa sebagai dewan penguji

4. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Filsafat Program Pasca

Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

yang memberikan pengetahuan kepada penulis tentang filsafat.

5. Pimpinan dan rekan pengajar di Departemen Ilmu Perpustakaan atas

izin dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan

perkuliahan di Program Studi Ilmu Filsafat Program Pasca Sarjana

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

6. Mas Akbar dan Pak Putu atas masukan yang sangat berharga dalam

penulisan tesis ini kepada penulis

7. Dik Etiek, Lucy dan Pandu atas dukungan, pengertian, dan

kesempatan yang diberikan sehingga penulis disamping tugas

utamanya sebagai Koordinator Program D3 Manajemen Informasi

dan Dokumen, Program Vokasi UI dan tugas mengajar yang sudah

banyak menyita waktu, masih sempat dan asyik belajar filsafat.

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

vi

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya,

oleh karena itu, penulis sangat menghargai saran dan perbaikan dari para pembaca

sekalian. Akhirulkalam semoga tesis ini dapat menambah khasanah tulisan yang

membahas dialog antara filsafat dan ilmu perpustakaan.

Depok, 20 Desember 2008

Penulis

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

x

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH............................. vii ABSTRAK ...........................................................................................................viii ABSTRACT.......................................................................................................... ix DAFTAR ISI........................................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang dan Masalah............................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 6 1.3 Objek Penelitian............................................................................................... 6 1.4 Thesis Statement .............................................................................................. 7 1.5 Metode Penelitian ............................................................................................ 7 1.6 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 9 1.7 Manfaat penelitian.......................................................................................... 10 1.8 Kerangka Teori .............................................................................................. 10 1.9 Sistematika Pembahasan ................................................................................ 11 BAB 2 KONSEPSI RUANG PUBLIK JÜRGEN HABERMAS..................... 13 2.1 Konsepsi Ruang Publik Borjuis ...................................................................... 15 2.2 Perubahan Struktural Ruang Publik ................................................................ 20 BAB 3 RUANG PUBLIK DAN PERPUSTAKAAN........................................ 27 3.1 Transformasi dan Refeodalisasi Ruang Publik ............................................... 27 3.2 Komersialisasi Jasa Perpustakaan Umum....................................................... 32 3.3 Hubungan Antara Ruang Publik dan Perpustakaan ........................................ 39 BAB 4 PERPUSTAKAAN UMUM INDONESIA DARI PERSPEKTIF RUANG PUBLIK.................................................................................... 41 4.1 Perpustakaan Umum Indonesia sebagai Wahana Belajar ................ ...............41 4.2 Diskursus Dalam Perpustakaan................... ....................................................53 4.3 Transformasi Dalam Pendanaan di Perpustakaan ........................................... 56 4.4 Pendanaan dan Layanan Perpustakaan Umum Indonesia............................... 57 4.5 Penyensoran di Perpustakaan Umum Indonesia................ ........... ..................61 4.6 Pembusukan di Lingkungan Perpustakaan...................................................... 65

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

xi

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 67 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 67 5.2 Saran................................................................................................................ 70 DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 74

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

ABSTRAK

Nama : Yohanes Sumaryanto Program Studi : Ilmu Filsafat Judul : Ruang Publik Jürgen Habermas dan Tinjauan atas Perpustakaan

Umum Indonesia

Tesis ini dilatarbelakangi dengan usaha menggali kegunaan praksis filsafat kepada ilmu perpustakaan, dan kedekatan antara ruang publik dan perpustakaan umum.

Tesis ini membahas ciri publik dalam Perpustakaan Umum Indonesia dengan menggunakan perspektif ruang publik Jürgen Habermas yang mengedepankan independensi, kesetaraan, kebebasan, aksesibilitas dan diskursus. Tesis ini merupakan studi pustaka, dengan menggunakan pendekatan hermeneutika Jürgen Habermas.

Temuan dari studi ini adalah adanya potensi ciri kepublikan Perpustakaan Umum Indonesia yang perlu dieksplisitkan sebagai usaha untuk meningkatkan peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan kepada masyarakat dan menjadikan dirinya sebagai sarana belajar sepanjang hayat bagi masyarakat yang dilayaninya. Perpustakaan Umum Indonesia perlu dikelola dengan mengedepankan pengguna perpustakaan sebagai unsur sentral, pengadaan koleksi yang dibuat seimbang dan diusahakan tidak terjebak pada urusan teknis belaka, sekaligus lebih mendorong ciri emansipatoris. Kata kunci : Ruang publik, perpustakaan umum

Universitas Indonesia viii

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

ABSTRACT

Name : Yohanes Sumaryanto Study Program : Ilmu Filsafat Title : Ruang Publik Jürgen Habermas dan Tinjauan atas Perpustakaan Umum Indonesia

In the dialog framework between philosophy and library science, and the closeness between public sphere and public library, this thesis puts forward the idea of Jürgen Habermas public sphere in the effort of using the perspective in examining Indonesian public libraries.

This thesis is library study, using Jürgen Habermas hermeneutics. The result of the study is the potentiality of publicness in the Indonesian public libraries that needs to be practised explicitly to minimize the gap between the ideals and realities in library practices. The Indonesian public libraries need to be managed in such a way, putting forward library users as a central element. Public libraries management should be balanced and is to free from technical matter domination, and in the same time enhancing more on emancipatory nature. Key words : Public sphere, public library

Universitas Indonesia ix

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Akhir-akhir ini di Indonesia ada usaha untuk melakukan dialog antara

filsafat dan ilmu-ilmu empiris sehingga filsafat dirasakan kegunaannya dalam

dunia praksis1. Peran praksis filsafat dalam membantu perkembangan ilmu empiris

seperti ilmu perpustakaan merupakan hal yang melatarbelakangi tesis yang

berjudul “Ruang Publik Jürgen Habermas dan Tinjauan Atas Perpustakaan Umum

Indonesia” ini. Filsafat memiliki objek dan tujuan yang agak lain dan lebih luas

dari objek dan tujuan ilmu-ilmu empiris. Ilmu-ilmu empiris menggeluti sebagian

kenyataan dan mencari sebab-sebab yang bekerja di dalam satu bidang terbatas

dari kenyataan, filsafat merupakan ilmu universal dalam pengertian menyimak

seluruh kenyataan dan menyelidiki sebab-sebab dasariah dari segala sesuatu.

Penyelidikan dan refleksi filsafat terus bergulir lebih jauh dan melangkah semakin

dalam agar bisa mencapai sebab terakhir dan mutlak dari segala yang ada.

Titik berangkat pertama filsafat adalah kegiatan manusia, khususnya

kegiatan pengetahuan dan kehendak, yang merupakan kenyataan yang pertama

dialami secara langsung oleh manusia. Di dalam kegiatan ini manusia menjadi

sadar akan eksistensinya sendiri dan eksistensi orang lain. Dari sudut pandangan

ini seluruh filsafat adalah penjelasan tentang kegiatan manusia yang menyentuh

akar-akarnya yang terdalam. Dalam arti lebih luas, titik berangkat filsafat adalah

pengetahuan mana saja tentang kenyataan yang mendahului penelitian filosofis.

Pengetahuan ini mencakup pengetahuan biasa sehari-hari yang dimiliki individu,

warisan budaya masa lalu dan juga hasil-hasil ilmu-ilmu khusus lainnya.

Pengetahuan-pengetahuan semacam ini membantu filsafat, tetapi filsafat juga

membantu pengetahuan-pengetahuan ini sepanjang ia memantapkan dan

menjelaskan prinsip-prinsip dasarnya.2

1 Ada beberapa tulisan dari Frans Magnis-Suseno mengenai kegunaan filsafat. Di Program Studi Filsafat Universitas Indonesia juga pernah diadakan seminar dengan maksud membuat titik temu antara ilmu filsafat dan ilmu empiris lainnya. 2 Lihat Lorens Bagus, Kamus filsafat, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2002

1

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

2

Ada empat pendekatan filsafat,3 yaitu pendekatan definisi, sistematika,

tokoh atau aliran, dan sejarah. Melalui pendekatan definisi akan terlihat perbedaan

antara filsafat, ilmu pengetahuan maupun teologi. Ilmu pengetahuan hanya

mengkaji sebatas gejala-gejala yang tampak dan berusaha menjelaskannya secara

kasualistik sedang teologi mengkaji semesta supra-inderawi, semesta ketuhanan

namun dalam batas-batas keimanan.

Filsafat dapat didefinisikan sebagai upaya mencari atau memperoleh

jawaban atas berbagai pertanyaan lewat penalaran sistematis yang kritis, radikal,

refleksif, dan integral. Kritis berarti dalam mengkaji objeknya tidak pernah

berhenti pada penampakan, asumsi, dogmatisme melainkan terus mengajukan

pertanyaan-pertanyaan demi mencapai hakikat. Radikal artinya selalu

menggunakan daya kritisnya untuk mengkaji suatu objek sampai ke akar-akarnya.

Dengan refleksif dimaksudkan dalam memahami objeknya, filsafat selalu

berusaha mengedepankan apa yang ia tangkap (gejala-gejala) untuk diolah dan

akhirnya menghasilkan pengetahuan yang jernih. Pendekatan filsafat memiliki

sifat integral yakni tidak mengkaji semesta dari satu sisi saja namun secara

menyeluruh.

Sebuah disiplin memiliki objek forma dan objek materi. Objek forma

merupakan sudut pandang yang diambil dalam menganalisis objek sedang objek

materi merupakan objek yang dianalisis. Disiplin ilmu perpustakaan, misalnya

mengambil pengetahuan terekam (recorded knowledge) sebagai objek materinya.

Ilmu perpustakaan mengkaji temu kembali (retrieval) dari pengetahuan terekam

tersebut demi kemaslahatan umat manusia dan alam semesta sebagai objek

formanya. Filsafat memiliki objek forma dan materi yang berbeda dari disiplin

lain. Oleh karena filsafat bertujuan mencari kebenaran yang menyeluruh dan

hakiki maka objek formanya berupa penalaran sistematis yang kritis, radikal,

refleksif dan integral sedang objek materinya berupa keseluruhan: manusia

(subjek) yang didudukkan dalam konteks yang paling luas.

3 Tentang pendekatan filsafat ini, penulis mendasarkan pada tulisan Donny Gahral Adian, Menyoal objektivisme ilmu pengetahuan : dari David Hume sampai Thomas Kuhn, Jakarta : Teraju, 2002, hal 3-27

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

3

Lalu, menarik untuk ditanyakan, adakah yang bisa disumbangkan oleh

filsafat kepada ilmu perpustakaan? Magnis-Suseno4 menyatakan, “Dapatlah

dikatakan filsafat bukanlah ilmu demi dirinya sendiri. Manusia berfilsafat karena

ia membutuhkannya. Ia mengharapkan sesuatu daripadanya. Filsafat merupakan

sarana manusia untuk mencapai kejelasan terhadap tantangan-tantangan dalam

segala dimensi kehidupannya dengan sesungguh-sungguhnya.”

Menurut Magnis-Suseno, filsafat secara kritis harus menyertai ilmu-ilmu

sosial dalam sikap mereka terhadap kompleks masalah hubungan antara individu,

institusi dan ideologi. Pendapat tersebut sejalan dengan topik tesis ini yakni

digunakannya konsepsi ruang publik untuk melihat ciri publik dari Perpustakaan

Umum Indonesia.

Topik tersebut diangkat karena adanya kedekatan dan kemiripan konsep di

antara ruang publik yang digambarkan oleh Habermas dan perpustakaan

a. keduanya mengandaikan fungsinya sebagai wadah perjuangan. Ruang

publik sebagai wadah perjuangan melawan himpitan kekuasaan,

sedangkan perpustakaan sebagai wadah perjuangan melawan

kebodohan dan ketertinggalan akan pengetahuan.

b. keduanya memiliki unsur khas: aksesibilitas, kesamarataan,

independensi, diskursus.

c. Keduanya mengalami transformasi. Dalam ruang publik borjuis terjadi

distorsi, refeodalisasi, pembusukan sedangkan dalam dunia

perpustakaan terjadi komersialisasi (distorsi dari fungsinya semula),

pembusukan terhadap perannya yang ideal.

Menurut penulis ketiga hal tersebut di atas memungkinkan perpustakaan

umum dikaji dengan menggunakan perspektif ruang publik.

Ruang publik dan kepublikan perpustakaan dapat dikenali dari ciri-cirinya

sebagai berikut

a. Ruang publik merupakan wilayah sosial yang bebas dari adanya

sensor dan dominasi. Semua warga masyarakat pada prinsipnya boleh

memasuki ruang tersebut. Mereka sebetulnya adalah pribadi-pribadi,

bukan orang dengan kepentingan bisnis atau profesional, bukan 4 Lihat, Frans Magnis-Suseno, Berfilsafat dari Konteks, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991, hal xi

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

4

pejabat atau politikus, tetapi percakapan mereka membentuk suatu

publik, sebab bukan soal-soal pribadi mereka yang dipercakapkan,

melainkan soal-soal kepentingan umum, yang dibicarakan tanpa

paksaan. Dalam situasi ini individu-individu berlaku sebagai publik,

sebab mereka memiliki jaminan untuk berkumpul dan berserikat dan

menyatakan serta menyampaikan di depan umum pendapat-pendapat

yang mereka miliki secara bebas dan tanpa tekanan

b. ruang publik berfungsi sebagai tempat yang independen dari

pemerintah (meskipun mungkin pendanaannya berasal darinya) dan

yang otonom dari partisan kekuatan ekonomi tertentu, didedikasikan

pada debat rasional (yang tidak diarahkan demi kepentingan tertentu,

disamarkan atau dimanipulasi) dan terbuka bagi siapa saja serta

terbuka untuk diinspeksi masyarakat. Dalam ranah publik inilah opini

publik dibentuk.5

c. ruang publik merupakan ruang penciptaan opini non-pemerintah

(sphere of non-governmental opinion-making) - sebuah ruang abstrak

maupun ruang fisik yang menjadi ajang pembentukan pendapat

anggota-anggota masyarakat di luar kendali pemerintah. Konsep

ruang publik ini menganggap bahwa pemerintah (baik dalam bentuk

pelaksana negara moderen maupun dalam wujud raja atau kaisar)

bukan satu-satunya pihak yang dapat memonopoli kebenaran atau

pengambilan keputusan. Secara idealnya, sebuah masyarakat memiliki

hak dan kemampuan untuk berdebat, bersepakat, dan berkeputusan

tentang hal-hal penting yang menyangkut diri mereka. Pemerintah lalu

tinggal melaksanakan saja keputusan masyarakat tersebut. Konsepsi

perpustakaan semestinya sejalan dengan konsepsi ruang publik.6

d. Perpustakaan Umum Indonesia semestinya merupakan bentuk ideal

dari ruang publik karena dalam suatu perpustakaan umum terdapat

5 Pendapat Holub ini dikutip dari Frank Webster, Theories of the Information Society, London : Routledge, 1995, p. 101-102 6 Putu Laxman Pendit, “Bisakah perpustakaan umum menjadi ruang publik?” http://kepustakawanan.blogspot.com/2007/02/bisakah-perpustakaan-umum-menjadi-ruang.html

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

5

ruang fisik perpustakaan yang terbuka untuk umum, menjadi tempat

bagi semua orang untuk membaca berdiskusi dan mengambil

keputusan tentang berbagai hal. 7

e. Ruang publik merupakan jembatan yang menghubungkan kepentingan

pribadi dari individu-individu dalam kehidupan keluarga dengan

tuntutan serta kepentingan kehidupan sosial dan publik yang muncul

dalam konteks kekuasaan negara. Ruang publik terdiri dari organ-

organ penyedia informasi dan perdebatan politis seperti surat kabar

dan jurnal; termasuk ruang publik adalah juga lembaga-lembaga

diskusi politis seperti parlemen, klub-klub sastra, perkumpulan-

perkumpulan publik, rumah minum dan warung kopi, balaikota, dan

tempat-tempat publik lainnya yang menjadi ruang terjadinya diskusi

sosial politik

f. Informasi merupakan bagian paling utama dari ruang publik. Dalam

ruang publik orang secara eksplisit menjelaskan posisinya melalui

argumen dan pandangan mereka diumumkan ke publik secara luas

sehingga publik dapat memiliki akses penuh. Perlu dicatat di sini

peran media komunikasi dan institusi informasi seperti perpustakaan

dan lembaga statistik.8

g. Ruang publik yang ideal adalah seperti ketika kita membayangkan

para anggota dewan yang terbuka dan jujur sedang berdebat tentang

kasus-kasus di masyarakat di ruang sidang didukung dengan informasi

memadai yang disiapkan antara lain oleh pustakawan yang

berdedikasi dan tidak berpihak kepada salah satu partisan; semuanya

transparan bagi masyarakat karena dukungan publikasi yang

bertanggungjawab dan infrastruktur pers yang disiapkan guna

melaporkan secara tekun dan seksama apa-apa yang sedang terjadi.9

7Putu Laxman Pendit, “Bisakah perpustakaan umum menjadi ruang publik?” http://kepustakawanan.blogspot.com/2007/02/bisakah-perpustakaan-umum-menjadi-ruang.html 8 Frank Webster, Theories of the Information Society, London : Routledge, 1995, p. 102 9 Ibid.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

6

Komunikasi antara filsafat dan ilmu perpustakaan, seperti yang dicoba

dilakukan dalam tesis ini didasari oleh semangat kesetaraan dan mengedepankan

ko-konstruksi.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang mau ditelaah dalam tesis ini yakni bagaimana Perpustakaan

Umum dapat dimunculkan perannya sebagai ruang publik sebagai koreksi

terhadap perannya sebagai agen pemerintah dan fokus perhatiannya yang telah

tereduksi ke hal-hal teknis. Dalam kaitan dengan latar belakang, tesis ini berupaya

untuk menyoroti dan menganalisa bagaimana keadaan perpustakaan Umum

Indonesia itu disoroti dari pemikiran Jürgen Habermas secara khusus menyangkut

idenya tentang ruang publik dan peranan komunikasi intersubyektif.

Untuk itu pertanyaan-pertanyaan yang akan menuntun kita dalam tesis ini

adalah antara lain sebagai berikut.

1. Bagaimanakah konsep ruang publik menurut Habermas? Apakah

terjadi pergeseran fungsi historis dari konsep ruang publik Habermas?

Manakah elemen-elemen utama dari ruang publik Habermas?

2. Bagaimana hubungan antara konsep ruang publik Habermas dengan

konsep ideal perpustakaan umum? Menyangkut hubungan ini entah

ada persamaan dan perbedaan yang perlu kita angkat dalam upaya

pembenahan Perpustakaan Umum Indonesia dalam ruang publik?

3. Bagaimana dalam kenyataan relasi ideal ruang publik Habermas itu

dengan realitas perpustakaan umum Indonesia? Bagaimana nuansa

diskursus Habermas dalam kenyataannya dan dalam ideal untuk

membenahi Perpustakaan Umum Indonesia. Apakah ada usulan-

usulan konkrit dalam proses menjadikan perpustakaan umum

Indonesia menjadi ruang publik ideal dan efektif

1.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini difokuskan pada Perpustakaan Umum Indonesia yang

dikaji fungsinya sebagai ruang publik dengan menggunakan konsep ruang publik

Jürgen Habermas sebagai pisau analisisnya. Perpustakaan Umum Indonesia ini

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

7

merupakan salah satu dari 5 jenis perpustakaan yang ada yaitu perpustakaan

nasional, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan

khusus. Secara khusus undang-undang RI No43 Th 2007 Tentang Perpustakaan,

mendeskripsikan perpustakaan umum sebagai perpustakaan yang secara khusus

didanai negara melalui APBN atau APBD bertujuan melayani masyarakat umum

dengan cirinya terbuka untuk umum dan dioperasikan secara cuma-cuma. Dalam

hubungan dengan pemahaman yuridis tersebut beberapa masalah yang berkaitan

dengan perpustakaan umum Indonesia perlu dikaji lebih lanjut.

1.4 Thesis Statement

Mengamati dan mencermati keadaan perpustakaan umum, penulis

berpendapat bahwa perpustakaan umum dalam nuansa pemahaman yuridis tadi

mestinya merupakan juga ruang publik yang berperan serta dalam menyebarkan

pengetahuan dan informasi yang bisa diakses bersama, menjadi tempat berdiskusi

dan berdebat yang bebas dari bentuk penyensoran agar dia secara kondusif

menjadi ruang publik yang bisa memperjuangkan kepentingan umum, pencerahan

masyarakat, penyebaran keadilan, kebenaran, kejujuran ke arah masyarakat

Indonesia yang emansipatoris, maju dan tercerahkan.

1.5 Metode Penelitian

Tesis ini menggunakan metode kajian kepustakaan. Dalam konteks itu

akan digunakan pendekatan fenomenologi dari Husserl dan hermeneutika

Habermas. Fenomenologi diartikan sebagai cara pendekatan untuk memperoleh

pengetahuan tentang suatu objek sebagaimana tampilnya dan menjadi pengalaman

kesadaran kita. Objek tersebut disebut fenomen dan fenomen itulah realitas itu

sendiri yang tampak. Husserl berpendapat bahwa kesadaran menurut kodratnya

terarah pada realitas. Kesadaran selalu berarti kesadaran akan ‘sesuatu’.

Kesadaran menurut kodratnya bersifat intensional; intensional adalah struktur

hakiki kesadaran yang terarah. Dan justru karena kesadaran ditandai oleh

intensionalitas, maka fenomen harus dimengerti sebagai das Ding an sich yang

menampakkan diri. Intensioanalitas dan fenomen adalah korelatif. Korelasi ini

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

8

berlaku bagi kesadaran dan realitas pada umumnya, tetapi juga bagi pelbagai

aktus kesadaran dan pelbagai bentuk realitas.

Pendekatan fenomenologi mengenal istilah konstitusi yakni proses

tampaknya fenomen-fenomen kepada kesadaran. Karena adanya korelasi antara

kesadaran dan realitas maka dapat dikatakan bahwa konstitusi merupakan

aktivitas kesadaran yang memungkinkan tampaknya realitas. Menurut Husserl

dunia real dikonstitusi oleh kesadaran. Karena kesadaran harus hadir pada dunia

supaya penampakan dapat berlangsung dan karena yang disebut realitas itu tidak

lain daripada dunia sejauh dianggap benar, maka realitas harus dikonstitusi oleh

kesadaran. Konstitusi ini berlangsung dalam proses penampakkan yang dialami

oleh dunia ketika menjadi fenomen bagi kesadaran intensional

Untuk menjelaskan maksud Husserl dengan konstitusi perlu terlebih

dahulu dipahami proses persepsi. Persepsi adalah sintesa dari semua perspektif.

Dalam persepsi, objek telah dikonstitusi. Konstitusi dalam filsafat Husserl

dimengerti sebagai konstitusi genetis yakni proses yang mengakibatkan suatu

fenomen menjadi real dalam kesadaran; hal itu adalah suatu proses historis.

Dalam pengertian kita tentang perpustakaan umum misalnya terdapat

semacam ‘endapan historis’ artinya semua arti ‘perpustakaan umum’ sebelumnya

terdapat didalamnya. Tidak mungkin menerangkan cara ’perpustakaan umum’

tampak bagi kita sekarang tanpa menyelidiki perkembangan-nya. Metode yang

digunakan di dalam pendekatan ini terdiri atas tiga tahap yaitu intuisi, analisis,

dan deskripsi fenomenologis. Tahap pertama berkaitan dengan tindakan intuisi

yang timbul secara langsung (direct) dan tanpa-antara (immediate) dari pemusatan

perhatian terhadap fenomena. Melalui intuisi juga terjadi reduksi gambaran

mengenai esensi tentang sesuatu yang kita ketahui atau pelajari. Dilanjutkan

dengan tindakan analisis terhadap unsur-unsur fenomena yang bersangkutan.

Tahap terakhir berupa deskripsi ialah penjabaran dari apa yang tertangkap oleh

intuisi dan muncul melalui analisis.

Sebelum kita melakukan pendekatan terhadap objek yang ingin kita

ketahui atau pelajari, kita perlu membebaskan diri dari segala praduga (prejudice,

pre-judgement); maka objek yang bersangkutan harus seolah-olah dikurung

(bracketing), sehingga segala praduga dan praanggapan mengenai objek itu tidak

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

9

mempengaruhi yang akan kita peroleh tentang objek itu. Proses ini oleh Husserl

disebut epoche, yang artinya 'membisukan suara' yang mungkin pernah

mempengaruhi pengetahuan kita terhadap objek yang kita teliti.10

Dalam tesis ini digunakan model hermeneutika Habermas. Habermas

berfokus pada upaya penafsiran modernitas dengan segala problematikanya yang

secara khusus menyangkut kritik terhadap dominasi ideologis dan dominasi rasio

instrumental. Menurut filsuf ini modernitas yang kita alami sekarang ini

terdistorsi. Artinya ada konsep ‘normatif’ yang terkandung dalam dunia

kehidupan (life world) dan tradisi yang karena tendensi historis dan ideologis

tertentu diselewengkan. Dalam konteks itu, di satu pihak, Habermas menawarkan

peranan penting Hermeneutika kritis termasuk kritik terhadap paradigma tunggal

“rasionalitas tujuan”. Di pihak lain, Habermas ingin mempertahankan isi normatif

modernitas, yaitu rasionalisasi kebudayaan, masyarakat, dan kepribadian dengan

rasio komunikatif sebagai motornya

1.6 Tujuan Penelitian

Ruang publik yang dijelaskan Jürgen Habermas dalam The Structural

Transformation of the Public Sphere menurut hemat penulis memberikan

gambaran perubahan yang memiliki kemiripan dengan perubahan yang terjadi di

lingkungan perpustakaan. Penelitian ini bertujuan mendalami substansi ruang

publik yang diangkat dari buku tersebut untuk lebih jauh dikembangkan dengan

pemikiran-pemikiran baru serta ditempatkan dalam konteks kita mengevaluasi

perpustakaan umum Indonesia yang akan direkontruksikan menjadi ruang publik.

Pendalaman terhadap buku tersebut akan memberikan suatu perspektif kepada kita

yang dapat kita gunakan untuk mengkaji perpustakaan umum. Data tentang

perpustakaan umum dihimpun melalui internet dan studi pustaka yang dilengkapi

dengan observasi ke berbagai perpustakaan umum di Jakarta. Tesis ini melakukan

telaah terhadap perpustakaan umum dengan menggunakan perspektif ruang

publik.

10 Uraian mengenai pendekatan fenomenologis ini didasarkan pada Kees Bertens, Filsafat Barat Abad xx : Inggris-Jerman, Jakarta : Gramedia, 1983, hal. 99-104

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

10

1.7 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya konstruksi konsep

alternatif perpustakaan umum dari konsepsi yang selama ini ada, yang dianggap

cenderung bersifat teknis, yang terbukti menimbulkan gap antara institusi

perpustakaan umum dan masyarakat yang dilayaninya.

Tesis ini menunjukkan manfaat filsafat dalam praksis yakni membantu

pengembangan ilmu perpustakaan dengan melihat ke hal yang substantif bukan

teknis. Di sini filsafat bisa membantu usaha ilmu perpustakaan untuk

mengembangkan dimensi-dimensi substantif dan dapat menyiasati jalan keluar

atau alternatif terhadap tantangan-tantangan yang ada.

Akhirnya, tesis ini menambah khazanah tulisan tentang bagaimana

memaksimalisasikan layanan perpustakaan sebagai ruang publik.

1.8 Kerangka Teori

Sebagai kerangka teori dalam tesis ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. Ruang publik dipahami sebagai wahana perjuangan kaum borjuis

melawan otoritas penguasa. Ini identik dengan perpustakaan sebagai

wahana perjuangan melawan kebodohan dan perannya dalam

pencerahan masyarakat, penyebaran keadilan dan kebenaran.

b. Ruang publik mengedepankan diskursus sebagai prosedur mencapai

opini publik. Prinsip diskursus dapat pula dijadikan landasan

operasionalisasi layanan perpustakaan. Diskursus di perpustakaan

terjadi antara pengguna dan pustakawan (mis. dalam menentukan

bahan perpustakaan yang harus dibeli); antara pengguna dan

penyensor dalam upaya menemukan konsensus mengenai bahan-

bahan yang disensor; antara sesama pengguna (mis. dalam acara

diskusi, bedah buku dsb.); dan juga diskursus antara pengguna dan

penulis yang sekaligus membuat pendapat atau opini yang dituliskan

dalam suatu buku yang sifatnya masih subjektif menjadi lebih publik

dan ditanggapi oleh pembacanya. Tindakan pustakawan menyusun

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

11

katalog dan bibliografi11 mendorong proses penyebaran informasi

(pemublikan) dalam skala yang lebih luas karena di dalamnya

terkelompok karya-karya oleh pengarang tertentu dan karya-karya

dalam subjek yang sama sehingga pembaca menjadi lebih tahu tentang

karya apa saja selain yang sedang ia baca oleh pengarang tertentu dan

karya-karya yang tersedia dari subjek tertentu selain yang ia temukan

saat itu.

c. Transformasi yang terjadi di ruang publik borjuis (depolitisasi,

refeodalisasi, pembusukan) analog dengan perubahan layanan

perpustakaan (yang menunjukkan kecenderungan ke komersialisasi,

otorisasi penuh pustakawan/ pemerintah di dalam menentukan arah

layanan, dan pembusukan layanan)

d. Pembusukan terhadap ruang publik ideal terjadi melalui lobi-lobi dan

kerja humas yang merupakan lonceng kematian bagi ruang publik

ideal analog dengan pembusukan layanan perpustakaan yang juga

dilakukan melalui lobi-lobi dan kerja humas yang meluluhlantakkan

layanan perpustakaan dalam pengertian yang ideal.

1.9 Sistematika Pembahasan

Tesis ini diuraikan dalam lima bagian, dimana bab 1 merupakan

pendahuluan yang berisi latar belakang dan masalah, rumusan masalah, objek

penelitian, thesis statement, metode penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teori, dan sistematika pembahasan. Bab 2 menjelaskan

tentang konsepsi Ruang Publik Jürgen Habermas. Dibahas di sini ruang publik

borjuis, ciri khas dari ruang publik bo8rjuis, transformasi yang terjadi dan

bagaimana Jürgen Habermas menyikapi kebuntuan dari pencerahan dengan

konsepsi rasionalitas komunikatif. Bab 3 membahas hubungan ruang publik dan

perpustakaan; menjelaskan tentang transformasi dan refeodalisasi ruang publik, 11 Katalog diartikan sebagai daftar koleksi perpustakaan yang menggambarkan koleksi di perpustakaan tersebut yang dimaksudkan untuk digunakan pengguna di dalam menemukan kembali item yang dicarinya, namun katalog juga memiliki ciri mengumpulkan (kolokasi) sehingga membantu pengguna untuk mengetahui tulisan apa saja oleh pengarang tertentu dan terkumpulnya bahan perpustakaan dalam subjek tertentu. Ini sangat membantu pemublikan dalam skala yang lebih luas. Bibliografi juga berupa daftar terbitan yang tidak terbatas pada koleksi tertentu.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

12

komersialisasi jasa perpustakaan umum, dan hubungan antara ruang publik dan

perpustakaan. Bab 4 membahas perpustakaan umum Indonesia sebagai wahana

belajar sepanjang hayat, diskursus di lingkup perpustakaan, transformasi di

perpustakaan dan ciri ruang publik dalam perpustakaan umum Indonesia. Bab 5

merupakan catatan penutup yang mencakup kesimpulan dan saran sebagai tindak

lanjut dari hasil penelitian dalam tesis ini.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

BAB 2 KONSEPSI RUANG PUBLIK JÜRGEN HABERMAS

Jürgen Habermas mengemukakan pemikiran-pemikirannya dalam berbagai

tulisan, salah satunya yang muncul di masa awal berjudul The Structural

Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois

Society. Ia menggeluti wilayah ilmiah yang amat luas dan mempratikkan filsafat

dan sosiologi tanpa membedakannya secara tajam antara keduanya karena itu

penulis menganggap perlu menyinggung juga pemikirannya selain konsepsinya

mengenai ruang publik tersebut.

Jürgen Habermas adalah salah satu anggota ‘Mazhab Frankfurt’, kumpulan

sarjana dari berbagai bidang sosial yang bekerja pada Institut fur Sozialforschung

(Lembaga untuk Penelitian Sosial) di Frankfurt am Main. Lembaga ini didirikan

oleh Felix Weil pada tahun 1923 dengan tujuan menjadikannya sebagai pusat

penelitian sosial yang independen dan mempunyai dasar finansial sendiri guna

menyelidiki persoalan-persoalan sosial pada waktu itu.

Dalam perjalanan sejarahnya, lembaga penelitian tersebut pernah ditutup,

atas perintah pemerintah nasionalis-sosialis saat Hitler berkuasa, karena banyak

mengeritik pemerintah dan barangkali juga karena kebanyakan anggotanya adalah

keturunan Yahudi. Kemudian kegiatan lembaga penelitian itu dipindahkan ke

Paris dan selanjutnya ke Amerika Serikat sebelum kembali lagi ke Frankfurt

Jerman. Ketika lembaga tersebut kembali lagi ke Jerman dan beroperasi di negara

tersebut, Jürgen Habermas mulai bergabung di dalamnya.

Sejumlah tema penting yang dikemukakan Jürgen Habermas antara lain

a. Pemikirannya mengenai pengetahuan dan kepentingan.1 Menurut

Habermas ada tiga macam ilmu yang didorong seakan-akan oleh tiga

kepentingan dasar manusia: ilmu-ilmu empiris analitis didorong oleh

kepentingan teknis, kepentingan untuk memanfaatkan apa yang diketahui;

ilmu–ilmu historis-hermeneutis diarahkan oleh kepentingan praktis,

kepentingan untuk memahami makna; ilmu-ilmu kritis (filsafat, 1 Lihat lebih lanjut Jürgen Habermas, Knowledge and Human Interest, translated by Jeremy J. Shapiro. Boston: Beacon Press, 1971

13

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

14

psikoanalisa) didorong oleh kepentingan emansipatoris, kepentingan untuk

membebaskan. Habermas menyebut rasionalitas tujuan sebagai hal yang

dominan dalam modernitas dan mengangkat rasionalitas komunikatif

sebagai salah satu cara untuk mengatasi dampak buruk dari modernitas

tersebut.

b. Habermas melakukan perubahan fokus perhatian dari perhatian pada

pikiran ke perhatian pada bahasa yang lazim disebut the linguistic turn .2

Ia mencoba menghubungkan rasionalitas dan bahasa dengan mengatakan

bahwa rasionalitas sudah tertanam dalam struktur bahasa itu sendiri.

Begitu seseorang masuk dalam suatu pembicaraan, orang tersebut, dengan

sendirinya mengajukan empat tuntutan: tuntutan kejelasan yakni ia dapat

mengungkapkan dengan tepat apa yang ia maksud; tuntutan kebenaran

(truth claim), kejujuran pembicara (claim to veracity) dan ketepatan atau

kepantasannya (claim to rightness). Ia juga menyinggung mengenai

bagaimana seseorang memperoleh kompetensi komunikatif, Habermas

menjelaskannya sebagai berikut. Orang belajar berkomunikasi secara

rasional dengan terus menerus mengambil sikap verbal terhadap empat

wilayah pengalaman hidupnya: tentang alam luar, ia belajar mengatakan

apa yang sesuai dengannya, artinya yang benar; terhadap masyarakat ia

belajar mengatakan apa yang seharusnya dan wajar. Alam batinnya sendiri

diungkapkan dengan jujur dan itu semua dilakukannya melalui sarana

bahasa yang harus jelas. Tentang bagaimana rasionalitas berkembang,

Habermas berpendapat bahwa proses perkembangan sebuah masyarakat

terjadi melalui proses-proses belajar dalam dua dimensi, dalam dimensi

kognitif-teknis dan moral-komunikatif. Suatu tambahan pengetahuan

kognitif dan teknis hanya bisa menghasilkan perkembangan dalam

hubungan antara manusia dan dalam kerangka institusional masyarakat

sesudah terjadi proses dalam dimensi moral-komunikatif.

2 Emilia Steuerman, “Habermas’s Linguistic Turn” dalam The Bounds of Reason (London: Routledge, 2000) hal 22-36

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

15

c. Pemikirannya tentang teori tindakan komunikatif.3 Hal ini akan mudah

dipahami melalui pemahaman kita tentang dunia kehidupan dan sistem.

Dunia kehidupan adalah cakrawala kepercayaan-kepercayaan, latar

belakang intersubyektif, di dalamnya setiap proses komunikasi selalu

sudah tertanam. Setiap orang berkomunikasi dan bertindak dalam sebuah

dunia kehidupan, artinya ia hidup dalam sebuah alam bermakna yang

dimiliki bersama dengan komunitasnya, yang terdiri atas pandangan dunia,

keyakinan-keyakinan moral dan nilai-nilai bersama. Segenap komunikasi

mengacu pada dunia kehidupan itu. Rasionalitas dunia kehidupan adalah

rasionalitas komunikatif. Setiap orang menjadi dewasa dengan semakin

terintegrasi ke dalam dunia kehidupan masyarakatnya. Di sisi lain

masyarakat juga merupakan sistem. Sistem adalah segala macam institusi

dan peraturan yang menata kehidupan masyarakat. Tujuan sistemisasi

adalah untuk meringankan beban komunikasi. Agar masyarakat menerima

sistem yang semakin kompleks, dunia kehidupannya harus menjadi

semakin rasional. Rasionalisasi dunia kehidupan berarti bahwa semakin

banyak bidang tidak lagi dihayati dan ditata menurut adat, tradisi atau

otoritas tradisional melainkan menurut kriteria yang dapat

dipertanggungjawabkan dalam diskursus.

Uraian di atas merupakan sekilas pemikirannya disamping konsepsinya

mengenai ruang publik. Konsepsi ruang publik merupakan pokok perhatian di

dalam tesis ini yang dipakai sebagai pijakan perspektif dalam melihat kinerja

perpustakaan umum.

2.1 Konsepsi Ruang Publik Borjuis

Pemikiran Habermas mengenai ruang publik tertuang dalam karyanya

yang berjudul The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry

into a Category of Bourgeois Society (1989), yang merupakan karya terjemahan

dari yang terbit dalam bahasa Jerman tahun 1962. Secara ringkas dapat dikatakan

ada dua tema pokok yang dikemukakan Habermas dalam buku tersebut yakni

pertama, analisisnya mengenai asal mula ruang publik borjuis; kedua, perubahan 3 Tentang tema ini bisa didalami lebih lanjut dalam Jürgen Habermas, The Theory of Communicative Action…Boston : Beacon Press, 1989 vol 1 & vol 2.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

16

struktural ruang publik di zaman modern yang ditandai oleh bangkitnya

kapitalisme, industri kebudayaan, dan makin kuatnya posisi organisasi-organisasi

yang bergerak dalam ekonomi serta kelompok bisnis besar dalam kehidupan

publik. Pada analisis yang ke dua tersebut organisasi ekonomi besar dan institusi

pemerintah mengambil alih ruang publik, sementara warga negara cukup senang

menjadi konsumen barang, jasa, administrasi politik dan tontonan publik4

Asal usul istilah publik dan ruang publik berakar dari berbagai fase

historis sebelumnya. Istilah tersebut ketika diaplikasikan secara sinkronis ke

dalam kondisi-kondisi masyarakat borjuis yang maju di bidang industrinya dan

yang didirikan sebagai sebuah negara kesejahteraan sosial, maknanya lebur

menjadi suatu paduan yang tidak jelas. Publik dipahami sebagai yang terbuka bagi

semua pihak sebagaimana dalam istilah public places (tempat-tempat umum),

public houses (kedai-kedai minum). Namun, bangunan publik tidak bisa diartikan

sebagai bangunan di mana siapa saja bisa memasukinya. Negara dapat juga

disebut public authority karena mengemban tugas memajukan kesejahteraan

umum bagi para warganya.

Ruang publik muncul sebagai suatu wilayah yang spesifik - wilayah publik

yang dihadirkan untuk beroposisi dengan wilayah privat. Istilah publik terkadang

juga dimunculkan sebagai salah satu sektor dari opini publik yang sengaja

dibentuk untuk melawan otoritas. Selanjutnya, opini publik juga sering disebut

organ-organ publik karena opini publik bergantung pada organ negara atau media,

seperti pers yang menyediakan wadah komunikasi di antara anggota-anggota

publik itu sendiri. Dalam bahasa Jerman proses pembentukan kata benda

offentlichkeit adalah berasal dari kata sifat yang lebih tua, offentlich berlangsung

selama abad ke 18 yang maknanya analog dengan ‘publicity’.

Ruang publik lahir sebagai bagian spesifik dari masyarakat sipil yang pada

waktu itu mengukuhkan diri sebagai tempat terjadinya pertukaran komoditas dan

kerja sosial yang diatur oleh kaidah-kaidahnya sendiri. Dalam pelacakan lebih

jauh untuk mengetahui mana yang publik dan mana yang bukan publik, Habermas

melihat ke zaman sebelumnya yakni zaman Yunani. Kategori-kategori dari akar-

4 Lihat Jürgen Habermas, The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, bdk. Douglas Kellner, Habermas, The Public Sphere, and Democracy: a Critical Intervention, Hal 3

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

17

akar kata di dalam bahasa Yunani sampai kepada kita melalui warisan orang

Romawi kuno. Di dalam negara–kota Yunani kuno yang sudah maju, sphere

(ruang) dalam pengertian koine (polis yang terbuka) bagi setiap warga negara

yang merdeka, jauh berbeda dari ruang dalam pengertian oikos, karena di dalam

oikos setiap individu berada di dunianya sendiri-sendiri (idia). Kehidupan publik,

berlangsung di tempat-tempat semacam pasar. Tetapi ruang publik juga terdapat

dalam kegiatan diskusi, sidang pengadilan dan tindakan bersama entah dalam

perang maupun kompetisi pertandingan.5

Sejak awal dan di seluruh abad pertengahan, kategori-kategori mengenai

yang-publik dan yang-privat dan ruang publik yang dipahami sebagai res publica

berasal dari definisi hukum Roma kuno. Kategori-kategori tersebut berfungsi

sebagai interpretasi diri sekaligus institusionalisasi legal atas ruang publik yang

dalam pengertian spesifik bersifat borjuis. Meskipun begitu, hampir selama satu

abad kemudian fondasi-fondasi sosial bagi ruang ini nyaris terjebak di dalam

proses pembusukan.

Kecenderungan-kecenderungan yang mengarah kepada ambruknya ruang

publik sedemikian pastinya, sehingga ketika jangkauannya semakin meluas maka

fungsinya menjadi semakin tidak lagi jelas. Walaupun begitu, publisitas masih

terus bertahan sebagai prinsip pengorganisasian bagi tatanan politik Jerman.

Tampaknya bukan hanya pembongkaran terhadap ideologi liberal semata yang

akan sanggup dilakukan oleh demokrasi sosial dengan baik. Karena apabila orang

sampai berhasil mencapai sebuah pemahaman historis mengenai struktur-struktur

dari kompleksitas ini yang dewasa ini secara serampangan disisipkan ke bawah

topik ruang publik, maka ia boleh berharap untuk dapat memperoleh darinya

bukan hanya sebuah pengklarifikasian sosiologis tentang konsep ini saja, namun

juga sebuah pemahaman sistematis mengenai masyarakat Jerman berdasarkan

perspektif salah satu kategorinya yang utama.

Sebelum munculnya ruang publik borjuis, telah ada suatu bentuk ruang

publik yang terjadi di negara–negara feodal dari abad pertengahan dan Eropa

modern awal. Ruang publik yang dimaksud adalah raja maupun keluarga

bangsawan yang memainkan peran kekuasaan politik mereka di hadapan rakyat. 5 Jürgen Habermas, ibid. bdk. Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat (terjemahan), Plato dan Negara Utopia Hal 146-161

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

18

Para raja maupun keluarga bangsawan tersebut tidak lebih dari menunjukkan

kekuasaan mereka; tidak ada diskusi politik, maka publik yang dimaksudkan

bukanlah publik dalam pengertian modern. Agar kekuasaan politik ada diperlukan

penonton.

Penelitian Habermas mulai dengan usaha menentukan batas-batas yang

oleh Habermas disebut ruang publik borjuis. Ruang publik borjuis dipahami

sebagai ruang orang-orang privat yang berkumpul sebagai publik. ( ”…the sphere

of private people come together as a public; …”.6) Ruang publik terjadi karena

orang-orang privat berkumpul sebagai sebuah publik dan mengartikulasikan

kebutuhan masyarakat kepada negara (“ … made up of private people gathered

together as a public and articulating the needs of society with the state …".7)

Habermas menelusuri sejarah pembagian antara yang publik dan yang privat

dalam bahasa dan filsafat.

Sejarah munculnya ruang publik menandai bangkitnya suatu masa dalam

sejarah ketika individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat dapat

membentuk opini publik, memberikan tanggapan langsung terhadap apapun yang

menyangkut kepentingan mereka sambil berusaha mempengaruhi praktik-praktik

politik. Ruang publik melawan bentuk-bentuk hirarkis dan tradisional dari otoritas

feodal yang selama berabad-abad menguasai praktik politik di Eropa. Diskusi-

diskusi publik, menurut Habermas, muncul dari suatu tahap tertentu

perkembangan masyarakat borjuis. Lahirnya ekonomi pasar telah memperluas

dunia-kehidupan banyak orang melebihi batas-batas wilayah domestik. Mereka

adalah para pedagang dan pengusaha yang terus bertambah jumlahnya dan meluas

pengaruhnya, sementara lembaga-lembaga politik mapan saat itu tidak

memungkinkan partisipasi kalangan swasta seperti mereka. Di ruang publik,

mereka mendiskusikan dan menantang pemahaman mengenai hakikat kekuasaan

yang berlaku hingga saat itu

Ruang publik borjuis yang muncul di awal abad ke-18 menurut Habermas

berfungsi sebagai mediasi antara urusan privat individu di dalam kehidupan

keluarga, ekonomi, dan kehidupan sosial dilawankan dengan tuntutan dan urusan

6 Jürgen Habermas, The Structural Transformation of the Public Sphere : an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, Cambridge : MIT Press, 1991. p. 27 7 Ibid. p. 176

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

19

kehidupan sosial dan publik. Ini juga mencakup mediasi kontradiksi antara

kepentingan borjuis di satu pihak dan kepentingan warga negara lainnya di lain

pihak. Tujuannya adalah mengatasi kepentingan dan opini privat guna

menemukan kepentingan bersama dan mencapai konsensus sosial.

Ruang publik terdiri atas organ informasi dan debat politik seperti surat

kabar, jurnal, dan institusi-institusi diskusi politik seperti parlemen, klub politik,

salon-salon kesusastraan, pertemuan-pertemuan umum, rumah minum dan kedai

kopi, ruang-ruang pertemuan, dan ruang publik lainnya di mana terjadi diskusi

sosial–politik. Di tempat-tempat tersebut, kebebasan berbicara, berkumpul, dan

berpartisipasi dalam debat politik dijunjung tinggi. Kepublikan yang terjadi dalam

ruang publik dengan sendirinya mengandung daya kritis terhadap proses-proses

pengambilan keputusan yang tidak bersifat publik.

Untuk pertama kali dalam sejarah, individu-individu dan kelompok dapat

membentuk opini publik, mengekspresikan secara langsung kebutuhan dan

kepentingan mereka sementara itu juga mempengaruhi praktik politik. Ruang

publik borjuis menjadikan mungkin untuk membentuk ranah opini publik yang

beroposisi dengan kekuasaan negara dan kepentingan pihak penguasa yang

kemudian nantinya membentuk masyarakat borjuis. Ruang publik memupuk

oposisi terhadap bentuk-bentuk hierarkis dan tradisional dari otoritas feodal yang

selama berabad-abad menguasai praktik politik di Eropa.

Diskusi-diskusi publik muncul dari suatu tahap tertentu perkembangan

masyarakat borjuis. Lahirnya ekonomi pasar telah memperluas ruang hidup

banyak orang melebihi batas-batas wilayah domestik. Mereka adalah para

pedagang dan pengusaha yang terus bertambah jumlahnya dan meluas

pengaruhnya, sementara lembaga-lembaga politik mapan saat itu tidak

memungkinkan partisipasi kalangan swasta seperti mereka. Di ruang publik,

mereka mendiskusikan dan menantang pemahaman mengenai hakikat kekuasaan

yang berlaku hingga saat itu.

Para pedagang dan pengusaha, kalangan terpandang karena harta dan

pengetahuan mereka, merupakan pihak-pihak yang aktif bersuara di ruang publik,

meskipun mereka bukan keturunan bangsawan. Mereka inilah yang disebut

“publik” dan dengan klaim pengetahuan mengenai kepentingan umum, mereka

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

20

berusaha mengubah masyarakat menjadi suatu ruang otonomi privat yang bebas

dari campur tangan politik dan merombak negara menjadi otoritas yang terbatas

pada beberapa fungsi saja serta diawasi oleh “publik”. Di sinilah terletak

rasionalitas perjuangan menegakkan ruang publik. Di antara dua ruang tersebut,

yaitu ruang otonomi privat di satu pihak dan ruang politik negara di lain pihak,

ruang publik berfungsi sebagai penerus kepentingan masyarakat borjuis kepada

negara. Idealnya, ruang publik mengubah otoritas politis negara menjadi otoritas

“rasional” dalam ruang publik. Rasionalitas borjuis demikian ini diukur oleh

sejauh mana kepentingan umum terwakili, dan ruang publik berfungsi untuk

menjamin tercapainya rasionalitas tersebut.

2.2 Perubahan Struktural Ruang Publik

Ruang publik, yang ideal itu, kemudian mengalami depolitisasi. Seiring

dengan perkembangan kapitalisme, organ-organ publik yang semula menjadi

tempat diskusi publik, lama kelamaan mulai berubah fungsi. Pers tidak lagi

menyuarakan opini publik dan perjuangan politik, melainkan menjadi ruang iklan.

Komersialisasi, munculnya perusahaan besar, intervensi negara, dan pengaruh

sains serta rasio instrumental dalam kehidupan sosial memperparah proses

depolitisasi ini. Ini merupakan perubahan struktural yang dimaksudkan Habermas.

Ruang publik berubah dari ruang diskusi rasional, debat, dan konsensus

menjadi wilayah konsumsi massa dan dijajah oleh korporasi-korporasi serta kaum

elite dominan. Analisis Habermas ini melanjutkan tradisi sekolah Frankfurt yang

melihat transisi dari kapitalisme pasar dan demokrasi liberal pada abad ke-19

menuju tahap kapitalisme negara dan monopoli yang tampil dalam rupa fasisme

Eropa dan liberalisme welfare state di Amerika Serikat 1930-an. Bagi Sekolah

Frankfurt, masa-masa itu menandai babak baru dalam sejarah yang ditandai oleh

percampuran antara otoritas politik dan ekonomi, industri budaya yang

manipulatif, dan masyarakat terpimpin yang makin tidak demokratis dan bebas.

Dalam istilah Habermas, proses ini disebut refeodalisasi ruang publik.

Refeodalisasi ruang publik menghasilkan opini publik yang tidak lagi

terbentuk lewat perdebatan dan konsensus, melainkan opini publik yang dibentuk

oleh kelompok elite media, politik, dan ekonomi. Di tangan mereka, opini publik

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

21

kehilangan karakter publiknya. Menurut Habermas, opini publik yang semula

merupakan ekspresi keprihatinan untuk mencari kepentingan umum, sejak akhir

abad ke-19 telah menjadi ekspresi kepentingan pribadi para elite tersebut. Pentas

politik yang semula dimaksudkan untuk memperoleh konsensus rasional telah

menjadi ajang perebutan kekuasaan di antara berbagai kelompok kepentingan.

Perubahan mendasar dalam ruang publik borjuis tidak menyurutkan

Habermas untuk menghidupkan kembali ruang publik yaitu dengan cara memulai

proses komunikasi publik yang kritis melalui organisasi-organisasi yang

menjalankan fungsi komunikasi publik itu. Menghidupkan kembali ruang publik

berarti membangkitkan kembali kepublikan atau sifat publik yang kritis dalam

organisasi-organisasi yang beroperasi di ruang publik.

Dampak positif dari ruang publik, di luar kecenderungan refeodalisasi,

bisa disebut antara lain perluasan hak-hak asasi dalam sistem pengamanan sosial

yang dijalankan negara, tuntutan akan keterbukaan informasi bagi publik kepada

lembaga-lembaga negara, dan semua organisasi yang berurusan dengan negara.

Setidak-tidaknya, di tengah suasana komersialisasi dan intervensi negara,

beberapa aspek ruang publik masih dapat ditegakkan.

Menggagas ruang publik borjuis sebagai tempat berlangsungnya diskusi

dan konsensus rasional seperti yang digagas Jürgen Habermas, di mana masalah-

masalah yang bersifat publik dibicarakan disebut idealisasi ruang publik borjuis.

Gagasan ini tidak luput dari kritik karena agak diragukan bahwa politik pada masa

itu digerakkan oleh norma rasionalitas dan opini publik yang dibentuk melalui

debat rasional dan konsensus seperti digambarkan oleh Habermas. Politik modern

selalu tunduk pada rangkaian permainan kepentingan dan perebutan kekuasaan,

sekaligus juga diskusi dan debat. Mungkin ada saja satu dua kelompok

masyarakat yang berhasil mencapai tahap itu, namun memuja-muja dan membuat

generalisasi dari pengecualian itu tampaknya terlalu berlebihan.8

Gagasan Habermas mengenai ruang publik harus ditempatkan dalam

kerangka besar teori kritis yang merupakan penentu identitas Sekolah Frankfurt.

Pada periode 1930-an, Sekolah Frankfurt menerapkan metode kritik imanen; suatu

cara melancarkan kritik terhadap masyarakat totaliter dan fasis di Eropa 8 Douglas Kellner, Habermas, the Public Sphere, and Democracy: a Critical Intervention dalam http: //www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/papers/habermas.htm diakses 10 Nov 2008

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

22

menggunakan perspektif ide-ide pencerahan seperti demokrasi, hak asasi manusia,

kebebasan individu dan sosial, serta rasionalitas. Kualitas-kualitas yang imanen

pada masyarakat borjuis dipakai untuk mengkritik penyimpangan-penyimpangan

yang terjadi dalam masyarakat sesudahnya. Habermas dianggap masih

terpengaruh oleh metode ini, setidaknya ketika ia mengidealkan rasionalitas ruang

publik borjuis abad ke-18 dan mengeluhkan perkembangan masyarakat kapitalis

sejak akhir abad ke-19

Habermas larut dalam perkembangan gagasan Sekolah Frankfurt terutama

sejak terbitnya Dialetics of Enlightenment (1947). Adorno dan Horkheimer dalam

buku itu terlihat pesimis dengan prospek pencerahan sebagai dasar suatu teori

kritis. Menurut kedua tokoh Sekolah Frankfurt tersebut, di bawah bayang-bayang

hantu Perang Dunia II di Eropa dan kapitalisme tanpa kendali di Amerika,

Pencerahan berakhir dalam situasi yang serba berkebalikan. Demokrasi menjadi

fasisme, akal budi hanya menghasilkan irasionalitas, dan kebudayaan berkembang

menjadi alat manipulasi. Dalam situasi tersebut, prosedur memakai idealisme

borjuis sebagai norma kritik, telah dibungkam oleh barbarisme peradaban abad ke

-20

Nada pesimis Dialetics of Enlightenment kelihatan pada bagian akhir The

Structural Transformation of the public sphere : an inquiry into a category of

bourgeois society. Idealisasi ruang publik borjuis untuk mengkritik penyimpangan

di zaman kini, seperti yang digagasnya di bagian depan, hanya akan terdengar

seperti nostalgia. Nyatanya, sejak Pencerahan menjadi mitos dan ruang publik

borjuis telah menjadi arena iklan, tidak ada lagi dasar normatif dan empiris untuk

membangun teori kritis. Semua jalan sepertinya berujung buntu. Habermas hanya

dapat menyerukan pembaruan proses demokratisasi lembaga-lembaga dan ruang

publik, namun tidak dapat menawarkan dasar institusional dan menggambarkan

gerakan sosial untuk mewujudkannya. Kegamangan Habermas kelihatan pada

cara pandangnya terhadap welfare state dalam The Structural Transformation. of

the public sphere : an inquiry into a category of bourgeois society. Di satu

pihak, pada welfare state ia melihat satu-satunya peluang imanen untuk

menegakkan kembali ruang publik dalam masyarakat modern. Namun di lain

pihak, welfare state juga berpotensi menggerus ruang publik karena membuka

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

23

peluang bagi negara untuk memasuki wilayah yang semestinya di bawah otonomi

privat itu.

Habermas berpaling pada bahasa untuk mencari dasar filosofis bagi suatu

teori kritis baru. Pencarian ini memuncak pada karya terpenting Habermas, The

Theory of Communicative Actions (1989). Menurut Habermas, dalam fenomena

bahasa dan komunikasi antarmanusia terkandung norma-norma untuk mengkritik

segala bentuk dominasi dan penindasan serta untuk memperjuangkan

demokratisasi. Menurut Habermas, ketika dua orang atau lebih berwicara dalam

suatu diskursus, mereka hendaknya saling memahami terlebih dahulu sebelum

sampai pada hal-hal lain. Kehendak untuk memahami dan dipahami itu imanen

pada tindakan berwicara, dan hal ini berlaku bagi siapapun dan dimanapun. Inilah

rasionalitas yang dapat dipakai sebagai dasar suatu teori kritis. Prinsip rasional ini

merupakan hakikat “transendental” dari tindakan berkomunikasi. Habermas

kemudian merumuskan norma-norma kritis yang disebutnya sebagai syarat-syarat

wicara ideal (ideal speech situations).

Teori kritis baru ini dipakai oleh Habermas untuk menyoroti terjadinya

kolonisasi dunia-kehidupan (lifeworld) oleh sistem. Dunia-kehidupan, menurut

Habermas, merupakan arena berlangsungnya peristiwa sehari-hari dan tindakan

komunikatif menduduki tempat yang sentral. Sementara itu, sistem merupakan

mekanisme untuk mengatur tindakan individu-individu, memberi makna

fungsional terhadap tindakan, dan memastikan bahwa sistem tetap bekerja seperti

dimaksud. Sistem dalam dikotomi ini mewakili proses rasionalisasi modernitas

yang berupa birokratisasi dan instrumentalisasi seperti digagas oleh Weber.

Sebenarnya dunia-kehidupan juga mengalami rasionalisasi sendiri namun

rasionalitas instrumental dalam sistem berkembang lebih kuat dan akhirnya

menjajah dunia-kehidupan. Akibatnya rasionalitas komunikasi seperti yang

terdapat pada syarat-syarat wicara ideal di zaman modern telah dikuasai oleh

rasionalitas instrumental. Habermas menyebut kondisi ini sebagai komunikasi

yang mengalami distorsi.

Ukuran normatif seperti dalam syarat-syarat wicara ideal dapat dipakai

untuk membangun gagasan baru mengenai ruang publik ideal. Idealisasi ruang

publik borjuis mengandaikan secara keliru tiadanya atau minimnya perbedaan

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

24

kepentingan individu. Begitu mengatasi ruang lingkup privatnya individu-individu

digambarkan berkumpul di ruang publik sebagai suatu suara dihadapan intervensi

politik negara. Teori kritis tindakan komunikatif memungkinkan Habermas untuk

menghilangkan asumsi uniformitas kehendak tersebut. Biarpun ada perbedaan

kepentingan dan latar belakang budaya, keniscayaan dalam tindakan komunikatif

akan memaksa individu-individu di ruang publik untuk sampai pada pemahaman

terhadap satu sama lain. Rasionalitas ruang publik tidak lagi bersandar pada

asumsi mengenai kepentingan umum yang otomatis diwakili oleh ruang publik

borjuis, melainkan pada etika diskursus universal. Konsensus tercapai bila terjadi

pemahaman bersama yang bersifat intersubjektif mengenai sesuatu yang secara

argumentatif memang lebih baik. Kondisi ideal suatu diskursus menuntut bahwa

kesamaan hak setiap orang untuk terlibat dalam diskusi dijamin dan bebas dari

segala bentuk dominasi baik yang sifatnya internal menyangkut perilaku

individual maupun eksternal dalam rupa komunikasi yang terdistorsi secara

sistematis. Hanya bila kondisi ini terpenuhi, konsensus yang tercapai dapat

disebut rasional.

Between Facts and Norms (1996) memperlihatkan bagaimana Habermas

menyusun argumentasi untuk suatu ruang publik berhadapan dengan struktur

politik dan hukum. Ruang publik merupakan sarana peringatan dini dengan sensor

yang sensitif menangkap persoalan-persoalan dalam masyarakat. Selanjutnya

ruang publik tidak hanya mendeteksi persoalan tetapi juga harus memperkuat

tingkat kemendesakkan dari persoalan-persoalan itu dengan cara merumuskannya,

menyodorkannya, beberapa kemungkinan solusi, bahkan mendramatisasi

persoalan supaya ditangkap oleh otoritas politik. Menurut Habermas, “ruang

publik paling tepat digambarkan sebagai jaringan untuk mengkomunikasikan

informasi dan beberapa cara pandang ... ; arus-arus informasi, dalam prosesnya

disaring dan dipadatkan sedemikian sehingga menggumpal menjadi simpul-

simpul opini publik yang spesifik menurut topiknya.”9 Habermas berharap opini

publik akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam struktur politik

dan hukum yang mapan. Kapasitas ruang publik untuk memberi solusi sendiri

memang terbatas namun kapasitas tersebut dapat digunakan untuk mengawasi 9 Lihat Jürgen Habermas, Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy, Cambridge: MIT Press, 1996 hal 360

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

25

bagaimana sistem politik menangani persoalan-persoalan yang muncul di tengah

masyarakat. 10

Dalam benturannya dengan praktik-praktik rahasia dan birokratis negara

absolut, kemunculan borjuasi perlahan-lahan menggantikan sebuah ruang publik

di mana kekuatan penguasa hanya direpresentasikan di hadapan masyarakat oleh

sebuah ruang yang didalamnya otoritas negara diawasi secara publik lewat

diskursus informatif dan kritis oleh masyarakat.

Habermas meneliti perkembangan kesadaran diri sastra dan politis kaum

borjuasi, juga sekaligus kelahiran novel dan jurnalisme sastra dan politis dan

penyebaran komunitas-komunitas baca, salon-salon, dan kedai-kedai kopi.

“Two years after Pamela appeared on the literary scene the first public

library was founded, book clubs, reading circles and subscription libraries

shot up”11

Habermas mengemukakan kontradiksi antara katalog konstitutif “hak-hak dasar

manusia” dari ruang publik liberal dengan pembatasan de facto-nya terhadap

manusia dari kelas-kelas tertentu. Dia mencatat tegangan-tegangan yang seiring

dengan perkembangan lebih jauh dari kapitalisme sebagai tubuh publik yang

mengembang melampaui borjuasi sehingga juga mencakup kelompok-kelompok

yang secara sistematis tidak diuntungkan oleh cara kerja pasar bebas dan yang

mengupayakan memperoleh regulasi dan kompensasi negara.

Munculnya jalinan antara negara dan masyarakat sejak akhir abad ke-19

sampai abad ke-20 berakibat pada matinya ruang publik liberal. Ruang publik

demokrasi negara kesejahteraan sosial lebih merupakan lapangan kompetisi di

antara kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan, di mana organisasi-

organisasi yang mewakili beraneka ragam konstituen melakukan negosiasi dan

kompromi di antara mereka sendiri dan dengan pejabat-pejabat pemerintahan,

sembari menghilangkan publik dari gerak langkah mereka. Sejak saat itu opini

publik mulai mengemuka, tapi bukan dalam bentuk diskusi publik yang tak

10 Lihat Jürgen Habermas, Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy, Cambridge: MIT Press, 1996 hal 359 11 Jürgen Habermas. The Structural Transformation of the Public Sphere : an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, Cambridge : MIT Press. 1991 p. 51

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

26

terkekang. Karakter dan fungsinya lebih ditandai oleh cara-cara dia disampaikan

dan dilontarkan: riset opini publik, publisitas, kerja humas dan sebagainya. Pers

dan media penyiaran tidak begitu berfungsi sebagai organ-organ informasi dan

perdebatan publik, melainkan sebagai teknologi untuk mengelola konsensus dan

mempromosikan budaya konsumen

Apabila struktur-struktur historis ruang publik liberal mencerminkan

konstelasi khusus kepentingan-kepentingan yang melahirkannya, maka gagasan

yang diklaimnya mewujud yakni merasionalkan otoritas publik di bawah

pengaruh diskusi yang informatif dan kesepakatan rasional yang terlembaga masih

tetap penting bagi teori demokrasi. Di era pasca liberal, ketika model klasik ruang

publik tidak lagi memungkinkan secara sosio politik, maka pertanyaannya

berubah menjadi : dapatkah ruang publik dibangun kembali secara efektif di

bawah kondisi-kondisi sosio ekonomi, politik dan kultural yang sudah berubah se

radikal ini? Atau dengan kata lain mungkinkah demokrasi diwujudkan? Habermas

menjawab pertanyaan ini dengan Teori tindakan komunikatif

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang publik dipahami

sebagai suatu bentuk reaksi dari keadaan di zaman feodal, di mana individu

maupun kelompok dalam masyarakat membentuk opini publik, memberikan

tanggapan langsung terhadap apapun yang menyangkut kepentingan mereka

sambil berusaha mempengaruhi praktik-praktik politik.

Ruang publik kemudian mengalami depolitisasi dan refeodalisasi sebagai

akibat dari perkembangan kapitalisme, komersialisasi, tumbuhnya perusahaan-

perusahaan besar, meningkatnya intervensi negara demi stabilitas ekonomi, dan

meluasnya pengaruh sains serta akal budi instrumental dalam kehidupan sosial.

Dengan tidak memadainya pencerahan sebagai dasar filosofis perjuangan,

Jürgen Habermas mengemukakan teori tindakan komunikatif sebagai landasan

filosofis guna menghidupkan kembali ruang publik.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

BAB 3 RUANG PUBLIK DAN PERPUSTAKAAN

Berbagai komentar tentang informasi dari sejumlah pakar yang sempat

dicatat Frank Webster antara lain berisi bahwa informasi pada zaman sekarang ini

cenderung ternodai, tidak lepas dari campur tangan pihak yang menyajikannya

atau yang mengemasnya sedemikian rupa untuk mendukung suatu posisi, atau

memanipulasinya untuk tujuan tertentu, atau membuatnya menjadi komoditas

yang laku dijual, yang sifatnya menghibur. Dalam versinya yang paling ekstrim,

keadaan di atas dapat dianggap sebagai rusaknya proses demokratisasi akibat

tidak memadainya informasi yang disuguhkan kepada publik karena apabila

masyarakat tidak memperoleh informasi yang handal lalu akan sulit tercapai

masyarakat yang ideal, cerdas, arif dan berpengetahuan luas – demokrasi dalam

pengertian yang sejatinya.1

Cara pandang di atas sejalan dengan konsepsi Habermas tentang ruang

publik yang ditulisnya dalam The Structural Transformation of the Public Sphere

: an inquiry into a category of Bourgeois Society. Dalam buku tersebut disebutkan

bahwa khususnya di Inggris pada abad ke 18 dan 19, berkembangnya kapitalisme

menyebabkan munculnya ruang publik yang kemudian mengalami kemunduran

pada pertengahan dan akhir abad ke dua puluh. Informasi berada pada inti dari

ruang publik ini, di dalamnya para peserta diskursus mengungkapkan posisinya

dalam argumen yang diungkapkan secara eksplisit dan bahwa pandangan mereka

dapat diakses oleh kalangan publik yang luas. Kontributor utama demi tercapainya

tujuan tersebut adalah media komunikasi dan lembaga-lembaga informasi lainnya

seperti perpustakaan dan lembaga statistik.

3.1 Transformasi dan Refeodalisasi Ruang Publik

Mencermati tulisan Habermas tentang ruang publik akan membawa kita ke

pemahaman lebih jelas mengenai dinamika dan arahnya. Menurut Habermas

ruang publik borjuis muncul sebagai akibat dari ciri utama masyarakat kapitalis

pada abad ke-18. Dengan menggunakan kekayaan dan pendidikan yang mereka 1 Lihat Webster, Frank. Theories of the Information Society. London : Routledge, 1995 hal 101

27

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

28

miliki, para pengusaha kapitalis mampu berjuang dan melepaskan

ketergantungannya dari gereja dan negara. Pada awalnya kehidupan publik

didominasi para biarawan dan pihak kerajaan di mana tata krama yang

menggambarkan relasi feodal dipertontonkan dan menjadi topik perhatian sehari-

hari, tetapi para kapitalis-baru berhasil meruntuhkan keadaan tersebut. Ini terjadi

antara lain karena para kapitalis memberikan dukungan ekstra kepada dunia sastra

- teater, kesenian, kedai-kedai kopi, novel dan kritik - dan melalui cara itu

ketergantungan kepada pihak pembimbing (patron) menjadi berkurang dan

memunculkan ruang yang dengan sepenuh hati melakukan kritik yang terpisah

dari kekuasaan tradisional. Menurut pengamatan Habermas, di sini percakapan

berubah menjadi kritik dan kata-kata indah berubah menjadi adu argumen.

Dari arah lain, muncul dukungan yang semakin kuat kepada kebebasan

berbicara dan reformasi parlemen sebagai konsekuensi dari perkembangan pasar.

Karena kapitalisme berkembang dan terkonsolidasi dan juga memperoleh

kebebasan yang lebih besar dari negara, kapitalisme semakin meningkatkan

tuntutan terhadap perubahan negara, paling tidak memperluas perwakilan guna

mendapatkan kebijakan yang secara lebih efektif mendukung ekspansi ekonomi

pasar. Perjuangan mereformasi parlemen, tentunya mencakup juga kebebasan

pers, karena pers merupakan poros roda perjuangan reformasi, supaya kehidupan

politik bisa diawasi oleh publik yang lebih luas. Sebagai contoh adalah

didirikannya Hansard di abad pertengahan 18 untuk memberikan rekaman

prosiding yang akurat di parlemen.

Perjuangan guna membangun surat kabar yang independen mendapat

banyak rintangan dari pihak pemerintah, meskipun demikian usaha tersebut

terbantu oleh biaya produksi yang relatif murah. Melalui cara-cara yang

menggugah pikiran, pers pada abad ke 18 dan 19, tidak saja menyampaikan secara

luas opini, tetapi dengan sepenuh hati memberitakan secara penuh kegiatan

parlemen. Ini merupakan indikasi bahwa terjadi pihak-pihak yang

mengkapanyekan kerjasama antara pers dan pihak-pihak yang mengkampanyekan

reformasi parlemen. Yang paling penting dari gabungan kekuatan ini, tentunya,

adalah matangnya oposisi politis, yang mendorong adu argumen dan debat yang

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

29

dibentuk melalui desakan perkembangan baru, yaitu suatu kebijakan yang bisa

diterima-secara-rasional.

Hasil dari perkembangan tersebut adalah terbentuknya ruang publik

borjuis pada pertengahan abad ke 19. Ciri khas dari ruang publik tersebut adalah

adanya debat terbuka, kupasan kritis, reportase penuh, aksesibilitas yang semakin

meningkat dan kebebasan para peserta di ruang publik dari kepentingan ekonomi

dan kebebasan dari kendali negara. Habermas menekankan bahwa perjuangan

untuk independen dari negara merupakan unsur pokok dari ruang publik borjuis.

Ini berarti kapitalisme awal harus berhadapan dengan negara karena alasan

tersebut, pokok perjuangannya adalah pers bebas, reformasi politis, dan

perwakilan yang lebih besar.

Dalam analisis historisnya lebih lanjut, Habermas menunjukkan ciri-ciri

paradoks ruang publik borjuis yang pada akhirnya mengarah ke refeodalisasi di

sejumlah bidang. Yang pertama memusat di seputar perluasan kapitalisme lanjut.

Habermas mencatat bahwa telah lama terjadi saling penyusupan antara

kepemilikan privat dan ruang publik, dan ia berpendapat bahwa penyusupan

condong ke arah kepemilikan privat selama dekade akhir dari abad ke 19. Seiring

dengan perkembangan kekuatan dan pengaruh kapitalisme, para pendukungnya

bergerak dari tuntutan reformasi menuju pengambilalihan kekuasaan negara dan

menggunakan pengambilalihan kekuasaan itu untuk melanjutkan tujuan mereka.

Habermas tidak bermaksud mengatakan bahwa arah gejala ini

menggambarkan secara langsung kembalinya ke epos sebelumnya. Menurut

pandangannya humas dan budaya lobi-melobi merupakan bukti mencolok dari

unsur-unsur penting ruang publik namun hal tersebut tidak lagi ditujukan pada

usaha memperoleh pengakuan terhadap bidang di mana debat politik harus

dilakukan untuk mendapatkan legitimasi. Apa yang dilakukan humas, ketika

memasuki debat publik adalah menyembunyikan kepentingan yang diwakilinya

(misalnya dengan menyatakan demi ‘kesejahteraan masyarakat’ atau demi

‘kepentingan nasional’), sehingga debat kontemporer tidak lain dari suatu versi

palsu ruang publik. Dalam pengertian itulah Habermas mengadopsi istilah

refeodalisasi, yang artinya ada indikasi tentang cara dimana masalah-masalah

publik menjadi sesuatu yang ditampilkan dari kekuasaan (menggunakan cara yang

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

30

analog dengan yang digunakan kerajaan pada abad pertengahan) bukannya ruang

kompetisi kebijakan–kebijakan dan aneka macam pandangan.

Yang kedua istilah refeodalisasi muncul dari perubahan-perubahan dalam

sistem komunikasi massa. Perlu diingat bahwa komunikasi massa diperlukan demi

efektifitas ruang publik karena media terjadinya memungkinkan penelitian dan

akses luas terhadap masalah-masalah publik. Namun, selama abad ini media

massa telah berkembang menjadi organisasi-organisasi monopoli kapitalis dan

ketika hal itu terjadi, kontribusi utamanya sebagai penyebar informasi handal dari

ruang publik menjadi hilang. Media berubah menjadi alat kepentingan kapitalis,

tidak lagi sebagai penyedia informasi.

Sementara kedua ciri tersebut di atas menggambarkan penyebaran dan

penguatan kekuasaan kapitalisme atas hubungan-hubungan sosial, terdapatlah

sesuatu kelompok yang berusaha menggunakan negara guna mendukung ruang

publik. Kelompok yang melakukan kontribusi penting pada penciptaan dan

penyebaran etos jasa publik di dalam masyarakat modern. Habermas melihat

bahwa sejak masa–masa awalnya ruang publik borjuis telah menyediakan ruang

bagi orang-orang yang menempati suatu posisi di antara pasar dan pemerintah;

yakni, antara ekonomi dan politik; khususnya para profesional seperti para

akademisi, ahli-ahli hukum, para dokter dan sejumlah pegawai negeri. Masih

dapat diperdebatkan bahwa ketika kapitalisme mengkonsolidasikan

cengkeramannya di masyarakat yang lebih luas dan di negara itu sendiri, pada saat

yang sama unsur-unsur signifikan profesi-profesi menggerakkan dukungan negara

untuk menjamin agar ruang publik tidak dirusakkan oleh dominasi kapital.

Habermas menyatakan hal itu khususnya dengan penyiaran di benaknya,

sambil memperlihatkan bahwa industri penyiaran publik didirikan karena kalau

tidak fungsi wartawannya tidak bisa dilindungi secara memuaskan dari

pelanggaran batas fungsi kapitalistiknya. Tetapi argumen bahwa yang demikian

itu merupakan tendensi menuju pengambilalihan oleh kepentingan kapitalis

sehingga memunculkan perlunya keterlibatan negara untuk menjamin

infrastruktur informasi bagi ruang publik yang bergairah dapat diperluas untuk

menjelaskan ciri dari sejumlah institusi penting, seperti perpustakaan-perpustakan

umum, jasa statistik pemerintah, museum-museum dan galeri – galeri seni. Tentu

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

31

saja, etos layanan publik, yang dipahami sebagai harapan yang, dalam ranah

informasi paling sedikit menyajikan informasi dan pengetahuan tanpa memihak

dan netral kepada publik seluas mungkin, terlepas dari kemampuan orang untuk

membayar, dapat dianggap sangat sesuai dengan orientasi yang sangat esensial

pada pemfungsian efektif ruang publik.

Ketika kita membaca sejarah ruang publik Jürgen Habermas, mau tidak

mau kita akan menyimpulkan bahwa masa depannya akan sulit. Tulisan mengenai

perkembangan akhir ruang publik terasa suram: kapitalisme menjadi

pemenangnya, kapasitas pemikiran kritis menjadi minimal, tidak ada ruang riil

untuk ruang publik di zaman konglomerat media trans nasional dan budaya iklan

yang merembes. Sejauh yang berhubungan dengan informasi, perhatian terhadap

pasar yang dijadikan prioritas oleh perusahaan-perusahaan informasi berarti

mendedikasikan produk mereka kepada tujuan membuat penghasilan iklan

maksimum dan mendukung perusahaan kapitalis. Akibatnya, isinya antara lain:

petualangan tindakan, hal-hal yang sepele, sensasionalisme, personalisasi

masalah, perayaan gaya hidup kontemporer. Ini semua, dipromosikan secara

intensif dan berlebihan, menarik dan menjual, tetapi kualitas informasinya tak

berarti. Yang dilakukan tidak lebih (dan tidak kurang) mewajibkan subjek para

pirsawannya secara halus keterarahan terhadap konsumsi secara terus menerus.

Habermas melangkah lebih jauh lagi: sementara ruang publik diperlemah

oleh invansi etika iklan, ia juga dilukai secara mendalam oleh penetrasi humas.

Bagi Habermas, penyusupan humas menandai ditinggalkannya kriteria

rasionalitas yang dulu pernah membentuk argumen publik, kriteria rasionalitas

tersebut sangat kurang di dalam konsensus yang diciptakan oleh cetakan opini

yang canggih yang mereduksi kehidupan politis ke kemegahan yang gemerlapan

sebelum pengikutnya yang tertipu itu siap untuk mengikuti.

Ketika merenungkan keadaannya sekarang, Habermas tak henti-hentinya

nampak muram. Hak pilih bersama barangkali telah membawa masing-masing

kita ke dalam ranah politik, tetapi hak pilih juga mengangkat bidang keunggulan

opini melebihi kualitas argumen nalar. Lebih buruk lagi membobot hak suara

tanpa menilai kevalidan isu, perluasan pada setiap orang akan hak pilih bertepatan

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

32

dengan munculnya propaganda modern, dari sinilah, kemampuan mengelola opini

dalam ruang publik yang dimanufaktur2.

3.2 Komersialisasi Jasa Perpustakaan Umum

Ciri “ruang publik” dari suatu perpustakaan umum dapat diamati dari ciri-

ciri sebagai berikut

1. Ruang publik terbuka bagi siapa saja. Mereka berkumpul dan berbicara

demi kepentingan umum. Perpustakaan umum juga memiliki ciri tersebut

yakni terbuka bagi siapa saja, menyediakan informasi dan mengusahakan

akses. Pengguna perpustakaan bebas berdiskusi demi kepentingan sendiri

maupun kepentingan umum. Selain itu, perpustakaan umum juga

menyediakan buku-buku atau informasi dalam berbagai format untuk

dipinjamkan, dan menyediakan akses terhadap koleksi rujukan, serta

membuka jam buka perpustakaan yang cukup memadai dalam rangka

kualitas layanannya.

2. Kegiatan perpustakaan didanai publik dari hasil pajak daerah maupun

pusat, kendati demikian kegiatannya tidak tergantung ke pada kepentingan

politik. Di Indonesia dana perpustakaan berasal dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Dengan sistem pendanaan tersebut perpustakaan umum

dapat menyediakan layanannya secara cuma-cuma. Undang-undang

Republik Indonesia nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan

memberikan pedoman didalam penyelenggaraan perpustakaan umum guna

tersedianya jasa perpustakaan yang komprehensif dan efisien bagi semua

orang yang ingin memanfaatkannya.

3. Agar tercapai akses terhadap informasi seluas-luasnya dan jasa

peminjaman yang memuaskan, seandainya suatu perpustakaan setempat

tidak memiliki informasi yang dicari pengguna, sistem nasional

peminjaman antar perpustakaan akan memenuhi kebutuhan tersebut.

Bahkan untuk jenis buku terlarang, Perpustakaan Nasional RI dengan

mengacu pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1990 Tentang Serah

2 Lihat Webster, Frank. Theories of the Information Society. London : Routledge, 1995, hal 167

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

33

Simpan Karya Cetak dan karya Rekam serta Peraturan Pemerintah nomor

70 Tahun 1991 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun

1990 masih tetap dapat mengendalikan dan menyimpan koleksi karya

terlarang. Kalangan tertentu yang sangat membutuhkan, misalnya peneliti,

dosen dimungkinkan meminjam koleksi terlarang tersebut.

4. Jaringan perpustakaan diawaki oleh pustakawan profesional yang bisa

menyediakan layanan profesional kepada pengguna, tanpa prasangka dan

motif-motif tersembunyi.

Sejumlah kalangan ikut serta mendukung jasa perpustakaan, mereka

adalah para dermawan, simpatisan, kalangan yang khawatir akan massa yang

kurang terdidik dan berkeinginan meningkatkan angka melek huruf serta

memberikan kesempatan pendidikan melalui penyediaan sumber belajar kepada

mereka-mereka yang kurang beruntung. Betapapun disertai dengan aneka ragam

motif dan aspirasinya, hal yang berada dibalik itu semua adalah konsepsi

pentingnya informasi. Maksudnya adalah perpustakaan umum dibentuk dan

dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa informasi adalah sumberdaya yang

menjadi milik dari setiap orang bukannya komoditas yang mungkin saja

merupakan kepemilikan dan karena itu dapat dimiliki secara pribadi. Karena

informasi dan tentu saja pengetahuan tidak boleh dimiliki secara eksklusif, ia

harus tersedia secara bebas bagi mereka yang ingin mengaksesnya. Konsepsi ini

merupakan konsep inti dari pendirian dan kegiatan sistem perpustakaan. Ini

menjadi pedoman dasar suatu jaringan perpustakaan umum yakni apabila orang

menginginkan informasi mereka selayaknya dibantu untuk memperolehnya

bukannya dipersulit.

Di Indonesia perpustakaan umum belum populer namun telah diminati

sebagian masyarakat. Mereka memiliki anggota yang lumayan banyak. Secara

global dapat dikatakan sistem perpustakaan umum mendapatkan tantangan di segi

filosofis maupun kegiatan rutinnya. Serangan serius dilayangkan atas premis,

informasi harus tetap diperoleh secara cuma-cuma bagi pengguna perpustakaan,

dan kebijakan sejumlah negara misalnya Inggris menekankan agar perpustakaan

menarik bayaran atas jasa mereka. Sejak akhir tahun 1970-an pemerintah negara

tersebut melakukan usaha-usaha untuk mengurangi belanja publik dan

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

34

mempromosikan penerapan mekanisme pasar sebagai sarana penyediaan jasa.

Sebagai konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah dilakukannya pengurangan

dana yang cukup signifikan di lingkungan perpustakaan. Jasa perpustakaan sangat

dibatasi, pembatalan langganan suratkabar, pengurangan langganan jurnal, jam

buka perpustakaan dipersingkat dan secara umum, pengurangan buku di rak

(khususnya buku-buku baru). Pengurangan dana telah mendesak pihak

perpustakaan untuk mencari sumber pendapatan lain. Pustakawan disarankan agar

mencari sumber dana di luar sumberdana rutinnya dan mempertimbangkan apakah

ada kemungkinan mendapatkan dana dari pengguna, sponsor swasta atau bahkan

investasi swasta dalam jasa baru. Sejak itulah muncul kegiatan pemasokan

informasi melalui sponsor swasta dan atas dasar daya tarik pasarnya.

Di Inggris, ketentuan tentang jasa perpustakaan secara cuma-cuma telah

membuat “commercial lending libraries” tidak memiliki kegiatan lagi karena itu

ada desakan untuk mengajukan kembali kriteria komersial dalam pemasokan

informasi. Rekomendasinya yang paling penting adalah pembebanan biaya bagi

pengguna dan pengalihan menuju privatisasi dunia perpustakaan.

Menurut pendapat suatu kalangan masyarakat, (kasus di Inggris), layanan

cuma-cuma perpustakaan dianggap memberi manfaat yang tidak proporsional

kepada mereka yang sebenarnya mampu membeli sendiri bukunya. Sementara

mayoritas publik adalah anggota perpustakaan, dapat diperkirakan bahwa separuh

darinya masuk dalam 20% penduduk yang berlabel kelas menengah. Perpustakaan

juga dituduh tidak hanya melayani kelompok yang berkecukupan, tetapi juga

menjadi kelompok elit, mengangkat perilaku kelompok menengah yang menilai

rendah budaya dari, katakanlah kelas pekerja atau sektor regional. Prasangka ini

terbukti tidak hanya dalam pemilihan rutin literatur yang merupakan literatur

kelas menengah, tetapi juga kadang-kadang tindakan penyensoran bahan

perpustakaan oleh pustakawan contohnya adalah sejumlah perpustakaan

mengeluarkan buku-buku seperti Enid Blyton’s Noddy stories karena buku-buku

tersebut dianggap rasis dan berbau sex. Selain itu, muncul argumen bahwa di

balik retorika jasa publik terbentang kenyataan yang tidak mengenakkan bahwa

pustakawan mengurusi dirinya dengan lebih baik, dengan hanya membelanjakan

16 persen dari anggaran belanjanya untuk buku dan tiga kalinya untuk gaji.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

35

Betapapun semakin baiknya penalaran yang ada, bahwa profesi yang mengurusi

dirinya sendiri dan elit itu dapat dipertanggungjawabkan, tanggungjawab tersebut

tidak kepada publik yang ada sebagai suatu abstraksi, tetapi kepada pengguna

perpustakaan yang, ketika membayar sendiri informasinya, akan menilainya dan

menuntut akuntabilitas kepada yang digaji untuk melaksanakannya.

Frank Webster mencatat kritik masyarakat dalam hubungannya dengan

koleksi cerita fiksi dan biografi yang diminati pengguna yang isinya adalah

mempertanyakan mengapa keinginan pengguna perpustakaan untuk bersantai

mesti disubsidi melalui pengumpulan pajak. apalagi kedua jenis koleksi tersebut

sudah banyak diterbitkan dalam sampul tipis dan sangat murah harganya.

Kritik lainnya berkenaan dengan kebijakan yang kontradiktif yakni ketika

perpustakaan-perpustakaan umum memberi jasa cuma-cuma kepada organisasi

komersial yang memerlukannya. Misalnya ketika suatu perusahaan ingin mencari

bahan-bahan hukum atau keuangan atau mencari literatur kimia sebagai langkah

awal untuk inovasi teknis, hal ini memiliki konsekuensi arti ekonomi untuk bisnis

namun perusahaan-perusahaan tersebut tidak dikenakan biaya ketika

menggunakan sumber daya perpustakaan (dan hal ini bisa cukup luas, menuntut

bantuan profesional untuk menemukan informasi dan juga rujukan kepada bahan-

bahan yang mahal). Para pengritik berpendapat, cukup masuk akal, bahwa

terdapat ketidaktaatasasan dan bahwa biaya seharusnya dikenakan pada

lingkungan tersebut.

Bidang jasa rujukan merupakan bidang yang paling mendekati jasa publik

dan bentuk ideal suatu ruang publik. Gambarannya adalah salah satu perpustakaan

dijadikan gudang besar pengetahuan, akses ke perpustakaan tersebut difasilitasi

oleh pustakawan profesional, dan dibuat atas desakan rasa ingin tahu pengguna,

siswa sekolah yang tekun, kaum otodidak, orang yang ingin maju, atau orang

biasa yang ingin tahu. Tetapi berlawanan dengan gambaran yang menarik ini,

diperoleh fakta bahwa bukan saja jasa rujukan perpustakaan tidak dimanfaatkan

oleh mereka yang berhak (masyarakat yang lebih beruntung mendominasi), tetapi

juga bahwa bahan rujukan hanya menempati 12 sampai 15 persen stok

perpustakaan dan hanya menempati 5 persen pembelian buku tahunan. Karena

sebagian besar pengguna memiliki cukup uang untuk membayar sendiri, dan

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

36

karena jasa rujukan merupakan bagian kecil dari koleksi perpustakaan, maka

masuk akal mengusulkan biaya masuk ke perpustakaan secara harian, dengan

fasilitas kartu abunemen bagi pengguna untuk masa yang lebih panjang.

Tinjauan-tinjauan kritis mengenai perpustakaan umum sejalan dengan

entusiasme akan kemungkinan komersialisasi informasi. The Information

Technology Advisory Panel (ITAP) menulis laporan dengan judul Making a

Business Information. Dalam laporan tersebut dihimbau agar sektor swasta

maupun publik mulai memandang informasi sebagai suatu komoditas komersial,

dan menganjurkan agar usahawan diijinkan merambah ke bidang perpustakaan

dan agar mereka yang sudah ada di dalam hendaknya membuat dirinya menjadi

usahawan. Perpustakaan umum berada di barisan depan yang menerima advis ini.

Pada pokoknya, ITAP memberikan suara mendukung pada trend yang

telah terbentuk, khususnya meluasnya jasa informasi terpasang. Ini sejak semula

bersifat komersial dalam orientasinya, diarahkan secara sengaja untuk pasar

bisnis yang menguntungkan. Pangkalan data terpasang berkembang secara cepat

selama tahun 1980-an, khususnya di luar sistem perpustakaan umum.

Bagaimanapun juga, yang kemudian tentunya menjadi bagian dari revolusi

informasi dan dapat dipahami sangat tertarik untuk memadukan bentuk-bentuk

baru pengiriman informasi kedalam katalog mereka. Masalahnya adalah bahwa

informasi terpasang adalah mahal dan dianggap bukan layanan utama di antara

jasa perpustakaan. Akibatnya, sebagian besar jasa informasi terpasang di

perpustakaan umum dianggap sebagai jasa tambahan di mana pengguna

dikenakan biaya. Ketika revolusi teknologi informasi meningkat, begitu pula

permintaan terhadap jasa informasi berbasis komputer di perpustakaan- dan

dengan ini berarti terjadi penyerapan cepat atas suatu prinsip (pembayaran untuk

informasi) yang bertentangan dengan prinsip utama jasa perpustakaan umum yang

cuma-cuma.

Jelaslah bahwa, meningkatnya tuntutan akan layanan tambahan oleh

masyarakat, pengurangan nyata sumberdaya, inovasi teknologi, dan tinjauan

filosofis yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendasari perpustakaan

umum, suatu konsepsi informasi dan akses terhadap informasi yang berbeda telah

muncul. Dulu informasi dipahami sebagai sumberdaya publik yang harus sama-

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

37

sama digunakan dan secara cuma-cuma, sekarang mulai dipandang sebagai

komoditas yang layak diperdagangkan, yang bisa dibeli dan dijual untuk

konsumsi privat, yang aksesnya tergantung pada biaya. Debat “fee or free”

dimenangkan oleh mereka yang mendukung pengenaan biaya.

Beranggapan bahwa telah terjadi perubahan besar dalam kegiatan

perpustakaan umum tidak seluruhnya benar. Praktik-praktik baru muncul dan

ideologi baru sedang diartikulasikan tetapi pemerintah tetap meniadakan biaya

peminjaman buku, jurnal dan penggunaan bahan-bahan rujukan. Meskipun begitu

pengenaan biaya lambat laun semakin diterima secara luas, yakni dengan

dikenakannya biaya untuk peminjaman antar perpustakaan, untuk peminjaman

bahan-bahan non buku, jasa pemesanan, pengguna perpustakaan dari luar daerah,

jasa fotocopi dan juga informasi berbasis komputer.

Kekhawatiran mendalam dari perkembangan ini adalah bahwa biaya akan

menghalangi mereka-mereka yang kurang mampu dan menyokong orang-orang

yang lebih kaya dan pengguna perpustakaan bisnis. Pengenaan biaya untuk jasa

tak bisa dihindari akan berakibat pada pemberian prioritas lebih kepada pengguna

korporasi daripada warga negara secara perseorangan karena pengguna korporasi

jelas-jelas adalah pasar yang sangat menjanjikan.

Evaluasi negatif apapun terhadap arah gejala baru ini namun yang nampak

adalah biaya riil semakin menurun, pengguna perseorangan sebenarnya dalam

posisi yang menguntungkan untuk memenuhi biaya kebutuhan informasinya

secara langsung. Tentunya, pada 1990-an cara yang paling populer untuk

memperoleh suatu buku adalah melalui pembelian daripada meminjam nya dari

suatu perpustakaan. Di Toko buku hampir menyamai jumlah perpustakaan umum,

semakin banyak judul diterbitkan setiap tahunnya (pada 1986 ada 52,500 judul

baru muncul, pada 1991 ada 68,000), dan paperback telah membuat buku siap

diakses mayoritas luas penduduk. Yang mendukung pada bukti ini adalah

kenaikan lebih dari 30 persen belanja buku selama tahun 1980-an. Dilihat dari

segi ini, perpustakaan umum dapat dianggap sebagai ketinggalan zaman, dulunya

ditujukan untuk menyediakan informasi kepada publik tetapi sekarang dibuat

berlebihan karena adanya perkembangan cara alternatif dalam mendapatkan

informasi.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

38

Ada masalah dengan penalaran ini. Salah satunya adalah pembeli buku

terkonsentrasi berat, dengan lebih dari delapan dari sepuluh pembelian berasal

dari 25% populasi yang terutama di temukan dalam kelas sosial yang lebih tinggi

dengan pendidikan tinggi. Masalah kedua adalah bahwa pembelian buku dan

penggunaan perpustakaan tidak saling eksklusif sangat berlawanan : pengguna

berat perpustakaan adalah juga yang terbanyak yang suka membeli buku. Masalah

ketiga berkaitan dengan jenis buku yang dibeli oleh orang-orang dibandingkan

dengan apa yang ditawarkan di perpustakaan. Sebagian besar dari apa yang dibeli

orang adalah fiksi paperback terutama novel-novel ringan, cerita-cerita horor,

fantasi dan cerita-cerita detektif sementara penjualan non fiksi terutama buku-

buku teka-teki, olahraga dan manual, dan buku-buku DIY (Do IT Yourself) seperti

buku masak dan buku untuk mereparasi. Tidak kelirulah kalau perpustakaan

umum dikritik karena menawarkan terlalu banyak fiksi picisan secara cuma-cuma

tetapi mereka menawarkan jauh lebih dari ini, khususnya dalam ranah karya-karya

rujukan. Penggunaan dari buku-buku ini sangat sulit untuk dihitung karena

mereka tidak bisa dipinjam tetapi kita tahu benar bahwa karya-karya rujukan

standar dari ensiklopedia sampai gazetteers, sumber-sumber statistik sebagai

pedoman bisnis umumnya terlalu mahal dan terlalu sering muncul dalam edisinya

yang baru untuk dibeli oleh pengguna perseorangan. Tanpa perpustakaan umum

sulit membayangkan orang mendapatkan akses pada sumber-sumber seperti who’s

who, buku tahunan mengenai subjek-subjek yang beraneka ragam seperti lembaga

pendidikan, organisasi dermawan dan masalah-masalah politis. Tanpa

perpustakaan umum lingkungan informasi warga negara akan menjadi sangat

miskin.

Laporan yang baru menunjukan bahwa perpustakaan umum di Inggris ada

dalam masa penurunan dengan lebih sedikit buku yang dipinjam sementara

penjualan buku oleh individu berlangsung terus meskipun terjadi resesi. Cultural

Trends menyimpulkan bahwa ini merupakan hasil yang tak terduga dari masalah-

masalah aksesibilitas, waktu tunggu, dan periode peminjaman secara terbatas

bersama dengan stok buku yang statis dan menurun dan pengurangan dalam jam

buka. Dari segi pilihan hanya ada beberapa buku di rak yang ingin dipinjam

pengguna dari perpustakaan umum. Ini merupakan bukti meyakinkan bahwa

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

39

jaringan perpustakaan umum, dipandang sebagai unsur dasar ruang publik, sudah

mulai hilang. Prinsip-prinsip dasar, yang sangat penting akses cuma-cuma dan

jasa komprehensif, sedang ditantang, terancam oleh batasan baru informasi

sebagai sesuatu yang hanya tersedia melalui pasar. Ketika konsepsi ini meningkat

pengaruhnya, akan terlihat kemunduran lebih jauh dari etos jasa publik beroperasi

di perpustakaan dan dengan ini fungsi ruang publiknya dalam bentuk jangkauan

penuh kebutuhan informasi tanpa biaya per satuan-nya.

3.3 Hubungan Antara Ruang Publik dan Perpustakaan

Dari uraian di atas kiranya dapat dilihat hubungan konsep antara ruang

publik dan perpustakaan umum. Hubungan ini sekaligus juga akan

memperlihatkan perbedaan maupun persamaannya.

Ditinjau dari dasar pendirian, ruang publik borjuis bertujuan melakukan

kritik tersendiri yang terpisah dari kekuasaan tradisional. Perpustakaan bertujuan

mempermudah orang memperoleh informasi sehingga memungkinkan orang

untuk belajar seumur hidup.

Sebagai sarana pendukung untuk mencapai tujuan tersebut, para kapitalis

baru memberikan dukungan lebih kepada dunia sastra; yang mencakup teater,

kesenian, kedai-kedai kopi, novel dan kritik. Dengan dukungan tersebut kegiatan-

kegiatan di bidang sastra tidak lagi bersifat eksklusif di lingkungan istana. Bentuk

pendukung lainnya adalah kebebasan berbicara dan reformasi parlemen sebagai

konsekuensi dari perkembangan pasar. Usaha-usaha lain dapat disebut

memperluas perwakilan guna mendapatkan yang secara lebih efektif mendukung

ekspansi ekonomi pasar.

Di dunia perpustakaan umum, sarana pendukung untuk melayani

pengguna secara maksimal adalah melalui jaringan perpustakaan, dan komitmen

untuk melakukan layanan secara cuma-cuma kepada pengguna dengan

menggantungkan dana dari APBN/APBD.

Hubungan antara Ruang Publik dan Perpustakaan akan lebih jelas

digambarkan sebagai berikut

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

40

Ruang Publik Perpustakaan Umum

Dasar

Pendirian

Melakukan kritik tersendiri

terpisah dari kekuasaan

tradisional

Mendukung, mempermudah orang

memperoleh informasi, memungkinkan

orang untuk belajar seumur hidup

Sarana

Pendukung

Dukungan kepada dunia

sastra

Kebebasan berbicara

Reformasi parlemen

Jaringan perpustakaan; Komitmen untuk

melakukan layanan secara cuma-cuma

kepada pengguna dengan

menggantungkan dana dari APBN/APBD

Pemrakarsa Pengusaha kapitalis Negara/pemerintah, masyarakat

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

BAB 4 PERPUSTAKAAN UMUM INDONESIA DARI PERSPEKTIF

RUANG PUBLIK

4.1 Perpustakaan Umum Indonesia sebagai Wahana Belajar

Ruang publik borjuis seperti digambarkan dalam buku The Structural

Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois

Society merupakan suatu arena yang independen dan otonom, yang mengangkat

debat rasional sebagai prosedur untuk menghasilkan opini publik, suatu ruang

yang terbuka yang dapat diakses dan diamati masyarakat luas. Ruang publik

seperti itu dilatarbelakangi oleh perjuangan para pengusaha kapitalis guna

melepaskan ketergantungannya dari gereja dan negara. Sejalan dengan perjuangan

seperti yang tergambar di ruang publik tersebut, Perpustakaan Umum Indonesia

didirikan sebagai wahana belajar seumur hidup bagi pengguna, suatu usaha

membebaskan diri dari ketidaktahuan dan segala dampak yang muncul sebagai

akibatnya. Pertanyaan yang muncul di benak penulis adalah apakah Perpustakaan

Umum Indonesia telah siap menjadi wahana belajar tersebut?

Dalam kegiatan belajar kita mengandaikan adanya orang yang belajar,

bahan yang dipelajari dan tempat belajar. Kegiatan belajar di perpustakaan

melibatkan pengguna, bahan untuk dipelajari, termasuk di dalamnya koleksi

perpustakaan (yang memadai, yang mudah ditemukan kembali ketika dicari atau

diperlukan), dan tempat yang memadai untuk membaca dan berdiskusi. Menurut

hemat penulis, untuk dapat menjadi wahana belajar yang memadai, segala potensi

perpustakaan harus diarahkan demi kemudahan pengguna untuk melaksanakan

kegiatan belajar. Apa sajakah potensi-potensi tersebut?

Dengan menggunakan perspektif ruang publik, potensi pertama yang harus

dimiliki perpustakaan adalah sifatnya yang independen, baik terhadap pemerintah

maupun kekuatan-kekuatan lainnya. Independensi memungkinkan perpustakaan

menyusun program-programnya yang murni untuk kepentingan perpustakaan

tanpa terlalu banyak mendapatkan campur tangan pihak lain termasuk pihak

pemberi dana. Dalam kenyataannya Perpustakaan Umum Indonesia belum

menunjukkan independensi yang seharusnya merupakan ciri suatu perpustakaan,

misalnya kebebasan dalam melakukan rancangan dan pembangunan gedung

41

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

42

perpustakaan, alokasi dana untuk pengembangan koleksi, mebeler, dan sumber

daya manusia, tidak jarang perpustakaan terpaksa menerima saja apapun yang

diberikan badan induknya tanpa ikut serta menentukan kebijakannya. Belum

terlihat keberanian dari para pustakawan untuk menyatakan secara tegas dan lugas

perlunya independensi perpustakaan sejalan dengan prinsip-prinsip

kepustakawanan yang ada1.

Potensi kedua adalah menjadikan perpustakaan sebagai wahana

pemublikkan pemikiran maupun pandangan yang sebelumnya masih bersifat

subjektif yaitu melalui diskursus di perpustakaan. Perpustakaan menempatkan

bahan perpustakaan di rak untuk dibaca, ditanggapi, dijadikan bahan diskusi dan

sebagai pendorong kegiatan mengonstruksi pengetahuan baru. Di perpustakaan

diskursus dapat terjadi dalam dua bentuk yakni diskursus langsung antar para

pengguna perpustakaan misalnya dalam bentuk diskusi, acara bedah buku dan

diskursus tidak langsung misalnya ketika pengguna membaca buku di

perpustakaan dan kemudian menanggapinya dengan tulisan yang berkaitan

dengan bahan yang dibacanya. Patut disayangkan bahwa Perpustakaan Umum

Indonesia jarang sekali dijadikan tempat berdiskursus yang intens guna

menyelesaikan permasalahan di masyarakat misalnya yang menyangkut rasa

ketidakadilan. Sebagai contoh ketika sejumlah karya disensor, perpustakaan tidak

melakukan apapun selain mematuhinya, tanpa ada usaha mengkritisi,

mempermasalahkan antara lain dengan mengangkatnya di forum-forum diskusi

yang diadakan di perpustakaan. Di ruang publik kebijakan pemerintah diubah

menjadi ruang rasional dimana kepentingan publik diutamakan, selayaknya

demikian juga keadaannya di perpustakaan.

Potensi ketiga adalah kesiapan pengguna perpustakaan dan pustakawan

untuk merasionalkan kebijakan-kebijakan, praktik-praktik layanan yang ada

selama ini dan menjadikan kepentingan pengguna sebagai hal utama.

Perpustakaan perlu menyerap, mempertimbangkan dan memenuhi masukan,

kritikan dari masyarakat dan memenuhi tuntutan akuntabilitas publik. Menanggapi

secara positif masukan dan kritikan dari pengguna merupakan salah satu cara

Perpustakaan Umum Indonesia lebih mendekatkan dirinya dengan keinginan 1 Tentang prinsip-prinsip kepustakawanan ini, lihat Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

43

pengguna. Sebagai contoh usaha perpustakaan untuk melakukan pengadaan buku

yang diusulkan pengguna atau menggalang pelibatan mereka dalam pemilihan

buku, kegiatan yang merupakan salah satu item dari SOP (standard operation

procedure) perpustakaan, khususnya Perpustakaan Perguruan Tinggi. Adalah

ironis bahwa masyarakat menghadapi kenyataan yang berupa celah yang besar

antara dana yang diperoleh dan koleksi ataupun layanan yang begitu

memprihatinkan. Mengenai hal tersebut, pustakawan hendaknya melakukan

introspeksi diri dan meningkatkan kinerjanya.

Ditilik dari kenyataan belum dipenuhinya potensi-potensi perpustakaan

sebagai ruang publik sebagaimana disebutkan di atas Perpustakaan Umum

Indonesia rasanya belum benar-benar siap mengemban misinya sebagai wahana

belajar seumur hidup yang menjadi dasar pemikiran didirikannya perpustakaan

umum.

Pada setiap perpustakaan terdapat sejumlah fungsi yang paling mendasar

yakni pengadaan, pengolahan dan penyebarluasan informasi yang terkemas

didalam berbagai format seperti buku, audio-visual, elektronik, mikro. Cara yang

umum ditempuh dalam pengadaan yaitu melalui pembelian, hadiah atau bantuan

dari instansi atau perorangan dan tukar menukar koleksi. Diantara ketiga cara

tersebut yang paling dominan adalah pengadaan koleksi melalui jalur kormesial

yakni pembelian.

Pengolahan bahan perpustakaan merupakan langkah selanjutnya, yang

bertujuan memudahkan menemukan kembali dan melestarikannya. Melestarikan

bukan saja fisik melainkan juga keberadaannya. Pustakawan melakukan hal

tersebut dengan cara mencatatnya. Item yang dicatat, teridentifikasi

keberadaannya kendati wujudnya tidak sedang berada di hadapan kita. Ini lazim

disebut pengawasan bibliografi (bibliograpy control). Temu kembali merupakan

bidang yang paling sentral. Perpustakaan sejak jaman kuno menaruh perhatian

besar pada temu kembali ini dan menciptakan suatu sarana untuk memudahkan

menemukan kembali informasi yang dicari yang disebut katalog. Katalog

mengalami perkembangan baik dari segi format maupun metoda. Kita mengenal

katalog yang tertulis di tablet-tablet tanah liat, lontar dan bahan lainnya. Kita yang

hidup di zaman ini tidak pelak lagi pernah mengenal salah satu dari format katalog

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

44

berikut yakni katalog buku, katalog kartu, COM (computer output on microforms)

maupun katalog terpasang (OPAC = online public accsess catalog). Katalog

tersebut memudahkan kita didalam menemukan kembali informasi, bukan saja

karena katalog menawarkan berbagai titik akses yang membantu kita untuk

menemukan bahan perpustakaan yang kita cari, dan menggambarkan keseluruhan

koleksi yang ada di perpustakaan tersebut, tetapi juga memiliki ciri kolokasi yakni

mengumpulkan bahan perpustakaan dalam subjek yang sama atau berdekatan,

juga mengumpulkan karya yang ditulis oleh pengarang tertentu, yang diterbitkan

penerbit tertentu dan sebagainya. Apabila penempatan bahan perpustakaan

dilakukan secara benar, disertai dengan sarana temu kembali yang handal maka

proses distribusi dan penyebaran informasi bisa berjalan dengan lancar.

Perangkat yang membantu pengguna perpustakaan didalam menemukan

kembali bahan perpustakaan disebut katalog. Hanya sekarang ini ada

kecenderungan pustakawan memberikan perhatian yang terlalu tinggi pada

presentasi, misalnya otomasi perpustakaan dan segala turunannya seperti

peralihan ke e-book, e-journal, juga e-library nampaknya menjadi hal yang lebih

penting dari koleksi perpustakaan, lebih jauh lagi menjadi hal yang lebih penting

dari pengguna perpustakaan itu sendiri. Mengenai hal tersebut penulis masih

condong melihat informasi sebagai suatu entitas yang terdiri atas isi (hakikat) dan

kemasan (tampakan). Dari cara melihat seperti ini, penulis berpendapat bahwa

koleksi elektronik ataupun konvensional perpustakaan, dan juga terotomasi

ataupun manual layanan perpustakaan, keduanya tidak lain dari presentasi

(penyajian) belaka. Tidak krusial mempersoalkan mana yang lebih baik namun

ada manfaatnya menentukan mana yang lebih cocok untuk masyarakat yang

dijadikan target layanan perpustakaan umum, yakni dengan mempertimbangkan

masyarakat dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda dengan budayanya

yang khas.

Menggunakan pijakan berpikir ini, layanan perpustakaan umum tidak

mudah tereduksi ke urusan teknis. Pustakawan dapat melakukan pilihan yang ada

termasuk teknologi yang akan digunakan yang sesuai dengan kebutuhan riil

pengguna. Pustakawan seharusnya tidak perlu merasa malu apabila sarana temu

kembalinya masih menggunakan katalog kartu dan disebut perpustakaan

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

45

konvensional karena hanya mengelola koleksi buku dan jurnal yang semuanya

berupa terbitan cetak asalkan kemasan informasi tersebut adalah yang lebih cocok

untuk masyarakat pengguna yang dilayaninya dan sarana temu kembalinya cukup

efektif. Justru ada kalanya bentuk presentasi layanan tertentu dapat menghambat

aksesibilitas, misalnya OPAC (online public access catalog) di daerah yang

belum memiliki jaringan komputer, keadaan seperti ini membuat fungsi

perpustakaan sebagai ruang publik menjadi berkurang karena terhambatnya

aksesibilitas tersebut.

Untuk lebih memperjelas yang dibahas di awal bab ini yaitu tentang fungsi

perpustakaan umum sebagai wahana belajar, “UU RI No.43 Th. 2007 Tentang

Perpustakaan” dapat kita jadikan acuan. Undang-undang tersebut menegaskan

fungsi dan pengertian perpustakaan sebagai berikut.

Perpustakaan adalah wahana belajar sepanjang hayat yang bertujuan

mengembangkan potensi masyarakat. Perpustakaan merupakan suatu

institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam

secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan

pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para

pemustaka.2

Kalimat kedua dari batasan di atas menurut hemat penulis, lebih

menekankan unsur teknis daripada kepentingan manusia yang dilayaninya.

Perpustakaan nampak lebih berfungsi sebagai suatu entitas teknis bukan wahana

pencerahan manusia Indonesia di dalam membebaskan dirinya dari

keterbelakangan pengetahuannya. Batasan tersebut seharusnya berbunyi,

perpustakaan adalah wahana belajar sepanjang hayat yang bertujuan

mengembangkan potensi masyarakat. Perpustakaan bertujuan memenuhi

kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para

pemustaka dan hal tersebut ditempuh dengan menjadikannya sebagai suatu

institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara

profesional dengan sistem yang baku.

British library memberikan batasan perpustakaan dengan menyertakan

pertimbangan demokratisasi pengetahuan dan pertimbangan bagi kepentingan 2 Indonesia. 2007 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

46

generasi mendatang. Perpustakaan merupakan tempat mengumpulkan dan

mengorganisasikan informasi; tempat menciptakan akses agar pengetahuan jadi

lebih demokratis; dan menyimpan ide-ide yang terekam untuk generasi

mendatang. Batasan versi barunya berbunyi, perpustakaan berfungsi sebagai

pemangku ingatan bangsa (national memory).3 Batasan di atas merupakan bentuk-

bentuk yang diidealkan secara yuridis.

Ketika kita membaca sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan

penjajahan, kita menjadi paham betul bagaimana founding fathers kita tekun

membaca, bahkan juga ketika mereka dalam masa pembuangan. Dari buku-buku

yang mereka tekuni dan kumpulkan tentunya ada yang didapat melalui pembelian,

hadiah, ada juga yang dipinjam dari perpustakaan. Ketekunan membaca

menjadikan mereka matang khususnya di bidang politik, menumbuhkan kesadaran

diri tentang keberadaannya sebagai orang yang terjajah dan mendorong

kemampuan mengkonstruksi cita-cita kemerdekaan. Dalam konteks sekarang ini

kita mendengar sendiri dari para cerdik pandai, pengalaman mereka belajar dan

membaca berjam-jam di perpustakaan. Orang-orang yang berkualitas tersebut,

mampu menghimpun pengetahuan yang ada, menginternalisasikan bahkan

mengkonstruksi pengetahuan baru, dan menggunakannya untuk mencandrakan

keruwetan atau permasalahan yang aktual dan mencoba menemukan solusinya.

Tulisan mereka juga berkaitan dengan kemajuan teknologi maupun budaya.

Mereka mengasah dan mematangkan kemampuan di perpustakaan. Perpustakaan

lantas dipahami sebagai tempat pengembangan potensi masyarakat.

Di lingkungan universitas, perpustakaan diharapkan4

[a] tidak hanya menjadi fasilitas pelengkap. …

[b] menjadi pendorong bagi civitas akademika untuk melakukan

penelitian

3 Disalin dari Hikmat Darmawan, “Perpustakaan sebagai ruang publik”, Ruang Baca Ed 54, Sept Okt 2008 4 Arief Muttaqien, “Membangun Perpustakaan Berbasis Konsep Knowledge Management : Transformasi Menuju Research College dan Perguruan Tinggi Berkualitas Internasional” http://www.lib.ui.ac.id/files/Arip_Muttaqien.pdf 5 juli 2008

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

47

[c] adalah media untuk melakukan ‘transfer informasi’ kepada civitas

akademika. Dengan demikian, civitas akademika makin terasah

kemampuan dan pengetahuannya untuk melakukan penelitian.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan dapat

dipandang sebagai wahana perjuangan, yaitu khususnya perjuangan melawan

ketidaktahuan dan “penjajahan” dalam bentuknya yang khusus yang tidak khasat

mata. Hal ini, menurut hemat penulis, dapat dijadikan dasar filosofis pendirian

dan layanan perpustakaan umum.

Untuk mencapai kinerja yang baik, unsur-unsur sistem perpustakaan

umum harus diber-ada-kan, digerakkan dan berproses menggunakan dasar

filosofis tersebut. Unsur yang dimaksud adalah pengguna perpustakaan,

sumberdaya manusia perpustakawan dan koleksi perpustakaan,. Dengan

mengadopsi bagan the information framework dari Doyle5, kita bisa

menggambarkan kerangka kerja perpustakaan, yang meliputi bagaimana bahan

perpustakaan diproses melalui tahap analisis sebelum dapat dikendalikan, yaitu

bagaimana bahan perpustakaan dapat ditempatkan secara benar dan dilengkapi

dengan sarana untuk menemukannya kembali ketika jumlah koleksi sudah cukup

banyak; hal itu dilakukan agar bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh

pengguna. Pengguna merupakan unsur yang paling utama dari sistem

perpustakaan tersebut. Dengan mendasarkan pada dasar filosofis wahana belajar

sepanjang hayat dan wahana perjuangan, pengguna perpustakaan jelas-jelas

dijadikan aktor sentral.

Mendasarkan pada tiga ciri ruang publik yang disebut Stephen Carr6 yaitu

responsif, demokratis, dan bermakna, perpustakaan sebagai ruang publik

sewajarnya juga responsif, demokratis dan bermakna. Salah satu sikap responsif

yang seharusnya dimiliki perpustakaan adalah sikapnya terhadap sensor.

Mengenai hal ini akan dibahas di sub bagian tersendiri. Cerminan sikap kurang

responsif juga terlihat dari perilaku pustakawan yang membiarkan buku-buku baru

menumpuk di suatu ruangan, tidak segera diolah karena menunggu dana proyek.

Pengolahan buku (yang sebenarnya masuk kategori kegiatan rutin) ditunda

dilakukan hanya karena mengharapkan remunerasi tambahan dari proyek, 5 Lihat Lauren B. Doyle, Information Retrieaval and Processing, 1975, Los Angeles: Melville 6Carr, Stephen. (1992) Public Space. Van Nostrand Reinhold Company, New York ….

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

48

meskipun pengguna sangat memerlukan dan telah beberapa kali menanyakan

keberadaan buku yang dibutuhkannya.

Ditolaknya orang yang bukan anggota masuk ke perpustakaan (ini sering

terjadi khususnya pada perpustakaan perguran tinggi), yang acapkali

menyebabkan terjadinya adu mulut antara pengguna dan pustakawan, dan juga

perlakuan berbeda kepada mahasiswa strata 1 dan strata 0 mengenai jumlah buku

yang boleh dipinjam (juga khas pada perpustakaan perguruan tinggi)

menunjukkan perilaku tidak demokratisnya pustakawan didalam melayani

anggotanya.

Kurang bermaknanya perpustakaan juga menjadi salah satu alasan

mengapa perpustakaan sebagai ruang publik tidak perlu dan tidak banyak

dikunjungi publik. Sering kita dengar perguruan tinggi tertentu mencetak

lulusannya baik pada strata S0 maupun S1 tanpa ketersediaan perpustakaan yang

memadai.7 Ini berarti ada kemungkinan mahasiswa hanya mendasarkan pada

catatan dari dosen atau mereka memanfaatkan jasa perpustakaan dari

Perpustakaan Umum setempat atau perpustakaan universitas lainnya. Seandainya

hal yang disebut ke dua ini yang terjadi tentu hanya kepada mahasiswa tertentu

saja yakni mereka yang ingin mengejar prestasi akademis atau yang mencintai

pengetahuan lebih daripada nilai akademis, jadi tentu tidak kepada semuanya.

Kalau mereka bisa lulus tanpa perpustakaan maka perpustakaan menjadi tidak

bermakna. Sistem pendidikan yang menjejali para mahasiswa dengan pengetahuan

dan menuntut mahasiswa mereproduksi pengetahuan yang ditelannya tentunya

kurang mengangkat peran perpustakaan dalam proses belajar di perguruan tinggi.

Karena itu jelas, sistem pendidikan berperan besar dalam mengangkat

menurunkan peran perpustakaan. Sistem pendidikan yang mengajak para

mahasiswa melakukan riset, mengkritisi dan mengkonstruksi pengetahuan akan

menempatkan perpustakaan dalam perannya yang sangat sentral. Bahkan dapat

dikatakan bahwa perpustakaan adalah jantungnya perguruan tinggi.

7 Koleksi untuk bidang filsafat baik di perpustakaan tingkat fakultas (FIB UI) maupun tingkat universitas (UI) sangat memprihatinkan dibandingkan dengan koleksi di STF Driyarkara. Keadaan ini diatasi dengan cara para dosen maupun mahasiswa mengumpulkan sendiri buku-buku yang diperlukan di perpustakaan pribadinya. Suatu cara yang boros dan tidak efektif untuk pendidikan filsafat di mana membaca buku merupakan kegiatan sentral.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

49

Coba kita lihat perpustakaan DPR RI yang sepi pengunjung itu, ini

menunjukkan kepada kita bahwa perdebatan-perdebatan yang ada di ruang

parlemen termasuk yang dilakukan oleh pansus (panitia khusus), besar

kemungkinan tidak didahului dengan studi di perpustakaan. Padahal perpustakaan

diharapkan akan memasok informasi yang memadai yang membuat setiap peserta

diskusi cerdas dan memahami permasalahan yang diperdebatkan dan memahami

juga latar belakang yang menjadi argumen pihak lawan. Frank Webster

menyatakan, “Information is at the core of this public sphere, the presumption

being that within it actors make clear their positions in explisit argument and that

their views are also made available to the wider public that it may have full

access to the procedure.”8 Dalam hal ini perpustakaan DPR berfungsi sebagai

tempat disimpannya dokumentasi hasil-hasil diskusi dan sekaligus bahan mentah

diskusi yang seharusnya diakses oleh baik anggota DPR itu sendiri maupun

masyarakat luas. Adanya sumber informasi lain seperti internet, media massa dan

sebagainya mungkin menjadi andalan bagi mereka didalam memperoleh informasi

yang diperlukan. Maka sudah saatnya perpustakaan melakukan penyesuaian

layanan kepada siapa layanan tersebut ditujukan. Barangkali kepada anggota

dewan diperlukan presentasi layanan yang cocok untuk mereka maka otomasi

menjadi hal penting di sini tetapi tentu saja tidak untuk setiap perpustakaan.

Sekarang ini di Indonesia sudah menggejala orang awam (bukan

pustakawan profesional) membentuk perpustakaan (pribadi); tidak jarang orang

tersebut menjajakan keliling serta meminjamkannya secara cuma-cuma karena

didorong oleh keprihatinan melihat keadaan masyarakat di sekitarnya yang tidak

mengenal buku. Orang tersebut hidup dan menghidupi “perpustakaannya” tidak

secara langsung melalui jasa perpustakaan, tetapi dari kegiatan lain misalnya jasa

sewa komputer atau dari donasi pihak yang bersimpati. Semangat mengangkat

pengguna perpustakaan sebagai sesuatu yang sentral ini, yang ditunjukkan oleh

orang-orang tersebut selayaknya dijadikan inspirasi bagi pustakawan (profesional)

Indonesia dalam bekerja.

8 Frank Webster, 1995, Theories of the Information Society, London : Routledge, p 102

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

50

Keberadaan perpustakaan memang sangat diperlukan, namun muncul

pertanyaan mengapa perpustakaan sepi pengunjung? Tentang hal tersebut tulisan

berikut ini kami kutip9

[a] Secara internal, ... sebagian besar perpustakaan hanya berisi tumpukan

buku-buku tua, lusuh dan berdebu.

[b] pelayanan perpustakaan ... dianggap kurang cepat dan kooperatif.

[c] Faktor eksternal, ...jika dulu orang harus berkutat di perpustakaan

mencari buku, jurnal dan koran. Namun sekarang terjadi transformasi

yang sangat signifikan, yaitu ... adanya internet.

[d] Faktor tersebut harus disadari oleh pustakawan. Pustakawan dituntut

untuk dapat menciptakan sistem perpustakaan yang memudahkan

pengunjung. Bila dulu perpustakaan lebih berkonsentrasi pada

penyediaan informasi secara fisik dalam bentuk dokumen cetak.

Namun sekarang, fungsi tersebut berubah. Perpustakaan dituntut

untuk dapat memberikan informasi dalam waktu singkat dan akurat.

[e] Paradigma yang seharusnya dimiliki pustakawan sekarang adalah

kepuasan terhadap konsumen.

Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa alasan tidak populernya

perpustakaan adalah segi kelemahan dari perpustakaan itu sendiri seperti koleksi

yang tidak memadai, lambatnya layanan dan sikap tidak kooperatif dari

pustakawan atau dengan kata lain layanan yang tidak berorientasi kepada

pengguna. Sekarang ini kerap ditemui kegiatan mempromosikan perpustakaan

melalui kampanye peningkatan gemar membaca. Menurut hemat penulis,

kampanye promosi perpustakaan untuk mengajak masyarakat gemar membaca

umumnya hanya mengedepankan suatu bentuk retorika. Tentunya bentuk promosi

akan lebih efektif kalau dananya digunakan untuk penambahan koleksi karena

membaca merupakan kebutuhan dasar manusia dalam usaha membebaskan

dirinya dari kungkungan ketidaktahuan, maka ketersediaan bahan bacaan yang

lengkap sudah cukup menjadi salah satu bentuk pendorong kepada pengguna

mengunjungi perpustakaan dan sebagai promosi layanan perpustakaan. Sebagai

9 Arief Muttaqien, “Membangun Perpustakaan Berbasis Konsep Knowledge Management : Transformasi Menuju Research College dan Perguruan Tinggi Berkualitas Internasional” http://www.lib.ui.ac.id/files/Arip_Muttaqien.pdf 5 juli 2008

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

51

contoh perpustakaan Kolsani di Yogyakarta tidak pernah melakukan promosi

secara khusus tetapi tidak pernah sepi pengunjung karena terkenal memiliki

koleksi bidang filsafat yang cukup lengkap.

Perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat artinya tidak

mengenal batasan usia; tiadanya prasyarat untuk mengakses wahana tersebut.

Untuk bisa berfungsi sebagai wahana belajar seperti itu, perpustakaan tidak boleh

membatasi penggunanya dari segi usia. Kendala teknis pengelolaan perpustakaan

umum Indonesia tidak begitu signifikan kecuali di daerah-daerah yang sangat

terpencil di mana tidak terdapat tenaga pengelola yang mengenyam pendidikan

perpustakaan. Kendala teknis baru dianggap signifikan apabila digunakan tolok

ukur sistem kepustakawanan negara Barat; kendala diartikan sebagai

ketidaktaatazasan terhadap konvensi-konvensi yang dibangun bertahun-tahun di

negara Barat (misalnya kepiawaian menggunakan Dewey Decimal Classification;

dan kepatuhan terhadap aturan standar Anglo American Cataloging Rules, aneka

Lists of Subject Headings dan standar-standar lainnya). Kendala tersebut

seharusnya tidak usah terjadi, namun hal tersebut muncul justru sebagai akibat

model belajar di lingkungan pendidikan perpustakaan yang tidak mengembangkan

peserta didik untuk berkembang mandiri, sehingga bisa mengkonstruksi

pengetahuan baru termasuk sistem perpustakaan yang paling sesuai dengan

budaya setempat.

Menurut Vygotsky, “ontogeny does not recapitulate phylogeny,”

perkembangan individu tidak sekedar menjiplak atau mengikuti jejak

perkembangan kebudayaan. Pembelajar dengan seluruh kekayaan

intramental (dan intermental) yang dimilikinya mampu secara kreatif

mengonstruksi pengetahuan baru, menciptakan budaya-budaya baru,

termasuk metode-metode baru dalam mengonstruksi pengetahuan.10

Dampak dari model belajar yang tidak mengarah ke ko-konstruksi alias

menjiplak ini menampak pada fenomena penerjemahan mentah-mentah pedoman-

pedoman hasil konvensi pustakawan-pustakawan negara Barat yang kemudian

10 Dikutip dari : A. Supratiknya, Tantangan psikologi (di Indonesia): bukan unifikasi, melainkan kontekstualisasi. Pidato pengukuhan Jabatan Guru besar pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Hal 32

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

52

dipaksakan digunakan oleh masyarakat Indonesia. Termasuk di dalamnya kode

etik pustakawan Indonesia yang isi dan semangatnya seakan hasil copy paste dari

code of ethics of American Library Association. Padahal kode etik mestinya

cerminan dari budaya setempat. Tidak mengherankan bahwa layanan perpustakan

menjadi tidak menyentuh dan asing bagi penggunanya (masyarakat Indonesia).

Putu11 dalam tulisannya mempertanyakan kenapa Perpustakaan Umum

Indonesia yang memiliki ciri-ciri ruang publik tidak populer bagi publik bahkan

menjadi institusi elit. Dia mencari jawabnya dengan melihat bagaimana

kebudayaan melihat pengetahuan; ternyata ada dualisme dalam sistem

pengetahuan masyarakat Indonesia. Menurut Putu, walau bagaimana pun selalu

ada pola yang sama, yaitu:

kaum elit berupaya memompakan pengetahuan ke desa-desa. Di jaman kolonial,

pola ini sangat sistematis dijalankan oleh penguasa Belanda. Penyebaran

pengetahuan ala kolonial ini tidaklah merata, dan justru menimbulkan

kesenjangan, sehingga muncullah fenomena cendekiawan kota, cendekiawan

daerah dan cendekiawan pedesaan. Dalam kondisi budaya seperti di atas-lah

perpustakaan dan kepustakawanan Indonesia ditumbuh-kembangkan. Putu

menambahkan, intervensi pemerintah pada perpustakaan umum tidak hanya dalam

pembangunan fisik gedung perpustakaan (yang memang tidak bisa dilakukan

pihak lain), tetapi juga berkembang menjadi intervensi dalam segala pola

pengembangan perpustakaan. Tidak ada bukti bahwa perpustakaan umum

merupakan "ruang publik" yang dapat mencermati dan mengritik kerja

pemerintah. Sebaliknya, terdapat banyak bukti bahwa rekayasa sosial untuk

memperkenalkan perpustakaan di Indonesia memakai model rekayasa modernisasi

model kolonial.

Uraian di atas menggambarkan kepada kita betapa besar celah antara cita-

cita perpustakaan umum dan kenyataan yang ada; perpustakaan umum sebagai

wahana belajar sepanjang hayat dan wahana perjuangan melawan kebodohan

belum terwujud dan dimanfaatkan maksimal karena kekurangan dari pihak

perpustakaan itu sendiri.

11 Pendit, Putu Laxman. “Bisakah Perpustakaan Umum Menjadi Ruang Publik?” http://kepustakawanan.blogspot.com/2007/02/bisakah-perpustakaan-umum-menjadi-ruang.html

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

53

4.2 Diskursus Dalam Perpustakaan

Kesadaran saja tidak dapat menjadi kriteria keberlakuan universal sebuah

norma moral. Menurut Habermas, apakah sebuah norma dapat diperlakukan

secara universal hanya dapat dipastikan melalui diskursus di mana semua yang

bersangkutan terlibat. Itulah inti diskursus. Diskursus adalah, perbincangan

bersama di mana semua yang bersangkutan boleh ikut, tanpa ada tekanan apapun.

Etika diskursus adalah metode untuk memastikan kembali arti norma-norma

moral yang dipertanyakan. Etika diskursus mau menjawab pertanyaan “apa yang

adil?” Habermas juga memperlihatkan bahwa orang yang betul-betul mau

menemukan apa yang adil dan bersikap terbuka, artinya yang masih bersedia

belajar, dan bukannya datang dengan pandangan yang sudah harga mati, dengan

sendirinya akan menyetujui aturan diskursus12

Etika diskursus perlu diangkat di ranah perpustakaan dalam mencapai

kesepakatan di lingkungan perpustakaan. Pustakawan tidak selayaknya menjadi

anak manis yang patuh begitu saja kepada kemauan pihak penguasa/pemberi dana

tanpa menggunakan dasar rasionalitas. Mestinya pustakawan mengedepankan

kepentingan pengguna. Pustakawan akan mempersoalkan tindakan penyensoran di

lingkungannya dengan mendasarkan pada kebebasan intelektual atau dengan

mengedepankan rasa keadilan; tidak begitu saja menyerahkan bahan perpustakaan

yang disensor ke pada pihak penyensor.

Diskursus antara pustakawan dan pengguna perpustakaan maupun

masyarakat luas harus tercermin dalam antara lain pedoman-pedoman yang

dihasilkan oleh pustakawan dipublikasikan secara luas. Misalnya pengelompokan

bidang-bidang ilmu di dalam Dewey Decimal Classification, penggunaan Daftar-

Daftar Tajuk Subjek, Anglo American Cataloguing Rules dan pedoman-pedoman

lain hendaknya tidak hanya terbatas pada pustakawan tetapi juga dibuka kepada

masyarakat untuk memberikan komentar sehingga penggunaan dari pedoman-

pedoman tersebut dapat dilakukan semaksimal mungkin.

Perpustakaan umum mengedepankan diskursus sebagai sarana mencari apa

yang adil; perpustakaan umum juga berfungsi sebagai tempat diskursus bukan

hanya antar pengguna tetapi juga antara pengguna dengan opini / informasi yang 12 Frans Magnis-Suseno, “75 Tahun Jürgen Habermas” dalam Basis no 11-12, tahun ke 53, Nov-Des 2004 hal 10, 11

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

54

terkemas di dalam buku atau media lainnya. Kesadaran akan fungsinya sebagai

tempat yang dapat memfasilitasi terjadinya diskursus antar berbagai pihak,

perpustakaan bisa membantu memecahkan masalah-masalah publik, misalnya

dengan menyediakan ruang diskusi, menyelenggarakan kegiatan diskusi,

menyediakan sarana untuk mengakses informasi misalnya katalog & bibliografi.

Dalam katalog dan bibliografi ada fungsi kolokasi artinya fungsi mengumpulkan

karya dalam subjek sejenis, mengumpulkan karya-karya oleh pengarang tertentu,

atau yang diterbitkan oleh suatu penerbit atau yang diterbitkan dalam tahun

tertentu. Ini membantu pengguna didalam mengakses informasi secara

komprehensif. Diskursus tidak langsung dapat dilakukan antara pengguna dengan

buku yang nantinya akan menghasilkan tulisan baru yang kemungkinan akan

ditanggapi lagi oleh si penulis buku pertama atau oleh orang lain. Para

pustakawan perpustakaan umum tidak jarang karena menginginkan ketenangan di

ruang perpustakaan melarang pengguna berisik di ruang perpustakaan tanpa

menyadari adanya kebutuhan bagi pengguna untuk melakukan diskusi di ruang

tersebut. Pustakawan seharusnya memikirkan perlunya suatu ruang diskusi yang

tidak menggangu pengguna lainnya.

Perpustakaan menyediakan dan menyebarluaskan informasi yang

diperlukan untuk dialog publik, menyediakan akses pada informasi ke

pemerintahan dan menjadi tempat berkumpulnya komunitas untuk berbagi

kepentingan dan perhatian. Dalam buku Libraries & Democracy: The

Cornerstones of Liberty ditegaskan pentingnya perpustakaan di dalam mendukung

demokrasi sebagai berikut

Democracies need libraries. An informed public constitutes the very

foundation of a democracy; after all, democracies are about discourse—

discourse among the people. If a free society is to survive, it must ensure

the preservation of its records and provide free and open access to this

information to all its citizens. It must ensure that citizens have the

resources to develop the information literacy skills necessary to participate

in the democratic process. It must allow unfettered dialogue and guarantee

freedom of expression. Libraries deepen the foundation of democracy in

our communities. Libraries are for everyone, everywhere. They provide

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

55

safe spaces for public dialogue. They disseminate information so the

public can participate in the processes of governance. They provide access

to government information so that the public can monitor the work of its

elected officials and benefit from the data collected and distributed by

public policy makers. They serve as gathering places for the community to

share interests and concerns. They provide opportunities for citizens to

develop the skills needed to gain access to information of all kinds and to

put information to effective use. Ultimately, discourse among informed

citizens assures civil society…13

Sebagai pendukung dialog publik yakni lembaga penyedia dan

penyebarluasan informasi, perpustakaan melakukannya melalui 4 proses

[a] Sosialisasi yakni proses transfer informasi di antara pengguna

perpustakaan melalui percakapan, diskusi; transfer dari tacit

knowledge ke tacit knowledge14.

[b] Eksternalisasi, yaitu transfer dari tacit ke explicit knowledge15. Ini

terjadi ketika pengguna perpustakaan datang ke sana untuk menulis

artikel, skripsi atau buku.

[c] Kombinasi merupakan transfer dari explicit knowledge ke explicit

knowledge misalnya ketika pustakawan menyusun bibliografi atau

ketika pengguna menyiapkan diri membuat tinjauan buku.

[d] Internalisasi adalah transfer dari explicit ke tacit knowledge. Misalnya,

ketika pengguna perpustakaan membaca buku, jurnal atau bahan

perpustakaan lainnya.

Kegiatan transfer pengetahuan tersebut difasilitasi perpustakaan dengan

adanya kegiatan penyusunan katalog, bibliografi dan indeks. Kegiatan tersebut

masuk di dalam kategori bibliographic control yakni kegiatan mengendalikan

terbitan atau bahan terekam agar bisa diketahui keberadaannya baik entitasnya

maupun lokasinya. Di tingkat nasional, kegiatan bibliographic control sebenarnya 13 Libraries & Democracy: The Cornerstones of Liberty, hal v 14 Tacit knowledge adalah pengetahuan yang ada dalam kepala manusia. Ia bersifat personal, prosedural, kacau, soft (lunak), tersimpan di otak, informal dan biasanya tentang kecakapan atau ketrampilan 15 Explicit knowledge adalah pengetahuan manusia yang berada di luar kepalanya. Bentuknya bisa berupa dokumen, buku, jurnal dan lain-lain. Sifat dari explicit knowledge adalah tercetak dalam kode-kode, deklaratif, formal dan hard

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

56

merupakan salah satu fungsi utama bagi Perpustakaan Nasional RI namun

sayangnya justru fungsi yang penting ini tidak populer atau tidak dijadikan

prioritas utama oleh institusi tersebut.

4.3 Transformasi Dalam Pendanaan di Perpustakaan

Layanan berbasis biaya merupakan gejala yang signifikan pada

perpustakaan umum yang dideskripsikan oleh Frank Webster dengan mengambil

kasus di Inggris;16 ada dua kubu yang bertentangan, kelompok anti komersialisasi

dengan argumennya komersialisasi merintangi kelompok miskin di masyarakat

untuk memperoleh akses dan dengan demikian mengurangi ciri kepublikan

layanan perpustakaan umum, sedang kelompok pendukung komersialisasi

mempertanyakan pengguna-organisasi yang memperoleh layanan secara cuma-

cuma; sepantasnya organisasi tersebut membayar karena informasi yang diperoleh

secara gratis di perpustakaan umum bisa memiliki nilai ekonomi tinggi.

Kelompok yang disebut kemudian juga menganggap perpustakaan umum sebagai

institusi yang bertindak berlebihan ketika menyediakan bahan perpustakaan yang

sebenarnya penggunanya dapat memperolehnya secara murah di toko-toko buku

yang tersedia di mana-mana; terbitan paperback yang murah harganya tersedia

juga di toko buku.

Keadaan seperti digambarkan di atas kurang relevan dengan keadaan di

Indonesia, di mana sebagian besar masyarakat masih harus bergulat dengan

kebutuhan primer (sandang pangan) dan belum memiliki dana cukup untuk

pembelian buku. Meskipun demikian ada kecenderungan perpustakaan di

Indonesia bertindak ke arah komersialisasi layanan; menghimpun dana dari

masyarakat penggunanya tanpa dasar hukum yang kuat (mis. menarik dari

pengguna biaya foto copy yang sering kali lebih mahal dari biaya foto copy di

luar perpustakaan; menarik biaya penelusuran informasi, dsb.). Di sinilah

diperlukan perhatian pemerintah untuk tetap berpihak kepada pengguna

perpustakaan dengan tetap mengusahakan dana bagi berlangsungnya kegiatan

perpustakaan.

16 Lihat Frank Webster, 1995, Theories of the Information Society, London : Routledge, p 111 - 116

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

57

Di Indonesia sangat jarang terjadi komunikasi antara pengguna dan pihak

pengelola perpustakaan (pustakawan ; pejabat dari badan induk yang berhubungan

dengan keberadaan perpustakaan). Pengguna sepantasnya dikondisikan sebagai

pihak yang ikut serta menentukan koleksi apa saja yang harus diadakan di

perpustakaan; besarnya dana yang harus dikucurkan ke perpustakaan dan

mengaudit penggunaannya. Yang terjadi adalah pengguna dianggap sebagai pihak

yang harus menerima keadaan apapun bahkan tidak jarang dijadikan objek, alat

untuk mencapai tujuan tertentu; dan umumnya bukan tujuan yang mengarah ke

kepentingan pengguna.17 Suatu yang mirip pada proses refeodalisasi pada ruang

publik.

4.4 Pendanaan dan Layanan Perpustakaan Umum Indonesia

Perpustakaan Umum Indonesia memang didanai oleh pemerintah namun

tidak berarti bahwa pemerintah mesti harus melakukan kontrol ketat kepada

perpustakaan. Di Indonesia dana perpustakaan umum diperoleh dari APBN

(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) maupun APBD (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah) tetapi di dalam kegiatannya perpustakaan

idealnya tetap independen terhadap pemerintah maupun kekuatan-kekuatan

lainnya. Cerminan dari sikap ini bisa kita lihat dari tidak adanya perlakuan

deskriminatif terhadap pengguna perpustakaan. Siapa saja bisa menggunakan

perpustakaan umum. Selain dari hal tersebut, di perpustakaan terdapat kebebasan

di dalam kegiatan pengadaan bahan perpustakaan dan kepada siapa bahan

perpustakaan dapat dipinjamkan.

Perpustakaan idealnya menjadi tempat yang memadai untuk semua pihak

setiap orang bebas menyampaikan pendapatnya dalam suatu diskusi atau

diskursus, tempat untuk mencapai konsensus untuk sesuatu yang lebih baik,

sesuatu yang melampaui kebaikan dari persepsi masing-masing peserta diskursus.

Seperti diskusi yang terjadi di kedai-kedai minum yang dijelaskan Habermas, di

perpustakaan hendaknya diusahakan agar kebebasan bicara, berkumpul dan

17 Ada yang menggunakan dana perpustakaan untuk keperluan di luar kegiatan perpustakaan misalnya perjalanan dinas; ada yang memanfaatkan diskon pembelian buku; menekankan pencitraan secara berlebihan dan melupakan pembelian buku; mengalihkan ke e-book dengan biaya yang sangat tinggi yang sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh segelintir pengguna.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

58

berpartisipasi dalam debat politik atau debat lainnya dijunjung tinggi.

Perpustakaan juga berfungsi menyediakan bahan informasi sehingga masing-

masing peserta diskusi benar-benar paham mengenai permasalahan yang sedang

menjadi perhatian mereka. Dalam pengertian ini perpustakaan berfungsi

meningkatkan kualitas pemahaman peserta diskursus dan sekaligus memperjelas

bahan yang didiskursuskan.

Hikmat Darmawan18, dalam tulisannya tentang perpustakaan sebagai

ruang publik menyatakan, “… perpustakaan menjadi sebuah wahana

membangun kesadaran publik- sesuatu yang secara gawat sedang hilang di

kehidupan bermasyarakat kita… Berpikir dalam sudut pandang publik berarti

berpikir melampaui batas-batas kepentingan individu- (sebisa mungkin) tanpa

mengorbankan individualitas.

Pendapat Hikmat Darmawan ini perlu diberikan catatan. Dari perspektif

Habermas, RUU yang adalah produk kebijakan untuk publik tidak serta merta

bersifat publik sejauh itu bukan hasil suatu diskursus yang melampaui

kepentingan dari masing-masing pihak.

Jaringan perpustakaan dapat dianggap mencerminkan suatu ruang publik

karena cirinya yang mirip dengan unsur-unsur ruang publik. Informasi disediakan

bagi siapa saja, akses dijamin tanpa adanya biaya yang dibebankan kepada

pengguna dan dilakukan kapan saja. Jaringan perpustakaan ditangani oleh

pustakawan profesional yang menyediakan jasa pakar kepada pengguna sebagai

jasa publik, tanpa prasangka terhadap orang-orang dan tanpa motif tersembunyi.

Masyarakat yang dilayani perpustakaan umum mempunyai hak yang sama

untuk [a]memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas

perpustakaan [b]mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan [c]mendirikan

dan/atau menyelenggarakan perpustakaan [d]berperan serta dalam pengawasan

dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan. Masyarakat di daerah

terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak

memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan

keterbatasan masing-masing

18 Hikmat Darmawan, “Perpustakaan sebagai Ruang Publik”, Ruang Baca Ed 54, Sept Okt 2008

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

59

Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan

dikembangkan sesuai dengan kepentingan pengguna. Pengembangan koleksi

perpustakaan dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Koleksi

nasional diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk nasional dan

didistribusikan oleh Perpustakaan nasional. Koleksi nasional yang berada di

daerah diinventarisasikan, diterbitkan dalam bentuk katalog induk daerah (KID)

dan didistribusikan oleh perpustakaan umum provinsi dengan memperhatikan

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

Ciri di atas paling tidak merupakan sebagian dari ciri ruang publik

sebagaimana telah diungkapkan oleh Fank Webster,

“The upshot of such developments was the formation of the bourgeois

public sphere by the mid nineteenth century with its characteristic features

of open debate, critical scrutiny, full reportage, increased accessibility,

and independence of actors from crude economic interest as well as from

state control. “19

Ciri kepublikan dari ruang publik seperti dijelaskan di atas pantas untuk

dijadikan sebagai dasar filosofis bagi kegiatan suatu perpustakaan umum.

Ruang publik terdiri atas organ-organ penyedia informasi dan perdebatan

politis seperti surat kabar dan jurnal; lembaga-lembaga diskusi politis seperti

parlemen, klub-klub politik, klub-klub sastra, perkumpulan-perkumpulan publik,

rumah minum dan warung kopi, balaikota, dan tempat-tempat publik lainnya

yang menjadi ruang terjadinya diskusi sosial politik. Perpustakaan umum

seyogyanya menyediakan satu ruang khusus yang digunakan untuk berdiskusi.

Fenomena yang sering terjadi di ruang baca adalah adanya meja baca dalam

bentuk study carrell yang dimaksudkan untuk kebutuhan baca individual dan meja

panjang yang disediakan agar para pengguna perpustakaan dapat berdiskusi.

Meskipun begitu pustakawan seringkali tidak menyadari ini seperti halnya kasus

di perpustakaan Perpumda DKI (Perpustakaan Umum Daerah DKI) yang selalu

mengingatkan agar pengunjung tidak berisik. Tindakan yang kontradiktif dengan

fungsi dari penyediaan mebeler perpustakaan tersebut.

19 Webster, Frank. Theories of The Information Society. London : Routledge, 1995 hal 103

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

60

Perpustakaan umum sebagai ruang publik dapat dipahami sebagai tempat

di mana informasi dapat digali termasuk didalamnya informasi hasil perdebatan

publik di DPR dan forum lainnya yang tersimpan sebagai prosiding, laporan

diskusi maupun buku. Jadi di perpustakaan informasi disediakan atau

disebarluaskan kepada publik pengguna perpustakaan. Atau dengan kata lain di

perpustakaanlah Publik memperoleh akses terhadap informasi

…Habermas points to paradoxical features of the bourgois public sphere

which led ultimately to what he calls its refeudalisation in some areas. The

first centres around the continuing aggrandisement of capitalism… A

second, related, expression of refeudalisation comes from changes within

the system of mass communications. …The media’s function changes as

they increasingly become arms of capitalist interest, shifting towards a role

of public opinion former and away from that of information provider.20

Refeudalisation yang menampak pada sejarah ruang publik gejalanya

dapat dirasakan juga di dunia perpustakaan. Contoh yang paling mudah dilihat

adalah eksistensi dari perpustakaan British Council, American Cultural Center

yang pernah beroperasi di Indonesia yang menyediakan koleksi karya-karya hasil

budaya negara masing-masing (termasuk didalamnya politik dan kebijakan

negaranya), dan tidak menyajikan informasi yang berimbang bagi masyarakat

pemakainya. Keadaan di atas membuat sifat kepublikan menjadi hilang karena

membatasi akses pengguna dari informasi dengan cara membatasi koleksi

perpustakaan hanya pada publikasi mengenai negaranya dan publikasi dari

negaranya. Perpustakaan umum yang mengedepankan kepentingan pemerintah

dan instansi perpustakaan sendiri melebihi kepentingan kliennya juga dapat kita

kategorikan sebagai ruang iklan.

Perpustakaan umum memiliki ruang fisik yang berupa gedung

perpustakaan yang kadang kala cukup megah. Di tempat tersebut segenap lapisan

masyarakat baik dewasa maupun anak-anak dengan tanpa membeda-bedakan

tingkat pendidikan, gender, ras bisa memanfaatkannya. Mereka bisa mengakses

informasi, mendiskusikan dan berdebat tentang hal-hal yang penting dalam hidup

20 Frank Webster, 1995, Theories of the Information Society, London : Routledge, p 103

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

61

mereka. Mereka selain dapat memperoleh informasi, dapat mengembangkan

pendidikannya dalam konsep pendidikan seumur hidup.

Namun dalam kenyataannya Perpustakaan umum Indonesia bukanlah

gambaran ideal seperti di atas. Menurut Putu Laksman Pendit Perpustakaan

Umum Indonesia adalah "lembaga pemerintah", dan sama sekali bukan tempat

populer bagi anggota masyarakat untuk mendiskusikan hal-hal penting dalam

hidup mereka. Selain itu, Perpustakaan Umum Indonesia sama sekali tidak

berkaitan dengan "opini non-pemerintah". Sulit membayangkan pegawai-pegawai

negeri yang mengelola perpustakaan umum itu memiliki visi dan misi non-

pemerintah. Apalagi kemudian mereka juga tidak sepenuhnya melaksanakan

fungsi-fungsi pustakawan, melainkan lebih sebagai administrator atau birokrat.

Selanjutnya oleh Putu dipertanyakan kalau memang Perpustakaan Umum

Indonesia bukan ruang publik, ruang apakah sebenarnya ia? Mengapa kata

"umum" yang melekat di nama institusi ini tidak sertamerta dapat diartikan

sebagai "publik" dalam pemikiran Habermas?21

Perpustakaan umum menyediakan pengetahuan-pengetahuan yang dapat

dimanfaatkan oleh siapa pun juga yang hendak berkunjung, namun dalam

kenyatannya kebanyakan perpustakaan umum Indonesia tidak populer untuk

semua lapisan, lebih mirip institusi elit atau institusi untuk anggota kelas tertentu

di masyarakat.22

4.5 Penyensoran di Perpustakaan Umum Indonesia

Dengan mendasarkan pada intellectual freedom, sikap pustakawan

Amerika terhadap penyensoran tercermin dalam salah satu pernyataannya dalam

American Library Association’s code of ethics : “We uphold the principles of

intellectual freedom and resist all efforts to censor library resources.” Dalam

sejumlah tulisan pernah didiskripsikan bagaimana pustakawan berjuang melawan

21 Putu Laksman Pendit, “Bisakah Perpustakaan Umum Menjadi Ruang Publik?” http://kepustakawanan.blogspot.com/2007/02/bisakah-perpustakaan-umum-menjadi-ruang.html 22 Tentang hal tersebut lihat Putu Laksman Pendit, “Bisakah Perpustakaan Umum Menjadi Ruang Publik?” http://kepustakawanan.blogspot.com/2007/02/bisakah-perpustakaan-umum-menjadi-ruang.html

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

62

dan berargumentasi dengan pihak penyensor. Hal seperti ini belum pernah

terdengar di Perpustakaan Umum Indonesia, meskipun pernyataan sikap yang

sama ada juga di kode etik pustakawan Indonesia.23

Habermas melihat bahwa ruang publik ialah wilayah sosial yang bebas

dari adanya sensor dan dominasi. Di Indonesia khususnya di era pemerintahan

Soeharto praktik pelarangan buku sangat marak. Yang dimaksud dengan

pelarangan buku adalah pelarangan untuk tidak beredarnya sesuatu buku di

seluruh wilayah hukum negara Republik Indonesia. Konsekuensi dari pelarangan

ini adalah bahwa buku tertentu yang dilarang beredar tidak boleh disimpan,

dimiliki, diperedarkan, maupun diperdagangkan oleh siapapun dan oleh lembaga

apapun di Indonesia, terkecuali pihak-pihak yang diberi wewenang oleh

pemerintah.

Keadaan di atas menyebabkan potensi bagi perpustakaan untuk melakukan

pengawasan bibliografi dan melengkapi koleksinya menjadi tidak maksimal

sedangkan bagi perpustakaan yang sudah mengoleksi bahan perpustakaan

terlarang menjadi berkurang koleksinya karena perpustakaan dilarang menyimpan

bahan-bahan tersebut. Hal ini terjadi karena bahan-bahan tersebut harus

dikumpulkan sesuai surat pelarangan untuk kemudian dimusnahkan.

Pihak-pihak yang pernah melakukan pelarangan di Indonesia adalah Raja,

Militer, Kejaksaan Agung, Depertemen Agama, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Pengadilan Agama, Departemen Dalam Negeri dan Kelompok

Pendesak. 24

Pustakawan tidak berdaya menghadapi fenomena penyensoran tersebut

sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa banyak pustakawan tidak memahami

dasar filosofis yang memadai untuk menentang hal tersebut. Pengetahuan handal

yang mereka miliki pada umumnya adalah pengetahuan teknis pengelolaan

perpustakaan. Pengetahuan teknis pengelolan perpustakaan yang dimaksudkan di

sini antara lain kemampuan pengadaan bahan perpustakaan misalnya pemilihan 23 Dalam kuliah profesi informasi, penulis pernah mencoba menjajarkan kedua kode etik yakni American Library Association’s code of ethics dan kode etik pustakawan Indonesia dengan temuan bahwa kode etik pustakawan sepertinya hanya alih bahasa dari ALA’s code of ethics tidak ada sesuatu yang lain yang seharusnya muncul seiring dengan perbedaan kedua lingkungan budaya. 24 Lihat Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991 hal. 118

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

63

dan pemesanan bahan perpustakaan, kemampuan pengolahan yang meliputi

pengaturan bahan perpustakaan di rak dan penyusunan sarana temu kembali serta

administrasi peminjaman.

Sebenarnya kalau kita menengok kode etik pustakawan ada satu

pernyataan yang dapat dijadikan dasar bagi pustakawan untuk bertindak yakni

“Pustakawan memegang prinsip kebebasan intelektual dan menjauhkan diri dari

usaha sensor sumber bahan perpustakaan dan informasi”. Agaknya kode etik

pustakawan tidak dihayati secara mendalam bahkan menurut hemat penulis

penyusunan kode etik tersebut tidak didasarkan pada pengalaman hidup

pustakawan Indonesia melainkan mengadopsi kode etik dari American Library

Association. Seorang pengurus Ikatan pustakawan Indonesia bahkan mengatakan

bahwa kegiatan pembahasan mengenai kode etik menjadi agenda yang dianggap

kurang penting dan kurang dilakukan secara serius. Pertanyaannya adalah apakah

memang pokok-pokok yang dimunculkan di dalam kode etik tersebut sifatnya

universal ataukah ketiadaan usaha dari pustakawan Indonesia untuk menggali

pengalaman hidup manusia Indonesia dan memilih menyusun kode etik dengan

cara mudah yakni melakukan adopsi dari kode etik pustakawan negara lain.

Dakwaan di atas bukan hanya diarahkan kepada kode etik pustakawan

Indonesia melainkan juga kepada hampir seluruh praktik kepustakawanan di

Indonesia. Apakah pustakawan Indonesia melakukan praktik kepustakawanan atas

dasar pengalaman hidup manusia Indonesia ataukah hanya adopsi praktik

kepustakawanan negara maju. Menurut hemat penulis permasalahan mendasar

seperti ini tidak pernah diteliti dan digali.

Fenomena maraknya penyensoran menyebabkan perpustakaan umum

Indonesia didalam memberikan informasi kepada pengguna atau masyarakat tidak

bisa maksimal. Dampaknya adalah bahwa masyarakat menjadi sulit mencapai

tingkatan masyarakat yang ideal, paham, dan cerdas.

Sikap perpustakaan umum Indonesia terhadap penyensoran tentunya

sejalan dengan sikap Ikatan Pustakawan Indonesia. Istilah Ikatan Pustakawan

Indonesia inipun tidak lazim; di negara lain digunakan Library Association

(Inggris), American Library Association (Amerika Serikat), Nihon Toshokan

Kyokai (Asosiasi Perpustakaan) (Jepang). Mengapa ikatan pustakawan dan bukan

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

64

ikatan perpustakaan kiranya menarik untuk dikaji. Sikap IPI terhadap sensor dapat

tercermin dari pernyataannya di dalam kode etik pustakawan Indonesia

sebagaimana telah disinggung di atas.

Di Indonesia bahan-bahan perpustakaan yang masuk kategori dilarang

tidak boleh dikoleksi atau disimpan di perpustakaan. Salah satu pengecualian

adalah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Dengan dasar sebagai

perpustakaan deposit, Perpustakaan Nasional RI memiliki dasar hukum untuk

tetap bisa menyimpan bahan perpustakaan sekalipun tergolong kategori bahan

perpustakaan terlarang. Di dalam konsideran pada Undang-undang No4 Tahun

1990 Tentang Serah-Simpan Karya Cetak dan karya Rekam dinyatakan sebagai

berikut

a. bahwa Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan

nasional

b. bahwa karya cetak dan karya rekam merupakan salah satu hasil

budaya bangsa yang sangat penting dalam menunjang pembangunan

nasional pada umumnya, khususnya pembangunan pendidikan,

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian dan

penyebaran informasi serta pelestarian kekayaan budaya bangsa yang

berdasarkan Pancasila

c. bahwa dalam rangka pemanfaatan hasil budaya bangsa tersebut, karya

cetak dan karya rekam perlu dihimpun, disimpan, dipelihara, dan

dilestarikan di suatu tempat tertentu sebagai koleksi nasional

d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu

menetapkan Undang-undang tentang Serah-Simpan Karya Cetak dan

Karya Rekam

Jadi tugas penyimpanan dan pelestarian bagi Perpustakaan Nasional RI

dapat membebaskan Perpustakaan Nasional dari aturan sensor. Tugas dan fungsi

perpustakaan nasional antara lain mengendalikan segala terbitan yang diterbitkan

di Indonesia dan mengenai Indonesia. Karena tugas dan fungsi ini Perpustakaan

Nasional RI terbebaskan dari praktik penyensoran. Badan tersebut tetap bisa

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

65

menyimpan atau mengoleksi bahan-bahan perpustakaan yang dilarang atau

disensor karena tugas dan fungsinya.

4.6 Pembusukan di Lingkungan Perpustakaan Umum Indonesia

Usaha-usaha mulia yang diperjuangkan pustakawan Indonesia seperti

misalnya menempatkan posisi perpustakaan ke eselon yang lebih tinggi telah

membuahkan hasil. Hasil dari peningkatan eselon tersebut adalah pengucuran

dana ke perpustakaan yang semakin besar seiring dengan program-program yang

diusulkan. Hasil lainnya adalah peningkatan kesejahteraan pustakawan melalui

tunjangan jabatan fungsional pustakawan.

Sangat disayangkan peningkatan eselonisasi yang antara lain

membuahkan tambahan dana untuk kegiatan perpustakaan dan fungsional

pustakawan tidak serta merta mengangkat kualitas layanan perpustakaan sebagai

ruang publik. Perpustakaan belum merupakan tempat favorit bagi publik untuk

berkumpul, berdiskusi dan menambah pengetahuannya. Dari informasi yang

berhasil penulis kumpulkan masih ada distorsi terhadap pengelolaan perpustakaan

yang barangkali merupakan penyebab dari ketidakpopuleran perpustakaan, yakni

a. Pungutan liar yakni tanpa memiliki dasar hukum, mis. menarik biaya

penelusuran padahal perpustakaan telah memberikan dana untuk hal

tersebut dari badan induknya, biaya foto copy jauh melebihi biaya foto

copy yang umum misalnya untuk koleksi disertasi dan tesis dengan

alasan mengurangi tingkat penjiplakan, biaya keanggotaan.

b. Penempatan prioritas yang tidak berpihak ke pada pengguna, mis.

menggunakan dana yang sangat besar untuk mempercantik

perpustakaan, untuk otomasi sementara menunda/ melupakan sama

sekali penambahan koleksi, mengalihkan ke e-book tanpa

memperhatikan kondisi pengguna sehingga berakibat pada sangat

rendahnya penggunaannya

c. Menggunakan dana perpustakaan untuk keperluan di luar kegiatan

perpustakaan, misalnya untuk perjalanan dinas; menyelenggarakan

program pelatihan-pelatihan tanpa menyesuaikan dengan perencanaan

sumber daya manusia sehingga pada akhirnya orang yang sudah

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

66

dilatih pengelolaan perpustakaan ditempatkan di unit kerja lain, suatu

pemborosan dana yang luar biasa besarnya

d. Penyelewengan dana perpustakaan dengan membuat koleksi fiktif,

koleksi dipinjam dari perpustakaan lain hanya untuk keperluan

peresmian perpustakaan kemudian nantinya dikembalikan lagi ke

perpustakaan kepadanya koleksi dipinjam.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah kita mendalami ruang publik Habermas yang mengidealkan suatu

ruang partisipatif emansipatoris dan intersubjektif, maka semestinya konsep-

konsep dan nilai-nilai penting yang sudah diangkat Habermas itu dapat pula

diadopsi dan diterapkan dalam konsep dan pelayanan perpustakaan umum. Dalam

kaitan dengan itu ingin penulis garis bawahi beberapa elemen berikut.

Pertama, ruang publik borjuis merupakan arena dimana di dalamnya kaum

borjuis berjuang membebaskan diri mereka dari ketergantungan gereja dan

negara. Semangat yang senada mestinya juga ada dan menjadi jiwa setiap

pengguna perpustakaan, yakni suatu bentuk perjuangan untuk membebaskan diri

dari kebodohan, minimnya pengetahuan agar mereka terbebas dari semua dampak

negatifnya.

Kedua, ruang publik merupakan lahan pelatihan bagi sebuah refleksi kritis

publik, demikian juga halnya perpustakaan. Konkritnya adalah ketika pengguna

mengikuti diskusi misalnya diskusi mengenai bedah buku di perpustakaan atau

membaca bahan-bahan yang tersedia di koleksi, termasuk juga ketika melakukan

diskursus mengenai masalah-masalah yang ada, mereka melaksanakan refleksi

juga. Meskipun menurut sejumlah pakar, cara berdiskursus semacam ini sangat

bersifat subjektif; sama halnya dengan melakukan sololiqui, penulis berpendapat

bahwa sifat subjektif itu dapat dikurangi, ketika pengguna perpustakaan

menuliskan hasil dari diskursus tersebut atau berdiskusi secara kritis terhadap apa

yang mereka baca itu.

Namun, dalam kenyataannya sering kita temui orang membaca untuk

ngangsu kawruh (dalam pengertian mencari pengetahuan yang bersifat searah dari

sumber data ke pada penerima, feeding), dengan kata lain pendekatan satu arah,

bersifat pasif, dan memperlakukan diri sendiri sebagai pihak yang menerima.

Kalau seperti itu yang terjadi maka perpustakaan tentu gagal menjadi tempat

refleksi kritis publik.

67

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

68

Sejumlah pengguna perpustakaan membaca guna memperoleh informasi

atau bahan yang diperlukan untuk tulisannya. Tentunya ada prosedur yang harus

diikuti ketika mereka mengambil ide atau menggunakan hasil penelitian orang

lain. Melawan prosedur tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.

Pelanggaran hak cipta berdampak negatif pada perpustakaan. Ketika hak cipta

dilanggar muncullah kerugian di pihak pencipta, yang mengakibatkan

menurunnya gairah menulis, yang selanjutnya dapat mengurangi produk tulisan;

Keadaan ini berdampak negatif pada ketersediaan pilihan aneka ragam tulisan

untuk disimpan di perpustakaan. Idealnya pengetahuan dari hasil jerih payah

orang lain yang ditimba melalui perpustakaan tidak dijiplak, melainkan diolah

kembali atau didayagunakan bahkan dikembangkan lebih lanjut dan diungkapkan

baik secara lisan maupun tulisan. Bila demikian yang terjadi bahan perpustakaan

akan semakin beragam.

Informasi berada pada inti dari ruang publik. Ketika peserta melakukan

diskursus di ruang publik, ia mengungkapkan posisinya dalam argumen eksplisit

dan bahwa pandangan mereka dapat diakses oleh publik yang luas. Hal tersebut

terjadi tentunya tidak lepas dari peran media komunikasi dan lembaga-lembaga

informasi lainnya seperti perpustakaan dan lembaga statistik.

Namun persebaran dan akses informasi terganggu ketika munculnya

sensor. Penghapusan lembaga sensor, menandai tahapan baru dalam

perkembangan ruang publik. Tindakan penghapusan lembaga sensor

memungkinkan arus argumentasi rasional kritis masuk ke dalam pers dan dengan

mengizinkan pers berkembang menjadi suatu instrumen otonom memungkinkan

keputusan-keputusan politis dapat dibawa ke hadapan forum publik yang baru.

Dengan kata lain pers berfungsi sebagai pengolah informasi argumentasi rasional

kritis yang kemudian menyebarluaskannya kepada publik. Dalam ruang publik

peran pers yang mandiri membuat spektrum ruang publik menjadi lebih luas.

Fungsi pengadaan, dan penyebaran informasi pada suatu perpustakaan

idealnya tidak diganggu oleh adanya sensor. Di Indonesia khususnya di zaman

orde baru penyensoran sangat marak sehingga pantas mendapat perlawanan.

Bentuk perlawanan terhadap sensor itu ironisnya tidak nampak di perpustakaan,

yang ada adalah sikap kepatuhan yang ditunjukkan perpustakaan-perpustakaan

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

69

termasuk Perpustakaan Umum Indonesia. Satu hal yang menyelamatkan bahan

yang disensor adalah fungsi deposit dari Perpustakaan Nasional RI yang

membebaskan perpustakaan tersebut dari jeratan sensor. Namun sangat

disayangkan bahwa prosedur yang diterapkan dalam mekanisme penggunaan

bahan perpustakaan yang tersensor tersebut begitu ketat sehingga membuat

tingkat pemanfaatannya menjadi sangat rendah.

Berbicara mengenai organ informasi lain yakni pers, transformasi di

bidang tersebut menunjukkan fenomena baru. Dari institusi yang semata-mata

mempublikasikan berita, pers mulai menjadi pembawa dan pemimpin opini

publik, sekaligus instrumen bagi arena pertempuran partai politik. Keadaan seperti

ini analog dengan otomasi perpustakaan yang dulunya sebagai sarana guna

meningkatkan layanan perpustakaan kemudian berubah menjadi pemegang

otoritas utama di perpustakaan. Sebagai ilustrasi lihat keputusan tentang

penggunaan e-book, e-journal yang sangat dipengaruhi oleh roh otomasi yang

mengalahkan pertimbangan latar belakang budaya, pendidikan dan ekonomi dari

pengguna perpustakaan yang dilayaninya.

Di pihak lain, hal yang menguntungkan adalah konsep e-library memiliki

ciri aksesibilitas penuh yang mengatasi kendala waktu dan tempat. Namun dalam

kenyataannya hal itu masih memiliki aspek negatif yakni ada aturan yang

membatasi pengguna dalam mengaksesnya misalnya melalui keharusan

menggunakan password, dan lain-lain. Selain itu tidak jarang layanannya

menuntut biaya ekstra dari penggunanya.

Penonjolan pengguna sebagai elemen utama dalam sistem perpustakaan

merupakan hal penting dalam rangka usaha emansipatoris yang akan

membebaskan perpustakaan dari kungkungan hal-hal teknis dan perpustakaan

sebagai alat penguasa.

Kompetensi komunikatif Pustakawan Indonesia sangat mendesak untuk

ditingkatkan. Untuk hal tersebut teori komunikasi Habermas kiranya dapat

membantu kita. Habermas mencoba menghubungan rasionalitas dan bahasa

dengan mengatakan bahwa rasionalitas sudah tertanam dalam struktur bahasa

sendiri. Begitu seseorang masuk dalam suatu pembicaraan, ia, dengan sendirinya

mengajukan empat tuntutan: tuntutan kejelasan yakni ia dapat mengungkapkan

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

70

dengan tepat apa yang ia maksud; tuntutan kebenaran (truth claim), kejujuran

pembicara (claim to veracity) dan ketepatan atau kepantasannya (claim to

rightness). Rasionalitas seperti tersebut di atas selayaknya menjadi pedoman bagi

pustakawan untuk berkomunikasi.

Habermas berpendapat bahwa proses perkembangan sebuah masyarakat

terjadi melalui proses-proses belajar dalam dua dimensi, yakni dimensi kognitif-

teknis dan moral-komunikatif. Suatu tambahan pengetahuan kognitif dan teknis

hanya bisa menghasilkan perkembangan dalam hubungan antara manusia dan

dalam kerangka institusional masyarakat sesudah terjadi proses dalam dimensi

moral-komunikatif.

5.2 Saran

Kinerja perpustakaan sebagai wahana belajar seumur hidup dapat

ditingkatkan melalui penyediaan sarana tambahan, misalnya ruang diskusi yang

disertai dengan jadwal kegiatannya. Fasilitas tersebut pantas disediakan apabila

kita tidak ingin memberi kesan perpustakaan sekedar gudang buku. Peningkatan

kinerja juga bisa dilakukan dengan menentukan urutan prioritas dengan

menyertakan pertimbangan, membedakan inti dari pendukung. Dalam lingkup

perpustakaan, menurut hemat penulis, koleksi bahan perpustakaan hendaknya

tetap dijadikan prioritas utama disamping sarana pendukung dan asesoris lainnya.

Pertimbangan nilai guna dan manfaat dapat dijadikan dasar guna pemilihan bahan

perpustakaan yang harus diadakan di perpustakaan dengan mengangkat tinggi-

tinggi bentuk partisipatif dari pengguna. Salah satu bentuk partisipatif dari

pengguna perpustakaan misalnya mengajak mereka untuk ikut serta menentukan

bahan perpustakaan yang akan dibeli. Secara normatif hal tersebut sudah menjadi

bagian dari sistem perpustakaan, namun aplikasinya di lapangan masih penulis

ragukan.

Rendahnya kualitas layanan perpustakaan akibat sistem sensor harus

ditanggulangi dengan mengadakan perlawanan terhadap sensor. Argumen

kebebasan berekspresi dan fungsi perpustakaan sebagai pelestari budaya

sebaiknya digunakan. Pada masa lalu yakni pada zaman orde baru praktik

penyensoran mengalami intensitas tinggi. Pada saat itu pustakawan Indonesia

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

71

tidak melakukan perlawanan sama sekali. Seharusnya dengan melakukan

perlawanan terhadap sensor, akibat negatif dari sensor dapat dikurangi, dengan

kata lain hanya bahan perpustakaan yang betul-betul layak disensor yang akan

dikeluarkan dari jajaran koleksi. Berhubungan dengan bahan perpustakaan yang

disensor ini, bahan tersebut tetap tersimpan di Perpustakaan Nasional RI karena

perpustakaan tersebut memiliki fungsi deposit, penulis mengusulkan agar

prosedur penggunaan bahan-bahan perpustakaan yang tersensor dibuat lebih

sederhana supaya lebih banyak kalangan tidak terkendala lagi ketika harus

menggunakannya.

Dari uraian yang dijelaskan pada bab sebelumnya, terlihat bahwa tidak

populernya perpustakaan adalah disebabkan oleh kekurangan atau kelemahan

yang ada pada perpustakaan itu sendiri. Misalnya terbatasnya koleksi sehingga

pengguna tidak terpuaskan ketika mengunjunginya. Faktor lain yang bisa

dikemukakan adalah sejarah yang menjadi latar belakang dari pendiriannya.

Perpustakaan Umum Indonesia tidak tumbuh karena kemauan masyarakat tetapi

berasal dari otoritas penguasa. Dunia perpustakaan idealnya tumbuh dan

berkembang sebagai akibat dari kesadaran diri para pendidik, pustakawan, dan

masyarakat yang peduli kepada tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia.

Tumbuh dan berkembangnya perpustakaan bukan disebabkan atau didasarkan atas

tindakan peniruan kebiasaan budaya yang ada di negara barat.

Negara dan kekuatan-kekuatan lainnya diharapkan mendukung pendanaan

yang diperlukan perpustakaan umum, namun dengan tetap menjaga independensi

perpustakaan. Di lingkungan pendidikan misalnya, perpustakaan dijadikan salah

satu prasyarat pendirian suatu perguruan tinggi namun apabila segenap civitas

akademika perguruan tinggi tersebut tidak menghiraukannya dan tidak

menggunakannya secara maksimal, maka keberadaan perpustakaan perguruan

tinggi lalu hanya merupakan asesoris belaka. Penggunaan perpustakaan secara

tidak maksimal seperti di atas terjadi juga di perpustakaan khusus, perpustakaan

umum dan perpustakaan lainnya. Anggapan perpustakaan sebagai sesuatu yang

tidak sentral ini sudah berlangsung terus menerus sehingga perkembangan

perpustakaan tidak pesat dan ironisnya keadaan seperti ini tidak dipandang

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

72

sebagai masalah krusial di masyarakat kita yang perlu segera ditindaklanjuti.

Perpustakaan didirikan hanya sebagai pelengkap.

Sudah menjadi suatu fenomena yang kita lihat sehari-hari bahwa sumber

daya manusia (sdm) perpustakaan bukan dipilihkan dari sdm yang terbaik,

malahan sejumlah instansi masih menganggapnya sebagai tempat penampungan

kelebihan atau pemutasian pegawai dari unit kerja lainnya. Bisa ditambahkan

sebagai faktor yang menjadi kelemahan perpustakaan yaitu lingkungan

pendidikan perpustakaan yang masih menerapkan cara belajar yang lebih

mengedepankan reproduksi bahan yang dipelajarinya dari pada menyiapkan para

peserta didik untuk memiliki kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru.

Pendidikan yang semacam itu tidak membuat peserta didiknya cerdas tetapi hanya

membuat mereka memiliki kemampun mengulang kembali praktik, kebiasaan

yang telah dilakukan bertahun-tahun dan juga mempertahankan bentuk-bentuk

konvensi perpustakaan negara barat tanpa adanya kemampuan untuk

mengkritisinya.

Titik kelemahan lain lagi dari institusi perpustakaan adalah belum

dijadikannya pengguna sebagai unsur sentral dari perpustakaan-sebagai-sistem-

informasi, bahkan tidak jarang mereka diperlakukan sebagai sarana untuk

mencapai tujuan tertentu. Misalnya untuk mendapatkan dana yang kadangkala

tidak ada kepentingannya sama sekali dengan pengguna. Melihat kelemahan-

kelamahan perpustakaan seperti dijelaskan di atas, perpustakaan umum perlu

menggarisbawahi fungsinya sebagai wadah perjuangan melawan segala macam

bentuk penjajahan, termasuk di dalamnya kebodohan. Fungsi tersebut hendaknya

diangkat sebagai dasar filosofis suatu layanan perpustakaan umum.

Akhir-akhir ini gencar diadakan kampanye minat baca dengan

menghubung-hubungkan sepinya perpustakaan dengan rendahnya tingkat minat

baca masyarakat. Dan selanjutnya para pustakawan beranggapan minat baca

sebagai sesuatu yang sifatnya ekstrinsik dari luar diri pengguna perpustakaan

yang mudah untuk diubah atau ditingkatkan antara lain melalui iklan, padahal

menurut hemat penulis tidak demikian. Oleh karena itu usaha menjelaskan

persoalan kurang maksimalnya penggunaan perpustakaan dengan menuduh

rendahnya minat baca pengguna sebagai penyebabnya tidaklah tepat. Yang perlu

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

73

dilakukan perpustakaan di dalam mengatasi citra buruknya adalah introspeksi diri

guna mencandrakan kelemahan-kelemahan yang ada dan berusaha menemukan

solusinya.

Dengan menjadikan pengguna sebagai unsur sentral dari sistem

perpustakaan, langkah penting yang perlu dilakukan adalah mengarahkan segala

potensi untuk sebesar-besarnya manfaat bagi pengguna. Keinginan orang untuk

berkembang dan maju, serta lepas dari segala yang mengungkungnya sudah

instrinsik pada manusia itu sendiri. Perpustakaan tinggal memfasilitasi keinginan

tersebut dan melibatkan mereka. Perpustakaan selayaknya menyiapkan diri

sedemikian rupa agar layak menjadi wahana perjuangan bagi penggunanya untuk

melawan kebodohan dan melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan.

Akhirulkalam, sebagai saran disampaikan agar pemerintah tetap konsisten

menyediakan anggaran yang cukup untuk terselenggaranya kegiatan perpustakaan

umum sehingga fenomena komersialisasi layanannya dapat dicegah. Dengan

demikian pemerintah ikut serta mendukung ciri kepublikan perpustakaan.

Perpustakaan perlu dibuat mandiri dan diharapkan bertindak mengedepankan

kepentingan masyarakat pengguna di atas kepentingan lainnya. Pustakawan juga

perlu didorong untuk menjadi cerdas melalui pendidikan yang mengedepankan

ko-konstruksi sehingga mampu melakukan terobosan, mengkritisi praktik

perpustakaan yang selama ini ada dan meningkatkan fungsi perpustakaan sebagai

wahana diskursus dan wahana perjuangan melawan kebodohan bagi masyarakat

Indonesia. Melalui cara itulah menurut hemat penulis fungsi perpustakaan

sebagai ruang publik akan dapat dipertahankan.

Universitas Indonesia

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

DAFTAR REFERENSI

Buku

Adian, Donny Gahral. (2002). Menyoal objektivisme ilmu pengetahuan : dari David Hume sampai Thomas Kuhn. Jakarta : Teraju.

Baert, Patrick. (2001). Jürgen Habermas in “Profiles in contemporary social theory” edited by Anthony Eliot and Bryan S. Turner. London : Sage, p. 84 - 93.

Bakker, Anton (1984). Metode penelitian filsafat. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Bertens, K. (1999). Sejarah filsafat Yunani. (Ed. Rev.) Yogyakarta: Kanisius.

_________. (1983). Filsafat Barat abad XX : Inggris – Jerman. Yogyakarta : Kanisius. Seri Filsafat Atma Jaya ; 1.

Bungin, M. Burham, H. (2007) Penelitian kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebi-Jakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta : Kencana Frenada Media Group.

Carr, Stephen. (1992) Public Space. Van Nostrand Reinhold Company, New York Foucault, Michel. (1997). Sejarah seksualitas : seks dan kekuasaan. ( Rahayu S Hidayat, alih bahasa; Jean Couteau, penyunting). Jakarta : Gramedia.

________(1974). The archaelogy of knowledge. (AM Sheridan-Smith, penerjemah). London: Tavistock.

________ (1973). The order of things: an archaelogy of the human sciences. (Terjemahan dari Bahasa Perancis). New York : Vintage Books.

________(1990). The use of pleasure vol 2: the history of sexuality. (Translated from the French by Robert Hurley). New York : Vintage Books,

74

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

Universitas Indonesia

75

Habermas, Jürgen. (1990). Ilmu dan teknologi sebagai ideologi (diterjemahkan oleh Hassan Basari). Jakarta : LP3ES. ________. (1971). Knowledge and human interests (translated by Jeremy J. Shapiro). Boston: Beacon Press.

________. (1996) On the logic of the social science. (translated by Shierry Weber Nicholsen and Jerry A Stark). Cambridge : The MI Press.

________. ( 2007) Ruang publik : sebuah kajian tentang kategori masyarakat borjuis. (Yudi Santoso, penerjemah). Yogyakarta : Kreasi Wacana.

________. (2006) Teori tindakan komunikatif 1 : rasio dan rasionalisasi masyarakat . (Nurhadi, penerjemah). Yogyakarta : Kreasi Wacana.

________. (c1984). The theory of communication : reason and the rationalization of society : volume 1 / translated by Thomas Mc Carth. Boston : Beacon Press.

________.(1989) The theory of communication : lifeworld and system : a critique of functionalist reason: volume 2 / translated by Thomas Mc

Carth. Boston : Beacon Press.

________. (2001) The structural transformation of the public sphere : an inquiry into a category of bourgeois society. Cambridge : MIT Press.

Hardiman, F. Budi. (1990) Kritik ideologi : pertautan pengetahuan dan kepentingan. Yogyakarta : Kanisius.

________. (2004) Filsafat modern : dari Machiavelli sampai Nietzsche. Satu Pengantar Dengan Teks dan Gambar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hariatmoko. (2003) Etika politik dan kekuasaan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Hayden, Patrick. (2001) The philosophy of human rights. St. Paul: Paragon House.

Indonesia. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1990 Tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

Universitas Indonesia

76

Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan Indonesia. Peraturan Pemerintah No 70 Tahun 1991 Tentang pelaksanaan Undang-undang No 4 Tahun 1990 Tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam

Laksmi. (2007) Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan : Inspirasi dari Sebuah Karya Umberto Eco Jakarta : Sagung Seto.

Lechte, John (2004) 50 Filsuf Kontemporer : Dari Strukturalisme Sampai Postmodernitas. Diterjemahkan oleh A Gunawan Admiranto. Yogyakarta : Kanisius.

Bagus, Lorens. (2002) Kamus filsafat, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Lubis, Akhyar Yusuf. (2004) Filsafat ilmu: metodologis posmodernis. Bogor: Akademi.

________. (2004) Setelah Kebenaran dan Kepastian Dihancurkan Masih Adakah Tempat Berpijak Bagi Ilmuwan. Bogor : Akademia, Bab 4 Politik Pengetahuan.

Magnis-Suseno, Franz. (2006) Etika Abad Kedua Puluh : 12 Teks Kunci. Yogyakarta : Kanisius.

________. (2006) Berfilsafat Dari Konteks. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

________. (1992) Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta : Kanisius.

Malley, Ian. (1990) Censorship and Libraries. London: Library Association.

McCarthy, Thomas. (2006) Teori Kritis Jurgen Habermas / penerjemah Nurhadi. Yogyakarta : Kreasi Wacana.

McMenemy, David. (2009) The Public Libary. London : Facet Publishing.

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

Universitas Indonesia

77

Minanuddin. (1992) Pelarangan Buku di Indonesia. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Perpustakaan FSUI, Pembimbing Gregory Churchill, JD,

Pembaca Y. Sumaryanto, DipLib

Pendit, Putu Laxman (2003). Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi : sebuah Pengantar Diskusi, Jakarta : JIP-FSUI

Rasuanto, Bur. (2005) Keadilan Soaial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas. Dua Teori Filsafat Politik Modern. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Ritzer, George. (1996) Modern Sociological Theory, 4th ed., New York : McGraw-Hill.

Sarup, Madan. (2003) Poststrukturalisme dan Posmodernisme (1993): Sebuah Pengantar Kritis. Yogyakarta : Jendela, . Bab 3 Foucault dan Ilmu Sosial

Spiller, David. (1986) Book Selection: An Introduction To Principles And Practice. 4th ed. London : Clive Bingley.

Steuerman, Emilia. (2000) “Habermas’s Linguistic Turn” dalam The Bounds of Reason, London: Routledge. hal 22-36

Sulistyo-Basuki. (1991) Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Supratiknya, A . (2008) Tantangan Psikologi (di Indonesia): Bukan Unifikasi

Melainkan Kontekstualisasi. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar pada

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Sidang Terbuka

Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta, 29 Nopember 2008

Thompson, Anthony Hugh. (1975) Censorship In Public Libraries In The United Kingdom During The Twentieth Century. Essex : Bowker.

Turabian, Kate L. (1982) A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertations. 5th ed. Chicago : The University of Chicago Press.

Webster, Frank, (1995), Theories of the Information Society, London : Routledge.

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA RUANG PUBLIK JÜRGEN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251428-RB00Y308r-Ruang publik.pdf · peran Perpustakaan Umum Indonesia didalam memberikan pencerahan

Universitas Indonesia

78

Majalah & Surat Kabar

BASIS (2004) no 11-12 Th ke 53 November-Desember. Edisi 75 tahun Jurgen Habermas

Darmawan, Hikmat. “Perpustakaan sebagai ruang publik”, Ruang Baca Ed 54, Sept Okt 2008

“Sumanto Pustakawan dari Bantul”. Kompas, Kamis 4 Desember 2008

Sumber internet

Abels, Eileen …[et al.], “Competencies for Information Professionals of the

21st Century”, Rev. ed., June 2003, www.sla.org/competenciesportal, diakses 10 Nov. 2008

Kellner, Douglas ”Habermas, the Public Sphere, and Democracy: A Critical Intervention” dalam http://www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/kellner.html. diakses 10 Nov. 2008

Muttaqien, Arip. “Membangun Perpustakaan Berbasis Konsep Knowledge Management : Transformasi Menuju Research College dan Perguruan Tinggi Berkualitas Internasional” http://www.lib.ui.ac.id/files/Arip_Muttaqien.pdf 5 juli 2008

Pendit, Putu Laxman, “Bisakah perpustakaan umum menjadi ruang publik?” http://kepustakawanan.blogspot.com/2007/02/bisakah-perpustakaan-umum-menjadi-ruang.html. diakses 6 nov 2008

Siregar, A Ridwan, “Kerjasama dan Sistem jaringan Perpustaksan Umum”. USU Repository ©2006. diakses 6 nov 2008

Ruang publik..., Y. Sumaryanto, FIB UI, 2010