universitas indonesia - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334338-t32605-azizah...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS YURIDIS KEKUATAN SURAT KETERANGAN
AHLI WARIS DARI KELURAHAN DALAM MENETAPKAN
AHLI WARIS BAGI ORANG ISLAM
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Bandung Nomor : 0863/Pdt .P/2011
/PA.Bdg)
TESIS
Azizah Syabibi
1006827852
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
SALEMBA
2013
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS YURIDIS KEKUATAN SURAT KETERANGAN
AHLI WARIS DARI KELURAHAN DALAM MENETAPKAN
AHLI WARIS BAGI ORANG ISLAM
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Bandung Nomor : 0863/Pdt .P/2011
/PA.Bdg)
T E S I S
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
Oleh
Azizah Syabibi
1006827852
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
SALEMBA
2013
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Azizah Syabibi
NPM : 1006827852
Tanda Tangan :
Tanggal : 7 Januari 2013
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
iii
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Memperoleh Gelar
Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ibu Yati Soelistyono, S.H, C.N, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
2) Suami, anak-anakku (Jordan Izza El-Real & Venezia Yasmine) dan Mama
dan Abah (kedua orang tuaku) yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral
3) Sahabat-sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah
banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu.
Salemba, 7 Januari 2013
Penulis
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama : Azizah Syabibi
NPM : 1006827852
Program Studi : Program Magister Kenotariatan
Fakultas : Hukum
Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalty Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Yuridis Kekuatan Surat Keterangan Ahli Waris Dari Kelurahan
Dalam Menetapkan Ahli Waris Bagi Orang Islam (Studi Kasus Putusan
Pengadilan Agama Bandung Nomor : 0863/Pdt .P/2011 /PA.Bdg)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salemba
Pada Tanggal : 7 Januari 2013
Yang menyatakan
Azizah Syabibi
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
vi
ABSTRAK
Nama : AzizahSyabibi
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul : Analisis Yuridis Kekuatan Surat Keterangan Ahli Waris Dari
Kelurahan Dalam Menetapkan Ahli Waris Bagi Orang Islam
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Bandung Nomor :
0863/Pdt .P/2011 /PA.Bdg)
Surat Keterangan Waris merupakan bukti bahwa ahli waris yang disebutkan
dalam Surat Keterangan adalah ahli waris yang sah dari Pewaris, tersebut
dimaksudkan agar mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari terhadap
benda yang ditinggalkan pihak ahli waris mengajukan ketetapan baik melalui
pengadilan agama maupun negeri untuk mendapatkan penetapan dari pengadilan
untuk mendapatkan status ahliwaris. Surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan
oleh kelurahan merupakan bukan akta di bawah tangan (hanya mengikat para
pihak). SKW sebagai alat bukti dalam menentukan ahli waris memiliki kekuatan
hukum sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri c,q. Dirjen Agraria
Nomor. Dpt/12/63/69 tanggal 20 Desember 1969.
Kata Kunci:
Waris, Surat Keterangan, Penetapan, Ahli waris
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
vii
ABSTRACT
Name : AzizahSyabibi
Study Program : Master of Notary
Title : Analysis of Judicial Power Heir Certificate Of
Village In Establishing Heirs For Muslims (A Case
Study of Religious Bandung Court Decision No.
0863/Pdt .P/2011 / PA.Bdg)
Waris Certificate is proof that the heirs named in the Certificate is the legal heirs
of the Heir, it is intended to prevent disputes later on the left side of the body heirs
filed either through the provision of religious and state courts for the
determination of court to obtain the status of an heir. Heir certificate issued by the
village is not a deed under hand. SKW as evidence in determining the beneficiary
has the force of law in accordance with the Circular of the Minister of the Interior
c, q. Director General of Agrarian Number. Dpt/12/63/69 dated December 20,
1969.
Keywords:
Waris, Certificate, Determination
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i
Halaman Pernyataan Orisinalitas ....................................................................... ii
Halaman Pengesahan ......................................................................................... iii
Kata Pengantar .................................................................................................. iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ....................................................... v
Abstrak ......................................................................................................... vi
Abstract ......................................................................................................... vii
Daftar Isi ......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Pokok Permasalahan .............................................................. 17
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 17
1.4. Metode Penelitian .................................................................. 18
1.4.1. Metode Pendekatan .................................................... 18
1.4.2. Spesifikasi Penelitian ................................................. 18
1.4.3. Jenis Data ................................................................... 19
1.4.4. Teknik Pengumpulan Data ........................................ 20
1.4.5. Metode Analisis Data ................................................ 20
1.5. Sistematika Penulisan ............................................................ 21
BAB II KEKUATAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS DARI
KELURAHAN DALAM PERKARA WARISAN BAGI
ORANG ISLAM ............................................................................ 23
2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................... 23
2.1.1. Ahli Waris .................................................................. 23
2.1.1.1. Pengertian Waris .......................................... 23
2.1.1.2. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam ........... 26
2.1.1.3. Menentukan Ahli Waris ............................... 36
2.1.1.4. Penentuan Pembagian Ahli Waris ............... 37
2.1.1.5. Melaksanakan Pembagian Harta
Peninggalan .................................................. 38
2.1.1.6. Dasar Hukum Kewarisan Islam ................... 41
2.1.1.7. Hukum Kewarisan Islam dalam
Kompilasi HukumIslam (KHI) .................... 48
2.1.1.8. Buku II dalam KHI ...................................... 50
2.1.2. Surat Keterangan Waris ................................................ 58
2.1.2.1. Pengertian ................................................... 58
2.1.2.2. Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris .... 63
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
ix
2.1.2.3. Pejabat Yang Berwenang Menerbitkan
Surat Keterangan Hak Waris ....................... 64
2.1.2.4. Surat Keterangan Ahli Waris sebagai Alat
Bukti ............................................................ 66
2.1.3. Pengadilan Agama ........................................................ 68
BAB III PENENTUAN AHLI WARIS DALAM PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA BANDUNG NOMOR :
0863/PDT .P/2011 /PA.BDG ........................................................ 70
3.1.Pengadilan Agama Bandung .................................................... 70
3.1.2. Deskripsi Kasus Penentuan Ahli Waris
di Pengadilan Agama Bandung ................. 72
3.1.2.1. Duduk Perkara Kasus Penentuan Ahli Waris
di Pengadilan Agama Bandung ..................... 72
3.2. Analisis dan Pembahasan ...................................................... 80
3.2.1. Praktek dan pengaturan tentang pembuatan Surat
Keterangan Ahli Waris ................................................. 80
3.2.2. Kekuatan hukum Surat Keterangan Ahli Waris (SKW)
sebagai alat bukti dalam perkara warisan. .................... 82
BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 87
4.1. Kesimpulan ............................................................................ 87
4.2. Saran ...................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa
yang aman, tertib dan tenteram. Untuk mewujudkan tata kehidupan
tersebut diperlukan adanya upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran
dan ketertiban yang dilakukan oleh kekuasaan kehakiman.1
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia ditandai dengan adanya
berbagai agama yang dianut oleh penduduk, suku bangsa, golongan, ras
dan keyakinan, dan untuk mewujudkan rasa keadilan dan kebenaran
Indonesia menganut 3 (tiga) sistem hukum, yaitu sistem hukum adat,
sistem hukum islam, dan sistem hukum eksbarat, sesudah Indonesia
merdeka ketiga sistem dimaksud, menjadi bahan baku dalam pembentukan
sistem hukum nasional di Indonesia.2
Salah satu akibat dari kematian seorang manusia di dunia ini dalam
bidang hukum adalah masalah status harta benda yang ditinggalkannya.
Bila status ini dihubungkan dengan seorang manusia lain yang masih
1 H.A.Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), halaman. Viii
2 Zainuddin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), halaman.77
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
2
Universitas Indonesia
hidup, maka timbullah apa yang dinamakan masalah warisan. Hukum
yang mengatur masalah warisan ini dinamakan hukum kewarisan dan
setiap lembaga hukum mempunyai hukum kewarisannya masing-masing.
Dalam hal ini disebabkan karena masih terdapatnya pluralisme hukum di
Indonesia, sehingga dikenallah hukum kewarisan Islam, hukum kewarisan
adat dan hukum kewarisan Perdata Barat yang diatur di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata/Burgerlijk Wetboek /BW).
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun
Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 tidak ada mengatur tentang masalah
kewarisanan/status harta benda karena kematian, yang ada dalam Pasal 41
yaitu akibat putusnya perkawinan karena perceraian. Sehingga
berdasarkan pasal 66 tetaplah terdapat pluralisme dalam hal hukum
kewarisan. Hal ini ditegaskan pula dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
kepada para Ketua/Hakim Pengadilan Negeri tertanggal 20 Agustus 1975
No. M.A/Penb/0807/75 tentang Petunjuk-petunjuk Pelaksanaan Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975,
dan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Sistem hukum Islam dianut oleh penduduk yang beragama islam.
Sistem hukum Islam yang mendasarkan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah (kitab Al-qur‟an) dan Rasul-nya (kitab hadits)
kemudian disebut dengan syari‟at atau hasil pemahaman ulama terhadap
ketentuan di atas (kitab fiqih).
Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan
pemahaman manusia atas nash Al-Qur‟an maupun As-Sunnah untuk
mengatur kehidupan manusia yang berlaku secara universal-relevan pada
setiap zaman (waktu) dan makan (ruang) manusia. Keuniversalan hukum
Islam ini sebagai kelanjutan langsung dari hakekat Islam sebagai agama
universal, yakni agama yang substansi-substansi jajaran-Nya tidak dibatasi
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
3
Universitas Indonesia
oleh ruang dan waktu manusia, melainkan berlaku bagi semua orang Islam
dimanapun, kapanpun, dan kebangsaan apapun.3
Islam adalah agama yang sempurna, ajaran islam mengatur segala
sisi kehidupan manusia, bahkan dalam hal yang berkaitan dengan
peralihan harta yang ditinggalkan seorang manusia, setelah manusia
tersebut meninggal dunia.
Sesuatu yang bernyawa pasti akan mati, kematian atau meninggal
dunia tidak dapat dipungkiri adalah suatu peristiwa yang pasti akan
dialami oleh setiap manusia, karena kematian merupakan akhir dari
perjalanan kehidupan seorang manusia. Namun yang menjadi
permasalahan adalah jika orang tersebut meninggal dunia dengan
meninggalkan harta yang lazim disebut harta warisan atau tirkah, dengan
cara apa hendak diselesaikan atau membagi harta warisan tersebut, hukum
apa yang di terapkan dalam penyelesaian harta warisan itu. Kewajiban
bagi para ahli waris selain mengurus, memandikan, memberi kain kafan,
menshalatkan, serta menguburkan jenazah pewaris, juga harus
bertanggung jawab dalam menunaikan segala wasiat, pembayaran hutang
serta pembagian warisan secara adil diantara mereka.
Hukum yang membahas tentang peralihan harta tersebut dalam
ilmu hukum disebut hukum kewarisan, atau dikenal juga dengan hukum
faraidh.
Idris Djakfar dan Taufik Yahya mendifinisikan bahwa hukum
kewarisan ialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan
hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih
hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan pada wahyu Ilahi
yang terdapat dalam Al-Qur'an dan penjelasannya yang diberikan oleh
Nabi Muhammad SAW, dalam istilah arab disebut Faraidh.4
3 Ali Parman, Kewarisan Dalam AI-quran. Cet. Pertama, (Jakarta, Rajawali Pers, 1995),
hal 8.
4 Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta. PT. Dunia
Pustaka Jaya, 1995), halaman. 3-4.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
4
Universitas Indonesia
Pasal 171 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan:
"Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris ".
Dari kedua definisi di atas diketahui bahwa hukum kewarisan
Islam merupakan hukum yang mengatur tentang peralihan kepemilikan
harta dari orang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih
hidup (yang berhak menerimanya), yang mencakup apa saja yang menjadi
harta warisan, siapa-siapa saja yang berhak menerima, berapa besar porsi
atau bagian masing-masing ahli waris, kapan dan bagaimana tata cara
pengalihannya.5
Warisan menurut sebagian besar ahli hukum Islam ialah semua
harta benda yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia baik
berupa benda bergerak maupun benda tetap, termasuk barang/uang
pinjaman dan juga barang yang ada sangkut pautnya dengan hak orang
lain, misalnya barang yang digadaikan sebagai jaminan atas hutangnya
ketika pewaris masih hidup.6
Allah SWT memerintahkan agar setiap orang yang beriman
mengikuti ketentuan-ketentuan Allah menyangkut hukum kewarisan
sebagaimana yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur'an dan menjanjikan
siksa neraka bagi orang yang melanggar peraturan ini.7
Menurut hukum kewarisan Islam, ada beberapa hal yang
menyebabkan seseorang dapat menjadi ahli waris orang lain.8
Perincian pokok ahli waris menurut hubungan darah: Anak laki-laki dan
perempuan, Cucu baik laki-laki atau perempuan, Ayah, Ibu, Kakek,
5 Chatib Rasyid, Keadilan Dalam Hukum Waris Islam, (Jakarta, badilag.net, 2012) diunduh
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/KeadilandalamhukumwarisIslam.pdf hal 2 tanggal 8
Oktober 2012
6 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, Jilid III, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1993), halaman 57.
7 Mahmud Yunus, Hukum Warisan Dalam Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989),
halaman.
8 Rhia, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta Kompasiana, 2012) di unduh dari
http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/30/hukum-kewarisan-Islam/ tanggal 7 Oktober 2012
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Nenek, Saudara laki-laki atau perempuan seayah atau seibu, Anak saudara,
Paman, Anak-anak paman, sedangkan karena hubungan perkawinan
adalah suami isteri. Kedudukan suami isteri dalam ahli waris diatur dengan
tegas dalam Al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 12. Kewarisan karena hubungan
ini tidak menyebabkan hak kewarisan apapun bagi kerabat suami atau
isteri.
1. Penyebab utama adalah hubungan darah atau kekerabatan
a. Kebawah yaitu anak-anak baik laki-laki maupun perempuan
serta keturunannya
b. Ke atas yaitu orang tua baik ibu atau ayah dan yang
menurunkannya.
c. Kesamping yaitu anak ayah atau anak ibu,anak nenek atau
kakek, sambung menyambung satu dengan yang lain
menentukan jarak dekatnya hubungan masing-masing dengan
pewaris.
2. Hubungan perkawinan.
Hubungan perkawinan merupakan penyebab seseorang
menjadi ahli waris orang lain, dalam hal ini suami isteri.
Disamping hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi ahli
waris, ada juga hal-hal yang menghalangi seseorang menjadi ahli
waris orang lain. Kendatipun ia termasuk dalam kedua kategori
penerima ahli waris.
Penghalang seseorang menjadi ahli waris:
a. Pembunuhan yang dilakukan oleh calon ahli waris terhadap
pewaris. Dalam sistem kewarisan Islam melarang
pengalihan harta peninggalan seseorang kepada ahli
warisnya secara terpaksa, apalagi dengan cara keji diluar
proses yang lazim yaitu kematian biasa.
b. Perbedaan agama yaitu perbedaan agama merupakan
halangan untuk saling mewarisi. Orang muslim tidak dapat
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
6
Universitas Indonesia
mewarisi harta peninggalan orang bukan muslim begitu
sebaliknya.
Selain hal-hal yang menyebabkan seseorang dapat menjadi ahli waris dan
hal-hal yang menyebeakan seseorang terhalang menjadi ahli waris dalam
hukum kewarisan islam dikenal pula kelompok keutamaan dalam hijab.
Prinsip keutamaan adalah prinsip yang menentukan jarak dekatnya
seseorang dengan pewaris.
Ada 4 (empat) kelompok keutamaan dalam hijab dalam hukum kewarisan
bilateral sebagai berikut:9
1. Kelompok keutamaan pertama :
a. Anak-anak, laki-laki dan perempuan sebagai dzul faraidh atau
sebagai dzul qarabat beserta mewalinya.
b. Orang tua (ayah ibu) sebagai dzul faraidh
c. Janda atau duda sebagai dzul faraidh
2. Kelompok keutamaan kedua :
a. Saudara laki-laki dan perempuan sebagai dzul faraidh atau dzul
qarabat beserta mewalinya
b. Ibu sebagai dzul faraidh
c. Bapak sebagai dzul qarabat dalam hal kalaalah
d. Janda atau duda sebagai dzul faraidh
3. Kelompok keutamaan ketiga :
a. Ibu sebagai dzul faraidh
b. Bapak sebagai dzul qarabat
c. Janda atau duda sebagai dzul faraidh
4. Kelompok keutamaan keempat :
a. Janda atau duda sebagai dzul faraidh
b. Mawali untuk ibu
c. Mawali untuk bapak.
9 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran Dan Hadis, Ctk. Kelima,
Tintamas, Jakarta, 1981, hal. 1
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Hijab menurut etimologi adalah menutup atau halangan. Menurut
hukum Islam Hijab berarti terhalang atau tertutupnya seseorang menjadi
ahli waris karena ada ahli waris lain yang lebih berhak atau lebih dekat.
Hijab ada 2 (dua) macam : 10
1) Hijab Nuqshan
Yaitu hijab yang mengakibatkan berkurangnya bagian ahli
waris karena ada ahli waris lain, misalnya janda berhak
menerima bagian warisan sebanyak ¼ dari harta warisan
almarhum suaminya, tetapi karena ada anak yang
ditinggalkan oleh si pewaris, maka bagian janda berkurang
dari ¼ menjadi 1/8.
2) Hijab Hirman
Yaitu hijab yang mengakibatkan seseorang ahli waris tidak
berhak tampil mewaris atau tidak dapat bagian sama sekali.
Hijab Hirman ini dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Hijab Hirman bil washfi, yaitu hijab yang
mengakibatkan ahli waris tidak mendapat bagian karena
adanya suatu sebab, misalnya ahli waris membunuh si
pewaris menyebabkan ahli waris tersebut tidak
mendapat bagian sama sekali, begitu juga bila antara
ahli waris dan pewaris berbeda agama.
b. Hijab Hirman bisyakhshi, yaitu hijab yang
mengakibatkan seseorang tidak berhak tampil sebagai
ahli waris atau tidak mendapat bagian sama sekali
karena adanya ahli waris yang hubungan darahnya lebih
dekat dengan si pewaris, misalnya cucu laki-laki
melalui anak laki-laki tidak mendapat bagian sama
sekali selama masih ada anak laki-laki yang masih
10 Moh. Anwar, Faraidh Hukum Waris dalam Islam dan Masalah-masalahnya, (Surabaya
: Al- Ikhlas, 1981), halaman. 31.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
8
Universitas Indonesia
hidup. Cucu laki-laki disini adalah seseorang yang
terhalang atau disebut mahjub, sedangkan anak laki-laki
adalah orang yang menjadi penghalang atau disebut
hajib.
Untuk terjadinya peralihan harta peninggalan dari
seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya, maka
harus memenuhi 3 unsur yang yang merupakan rukun mewaris,
Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, artinya apabila salah satu unsur tersebut
tidak ada, maka tidak akan terjadi peralihan harta peninggalan,
ketiga unsur tersebut adalah :11
1). Harus ada Muwarrits.
Muwarrits adalah seseorang yang telah meninggal dan
meninggalkan sesuatu untuk keluarga yang masih hidup.
Serta meninggalkan harta peninggalan.
Syaratnya adalah bahwa muwarrits itu harus benar-benar
telah meninggal dunia. Apakah meninggal secara hakiki,
secara yuridis (hukmi), atau secara taqdiri.
Mati Hakiki adalah mati yang dapat dibuktikan dengan
panca indra atau pembuktian menurut ilmu kedokteran.
Mati Hukmi maksudnya adalah seseorang yang dinyatakan
atau dianggap telah meninggal dunia, disebabkan karena
hilang dan tidak diketahui kabar beritanya, seperti
berkecamuk perang, pergi merantau ke suatu tempat atau
suatu Negara. Orang yang bersangkutan dianggap telah
meninggal dunia sejak ada putusan pengadilan. Sesudah
itulah kalau ada harta dan ahli warisnya dapat dilaksanakan
pembagian harta warisa. Penetapan kematian seseorang
11 Yati N.Soelistyono dan Neng Djubaedah, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia
(Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2005). hal. 13
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
9
Universitas Indonesia
harus oleh hakim, tidak boleh ada ketentuan seseorang yang
tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkannya.12
Mati taqdiri maksudnya adalah seseorang diduga mati
karena suatu sebab minum racun, terminum racun, dibunuh,
bunuh diri atau terbunuh.13
2). Harus ada Al-waris atau ahli waris.
Al-Waris Yaitu orang yang akan mewarisi harta warisan si
mati karena memiliki dasar atau sebab kewarisan seperti
karena adanya hubungan darah (nasab) atau perkawinan
dengan si mati.14
3). Harus ada Al-mauruts al-mirats.
Al-mauruts al-mirats Yaitu harta peninggalan si mati
setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan
utang, dan pelaksanaan wasiat.
Ketiga unsur tersebut merupakan lingkaran kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dan menjadi asas yang fundamental (rukun) terjadinya
kewarisan. Jika salah satu unsurnya tidak ada, mengakibatkan tidak
berlakunya suatu kewarisan.
Disamping rukun mewaris, ada beberapa syarat agar seseorang
dapat menjadi ahli waris yaitu:
a) Masih hidup saat pewaris meninggal.
b) Tidak ada sebab-sebab yang menghalanginya menjadi ahli waris.
c) Tidak tertutup ahli waris yang utama.
12 M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1996), hal. 15
13
Ahmad Rofiq, fiqih Mawaris, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998 ), hal. 22-23.
14 Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris, ( Semarang : Mujahidin,1981 ),
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Menurut Prof. Dr. Hazairin, SH bila dilihat dari sudut orang
yang menerima bagian harta peninggalan, maka ahli waris dapat
dikelompokan dalam tiga golongan yaitu :15
1. Dzul Faraaidh.
Adakalanya kata “dzul” disebut “dzawul” atau “dzawu” ata
“dzawil” yang artinya mempunyai, sedangkan kata “al-
faaidh yang merupakan kata jamak dari “al –faaridha”
artinya bagian16
Dengan demikian Dzul Faraaidh ahli waris tertentu yang
mendapat bagian tertentu dalam keadaan tertentu. Yang
dimaksud dengan bagian tertentu disini adalah bagian ahli
waris yang sudah jelas-jelas disebutkan dalam Al-Quran17
Seperti 1/8, 1/6, 1/4, 1/3, ½, dan 2/3.18
Misalnya anak perempuan yang tidak didampingi anak
laki-laki ibu, bapak, jika ada anak, saudara perempuan
dalam hak kalaalah, janda,serta duda. Diantara orang-orang
yang telah disebutkan ini, ada selalu menjadi dzul faraaidh
saja yaitu ibu, janda dan duda. Dan pada kesempatan lain
menjadi ahli wrais yang bukan dzul faraaidh yaitu anak
perempuan yang didampingi anak laki-laki, bapak, saudara
laki-laki, saudara perempuan yang didampingi saudara laki-
laki.
2. Dzul Qarabat.
Ahli waris yang memperoleh bagian tidak tertentu
jumlahnya atau mendapat bagian sisa atau disebut juga
mendapat bagian terbuka.
15 Ibid
16 Hazairin, Op. cit, hal 10.
17 Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, ( Jakarta : Bina Aksara, 1981 ),
hal. 48-49
18 Ibid
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Kalau dilihat dari segi hubungannya dengan si pewaris,
maka dzul qarabat adalah orang yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan pewaris melalui garis laki-laki
maupun perempuan.
Hubungan garis garis keturunan yang demikian itu disebut
juga hubungan garis keturunan bilateral. Al-Quran merinci
ahli waris yang mendapat bagian yang tidak tertentu(dzul
qarabat) yaitu :
a. Anak laki-laki
b. Anak perempuan yang didampingi anak laki-laki
c. Bapak
d. Saudara laki-laki dalam hal kalaalah
e. Saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki
dalah hal kalaalah.
3. Mawali (Ahli waris pengganti).
Yaitu ahli waris yang mendapat bagian menggantikan
kedudukan orang tua yang telah mninggal dunia terlebih
dahulu, Mereka yang menjadi Mawali ini adalah keturunan
anak pewaris,keturunan saudara pewaris.
Dalam hukum kewarisan Islam ada berbagai langkah atau
cara untuk menyelesaikan pembagian harta warisan secara tuntas.
Sebelum warisan dibagi, ada persoalan yang harus diselesaikan
terlebih dahulu, yaitu diantaranya :
1. Soal-soal yang berhubungan dengan pengurusan jenazah
hingga pemakaman,
2. Menyelesaikan pembayaran hutang, baik hutang kepada
Allah yang berupa nazar, zakat, dan hutang kepada sesama
manusia.
3. Menyelesaiakan wasiat pewaris, batas wasiat telah diatur
oleh nabi Muhammad, ketika Beliau mengunjungi
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
12
Universitas Indonesia
sahabatnya yang sedang sakit Sa‟ad Ibnu Waqqas yaitu
tidak boleh lebih dari 1/3 (sepertiga) harta peninggalan.
Dalam pembagian harta warisan harus menggunakan teknik
tertentu seperti dibagi habis sesuai dengan ketetapan Allah dan ketentuan
Nabi Muhammad. Jika dalam pembagian tersebut terdapat sengketa maka
biasanya diselesaikan oleh pengadilan. Bagi mereka yang beragama islam
yang berhak menyelesaikan sengketa adalah pengadilan agama.
Pengadilan ini berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dan diperbaharui oleh Undang
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama mempunyai
kewenangan dan kompetensi Absolut untuk menyelesaikan sengketa
perkawinan, perceraian, kewarisan, hibah, wasiat, waqaf dan sadaqah,
diatasnya lagi ada pengadialan tinggi agama sebagai pengadilan tingkat
banding, sedangkan puncak pengadilan adalah Mahkamah Agung.
Hukum kewarisan islam berlaku bagi orang-orang Indonesia yang
beragama islam berdasarkan Staatsblad 1854 nomor 129 diundangkan di
Negeri Belanda dengan Staatsblad 1855 nomor 2 di Indonesia, dengan
Staatsblad 1929 nomor 221, yang telah diubah, ditambah, dan sebagainya
terakhir berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945, jo Ketetapan
MPRS nomor II/1961 lampiran A nomor 34 jo, GBHN 1983. ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1983 Bab IV.19
Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 45 Tahun 1957 tentang
pembentukan Mahkamah Syar‟iah yang menetapkan salah satu wewenang
Pengadilan Agama adalah masalah kewarisan. Meskipun di Jawa dan
Madura. Masalah warisan bukan merupakan kompetensi dari Pengadilan
Agama, tetapi Pengadilan Agama mengeluarkan “Fatwa Waris” yang
sangat dibutuhkan oleh para pencari keadilan.
Pada tahun 1989, pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 7
tahun 1989 yakni Undang-Undang tentang Peradilan Agama (Undang-
19
Hazairin, op.cit, hal 1
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
13
Universitas Indonesia
Undang Pengadilan Agama). Undang-Undang ini memberi wewenang
kepada Pengadilan Agama untuk menyelesaikan hal-hal yang berhubungan
dengan pembagian harta warisan atau faraid dan sekaligus mempertegas
kedudukan dan kekuasaan bagi Peradilan Agama sebagai kekuasaan
Kehakiman sesuai dengan lembaga Peradilan lainnya.20
Walaupun Undang-
Undang ini memberikan kewenangan untuk menyelesaikan hal-hal yang
berhubungan dengan masalah pembagian harta warisan, namun jika
melihat rumusan penjelasan Undang-Undang No 7 Tahun 1989 pada Pasal
49 masih cenderung menerapkan teori resepsi karena susunan redaksional
seperti itu, berarti pemberlakuan hukum kewaris Islam diserahkan pada
kehendak para ahli waris. Apabila ada ahli waris yang tidak
menghendakinya, hukum kewaris Islam tidak dapat diberlakukan,jadi ada
pilihan hukum bagi para ahli waris.
Istilah pilihan hukum dapat ditemukan di dalam penjelesan umum
angka 2 alinea kelima, yang dirumuskan sebagai berikut:.......”para pihak
sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa
yang akan dipergunakan dalam pembagian warisan.” Pengertian sebelum
berperkara berarti sebelum perkara diajukan ke pengadilan para pihak
dapat memilih hukum apa saja yang akan dikehendaki. Jadi mewenangan
masalah hukum kewarisan bukan kewenangan absolut Pengadilan Agama.
Oleh karena Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 dianggap belum
maksimal, maka pada tanggal 20 April 2006 keluarlah Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Kewenangan Peradilan Agama.
Kewenangan Pengadilan Agama diperluas.
Pengadilan Agama diberikan kewenangan absolut untuk menerima,
memeriksa,dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara. Tidak
hanya sebatas masalah perkawinan, waris, wasiat, hibah, sedekah, wakaf
orang Islam, tetapi juga bidang usaha ekonomi syari‟ah. Eksistensi
20 Suhrawardi K. Lubis Dan Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam, (Jakarta, Sinar
Grafika, 2007), halaman. 13.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Peradilan Agama (Pengadilan Agama) dengan penerapan hukum Islam
menjadi lebih kuat, hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang ini
antara lain menyatakan bahwa Pengadilan Agama adalah peradilan bagi
orang-orang yang beragama Islam. Pasal ini diperjelas lagi oleh Pasal 2
nya yang menentukan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu
pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan bagi yang
beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur Undang-
Undang ini.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 3 Tahun 2006
Tentang perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Pengadilan Agama yang menyatakan “Para pihak sebelum berperkara
dapat mempertimbangkan untuk dapat memilih hukum apa yang
dipergunakan dalam pembagian waris” dinyatakan dihapus. Oleh karena
itu, sejak diberlakukannya Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Pengadilan
Agama mencabut hak opsi ini, maka tidak ada lagi peluang menyelesaikan
sengketa waris ke peradilan selain Peradilan Agama.
Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili
sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya,21
memang pada hakekatnya dari seorang hakim hanya diharapkan atau
diminta untuk mempertimbangkan tentang benar tidaknya suatu peristiwa
yang diajukan kepadanya. Oleh karena itu hakim harus memeriksa dan
mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya. Andaikata peraturan
hukumnya tidak atau kurang jelas, sebagai penegak hukum dan keadilan ia
wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009)22
21
Undang-Undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 10 ayat (1)
22
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 2006),
halaman 114.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Di pengadilan pembuktian perkara tidaklah mungkin dan dapat
tercapai kebenaran mutlak (Absolut) semua pengetahuan hanya sifat
relatif, yang didasarkan pada pengalaman, penglihatan, dan pemikiran
yang tidak selalu pasti benar, jika diharuskan adanya syarat kebenaran
mutlak untuk memutus perkara.
Indonesia sebagai negara bekas jajahan Belanda mewarisi
peraturan perundang-undangan yang diterapkan pada masa Belanda karena
adanya asas conkordansi yaitu suatu asas yang memberlakukan aturan
yang berlaku di negeri Belanda berlaku juga di Negara jajahannya. Politik
hukum yang berlaku pada masa Belanda yaitu mengenai penggolongan
penduduk yang tercantum dalam pasal 163 IS dan pasal 131 IS masih
diterapkan dalam pembuatan Surat Keterangan Waris (SKW) yang terbagi
menjadi 3 (tiga) yaitu oleh ahli waris sendiri dengan diketahui
Lurah/Kepala Desa dan Camat bagi Warga Negara Indonesia yang
beragama orang islam, dibuat oleh Notaris bagi Warga Negara Indonesia
keturunan Tionghoa dan oleh Balai Harta Peninggalan (BHP) bagi Warga
Negara Indonesia keturunan Arab.
Surat Keterangan Ahli Waris adalah surat yang bertujuan untuk
menetapkan seseorang menjadi ahli waris, untuk pembuatannya diperlukan
dokumen-dokumen pelengkap seperti Surat Kematian, Kartu Tanda
Penduduk (KTP) para ahli waris dan Kartu Keluarga.
Kegunaan Surat Keterangan Ahli Waris tersebut adalah sebagai
alat bukti untuk mengetahui siapa-siapa saja yang menjadi ahli waris yang
sah dari pewaris. Biasanya Surat Keterangan tersebut diperlukan untuk
pencairan uang tabungan/deposito Pewaris di Bank, transaksi jual beli
tanah yang sertifikatnya masih atas nama pewaris, dan lain-lain.
Untuk mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari terhadap
harta benda yang ditinggalkan, para ahli waris biasanya mengajukan
permohonan penetapan ahli waris baik melalui Pengadilan Agama maupun
Pengadilan Negeri seperti yang terjadi pada kasus Nomor : 0863/Pdt
.P/2011 /PA.Bdg yang ditetapkan pengadilan Agama Bandung. Untuk
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
16
Universitas Indonesia
menetapkan hasil putusan pengadilan harus dilengkapi dengan bukti-bukti
antara lain adalah surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh
Kantor Kelurahan.
Dimulai dari surat keterangan Rt/Rw dan Desa /Kelurahan yang berisikan
keterangan mengenai para ahli waris. Surat Keterangan Ahli Waris
tersebut sebagai awal bagi kelanjutan dibuatnya Akta pembagian Harta
Peninggalan, yang berisikan rincian pembagian harta peninggalan dari
Pewaris misalnya rumah, tanah dan lain-lain (akta Pembagian Pemisahan
Harta Peninggalan). Dalam akta tersebut akan disebutkan nama-nama ahli
waris berikut harta peninggalan yang menjadi bagiannya. Namun dalam
praktek sehari-hari lebih banyak ditemui berupa Surat Keterangan Ahli
Waris, yang secara umum hanya berisikan keterangan dan pernyataan dari
para ahli waris bahwa mereka adalah benar-benar merupakan ahli waris
yang sah dari Pewaris yang telah meninggal dunia. Dibuat di bawah
tangan yang dikuatkan dan/atau dikeluarkan oleh Kelurahan dan
diketahui/dikuatkan oleh Camat, untuk keperluan-keperluan tertentu Surat
Keterangan tersebut dapat pula di waarmerking oleh Notaris setelah
adanya keterangan dari Kelurahan setempat.
Allah SWT telah menetapkan tata cara pembagian harta warisan di
dalam Al-Qur‟an secara detail, agar tidak ada ahli waris yang dizalimi
dalam menerima hak warisannya, dan agar semua ahli waris dapat
menerima secara ikhlas petetapan pembagian tersebut. Namun Prakteknya
dalam kehidupan sehari - hari, pembagian harta warisan sering kali
menjadi persoalan krusial yang terkadang memicu pertikaian dan
menimbulkan keretakan dalam hubungan keluarga. Harta oleh manusia
dianggap sebagai barang yang berharga. Sehingga sering menimbulkan
sengketa ataupun perselisihan saling berebut untuk menguasai harta
warisan tersebut. Karena ada beberapa ahli waris yang mempunyai itikad
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
17
Universitas Indonesia
buruk, sering kali masalah ini diselesaikan melalui jalur hukum, sehingga
mengakibatkan hubungan persaudaraan menjadi tidak harmonis.23
Penyebab utama timbulnya persoalan tersebut adalah selain adanya
sifat keserakahan dan ketamakan dalam diri manusia terhadap harta, juga
kekurangan pengetahuan pihak terkait mengenai tata cara pembagian harta
warisan dan terbatasnya pakar atau ahli mengenai hukum kewarisan yang
dapat memberikan solusi dan informasi mengenai hal tersebut. Untuk
menghindari masalah tersebut, sebaiknya pembagian harta warisan
diselesaikan menurut ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak
atau berdasarkan kesepakatan para ahli waris.24
Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian hukum tentang Analisis Yuridis Kekuatan Surat Keterangan
Ahli Waris Dari Kelurahan Dalam Penetapan Ahli Waris Bagi Orang
Islam (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Bandung Nomor: 0863/Pdt
.P/2011 /PA.Bdg)
1.2. Pokok Permasalahan
Berdasarka uraian tersebut di atas, penulis mencoba merumuskan
permasalahan sekaligus merupakan pembahasan permasalahan yang akan
diteliti sebagai berikut :
a. Bagaimana praktek dan pengaturan tentang pembuatan Surat
Keterangan Ahli Waris ?
b. Bagaimana kekuatan hukum Surat Keterangan Ahli Waris (SKW)
sebagai alat bukti dalam menentukan ahli waris ?
1.3. Tujuan Penelitian
Permasalahan yang menjadi bahasan utama tesis ini adalah :
a. Mengetahui praktek dan pengaturan tentang pembuatan Surat
Keterangan Ahli Waris.
23 Benyamin Asri, Hukum Waris Islam, (Bandung, Tarsito, 1989), hal 12
24 Benyamin Asri, Hukum Waris Islam, (Bandung, Tarsito, 1989), hal 12
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
18
Universitas Indonesia
b. Mengetahui kekuatan hukum Surat Keterangan Ahli Waris (SKW)
sebagai alat bukti dalam menentukan ahli waris.
1.4. Metode Penelitian
1.4.1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan
metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang dititikberatkan
untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma
hukum positif. “Penelitian hukum yuridis normatif dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.”25
Dalam
penelitian ini penelitian hukum yuridis normatif bertujuan untuk
menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang perkawinan dan hukum kewarisan bagi masyarakat yang
beragama islam.
“Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian
yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya”.26
Oleh
karena tipe penelitiaan yang akan digunakan adalah tipe penelitian
yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan
perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang
penormaannya berlaku bagi orang Islam terutama dalam masalah
perkawinan dan hukum kewarisan.
1.4.2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini
adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk
memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta UI Press, 2004), halaman. 13
26
Soerjono Soekanto, Op cit, hal 10
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
19
Universitas Indonesia
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan surat
keterangan ahli waris dalam perkara kewarisan, dengan
menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
berkaitan dengan hukum Islam dikaitkan dengan teori-teori hukum
dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut
permasalahan diatas.
Kegiatan penelitian yang dilakukan penulis adalah kegiatan
penelitian kepustakaan sekaligus penelitian lapangan karena
penelitian ini tidak hanya mempelajari materi kepustakaan yang
berupa literatur, buku-buku, tulisan dan makalah tentang surat
keterangan ahli waris dalam perkara kewarisan, akan tetapi
dilakukan juga pengambilan data langsung dilapangan.
1.4.3. Jenis Data
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui data
sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen
terhadap bahan kepustakaan. Di dalam penelitian hukum, data
sekunder mencakup :27
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan
peraturan perundang-undangan, yang terdiri dari :
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang
perubahan Kewenangan Peradilan Agama.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, yaitu :
27 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Seuatu Tinjauan
Singkat, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995), hal. 7
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
20
Universitas Indonesia
c. Bahan hukum tersier, yaitu : bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder, yang terdiri dari :
1) Kamus
2) Ensiklopedia
3) Indeks kumulatif, dan
4) Dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan
objek penelitian untuk diterapkan dalam penelitian
ini.28
1.4.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan
dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat
pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan studi dokumen,
untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari,
meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang
berkaitan dengan penelitian, studi dokumen yang dimaksud dalam
penelitian ini.
1.4.5. Metode Analisis Data
“Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan
dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.29
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan
pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah
28 Ibid.
29
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung , Remaja Rosdakarya,
2002), hal. 101.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
21
Universitas Indonesia
dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui
validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan
disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan
tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.30
“Analisis data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif
karena penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus
melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan
kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban
yang jelas dan benar”.31
1.5. Sistematika Penulisan
Dlam penyusunan Tesis dengan judul “ Analisis Yuridis Kekuatan
Surat Keterangan Waris dari Kelurahan Bagi Orang Islam “ Study Kasus
Putusan Pengadilan Agama Bandung Nomor : 0863/Pdt. P/2011/PA.Bdg.
Untuk dapat memberikan gambaran secara komprehensif maka
penyusunan hasil penelitian perlu dilakukan secara sistematis untuk
memberikan gambaran secara umum dan menyeluruhmengenai pokok
permasalahan yang hendak dibahas, agar pembaca lebih mudah untuk
memahami tulisan ini.
Penulis menguraikan permasalahan yang dibagi dalam empat Bab yang terdiri dari
beberapa sub Bab, dan tiap-tiap sub Bab menjelaskan dan menguraikan setiap
masalah. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang Pokok
Permasalahan, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
30 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2002), hal. 106
31
Soerjono Soekanto, Op cit, hal. 69
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Bab II Tinjauan Pustaka mengenai teori umum, merupakan Bab
yang berisi atas teori umum yang merupakan dasar-dasar pemikiran yang
akan penulis gunakan dalam menjawab permasalahan.
Dalam Bab ini penulis menjelaskan mengenai Ahli Waris, Pengertian
Waris, Asas-Asas Hukum Waris, Menentukan Ahli Waris, Penentuan
Pembagian Ahli Waris, Melaksanakan Pembagian Harta Peninggalan,
Hukum Waris Islam, Kompilasi Hukum waris Islam dalam KHI, Buku II
dalam KHI, Surat Keterangan Waris, Pembuatan Surat Keterangan Ahli
Waris, Pejabat Yang Berwenang Menerbitkan Surat Keterangan Hak
Waris, Surat Keterangan Ahli Waris sebagai Alat Bukti dan Pengadilan
Agama.
Bab III Analisis pembahasan dalam Bab ini penulis menjelaskan
mengenai Penentuan Ahli Waris Dalam Putusan Pengadilan Agama
Bandung Nomor : 0863/Pdt .P/2011 /PA.Bdg terdiri dari Pengadilan
Agama Bandung, Deskripsi Kasus Penentuan Ahli Waris di Pengadilan
Agama Bandung, Duduk Perkara Kasus Penentuan Ahli Waris di
Pengadilan Agama Bandung dan Putusan dan Dasar Hukum Hakim
Pengadilan Agama Bandung dalam Menentukan Ahli Waris.
Bab IV Bab ini berisi beberapa kesimpulan yang dapat menjawab
permasalahan dalam tesis ini, serta saran dari penulis.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
23
Universitas Indonesia
BAB 2
KEKUATAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS DARI KELURAHAN
DALAM PERKARA WARISAN BAGI ORANG ISLAM
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Ahli Waris
2.1.1.1.Pengertian Waris
Syariat Islam telah meletakkan sistem kewarisan dalam aturan
yang paling baik, bijak dan adil. Agama Islam telah menetapkan hak
kepemilikan benda bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam
petunjuk syara, seperti memindahkan hak milik seseorang pada waktu
masih hidup kepada ahli warisnya atau setelah dia meninggal, tanpa
melihat perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa.
Sedangkan AlQuran sebagai petunjuk syara, telah menjelaskan
hukum-hukum waris dan ketentuan-ketentuan bagi setiap ahli waris
dengan penjelasan yang lengkap dan sempurna, tanpa meninggalkan
bagian seseorang atau membatasi benda yang akan diwariskan. Al-Quran
merupakan landasan bagi hukum waris dan ketentuan pembagiannya
dilengkapi dengan sunnah dan ijma‟. Tidak ada hukum-hukum yang
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
24
Universitas Indonesia
dijelaskan dalam Al-Quran secara terperinci, seperti hukum-hukum
waris.32
Waris menurut bahasa adalah berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Sesuatu
itu bersifat umum. Bisa berupa harta, ilmu, keluhuran, atau kemuliaan.
Diantaranya yang berarti demikian adalah sabda nabi Muhammad SAW
yang artinya sebagai berikut:
“Ulama adalah pewaris para Nabi. Dan para nabi tidaklah
meninggalkan warisan dirham atau dinar, tetapi mereka
mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang hendak mengambilnya,
hendaknya ia mengambil yang lebih banyak.”.
Adapun pengertian waris menurut istilah ialah berpindahnya hak
milik dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang hidup, baik
yang ditinggalkan itu berupa harta, kebun atau hak-hak syariyah.33
Pendapat lain juga mengemukakan bahwa arti waris dalam hukum
Islam berasal dari bahasa Arab yang berarti peninggalan-peninggalan yang
ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia.34
Hukum waris juga
dinamakan Faraidh yang artinya pembagian tertentu. Lafadz Faraidh
merupakan jama‟ (bentuk plural) dari lafadz Faridhah yang mengandung
arti Mafrudhah, yang sama artinya dengan Muqaddarah yaitu suatu yang
ditetapkan bagiannya secara jelas. Para fuqaha mendefinisikan hukum
kewarisan Islam sebagai suatu ilmu yang dengan dialah dapat diketahui
orang yang menerima pusaka, orang yang tidak menerima pusaka, serta
kadar yang diterima tiap-tiap ahli waris dan cara membaginya. Definisi
tersebut menekankan dari segi orang yang mewaris, orang yang tidak
32
Syeikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum waris menurut AlQuran dan hadist,
(Bandung: PT Trigenda Karya1995) halaman. 48-49
33
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Islam, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1995),
halaman. 48-49
34
Tamakiran, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum (Bandung: Pionir Jaya,
1987), halaman. 84
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
25
Universitas Indonesia
mewaris, besarnya bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris,
serta cara membagikan warisan kepada ahli waris.
Muhammad Asy-Syarbini juga berpendapat bahwa hukum
kewarisan ialah ilmu Fiqih yang berpautan dengan pembagian harta
pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan
kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan mengenai bagian-bagian
wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak pusaka.35
Dalam rangka memahami kaidah-kaidah dan seluk beluk hukum
waris, hampir tidak dapat dihindari untuk terlebih dahulu memahami
beberapa istilah yang lazim dijumpai dan dikenal. Istilah-istilah dimaksud
tentu saja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengertian hukum
waris itu sendiri. Beberapa istilah tersebut beserta pengertiannya seperti
dapat disimak berikut ini:
a. Waris adalah Istilah ini berarti orang yang berhak menerima pusaka
(peninggalan) orang yang telah meninggal.
b. Warisan adalah harta peninggalan, pusaka dan surat wasiat.
c. Pewaris adalah orang yang memberi pusaka, yakni orang yang
meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, pusaka,
maupun surat wasiat.
d. Ahli waris adalah sekalian orang yang menjadi waris, berarti orang-
orang yang berhak menerima harta peninggalan pewaris.
e. Mewarisi adalah mendapat harta pusaka, biasanya segenap ahli waris
adalah mewarisi harta peninggalan pewarisnya.
f. Proses pewarisan adalah Istilah proses pewarisan yang mempunyai
dua pengertian atau dua makna, yaitu:
1) Berarti penerusan atau penunjukan para waris ketika pewaris
masih hidup.
2) Berarti pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal.
35
Ibid, halaman. 2
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
26
Universitas Indonesia
Berkaitan dengan beberapa istilah tersebut diatas, Hilman
Hadikusumah dalam bukunya yang dikutip oleh Eman Suparman
mengemukakan bahwa “warisan menunjukkan harta kekayaan dari orang
yang telah meninggal, yang kemudian disebut pewaris baik harta itu
dibagi-bagi atau pun maih dalam keadaan tidak terbagi-bagi”.36
2.1.1.2. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam
a. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan Islam digali dari keseluruhan ayat
hukum dan as-sunnah. Sebagai hukum agama yang terutama
bersumber kepada wahyu Allah, hukum kewarisan Islam
mengandung berbagai asas yang dalam beberapa hal berlaku pula
dalam hukum kewarisan yang bersumber dari akal manusia. Dalam
hal tertentu hukum kewarisan Islam mempunyai corak tersendiri,
berbeda dari hukum kewarisan yang lain. Berbagai asas hukum ini
memperlihatkan bentuk karakteristik dari hukum kewarisan Islam.
Adapun asas-asas hukum kewarisan Islam ialah37
1. Asas Ijbari.
Dalam hukum Islam, peralihan harta seseorang yang
telah meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih
hidup berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah,
tanpa digantungkan kepada usaha dan kehendak pewaris
maupun ahli warisnya. Cara peralihan seperti ini disebut
secara ijbari. Atas dasar ini, pewaris tidak perlu
merencanakan penggunaan dan pembagian harta
peninggalannya setelah ia meninggal dunia kelak, karena
dengan kematiannya harta yang ia miliki secara otomatis
36
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2007), halaman. 2-3
37
Amir Syarifudin, Pelaksana Hukum Waris Islam dalam Lingkungan Minakabau,
(Jakarta, Gunung Agung, 1985), halaman 16.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
27
Universitas Indonesia
akan berpindah kepada ahli warisnya dengan peralihan
yang sudah ditentukan. Kata ijbari secara leksikal
mengandung arti paksaan (compulsory), yaitu melakukan
sesuatu di luar kehendaknya sendiri. Unsur paksaan (ijbari)
ini terlihat dari segi ahli waris yang berhak menerima harta
warisan beserta besarnya penerimaan yang diatur dalam
ayat-ayat al-Qur'an yaitu surat an-Nisa' ayat 11, 12 dan 176.
Bentuk ijbari dari segi jumlah yang diterima, tercermin dari
kata mafrudan, bagian yang telah ditentukan. Istilah ijbari
direfleksikan sebagai hukum yang mutlak (compulsary
law).
2. Asas Bilateral.
Membicarakan asas ini berarti berbicara tentang ke
mana arah peralihan harta itu di kalangan para ahli waris.
Asas bilateral untuk menyebut realitas sistem kewarisan
tanpa adanya clan-garis keturunan sepihak sehingga dengan
asas bilateral dalam hukum kewarisan Islam berarti
seseorang menerima warisan dari kedua belah pihak garis
kerabat, dari ibunya maupun bapaknya, dan dari kerabat ibu
maupun bapak. Demikian juga ibu atau ayah dapat
menerima warisan dari keturunannya yang perempuan atau
laki-laki. Asas ini dapat dilihat dalam surat an Nisa' ayat 7,
11, 12 dan 176. Ayat-ayat tersebut mengandung pengertian
bahwa antara orang tua dan anak, antara laki-laki dan
perempuan mempunyai status yang sama dalam
kekeluargaan dan kewarisan (bandingkan dengan asas
patrilineal dan matrilineal).
3. Asas Individual.
Asas ini berarti bahwa harta warisan mesti dibagi-
bagi di antara para ahli waris untuk dimiliki secara
perseorangan. Bahwa pemilikan harta warisan oleh ahli
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
28
Universitas Indonesia
waris bersifat individual, dan hak pemilikan bersifat
otonom serta bagian yang diterima langsung menjadi hak
milik secara sempurna. Asas individual ini terlihat jelas dari
ayat 11, 12 dan 176 surat an-Nisa' yang mengatur bagian
masing-masing ahli waris. Setelah terbukanya kewarisan,
harta warisan mesti dibagi-bagi di antara para ahli waris
sesuai dengan bagiannya (bandingkan dengan asas kolektif
dan mayorat).
4. Asas Keadilan Berimbang.
Asas ini mengandung arti bahwa senantiasa ada
keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak
warisan yang diterima seseorang dengan kewajiban yang
harus dilaksanakannya, sehingga antara laki-laki dan
perempuan terdapat hak yang sebanding dengan kewajiban
yang dipikulnya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian baik perempuan maupun laki-laki sama-
sama berhak tampil sebagai ahli waris dan bagian yang
diterimanya berimbang dengan perbedaan tanggung jawab.
Oleh karena laki-laki tanggung jawabnya lebih besar dari
perempuan, maka hak yang diterimanya juga berbeda, laki-
laki mendapat dua kali lipat dari perempuan. Asas ini dapat
ditarik dari surat an-Nisa' ayat 11 (bagian satu anak laki-
laki sama dengan bagian dua anak perempuan). Dalam surat
an-Nisa' ayat l2 ( bagian suami lebih besar dari isteri).
Dalam surat an-Nisa' ayat 176 (bagian saudara laki-laki
lebih besar daripada saudari perempuan).
5. Asas Personalitas ke-Islaman
Asas ini menentukan bahwa peralihan harta warisan
hanya terjadi antara pewaris dan ahli waris yang sama-sama
beragama Islam. Oleh karena itu apabila salah satunya tidak
beragama Islam, maka tidak ada hak saling mewarisi.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
29
Universitas Indonesia
6. Asas Kewarisan Akibat Kematian.
Asas ini menyatakan bahwa perpindahan harta
warisan dari pewaris kepada ahli warisnya terjadi setelah
pewaris meninggal dunia. Perpindahan harta dari pemilik
sewaktu masih hidup sekalipun kepada ahli warisnya, baik
secara langsung atau terlaksana setelah pewaris meninggal,
menurut hukum Islam tidaklah disebut pewarisan, tapi
mungkin hibah atau jual beli atau lainnya. Asas kewarisan
akibat kematian dapat dikaji dari penggunaan kata warasa
dalam surat an Nisa' ayat 11, 12, 176. Pemakaian kata itu
terlihat bahwa peralihan harta berlaku setelah yang
mempunyai harta tersebut meninggal dunia. Atas dasar ini
hukum kewarisan Islam hanya mengenal kewarisan akibat
kematian semata (yang dalam hukum BW disebut
kewarisan ab intestato).
b. Asas-Asas Kewarisan Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di kenal ahli waris
langsung dan ahli waris pengganti. Ahli waris langsung (eigen
hoofde) adalah ahli waris yang disebut pada Pasal 174 KHI. Ahli
waris pengganti (plaatsvervulling) adalah ahli waris yang diatur
dalam Pasal 185 KHI, yaitu ahli waris pengganti / keturunan dari
ahli waris yang disebutkan dalam Pasal 174 KHI. Di antaranya
keturunan dari anak laki-laki atau anak perempuan, keturunan dari
saudara laki-laki/perempuan, keturunan dari paman, keturunan dari
kakek dan nenek, yaitu bibi dan keturunannya (paman walaupun
keturunan kakek dan nenek bukan ahli waris pengganti karena
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
30
Universitas Indonesia
paman sebagai ahli waris langsung yang disebut dalam Pasal 174
(KHI).38
1. Asas ijbari, maksudnya pada saat seseorang meninggal dunia,
kerabatnya (atas pertalian darah dan pertalian perkawinan)
langsung menjadi ahli waris, karena tidak ada hak bagi
kerabat tersebut untuk menolak sebagai ahli waris atau
berfikir lebih dahulu apakah akan menolak atau menerima
sebagai ahli waris.
2. Asas individual, dimana harta warisan dapat dibagi kepada
ahli waris sesuai dengan bagiannya masing-masing, kecuali
dalam hal harta warisan berupa tanah kurang dari 2 ha (Pasal
189 KHI jo Pasal 89 Undang-undang Nomor 56/Prp/1960
tentang Penetapan Lahan Tanah Pertanian) dan dalam hal
para ahli waris bersepakat untuk tidak membagi harta warisan
akan tetapi membentuk usaha bersama yang masing-masing
memiliki saham sesuai dengan porsi bagian warisan mereka.
3. Asas keadilan berimbang, dimana perbandingan bagian laki-
laki dengan bagian perempuan 2 : 1, kecuali dalam keadaan
tertentu. Perbedaan bagian laki-laki dengan perempuan
tersebut adalah karena kewajiban laki-laki dan kewajiban
perempuan dalam rumah tangga berbeda. Laki-laki sebagai
kepala rumah tangga mempunyai kewajiban menafkahi isteri
dan anak-anaknya, sedangkan isteri sebagai ibu rumah tangga
tidak mempunyai kewajiban menafkahi anggota keluarganya
kecuali terhadap anak bilamana suami tidak memiliki
kemampuan untuk itu. Mengenai bagian laki-laki dua kali
bagian perempuan dapat disimpangi apabila para ahli waris
sepakat membagi sama rata bagian laki-laki dan perempuan
38 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia ( Jakarta :Rajawali Pers, 1990), hal 322.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
31
Universitas Indonesia
setelah mereka mengetahui bagian masing-masing yang
sebenarnya menurut hukum.
4. Asas karena kematian, maksudnya terjadinya peralihan hak
materiil maupun immateriil dari seseorang kepada kerabatnya
secara waris mewaris berlaku setelah orang tersebut
meninggal dunia.
5. Asas hubungan darah yakni hubungan darah akibat
perkawinan sah, perkawinan subhat dan atas pengakuan anak
(asas fiqh Islam).
6. Asas wasiat wajibah, maksudnya anak angkat dan ayah
angkat secara timbal balik dapat melakukan wasiat tentang
harta masing-masing, bila tidak ada wasiat dari anak angkat
kepada ayah angkat atau sebaliknya, maka ayah angkat
dan/atau anak angkat dapat diberi wasiat wajibah oleh
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar‟iyah secara ex
officio maksimal 1/3 bagian dari harta warisan (Pasal 209
KHI).
7. Asas Legaliter, maksudnya kerabat karena hubungan darah
yang memeluk agama selain Islam mendapat wasiat wajibah
maksimal 1/3 bagian, dan tidak boleh melebihi bagian ahli
waris yang sederajat dengannya (Yurisprudensi).
8. Asas Retroaktif Terbatas, KHI tidak berlaku surut dalam arti
apabila harta warisan telah dibagi secara riil (bukan hanya
pembagian di atas kertas) sebelum KHI diberlakukan, maka
keluarga yang mempunyai hubungan darah karena ahli waris
pengganti tidak dapat mengajukan gugatan waris. Jika harta
warisan belum dibagi secara riil, maka terhadap kasus
warisan yang pewarisnya meninggal dunia sebelum
Kompilasi Hukum Islam (KHI) lahir, dengan sendirinya
Kompilasi Hukum Islam dapat berlaku surut.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
32
Universitas Indonesia
c. Fiqih Mewaris
Fiqih mawaris merupakan ilmu yang sangat penting, oleh
karena itu, Allah sendiri dan secara langsung mengatur bagian-
bagian fara’idh ini. Dia tidak menyerahkan hal tersebut kepada
malaikat atau rasul yang paling dekat sekalipun. Allah telah
menjelaskan masing-masing bagian ahli waris yang seperdua,
seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga dan seperenam.
Ini berbeda dengan hukum-hukum lainnya, seperti shalat, zakat,
puasa, haji dan lain-lain yang nash-nashnya bersifat global. Allah
SWT menjamin surga bagi kaum muslimin yang melaksanakan
hukum kewarisan Islam ini.
Allah SWT berfirman. “(Hukum-hukum tersebut) itu
adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada
Allah dan RasulNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam
surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka
kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar”39
. Allah
SWT, mengancam dengan neraka dan adzab yang pedih bagi
orang-orang yang menyelisihi batasan-batasan fara’idh Islam
tersebut. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman. “Dan barangsiapa
yang mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar ketentuan-
ketentuanNya, niscaya Allah memasukkannya kedalam api neraka,
sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan”40
, Rasulullah SAW memerintahkan agar umat Islam
mempelajarai ilmu fara’idh dan mengajarkannya.
Amirul Mukminin Umar Ibnul Khaththab Radhiyallahu
„anhu berkata: “Pelajarilah fara’idh, sebab ia adalah bagian dari
agamamu”. Rasulullah SAW juga berkata: “Pelajarilah fara’idh,
nahwu dan Sunnah sebagaimana kamu mempelajari Al-Qur‟an”
Ibnu Abbas Ra, ketika menafsirkan ayat 73 surat Al-Anfal, dia
39 Surat An-Nisa, Ayat 13
40
Surat An-Nisa, Ayat 14
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
33
Universitas Indonesia
menyatakan: “Jika kamu tidak mengambil ilmu waris yang
diperintahkan oleh Allah, maka pasti akan terjadi fitnah di bumi
dan kerusakan yang besar”.
Abu Musa Al-Asy‟ari Radhiyallahu„anhu berkata :
“Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur‟an tetapi tidak pandai
fara’idh, adalah seperti baju burnus yang tidak memiliki kepala”.
Para ulama Islam sangat peduli dan memberi perhatian yang besar
terhadap ilmu ini, dengan berdiskusi, mengajarkan, merumuskan
kaidah-kaidahnya, dan menuliskannya dalam literarur (kitab) fiqih.
Ini semua karena, fara’idh merupakan bagian dari agama Islam,
diwahyukan langsung oleh Allah, dan dijelaskan serta dipraktekkan
oleh Rasulullah SAW.41
Dalam penentuan ahli waris ada sebab- sebab mempusakai
adanya pertalian kerabat (qarabah), adanya janji prasetia
(muhalafah) dan adanya pengangkatan anak (tabanny) atau adopsi).
Sedangkan hak pusaka belum dapat digunakan sebagaimana
mestinya, selama ia tidak memiliki dua buah syarat yaitu sudah
dewasa dan orang laki- laki.
Pertalian-kerabat saja belum cukup kiranya dijadikan alasan
untuk menuntut hak pusaka, selagi tidak di lengkapi dengan adanya
kekuatan jasmani yang sanggup untuk membela, melindungi dan
memelihara qabilah atau sekurang- kurangnya keluarga mereka.
Dengan demikian para ahli waris jahiliyah dari golongan
kerabat semuanya terdiri dari golongan laki- laki. Mereka itu ialah
anak laki-laki, Saudara laki-laki, Paman dan anak paman, Yang
kesemuanya harus sudah dewasa.
Janji-prasetia itu baru terjadi dan mempunyai kekuatan
hukum, bila salah seorang pihak telah mengikrarkan janji
prasetianya kepada pihak lain, dengan ucapan (sumpah).
41 Syaikh Shalih Fauzan dalam At-Tahqiqat Al-Mardhiyyah Fil Mabahits Al-Faradhiyyah,
hlm. 13-16)
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
34
Universitas Indonesia
Sedangkan anak angkat yaitu seorang yang telah mengambil anak
laki- laki orang lain untuk di pelihara dan dimasukkan didalam
keluarga yang menjadi tanggungannya menjadi bapak angkat
terhadap anak yang telah diadopsi dengan berstatus anak nasab.
Anak angkat tersebut bila sudah dewasa dan bapak angkatnya
meninggal dunia, dapat mempusakai harta peninggalan bapak
angkatnya seperti anak keturunannya sendiri .
d. Kodifikasi Hukum Kewarisan Islam Dalam Rangka
Pembinaan Hukum Nasional
Hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia sampai
saat ini masih belum merupakan unifikasi hukum. Atas dasar peta
hukum waris yang masih demikian plurailistiknya, akibatnya
sampai sekarang ini pengaturan masalah warisan di Indonesia
masih belum terdapat keseragaman. Bentuk dan sistem hukum
waris sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat dan sifat
kekeluargaan. Sedangkan sistem kekeluargaan pada masyarakat
Indonesia, berpokok pangkal pada sistem menarik garis keturunan.
Berkaitan dengan sistem penarikan garis keturunan, seperti telah
diketahui di Indonesia secara umum.
Setidak-tidaknya dikenal tiga macam sistem keturunan,
berkaitan erat dengan berbagai keinginan umat Islam dewasa ini
yang bukan saja tentang pengharapan pengembangan ide-ide
pembaharuan hukum waris Islam tetapi juga keinginan agar hukum
Islam dapat mewakili menjadi hukum waris nasional, setidaknya
bukan hanya sekedar dipertimbangkan, tetapi pula dijadikan
kerangka acuan yang terbaik dan kongkrit mewujudkan keadilan
universal.42
42 Afinz, Sejarah Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Rabu, 21 April 2010, diunduh
dari http://afinz.blogspot.com/2010/04/sejarah-hukum-kewarisan-Islam-di.html, tanggal 20
November 2012
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
35
Universitas Indonesia
Di sisi lain, dalam hal tertentu dikalangan intern ummat
Islam sendiri mengenai hukum kewarisan masih menjadi persoalan
dan menjadi polemik yang berkepanjangan. Berbagai kritik dan ide
pembaharuan merupakan fakta sosial aspirasi sebagian ummat
Islam Indonesia. Baik ide Hazairin, Munawir Sjadzali ataupun
lebih jauh berbagai tanggapan dan ijtihad di kalangan ulama
sepanjang sejarah sejak masa sahabat yang secara kronologis
diwarisi oleh para pengikut pemikiran mereka masing-masing.
Sebagian masyarakat Indonesia beragama Islam, hukum adat yang
ada sudah dianggap mengakar menyulitkan menjadikan hukum
waris Islam sebagai alternatif yang mana hukum adat terlahir
karena adanya hubungan-hubungan hidup bersama dalam
masyarakat yang secara sosiologis telah lama melembaga. Menurut
Sukris Sarmadi dengan dijadikannya hukum adat sebagai realitas
salah satu sumber dalam pembinaan hukum Nasional sebagaimana
pula dengan hukum Islam, yang mana dianggap representatif
sebagai preseden-preseden bagi hukum Nasional, dan dirancang
serta diberlakukannya dua hukum itu dengan cara “tambal sulam”
sebagai kebijakan Nasional, barangkali akan dianggap telah
melenyapkan hukum kewarisan Islam karena hukum Islam
mengenai kewarisan selama ini dipahami sebagai ajaran yang
mutlak dengan ciri-ciri keadilan yang trasedental. Ditambahkan
bahwa masyarakat yang beragama Islam walaupun dengan berlatar
sosial budaya yang sebelumnya jauh berbeda dengan prinsip-
prinsip Islam seperti masyarakat patrilinial, matrilineal ataupun
bilateral tertentu dengan keberadaan sistem hukum adatnya yang
mempengaruhinya, maka sangat sulit untuk diterapkan suatu
unifikasi hukum dalam suatu kodifikasi yang bersifat nasional.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
36
Universitas Indonesia
2.1.1.3.Menentukan Ahli Waris
Ditinjau dari segi ketentuan hukum kewarisanan Islam, ke dalam
pokok masalah siapa-siapa yang menjadi ahli waris, meliputi segi-segi
hukum:43
1. Penentuan kelompok ahli waris.
a) Penentuan kelompok ahli waris menurut hubungan darah:
1). Golongan laki-laki yang terdiri dari ayah, anak laki-laki,
saudara laki-laki, paman dan kakek.
2). Golongan perempuan yang terdiri dari ibu, anak
perempuan, saudara perempuan dan nenek.
b) Penentuan kelompok ahli waris menurut hubungan perkawinan
yang terdiri dari duda atau janda.
2. Penentuan siapa yang berhak mewarisi.
3. Penentuan yang terhalang menjadi ahli waris, karena:
a) Dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh atau
menganiaya berat si pewaris.
b) Dipersalahkan memfitnah si pewaris.
4. Menentukan hak dan kewajiban ahli waris, terutama kewajiban yang
berkenaan dengan :
a) Mengurus pemakaman.
b) Menyelesaikan utang-piutang si pewaris.
c) Menyelesaikan wasiat si pewaris.
d) Melakukan pembagian harta warisan (harta peninggalan)
diantara para ahli waris yang berhak.
Selain daripada itu, penentuan siapa ahli waris yang diatur di dalam
Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam mengenai diakuinya kedudukan ahli
waris pengganti atau plaatsvervulling, yaitu dalam hal ahli waris lebih
dulu meninggal dari pewaris, kedudukannya dapat digantikan anaknya.
43 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dan Tata Hukum Indonesia
( Jakarta : Gema Insani Press, 1994) hal, 37
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
37
Universitas Indonesia
2.1.1.4.Penentuan Pembagian Ahli Waris
Apa yang ditentukan dalam masalah ini meliputi porsi setiap ahli
waris dan secara umum garis besarnya meliputi:44
1) Apabila anak hanya terdiri dari anak perempuan saja mendapat ½
harta warisan.
2) Apabila anak hanya terdiri dari dua anak perempuan atau lebih,
bersekutu mendapat 2/3 harta warisan.
3) Apabila anak terdiri dari anak laki-laki dan perempuan, bagian
anak laki-laki dua berbanding satu dengan bagian anak perempuan.
4) Bagian ayah:
a) Apabila pewaris tak meninggalkan anak, ayah mendapat
seluruh bagian, berkedudukan sebagai dzul Faraidh.
b) Apabila pewaris meninggalkan anak, ayah mendapat bagian
sisa, setelah diberikan kepada ahli waris yang lain.
5) Bagian ibu
a) Apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau dua orang
saudara, ibu mendapat 1/3 bagian.
b) Apabila anak ada dan dua orang saudara, ibu mendapat 1/6
bagian.
6) Bagian duda
a) Apabila tidak ada anak, duda mendapat 1/2 bagian.
b) Apabila ada anak, duda mendapat 1/4 bagian.
7) Bagian janda
a) Apabila tidak ada anak, janda mendapat 1/4 bagian.
b) Apabila ada anak, janda mendapat 1/8 bagian.
44 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta : Bina
Aksara, 1981) hal, 32
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
38
Universitas Indonesia
2.1.1.5.Melaksanakan Pembagian Harta Peninggalan
Pokok permasalahan ini menyangkut hukum materiil dan hukum
formal. Dari segi hukum materiil, hukum waris Islam tidak
memperkenankan harta warisan tertumpuk. Wajib dibagi kepada ahli waris
yang berhak sesegera mungkin setelah warisan terbuka. Dari segi hukum
formal, dapat ditinjau dari dua ketentuan, yaitu:45
1) Pembagian berdasar putusan pengadilan.
Pembagian harta warisan kepada ahli waris berdasar
Keputusan Pengadilan, termasuk fungsi kewenangan Pengadilan
Agama dalam menjalankan tugas eksekusi dengan syarat:
a) Putusan yang bersangkutan sudah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Artinya terhadap putusan yang bersangkutan tidak ada lagi
upaya banding atau kasasi. Suatu putusan yang sudah tertutup
upaya banding atau kasasi, bisa terjadi apabila mengajukan
permintaan banding atau kasasi sudah lewat batas tenggang
waktunya atau memang tidak diajukan permintaan banding
atau kasasi, atau bisa juga perkara yang bersangkutan sudah
diputus dalam tingkat banding dan kasasi.
b) Putusan yang telah memperoleh kekuatan tetap tersebut
mengandung amar atau dictum yang bersifat condemnatoir.
Artinya disamping telah dipenuhi syarat bahwa
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus
pula dipenuhi syarat condemnatoir. Yang dimaksud dengan
condemnatoir, salah satu amar putusan mengandung
pernyataan: menghukum para ahli waris melakukan
pembagian atau amar yang memerintahkan pembagian. Bisa
juga berupa amar “melaksanakan” pembagian. Pernyataan
menghukum, memerintahkan atau melaksanakan pembagian
adalah beberapa ciri putusan yang bersifat condemnatoir.
45 Abdul Gani Abdullah, Op cit, hal 35.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Hanya putusan yang bersifat condemnatoir yang dapat
dieksekusi melalui kewenangan pengadilan (Ketua
Pengadilan). Jika amar putusan hanya bersifat declaratoir,
pengadilan tidak berwenang melakukan pembagian warisan
melalui tindakan eksekusi, sekalipun putusan telah
berkekuatan hukum tetap. Misalnya amar putusan hanya
menyatakan harta warisan adalah peninggalan si pewaris dan
para ahli waris (penggugat atau tergugat) sama-sama berhak
untuk mewarisi. Tidak ada amar yang memerintahkan
menghukum atau melakukan pembagian. Putusan tersebut
bersifat declaratoir. Dalam putusan yang bersifat seperti itu
tidak melekat kekuatan eksekutorial. Pengadilan tidak
berwenang melakukan pembagian berdasar kekuatan upaya
eksekusi. Agar putusan yang bersifat declaratoir dapat
dilaksanakan, tergantung pada kerelaan para pihak untuk
memenuhi pembagian secara sukarela atau harus lagi
diajukan gugat baru untuk meminta pelaksanaan eksekusi
atau putusan yang bersifat declaratoir tadi.
Kemudian, sekiranya putusan memang bersifat
condemnatoir, cara penyelesaian pembagian melalui
kewenangan eksekusi terhadap harta warisan bisa sekaligus
bertemu dalam pembagian tersebut eksekusi riil dan
executorial verkoop (penjualan lelang). Jika harta warisan
yang hendak dibagi melalui kewenangan eksekusi dan harta
warisan hanya terdiri dari sejumlah uang atau beberapa
rumah yang terletak pada satu lokasi yang sama, eksekusi
dapat dengan mudah dilakukan secara nyata (eksekusi riil)
dengan membagi rata dan langsung menyerahkan dan
penguasaannya kepada masing-masing ahli waris. Tetapi
apabila harta terdiri dari beberapa jenis dengan nilai harga
yang berbeda dan masing-masing ahli waris tidak ada yang
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
40
Universitas Indonesia
mau mengalah untuk saling memperhitungkan nilai kelebihan
dan kekurangannya, eksekusi ditempuh melalui dua tahap.
Tahap pertama dilakukan executorial verkoop (jual lelang)
atas semua harta. Dari jumlah harga penjualan baru dilakukan
eksekusi riil, yakni membagi harta penjualan sesuai besarnya
dengan bagian masing-masing.
2) Pembagian berdasar permohonan pertolongan.
Pembagian warisan dapat dilakukan pengadilan di luar
eksekusi berdasar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, yakni melalui ketentuan Pasal 236 a HIR berupa pembagian
atas dasar permohonan pertolongan pembagian harta warisan di luar
sengketa. Kebolehan dan kewenangan Pengadilan Agama melakukan
pembagian harta warisan berdasar ketentuan Pasal 236 a HIR, sesuai
dengan apa yang ditegaskan Pasal 54 Undang-Undang No. 7 Tahun
1989, yang menyatakan hukum acara Perdata yang berlaku pada
pengadilan di lingkungan Peradilan Agama ialah hukum acara
perdata yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Umum. Sedang
hukum acara perdata yang berlaku dalam lingkungan Peradilan
Umum ialah HIR dan RBG. Berarti HIR dan RBG pula yang berlaku
dalam lingkungan Peradilan Agama. salah satu aturan yang terdapat
dalam HIR adalah Pasal 236 a. Pasal 107 ayat 2 Undang-Undang
Nomor. 7 Tahun 1989 sendiri sudah menegaskan tentang
kewenangan Pengadilan Agama melakukan pembagian harta warisan
berdasar Pasal 236 a HIR dengan syarat dan tata cara:
a) Harta warisan yang hendak dibagi diluar sengketa di
pengadilan.
b) Ada permohonan minta tolong dilakukan pembagian dari
seluruh ahli waris.
Apabila kedua syarat terpenuhi, barulah pengadilan dapat
melaksanakan pembagian berdasar ketentuan Pasal 236 a HIR.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
41
Universitas Indonesia
Pengadilan harus terlebih dahulu meneliti dan yakin bahwa yang
memohon pembagian terdiri dari semua ahli waris, jika yang
memohon hanya terdiri dari sebagian ahli waris saja, pengadilan
tidak bisa mempergunakan Pasal 236 a HIR.
Demikian segi-segi hukum kewarisan Islam yang
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 49 ayat 3, jo. Penjelasan
Umum angka 2 alinea keenam Undang-Undang Nomor. 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama. Dari uraian di atas, semua aspek
hukum warisan Islam sudah tercakup dalam ketentuan Pasal 49
ayat 3 Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1989. Berdasar hal
tersebut, tidak ada lagi keraguan untuk menyimpulkan bahwa
jangkauan kewenangan lingkungan Peradilan Agama mengadili
sengketa perkara warisan bagi mereka yang beragama Islam
meliputi seluruh bidang hukum warisan Islam, bahkan sampai
kepada eksekusi pembagian kepada para ahli waris, baik
pembagian itu dalam bentuk kewenangan eksekusi berdasar
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
maupun pembagian berdasar kewenangan melalui kekuatan Pasal
236 a HIR.
2.1.1.6.Dasar Hukum Kewarisan Islam
a. Ayat Al-Quran
Ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan masalah kewarisan baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat ditemukan dalam
beberapa surat dan ayat, yakni :
1) Menyangkut harta pusaka dan pewarisnya.
Surat An-Nisaa‟ (4) ayat 33:
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu
bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya dan
(jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
42
Universitas Indonesia
mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.46
2) Mengenai aturan pembagian harta warisan.
Surat An-Nisaa‟ (4) ayat 7-14.
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan (7).
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim
dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu
(sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik
(8). Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (9).
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-
nyala (neraka) (10). Allah mensyari'atkan bagimu tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika
anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo
harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini
adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan
bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri- isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-
isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
46
Surat An-Nisaa‟ (4) Ayat 33. AlQuran dan Terjemahannya, (Jakarta : Depag RI, 1980).
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
43
Universitas Indonesia
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para
isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki
maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka
mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar
dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun
(12). (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan
dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir
didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya;
dan Itulah kemenangan yang besar (13). Dan Barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan (14). 47
b. Hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum waris
Ada beberapa Hadis terkait dengan hukum kewarisan
diantaranya hadits yang sepakati oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim yang artinya adalah Bersabda Rasulullah SAW: serahkanlah
pembagian warisan itu kepada orang yang berhak menerimanya bila
ada yang tersisa, maka berikanlah kepada laki-laki terdekat. Kemudian
hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad yang artinya Barang siapa
membunuh seseorang, maka ia tidak dapat mempusakainya, walaupun
si korban tidak mempunyai pewaris selainnya. Dan jika si korban itu
bapaknya atau anaknya, maka bagi pembunuh tidak berhak menerima
harta peninggalan.
Sedangkan dari yang diriwayatkan oleh HR. Abu Dawud dan
at-Turmudzi Wahai Rasulallah ini ada dua orang putri Sa‟ad bin ar-
47 Ibid.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Rabi‟ yang ayahnya mati syahid bersama tuan di perang Uhud. Paman
mereka telah mengambil seluruh harta bendanya sehingga mereka
tidak ditinggali harta sedikitpun, dan mereka tidak bisa kawin kalau
tidak punya harta.” Jawab Rasulullah SAW: “Allah bakal memutus
hal tersebut.” Lalu turunlah ayat-ayat mawarits “yusikumullahu fi
auladikum”, dan kemudian Rasulullah mengutus seseorang menemui
paman mereka, maka berkatalah Rasulullah SAW: “Berilah dua orang
putri Sa‟ad dua pertiga, ibu mereka seperelapan dan sisanya untuk
kamu.”
c. Ahli Waris Dalam Hukum Kewarisan Islam48
Ahli waris adalah seseorang atau beberapa orang yang berhak
mendapatkan bagian dari harta peninggalan. Secara garis besar
golongan ahli waris dapat dibedakan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1. Ahli waris menurut AlQuran atau yang sudah ditentukan di
dalam AlQuran disebut dzul faraa‟idh. Yakni ahli waris langsung
yang mesti selalu mendapat bagian tertentu yang tidak berubah-
berubah. Adapun rinciannya sebagai berikut:
1) Dalam garis kebawah
(1) Anak perempuan
(2) Anak perempuan dari anak laki-laki
2) Dalam garis keatas
(1) Ayah
(2) Ibu
(3) Kakek dari garis ayah
(4) Nenek baik dari ayah maupun dari garis ibu
3) Dalam garis kesamping
(1) Saudara perempuan seayah dan seibu dari garis ayah
(2) Saudara perempuan tiri dari garis ayah
(3) Saudara lelaki tiri dari garis ibu
(4) Saudara Perempaun tiri dari garis ibu
48
Eman Suparman, Op. Cit, halaman. 17-20
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
45
Universitas Indonesia
4) Duda
5) Janda
2. Ashabah, dalam arti bahasa Arab berarti anak lelaki dan kaum
kerabat dar pihak bapak. Ashabah menurut ajaran kewarisan
patrilineal syafi‟i adalah golongan ahli waris yang mendapat
bagian terbuka atau bagian sisa, yaitu terdiri atas:
1) Ashabah Binafsihi yaitu ashabah-ashabah yang berhak
mendapat semua harta atau semua sisa yang urutannya
sebagai berikut:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah
asal saja pertaliannya masih terus laki-laki
3. Ayah
4. Kakek dari pihak ayah dan terus keatas asal saja
pertaliannya belum putus dari pihak ayah
5. Saudara laki-laki sekandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak saudara laki-laki sekandung
8. Anak saudara laki-laki seayah
9. Paman yang sekandung dengan ayah
10. Paman yang seayah dengan ayah
11. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah
12. Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah
2) Ashabah bilghairi yaitu ashabah dengan sebab orang
lainnya.
Yakni seorang wanita yang menjadi ashabah karena
ditarik oleh seorang laki-laki, yaitu sebagai berikut:
1. Anak perempuan yang didampingi oleh anak laki-laki
2. Saudara perempuan yang didampingi oleh saudara laki-
laki
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
46
Universitas Indonesia
3) Ashabah ma‟al ghairi yakni saudara perempuan yang
mewaris bersama keturunan dari pewaris, mereka itu
adalah:
1. Saudara perempuan sekandung, dan
2. Saudara perempuan seayah
3. Dzul Arhaam, yang berarti orang yang mempunyai hubungan darah
dengan pewaris melalui pihak wanita saja.
d. Sebab-sebab Mewarisi
Menurut hukum kewarisan Islam ada tiga sebab mewaris yaitu:
1. Karena hubungan kekeluargaan, yang dimaksud adalah hubungan
darah atau hubungan famili.
2. Hubungan perkawinan, yang dimaksud adalah hubungan antara
suami dengan istri, jika salah satu di antara keduanya meninggal
maka yang masih hidup berhak mewarisi harta peninggalan.
3. Wala' (hubungan hukmiah), yang dimaksud adalah hubungan yang
ditetapkan oleh hukum Islam, tegasnya jika seseorang tuan
memerdekakan budaknya maka terjadilah hubungan keluarga yang
disebut wala'ul 'itqi.49
e. Rukun-rukun Waris
Rukun waris ada tiga, yaitu:
1. Muwarrits (orang yang memberi waris), yakni mayat dimana
orang lain berhak mewaris dari padanya akan apa saja yang
ditinggalkan sesudah matinya.
2. Waris (penerima waris), yakni orang yang berhak mewaris
dengan sebab yang telah dijelaskan, seperti: kekerabatan,
pernasaban, perkawinan dan sebagainya.
49
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Dalam Syari'at Islam, (Bandung:
Diponegoro, 1974), halaman. 47
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
47
Universitas Indonesia
3. Mauruts (benda yang diwariskan), yakni sesuatu yang
ditinggalkan mayat, seperti: harta, kebun dan sebagainya.50
f. Syarat-syarat Mewaris
Syarat-syarat mewaris juga ada tiga, yaitu:
1. Matinya orang yang mewariskan, baik menurut hakikat maupun
menurut hukum.
2. Ahli waris betul-betul hidup ketika muwarits mati.
3. Diketahui jihat kekerabatan dan sebab mewaris, yang merupakan
syarat untuk mewaris.51
g. Penghalang Kewarisan
Para ulama fiqih ahli hukum kewarisan banyak bersilang
pendapat mengenai permasalahan penghalang kewarisan. Namun,
pada umumnya mereka sependapat mengenai apa itu penghalang
kewarisan sehingga para ulama menyebutkan ada lima penghalang
kewarisan, yaitu:
a. Perbudakan
Karena firman Allah SWT dalam surat An-Nahl (16) ayat
75: Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya
yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun (QS.
An-Nahl (16) ayat 75).52
Budak tidak dapat mewarisi karena dianggap tidak cakap
mengurusi harta-harta milik, dan status kekeluargaannya terputus
dengan ahli warisnya, ia tidak dapat mewariskan harta peninggalan
karena ia dianggap orang yang tidak memiliki harta sedikitpun
50
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Op. Cit.,halaman 56 51
Ibid. 52
Al Quran dan Terjemahannya, (Jakarta : Depag RI, 1980).
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
48
Universitas Indonesia
b. Pembunuhan
Pembunuhan adalah salah satu penghalang waris,
pembunuhan yang dimaksud disini adalah pembunuhan yang
dilakukan kepada keluarga dengan motif untuk memudahkan atau
mempercepat bagi pihak yang membunuh untuk mendapatkan
warisan. Dalam hokum Islam pembunuhan adalah dosa yang
dikategorikan sangat besar hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surat Al-Israa' (17) ayat 33:
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. Dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka
Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan. (QS. Al-Israa‟ (17): 33)53
c. Perbedaan Agama
Tentang perbedaan agama yang dimaksud adalah antara
pewaris dan ahli waris terdapat perbedaan agama. Para ulama
sepakat bahwa seorang non Muslim terhalang hak kewarisannya
terhadap orang Islam, namun terjadi perbedaan pendapat mengenai
boleh tidaknya seorang Muslim mewarisi harta seorang non
Muslim.
2.1.1.7. Hukum Kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Kompilasi Hukum Islam (KHI) disusun atas prakarsa penguasa
negara, dalam hal ini Ketua Mahkamah Agung dan menteri Agama
melalui Surat Keputusan Bersama dan mendapat pengakuan ulama dari
berbagai unsur. Secara resmi KHI merupakan hasil consensus (ijma)
ulama dari berbagi golongan melalui media lokakarya yang dilaksanakan
53
Ibid.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
49
Universitas Indonesia
secara nasional, yang kemudian mendapat legalisasi dari kekuasaan
negara.
Telah maklum bahwa KHI lahir bukan dari kondisi yang vakum.
Ada kondisi-kondisi sosial, politik, dan hukum yang mendorong KHI
harus lahir. KHI lahir dari rahim negara. Ia lahir sebagai produk politik
negara Orde Baru, yang jika dipandang dari optik politik hukum tentu saja
tidak bebas nilai dan tidak bebas kuasa dari muatan interest politik rezim
itu. Dengan perkataan lain, pembidanan kelahiran dan keberadaan KHI
terselimuti oleh bias-bias kekuasaan rezim Orde Baru. Dalam setiap proses
legislasi oleh negara, apalagi negara Orde Baru yang saat itu berwatak
otoritarian-birokratik, terdapat suatu kehendak-kehendak social politik
tersembunyi yang menyertainya, sebagaimana anutan banyak pakar hukum
bahwa tak ada hukum yang bebas nilai, bebas kepentingan, dan bebas
kuasa. Termasuk dalam jaring-jaring ini adalah hukum Islam yang
terkumpulkan dalam KHI, kehadirannya menjadi sarat dengan nilai,
kepentingan, dan relasi kuasa. Dengan nalar demikian, wajar kiranya kalau
KHI dipandang oleh sebagian orang sebagai “fiqih madzhab negara”. Ini
karena elemen-elemen konstruksi hukum Islam dalam KHI mulai dari
inisiatif, proses penelitian, penyusunan, hingga penyimpulan terakhir dari
pilihan-pilihan hukumnya semuanya dilakukan oleh suatu tim yang
beranggotakan hampir seluruhnya orang-orang negara.54
Betapa latar belakang pembentukan, logika hukum yang
digunakan, hingga pola redaksi yang diterapkan juga sebagaimana
lazimnya digunakan oleh hukum positif negara. Bahkan legitimasi hukum
pemberlakuannya juga sangat bergantung pada keputusan Negara melalui
Instruksi Presiden.
Berdasarkan kajian politik hukum, KHI setidak-tidaknya memiliki
4 (empat) buah karakter hukum yang spesifik sebagai akibat logis dari
54 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Akadeika Pressindo,
1992), hal 23.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
50
Universitas Indonesia
pengaruh politik hukum pada masanya. Karakter-karakter tersebut adalah
sebagai berikut:55
1. Dari perspektif strategi pembentukan hukum, KHI berkarakter
semi- responsif, yakni proses pembentukannya dikuasai oleh pihak
yudikatif (MA) dan eksekutif (Depag RI), sementara pihak
legislative (DPR) selaku perwakilan-formal rakyat Indonesia tidak
terlibat sama sekali dan perwakilan masyarakat Islam (MUI dan
cendekiawan Muslim di IAIN) berada pada posisi peripheral.
2. Dari perspektif materi hukum, KHI berkarakter otonom,
reduksionistik dan konservatif. Artinya, materi hukum Islam pada
KHI secara substansial diakui sebagai fiqih (yurisprudensi Islam),
namun hanya sebagian kecil materi hukum Islam yang
dilegislasikan (perkawinan, kewarisan, dan perwakafan) dengan
formulasi bahasa dan pokok masalah yang tidak adaptif dan
inovatif
3. Dari perspektif implementasi hukum, KHI berkarakter fakultatif,
yakni tidak secara apriori harus ditaati dan bisa memaksa setiap
warga negara, meski beragama Islam, untuk melaksanakan
ketentuan KHI
4. Dari perspektif fungsi hukum, KHI berkarakter regulatif dan
legitimatif, yakni ketentuan hukumnya lebih bersifat teknis-
prosedural dan praktis-operasional ketimbang strategis-
konsepsional dan teoritik.
2.1.1.8.Buku II dalam Kompilasi Hukum Islam
Suatu hal yang dapat dipastikan ialah bahwa Hukum Kewarisan
Islam selama ini yang bernama fiqih mawaris atau Faraid itu dijadikan
salah satu bahkan sumber utama dari Kompilasi. Kompilasi Hukum Islam
yang mengatur Hukum Kewarisan terdiri dari 23 pasal, dari pasal 171
55 Ibid.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
51
Universitas Indonesia
sampai dengan pasal 193. Sekedar perbandingan antara fiqih faraid
dengan kompilasi hukum Islam tersebut dapat dilihat sebagai berikut:56
1. Pasal 171 tentang Ketentuan umur. Anak pasal a). Menjelaskan
tentang Hukum Kewarisan sebagaimana juga terdapat dalam kitab-
kitab fiqih dengan rumusan yang berbeda. Anak pasal b).
Membicarakan tentang pewaris dengan syarat beragama Islam dan
anak pasal c). Membicarakan tentang ahli waris yang di samping
mensyaratkan adanya hubungan kekerabatan dengan pewaris juga
harus beragama Islam. Hal ini serupa dengan yang dibicarakan
dalam fiqih sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Anak pasal d dan e
juga tidak berbeda dengan fiqih. Anak angkat dan baitul mal telah
disinggung sebelum ini. Dengan demikian keseluruhan pasal ini
telah sejalan dengan fiqih.
2. Pasal 172 yang membicarakan identitas ke-Islam-an seseorang hanya
hal yang bersifat administratif, yang walaupun tidak disinggung
dalam fiqih, tidak menyalahi substansi fiqih itu.
3. Pasal 173 membicarakan tentang halangan kewarisan yang format
dan substansinya sedikit berbeda dengan fiqih, dengan rumusan:
seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum
karena:
a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau
menganiaya berat pada pewaris.
b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan
bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam
dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih
berat.
Dinyatakannya pembunuh sebagai penghalang kewarisan
dalam anak pasal a telah sejalan dengan fiqih. Namun dijadikannya
56 Abdurrahman, Loc cit
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
52
Universitas Indonesia
percobaan pembunuhan, penganiayaan, apalagi memfitnah sebagai
halangan jelas sejalan dengan fiqih mazhab mana pun. Dalam fiqih
hanya pembunuhan yang menyebabkan kematian yang dijadikan
penghalang kewarisan, itu pun pembunuhan sengaja, sedangkan
yang tidak disengaja masih merupakan perdebatan yang berujung
pada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Fiqih beranggapan
bahwa kewarisan itu adalah hak seseorang yang ditetapkan dalam
Al-Quran dan tidak dapat dicabut kecuali ada dalil yang kuat seperti
Hadist Nabi. Dicabutnya seseorang hanya karena percobaan
pembunuhan atau penganiayaan apalagi memfitnah. Meskipun ini
merupakan kejahatan namun tidak dapat menghilangkan hak yang
pasti, apalagi bila pewaris sebelum meninggal telah memberikan
maaf. Oleh karena itu, pasal ini masih perlu diperdebatkan.57
Hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasullah SAW
bersabda bahwa “Barang siapa membunuh seseorang, maka ia tidak
dapat mempusakainya, walaupun si korban tidak mempunyai
pewaris selainnya. Dan jika si korban itu bapaknya atau anaknya,
maka bagi pembunuh tidak berhak menerima harta peninggalan.”
Dan dihadist Nabi yang lain yaitu "Tidaklah seorang pembunuh
berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya‟.
4. Pasal 174 tentang ahli waris, baik dalam hubungan darah atau
perkawinan, telah sejalan dengan fiqih faraidh sebagaimana
diuraikan dalam Al-Quran: "Orang-orang yang mempunyai
hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
(daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."58
5. Pasal 175 tentang kewajiban ahli waris terhadap harta sebelum
dibagikannya harta tersebut kepada ahli waris telah sejalan dengan
57
Mahmud Yunus, Hukum Warisan dalam Islam, ( Jakarta, PT Hidakarya Agung, 1989), halaman 58
Ibid.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
53
Universitas Indonesia
fiqih mawaris yakni menggunakan harta tersebut untuk biaya
meninggal.
6. Pasal 176 tentang porsi perbandingan bagian wanita dan bagian laki-
laki adalah dua banding satu dari bagian anak perempuan.
7. Pasal 177 tentang bagian ayah dirumuskan sebagi berikut: ayah
mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak,
bila ada anak ayah mendapat 1/6 (seperenam) bagian. Walaupun
rumusan pasal ini konon telah mengalami perubahan tetapi tidak
mengubah secara substansial bahwa ayah menerima seperenam
dalam keadaan pewari, hal 34s ada meninggalkan anak, jelas telah
sesuai dengan Al-Quran, maupun rumusan dalam fiqih.
Tetapi menetapkan ayah menerima bagian sepertiga dalam keadaan
tidak ada anak tidak terdapat dalam Al-Quran, dan tidak tersebut
dalam kitab fiqih manapun, termasuk syi‟ah. Ayah mungkin
mendapat sepertiga tetapi tidak sebagai furudh. Itu pun dalam kasus
tertentu seperti bersama dengan ibu dan suami, dengan catatan ibu
menerima sepertiga harta, sebagaimana yang lazim berlaku dalam
madzab jumhur Ahlu Sunnah. Namun bukan bagian sepertiga untuk
ayah yang disebutkan dalam kompilasi. Kalau AlQuran dan fiqih
yang dijadikan ukuran, pasal ini jelas salah secara substansial.
8. Pasal 178 tentang bagian ibu dalam tiga kemungkinan dan pasal 179
sampai 180 tentang bagian duda dan janda dalam dua
kemungkinannya, telah sesuai dengan AlQuran dan rumusannya
dalam fiqih sebagaimana dijelaskan sebelum ini.
9. Pasal 181 tentang bagian saudara seibu dan pasal 182 tentang bagian
saudara kandung dan seayah dalam segala kemungkinannya telah
sejalan dengan AlQuran dan rumusannya dalam fiqih, surat annisa‟
ayat 11. Pasal 183 tentang usaha perdamaian yang menghasilkan
pembagian yang berbeda dari petunjuk namun atas dasar kerelaan
bersama, memang dalam kitab-kitab fiqih pada umumnya tidak
dijelaskan dalam waktu membahas kewarisan. Meskipun secara
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
54
Universitas Indonesia
fomal menyalahi ketentuan fiqih namun dapat diterima dengan
menggunakan pendekatan pemahaman takharuj yang dibenarkan
dalam mazhad Hanafi.
10. Pasal 184 tentang pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa
untuk mengurus hak warisannya, meskipun tidak dinyatakan dalam
kitab-kitab fiqih faraid, namun karena telah sejalan dengan kehendak
AlQuran surat Nisa' ayat 5, pasal ini dapat diterima.
11. Pasal 185 tentang ahli waris pengganti dirumuskan:
a. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada pewaris maka
kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka
yang tersebut pada pasal 173.
b. Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari
bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Pasal ini memerlukan perhatian anak pasal a) secara tersurat
mengakui ahli waris pengganti, yang merupakan hal baru untuk
hukum kewarisan Islam. Baru karena di Timur Tengah pun belum
ada Negara yang melakukan hal seperti ini, sehingga mereka perlu
menampungnya dalam lembaga wasiat wajibah. Ini suatu kemajuan
yang sangat bijaksana karena anak pasal ini menggunakan kata
“dapat” yang tidak mengandung maksud imperatif. Hal ini berarti
bahwa dalam keadaan tertentu yang kemaslahatan menghendaki
keberadaan ahli waris pengganti dapat diakui namun dalam keadaan
tertentu bila keadaan menghendaki, tidak diberlakukan adanya ahli
waris pengganti. Anak pasal ini secara tersirat mengakui hak
kewarisan cucu melalui anak perempuan yang terbaca dari rumusan
“ahli waris yang meninggal lebih dahulu" yang digantikan anaknya
itu mungkin laki-Jaki dan mungkin pula perempuan. Ketentuan ini
menghilangkan sifat diskriminatif yang ada pada hukum kewarisan
ulama Ahlu Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan budaya Indonesia
yang kebanyakan menganut kekeluargaan parental dan lebih cocok
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
55
Universitas Indonesia
lagi dengan adat Minangkabau yang justru nama “cucu” untuk anak
dari anak perempuan tersebut. Dalam pasal 2 menghilangkan
kejanggalan penerimaan adanya ahli waris pengganti dengan tetap
menganut asas perimbangan laki-laki dan perempuan. Tanpa anak
pasal ini sulit untuk dilaksanakan penggantian ahli waris karena ahli
waris pengganti itu menurut asalnya hanya sesuai dengan sistem
barat yang menempatkan kedudukan anak laki-laki sama dengan
anak perempuan.
12. Pasal 186 tentang kewarisan anak yang iahir di luar nikah telah
sesuai dengan kewarisan anak zina dalam fiqih yang
menempatkannya hanya menjadi ahli waris bagi ibunya dan orang
yang berkerabat dengan ibu itu.
13. Pasal 187 tentang pelaksana pembagian warisan, pasal 188
berkenaan dengan pengajuan permintaan untuk pembagian harta
warisan dan pasal 189 berkenaan dengan pewarisan tanah pertanian,
walaupun tidak diatur dalam fiqih, namun karena hal-hal ini hanya
menyangkut masalah administratif dan sesuai pula dengan prinsip
maslahat, pasal-pasal ini dapat diterima.
14. Pasal 190 tentang hak istri atas bagian gono-gini secara langsung
tidak menyangkut hak kewarisan dan dalam kedudukan sebagian
yang menjadi hak pewaris, tidak menyalahi ketentuan fiqih.
15. Pasal 191 tentang pewaris yang tidak meninggalkan ahli waris atau
ahli warisnya tidak diketahui keadaannya diatur dalam fiqih faraid.
Tentang ahli waris yang tidak memiliki keturunan.
16. Pasal 192 tentang penyelesaian secara 'aul dan pasal l93 tentang
penyelesaian secara Raad.
Dari uraian pasal demi pasal yang berkenaan dengan ketentuan
kewarisan dapat dikatakan bahwa pada umumnya pasal-pasal kewarisan
dalam Kompilasi Hukum Islam, kecuali beberapi hal krusial seperti
dijelaskan di atas, meskipun mungkin di sana-sini ada perbedaan dengan
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
56
Universitas Indonesia
kitab fiqih, dapat ditempatkan sebagai Hukum Kewarisan Islam dalam
bentuknya yang baru. Sedangkan beberapa poin krusial tetap
dikembangkan dalam wacana.
Adapun pasal-pasal berikutnya yaitu 194 sampai dengan pasal 209
tentang wasiat dan pasal-pasal 210 sampai dengan 214 tentang hibah,
memang berada di luar wilayah kewarisan. Namun tidak salahnya
dianggap manampung dalam buku II tentang Kewarisan, karena adanya
titik kesamaan yaitu peralihan hak milik dari seseorang kepada orang
lain.59
Hukum Kewarisan Islam berlaku bagi warga negara Indonesia
golongan Indonesia asli yang beragama Islam, dimana dalam Hukum
Kewaris Islam menganut beberapa prinsip dasar dalam pembagian harta
warisan. Prinsip-prinsip tersebut adalah :60
a. Pewarisan adalah ketentuan hukum ini berarti seseorang pewaris
tidak dapat menghapuskan atau menghalangi hak para ahli waris
terhadap harta warisan.
b. Pewarisan terbatas dalam lingkungan keluarga, baik karena
perkawinan maupun karena hubungan nasab.
c. Menempuh jalan tengah antara memberikan kebebasan kepada
pewaris memberikan harta peninggalan melalui wasiat dan tidak
memperkenankan peagian harta peninggalan berdasarkan system
sosialis yang tidak mengakui adanya hak perseorangan.
d. Membagikan harta warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris
dengan cara menetapkan bagian-bagian tertentu kepada beberapa
ahli waris.
e. Tidak mengenal perbedaan umur diantara ahli waris atas haknya
terhadap harta warisan, antara anak yang baru lahir dengan anak
yang telah dewasa sama-sama berhak atas harta warisan.
59
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (penerbit: PT kencana, 2004), halaman.
326-332
60
Ibid
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
57
Universitas Indonesia
f. Mengadakan perbedaan besar kecilnya bagian ahli waris yang
disesesuaikan jauh dekatnya hubungan kerabat dengan mayit dan
disesuaikan pula dengan kebutuhan hidupnya.61
Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama disebutkan:
a. Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-
orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan,
wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta
dan Wakaf dan shadaqah.
b. Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat I huruf
a adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-
undang mengenai perkawinan yang berlaku.
c. Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat I huruf
b adalah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli
waris dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
Dengan demikian, “bagi seorang pewaris berkewarganegaraan
Indonesia keturunan Cina yang beragama Islam, sepanjang menyangkut
baik masalah Hukum Kewarisannya maupun Surat Keterangan Ahli
Warisnya dapat dimintakan ke Pengadilan Agama, karena Pengadilan
Agama adalah Pengadilan bagi orang-orang yang beragama Islam”.62
Fatwa waris yang diterbitkan Pengadilan Agama apabila materinya
bertentangan dcngan keadaan yang sebenarnya dapat dikesampingkan oleh
61
Benyamin Asri, Hukum Waris Islam, (Bandung, Tarsito, 1989), halaman 4-5. 62
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
Pasal 1
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
58
Universitas Indonesia
Mahkamah Agung.63
Kompilasi Hukum Islam merupakan pedoman dan
landasan bagi para hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang
menjadi wewenang Pengadilan Agama.
Munawir Sadzali dalam tulisannya yang berjudul Peradilan Agama
dan Kompilasi Hukum Islam dalam buku Tata Hukum Indonesia
mengatakan bahwa Di Indonesia memang dapat dikatakan aneh tapi nyata
sebab peradilan Agama sudah berusia sangat lama namun hakimnya tidak
memiliki buku standar yang dapat dijadikan rujukan yang sama seperti
halnya Kitab Undang-undang Hukurn Perdata. Ini berat bagi para hakirn
agama menghadapi kasus yang harus diadili maka rujukannya adalah
berbagai buku fiqih tanpa suatu standarisasi atau keseragaman. Akibat
lanjutannya, secara praktis, kasus yang sama dapat lahir putusan yang
berbeda dari sudut teori hukum, ini berarti produk-produk peradilan
Agama bertentangan dengan prinsip Kepastian hukum.64
2.1.2. Surat Keterangan Waris
2.1.2.1.Pengertian
Berbicara mengenai keterangan hak waris, maka terlebih dahulu
harus dipahami tentang pewarisan. “Di dalam pewarisan terdapat beberapa
unsur yang penting, yaitu pewaris, ahli waris, warisan dan hukum waris,
yang kesemuanya mempunyai kata dasar “waris‟ yang berarti orang yang
berhak menerima pusaka (peninggalan) dan orang yang meninggal.65
Pewaris adalah orang yang meninggal dan meninggalkan harta
kekayaan.
63
Putusan Mahkamah Agung tertanggal 17 Desember 1999, nomor 51 .K/Pdt/1994
sebagaimana yang dimuat dalam Varia Peradilan, Nomor 191, Tahun XVI, Edisi Agustus 2001,
halaman. 94-116 64
Munawir Sadzali, Peradillan Agama dan Kompilasi Hlukum Islam dalam “Tata Hukum
Indonesia‟, Edisi Kedua, diedit oleh Dadan Mutaqien, Sldik Tono, Amir Mu‟allim (Yogyakarta,
UII Press, 1999), halaman. 2
65
WJ.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,. 1986),
halaman. 1148
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
59
Universitas Indonesia
Menurut Pitlo rumusan mengenai meninggal yaitu : 66
Biasanya yang
dianggap sebagai yang menentukan, adalah saat jantung berhenti
berdenyut…, berlawanan dengan bahasa sehari-hari yang mengatakan
“saat orang menghembus napas yang penghabisan.” Sejak kita mengenal
pemindahan jantung, maka peribahasa sehari-hari tersebut benar juga
adanya. Tidaklah dapat kita katakan bahwa jantung tanpa orang ia berhenti
berdenyut. Ia berdenyut terus tetap di tempat yang lain. Bagi donor yang
memberikan jantungnya berlaku saat wafatnya, saat ia kehilangan
jantungnya atau saat ia berhenti bernafas.
Sedangkan menurut J. Satrio memberikan batasan “meninggal” sebagai
berikut : 67
Kapan orang dianggap telah meninggal dunia, biasanya adalah
kalau jantung orang tersebut berhenti berdenyut. Namun dalam
praktik kita seringkali melihat orang menentukan apakah orang
yang bersangkutan telah meninggal dunia atau belum dengan
mendekatkan cermin pada mulut si sakit atau mentes reaksi pupil si
penderita dengan sinar lampu.
Berdasarkan pengertian tersebut, J. Satrio menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan “meninggal” adalah : 68
… meninggal secara alamiah,
karena hukum positif kita tidak mengenal mati perdata.
“Ahli waris adalah orang yang berhak atas harta warisan yang
ditinggalkau oleh pewarisnya”69
. Menurut Oemar Salim ahli waris adalah
mereka yang rnenggantikan kedudukan hukum dari orang yang meninggal
dunia dalam kedudukan hukurn harta.
Mewaris berarti menggantikan kedudukan orang yang meninggal
mengenai hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya. Dan warisan
adalah harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik itu berupa
66
A. Pitlo, Hukum Waris Menurut UU Hukum Perdata Belanda, (Jakarta, Intermasa, 1994),
halaman. 14.
67
J. Satrio, Op. cit., halaman. 19 68
R. Soegondo, Op. cit., halaman. 20
69
Ali Parman, Kewarisan Dalam AI-quran. Cet. Pertama, (Jakarta, Rajawali Pers, 1995),
halaman. 41.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
60
Universitas Indonesia
aktiva maupun passiva. “Harta warisan adalah soal apakah dan
bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang
kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia, akan beralih pada
orang lain yang masih hidup.70
Hukum Kewarisan adalah keseluruhan peraturan dengan mana
pembuat Undang-Undang mengatur akibat hukum dan rneninggalnya
seseorang, terhadap harta kekayaannya, perpindahannya kepada ahli waris
dan hubungannya dengan pihak ketiga.71
Menurut Gede Purwaka dalarn prakteknya, seorang ahli waris tidak
dapat dengan langsung secara otomatis dapat menguasai dan melakukan
balik nama harta warisan yang menjadi haknya dengan terbukanya
pewarisan (meninggalnya pewaris), melainkan untuk dapat melakukan
tindakan hukum terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus
dilengkapi dengan adanya surat keterangan hak waris.72
Sedangkan Surat Keterangan Waris (Verklaring van Erfpacht)
menurut R. Soegondo Notodisoerjo adalah : 73
…. surat keterangan yang dibuat oleh Notaris yang memuat
ketentuan siapa yang menurut hukum merupakan ahli waris yang
sah dari seseorang yang meninggal dunia.
Dengan maksud yang sama, beberapa penulis menyebut “Surat
Keterangan Waris” dengan Surat Keterangan Hak Waris” dan istilah
Verklaring van Erfpacht dengan “Certificaat van Erfpacht”. Berdasarkan
rumusan tersebut, maka pembicaraan mengenai Surat Keterangan Waris
70
Tarnakiran S, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Cetakan Pertama,
(Bandung, Pionir Jaya, 1992). halaman. 1
71
Perangin angin, Effendi., Hukum Waris, Kumpulan Kuliah Jurusan Notariat,. (Jakarta :
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, t.t.,). halaman. 3
72
I Gede Purwaka, Keterangan Hak Waris yang dibuat oleh Notaris Berdasarkan
Ketentuan KUH Perdata, Program Spesialis Notariat dan Pertanahan Fakukas Hukurn UI,
(Jakarta, UI Press, 1999), halaman. 3,
73
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia – Suatu Penjetasan, (Jakarta,
Rajawali Pers), 1982, halaman. 57.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
61
Universitas Indonesia
menyangkut masalah : orang yang meninggal dunia (pewaris) dan ahli
waris.
Kata „hak” berarti kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena
telah ditentukan oleh undang-undang ataupun peraturan-peraturan,
kewenangan atupun dapat juga berarti milik, kepunyaan. Dalam Karnus
Besar Bahasa Indonesia hak didefenisikan sebagai berikut:
1) (yang) benar, (yang) sungguh ada kebenaran;
2) kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untu menuntut sesuatu;
3) kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah diteatukan oleh
aturan,Undang-Undang);
4) kewenangan;
5) milik, kepunyaan.74
Dengan demikian keterangan hak waris adalah dapat diartikan
sebagai “suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemerintah
yang berwenang, atau dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang
kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh Kepala Desa Lurah atau Camat,
yang dijadikan alat bukti yang kuat tentang adanya suatu peralihan hak
atas suatu harta peninggalan dan pewaris kepada ahli waris”.75
Keterangan hak waris dibuat dengan tujuan untuk rnembuktikan
siapa siapa yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang telah
terbuka menurut hukum dari berapa porsi atau bagian masing-masing ahli
waris terhadap harta peninggalan yang telah terbuka tersebut.
Keterangan hak waris disebut juga surat keterangan hak mewaris
atau surat keterangan ahli waris. “Surat keterangan hak waris merupakan
surat bukti waris, yaitu surat yang membuktikan bahwa yang disebutkan
diatas adalah ahli waris dan pewaris tertentu”.76
74
WJ.S Poerwadarminta, Op cit, halaman. 339
75
I Gede Purwaka.Op cit. halaman 5.
76
Satrio, Op cit. halaman. 227
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
62
Universitas Indonesia
Sedangkan menurut Gede Purwaka keterangan hak waris untuk
melakukan balik nama atas barang hatti peninggalan yang diterima,dan
atas nama pewaris menjadi atas nama seluruh ahli waris.77
Tindakan kepemilikan yang dimaksudkan misalnya adalah:
1. Khusus untuk barang-barang harta pemnggaan berupa tanah, maka
dapat mengajukan permohonan ke Kantor Pcrtanahan setempat,
yaitu:
a) Melakukan pendaftaran peralihan hak (balik nama) untuk
tanah yang sudah terdaftar (bersertifikat) ; dan
b) Melakukan permohonan hak baru (sertifikat) atas tanah yang
belurn terdaftar seperti misalnya tanah girik, tanah bekas hak
barat, tanah negara.
2. Menggadaikan atau dengan cara menjaminkan barang-barang harta
peninggalan tersebut kepada pihak lain atau kreditor, apabila ahli
waris hendak meminjam uang atau meminta kredit.
3. Mengalihkan barang-barang harta peninggalan tersebut pada pihak
lain, misalnya menjual, menghibahkan, melepaskan hak dan lain-
lainnya yang sifatnya berupa suatu peralihan hak.
4. Merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan
menjadi milik dari masing-masing ahli waris dengan cara
melakukan membuat akta pembagian dan pemisahan harta
peninggalan dihadapan Notaris.
Menurut I Gede Purwaka, selain dan semua yang telah disebutkan
di atas, surat keterangan hak waris juga dapat berfungsi sebagai alat bukti
bagi ahli waris untuk dapat mengambil atau menarik uang dari pewaris
yang ada pada suatu bank atau asuransi, sekalipun bagi setiap bank atau
lembaga asuransi berbeda dalam menetapkan bentuk surat keterangan hak
waris yang bagaimana yang dapat diterimanya.
77
I Gede Purwaka.Op cit. halaman 5-6
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
63
Universitas Indonesia
Di dalam Surat Keterangan Waris memuat tentang nama-nama dan
para ahli waris dan nama pewaris (almarhun), bagi orang Islam dibuat oleh
para ahli waris itu sendiri disaksikan oleh Kepala Desa Lurah dan
dikuatkan oleh Camat. Penentuan porsi dan masing-masing ahli waris
tergantung pada hukum mana yang berlaku bagi para ahli waris artinya
adalah apabila ahli waris golongan Bumi Putra membagi warisannya
dengan hukum Faroidh maka akan dibagi sesual dengan porsi masing-
masing, sedangkan untuk golongan yang tunduk pada hukum adat maka
akan dibagi sesuai dengan hukum adatnya. Bagi golongan yang tunduk
pada hukum yang bersifat matrinial maka porsi anak perempuan akan
lebib banyak atau lebih diutarnakan sedangkan untuk golongan yang
tunduk pada hukum yang bersifat Patritineal maka porsi anak laki-laki
akan lebih diutamakan.
Pewarisan menurut hukum Faraidh atau menurut hukum Islam
membolehkan pewaris mewasiatkankan 1/3 (sepertiga) dan warisannya
asalkan tidak sampai merugikan para ahli warisnya yang lain.
2.1.2.2.Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris
Untuk memperoleh surat keterangan ahli waris dari kelurahan
harus dilengkapi dengan persyaratan administrasi yaitu surat keterangan
kematian dari kelurahan, Surat Nikah orang tua ahli waris, Kartu
Keluarga, Foto copy KTP semua ahli waris, untuk selanjutnya pihak
kelurahan memeriksa berkas-berkas tersebut. Apabila persyaratan
administrasi belum terpenuhi maka berkas dikembalikan untuk dilengkapi
apabil persyaratan administrasi sudah lengkap maka dilakukan
pemprosesan pada seksi Pemerintahan dan diproses serta ditandatangani
oleh Lurahan dan Camat.
Menurut Pasal 111 ayat 1 huruf c angka 4, Peraturan Menteri
Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
menyebutkan bagi Warga Negara Indonesia Penduduk asli, surat
keterangan ahli waris yand dibuat dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
64
Universitas Indonesia
saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat
tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.
Adapun bentuk dan proses pembuatan surat keterangan ahli waris
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pertama
Para ahli waris membuat surat keterangan warisan dalam
bentuk surat di bawah tangan. Surat keterangan warisan
tersebut kemudian ditandatangani oleh orang tua yang
hidup terlama dan seluruh ahhi waris.
2. Tahap Kedua
Kemudian surat keterangan ahli waris tersebut dibawa ke
kantor Kelurahan/Kepala Desa setempat untuk memohon
ditandatangani oleh Pejabat Lurah/Kepala Desa. Surat
keterangan itu diberi nomor, tanggal dan cap, dengan kata-
kata yang berbunyi” Disaksikan dan Dibenarkan oleh kami,
Lurah / Kepala Desa ……………..”
3. Tahap ketiga
Selanjutnya surat keterangan ahli waris tersebut dibawa ke
kantor kecamatan setempat untuk memohon tanda tangan
Pejabat Camat Surat keterangan warisan tersebut kemudian
diberi nomor, tanggal dan cap dengan kata-kata yang
berbunyi “Dikuatkan oleh Kami Camat”.
2.1.2.3.Pejabat Yang Berwenang Menerbitkan Surat Keterangan Hak Waris
Secara khusus tidak ada satupun peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang keterangan hak waris dan siapa saja pejabat yang
berwenang dalam menerbitkan surat keterangan hak waris”.78
Menurut Syahril Sofyan satu-satunya ketentuan tertulis yang
mengatur tentang wewenang pembuatan surat keterangan hak waris yang
dikenal dalarn praktek sehari-hari diatur dalam lntruksi bagi para Pejabat
78
Tan Thong Kie, Op-Cit, halaman 290
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
65
Universitas Indonesia
Pendaftaran Tanah di Indonesia dan mereka yang bertindak sedemikian
yang diatur dalam Pasal 14 Staats blad 1916 Nomor 517, yang mulai
berlaku pada tanggal 1 November 1916, yang memberikan kewenangan
untuk membuat surat keterangan hak waris itu kepada Balai Harta
Peninggalan setempat.‟ Oleh karena tidak adanya peraturan yang mengatur
mengenai keterangan hak waris dan pejabat yang berwenang
menerbitkannya, maka untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum
Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 8 Mei
1991 Nomor MA/Kumdil/171/V/K/1991 yang ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Ketua Pengadilan
Negeri dan Ketua Pengadilan Agama di seluruh Indonesia berhubungan
dengan surat Mahkarnah Agung Republik Indonesia tanggal 25 Maret
1991 Nomor KMA/041/III/1991, telah menunjuk Surat Edaran tanggal 20
Desember 1969 Nomor Dpt/12/63/12/69 yang diterbitkan oleh Direktotat
Jenderal Agraria Direkiorat Pendaftáran Tanah (Kadaster) di Jakarta, yang
menyatakan bahwa guna keseragaman dan berpokok pangkal dari
penggolongan penduduk yang pernah dikenal sejak sebelum kemerdekaan,
hendaknya keterangan hak waris untuk warga negara indonesia juga
diterbitkan berdasarkan penggolongan penduduk tersebut.
Adapun penjabat yang berwenang mengeluarkan surat keterangan
hak waris bagi golongan penduduk Indonesia asli (Bumiputera), surat
keterangan ahli waris dibuat oleh para ahli waris yang kemudian
dibenarkan dan dikuatkan oleh Lurah dan Camat penduduk Indonesia asli,
terutama yang tinggal di pedalaman daerah terpencil jauh dari kota, pada
awalnya banyak mengalami masalah dalam bidang pembuktian yang
berkenaan dengan kewarisan. Terutama bagi para ahli waris yang
menerima barang warisan berupa tanah. Kesulitan pembuktian kewarisan
tersebut, akhirnya dapat diatasi dan dipecahkan dengan terbitnya Surat
Edaran yang ditandatangani oleh Badan Pembinaan Hukum Direktorat
Jenderal Agraria, Departemen Dalam Negeri, tertanggal 20 Desember
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
66
Universitas Indonesia
1969, Nomor: 44 Dp/J12/63/12/69, tentang Surat Keterangan Warisan dan
Pembuktian Kewarganegaraan
Dalam surat Edaran tersebut diatur mengenai kewenangan pejabat
Lurah/Kepala Desa dan Camat untuk menyaksikan, membenarkan dan
menguatkan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh ahli waris. Surat
keterangan ahli waris tersebut demi hukum diakui sebagai alat bukti
otentik oleh instansi pejabat kantor pertanahan (agraria) untuk mengurus
barang warisan berupa tanah dalam melakukan pendaftaran hak (balik
nama) atau permohonan hak baru (sertifikat).
2.1.2.4.Surat Keterangan Ahli Waris sebagai Alat Bukti
Menurut Prof. Subekti79
alat bukti, adalah alat–alat yang
dipergunakan untuk membuktikan dalil–dalil suatu pihak di muka
pengadilan, misalnya bukti-bukti yang bersifat tulisan, dan dan bukti-bukti
yang bukan tulisan seperti, kesaksian, persangkaan, sumpah dan lain-lain.
Alat bukti yang bersifat tertulis dapat berupa surat dan dapat
berupa akta. Surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang
dimaksudkan untuk menuangkan isi hati atau untuk menyampaikan buah
pikiran seseorang dan dapat dipergunakan dalam pembuktian.80
Alat pembutikan tertulis yang berupa surat, merupakan salah satu
alat bukti yang sah menurut hukum. Alat bukti surat ini, memegang
peranan penting dalam semua kegiatan yang menyangkut bidang
keperdataan, misalnya jual beli, utang piutang, tukar menukar, sewa
menyewa dan sebagainya.
Alat pembuktian tertulis yang berupa surat, menurut A. Pitlo
adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti menerjemahkan suatu
79
Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1980),
halaman.21
80
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung, Mandar Maju,
2003), halaman 62
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
67
Universitas Indonesia
isi pikiran81
. Sudikno Mertokusumo, juga menjelaskan bahwa alat bukti
tertulis yang berupa surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda
baca yang dimaksud untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan
buah pemikiran seseorang dan dapat dipergunakan sebagai pembuktian82
.
Dengan demikian maka segala sesuatu yang tidak memuat tanda-tanda
bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan, akan tetapi tidak
mengandung buah pemikiran, tidaklah termasuk dalam pengertian alat
bukti tertulis atau surat, misalnya gambar, foto atau peta.
Tujuan dari pembuktian adalah untuk memperoleh kepastian
bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna
mendapat putusan hakim yang benar dan adil83
. Hukum pembuktian dalam
berperkara merupakan bagian yang sangat kompleks dalam proses litigasi.
Pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekonstruksi kejadian atau
peristiwa masa lalu sebagai suatu kebenaran84
.
Surat sebagai alat bukti tertulis dapat dibedakan dalam bentuk akta
dan surat bukan akta. Menurut A. Pitlo, akta adalah suatu surat yang
ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai alat bukti dan untuk
dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat85
.
Surat keterangan waris merupakan alat bukti yang dipergunakan
oleh pejabat untuk menentukan siapa yang menjadi ahli waris dan pewaris,
dan dan surat keterangan waris tersebut dapat diketahui siapa yang berhak
atas harta yang ditinggalkan. Jadi tidaklah mengherankan kalau Instansi
pemerintah maupun swasta menghendaki adanya pegangan yang
81
Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa, cetakan ke-1, (Jakarta, Itermasa, 1978) halaman.12
82
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 2002),
halaman.142
83
Jan Michiel Otto, Kepastian Hukum di Negara Berkembang, terjemahan Tristam
Moeliono, (Jakarta, Komisi Hukum nasional, 2003), halaman 5
84
M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU no. 7
tahun 1989, Jakarta, Pustaka Kartini, 1990) halaman 496
85
Teguh Samudra, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, (Bandung, Alumni, 1992),
halaman.37
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
68
Universitas Indonesia
menjamin bahwa mereka menyerahkan dan membayar kepada orang atau
orang-orang yang benar-benar berhak menerimanya. Untuk itu “tidaklah
heran suatu instansi meminta surat keterangan dari pihak yang berwenang
dalam menerbitkan surat keterangan tersebut (Surat Keterangan ahli
waris).86
Namun perlu diketahui bahwa surat keterangan ahli waris yang
berlaku di Indonesia masih bersifat pluralistis artinya bahwa surat
keterangan ahli waris yang diterbitkan bukan hanya diterbitkan oleh
seorang Notaris tapi masih ada instansi lain yang ditunjuk oleh pemerintah
untuk menerbitkannya. Hal ini diakibatkan oleh belum adanya suatu
Undang-Undang yang mengatur tentang surat keterangan ahli waris
tersebut, sehingga mengakibaikan di Indonesia sampai sekarang ini belum
terdapat suatu kesatuan hukum tentang hukum waris yang dapat diterapkan
untuk seluruh warga negara Indonesia. Oleh karena itu hukum waris yang
diterapkan kepada seluruh warga negara Indonesia masih berbeda-beda
dan dapat katakan bersifat “pluralism.
Keanekaragaman sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia
dikarenakan oleh karena bangsa Indonesia terdiri dari beranekaragam suku
dan agama dengan berbagai macam kebiasaan. Di samping itu juga karena
adanya penggolongan penduduk yang mengakibatkan perbedaan hukum
yang berlaku bagi setiap golongan penduduk dan status keragaman sistirn
hukum ini masih berlaku hingga sekarang.
2.1.3. Pengadilan Agama
Peradilan Agama berlaku bagi penduduk yang beragama Islam
yang keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan
Kehakiman juncto Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Pengadilan Agama. Peradilan Agama bertugas dan berwenang untuk
memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat
86
Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris. Buku I, (Jakarta, Ichijar
Baru Van Hoevc, 2000), halaman. 289
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
69
Universitas Indonesia
pertama antara orang-orang beragama Islam, dibidang perkawinan,
kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam dan
wakaf den sadaqah.
Khusus untuk bidang kewarisan, Pengadilan Agama hanya
mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutuskan dan
menyelesaikan perkara perkara bagi orang-orang/penduduk Indonesia
yang beragama Islam. Sehingga dengan demikian Pengadilan Agama yang
akan menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
mengenai harta peninggalan penentuan mengenai bagian masing-masing
ahli waris dan melaksanakan pembagian tersebut menurut ketentuan-
ketentuan hukum Islam berdasarkan A1‟Quran.
Mengenai tugas dan wewenang Pengaditan Agama untuk
memutuskan perkara-perkara dibidang kewarisan tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat bahwa tugas dan wewenang tersebut adalah dalam
konteks perkara yang bersifat sengketa (konrensius), dan tidak dalam
konteks perkara yang bersifat permohonan penetapan (voluntair).
Dengan merujuk kepada Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut
diatas, jelas dinyatakan bahwa “Pengadilan Agamu tidak berwenang untuk
memeriksa dan memutuskan/menetapkan perrnohonan ahli varis tersebut”.
Apabila larangan ini diikuti, maka akan menimbulkan suatu persoalan
yang tidak dapat dipecahkan, yaitu kepada siapa dan atau kepada lembaga
mana ahli waris harus memohon penetapan ahli waris dan penetapan
perolehan bagian masing-masing menurut hukum Islam berdasarkan
A1‟Quran. Mengajukan permohonan kepada lembaga Pengadilan Negeri,
Balai Harta Peninggalan, Notaris, dan Lurah/Kepala Desa yang dikuatkan
oleh Camat, juga tidak mungkin, mengingat pada umumnya mereka jarang
mempunyai keahlian dalam bidang hukum kewarisan islam. Hal ini
merupakan suatu dilema yang harus mendapat perhatian dari pemerintah.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
70
Universitas Indonesia
BAB 3
PENENTUAN AHLI WARIS DALAM PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA BANDUNG
NOMOR 0863/PDT.P/2011 /PA.BDG
3.1. Pengadilan Agama Bandung
Pengadilan Agama merupakan sebuah lembaga Peradilan Agama
yang berkedudukan di kabupaten. Sebagai pengadilan tingkat pertama,
Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara perdata Islam tertentu antara
orang-orang yang beragama Islam di Indonesia.87
Dari pengertian di atas maka Pengadilan Agama Bandung adalah
suatu pengadilan tingkat pertama yang menangani masalah hukum perdata
Islam tertentu di wilayah kabupaten Bandung.
a. Kompetensi Relatif Pengadilan Agama.
Kompetensi relatif adalah kompetensi Pengadilan Agama
berdasarkan daerah hukumnya, kompetensi relatif ini mempunyai
arti penting sehubungan dengan ke Pengadilan Agama mana orang
akan mengajukan perkaranya.88
b. Kompetensi Absolut Pengadilan Agama.
Adapun perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
Bandung sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
87
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1998), halaman. 6.
88
Ibid.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
71
Universitas Indonesia
tentang Peradilan Agama yang kemudian dirubah kedalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama
adalah sebagai berikut:
1. Perkawinan
Bidang perkawinan yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama adalah izin poligami, pencegahan perkawinan,
penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah,
pembatalan perkawinan,kelalaian atas kewajiban
suami/istri,cerai talak,cerai gugat,harta bersama,
penguasaan anak, nafkah anak oleh ibu karena ayah tidak
mampu, hak-hak mantan istri atau kewajiban
suami,pengesahan anak, pencabutan kekuasaan orang tua,
perwalian, pencabutan kekuasaan wali, penunjukkan orang
lain sebagai wali oleh pengadilan, ganti rugi terhadap wali,
asal-usul anak, penolakan kawin campuran, isbat nikah,
dispensasi kawin,wali „adhal.89
2. Waris, kewenangannya adalah penentuan ahli waris,
Penentuan mengenai harta peninggalan, Penentuan bagian
masing-masing ahli waris dan melaksanakan pembagian
harta waris tersebut.90
3. Wasiat
4. Hibah
5. Wakaf
6. Shadaqoh
7. Ekonomi syari‟ah.91
89
http://www.pa-sidoarjo.net (29 Juni 2011).
90
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
91
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006, tentang Perubahan atas Undang-
Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Op. Cit, Pasal 49.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
72
Universitas Indonesia
3.1.2. Deskripsi Kasus Penentuan Ahli Waris di Pengadilan Agama
Bandung
3.1.2.1.Duduk Perkara Kasus Penentuan Ahli Waris di Pengadilan Agama
Bandung
Kasus yang akan diteliti kali ini bermula dari gugatan yang
diajukan para penggugat yang terdaftar di Pengadilan Agama Bandung
tanggal 11 Mei 2011. Dalam kasus penentuan ahli waris tersebut pihak-
pihak pemohon adalah Wanti Denti Arti binti Ana Hanap, Rodiah Binti
Ana Hanapi, Nanang Bin Ana Hanapi, Lilis Yuningsih Binti Ana Hanapi,
Sukinah Binti Ana Hanapi yang selanjutnya disebut sebagai pemohon.
Permohonan tersebut diajukan oleh Asep Rachmat Bin Ana Hanapi,
mewakili para pemohon lainnya 92
Pengajuan permohonan dalam surat Permohonannya tertanggal 14
April 2011 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Bandung,
Nomor : 0863/Pdt .P/2011 /PA.Bdg, tanggal 21 Apri l 2011, yang isi
pokoknya adalah sebagai berikut :
1. Pada tanggal 12 Januari 1957 Bapak Ana Hanapi dengan Ibu Umung
telah menikah yang di langsungkan di wilayah Kantor Urusan
Agama Kecamatan Buahbatu Kota Bandung.
2. Dari pernikahan tersebut telah dikaruniai 6 (enam) orang anak yang
bernama Wanti Denti Arti (anak kandung perempuan),
AsepRachmat, (anak kandung laki-laki), Rodiah, (anak kandung
perempuan), Nanang, (anak kandung laki-laki), LilisYuningsih,
(anak kandung perempuan) dan Sukinah, (anak kandung
perempuan).
3. Pada tanggal 20 Februari 1995 Bapak Ana Hanapi meninggal dunia
di Bandung, dengan meninggalkan ahli waris seorang istri bernama
Umung dan 6 (enam) orang anak kandung seperti tersebut diatas.
4. Pada tanggal 02 Juni 2006 Ibu Umung telah meninggal dunia di
Bandung, surat kematian terlampir dengan meninggalkan Ahli Waris
92
Putusan Pengadilan Agama Penetapan Nomor : 0863/Pdt .P/2011 /PA.Bdg, halaman. 1
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
73
Universitas Indonesia
yaitu Wanti Denti Arti, (anak kandung perempuan), Asep Rachmat,
(anak kandung laki-laki), Rodiah,(anak kandung perempuan),
Nanang, (anak kandung laki-laki), Lilis Yuningsih, (anak kandung
perempuan) dan Sukinah,(anak kandung perempuan).
5. Kedua orang tua Bapak Ana Hanapi dan Ibu Umung telah meninggal
dunia terlebih dahulu.
6. Di samping meninggalkan ahli waris, almarhum Bapak Ana Hanapi
dan almarhumah Ibu Umung meninggalkan tanah dan rumah.
7. Penetapan Pengadilan Agama Ini dibuat untuk pembagian
peninggalan Bapak Ana Hanapi dan IbuUmung.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan, maka dengan ini Pemohon
memohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Bandung untuk
memanggil Pemohon agar hadir dimuka persidangan dan memberikan
penetapan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon.
2. Menetapkan bahwa ahli waris dari almarhum Bapak Ana Hanapi dan
Ibu Umung adalah Wanti Denti Arti, (anak kandung perempuan),
Asep Rachmat, (anak kandung laki-laki), Rodiah, (anak kandung
perempuan), Nanang, (anak kandung laki-laki), Lilis Yuningsih, (anak
kandung perempuan) dan Sukinah, (anak kandung perempuan).
3. Menetapkan bahwa pemohon telah mangajukan bukti-bukti berupa :
1). Photo copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Wanti Denti Artibinti
Ana Hanapi, bukti (P-1).
2). Photo copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Asep Rachmat binti
Ana Hanapi, bukti (P-2).
3). Photo copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Rodiah binti Ana
Hanapi, bukti (P-3).
4). Photo copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Nanang bin Ana
Hanapi, bukti (P-4).
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
74
Universitas Indonesia
5). Photo copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Lilis Yuningsih binti
Ana Hanapi, bukti (P-5).
6). Photo copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Sukinah binti Ana
Hanapi, bukti (P-6).
7). Photo copy Surat Kematian Nomor: 18/SK/Dwt/IV/11dari
Kelurahan Derwati Kecamatan Rancasari Kota Bandung atas nama
Ana Hanapi dan Nomor : 19/SK/VI/Dwt.06 dari Kelurahan Derwati
Kecamatan Rancasari Kota Bandung atas nama Umung, bukti(P-7)
8). Photo copy Surat Nikah Nomor : 20/1957 dari KUA Kecamatan
Buah batu Kabupaten Bandung atas nama Ana Hanapi dan Umung,
bukti (P-8).
9). Photo copy Surat Keterangan Ahli Waris Dari Kelurahan Derwati
Kecamatan Rancasari Kota Bandung, bukti (P-9).
10). Photo copy Surat Kelahiran Nomor : 964/57 atas nama Wanti Denti
Arti, bukti (P-10).
11). Photo copy Surat Kenal Lahir Nomor: 01087/ 1982 atas nama Asep
Rachmat, bukti (P-11).
12). Photo copy Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 3174/2005 atas nama
Rodiah, bukti (P-12).
13). Photo copy Surat Keterangan Kelahiran Nomor : 38/Kel-
Dwt/III/2011 dari Kelurahan Derwati Kecamatan Rancasari Kota
Bandung yang menerangkan bahwa Nanang adalah anak kandung
dari pasangan suami istri Ana Hanapi dan Umung, bukti (P-13).
14). Photo copy Surat Kelahiran Nomor: 359/678/1969 atas nama Lilis
Yuningsih, bukti (P-14).
15). Photo copy Surat Keterangan Kelahiran Nomor : 408/Kel-
Dwt/III/2011 dari Kelurahan Derwati Kecamatan Rancasari Kota
Bandung yang menerangkan bahwa Sukinah adalah anak kandung
dari pasangan suami istri Ana Hanapi dan Umung, bukti (P-15).
4. Menetapkan bahwa permohonan pemohon dibacakan pada hari
persidangan yang telah ditetapkan.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
75
Universitas Indonesia
5. Menetapkan biaya menurut hukum.
Bukti-bukti tersebut telah dibubuhi materai cukup dan telah
dicocokan dengan aslinya.
Selain itu saksi yang diajukan pemohon adalah :
1. Umbi Juhanabin Amid, umur 50 tahun, agama Islam, pekerjaan
Karyawan Swasta, tempat kediaman di Jalan Gumuruh Rt. 06Rw.06
Kelurahan Gumuruh Kecamatan Batununggal Kota Bandung
2. Enzul Sunarya bin Usin, umur 58 tahun, agama Islam, pekerjaan
Karyawan Swasta tempat kediaman di Jalan Keadilan No.
02/NERt.11 Rw 09 Kelurahan Derwati Kecamatan Rancasari Kota
Bandung.
Adapun saksi-saksi dalam dalam memberikan keterangan adalah
sebagai berikut :
1. Keterangan saksi Umbi Juhana bin Amid,
a. Saksi mengenal dengan Para Pemohon karena saksi adalah kakak
ipar Pemohon yang mengetahui maksud permohonan Pemohon
yaitu mengajukan penetapan ahli waris dari almarhum Ana Hanapi
dan almarhumah Umung
b. Informasi dari saksi Ana Hanapi meninggal dunia pada tahun 1995
sedangkan Umung meninggal dunia pada tahun2006, keduanya
meninggal dunia di Bandung karena sakit.
c. Almarhum Ana Hanapi dan almarhumah Umung menikah di
Kantor Urusan Agama Kecamatan Buahbatu Kota Bandung pada
tahun 1957.
d. Dari hasil pernikahan antara Ana Hanapi dengan Umung dikaruniai
6 (enam) orang anak yang bernama : Wanti Denti Arti, Asep
Rachmat, Rodiah, Nanang, Lilis Yuningsih dan Sukinah, keenam
orang anak mereka masih hidup dan semuanya muslim.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
76
Universitas Indonesia
e. sepengetahuan saksi almarhum Ana Hanapi dan almarhumah
Umung tidak pernah bercerai.
f. Sepengetahuan saksi kedua orang tua almarhum Ana Hanapi dan
almarhumah Umung telah meninggal dunia terlebih dahulu
g. Sepengetahuan saksi mereka semua tidak adalah halangan untuk
menjadi ahli waris.
2. Saksi Enzul Sunaryabin Usin, menerangkan:
a. Saksi kenal dengan Para Pemohon karena saksi adalah tetangga
para Pemohon.
b. Saksi mengetahui maksud permohonan Pemohon yaitu mengajukan
penetapan ahli waris dari almarhum Ana Hanapi dan almarhumah
Umung.
c. Sepengetahuan saksi, Ana Hanapi meninggal dunia pada tahun
1995 sedangkan Umung meninggal dunia pada tahun 2006,
keduanya meninggal dunia di Bandung karena sakit.
d. Sepengetahuan saksi almarhum Ana Hanapi dan almarhumah
Umung menikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Buah batu
Kota Bandung pada tahun 1957.
e. Dari hasil pernikahan antara Ana Hanapi dengan Umung dikaruniai
6 (enam) orang anak yang bernama : Wanti Denti Arti, Asep
Rachmat, Rodiah, Nanang, Lilis Yuningsih dan Sukinah, keenam
orang anak mereka masih hidup dan semuanya muslim.
f. Sepengetahuan saksi almarhum Ana Hanapi dan almarhumah
Umung tidak pernah bercerai.
g. Sepengetahuan saksi kedua orangtua almarhum Ana Hanapi dan
almarhumah Umung telah meninggal dunia terlebih dahulu.
h. Sepengetahuan saksi mereka semua tidak ada halangan untuk
menjadi ahli waris.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
77
Universitas Indonesia
Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara penetapkan ahli waris:
a. Para pemohon memohon agar ditetapan sebagai ahli waris dari sdr.
Ana Hanapi yang telah meninggal dunia pada tanggal 20 Pebruari
1995 dan sdri. Umung yang telah meninggal dunia pada tanggal 02
Juni 2006, keduanya meninggal dunia di Bandung karena sakit.
b. Sesuai dengan ketentuan Penjelasan pasal 49 angka 37 huruf b
Undang -Undang nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama,
yaitu Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutuskan dan menyelesaikan perkara di Tk I antara orang-orang
yang beragama islam di bidang waris.
c. Penentuan ahli waris bagi orang yang beragama Islam, merupakan
yuridiksi Pengadilan Agama.
d. Pokok permasalahan tersebut, maka yang perlu dibuktikan oleh para
Pemohon, apakah benar sdr. Ana Hanapi telah meninggal dunia pada
tanggal 20 Pebruari 1995 di Bandung karena sakit dan apakah benar
sdri. Umung telah meninggal dunia pada tanggal 02 Juni 2006 di
Bandung karena sakit serta apakah benar para Pemohon tersebut
merupakan ahli waris dari almarhum Ana Hanapi dan almarhumah
Umung.
e. Untuk meneguhkan dalil-dalil Permohonannya, para Pemohon telah
mengajukan bukti-bukti surat terdiri dari P-1 sampai dengan P-15 dan
dua orang saksi yaitu :
1. Umbi Juhana bin Amid.
2. Enzul Sunarya bin Usin.
Bukti P-1 s/d P-6 merupakan bukti identitas diri atas nama 6 (enam)
orang anak kandungnya, yang menyatakan
bahwa 6 (enam) orang anak tersebut tinggal
sebagaimana tersebut dalam surat
permohonannya, dan mereka beragama islam.
Bukti P-7, merupakan bukti kematian atas nama Ana
Hanapi dan Umung berdasarkan bukti tersebut
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
78
Universitas Indonesia
benar bahwa sdr.Ana Hanapi, telah meninggal
dunia pada tanggal 20 Pebruari 1995 dan sdri.
Umung telah meninggal dunia pada tanggal 02
Juni 2006.
Bukti P-8, merupakan bukti otentik atas nama Ana Hanapi
dan Umung berdasarkan bukti tersebut benar
bahwa Ana Hanapi telah melangsungkan
pernikahan dengans eorang perempuan
beragama Islam bernama Umung yang
dilangsungkan dihadapan Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Buahbatu Kota Bandung.
Bukti P-9, merupakan bukti keterangan yang menerangkan
benar bahwa para Pemohon merupakan ahli
waris dari Ana Hanapi dengan Umung.
Bukti P-10 s/d P-15 merupakan bukti bahwa benar 6 (enam ) orang
anak tersebut adalah anak kandung dari
pasangan Ana Hanafi dan Umung.
Fakta-Fakta
Berdasarkan pada dalil-dalil yang dikemukakan oleh Para
Pemohon yang didukung oleh bukti-bukti baik bukti surat maupun saksi,
diperoleh fakta-fakta sebagai berikut:
1. Bahwa benar Sdr Ana Hanapi telah meninggal dunia pada tanggal
20 Pebruari 1995 dan sdri. Umung telah meninggal dunia pada
tanggal 02 Juni 2006, keduanya meninggal dunia di Bandung
karena sakit.
2. Bahwa benar Sdr.Ana Hanapi beragama Islam dan ia telah menikah
secara Islam dengan seorang perempuan bernama sdri. Umung
pada tanggal 12 Januari 1957 dan belum pernah bercerai.
3. Bahwa benar dari hasil pernikahan antara sdr. Ana Hanapi dengan
sdri. Umung telah lahir 6 (enam) orang anak masing-masing
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
79
Universitas Indonesia
bernama : Wanti Denti Arti, Asep Rachmat, Rodiah, Nanang, Lilis
Yuningsih dan Sukinah, keenam orang anak tersebut pada saat
sekarang masih hidup, semuanya beragama islam.
4. Bahwa benar kedua orang tua almarhum Ana Hanapi dan
almarhumah Umung telah meninggal dunia terlebih dahulu dan
mereka semua beragama Islam.
Sesuai dengan ketentuan pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yang dimaksud dengan ahli waris adalah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan
dengan Pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan diatas para
pemohon yang bernama Wanti Denti Arti, Asep Rachmat, Rodiah,
Nanang, Lilis Yuningsih dan Sukinah mempunyai hubungan darah dengan
almarhum Ana Hanapi dan almarhumah Umung, sebagai anak kandung.
Disamping itu para Pemohon tidak terhalang karena hukum untuk menjadi
ahli waris.
Berdasarkan pada fakta-fakta tersebut diatas, maka terbukti bagi
Majelis Hakim bahwa benar Sdr. Ana Hanapi telah meninggal dunia pada
tanggal 20 Pebruari 1995 dan Sdri. Umung telah meninggal dunia pada
tanggal 02 Juni 2006 dengan meninggalkan ahli waris yaitu:
1. Wanti Denti Arti,(anak kandung perempuan).
2. Asep Rachmat, (anak kandung laki-laki).
3. Rodiah, (anak kandung perempuan).
4. Nanang, (anak kandung laki-laki).
5. Lilis Yuningsih, (anak kandung perempuan).
6. Sukinah,(anak kandung perempuan).
Berdasarkan ketentuan pasal 174 ayat (2), dijelaskan bahwa
apabila semua ahli waris itu ada, maka yang berhak mendapat warisan
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
80
Universitas Indonesia
hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda, dengan pertimbangan tersebut
diatas, maka Pemohon telah berhasil membuktikan dalil-dalil
permohonannya dan karenanya permohonan para Pemohon patut
dikabulkan.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut diatas, maka Pengadilan
Agama Bandung menetapkan:
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon.
2. Menetapkan ahli waris dari almarhum Bapak Ana Hanapi
almarhumah Ibu Umung adalah:
2.1. Wanti Denti Arti binti Ana Hanapi, (anak kandung
perempuan).
2.2. Asep Rachmat bin Ana Hanapi, (anak kandung laki-laki).
2.3. Rodiah binti Ana Hanapi, (anak kandung perempuan).
2.4. Nanang bin Ana Hanapi, (anak kandung laki-laki).
2.5. Lilis Yuningsih binti Ana Hanapi, (anak kandung
perempuan).
2.6. Sukinah binti Ana Hanapi, (anak kandung perempuan).
3. Membebankan biaya perkara kepada Para Pemohon sejumlah
Rp.121.000,- (seratus dua puluh satu ribu rupiah).
3.2. Analisis dan Pembahasan
3.2.1. Praktek dan Pengaturan tentang pembuatan Surat Keterangan Ahli
Waris
Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur peralihan harta
kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya. Kewarisan merupakan salah satu jalan atau cara peralihan suatu
harta atau barang dari satu generasi kepada generasi berikutnya, atau dari
satu orang kepada orang lain dimana dengar adanya kematian maka akan
muncul pewarisan, dengan kata lain kewarisan baru terbuka ketika ada
kematian.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
81
Universitas Indonesia
Sebelum harta pusaka atau harta warisan yang ditinggalkan oleh
pewaris akan dibagikan kepada masing-masing ahli waris maka terlebih
dahulu harus dikeluarkan biaya pengurusan jenazah, pelunasan utang-
utang si pewaris, dan pelaksanaan wasiat (jika ada), setelah itu barulah
penentuan siapa saja yang berhak untuk menjadi ahli waris, karena seperti
diketahui bahwa tidak sernua ahli waris berhak untuk mewaris. Hal ini
karena harta warisan merupakan suatu masalah yang amat mudah untuk
menimbulkan sengketa atau perselisihan diantara para ahli waris ataupun
dengan pihak ketiga.
Untuk itu dibutuhkan surat keterangan ahli waris guna menentukan
siapa-siapa yang berhak menjadi ahi waris. Dengan adanya surat
keterangan tersebut maka “apabila ada persoalan yang timbul mengenai
siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dari seorang yang meninggal
dunia, maka ahli waris dapat menjadikan surat keterangan tersebut sebagai
alat bukti”.
Menurut Pasal 107 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
menegaskan adanya kewenangan dari Pengadilan Agama untuk melakukan
pembagian harta warisan dengan syarat:
a. Harta warisan yang hendak dibagi diluar sengketa Pengadilan
b. Ada permohonan untuk melakukan pembagian dari seluruh ahli
waris.
Menurut hasil penelitian bahwa Surat Keterangan Ahli Waris yang
dibuat oleh para ahli waris dengan diketahui oleh kepala Desa/Lurah dan
dikuatkan oleh Camat sering dilakukan dengan pemberian kuasa ini
dilakukan apabila ada anak yang masih di bawah umur ada ahli waris yang
tidak bisa hadir semuanya untuk menandatangani surat keterangan ahli
waris tersebut.
Memang harus diakui di sini salah satu kekurangan kepala
Desa/Lurah untuk menerangkan kepada masyarakat arti dan maksud surat
kuasa yang dibuat oleh masyarakat, namun hal ini tidak dapat dipungkiri
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
82
Universitas Indonesia
bahwa sebagian dari Kepala Desa/Lurah dan bahkan Camat masih kurang
pengetahuan atau kurang profesional dalam menjalankan tugasnya.
Terhadap Surat Keterangan Ahli Waris yang dibuat oleh Kepala
Desa/Lurah dan dikuatkan oleh Camat tersebut adalah berbunyi “Khusus”
untuk mengurus hal-hal yang berhubungan dengan pihak Bank maupun di
Instansi terkait atas nama harta peninnggalan almarhum.
Untuk itu dalam memberikan Surat Keterangan Ahli Waris kepada
ahli waris, kelurahan harus memperhatikan kondisi yang sebenarnya untuk
mencegah dan mengurangi timbulnya kasus sengketa ahli waris
diantaranya:
1. Kelurahan dalam memberikan Surat Keterangan Ahli Waris harus
benar-benar berdasarkan data-data yang ada di kelurahan baik subjek
maupun objeknya atau siapa subjeknya dan siapa yang menggunakan
objeknya. Bila tidak terdapat data yang mendukung maka minimal
melakukan pengecekan lokasi dan mempertanyakan kepada pihak-
pihak yang berbatasan atau para tetangga yang berbatasan dengan
tanah yang merupakan harta peninggalan pewaris.
2. Kelurahan dalam mengesahkan surat keterangan ahli waris harus
menghadirkan seluruh ahli waris sehingga dapat mengetahui dengan
pasti ahli waris dengan sesungguhnya dan persetujuan dari parad ahli
waris dalam memberikan surat keterangan waris.
3.2.2. Kekuatan hukum Surat Keterangan Ahli Waris (SKW) sebagai alat
bukti dalam perkara warisan.
Surat keterangan hak ahli waris baik yang ditetapkan Pengadilan
Agama, atau yang dibuat oleh ahli waris sendiri dibenarkan dan dikuatkan
oleh kepala Desa Lurah/ Camat merupakan suatu alat bukti yang kuat
tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta peninggalan dari
pewaris kepada ahli waris. Artinya telah terjadi peralihan kepemilikan dari
pewaris kepada para ahli waris sesuai dengan jumlah ahli waris.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
83
Universitas Indonesia
Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri)
c,q. Dirjen Agraria Nomor. Dpt/12/63/69 tanggal 20 Desember 1969
menentukan bahwa pejabat yang berwenang menerbitkan surat keterangan
hak waris adalah didasarkan oleh status atau golongan hukum dari si
meninggal. Surat Edaran Mendagri ini dikuatkan oleh Surat Keputusan
Mahkamah Agung (SKMA) tanggal Mei 1991 Nomor.MA/ Kundi/I7I/
V/K/1991 yang ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi,
Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia dengan
melampirkan SKMA tanggal 041/IIII/1991 yang ditujukan kepada Ny Sri
Redjeki Kusnu, SH perihal “Mohon fatwa sehubungan dengan
permohonan penetapan ahli waris”. Keputusan Mahkarnah Agung ini
merujuk kembali kepada Surat Edaran Mendagri c.q. Dirjen Agraria
nomor Dpt/12/63/69 tanggal 20 Desember 1969, menurut Sudikno
Mertokusumo, bahwa yang dimaksud dengan akta adalah surat yang diberi
tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar
daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan
sengaja untuk pembuktian93
. Dengan demikian maka dapat dimengerti
bahwa tidak setiap surat merupakan akta.
Suatu surat untuk dapat dikatakan sebagai akta harus
ditandatangani, harus dibuat dengan sengaja, harus digunakan oleh orang
untuk keperluan siapa akta itu dibuat, dan harus dimaksudkan untuk alat
pembuktian. Apabila suatu surat tidak memenuhi ciri-ciri di atas, maka
surat tersebut tidak dapat digolongkan sebagai akta. Akta masih dapat
dibedakan lagi menjadi akta otentik dan akta dibawah tangan
Dalam hukum pembuktian dikenal sedikitnya 3 alat bukti tertulis:
Akta otentik, Akta dibawah tangan, dan Surat (yang bukan berupa akta).
Secara teroritis, yang dimaksud dengan akta otentik adalah surat atau akta
yang sejak semula dengan sengaja dibuat untuk pembuktian. Sejak semula
dengan sengaja berarti bahwa sejak awal dibuatnya surat itu tujuannya
93
bid
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
84
Universitas Indonesia
adalah untuk pembuktian dikemudian hari apabila terjadi sengketa94
. Yang
dimaksud dengan akta di bawah tangan adalah surat atau tulisan yang
dibuat tidak oleh pejabat yang berwenang untuk itu melainkan dibuat
sendiri oleh para pihak, bentuknya bebas dan dapat dibuat dimana saja.
Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembutian sepanjang para
pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak.
Pasal 1869 KUHPerdata merumuskan akta di bawah tangan sebagai
berikut:
Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya
pegawai yang dimaksud di atas atau karena suatu cacat dalam bentuknya,
tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian mempunyai
kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ditandatangani oleh para
pihak. Sedangkan yang dimaksud dengan surat yang bukan berupa akta
adalah surat biasa yang dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan alat
bukti. Apabila di kemudian hari surat itu dijadikan sebagai alat bukti,
maka hal itu merupakan kebetulan saja, misalnya: surat lamaran
pekerjaan, memo, catatan harian dan pembukuan.
Dari hasil penelitian yang diperoleh di lapangan bahwa persoalan
kewarisan bagi Warga Negara Indonesia Asli (Bumi putera) sering terjadi,
hal ini karena jika berbicara tentang hukum kewarisan tidak terlepas dari
hukum keluarga. Hukum keluarga dalam kenyataan di indonesia sangat
pluralistis yaitu ada yang bersifat patrilineal (menurut garis keturunan
bapak), bersifat matrihineal (menurut garis keturunan ibu), dan bersifat
parental (menurut garis keturunan ayah dan ibu).
Pluralisme hukum yang terdapat didalam hukurn keluarga Warga
Negara Indonesia Asli (Pribumi) tidak menjadikan surat keterangan hak
mewaris menjadi berbeda-beda, artinya bahwa surat keterangan hak
mewaris tersebut tetap dibuat oleh ahli waris sendiri diketahui oleh
Lurah/Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat.
94
Sudikno Mertokusumo, Op cit, halaman. 145
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
85
Universitas Indonesia
Surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris yang
diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat tidak
selamanya rnembuahkan hasil yang sempurna bagi para pihak, hal ini
dapat dilihat dengan adanya surat keterangan yang diterbitkan oleh
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama bagi warga negara yang
beragama Islam. Penerbitan surat keterangan yang diterbitkan oleh
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama disebut “Penetapan”. Namun
perlu diketahui bahwa penetapan ini bisa terbit setelah adanya permohonan
dari para pihak yang berkepentingan. akan tetapi dengan surat keterangan
ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris tersebut belum tentu
menjadikan pewarisan itu berjalan dengan baik.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi dalam pembuatan surat
keterangan ahli waris bagi orang Islam berdasarkan penelitian dilapangan
adalah bersumber dan kurangnya pengetahuan para ahli waris ataupun
Lurah yang menanganinya tentang hukum, khususnya Hukum Kewarisan
Islam adanya salah satu pihak yang tidak mau menandatangani surat
keterangan ahli waris, ketidak hadiran salah seorang atau beberapa ahli
waris, adanya anak yang dibawah umur dan keterbatasan biaya dari pada
ahli waris.
Untuk itu perlu diberikan sosialisasi baik kepada aparatur di
kelurahan maupun kecamatan terkait pembuatan surat keterangan ahli
waris maupun masyarakat yang sesuai dengan konstitusi dan aturan yang
berlaku serta tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Patut dihargai bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung pernah
menggelar sosialisasi pencerahan tentang Hukum Kewarisan. Sosialisasi
ini digelar bekerja sama dengan Kementerian Agama Kota Bandung dan
Badan Pertanahan Kota Bandung.
Sosialisasi merupakan upaya pemerintah dalam memberikan
pencerahan khususnya yang berkaitan dengan Hukum Kewarisan.
sehingga aparatur di kelurahan dan kecamatan dapat memberikan
penjelasan kepada masyarakat. Selain itu, sosialisasi ini juga bertujuan
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
86
Universitas Indonesia
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya dalam
pengurusan Surat Keterangan Ahli Waris (SKAW)
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
87
Universitas Indonesia
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis mengambil beberapa kesimpulan
diantaranya adalah:
1. Surat Keterangan Ahli Waris yang dibuat ahli waris sendiri dengan
diketahui Lurah dan dikuatkan oleh Camat bertujuan untuk menentuan
siapa-siapa saja yang berhak untuk menjadi ahli waris dari si pewaris
untuk mencegah sengketa diantara para ahli waris ataupun pihak
ketiga dilakukan agar permasalahan warisan merupakan suatu masalah
yang amat mudah untuk menimbulkan sengketa atau perselisihan
diantara ahli waris ataupun dengan pihak ketiga.
2. Kekuatan hukum Surat Keterangan Ahli Waris (SKW) sebagai alat
bukti dalam menentukan ahli waris memiliki kekuatan hukum sesuai
dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) c,q.
Dirjen Agraria Nomor. Dpt/12/63/69 tanggal 20 Desember 1969
dikuatkan oleh Surat Keputusan Mahkamah Agung (SKMA) tanggal
Mei 1991 Nomor.MA/ Kundi/I7I/ V/K/1991, tentang adanya suatu
peralihan hak atas suatu harta peninggalan dari pewaris kepada ahli
waris.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
88
Universitas Indonesia
4.2. Saran
1. Surat Keterangan Ahli Waris yang dibuat oleh Lurah, selalu berdasarkan
pada pernyataan para pihak yang mengaku ahli waris, untuk itu perlu
dilakukan validasi terhadap kebenaran data yang diberikan ahli waris,
dengan melihat langsung ke lapangan, hal ini untuk menghindari pihak-
pihak yang dirugikan dengan dibuatnya Surat Keterangan Ahli Waris.
2. Surat Keterangan Ahli Waris selain bisa dibuat oleh kelurahan
sebaiknya Notaris dapat dijadikan alternatif sebagai satu-satunya
institusi atau pejabat yang berwenang untuk membuat Surat Keterangan
Ahli Waris untuk seluruh penduduk Warga Negara Indonesia tidak
berdasarkan etnis/suku, agama atau golongan penduduk apapun.
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,(Jakarta : Akademika
Pressindo, 1992)
Ali Muhammad Daud, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia ( Jakarta :Rajawali Pers, 1990)
Ali Zainuddin, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006)
Al Quran dan Terjemahannya, (Jakarta : Depag RI, 1980).
Arto H.A.Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)
Ash-Shabuni Muhammad Ali, Hukum Waris Dalam Syari'at Islam, (Bandung:
Diponegoro, 1974)
Ash-Shabuni Muhammad Ali, Hukum Waris Islam, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1995)
Asri Benyamin, Hukum Waris Islam, (Bandung, Tarsito, 1989)
Djakfar Idris dan Yahya Taufik, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta. PT.
Dunia Pustaka Jaya, 1995)
Harahap M.Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU no.
7 tahun 1989, Jakarta, Pustaka Kartini, 1990)
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran Dan Hadis, Ctk.
Kelima, Tintamas, Jakarta, 1981
Tan Kie Thong, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notrasi. Buku I, (Jakarta,
Ichijar Baru Van Hoevc, 2000)
Lubis Suhrawardi K. dan Simanjutak Komis, Hukum Waris Islam, (Jakarta, Sinar
Grafika, 2007)
Mertokusumo Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty,
2006)
-------------, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 2002)
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
Moleong Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung , Remaja Rosdakarya,
2002)
Notodisoerjo R. Soegondo, Hukum Notariat Di Indonesia – Suatu Penjetasan,
(Jakarta, Rajawali Pers), 1982
Otto Jan Michiel, Kepastian Hukum di Negara Berkembang, terjemahan Tristam
Moeliono, (Jakarta, Komisi Hukum nasional, 2003)
Parman Ali, Kewarisan Dalam AI-quran. Cet. Pertama, (Jakarta, Rajawali Pers,
1995)
Perangin angin, Hukum Waris, Kumpulan Kuliah Jurusan Notariat,. (Jakarta :
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, t.t.,)
Pitlo A., Hukum Waris Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda,
(Jakarta, Intermasa, 1994)
Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa, cetakan ke-1, (Jakarta, Itermasa, 1978)
Purwaka I Gede, Keterangan Hak Waris yang dibuat oleh Notaris Berdasarkan
Ketentuan KUH Perdata, Program Spesialis Notariat dan Pertanahan
Fakukas Hukurn UI, (Jakarta, UI Press, 1999)
Rasyid Roihan A., Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 1998)
S Tarnakiran, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, (Cetakan
Pertama, Pionir Jaya, Bandung, 1992)
Sadzali Munawir, Peradillan Agama dan Kompilasi Hlukum Islam dalam “Tata
Hukum Indonesia’, Edisi Kedua, diedit oleh Dadan Mutaqien, Sldik Tono,
Amir Mu’allim (Yogyakarta, UII Press, 1999)
Samudra Teguh, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, (Bandung, Alumni,
1992)
Sasangka Hari, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung, Mandar
Maju, 2003)
Satrio J, Hukum Waris, (Bandung, Alumni, 1992)
Shabuni Muhammad Ali Ash Syeikh, Hukum waris menurut AlQuran dan hadist,
(Bandung: PT Trigenda Karya1995)
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif Seuatu Tinjauan
Singkat, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995)
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta UI Press, 2004)
Soelistijono N Yati dan Djubaedah Neng, Hukum Kewarisan dalam Islam
(Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).
Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1980)
Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2002)
Suparman Eman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan
BW”, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007)
Syarifuddin Amir, Hukum Kewarisan Islam, (penerbit: PT kencana, 2004)
Tamakiran, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum (Bandung:
Pionir Jaya, 1987)
Thalib Sajuti, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta : Bina Aksara,
1981)
WJ.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,.
1986),
Yunus Mahmud, Hukum Warisan Dalam Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
1989)
Zuhdi Masjfuk, Studi Islam, Jilid III, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1993)
Artikel
Chatib Rasyid, Keadilan Dalam Hukum Waris Islam, (Jakarta, badilag.net, 2012)
Internet
Rhia, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta Kompasiana, 2012) di unduh dari
http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/30/hukum-kewarisan-islam/
tanggal 7 Oktober 2012
Rasyid Chatib, Keadilan Dalam Hukum Waris Islam, (Jakarta, badilag.net, 2012)
diunduh
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/KeadilandalamhukumwarisIslam.p
df hal 2 tanggal 8 Oktober 2012
http://www.pa-sidoarjo.net (29 Juni 2011).
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
Peraturan Perundang-Undangan
Ketetapan MPRS nomor II/1961.
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama
Kompilasi Hukum Islam
PP No. 45 tahun 1957 tentang pembentukan Mahkamah Syari’ah
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam.
Putusan Mahkamah Agung tertanggal 17 Desember 1999, nomor 51 .K/Pdt/1994
sebagaimana yang dimuat dalam Varia Peradilan, Nomor 191, Tahun XVI,
Edisi Agustus 2001
Putusan Pengadilan Agama Penetapan Nomor : 0863/Pdt .P/2011 /PA.Bdg
Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P E N E T A P A NNomor : 0863/Pd t .P /2011 /PA.Bdg
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMDEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengad i l an Agama Bandung yang memer iksa dan
mengadi l i perka ra - perkara te r t en tu pada t i ngka t
per tama te lah menja tuhkan penetapan dalam perkara
permohonan Penetapan Ahl i War is yang dia jukan
oleh :
ASEP RACHMAT bin ANA HANAPI, umur 50 tahun , agama
Is l am, peker j aan Wiraswasta , tempat ked iaman
di Ja lan Keadi l an VI No. 28 Rt . 06 Rw. 09
Kelu rahan Derwat i Kecamatan Rancasar i Kota
Bandung, da lam hal in i ber t i ndak untuk di r i
send i r i dan berdasarkan sura t kuasa
ins i den t i l te r t angga l 31 Maret 2011 bet i ndak
se laku kuasa dar i :
1. WANTI DENTI ARTI bint i ANA HANAPI , umur 53
tahun , agama Is l am, peker j aan Ibu rumah
tangga , tempat ked iaman di Ja lan Babakansar i
I I I No. 334 Rt . 07 Rw. 15 Kelurahan
Babakansar i Kecamatan Kiaracondong Kota
Bandung;
2. RODIAH bint i ANA HANAPI, umur 46 tahun ,
agama Is l am, peker j aan Karyawan Swasta ,
tempat ked iaman di Ja lan Binong ja t i Gg.
Mekar ja t i I I I Rt . 10 Rw. 04 Kelu rahan
Binong Kecamatan Batunungga l Kota Bandung;
3. NANANG bin ANA HANAPI, umur 43 tahun , agama
Is l am, peker j aan Buruh, tempat ked iaman d i
Dusun 02 Rt . 01 Rw. 01 Desa Geges ik wetan
Kecamatan Geges ik Kabupaten Ci rebon ;
4. LIL IS YUNINGSIH bint i ANA HANAPI, umur 41
tahun , agama Is l am, peker j aan Ibu rumah
tangga , tempat ked iaman di Ja lan Purba Dewa
Rt . 05 Rw. 16 Kelurahan Sukamisk in
Hal . 1 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Kecamatan Arcamanik Kota Bandung;
5. SUKINAH bint i ANA HANAPI, umur 39 tahun ,
agama Is l am, peker j aan Ibu rumah tangga ,
tempat ked iaman di Ja lan Keadi l an VI No. 28
Rt . 06 Rw. 09 Kelu rahan Derwat i Kecamatan
Rancasar i Kota Bandung;
se lan ju t nya disebu t sebaga i Para Pemohon;
Pengad i l an Agama te rsebu t ;
Sete lah membaca dan mempela ja r i sura t - sura t
perkara ;
Sete lah mendengar p ihak yang berperka ra dan para
saks i ;
Sete lah memperhat i kan bukt i - bukt i yang la i nnya ;
Menimbang, bahwa para Pemohon dalam sura t
Permohonannya te r t angga l 14 Apr i l 2011 yang
dida f t a r kan di Kepani t e r aan Pengadi l an Agama
Bandung, Nomor : 0863/Pd t .P /2011 /PA.Bdg, tangga l
21 Apr i l 2011, yang is i pokoknya ada lah sebaga i
ber i ku t :
1. Bahwa pada tangga l 12 Januar i 1957 Bapak Ana
Hanapi dengan Ibu Umung te lah menikah yang
di l angsungkan di wi layah Kantor Urusan Agama
Kecamatan Buahbatu Kota Bandung.
2. Bahwa dar i te rsebu t te lah dika run ia i 6
(enam) orang anak yang bernama:
2.1 . Want i Dent i Ar t i , (anak kandung
perempuan) ;
2.2 . Asep Rachmat , (anak kandung lak i - lak i ) ;
2.3 . Rodiah , (anak kandung perempuan) ;
2.4 . Nanang, (anak kandung lak i - lak i ) ;
2.5 . L i l i s Yunings ih , (anak kandung
perempuan) ;
2.6 . Sukinah , (anak kandung perempuan) ;
3. Bahwa pada tangga l 20 Pebruar i 1995 Bapak
Ana Hanapi meningga l dunia di Bandung, sura t
kemat ian te r l amp i r dengan meningga lkan Ahl i
Hal . 2 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Waris ya i t u :
3.1 . Umung ( i s t e r i )
3.2 . Want i Dent i Ar t i , (anak kandung
perempuan) ;
3.3 . Asep Rachmat , (anak kandung lak i - lak i ) ;
3.4 . Rodiah , (anak kandung perempuan) ;
3.5 . Nanang, (anak kandung lak i - lak i ) ;
3.6 . L i l i s Yunings ih , (anak kandung
perempuan) ;
3.7 . Sukinah , (anak kandung perempuan) ;
4. Bahwa pada tangga l 02 Jun i 2006 Ibu Umung
te l ah meningga l dun ia d i Bandung, sura t
kemat ian te r l amp i r dengan meningga lkan Ahl i
Waris ya i t u :
4.1 . Want i Dent i Ar t i , (anak kandung
perempuan) ;
4.2 . Asep Rachmat , (anak kandung lak i - lak i ) ;
4.3 . Rodiah , (anak kandung perempuan) ;
4.4 . Nanang, (anak kandung lak i - lak i ) ;
4.5 . L i l i s Yunings ih , (anak kandung
perempuan) ;
4.6 . Sukinah , (anak kandung perempuan) ;
5. Bahwa kedua orang tua Bapak Ana Hanapi dan
Ibu Umung te l ah meningga l dunia te r l eb i h
dahu lu ;
7. Bahwa disamping meningga lkan ahl i war i s ,
a lmarhum Bapak Ana Hanapi dan almarhumah Ibu
Umung meningga lkan tanah dan rumah;
8. Bahwa penetapan Pengadi l an Agama In i
d ibua t untuk pembagian pen ingga lan Bapak Ana
Hanapi dan Ibu Umung.
Berdasarkan apa yang te l ah diu ra i kan , maka
dengan in i Pemohon memohon kepada Bapak Ketua
Pengad i l an Agama Bandung untuk memanggi l Pemohon
agar had i r d i muka pers i dangan dan member ikan
penetapan sebaga i ber i ku t :
Hal . 3 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Menetapkan bahwa ah l i war is dar i a lmarhum
Bapak Ana Hanapi dan I bu Umung ada lah :
2.1 . Want i Dent i Ar t i , (anak kandung perempuan) ;
2.2 . Asep Rachmat , (anak kandung lak i - lak i ) ;
2.3 . Rodiah , (anak kandung perempuan) ;
2.4 . Nanang, (anak kandung lak i - lak i ) ;
2.5 . Li l i s Yunings ih , (anak kandung perempuan) ;
2.6 . Suk inah , (anak kandung perempuan) ;
3. Menetapkan biaya menuru t hukum.
- Mohon putusan yang sead i l - ad i l nya ;
Menimbang bahwa pada har i pers i dangan yang
te l ah di t e t apkan Pemohon datang menghadap d i
pers i dangan dan se lan ju t nya permohonan Pemohon
dibacakan dan Pemohon te tap pada permohonannya;
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dal i l -
da l i l n ya Pemohon te lah mengajukan bukt i - bukt i
berupa :
A. BUKTI TERTULIS terd i r i dar i :
1. Photocopy Kar tu Tanda Penduduk atas nama
Want i Dent i Ar t i b in t i Ana Hanapi , bukt i
(P- 1) ;
2. Photocopy Kar tu Tanda Penduduk atas nama
Asep Rachmat b in t i Ana Hanapi , bukt i (P-
2) ;
3. Photocopy Kar tu Tanda Penduduk atas nama
Rodiah bin t i Ana Hanapi , bukt i (P- 3) ;
4. Photocopy Kar tu Tanda Penduduk atas nama
Nanang bin Ana Hanapi , bukt i (P- 4) ;
5. Photocopy Kar tu Tanda Penduduk atas nama
Li l i s Yunings ih bin t i Ana Hanapi , bukt i
(P- 5) ;
6. Photocopy Kar tu Tanda Penduduk atas nama
Suk inah bin t i Ana Hanapi , bukt i (P- 6) ;
7. Photocopy Sura t Kemat ian Nomor :
18/SK/Dwt / IV /11 dar i Kelu rahan Derwat i
Hal . 4 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Kecamatan Rancasar i Kota Bandung atas nama
Ana Hanapi dan Nomor : 19/SK/VI /Dwt .06
dar i Kelu rahan Derwat i Kecamatan Rancasar i
Kota Bandung atas nama Umung, bukt i (P- 7) ;
8. Photocopy Sura t Nikah Nomor : 20/1957 dar i
KUA Kecamatan Buahbatu Kabupaten Bandung
atas nama Ana Hanapi dan Umung, bukt i (P-
8) ;
9. Photocopy Sura t Keterangan Ahl i War is Dar i
Kelu rahan Derwat i Kecamatan Rancasar i Kota
Bandung , bukt i (P- 9) ;
10. Photocopy Sura t Kelah i r an Nomor : 964/57
atas nama Want i Dent i Ar t i , bukt i (P- 10) ;
11. Photocopy Sura t Kenal Lahi r Nomor :
01087/1982 atas nama Asep Rachmat , bukt i
(P- 11) ;
12. Photocopy Kut ipan Akta Kelah i r an Nomor :
3174/2005 atas nama Rodiah , bukt i (P- 12) ;
13. Photocopy Sura t Keterangan Kelah i r an
Nomor : 38/Ke l - Dwt/ I I I / 2 011 dar i Kelu rahan
Derwat i Kecamatan Rancasar i Kota Bandung
yang menerangkan bahwa Nanang ada lah anak
kandung dar i pasangan suami is t r i Ana
Hanapi dan Umung, bukt i (P- 13) ;
14. Photocopy Sura t Kelah i r an Nomor :
359/678 /1969 atas nama L i l i s Yunings ih ,
bukt i (P- 14) ;
15. Photocopy Sura t Keterangan Kelah i r an
Nomor : 408/Ke l - Dwt/ I I I / 2 011 dar i
Kelu rahan Derwat i Kecamatan Rancasar i Kota
Bandung yang menerangkan bahwa Sukinah
ada lah anak kandung dar i pasangan suami
is t r i Ana Hanapi dan Umung, bukt i (P- 15) ;
Bukt i - bukt i te rsebu t te l ah d ibubuh i matera i
cukup dan te lah dicocokan dengan as l i n ya ;
B. BUKTI SAKSI
Hal . 5 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1. Umbi Juhana bin Amid, umur 50 tahun ,
agama Is l am, peker j aan Karyawan
Swasta , tempat ked iaman d i Ja lan
Gumuruh Rt . 06 Rw. 06 Kelu rahan
Gumuruh Kecamatan Batunungga l Kota
Bandung;
2. Enzul Sunarya bin Usin , umur 58
tahun , agama Is l am, peker j aan
Karyawan Swasta tempat ked iaman d i
Ja lan Keadi l an No. 02/NE Rt . 11 Rw.
09 Kelurahan Derwat i Kecamatan
Rancasar i Kota Bandung ;
Menimbang bahwa kedua orang saks i te rsebu t
d ibawah sumpahnya te l ah member i kan kete rangan
yang pada pokoknya sebaga i ber i ku t :
1. Saks i Umbi Juhana bin Amid, menerangkan :
- Bahwa saks i kena l dengan Para Pemohon karena
saks i adalah kakak ipa r para Pemohon;
- Bahwa saks i mengetahu i maksud permohonan
Pemohon ya i t u mengajukan penetapan ahl i war is
dar i a lmarhum Ana Hanapi dan almarhumah
Umung;
- Bahwa sepengetahuan saks i , Ana Hanapi
meningga l dun ia pada tahun 1995 sedangkan
Umung meningga l dun ia pada tahun 2006,
keduanya meningga l dun ia di Bandung karena
sak i t ;
- Bahwa sepengetahuan saks i a lmarhum Ana Hanapi
dan almarhumah Umung menikah di Kantor Urusan
Agama Kecamatan Buahbatu Kota Bandung pada
tahun 1957;
- Bahwa dar i has i l pern i kahan anta ra Ana Hanapi
dengan Umung d ika run ia i 6 (enam) orang anak
yang bernama : Want i Dent i Ar t i , Asep
Rachmat , Rodiah , Nanang, Li l i s Yunings ih dan
Suk inah keenam orang anak te rsebu t mereka
Hal . 6 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
masih h idup dan semuanya musl im ;
- Bahwa sepengetahuan saks i a lmarhum Ana Hanapi
dan almarhumah Umung t i dak pernah bercera i ;
- Bahwa sepengetahuan saks i kedua orang tua
almarhum Ana Hanapi dan almarhumah Umung
te l ah meningga l dun ia te r l eb i h dahu lu ;
- Bahwa sepengetahuan saks i mereka semua t i dak
ada halangan untuk menjad i ah l i war i s ;
2. Saks i Enzul Sunarya bin Usin , menerangkan :
- Bahwa saks i kena l dengan Para Pemohon karena
saks i adalah te tangga para Pemohon;
- Bahwa saks i mengetahu i maksud permohonan
Pemohon ya i t u mengajukan penetapan ahl i war is
dar i a lmarhum Ana Hanapi dan almarhumah
Umung;
- Bahwa sepengetahuan saks i , Ana Hanapi
meningga l dun ia pada tahun 1995 sedangkan
Umung meningga l dun ia pada tahun 2006,
keduanya meningga l dun ia di Bandung karena
sak i t ;
- Bahwa sepengetahuan saks i a lmarhum Ana Hanapi
dan almarhumah Umung menikah di Kantor Urusan
Agama Kecamatan Buahbatu Kota Bandung pada
tahun 1957;
- Bahwa dar i has i l pern i kahan anta ra Ana Hanapi
dengan Umung d ika run ia i 6 (enam) orang anak
yang bernama : Want i Dent i Ar t i , Asep
Rachmat , Rodiah , Nanang, Li l i s Yunings ih dan
Suk inah keenam orang anak te rsebu t mereka
masih h idup dan semuanya musl im ;
- Bahwa sepengetahuan saks i a lmarhum Ana Hanapi
dan almarhumah Umung t i dak pernah bercera i ;
- Bahwa sepengetahuan saks i kedua orang tua
almarhum Ana Hanapi dan almarhumah Umung
te l ah meningga l dun ia te r l eb i h dahu lu ;
- Bahwa sepengetahuan saks i mereka semua t i dak
Hal . 7 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ada halangan untuk menjad i ah l i war i s ;
Menimbang bahwa atas kete rangan dua orang
saks i te rsebu t , Pemohon menyatakan mener ima dan
t i dak kebera tan ;
Menimbang, bahwa Pemohon te lah mengajukan
kes impu lan secara l i san yang pada pokoknya te tap
pada da l i l permohonannya mohon agar Pengadi l an
Agama Bandung menetapkan ahl i war i s dar i sdr . Ana
Hanapi dan sdr i . Umung dan para Pemohon juga
menyatakan t i dak akan mengajukan sesuatu apapun
lag i kecua l i memohon agar perkaranya segera
dipu tuskan ;
Menimbang, bahwa untuk mempers ingka t ura ian
dalam penetapan in i , maka Maje l i s Hakim menunjuk
kepada hal - ha l yang te rcan tum dalam ber i t a acara
pers i dangan perkara in i dan kesemuanya d ianggap
te l ah dimasukkan dan menjad i bagian dar i putusan
in i ;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tu j uan Permohonan
Pemohon ada lah sebaga imana te l ah d iu ra i kan
dia tas ;
Menimbang bahwa yang menjad i pokok
permasa lahan dalam perkara in i , yakn i para
Pemohon memohon agar para Pemohon di te t apkan
sebaga i ah l i war i s dar i sdr . Ana Hanapi yang
te l ah meningga l dun ia pada tangga l 20 Pebruar i
1995 dan sdr i . Umung yang te lah meningga l dun ia
pada tangga l 02 Jun i 2006, keduanya meningga l
dun ia d i Bandung karena sak i t ;
Menimbang bahwa sesua i dengan keten tuan
Penje lasan angka 37 pasa l 49 huru f b Undang-
Undang nomor 3 Tahun 2006 ten tang perubahan atas
undang- Undang nomor 7 Tahun 1989 ten tang
Perad i l an Agama, bahwa Penentuan ahl i war i s bag i
orang yang beragama Is l am, merupakan yur i d i k s i
Pengad i l an Agama;
Menimbang bahwa dar i pokok permasa lahan
te rsebu t , maka yang per lu dibuk t i k an oleh para
Hal . 8 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pemohon, apakah benar sdr . Ana Hanapi te lah
meningga l dun ia pada tangga l 20 Pebruar i 1995 d i
Bandung karena sak i t dan apakah benar sdr i . Umung
te l ah meningga l dun ia pada tangga l 02 Jun i 2006
di Bandung karena sak i t ser ta apakah benar para
Pemohon te rsebu t merupakan ahl i war i s dar i
a lmarhum Ana Hanapi dan almarhumah Umung;
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dal i l - da l i l
Permohonannya, para Pemohon te lah mengajukan
bukt i - bukt i sura t te rd i r i dar i P- 1 sampai dengan
P- 15 dan dua orang saks i ya i t u : 1. Umbi Juhana
bin Amid dan 2. Enzul Sunarya bin Usin ;
Menimbang bahwa Bukt i P- 1, merupakan bukt i
iden t i t a s di r i atas nama Want i Dent i Ar t i ,
berdasarkan bukt i te rsebu t benar bahwa sdr i .
Want i Dent i Ar t i t i ngga l sebaga imana te rsebu t
da lam sura t permohonannya dan ia beragama Is l am;
Menimbang bahwa Bukt i P- 2, merupakan bukt i
iden t i t a s di r i atas nama Asep Rachmat ,
berdasarkan bukt i te rsebu t benar bahwa sdr . Asep
Rachmat t i ngga l sebaga imana te rsebu t da lam sura t
permohonannya dan ia beragama Is l am;
Menimbang bahwa Bukt i P- 3, merupakan bukt i
iden t i t a s di r i atas nama Rodiah , berdasarkan
bukt i te rsebu t benar bahwa sdr i . Rodiah t i ngga l
sebaga imana te rsebu t da lam sura t permohonannya
dan ia beragama Is l am;
Menimbang bahwa Bukt i P- 4, merupakan bukt i
iden t i t a s di r i atas nama Nanang, berdasarkan
bukt i te rsebu t benar bahwa sdr . Nanang t i ngga l
sebaga imana te rsebu t da lam sura t permohonannya
dan ia beragama Is l am;
Menimbang bahwa Bukt i P- 5, merupakan bukt i
iden t i t a s di r i atas nama Li l i s Yunings ih ,
berdasarkan bukt i te rsebu t benar bahwa sdr i .
L i l i s Yunings ih t i ngga l sebaga imana te rsebu t
da lam sura t permohonannya dan ia beragama Is l am;
Hal . 9 da r i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang bahwa Bukt i P- 6, merupakan bukt i
iden t i t a s di r i atas nama Sukinah , berdasarkan
bukt i te rsebu t benar bahwa sdr i . Suk inah t i ngga l
sebaga imana te rsebu t da lam sura t permohonannya
dan ia beragama Is l am;
Menimbang bahwa bukt i P- 7, merupakan bukt i
kemat ian atas nama Ana Hanapi dan Umung
berdasarkan bukt i te rsebu t benar bahwa sdr . Ana
Hanapi , te l ah meningga l dunia pada tangga l 20
Pebruar i 1995 dan sdr i . Umung te l ah meningga l
dun ia pada tangga l 02 Jun i 2006;
Menimbang bahwa bukt i P- 8, merupa kan bukt i
oten t i k atas nama Ana Hanapi dan Umung
berdasarkan bukt i te rsebu t benar bahwa Ana Hanapi
te l ah melangsungkan pern i kahan dengan seorang
perempuan beragama Is l am bernama Umung yang
di l angsungkan di hadapan Pegawai Pencata t Nikah
Kanto r Urusan Agama Kecamatan Buahbatu Kota
Bandung;
Menimbang bahwa bukt i P- 9, merupa kan bukt i
kete rangan yang menerangkan benar bahwa para
Pemohon merupakan ahl i war i s dar i Ana Hanapi
dengan Umung;
Menimbang bahwa bukt i P- 10, merupa kan bukt i
ke lah i r an atas nama Want i Dent i Ar t i berdasarkan
bukt i te rsebu t benar bahwa sdr i . Want i Dent i Ar t i
merupakan anak dar i pasangan suami is t e r i Ana
Hanapi dengan Umung;
Menimbang bahwa bukt i P- 11, merupa kan bukt i
ke lah i r an atas nama Asep Rachmat , berdasarkan
bukt i te rsebu t benar bahwa sdr . Asep Rachmat
merupakan anak dar i pasangan suami is t e r i Ana
Hanapi dengan Umung;
Menimbang bahwa bukt i P- 12, merupa kan bukt i
ke lah i r an atas nama Rodiah , berdasarkan bukt i
te rsebu t benar bahwa sdr i . Rodiah merupakan anak
Hal . 10 dar i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dar i pasangan suami is t e r i Ana Hanapi dengan
Umung;
Menimbang bahwa bukt i P- 13, merupa kan bukt i
kete rangan atas nama Nanang yang menerangkan
benar bahwa sdr . Nanang merupakan anak dar i
pasangan suami is t e r i Ana Hanapi dengan Umung;
Menimbang bahwa bukt i P- 14, merupa kan bukt i
ke lah i r an atas nama L i l i s Yunings ih berdasarkan
bukt i te rsebu t benar bahwa sdr i . L i l i s Yunings ih
merupakan anak dar i pasangan suami is t e r i Ana
Hanapi dengan Umung;
Menimbang bahwa bukt i P- 15, merupa kan bukt i
kete rangan atas nama Suk inah yang menerangkan
benar bahwa sdr i . Sukinah merupakan anak dar i
pasangan suami is t e r i Ana Hanapi dengan Umung;
Menimbang bahwa kedua orang saks i ya i t u 1.
Umbi Juhana bin Amid dan 2. Enzul Sunarya bin
Usin , pada pokoknya menerangkan bahwa sdr . Ana
Hanapi benar te lah meningga l pada pada tahun 1995
dan sdr i . Umung benar te lah meningga l dunia pada
tahun 2006, keduanya meningga l dun ia di Bandung
karena sak i t ser ta beragama Is l am. Almarhum Ana
Hanapi dan almarhumah Umung merupakan pasangan
suami is te r i yang te lah melangsungkan pern i kahan
pada tahun 1957 dan te l ah dika run ia i 6 (enam)
orang anak masing- masing bernama: Want i Dent i
Ar t i , Asep Rachmat , Rodiah , Nanang, Li l i s
Yunings ih dan Sukinah , keenam orang anak te rsebu t
pada saat sekarang masih hidup dan sekarang
menjad i para Pemohon. Anta ra almarhum Ana Hanapi
dengan almarhumah Umung t i dak pernah bercera i .
Sepengetahuan saks i kedua orang tua almarhum Ana
Hanapi dan almarhumah Umung te l ah meningga l dun ia
te r l eb i h dahu lu dan mereka semua beragama Is l am
dan sepengetahuan saks i , mereka semua t i dak ada
halangan untuk menjad i ah l i war i s ;
Hal . 11 dar i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang bahwa berdasarkan pada da l i l - da l i l
yang dikemukakan o leh Para Pemohon yang didukung
oleh bukt i - bukt i ba ik bukt i sura t maupun saks i ,
d ipe ro l eh fak ta - fak ta sebaga i ber i ku t :
1. Bahwa sdr . Ana Hanapi benar te lah
meningga l dun ia pada tangga l 20 Pebruar i
1995 dan sdr i . Umung benar te lah
meningga l dun ia pada tangga l 02 Jun i
2006, keduanya meningga l dunia di
Bandung karena sak i t ;
2. Bahwa sebe lum meningga l dun ia sdr . Ana
Hanapi beragama Is l am dan ia te l ah
menikah secara Is l am dengan seorang
perempuan bernama sdr i . Umung pada
tangga l 12 Januar i 1957 dan belum pernah
bercera i ;
3. Bahwa dar i has i l pern i kahan anta ra sdr .
Ana Hanapi dengan sdr i . Umung mempunya i
6 (enam) orang anak masing- masing
bernama: Want i Dent i Ar t i , Asep Rachmat ,
Rodiah , Nanang, L i l i s Yunings ih dan
Sukinah , keenam orang anak te rsebu t pada
saat sekarang masih h idup , semuanya
musl im yang sekarang menjad i para
Pemohon;
4. Bahwa kedua orang tua almarhum Ana
Hanapi dan almarhumah Umung te l ah
meningga l dun ia te r l eb i h dahu lu dan
mereka semua beragama Is l am dan
sepengetahuan saks i mereka semua t i dak
ada halangan untuk menjad i ahl i war i s ;
Menimbang bahwa sesua i dengan keten tuan pasa l
171 huru f c Kompi las i Hukum Is l am (KHI ) yang
dimaksud dengan ahl i war i s ada lah orang yang pada
saat meningga l dun ia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan Pewar i s , beragama
Hal . 12 dar i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Is l am dan t i dak te rha lang karena hukum untuk
menjad i ah l i war i s ;
Menimbang bahwa berdasarkan fak ta - fak ta yang
te l ah diu ra i kan di atas para pemohon yang bernama
: Want i Dent i Ar t i , Asep Rachmat , Rodiah , Nanang,
Li l i s Yunings ih dan Suk inah mempunyai hubungan
dengan almarhum Ana Hanapi dan a lmarhumah Umung,
sebaga i anak kandung. Disamping i t u para Pemohon
t i dak te rha lang karena hukum untuk menjad i ah l i
war i s ;
Menimbang bahwa berdasarkan pada fak ta - fak ta
te rsebu t d i atas , maka te rbuk t i bag i Maje l i s
Hakim bahwa sdr . Ana Hanapi benar te lah meningga l
dun ia pada tangga l 20 Pebruar i 1995 dan sdr i .
Umung benar te l ah meningga l dun ia pada tangga l 02
Jun i 2006 dengan meningga lkan ah l i war is ya i t u :
1. Want i Dent i Ar t i , (anak kandung perempuan) ;
2. Asep Rachmat , (anak kandung lak i - lak i ) ;
3. Rodiah , (anak kandung perempuan) ;
4. Nanang, (anak kandung lak i - lak i ) ;
5. Li l i s Yunings ih , (anak kandung perempuan) ;
6. Suk inah , (anak kandung perempuan) ;
Menimbang bahwa berdasarkan keten tuan pasa l
174 ayat (2 ) , d i j e l a s kan bahwa apab i l a semua ahl i
war i s i t u ada, maka yang berhak mendapat war i san
hanya : anak, ayah, ibu , janda atau duda;
Menimbang bahwa berdasarkan per t imbangan
te rsebu t d i atas , maka Pemohon te l ah berhas i l
membukt i kan dal i l - da l i l permohonannya dan
karenanya permohonan para Pemohon patu t
d ikabu l kan ;
Menimbang, bahwa berdasarkan keten tuan pasa l
181 ayat (1 ) HIR sega la b iaya dibebankan kepada
Pemohon;
Menginga t , sega la keten tuan perundang-
undangan yang ber laku , dan dal i l syar ' i yang
Hal . 13 dar i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bersangku tan dengan perkara in i ;
M E N E T A P K A N
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon;
2. Menetapkan ahl i war i s dar i a lmarhum
Bapak Ana Hanapi a lmarhumah Ibu Umung
ada lah :
2.1 . Want i Dent i Ar t i b in t i Ana Hanapi , (anak
kandung perempuan) ;
2.2 . Asep Rachmat b in Ana Hanapi , (anak kandung
lak i - lak i ) ;
2.3 . Rodiah bin t i Ana Hanapi , (anak kandung
perempuan) ;
2.4 . Nanang bin Ana Hanapi , (anak kandung lak i -
lak i ) ;
2.5 . Li l i s Yunings ih bin t i Ana Hanapi , (anak
kandung perempuan) ;
2.6 . Suk inah bin t i Ana Hanapi , (anak kandung
perempuan) ;
3. Membebankan biaya perkara kepada Para
Pemohon se jumlah Rp. 121.000 , - (se ra tus
duapuluh satu r i bu rup iah ) ;
Demik ian d i t e t apkan di Bandung pada har i Rabu
tangga l 11 Mei 2011 Masehi ber tepa tan dengan
tangga l 06 Jumadi l Tsan i 1432 Hi j r i y y ah , o leh
kami Drs . Acep Sai fudd in , SH. , M.Ag. , sebaga i
Ketua Maje l i s dan Drs . Asep Gupron, SH. ser ta
Drs . Mohammad Jumhar i , SH. , MH., masing- masing
sebaga i hak im anggota . Penetapan te rsebu t pada
har i i t u juga diucapkan dalam s idang te rbuka
untuk umum oleh Maje l i s Hakim te rsebu t , dengan
didamping i o leh Tauf i k Ahmad, SH. , sebaga i
Pani te ra Penggant i dengan dihad i r i o leh Para
Pemohon;
Ketua Maje l i s
Hal . 14 dar i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
t t d
Drs . Acep Sai fudd in , SH. , M.Ag.
Hakim Anggota ,
Hakim Anggota .
t t d t t d
Drs . Asep Gupron, SH. Drs . Mohammad
Jumhar i , SH. , MH.
Pani te ra Penggant i ,
t t d
Tauf i k Ahmad, SH.
Rincian Biaya Perkara :1. Pendaf ta ran Rp. 30.000 , -2. Biaya Proses Rp. 30.000 , -3. Biaya Panggi l an Rp. 50.000 , -4. Redaks i Rp. 5.000 , -5. Matera i
Rp. 6.000 , -
Jumlah Rp. 121.000 , -
Untuk sa l i nan yang sama
buny inya oleh
Pani te ra
Pengad i l an Agama Bandung
Drs . H. Saepuloh
Hal . 15 dar i 15 ha l . Pen tpn No.0863 / Pd t . P / 2 0 1 1 / PA .Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15Analisis yuridis..., Azizah Syabibi, FH UI, 2013