universitas diponegoro pembentuk ketahanan sosial … · manfaat fisik, ekonomi, dan sosial...

25
UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK MELALUI UPAYA SYLVOFISHERY DI KELURAHAN MANGUNHARJO TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh: WAWARGITA PERMATA WIJAYANTI L2D 007 074 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEMARANG JUNI 2011

Upload: hoangthien

Post on 08-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK MELALUI UPAYA SYLVOFISHERY

DI KELURAHAN MANGUNHARJO

TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Oleh: WAWARGITA PERMATA WIJAYANTI

L2D 007 074

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEMARANG JUNI 2011

PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK MELALUI

UPAYA SYLVOFISHERY DI KELURAHAN MANGUNHARJO

ABSTRAK

Oleh :

Wawargita Permata Wijayanti

L2D007074

Perubahan iklim merupakan dampak pemanasan global, yang menimbulkan kerentanan fisik, sosial,

dan ekonomi di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang. Kondisi ini disebabkan oleh naiknya

muka air laut, abrasi, serta kerusakan lingkungan pesisir. Kerentanan fisik telah diantisipasi dengan

penanaman mangrove sebanyak 1.745.600 pohon dan pembangunan sabuk pantai Mangunharjo sepanjang

2,5 km (Kelompok Bumi Lestari, 2010). Namun, upaya tersebut belum mampu menyelesaikan kerentanan

sosial ekonomi yang dialami masyarakat, khususnya petani tambak. Pada tahun 1995, pendapatan petani

tambak mencapai Rp 1.000.000,00/hari, tetapi terus menurun hingga Rp 10.000,00 sampai Rp

30.000,00/hari (tidak menentu) pada awal tahun 2000an. Penurunan pendapatan disebabkan oleh tenggelamnya tambak atau tambak yang kurang produktif akibat perubahan salinitas. Selain itu, kondisi

sosial juga berubah. Petani tambak jarang berinteraksi satu sama lain, baik antar individu maupun

kelompok. Mereka sibuk memikirkan kehidupan ekonomi masing-masing. Pertemuan yang biasanya

diadakan satu bulan sekali, hanya diadakan tiga bulan sekali dengan tingkat kehadiran rendah (Hasil

wawancara, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim mempengaruhi tatanan sosial

ekonomi. Oleh karena itu, petani tambak tergolong populasi rentan. Populasi rentan memerlukan usaha

adaptif untuk mengembalikan kestabilan kehidupan sosial dan ekonomi.

Salah satu cara beradaptasi adalah menggali potensi kegiatan ekonomi dengan memperhitungkan

sumberdaya lokal yang dimiliki. Terkait sumberdaya lokal, potensi yang dapat dimanfaatkan di Kelurahan

Mangunharjo adalah mangrove. Dengan memanfaatkan mangrove, masyarakat mulai mengembangkan

kegiatan sylvofishery. Sylvofishery adalah suatu bentuk usaha terpadu antara budidaya mangrove (pohon

bakau) dan budidaya perikanan air payau (Harahab, 2010:138). Tujuan adaptasi masyarakat adalah untuk membentuk ketahanan sosial ekonomi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pembentuk ketahanan sosial ekonomi petani tambak

melalui upaya sylvofishery sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim di Kelurahan Mangunharjo.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, untuk memahami fenomena dan memperbanyak

pemahaman tentang objek penelitian dengan cara mengeksplorasi informasi sebanyak-banyaknya. Analisis

yang digunakan adalah deksriptif kualitatif. Analisis ini mampu memberikan penggambaran objek secara

detail sehingga keunikan objek akan terlihat. Hasil dari analisis ini adalah ditemukannya faktor alam dan

faktor manusia yang mendukung dan menghambat sylvofishery, value added (nilai tambah) sylvfishery dari

manfaat fisik, ekonomi, dan sosial sylvofishery, serta tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam

adaptasi di Kelurahan Mangunharjo.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh faktor beberapa pembentuk ketahanan, yaitu faktor alam terdiri atas kesesuaian kondisi fisik tambak untuk pengembangan sylvofishery dan dukungan luas tambak (>

3000 m2). Kedua, faktor manusia, yaitu terbukanya akses untuk memenuhi kebutuhan hidup, keberanian

petani tambak untuk berinovasi, kemauan belajar dari pengalaman/pembelajaran lain, munculnya kerjasama

dan interaksi antar petambak, dan adanya peningkatan kemampuan petani tambak. Ketiga, dukungan

institusi, yaitu dengan terbangunnya konektivitas/hubungan antar petani tambak dengan stakeholders dan

antar stakeholders. Namun, pembentuk ketahanan sosial ekonomi tersebut belum optimal. Hal ini disebabkan

oleh adaptasi hanya berkembang pada delapan orang, masih dilakukan secara individu dan belum

dimanfaatkannya peluang terhadap akses (modal, pengetahuan, dan sebagainya) untuk beradaptasi. Oleh

karena itu, kondisi 8 orang petani tambak berada dalam tahap mengarah (embrio) pada kondisi ketahanan

sosial ekonomi. Jika mereka memanfaatkan peluang yang ada untuk beradaptasi dan adaptasi mampu

dikembangkan berkelompok maka terciptanya ketahanan sosial ekonomi semakin terbuka. Manfaat akan semakin besar jika kegiatan tersebut diarahkan pada pengembangan bisnis lokal. Dengan demikian,

masyarakat dapat bertahan hidup dalam lingkungannya, memanfaatkan seluruh potensi yang ada, serta

dapat meningkatkan kesejahteraaan hidupnya.

Kata Kunci : Adaptasi, Ketahanan Sosial Ekonomi, Mangunharjo, Petani Tambak, Sylvofishery

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................... ii

HALAMAN ORIGINALITAS ................................................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................................................................. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................................. v

ABSTRAK ................................................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL...................................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah.................................................................................................... 4

1.3 Tujuan dan Sasaran .................................................................................................... 5

1.3.1 Tujuan .............................................................................................................. 5

1.3.2 Sasaran ............................................................................................................. 6

1.4 Ruang Lingkup .......................................................................................................... 6

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ................................................................................... 6

1.4.2 Ruang Lingkup Materi ..................................................................................... 8

1.4.3 Definisi Operasional ......................................................................................... 8

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 9

1.6 Keaslian Penelitian ..................................................................................................... 10

1.7 Kerangka Pemikiran ................................................................................................... 11

1.8 Metode Penelitian ...................................................................................................... 11

1.8.1 Proses Penelitian ............................................................................................... 13

1.8.2 Pengumpulan Data ............................................................................................ 14

1.8.3 Verifikasi Data .................................................................................................. 16

1.8.4 Pengolahan dan Penyajian Data ........................................................................ 16

1.8.5 Analisis Data .................................................................................................... 17

1.9 Sistematika Penulisan ................................................................................................. 18

BAB II PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK DALAM

MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM ................................................................. 21

2.1 Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Wilayah

Pesisir ........................................................................................................................ 21

2.1.1 Dampak Kenaikan Muka Air Laut terhadap Wilayah Pesisir.............................. 21

2.1.2 Kerentanan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir ................................................ 23

2.2 Adaptasi untuk Mengurangi Kerentanan Akibat Perubahan Iklim ............................... 26

2.3 Pengelolaan Mangrove dan Tambak Terpadu (Sylvofishery) sebagai Upaya

Adaptasi terhadap Perubahan Iklim ........................................................................... 29

2.4 Upaya Adaptasi dalam Mewujudkan Ketahanan Sosial Ekonomi ................................ 32

2.4.1 Ketahanan Masyarakat Pesisisr ......................................................................... 32

2.4.2 Pembentuk Ketahanan Sosial Ekonomi ............................................................. 35

2.4.3 Peran Serta Stakeholders dalam Membentuk Ketahanan Sosial Ekonomi ........... 39

2.4.4 Ketahanan Sosial Ekonomi dalam Pengembangan Ekonomi Lokal .................... 39

2.5 Lesson Learned .......................................................................................................... 40

2.6 Sintesis Literatur Pembentuk Ketahanan Sosial Ekonomi dalam Menghadapi

Perubahan Iklim ......................................................................................................... 41

BAB III SYLVOFISHERY SEBAGAI BENTUK ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN

IKLIM DI KELURAHAN MANGUNHARJO ....................................................... 45

3.1 Kronologi Kerentanan Akibat Perubahan Iklim Kelurahan Mangunharjo .................... 45

3.1.1 Wilayah Pesisir Kelurahan Mangunharjo Tahun 1995 hingga Tahun 1998 ......... 45

3.1.2 Wilayah Pesisir Kelurahan Mangunharjo dan Kegiatan Penanaman Mangrove

Tahun 1999 hingga Tahun 2004 ............................................................................... 47

3.1.3 Kondisi Wilayah Pesisir dan Berkembangnya Upaya Sylvofishery Tahun 2005

hingga Tahun 2010 ........................................................................................... 50

3.2 Pengembangan Sylvofishery sebagai Upaya Adaptasi di Kelurahan Mangunharjo ....... 54

3.2.1 Proses Berkembangnya Sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo ....................... 54

3.2.2 Komposisi Petani Tambak Pengembang Sylvofishery ............................................... 55

3.2.3 Karakteristik Pengembangan Sylvofishery di Mangunharjo ................................ 58

3.3 Potensi Pengembangan Sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo ........................................... 59

3.3.1 Kondisi Fisik Alam Kelurahan Mangunharjo ................................................................ 59

3.3.2 Manfaat Fisik, Ekonomi, dan Sosial yang Diperoleh dari Sylvofishery ........................... 59

3.3.3 Dukungan dan Peran Kelompok Masyarakat dan Institusi Lainnya ................................ 61

3.4 Kendala yang Dihadapi Petani Tambak dalam Pengembangan Sylvofishery untuk

Mewujudkan Ketahanan Sosial Ekonomi .......................................................................... 62

BAB IV ANALISIS PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI

TAMBAK MANGUNHARJO ................................................................................. 64

4.1 Faktor Berpengaruh terhadap Pengembangan Sylvofishery di Mangunharjo ................ 64

4.1.1 Petani Tambak yang Beradaptasi dengan Sylvofishery ....................................... 64

4.1.2 Faktor Alam yang Dapat Berpengaruh padaUpaya Sylvofishery ......................... 71

4.1.3 Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengembangan Sylvofishery ............ 75

4.2 Analisis Nilai Tambah Sylvofishery dalam Membentuk Ketahanan ............................. 77

4.2.1 Nilai Tambah Pengembangan Sylvofishery untuk Ketahanan Ekonomi .............. 78

4.2.2 Nilai Tambah Pengembangan Sylvofishery untuk Ketahanan Sosial ................... 86

4.3 Analisis Keterlibatan Stakeholders dalam Kegiatan Adaptasi (Sylvofishery) ................ 89

4.4 Sintesis Analisis ......................................................................................................... 94

BAB V PENUTUP ................................................................................................................ 101

5.1 Temuan Penelitian ..................................................................................................... 101

5.2.1 Temuan Studi.................................................................................................... 101

5.2.2 Temuan Lapangan............................................................................................. 102

5.2 Kesimpulan ................................................................................................................ 102

5.3 Rekomendasi .............................................................................................................. 104

5.4 Keterbatasan Studi dan Rekomendasi bagi Studi Selanjutnya ...................................... 105

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 107

LAMPIRAN

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

Penyusunan Bab I bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai fokus penelitian

beserta justifikasi pemilihan topik sehingga penelitian menarik dan layak diteliti. Daya tarik dan

kelayakan topik penelitian dapat terlihat pada bagaimana fenomena perubahan iklim, khususnya

kenaikan muka air laut dapat mempengaruhi kehidupan wilayah pesisir, khususnya pada kehidupan

sosial ekonomi petani tambak, dan upaya adaptasi yang telah dilakukan dalam menghadapi

perubahan iklim. Kedua hal tersebut dijelaskan secara berurutan dengan didukung oleh beberapa

fakta guna memperkuat justifikasi topik penelitian. Bagian ini juga memberikan gambaran

mengenai dasar pemikiran studi, input, proses hingga output, yang dijelaskan dalam bentuk

kerangka pemikiran studi. Selain itu, turut dijelaskan metode penelitian yang dilakukan, mulai dari

tahap pengumpulan data hingga analisis data. Dengan demikian, keseluruhan tahapan penelitian

dan sistematika untuk mencapai tujuan penelitian tampak jelas dan runtut.

1.1 Latar Belakang

Pemanasan global atau global warming merupakan fenomena yang sedang hangat

diperbincangkan masyarakat dunia. Pemanasan global dapat disebabkan oleh kurang

diperhatikannya keseimbangan lingkungan dalam pembangunan, seperti semakin meluasnya

konversi hutan menjadi lahan terbangun. Konversi hutan mengakibatkan hilangnya populasi

vegetasi yang mampu menyerap energi matahari dan gas hasil pembakaran. Gas hasil pembakaran,

seperti uap air, karbondioksida, dan metana menjadi terperangkap di atmosfer. Gas-gas tersebut

menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya panas

tersimpan di permukaan bumi dan suhu bumi pun meningkat. Kondisi inilah yang disebut

pemanasan global.

Salah satu dampak pemanasan global adalah perubahan iklim. Perubahan iklim ditandai

dengan kenaikan suhu global, perubahan pola cuaca dan perubahan intensitas curah hujan

(Meiviana, 2004: 3). Saat ini suhu permukaan rata-rata global meningkat sebesar 0,76⁰ C dan

diperkirakan akan meningkat antara 1,8⁰C hingga 2,9⁰C pada tahun 2100 (IPCC, 2007). Perubahan

ini menyebabkan peningkatan kejadian cuaca ekstrem dan kenaikan muka air laut.

Kenaikan muka air laut tentunya mengancam wilayah-wilayah yang berada di pesisir.

Naiknya muka air laut berpotensi menghilangkan daratan, menenggelamkan pulau-pulau kecil serta

mengancam kehidupan masyarakat di wilayah pesisir. Peningkatan muka air laut yang terjadi

2

dalam 100 terakhir setinggi 10-25 cm dan diperkirakan meningkat 15-95 cm pada tahun 2100

(Greenpeace, dalam Meiviana, 2004:5). Bahkan, dalam sebuah hasil penelitian disebutkan bahwa

setiap kenaikan muka air laut setinggi 1 meter, diperkirakan akan menghilangkan 450.000 ha lahan

pesisir, termasuk gugusan pulau kecil (Indonesian Country Report, 2007: 24). Oleh karena itu,

wilayah pesisir rentan terhadap perubahan iklim.

Salah satu wilayah pesisir yang rentan adalah Kota Semarang. Kota ini berada di pantai

utara yang berbatasan langsung dengan laut Jawa. Semarang dipredikasikan mengalami kenaikan

muka air laut hingga 15,5 cm pada 2030 dan 46,5 cm pada tahun 2070 (Hasil Kajian Ristek DKP,

Undip, dan IPB, 2009). Prediksi tersebut diperkuat kajian ACCRN dan Mercy Corps, 2010, yang

memetakan lokasi di Kota Semarang dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim.

Salah satu lokasi yang teridentifikasi rentan adalah Kelurahan Mangunharjo, yang terletak di pesisir

barat Kota Semarang. Kelurahan ini mengalami kerentanan fisik, ekonomi, dan sosial akibat

fenomena perubahan iklim.

Kerentanan merupakan ketidakmampuan suatu sistem (termasuk ekosistem, sosial

ekonomi, dan kelembagaan) untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang terjadi (Muhammad,

2007). Perubahan cuaca, kenaikan muka air laut, dan terjadinya abrasi pantai adalah beberapa

contoh peristiwa yang mengancam kehidupan sosial dan ekonomi (Asian Development Bank,

2009). Kenaikan muka air laut dan abrasi di Mangunharjo mengakibatkan tambak tenggelam.

Kondisi ini mengakibatkan pendapatan petani tambak menurun dari Rp 1.000.000,00 per hari pada

tahun 1995-1996 menjadi Rp 10.000,00 Rp 30.000,00 per hari/tidak menentu pada awal tahun

2000an. Selain perubahan iklim, hilangnya tambak di Kelurahan Mangunharjo disebabkan oleh

kerusakan mangrove. Pada era 1990an, lahan mangrove seluas ± 256 ha dialihfungsikan menjadi

tambak untuk budidaya udang windu. Penurunan pendapatan tersebut akhirnya turut berpengaruh

terhadap kehidupan sosial. Kondisi sosial petani tambak Mangunharjo pun mulai berubah. Jaringan

dan interaksi yang terbentuk di antara mereka mulai hilang. Pertemuan rutin warga dan kegiatan

kelompok sudah jarang dilakukan. Hal ini disebabkan karena mereka sibuk memikirkan kehidupan

masing-masing, mencari penghidupan untuk keluarganya. Petani tambak menjadi acuh terhadap

kehidupan sosial di lingkungannya.

Secara umum, kerentanan dapat diatasi masyarakat dengan melakukan suatu upaya

adaptasi. Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan salah satu cara penyesuaian yang

dilakukan secara spontan ataupun terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim

(Murdiyarso, 2001). Pentingnya adaptasi dilakukan karena petambak berkeinginan untuk tetap

bertempat tinggal dan bekerja di wilayah Mangunharjo sehingga mereka harus menyesuaikan diri

dengan kondisi lingkungan yang telah berubah. Langkah pertama dalam kegiatan adaptasi di

Kelurahan Mangunharjo adalah rehabilitasi pesisir dengan penanaman mangrove. Kegiatan ini

3

dipilih untuk melindungi pesisir Mangunharjo akibat naiknya muka air laut dan abrasi. Secara

ekologis, mangrove mempunyai kemampuan menahan gelombang pasang dan melindungi daratan

dari abrasi pantai. Kegiatan penanaman mangrove ini dimulai pada tahun 2000. Hingga tahun 2010,

penanaman mangrove mencapai 1.745.600 pohon dan pembangunan sabuk pantai sepanjang 2,5 km

di pesisir Kelurahan Mangunharjo (Kelompok Bumi Lestari, 2010). Keberhasilan tersebut tercapai

berkat dukungan dan kerjasama seluruh masyarakat Mangunharjo, bantuan instansi pemerintah,

akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Kembalinya populasi mangrove secara perlahan mulai memberikan manfaat bagi

kehidupan masyarakat Mangunharjo, terutama dalam melindungi dan menahan gelombang air laut.

Namun, bentuk adaptasi tersebut belum mampu mengembalikan kondisi perekonomian masyarakat

Mangunharjo, terutama bagi petani tambak. Oleh karena itu, sebagian petambak beralih mata

pencaharian menjadi tukang ojek, buruh industri, pedagang, buruh bangunan, dan pekerjaan

lainnya. Sebagian petambak yang tidak beralih mata pencaharian (tetap mempertahankan tambak),

berusaha mencari cara agar tambak produktif kembali. Petani tambak tersebut berusaha

menciptakan atau menemukan bentuk potensi kegiatan ekonomi dengan memperhitungkan

sumberdaya lokal yang dimiliki dan sesuai dengan kondisi lingkungan yang telah berubah.

Sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatkan saat ini adalah vegetasi mangrove.

Untuk menemukan bentuk kegiatan tersebut, petani tambak melakukan pengamatan

terhadap pohon mangrove. Atas pengamatan yang telah dilakukan, mereka menemukan upaya

sylvofishery. Sylvofishery merupakan upaya pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan

mengkombinasikan kegiatan kehutanan (mangrove) dan perikanan (budidaya tambak) di dalam satu

lokasi (Fitzgerald dan Savitri, 2002). Adanya dukungan dari pihak luar, terutama instansi

pemerintah turut mendorong masyarakat untuk mencoba upaya sylvofishery ini.

Upaya ini dilakukan dengan melakukan kombinasi dalam pengelolaan tambak. Pada setiap

unit tambak ditanami tanaman mangrove, baik di tengah tambak atau di tepi tambak. Fungsi

vegetasi mangrove dalam lingkungan tambak adalah sebagai penahan gelombang dan arus, sebagai

tempat pemijahan dan perlindungan ikan atau udang. Rangkaian kegiatan ini bertujuan

mendapatkan fungsi ekonomis dan ekologis secara bersamaan dan seimbang. Lain halnya, dengan

pengelolaan tambak tanpa mangrove. Tambak mudah tergerus dan tenggelam oleh air laut dan

abrasi akibat tidak adanya tanaman mengrove sebagai penahan gelombang dan arus. Selain itu,

kondisi fisik tambak, seperti salinitas, kadar oksigen, suhu, dan sifat lainnya mudah berubah.

Perubahan kondisi tersebut berpengaruh pada produktivitas tambak, yang berujung pada kehidupan

sosial ekonomi masyarakat.

Upaya adaptasi yang dilakukan (sylvofishery) ternyata mampu mengembalikan

produktivitas tambak. Bahkan, penghasilan yang diperoleh dua kali lebih besar dibandingkan

4

dengan tambak non-sylvofishery. Sylvofishery juga mampu membuka peluang kegiatan ekonomi

yang lain yaitu pengolahan buah mangrove menjadi masakan dan pembibitan mangrove. Selain itu,

kegiatan adaptasi (sylvofishery) mampu menjalin kembali interaksi antar petambak yang sempat

hilang. Upaya adaptasi merupakan kegiatan baru sehingga mereka saling sharing pengetahuan dan

pengalaman tentang budidaya tambak tersebut. Petani tambak mulai menyadari bahwa dibutuhkan

tindakan kolektif untuk mengatasi kerentanan akibat perubahan iklim ini. Oleh karena itu, mereka

mulai mengikatkan diri kembali satu sama lain sehingga kehidupan sosial mereka mulai tertata

kembali.

Perbaikan kondisi sosial ekonomi diharapkan mampu mewujudkan ketahanan sosial

ekonomi. Hal ini sesuai dengan tujuan adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, terbentuknya

ketahanan sosial ekonomi tidak dapat diprediksikan dan diukur secara cepat dan mudah. Oleh

karena itu, fokus utama saat ini adalah menyediakan kondisi yang mendukung kegiatan adaptasi

dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat membentuk ketahanan dari adaptasi yang sedang

dilakukan petani tambak Mangunharjo. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu ditemukan faktor

pembentuk ketahanan dari upaya sylvofishery. Pembentuk ketahanan sosial ekonomi akan menjadi

tolak ukur untuk mengembangkan kegiatan sylvofishery selanjutnya. Dengan teridentifikasinya

pembentuk ketahanan ini diharapkan kegiatan sylvofishery dapat terus dilakukan, ditularkan pada

masyarakat lain, memberikan nilai tambah bagi kehidupan sosial ekonomi, dan mewujudkan

ketahanan sosial ekonomi di Kelurahan Mangunharjo.

1.2 Perumusan Masalah

Perubahan iklim memicu kerentanan dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan

Mangunharjo. Kerentanan bukan hanya aspek fisik, tetapi mencakup sosial dan ekonomi.

Kerentanan fisik karena naiknya muka air laut, abrasi pantai, dan kerusakan vegetasi mangrove

telah mengakibatkan 161 ha tambak tenggelam. Tambak yang tenggelam menjadi tidak produktif

sehingga petani tambak tidak mempunyai penghasilan. Padahal, budidaya tambak merupakan satu-

satunya sumber mata pencaharian mereka. Kondisi inilah yang mengakibatkan terjadi kerentanan

sosial ekonomi di Kelurahan Mangunharjo.

Kerentanan akibat perubahan iklim dapat diatasi dengan upaya adaptasi. Adaptasi

dilakukan karena perubahan iklim yang terjadi (yang mengakibatkan naiknya muka air laut dan

abrasi pantai) tidak dapat dicegah. Di sisi lain, petani tambak juga mempunyai keterbatasan

sumberdaya, baik financial, pengetahuan, dan sebagainya. Oleh karena itu, mereka harus

menemukan cara beradaptasi yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan dan kemampuan

(finansial dan pengetahuan) yang dimiliki. Untuk beradaptasi tersebut, petani tambak harus

menemukan cara adaptasi dengan memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang masih dimiliki

5

petani tambak Mangunharjo adalah kepemilikan tambak yang tidak tenggelam dan vegetasi

mangrove.

Sesuai potensi yang dimiliki, petani tambak memilih beradaptasi dengan mengubah cara

budidaya tambak. Budidaya tambak dilakukan dengan cara terpadu, yang dikenal dengan nama

sylvofishery. Sylvofishery dilakukan dengan memanfaatkan vegetasi mangrove untuk menunjang

kegiatan budidaya ikan dan udang. Pengembangan sylvofishery bertujuan untuk mengembalikan

produktivitas tambak, memperbaiki dan menjaga lingkungan tambak. Dalam kegiatan tersebut,

budidaya ikan dan udang dilakukan bersamaan dengan mengelola mangrove di satu lokasi. Oleh

karena itu, diharapkan akan tercipta keseimbangan fungsi ekologis dan ekonomis.

Adaptasi terhadap perubahan iklim bertujuan untuk menciptakan ketahanan sosial ekonomi

masyarakat. Ketahanan sosial ekonomi terbentuk dari proses adaptasi kolektif. Kekolektifan dalam

beradaptasi bukan hanya memudahkan dalam proses kegiatan, tetapi manfaat yang diperoleh akan

lebih dirasakan masyarakat. Selain itu, masih banyak faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap

pengembangan sylvofishery. Misalnya masih adanya ancaman terhadap perubahan iklim yang dapat

mengganggu keseimbangan lingkungan, perilaku petani tambak dalam beradaptasi, atau

keterlibatan stakeholders dalam kegiatan adaptasi. Oleh karena itu, mereka harus teliti dalam

mengantisipasi faktor-faktor tersebut sehingga tidak membawa kerugian bagi pengembangan

sylvofishery.

Untuk mewujudkan ketahanan sosial ekonomi, maka harus diketahui pembentuk ketahanan

dari upaya adaptasi yang telah dilakukan (sylvofishery). Diketahuinya pembentuk ketahanan akan

mempermudah petani tambak dalam memetakan potensi mana yang dapat dioptimalkan dan unsur

apa yang harus diminimalkan. Pembentuk ketahanan sosial ekonomi nantinya diperlukan untuk

pertimbangan dalam pengembangan sylvofishery selanjutnya. Dengan demikian, perkembangan

sylvofishery akan lebih baik dan mengarah pada ketahanan pada jangka panjang. Pembentuk

ketahanan yang terlihat nantinya akan sesuai dengan karakteristik masyarakat di Kelurahan

Mangunharjo. Berdasarkan uraian tersebut, didapatkan suatu hal yang menarik untuk diketahui

lebih lanjut, bagaimanakah ketahanan sosial dan ekonomi dapat tercipta dalam kehidupan petani

tambak di Kelurahan Mengunharjo melalui upaya sylvofishery?

1.3 Tujuan dan Sasaran

1.3.1 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pembentuk ketahanan sosial ekonomi dalam

kehidupan petani tambak di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang melalui upaya

pengelolaan mangrove dan tambak terpadu (sylvofishery) sebagai bentuk adaptasi terhadap

perubahan iklim.

6

1.3.2 Sasaran

Sasaran yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian tersebut adalah :

1. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan sylvofishery di

Kelurahan Mangunharjo, yaitu faktor sumberdaya manusia dan faktor alam.

2. Menganalisis nilai tambah (value added) dari pengembangan sylvofishery di Kelurahan

Mangunharjo untuk membentuk ketahanan sosial dan ekonomi.

3. Menganalisis peran stakeholders dalam upaya pengembangan sylvofishery guna

mencapai ketahanan sosial ekonomi.

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup spasial penelitian ini adalah Kelurahan Mangunharjo. Kelurahan

Mangunharjo merupakan salah satu dari tujuh kelurahan pesisir di Kecamatan Tugu. Kelurahan ini

mempunyai luas wilayah sebesar 347,12 ha dengan panjang garis pantai 1960 meter dan berbatasan

langsung dengan pantai utara Pulau Jawa. Dengan demikian, kelurahan ini tergolong pada kategori

rentan terhadap fenomena perubahan iklim, terutama kenaikan muka air laut. Untuk batas-batas

wilayah Kelurahan Mangunharjo dapat dilihat dalam Gambar 1.1 pada halaman 7.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama

yang berkaitan dengan fenomena perubahan iklim. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat justifikasi

pemilihan Kelurahan Mangunharjo sebagai berikut:

1. Kelurahan Mangunharjo merupakan salah satu kelurahan pesisir di Kota Semarang,

yang mempunyai kecenderungan rentan tinggi terhadap perubahan iklim.

2. Berdasarkan identifikasi dan penilaian kerentanan terhadap dampak perubahan iklim di

Kota Semarang yang dilakukan oleh Asian Cities Climate Change Resilience Network

(ACCCRN) dan Mercy Corps, salah satu lokasi yang mempunyai potensi kerentanan

tinggi adalah Kelurahan Mangunharjo. Potensi kerentanan ini dilihat dari beberapa

kriteria yaitu:

a. Identifikasi kelompok sasaran, misalnya kelompok yang mengalami

kerentanan, lokasi tempat tinggal, bagaimana kelompok tersebut terpengaruh

perubahan iklim, dan sebagainya.

b. Kerentanan terkait dengan indikator sosial, misalnya kemiskinan dan akses

terhadap layanan publik, indikator ekonomi, misalnya akses terhadap

pemenuhan kebutuhan hidup, serta kerentanan ruang fisik.

c. Analisis risiko klimatis, yaitu analisis terhadap perubahan cuaca, intensitas air

hujan, kecepatan angin, dan lain-lain.

7

3. Naiknya muka air laut, abrasi pantai, dan kerusakan vegetasi mangrove mengakibatkan

161 ha lahan tambak di Kelurahan Mangunharjo kehilangan produktivitas sehingga

pendapatan masyarakat menurun, yang mengindikasikan terjadinya kerentanan secara

sosial dan ekonomi.

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

GAMBAR 1.1

LOKASI PENELITIAN

Lokasi tambak dengan sylvofishery Lokasi tambak yang tenggelam

Lokasi penanaman mangrove Lokasi tambak dengan sylvofishery

8

4. Beberapa petani tambak di Kelurahan Mangunharjo telah melakukan usaha adaptasi

terhadap perubahan iklim dengan sylvofishery untuk mengembalikan perekonomian

dan menjaga kelestarian populasi mangrove.

1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Sasaran penelitian ini adalah upaya adaptasi yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk

penyesuaian diri terhadap perubahan iklim di Kelurahan Mangunharjo. Upaya adaptasi yang akan

dikaji adalah budidaya tambak dengan sylvofishery, yang hanya dilakukan oleh beberapa petani

tambak di Mangunharjo.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka ruang lingkup materi dalam penelitian ini fokus

pada faktor yang dapat membentuk ketahanan sosial ekonomi petani tambak Mangunharjo melalui

sylvofishery. Substansi atau materi yang diuraikan akan dijadikan sebagai petunjuk guna mencapai

tujuan penelitian, yaitu teridentifikasinya faktor pembentuk ketahanan sosial ekonomi melalui

upaya sylvofishery. Adapun subtansi atau materi dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor sumberdaya manusia (dalam masyarakat yang telah beradaptasi) dan pengaruh

faktor alam dalam membentuk ketahanan. Perlunya analisis ini adalah untuk

mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam upaya sylvofishery. Dengan

teridentifikasinya faktor tersebut maka terlihat faktor mana yang menunjang

keberlangsungan kegiatan sylvofishery dalam menciptakan ketahanan. Faktor

pendukung dan penghambat dianalisis dengan teknik kualitatif.

2. Nilai tambah (value added) pengembangan sylvofishery. Nilai tambah ini dilihat dari

manfaat sylvofishery secara fisik, ekonomi, dan lingkungan. Tujuan menganalisis

ketiga hal tersebut adalah untuk mengetahui manfaat mana yang dapat berkontribusi

untuk membentuk ketahanan sosial ekonomi. Teknik analisis terhadap nilai tambah

sylvofishery juga dilakukan dengan cara kualitatif.

3. Peran stakeholders dalam upaya sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo. Tujuannya

adalah untuk mengidentifikasi kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholders

yang terlibat pengembangan sylvofshery. Oleh karena itu, diperlukan analisis

stakeholders. Analisis ini dilakukan secara kualitatif dengan diagram analisis

stakeholders sehingga ditemukan peran mereka dalam membentuk ketahanan sosial

ekonomi.

1.4.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah salah satu unsur penelitian yang bertujuan untuk memberikan

pemahaman dan batasan yang sama dalam penelitian. Hal ini diperlukan untuk mencegah

terjadinya perbedaan persepsi dalam penelitian yang akan dilakukan. Adapun subtansi yang penting

dan mendasar dalam penelitian ini adalah:

9

TABEL I.1

DEFINISI OPERASIONAL

Substansi Definisi Operasional

Kerentanan Kerentanan merupakan kondisi ketika individu atau komunitas tidak mampu mengatasi ancaman yang terjadi pada lingkungan alam ataupun pada kehidupan sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya suatu fenomena.

Adaptasi terhadap perubahan iklim

Adaptasi adalah suatu bentuk penyesuaian terhadap sistem sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam merespon hal yang sebenarnya atau kondisi yang diprediksikan dari faktor pemicu dan dampak perubahan iklim

Sylvofishery

Sylvofishery merupakan suatu bentuk usaha terpadu antara budidaya mangrove dan budidaya perikanan air payau dengan tujuan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya mangrove sehingga memberikan peluang untuk mengembalikan fungsi ekologis dan mengembangkan perikanan air payau untuk mendapatkan fungsi ekonomis.

Ketahanan sosial ekonomi

Ketahanan sosial ekonomi adalah kemampuan suatu sistem untuk mengatasi ancaman yang datang, mampu bertahan, dan mengembalikan fungsi dan kondisi kestabilan aktivitas kehidupan masyarakat secara bertahap serta terhindar dari gangguan pengaruh eksternal sosial kemasyarakatan, politik, atau tekanan dari lingkungan sekitar.

Sumber: Hasil olahan penyusun dari berbagai sumber, 2011

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian adalah teridentifikasinya pembentuk ketahanan sosial ekonomi dalam

kehidupan petani tambak di Kelurahan Mangunharjo. Secara sosial ekonomi, sylvofishery mampu

memperbaiki penghasilan dan membentuk kembali jaringan sosial di antara petani tambak. Oleh

karena itu, pembentuk ketahanan dari kegiatan sylvofishery ini dapat digunakan sebagai input untuk

kegiatan pengembangan ekonomi lokal di Kelurahan Mangunharjo. Dalam pengembangan ekonomi

lokal ada dua elemen yang berpengaruh yaitu dimensi sosial dan ekonomi, serta menekankan pada

konteks spasial yang bersifat lokal.

Kegiatan adaptasi (sylvofishery) dapat membuka peluang kegiatan baru, seperti pembibitan

dan pengolahan buah mangrove. Kegiatan tersebut dikombinasikan dengan kegiatan pesisir yang

lain, seperti penanaman mangrove, budidaya kepiting, dan ditambah kegiatan inovasi lainnya (tour

pesisir, kuliner, dan sebagainya. Berkembangnya kegiatan-kegiatan pesisir dapat dimanfaatkan

untuk kegiatan bisnis lokal dengan orientasi lingkungan. Pengembangan bisnis secara bersama ini

dapat memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat dan kehidupan sosial masyarakat. Bentuk

kegiatan ekonomi yang dilakukan secara kolektif ini sesuai dengan konsep pengembangan ekonomi

lokal. Dari pengembangan ekonomi lokal ini diharapkan terwujud ketahanan sosial ekonomi karena

masyarakat mampu berkembang secara bersamaan, baik secara ekonomi maupun sosial.

Konsep pengembangan ekonomi lokal ini termasuk dalam konteks pengembangan wilayah,

yang terdiri atas unsur lingkungan, sosial, ekonomi, tata kelola (institusi dan kebijakan), dan tata

ruang. Selain itu, hasil penelitian secara tidak langsung juga dapat digunakan sebagai salah satu

bahan pembuatan kebijakan strategi adaptasi di wilayah lain yang mempunyai potensi dan

permasalahan di wilayah pesisir yang sejenis.

10

1.6 Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian menunjukkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

terkait dengan pengembangan sylvofishery dan penelitian yang disusun oleh peneliti. Keduanya

ditunjukkan pada tabel berikut ini:

TABEL I.2

KEASLIAN PENELITIAN

No Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi dan

Tahun Penelitian

Materi Penelitian Teknik Analisis Hasil

Penelitian

1 Trisnanti Widi Rineksi

Penyusunan Indikator Keberlanjutan Konservasi Mangrove Kota Semarang

Semarang, 2006 Membangun indikator keberlanjutan konservasi sebagai tolak ukur tingkat keberlanjutan konservasi mangrove di Kota Semarang. Keberlanjutan diukur dengan indikator yang bersifat lokal.

Pendekatan kualitatif fenomenologi. Analisis deskriptif kualitatif dan komparatif.

Indikator keberlanjutan konservasi Mangrove di wilayah pesisir.

2 Bill Fitzgerald dan Laksmi A Savitri

Integration of Sylvofisheries into Coastal Management and Mangrove Rehabilitation in Java, Indonesia

Kabupaten Indramayu (Jawa Barat) dan Kabupaten Pemalang (Jawa Tengah), 2002

Penerapan sylvofishery dalam program pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu.

Pendekatan kualitatif. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis biaya-keuntungan.

Perbandingan nilai ekonomi dan sosial dari sylvofishery, yang digunakan dalam pengelolaan tambak udang sebagai bagian dari proses pemberdayaan masyarakat.

3 Wawargita Permata Wijayanti

Pembentuk Ketahanan Sosial Ekonomi Petani Tambak melalui Upaya Sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo

Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang, 2010

Mengkaji bagaiamana upaya sylvofishery dapat membantuk mewujudkan ketahanan sosial ekonomi

Metode analisis menggunakan teknik kualitatif, dengan analisis deskriptif.

Pembentuk ketahanan sosial ekonomi melalui sylvofishery.

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

Penelitian yang dilakukan tergabung dalam penelitian bersama bertemakan “Ketahanan

Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir”. Dalam penelitian tersebut, masing-masing mempunyai fokus

penelitian berbeda. Berikut gambar yang memperlihatkan fokus kedelapan penelitian yang

dilakukan:

11

1.7 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran studi ini memberikan gambaran mengenai hal-hal yang mendasari

dilakukannya penelitian mengenai sylvofishery sebagai bentuk adaptasi petani tambak

Mangunharjo. Selain itu, kerangka pemikiran ini juga menggambarkan input, proses, serta ouput

penelitian. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2 di halaman 12.

1.8 Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan mengkaji pembentuk ketahanan sosial ekonomi petani

tambak Mangunharjo melalui pengelolaan mangrove dan tambak terpadu (sylvofishery) sebagai

upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Pada tahap awal, peneliti mengkaji perubahan iklim di

wilayah pesisir, kerentanan yang terjadi akibat perubahan iklim, upaya adaptasi yang sesuai, hingga

pengembangan sylvofishery. Langkah selanjutnya, peneliti harus menemukan karakteristik

masyarakat dan alam sebagai faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan

sylvofishery, nilai tambah (value added) sylvofishery yang membantu mewujudkan ketahanan, dan

peran stakeholders dalam upaya sylvofishery.

Sumber : Hasil Analisis Penyusun, 2011

GAMBAR 1.2

BAGAN PENELITIAN BERSAMA

t 1.3.1 k

eamanan 1.3.2 w

aktu adaptasi 1.3.3 p

eluang aktivitas baru 1.3.4 l

eadership and vision 1.3.5 j

aringan sosial yang tebentuk 1.3.6 t

ingkat interaksi 1.3.7 p

engetahuan lokal tradisional 1.3.8 t

ransfer pengetahuan 1.3.9 k

olaborasi yang terjadi 1.3.10 p

enyelesaian konflik ery sebagai upaya adaptasi. 1.4.1 l

ders peran masing-masing stakeholder

Untuk melihat nilai tambah sylvofishery yang dilihat

dari segi sosial ekonomiManfaat ekonomi dan sosial

dari sylvofishery

1.3.11 pendapatan dan sumber pendapatan

1.3.12 kepemilikan aset

1.3.13 keamanan

1.3.14 waktu adaptasi

Riska Tresia Sibuea Kajian Praktik Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung Melayu dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim

Risa Marfirani Adaptasi Kelompok Nelayan terhadap Perubahan Iklim di Desa Batu Belubang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah

Tiara Citra Septiana Peralihan Mata Pencaharian sebagai Bentuk Ketahanan Masyarakat terhadap Fenomena Perubahan Iklim di Kelurahan Mangunharjo

Yogi Ananto Kapasitas Masyarakat Kelurahan Tandang dalam Menghadapi Perubahan Iklim Tanah Longsor melalui Vegetasi Vetiveria

Aditya Yuva Ketahanan Masyarakat Perajin Batik terhadap Perubahan Iklim Kota Pekalongan

Wawargita Permata W Pembentuk Ketahanan Sosial Ekonomi Petani Tambak Melalui Upaya Sylvofishery di Kelurahan

Mangunharjo

Yogo Prakoso Upaya Peningkatan Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Sayung ditinjau dari

Sumber Daya Pedesaan

Irine Kusumatantya Kerjasama Pemangku Kepentingan dalam Membangun Ketahanan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kelurahan Panjang Baru Kota Pekalongan

KETAHANAN SOSIAL EKONOMI

MASYARAKAT PESISIR

12

Pembentuk Ketahanan Sosial dan Ekonomi dalam Kehidupan Petani Tambak Kelurahan Mangunharjo

OUTPUT

PERTANYAAN

PENELITIAN

Research Question bagaimanakah ketahanan sosial dan ekonomi dapat tercipta dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan

Mengunharjo melalui upaya sylvofishery?

Perubahan kondisi lingkungan alam dan keterbatasan sumberdaya menyebabkan petani tambak beradaptasi. Namun,

banyak faktor yang berpengaruh terhadap tindakan adaptasi, misal ancaman perubahan iklim, perilaku masyarakat

dan stakeholders. Lalu, bagaimana sylvofishery dikembangkan sehingga berpengaruh untuk mengurangi kerentanan

sosial ekonomi dan membentuk ketahanan.

PERUMUSAN

MASALAH

Sumber : Hasil Analisis Penyusun, 2011

GAMBAR 1.3

KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

Kelestarian Populasi Mangrove

Kenaikan muka air laut, abrasi,

dan kerusakan pesisir.

Tenggelamnya tambak dan penurunan

produktivitas tambak di Mangunharjo

Upaya Adaptasi Petani Tambak

terhadap Perubahan Iklim

Upaya Sylvofishery

(Pengelolaan Tambak dan Mangrove Terpadu)

Pengembalian Produktivitas Tambak

LATAR BELAKANG

Kerentanan Sosial dan Ekonomi Masyarakat

Analisis faktor alam dan sumberdaya manusia yang berpengaruh terhadap

sylvofishery

Mengkaji Pembentuk Ketahanan Sosial dan Ekonomi

Analisis nilai manfaat (value added)

pengembangan sylvofishery

Analisis peran stakeholders dalam pengembangan sylvofishery

Menemukan faktor yang pendorong dan penghambat keberlangsungan sylvfishery

dalam pembentukan ketahanan

Menemukan nilai tambah sylvofishery yang dapat membentuk ketahanan sosial

ekonomi

Menemukan kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengembangan

sylvofishery

Sintesis analisis

ANALISIS

13

Untuk menemukan hal-hal tersebut, peneliti harus mengeksplorasi informasi sebanyak-

banyaknya melalui wawancara dan observasi lapangan. Oleh karena itu, metode yang cocok

digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena dan

memperbanyak pemahaman mengenai kondisi yang terjadi dalam objek penelitian sehingga

ditemukan keunikan (Moleong, 2010: 6). Justifikasi peneliti menggunakan metode kualitatif adalah

sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji dan memahami pengembangan

sylvofishery untuk membentuk ketahanan sosial ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan

keunikan dan kedalaman informasi tentang objek penelitian sehingga membantu

ditemukannya tujuan penelitian

2. Informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah data yang bersifat

kualitatif. Data kualitatif ini diperoleh dalam bentuk pernyataan atau tindakan dari

narasumber yang menunjukkan kegiatan sylvofishery yang sedang dikaji.

3. Objek penelitian adalah masyarakat yang mengembangkan upaya sylvofishery secara

langsung. Oleh karena itu, peneliti dapat langsung berinteraksi dengan mereka untuk

mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya serta mendalam.

1.8.1 Proses Penelitian

Proses penelitian menggambarkan tahapan penetilian yang dilakukan, mulai dari tahap pra

survei hingga penyusunan laporan. Proses penelitian dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

TABEL I.3

PROSES PENELITIAN

Tahapan Jenis Kegiatan

Pra Survei

Studi literatur. Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang perubahan iklim,

adaptasi, dan pengembangan sylvofishery melalui literatur serta best practice dari wilayah lain.

Selain itu, dilakukan penjaringan informasi dengan media internet.

Preliminary survey, dilakukan untuk melakukan verifikasi bahwa fenomena perubahan iklim terjadi

di wilayah studi, melakukan identifikasi terhadap perkembangan upaya adaptasi masyarakat dan

pengembangan sylvofishery.

Menyusun proposal penelitian dan mempersiapkan kelengkapan survei (kebutuhan data, panduan

wawancara, surat survei, camera, alat perekam, dan sebagainya)

Survei Survei dilakukan dengan pengumpulan data primer (wawancara dan observasi lapangan) dan

pengumpulan data sekunder dilakukan dengan survei instansional.

Pasca Survei

Kompilasi data dan analisis. Sebelum proses kompilasi data, hasil wawancara dari beberapa

narasumber dituangkan dalam bentuk manuskrip wawancara. Selanjutnya, dari manuskrip

wawancara ini, cuplikan data dapat dibuat dalam bentuk kartu informasi, untuk mempermudah

proses analisis.

Penyusunan laporan akhir, sesuai dengan kerangka (outline) yang telah disusun sebelumnya.

Penyusunan laporan terdiri atas pendahuluan, kajian literatur, karakteristik obyek penelitian, potensi

dan permasalahan, hasil analisis, temuan studi, dan rekomendasi.

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

14

1.8.2 Pengumpulan Data

Sebelum mengumpulkan data, perlu disusun tabel kebutuhan data. Tabel kebutuhan data

berisi data apa saja yang diperlukan dalam penelitian. Data-data yang diperlukan harus terekam

dalam tabel kebutuhan data sehingga akan memudahkan dalam pencarian data. Kebutuhan data

untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel I.7 di halaman 17.

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan data primer

dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data secara primer dan sekunder dimaksudkan agar

data yang didapatkan dapat saling melengkapi dan mendukung untuk menemukan hasil penelitian.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL I.4

PENGUMPULAN DATA

Teknik Pengumpulan

Data

Cara Pengumpulan

Data Rincian Sumber

Pengumpulan data sekunder

Studi literatur

Pengumpulan data dilakukan dengan mencari informasi berupa angka atau data yang berkaitan dengan kerentanan wilayah pesisi, upaya adaptasi, dan sylvofishery. Infomasi yang telah didapatkan ini kemudian dibuktikan melalui observasi lapangan.

Jurnal, makalah, laporan, dan internet.

Survei instansional

Mengumpulkan informasi berupa dokumen dan peta yang berkaitan dengan perubahan iklim, kerentanan wilayah pesisir, pengembangan adaptasi dengan sylvofishery, dan peran instansi dalam adaptasi tersebut.

DKP Kota Semarang, BLH Kota Semarang, Dinas PSDA, LSM Biota, dan LSM Bintari.

Pengumpulan data primer

Observasi lapangan

Observasi dilakukan untuk memperoleh bukti nyata yang dapat menggambarkan kondisi atau fenomena wilayah studi. Objek yang diamati adalah kondisi pesisir Mangunharjo, populasi mangrove di pesisir, pengembangan sylvofishery, perilaku masyarakat dalam mengelola sylvofishery, kegiatan pembibitan mangrove, dan kegiatan kelompok di Mangunharjo

Wilayah pesisir Mangunharjo, lokasi mangrove, lokasi tambak penduduk, dan lingkungan Kelurahan Mangunharjo.

Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lengkap dari narasumber. Dalam melakukan wawancara, peneliti dibantu dengan panduan wawancara, berisi kisi-kisi yang akan ditanyakan pada narasumber yang telah disesuaikan dengan kebutuhan data penelitian.

DKP Kota Semarang, BLH Kota Semarang, Dinas PSDA, LSM Biota, dan LSM Bintari, serta Masyarakat pengembang sylvofishery.

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling untuk memilih sampel

penelitian. Justifikasi pemilihan purposive sampling adalah:

1. Melalui teknik ini, memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang detail dan

mendalam. Oleh sebab itu, peneliti dapat mengungkap hal-hal yang belum diketahui

sebelumnya dan menjadi daya tarik untuk temuan studi.

15

2. Mempermudah pencarian narasumber yang representatif dan menguasai obyek penelitian

tentang adaptasi dengan sylvofishery. Dengan demikian, peneliti dapat menghemat waktu

dan biaya.

3. Untuk mencapai tujuan penelitian diperlukan perolehan informasi yang mendalam dari

narasumber yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian maka

jumlah narasumber bukan menjadi hal yang utama sehingga teknik purposive sampling

cocok digunakan.

4. Dapat memperoleh informan kunci yang memahami dan menguasai kondisi eksisting di

Kelurahan Mangunharjo, serta mengikuti proses pengembangan sylvofishery.

Kriteria pemilihan narasumber yang sesuai untuk penelitian yang akan dilakukan adalah:

1. Narasumber merupakan penduduk yang bermukim di lokasi pengembangan sylvofishery,

yaitu di Kelurahan Mangunharjo selama lebih dari 5 tahun (dari masyarakat) atau

individu yang bertugas dalam pengelolaan wilayah pesisir (dari instansi pemerintah atau

LSM).

2. Merupakan seseorang yang mempunyai pengetahuan mengenai pengelolaan tambak dan

mangrove terpadu (sylvofishery) atau masyarakat yang mengembangkan sylvofishery.

3. Merupakan individu yang dapat bersifat netral, jujur, dan terbuka sehingga diperoleh

informasi yang obyektif.

Dari beberapa narasumber yang diwawancara ditemukan seorang informan kunci

penelitian, yaitu Bapak Sururi. Beliau merupakan tokoh konservasi mangrove dan Ketua Kelompok

Bumi Lestari, pelopor penanaman mangrove sejak tahun 2000, sekaligus pelopor pengembangan

sylvofishery di Kelurahan Mangunharjo. Berikut adalah daftar narasumber dalam penelitian ini:

TABEL I.5

NARASUMBER PENELITIAN

No Nama Keterangan Kode

Responden

1 Pak Siswanto Kabid. Pengelolaan Kelautan dan Pesisir DKP Semarang INS-01

2 Ibu Siky Bidang Pengelolaan Kelautan dan Pesisir DKP Semarang INS-02

3 Pak Gunawan W Kabid. Penanganan Sengketa Lingkungan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan BLH Semarang

INS-03

4 Pak Nasril Bagian Pengelolaan Dinas PSDA Semarang INS-04

5 Pak Sururi Tokoh konservasi mangrove, pengembang sylvofishery, usaha pembibitan mangrove, Ketua Bumi Lestari

MSY-1

6 Pak Masruhi Pengembang sylvofishery, petani sawah MSY-2

7 Pak Ngari Pengembang sylvofishery MSY-3

8 Pak Ali Imran Pengembang sylvofishery, pembibitan mangrove, usaha air minum isi ulang

MSY-4

9 Pak H.Sis Pengembang sylvofishery MSY-5

10 Pak Fery Pengembang sylvofishery MSY-6

16

No Nama Keterangan Kode

Responden

11 Pak Abdul Azis Pembudidaya kepiting, pengurus LSM Biota LSM-01

12 Mas Rofiq Aktivis Yayasan Bintari LSM-02

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

1.8.3 Verifikasi Data

Verifikasi data bertujuan untuk menguji data yang diperoleh, terutama terhadap data hasil

wawancara. Teknik verifikasi dilakukan dengan triangulasi sumber data. Triangulasi sumber data

dilakukan dengan membandingkan dan memeriksa kembali derajad kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda (Bungin, 2007: 256). Cara verifikasi yaitu

membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi. Apabila terdapat perbedaan dalam

jawaban narasumber, maka dapat diberi pertanyaan susulan untuk memperoleh keterangan lanjutan.

Manfaat menggunakan cara verifikasi ini adalah peneliti dapat memperoleh tambahan informasi

baru.

1.8.4 Pengolahan dan Penyajian Data

Kegiatan pengolahan data penelitian dilakukan untuk memperoleh informasi dari data hasil

wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah

kategorisasi data. Tahapan dalam kategorisasi data adalah:

1. Mengelompokkan data sesuai dengan cara pengumpulan data, misalnya wawancara

(W), obervasi (O), dan telaah dokumen dari instansi (I). Untuk wawancara, informasi

yang telah didapatkan disusun terlebih dahulu dalam manuskrip wawancara.

2. Pemberian kode dengan mencantunkan jenis informasi, cara pengumpulan data,

identitas responden, dan urutan paragraf. Misalnya MS/W/MSY-2/76, artinya untuk

kode MS (motivasi sylvofishery), W (wawancara), MSY-2 (narasumber dari

masyarakat ke-2) dan 76 (urutan cuplikan dalam manuskrip wawancara).

3. Penyajian melalui pembuatan kartu informasi. Dalam kartu informasi terdapat cuplikan

hasil wawancara dan kode informasi, yang akan membantu proses analisis.

TABEL I.6

FORMAT KARTU INFORMASI

No Cuplikan Informasi Kode

1 Setelah itu mangrove hilang, baru sadar dengan adanya kerusakan lingkungan kita. Nah, terus dengan adanya mangrove ini sekarang kita kembali lagi ke arah tradisional berarti yang tidak meracuni lahan, yang tidak meninggalkan bekas-bekas kimiawi.

MS/W/MSY-2/76

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

17

Setelah data diolah, informasi yang diperoleh dapat disajikan dalam beberapa bentuk.

Bentuk penyajian data antara lain:

1. Deskriptif, dengan cara hasil wawancara dan observasi direkap dan dideskripsikan

dengan mengambil hasil cuplikan wawancara sebagai satuan terkecil. Untuk

memberikan tanda pada cuplikan wawancara akan diberi kode informasi.

2. Gambar dan peta. Gambar digunakan untuk memberikan visualisasi secara nyata pada

obyek penelitian. Peta dipergunakan untuk memberikan gambaran konstelasi penelitian

dalam konteks keruangan.

3. Bentuk bagan dan diagram, digunakan untuk menggambarkan alur suatu proses.

1.8.5 Analisis Data

Tahap analisis penting dalam proses penelitian. Data dan informasi yang didapatkan, diolah

dan diinterpretasikan serta dianalisis sesuai kebutuhan penelitian. Dari hasil analisis diperoleh

keterkaitan antar hasil analisis dan dapat digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dan

tujuan penelitian. Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik

deskriptif. Teknik kualitatif deskriptif dilakukan untuk memberikan penggambaran realitas objek

penelitian secara objektif dan detail sehingga dapat ditemukan keunikan dalam penelitian ini.

Metode kualitatif memperlihatkan keragaman yang bermuara pada alasan-alasan (reason) yang

tersembungi di balik tindakan pelaku (Bungin, 2007: 146). Adapun analisis yang digunakan adalah:

TABEL I.7

JENIS ANALISIS DAN DATA YANG DIGUNAKAN

No Tujuan Analisis Data yang Digunakan Cara

Pengumpulan Data

Sumber

1 Untuk menemukan faktor yang mendorong dan menghambat keberlangsungan sylvofishery dalam membentuk ketahanan.

Analisis faktor alam dan masyarakat (sumberdaya manusia) yang berpengaruh terhadap pengembangan sylvofishery

perilaku masyarakat sebelum dan sesudah adaptasi (sylvofishery)

kapasitas adaptif masyarakat (ekonomi, sosial, fisik)

kondisi fisik lingkungan

gangguan alam yang muncul

Wawancara, observasi lapangan, dan telaah dokumen

Dinas Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, BLH Semarang, Kelurahan Mangunharjo, kelompok masyarakat, LSM Biota dan Yayasan Bintari

2 Untuk menemukan faktor pembentuk ketahanan sosial ekonomi dari nilai tambah pengembangan sylvofishery di Mangunharjo.

Analisis nilai tambah (value added) dalam pengembangan sylvofishery. Nilai tambah sylvofishery yang dilihat dari segi sosial ekonomi i

pendapatan dan sumber pendapatan

kepemilikan aset

keamanan

waktu adaptasi

peluang aktivitas baru

leadership and vision

Wawancara, observasi lapangan.

Kelompok masyarakat, LSM Biota dan Yayasan Bintari

18

No Tujuan Analisis Data yang Digunakan Cara

Pengumpulan Data

Sumber

dikaitkan kemungkinannya dalam membentuk ketahanan sosial dan ekonomi.

jaringan sosial yang tebentuk

tingkat interaksi

pengetahuan lokal tradisional

transfer pengetahuan

kolaborasi yang terjadi

penyelesaian konflik

3 Untuk menemukan kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengembangan sylvofishery dalam membentuk ketahanan

Analisis stakeholders yang terkait dengan upaya sylvofishery berdasarkan peran dan keterlibatan dalam upaya adaptasi.

peran masing-masing stakeholders

kerjasama dalam adaptasi

proses transfer pengetahuan dan pendampingan masyarakat

respon dan partisipasi masyarakat

hambatan yang dihadapi

Wawancara dan telaah dokumen.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, BLH Semarang,Dinas PSDA, Kelurahan Mangunharjo, kelompok masyarakat, LSM Biota dan Yayasan Bintari

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

Untuk memperjelas proses analisis penelitian, dapat dilihat pada kerangka analisis di

halaman 18.

1.9 Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini terdiri atas 5 bab yang disajikan secara sistematis, dengan masing-masing

pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I disusun untuk memberikan gambaran dan pemahaman awal tentang topik

yang menjadi fokus penelitian beserta justifikasi pemilihan topik dan wilayah

penelitian. Selain itu, Bab I ini juga menjelaskan tentang tujuan penelitian, ruang

lingkup penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode yang

digunakan dan sistematika penulisan hasil penelitian.

BAB II PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK

DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM

Bab II berisi beberapa hal yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian dan

membantu proses penyusunan analisis. Dalam bagian ini, dijelaskan mengenai

dampak perubahan iklim di wilayah pesisir, pentingnya adaptasi dalam

mengatasi kerentanan, hingga bagaimana ketahanan sosial ekonomi dapat

19

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2011

GAMBAR 1.4

KERANGKA ANALISIS

SASARAN INPUT PROSES Analisis Kualitatif-Deskriptif

OUTPUT

Menganalisis nilai tambah

(value added) dari sylvofishery

yang dapat membentuk

ketahanan sosial ekonomi.

Manfaat ekonomi dan sosial dari

sylvofishery

pendapatan dan sumber pendapatan

kepemilikan aset

keamanan

waktu adaptasi

peluang aktivitas baru

leadership and vision

jaringan sosial yang tebentuk

tingkat interaksi

pengetahuan lokal tradisional

transfer pengetahuan

kolaborasi yang terjadi

penyelesaian konflik

Analisis nilai tambah (value added)

pengembangan sylvofishery

Untuk melihat nilai tambah sylvofishery yang

dilihat dari segi sosial ekonomi dan dikaitkan

kemungkinannya dalam membentuk

ketahanan sosial dan ekonomi.

Menemukan nilai tambah

sylvofishery untuk membentuk

ketahanan sosial ekonomi

Sin

tesi

s an

alis

is p

embe

ntuk

ket

ahan

an s

osia

l eko

nom

i mas

yara

kat M

angu

nhar

jo d

ari

upay

a sy

lvof

ishe

ry

Menganalisis peran

stakeholders dalam

pengembangan sylvofishery

guna membentuk ketahanan

sosial ekonomi

peran masing-masing stakeholders

kerjasama yang terjadi dalam adaptasi

proses transfer pengetahuan dan pendampingan masyarakat

respon dan partisipasi masyarakat

hambatan yang dihadapi

pengaruh keterlibatan stakeholders

Analisis stakeholders

Untuk menganalisis peran dari masing-

masing stakeholders yang terlibat dalam

upaya adaptasi.

Menemukan kepentingan dan

pengaruh stakeholders dalam

pengembangan sylvofishery

Menganalisis faktor

sumberdaya manusia

(masyarakat) dan alam yang

berpengaruh terhadap

pengembangan sylvofishery

Perilaku masyarakat sebelum dan

sesudah adaptasi (sylvofishery)

Karakteristik masyarakat yang

terbentuk

Kapasitas adaptif masyarakat, terdiri

atas kapasitas fisik, sosial, dan

ekonomi.

Kondisi fisik lingkungan.

Gangguan alam yang muncul.

Analisis faktor berpengaruh terhadap

sylvofishery

Untuk menganalisis karakteristik masyarakat

dan faktor alam terhadap sylvofishery

sehingga ditemukan sfaktor pendorong dan

penghambat dalam pengembangan

sylvofishery.

Menemukan faktor yang

menunjang keberlangsungan

sylvofishery untuk membentuk

ketahanan

20

terbentuk. Selain itu, juga terdapat beberapa lesson learned mengenai kegiatan

sylvofishery sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim, yang mendukung

pembentukan ketahanan sosial dan ekonomi. Tujuan akhir penyusunan Bab II

adalah menemukan variabel penelitian untuk membantu proses pengumpulan

data.

BAB III SYLVOFISHERY SEBAGAI BENTUK ADAPTASI TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM DI KELURAHAN MANGUHARJO

Bagian ini berfungsi untuk memberikan gambaran wilayah studi, khususnya

yang terkait dengan kondisi wilayah Kelurahan Mangunharjo. Karakteristik

wilayah studi dimulai dari kronologi kerentanan akibat perubahan iklim, bentuk

kerentanan sosial ekonomi, hingga dilakukannya pengembangan sylvofishery

sebagai bentuk adaptasi. Selain itu, juga diuraikan potensi dan permasalahan

dalam sylvofishery.

BAB IV ANALISIS PEMBENTUK KETAHANAN SOSIAL EKONOMI PETANI

TAMBAK MANGUNHARJO

Bagian ini berisi tentang ketiga jenis analisis, sesuai dengan sasaran penelitian.

Temuan studi akan didapatkan dengan mengetahui faktor pendukung dan

penghambat pengembangan sylvofishery, nilai tambah (value added) dari

sylvofishery, dan peran stakeholders dalam upaya adaptasi tersebut. Hasil ketiga

analisis akan disintesisikan kembali secara komprehensif untuk menjawab

pertanyaan penelitian berupa pembentuk ketahanan sosial ekonomi.

BAB V PENUTUP

Bagian terakhir ini memberikan penjelasan mengenai temuan penelitian,

kesimpulan penelitian yang telah dilakukan, rekomendasi, serta keterbatasan

studi.