sosial budaya pembentuk permukiman masyarakat …

12
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1,Juli 2013 25 SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN PASURUAN Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886 e-mail: [email protected] ABSTRAK Permukiman tradisional merupakan manifestasi dari nilai sosial budaya masyarakat yang memiliki peranan sangat penting dalam pembentukan struktur ruang permukiman di suatu desa. Permukiman Desa Wonokitri terbentuk dari nilai sosial budaya masyarakat Tengger yang terlihat dari penerapan kegiatan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik sosial budaya yang membentuk permukiman di Desa Wonokitri. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif, analisis behavior mapping dengan metode person centered mapping dan analisis family tree. Hasil studi menunjukkan bahwa keterkaitan antara sistem aktivitas dengan ruang sebagai tempat pelaksanaannya membentuk pola pergerakan (lintasan) dan hierarki ruang tertentu di dalam permukiman masyarakat Tengger Desa Wonokitri. Terbentuk ruang budaya dan ruang ritual di dalam permukiman yang berdasarkan skala penggunaan ruangnya dikelompokkan menjadi skala ruang mikro, meso dan makro. Ditinjau dari tingkat kepentingan ruang ritual, pura, padhanyangan, makam keramat merupakan ruang sakral yang utama dan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan sosial budaya di Desa Wonokitri. Pola pergerakan yang terbentuk dari pelaksanaan kegiatan sosial budaya menggambarkan pergerakan secara hierarkis, yakni pergerakan dari tempat sakral ke profan ataupun sebaliknya. Terdapat kesamaan dalam pola tahapan kegiatan, pola pergerakan dan penggunaan ruang pada beberapa kegiatan, terutama kegiatan yang terkait dengan ritual. Kata Kunci : Sosial Budaya, Pola Ruang, Tengger ABSTRACT Traditional settlement is a manifestation of the socio-cultural society that has a very important role in the formation of spatial structures in a rural settlement. Settlement of Wonokitri village formed from socio-cultural values of Tengger society which is seen from the application of socio-cultural activities in the people’s daily lives. The purpose of this study was to identify and analyze the socio-cultural characteristics that form the settlement in Wonokitri village. The method used is descriptive exploratory method, behaviour mapping analysis with person centered mapping method and family tree analysis. The study results showed that the linkage between the activities and the space as a place where it happen form movement patterns (trajectory) and the hierarchy of a specific space in the settlement of Tengger society in Wonokitri village. Cultural space and ritual space formed in the settlement which is grouped into space scale micro, meso and macro based on the use of spatial scale. In terms of the importance of ritual space, temples, padhanyangan, sacred cemetery are the main sacred spaces and have a major role in the implementation of socio-cultural activities in Wonokitri village. Movement patterns that formed from the implementation of socio-cultural activities hierarchically describe the movement, the movement from the sacred place to the profane, or otherwise. There are similarities in the pattern of phases of activity, movement patterns and use of space in some activities, especially activities related to the ritual. Keywords: Socio-cultural, Space Pattern, Tengger PENDAHULUAN Permukiman tradisional sering direpresen- tasikan sebagai tempat yang masih memegang nilai-nilai adat dan budaya yang dihubungkan dengan nilai-nilai kepercayaan atau agama yang bersifat khusus/unik pada masyarakat tertentu yang berakar dari tempat tertentu pula diluar determinasi sejarah (Crysler dalam Sasongko, 2005). Menurut Rapoport dalam Wikantiyoso (1997:26), permukiman tradisional merupakan manifestasi dari nilai sosial budaya masyarakat yang erat kaitannya dengan nilai sosial budaya penghuninya yang dalam proses penyusunannya menggunakan dasar norma-norma tradisi. Rapoport dalam Nuraini (2004:11) menjelaskan bahwa terbentuknya lingkungan permukiman dimungkinkan karena adanya proses pembentu- kan hunian sebagai wadah fungsional yang dilan-

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1,Juli 2013 25

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER

DESA WONOKITRI, KABUPATEN PASURUAN

Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Permukiman tradisional merupakan manifestasi dari nilai sosial budaya masyarakat yang memiliki peranan

sangat penting dalam pembentukan struktur ruang permukiman di suatu desa. Permukiman Desa Wonokitri

terbentuk dari nilai sosial budaya masyarakat Tengger yang terlihat dari penerapan kegiatan sosial budaya

dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis

karakteristik sosial budaya yang membentuk permukiman di Desa Wonokitri. Metode yang digunakan adalah

metode deskriptif eksploratif, analisis behavior mapping dengan metode person centered mapping dan analisis

family tree. Hasil studi menunjukkan bahwa keterkaitan antara sistem aktivitas dengan ruang sebagai tempat

pelaksanaannya membentuk pola pergerakan (lintasan) dan hierarki ruang tertentu di dalam permukiman

masyarakat Tengger Desa Wonokitri. Terbentuk ruang budaya dan ruang ritual di dalam permukiman yang

berdasarkan skala penggunaan ruangnya dikelompokkan menjadi skala ruang mikro, meso dan makro. Ditinjau

dari tingkat kepentingan ruang ritual, pura, padhanyangan, makam keramat merupakan ruang sakral yang

utama dan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan sosial budaya di Desa Wonokitri. Pola

pergerakan yang terbentuk dari pelaksanaan kegiatan sosial budaya menggambarkan pergerakan secara

hierarkis, yakni pergerakan dari tempat sakral ke profan ataupun sebaliknya. Terdapat kesamaan dalam pola

tahapan kegiatan, pola pergerakan dan penggunaan ruang pada beberapa kegiatan, terutama kegiatan yang

terkait dengan ritual.

Kata Kunci : Sosial Budaya, Pola Ruang, Tengger

ABSTRACT

Traditional settlement is a manifestation of the socio-cultural society that has a very important role in the

formation of spatial structures in a rural settlement. Settlement of Wonokitri village formed from socio-cultural

values of Tengger society which is seen from the application of socio-cultural activities in the people’s daily

lives. The purpose of this study was to identify and analyze the socio-cultural characteristics that form the

settlement in Wonokitri village. The method used is descriptive exploratory method, behaviour mapping analysis

with person centered mapping method and family tree analysis. The study results showed that the linkage

between the activities and the space as a place where it happen form movement patterns (trajectory) and the

hierarchy of a specific space in the settlement of Tengger society in Wonokitri village. Cultural space and ritual

space formed in the settlement which is grouped into space scale micro, meso and macro based on the use of

spatial scale. In terms of the importance of ritual space, temples, padhanyangan, sacred cemetery are the main

sacred spaces and have a major role in the implementation of socio-cultural activities in Wonokitri village.

Movement patterns that formed from the implementation of socio-cultural activities hierarchically describe the

movement, the movement from the sacred place to the profane, or otherwise. There are similarities in the pattern

of phases of activity, movement patterns and use of space in some activities, especially activities related to the

ritual.

Keywords: Socio-cultural, Space Pattern, Tengger

PENDAHULUAN

Permukiman tradisional sering direpresen-

tasikan sebagai tempat yang masih memegang

nilai-nilai adat dan budaya yang dihubungkan

dengan nilai-nilai kepercayaan atau agama yang

bersifat khusus/unik pada masyarakat tertentu

yang berakar dari tempat tertentu pula diluar

determinasi sejarah (Crysler dalam Sasongko,

2005). Menurut Rapoport dalam Wikantiyoso

(1997:26), permukiman tradisional merupakan

manifestasi dari nilai sosial budaya masyarakat

yang erat kaitannya dengan nilai sosial budaya

penghuninya yang dalam proses penyusunannya

menggunakan dasar norma-norma tradisi.

Rapoport dalam Nuraini (2004:11) menjelaskan

bahwa terbentuknya lingkungan permukiman

dimungkinkan karena adanya proses pembentu-

kan hunian sebagai wadah fungsional yang dilan-

Page 2: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

26 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

dasi oleh pola aktivitas manusia serta pengaruh

setting rona lingkungan, baik yang bersifat fisik

maupun yang bersifat non fisik (sosial-budaya)

yang secara langsung mempengaruhi pola

kegiatan dan proses pewadahannya.

Masyarakat Desa Wonokitri menganut

adat-istiadat Tengger yang mayoritas beragama

Hindu. Ajaran dan ketentuan adat Tengger yang

dianut oleh masyarakat Desa Wonokitri

termanifestasi dalam kegiatan sosial budaya

masyarakat sehari-hari dan berpengaruh secara

langsung terhadap pembentukan pola permuki-

man di Desa Wonokitri. Dalam konteks aktivitas,

tradisi budaya Tengger masih tetap dijalankan

oleh masyarakat Desa Wonokitri dalam bentuk

proses daur hidup (kelahiran, perkawinan, kema-

tian), kegiatan kelompok masyarakat, kegiatan

mata pencaharian yang terkait ritual, kegiatan

religi dan budaya, serta kegiatan sosial. Berdasar-

kan pergerakan dari kegiatan sosial budaya

tersebut dapat diamati suatu pola lintasan dan

penggunaan ruang tertentu yang terbentuk pada

permukiman. Setiap kegiatan cenderung memiliki

pola yang berbeda-beda, terutama pada bentukan

ruangnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengapli-

kasian nilai sosial budaya dalam bentuk kegiatan

yang menggunakan ruang membentuk suatu pola

dalam permukiman.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimanakah

karakteristik sosial budaya pembentuk permu-

kiman di Desa Wonokitri?, sehingga tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan

menganalisis karakteristik sosial budaya yang

membentuk permukiman di Desa Wonokitri.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah

metode deskriptif eksploratif yang terdiri dari

analisis deskriptif, analisis behaviour mapping

dengan metode person centered mapping dan

analisis family tree. Sampel dibedakan menjadi

sampel bangunan untuk analisis behaviour

mapping berjumlah 36 unit bangunan yang terdiri

dari 21 unit bangunan untuk sampel kegiatan

sosial, religi dan budaya, 13 unit bangunan untuk

sampel kegiatan kelompok masyarakat, mata

pencaharian, daur hidup manusia (rites of

passage) dan 2 unit bangunan rumah tokoh adat

(rumah Pak Sanggar dan Pak Sepuh). Sampel

bangunan untuk analisis family tree adalah 3 unit

hunian (5 unit bangunan) yang merupakan hunian

dari narasumber kunci (Pemuka Adat).

Pengambilan sampel menggunakan teknik non

random sampling atau menggunakan teknik

sampling bertujuan (purposive sampling) dengan

cara menentukan kriteria sampel terlebih dahulu.

Wilayah Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa

Wonokitri yang secara administratif terletak di

Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Ruang

lingkup wilayah dikategorisasikan menjadi ruang

lingkup makro (kawasan Desa Wonokitri) dan

mikro (unit hunian masyarakat/permukiman).

Gambar 1. Peta wilayah studi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosial budaya pembentuk permukiman

diidentifikasi berdasarkan empat aspek, yaitu

riwayat terbentuknya desa (legenda/sejarah),

tokoh pendiri/pelindung desa, pola ruang pada

kegiatan sosial budaya, serta pola ruang yang

terbentuk berdasarkan hubungan kekerabatan.

Riwayat Terbentuknya Desa (Legenda/

sejarah)

Sejarah terbentuknya masyarakat Tengger di

Desa Wonokitri

Asal mula terbentuknya masyarakat

Tengger di Kawasan Pegunungan Tengger,

termasuk salah satunya adalah Desa Wonokitri,

ditandai dengan ditemukannya Prasasti

Walandhit di Desa Wonokitri, berangka tahun

851 Saka (929 M), atau sekitar abad 10, pada

zaman pemerintahan Mpu Sindok, menyebutkan

tentang keberadaan sebuah desa bernama

Walandhit, yang terletak di Kawasan

Pegunungan Tengger, dihuni oleh Hulun Hyang

(abdi Hyang atau abdi dewata), yakni orang yang

menghabiskan masa hidupnya untuk menjadi

hamba Hyang Widdhi (semacam pertapa). Hefner

(1992:238) menyatakan bahwa dalam sejarah

Jawa, bukti epigrafis Jawa Kuno menunjukkan

bahwa sudah sejak lama dataran tinggi Tengger

dihuni oleh sekte agama Hindu dan Budha.

Sejarah terbentuknya Desa Wonokitri

Riwayat terbentuknya Desa Wonokitri

dijelaskan dari penanda non fisik, yaitu sejarah

terbentuknya Desa Wonokitri yang berawal dari

Page 3: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

27

legenda/cerita rakyat tentang pembabatan hutan

untuk dijadikan sebagai permukiman dan daerah

pertanian, dan penanda fisik berupa prasasti-

prasasti berangka tahun yang ditemukan di Desa

Wonokitri. Pada prasasti 851 tahun Saka (929

Masehi) sekitar abad ke-10, disebutkan bahwa

Desa Wonokitri masih berupa hutan belantara

yang lebat dan banyak ditumbuhi pohon kayu

besar. Sejarah terbentuknya Desa Wonokitri juga

dapat diceritakan dari falsafah adat Tengger yang

berbunyi, “Jinah, jiting, jinak”.

Tokoh Pendiri/Pelindung Desa

Tokoh pendiri/pelindung desa yang

berperan membentuk tatanan permukiman Desa

Wonokitri adalah Mbah Remboko Tunggul

Payung, Alang-alang Ulung dan Endang Lo.

Ketiga tokoh tersebut bagi masyarakat Tengger

Desa Wonokitri dipercaya sebagai pemangku

desa yang melindungi Desa Wonokitri. Mbah

Remboko Tunggul Payung adalah orang yang

pertama kali membuka dan membabat hutan

untuk dijadikan sebagai permukiman dan daerah

pertanian. Daerah kekuasaan yang dijaga oleh

Mbah Remboko Tunggul Payung adalah di

tengah desa, sedangkan Alang-alang Ulung dan

Endang Lo menjaga bagian timur desa.

Pola Ruang Pada Kegiatan Kelompok

Masyarakat

Kelompok seni Reog

Kegiatan kelompok masyarakat di Desa

Wonokitri terdiri dari kelompok kesenian, seperti

Kelompok Seni Reog. Latihan rutin untuk para

anggota Kelompok Seni Reog Singojoyo

dilaksanakan setiap malam Jum’at legi dan

bertempat di lapangan Balai Desa Wonokitri.

Gambar 2. Pola tahapan kegiatan Kelompok

Seni Reog tahap 1-2 skala ruang meso dan makro

Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam

kegiatan Kelompok Seni Reog dibagi menjadi

dua pola pergerakan berdasarkan tahapan

kegiatannya. Tahap pertama, yaitu berpola

mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu

titik, merupakan pergerakan dari tempat profan

ke profan. Tahap kedua, pola pergerakan satu

titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari

tempat profan ke profan.

Pola Ruang Pada Kegiatan Mata Pencaharian

Upacara Leliwet

Ruang yang digunakan dalam Upacara

Leliwet adalah di masing-masing rumah warga

yang mempunyai lahan (ladang/tegalan dan

pekarangan). Pola pergerakan yang ditimbulkan

dalam prosesi Upacara Leliwet berdasarkan

tahapan kegiatannya, yaitu tahap pertama

berlangsung di pagenen yang merupakan ruang

sakral. Tahap kedua, pergerakan berpola dari satu

titik ke satu titik dengan pemakaian ruang

pagenen-patamon, merupakan pergerakan dari

tempat sakral ke sakral. Tahap ketiga,

berlangsung di bagian dalam rumah dengan pola

pergerakan memutar yang menggunakan ruang

patamon-paturon-pagenen-pedaringan-pekayon-

pelawangan secara bergantian, merupakan

pergerakan dari tempat sakral-profan-sakral.

Tahap keempat, berpola memutar mengelilingi

empat penjuru pekarangan yang merupakan

ruang profan. Tahap kelima, bentuk pergerakan

adalah pola mengumpul, dari beberapa titik

menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari

tempat profan ke profan. Tahap keenam, pola

pergerakan dari satu titik ke satu titik dan

merupakan pergerakan dari tempat profan ke

sakral.

Gambar 3. Pola tahapan Upacara Leliwet tahap

1-4 skala ruang mikro

Tahap 2

Skala

Ruang

Makro

Tahap 1

Skala

Ruang

Meso

A

A

A

B

A

A

A

Balai Desa

Wonokitri

A

B

BC

DEF

GH

I

I

J

G

2

1

3

U

Dukun Adat membacakan

do’a/mantra pada

tetamping yang diletakkan

di meja patamon

Tahap 1-4

Skala

Ruang

Mikro

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Page 4: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

28 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 4. Pola tahapan Upacara Leliwet tahap

5-6 skala ruang meso dan makro

Upacara Pujan

Pola pergerakan yang ditimbulkan

dalam prosesi Upacara Pujan berdasarkan

tahapan kegiatannya, antara lain tahap

pertama, bertempat di pagenen yang

merupakan ruang sakral. Tahap kedua,

pergerakan berpola mengumpul, dari

beberapa titik menuju ke satu titik,

merupakan pergerakan dari tempat profan ke

profan. Tahap ketiga, pola pergerakan dari

satu titik ke satu titik dan merupakan

pergerakan dari tempat profan ke sakral.

Tahap keempat, berlangsung di pagenen

rumah Pak Sanggar yang merupakan ruang

sakral. Tahap kelima, berpola pergerakan

dari satu titik ke satu titik dan merupakan

pergerakan dari tempat sakral ke sakral.

Tahap keenam, pola pergerakan dari satu titik

ke satu titik dan merupakan pergerakan dari

tempat sakral ke profan.

Gambar 5. Pola tahapan Upacara Pujan tahap 1-

3 skala ruang mikro dan meso

Gambar 6. Pola tahapan Upacara Pujan tahap 4-

6 skala ruang makro dan mikro

Upacara Munggah Sigiran (Among-

among/ngamongi jagung)

Pola pergerakan yang ditimbulkan

dalam prosesi Upacara Munggah Sigiran

berdasarkan tahapan kegiatannya, yaitu tahap

pertama, berlangsung di pagenen yang

merupakan ruang sakral. Tahap kedua,

pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik

dengan pemakaian ruang pagenen-patamon,

merupakan pergerakan dari tempat sakral ke

sakral. Tahap ketiga, pola pergerakan dari

satu titik ke satu titik dan merupakan

pergerakan dari tempat sakral ke sakral.

Gambar 7. Pola tahapan Upacara Munggah

Sigiran tahap 1-3 skala ruang mikro

Upacara Wiwit

Berdasarkan tahapan kegiatannya, pola

pergerakan yang ditimbulkan dalam prosesi

Upacara Wiwit terdiri dari dua pola pergerakan.

Tahap pertama, bentuk pergerakan adalah pola

mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu

titik, merupakan pergerakan dari tempat profan

ke profan. Tahap kedua, pola pergerakan dari

6

Tahap 5

Skala

Ruang

Meso

Tahap 6

Skala

Ruang

Makro

Pertigaan

Jalan Ranggeh

4

5

4U

6

A

A

B

Rumah warga

Ladang/tegalan

Tahap 1

Skala Ruang

Mikro

Tahap 2-3

Skala Ruang

Meso

Rumah

Pak Sanggar

Pagenen

(a) (b)

Rumah

warga

Tahap 5

Skala

Ruang

MakroSumber mata air

Rumah warga

Rumah

Pak Sanggar

Tahap 6

Skala

Ruang

Mikro

6

5

4 5

Tahap 4

Skala

Ruang

Mikro

4

5

4U

A

B

C

A

Dukun Adat menghaturkan

sesaji pras among ke

sigiran

Tahap 1-3

Skala Ruang

Mikro

4

5

4U Sigiran

Pagenen

Patamon

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Page 5: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

29

satu titik ke satu titik dan merupakan pergerakan

dari tempat profan ke sakral.

Gambar 8. Pola tahapan Upacara Wiwit tahap 1-

2 skala ruang meso dan makro

Pola Ruang Pada Kegiatan Sosial

Membersihkan bak penampungan air umum

Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam

kegiatan membersihkan bak penampungan air

umum hanya terdiri dari satu pola pergerakan,

yaitu berpola mengumpul, dari beberapa titik

menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari

tempat profan ke profan.

Gambar 9. Pola tahapan kegiatan membersihkan

bak penampungan air umum tahap 1 skala ruang

makro

Membersihkan dan memperbaiki jalan desa

Kegiatan membersihkan dan memperbaiki

jalan desa menimbulkan pola pergerakan dari

satu tahapan kegiatan yang menggunakan skala

ruang makro. Pola pergerakan dalam kegiatan ini

adalah mengumpul, dari beberapa titik menuju ke

satu titik, merupakan pergerakan dari tempat

profan ke profan.

Gambar 10. Peta pola tahapan kegiatan

membersihkan dan memperbaiki jalan desa skala

ruang makro zona A

Gambar 11. Peta pola tahapan kegiatan

membersihkan dan memperbaiki jalan desa skala

ruang makro zona B

Membersihkan dan memperbaiki saluran air

Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam

kegiatan membersihkan dan memperbaiki saluran

air berdasarkan tahapan kegiatannya, yaitu tahap

pertama, berpola mengumpul, dari beberapa titik

menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari

tempat profan ke profan. Tahap kedua,

pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dan

merupakan pergerakan dari tempat profan ke

profan. Tahap ketiga, pola pergerakan dari satu

titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari

tempat profan ke sakral.

6

Tahap 1

Skala

Ruang

Meso

Tahap 2

Skala

Ruang

Makro

Pertigaan

Jalan Ranggeh

Ladang/tegalan

6

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

4

5

4U

A

A

B

Rumah warga

1

1

1

1

1

1

Tahap 1

Skala

Ruang

Makro

4

5

4U

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1 Rumah

warga

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

Page 6: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

30 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 12. Peta pola tahapan kegiatan

membersihkan dan memperbaiki saluran air skala

ruang meso dan makro zona A

Membersihkan dan memperbaiki fasilitas

ibadah

Kegiatan membersihkan dan memperbaiki

fasilitas ibadah terdiri dari dua tahapan kegiatan

yang menimbulkan pola pergerakan. Tahap

pertama, yaitu berpola mengumpul, dari beberapa

titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan

dari tempat profan ke profan. Tahap kedua adalah

pergerakan yang terjadi dari satu titik ke satu titik

dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke

sakral.

Gambar 13. Pola tahapan kegiatan

membersihkan dan memperbaiki fasilitas ibadah

tahap 1-2 skala ruang meso dan makro]

Membangun atau memperbaiki fasilitas

umum

Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam

kegiatan membangun atau memperbaiki fasilitas

umum adalah dari satu tahapan kegiatan yang

menggunakan skala ruang makro. Pergerakan

pada kegiatan ini berpola mengumpul, dari

beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan

pergerakan dari tempat profan ke profan.

Gambar 14. Peta pola tahapan kegiatan

membangun atau memperbaiki fasilitas umum

skala ruang makro zona A

Gambar 15. Peta pola tahapan kegiatan

membangun atau memperbaiki fasilitas umum

skala ruang makro zona B

Pola Ruang Pada Kegiatan Daur Hidup

Manusia (Rites of passage)

Penggunaan istilah rites of passage

merujuk pada upacara ritual berkait dengan:

kelahiran, puber, perkawinan, kematian dan

berbagai peristiwa krusial lain sebagai perubahan

atau transisi dalam kehidupan seseorang (Norget,

2000:88).

Upacara Perkawinan (Praswaka Gara)

Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam

prosesi Upacara Perkawinan (Praswala Gara)

berdasarkan tahapan kegiatannya, yaitu tahap

pertama, pergerakan dari satu titik ke satu titik

dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke

profan. Tahap kedua, pergerakan berpola dari

satu titik ke satu titik dan berpola mengumpul,

dari beberapa titik menuju ke satu titik,

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

3

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

Page 7: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

31

merupakan pergerakan dari tempat profan ke

profan. Tahap ketiga, berlangsung di patamon

yang merupakan ruang sakral. Tahap keempat,

berlangsung di patamon rumah pengantin wanita

yang merupakan ruang sakral. Tahap kelima,

berlangsung di patamon yang merupakan ruang

sakral dan pekarangan rumah pengantin wanita.

Gambar 16. Pola tahapan Pelamaran (Nakok’en)

dan Sacahan (Notok)

Gambar 17. Pola tahapan Pasrah Pengantin

Gambar 18. Pola tahapan Nemoken

Gambar 19. Pola tahapan Banten Pengantin

(Walagara)

Upacara Kehamilan (Sesayut)

Prosesi Upacara Kehamilan (Sesayut)

menimbulkan beberapa pola pergerakan

berdasarkan tahapan kegiatannya, antara lain

tahap pertama, berlangsung di pagenen yang

merupakan ruang sakral. Tahap kedua, pola

pergerakan mengumpul, dari beberapa titik

menuju ke satu titik, merupakan pergerakan dari

tempat profan ke sakral. Tahap ketiga,

pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik

dengan pemakaian ruang pagenen-patamon,

merupakan pergerakan dari tempat sakral ke

sakral. Tahap keempat, berlangsung di bagian

dalam rumah dengan pola pergerakan memutar

yang menggunakan ruang patamon-paturon-

pagenen-pedaringan-pekayon-pelawangan secara

bergantian, merupakan pergerakan dari tempat

sakral-profan-sakral.

Upacara Kematian (Entas-entas)

Prosesi upacara ini dibagi menjadi

beberapa tahapan kegiatan, yaitu pembuatan

petra (pitara), Mernidri dan Nglukat yang

menimbulkan pola pergerakan. Tahap pertama,

bertempat di pekarangan rumah Pak Sepuh yang

merupakan ruang sakral. Tahap kedua,

pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dan

merupakan pergerakan dari tempat sakral ke

sakral. Tahap ketiga, berlangsung di pagenen

yang merupakan ruang sakral. Tahap keempat,

pola pergerakan dari satu titik ke satu titik

dengan pemakaian ruang pagenen-patamon,

merupakan pergerakan dari tempat sakral ke

sakral. Tahap kelima, bentuk pergerakan berpola

mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu

titik, merupakan pergerakan dari tempat profan

ke profan. Tahap keenam, berpola pergerakan

dari satu titik ke satu titik dan merupakan perge-

rakan dari tempat profan ke sakral.

Tahap 1

Pelamaran (nakok’en)

1 2

Tahap 2

Sacahan (notok)

2 1

1

1

1

1

1

2

Pelamaran (Nakok’en)

Sacahan (Notok)

1

1

1

1

1

1

1

2

1

1

3

3

3

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

(a)(b)

(b)(b)

1

2

: Rumah calon pengantin pria

: Rumah calon pengantin wanita

: Arah pergerakan/lintasan3

1

2 : Rumah keluarga dan tetangga

1

2

1

1

1

Tahap 4

Nemoken

Ruang patamon di rumah

pengantin wanita merupakan

tempat utama

berlangsungnya prosesi

Nemoken

4

5

4U

Patamon

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Tahap 3

Pasrah

Pengantin

Prosesi Pasrah

Pengantin

menggunakan

ruang patamon di

rumah calon

pengantin wanita

4

5

4U

Patamon

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

1

1

1

1

2

1

1

3

Patamon

Tahap 5

Walagara

Prosesi Walagara

berlangsung di patamon

rumah pengantin wanita

4

5

4U

Peka

rangan

55

5

5 5

5 5

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Page 8: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

32 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 20. Pola tahapan Upacara Kehamilan

(Sesayut) tahap 1-4 skala ruang mikro dan meso

Upacara Mendirikan Rumah

Pola pergerakan yang ditimbulkan dalam

prosesi Upacara Mendirikan Rumah berdasarkan

tahapan kegiatannya, antara lain tahap pertama,

berlangsung di pagenen rumah tetangga yang

merupakan ruang sakral. Tahap kedua, pola

pergerakan dari satu titik ke satu titik dan

merupakan pergerakan dari tempat sakral ke

sakral. Tahap ketiga, pergerakan berpola dari satu

titik ke satu titik dan merupakan pergerakan dari

tempat sakral ke sakral. Tahap keempat,

bertempat di pagenen yang merupakan ruang

sakral. Tahap kelima, berpola pergerakan dari

satu titik ke satu titik dengan pemakaian ruang

pagenen-patamon, merupakan pergerakan dari

tempat sakral ke sakral. Tahap enam, bentuk

pergerakan berpola mengumpul, dari beberapa

titik menuju ke satu titik, merupakan pergerakan

dari tempat profan ke sakral.

Gambar 21. Pola tahapan Upacara Kematian

(Entas-entas) tahap 1-2 skala ruang mikro

Gambar 22. Pola tahapan Upacara Kematian

(Entas-entas) tahap 3-4 skala ruang mikro

Gambar 23. Pola tahapan Upacara Kematian

(Entas-entas) tahap 5-6 skala ruang meso dan

makro

Gambar 24. Pola tahapan Upacara Mendirikan

Rumah tahap 1-3 skala ruang mikro

A

B

BC

DEF

GH

I

I

J

G

2

1

3

U

Peletakan pras sayut di

pelawangan pada ritual

Upacara Kehamilan

(Sesayut)

Tahap 1-4

Skala

Ruang

Mikro dan

Meso

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Tahap 1

Pembuatan Petra

(Pitara)

Rumah

Pak Sepuh

Peka

rangan

(a) (b)

1

2

1

1

1

1

3

1

1

1

4

4

5

4U

Rumah

warga

Tahap 2

1

2

1

1

1

1

3

1

1

1

4

Tempat utama

yang menjaditempat

berlangsungnya

Mernidri dalamritual Upacara

Kematian (Entas-entas) adalah

pada ruang

patamon

Tahap 3-4

Mernidri

4

5

4U

Pagenen

Patamon

3

4

4

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Pagenen2

2

3 3

33

Tahap 1-3

Peletakan

Batu Pertama

4

5

4U

Rumah tetangga

Rumah warga yang

melaksanakan upacara

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Jalan

Page 9: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

33

Gambar 25. Pola tahapan Upacara Mendirikan

Rumah tahap 4-6 skala ruang mikro dan meso

Pola Ruang Pada Kegiatan Religi dan Budaya

Upacara Galungan

Upacara Galungan adalah salah satu

bentuk upacara religi yang dilaksanakan oleh

masyarakat Tengger Desa Wonokitri. Prosesi

Upacara Galungan menimbulkan pola

pergerakan, yaitu tahap pertama, bertempat di

pagenen yang merupakan ruang sakral. Tahap

kedua, pergerakan berpola mengumpul, dari

beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan

pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap

ketiga, pola pergerakan dari satu titik ke satu titik

dan merupakan pergerakan dari tempat profan ke

sakral.

Gambar 26. Pola tahapan Upacara Galungan

tahap 1-3 skala ruang mikro, meso dan makro

Upacara Hari Raya Karo (Satya Yoga/Satya

Setuhu)

Upacara Hari Raya Karo adalah upacara

adat terbesar kedua setelah Upacara Hari Raya

Kasada. Pelaksanaannya setiap setahun sekali

pada bulan puso atau karo berdasarkan kalender

Tengger. Pola pergerakan yang ditimbulkan

dalam prosesi Upacara Hari Raya Karo antara

lain tahap pertama, bentuk pergerakan berpola

mengumpul, dari beberapa titik menuju ke satu

titik, merupakan pergerakan dari tempat profan

ke profan. Tahap kedua, bertempat di Balai Desa

Wonokitri yang merupakan ruang profan. Tahap

ketiga, pola pergerakan mengumpul, dari

beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan

pergerakan dari tempat profan ke profan. Tahap

keempat, berlangsung di pagenen yang

merupakan ruang sakral. Tahap kelima, keenam

dan ketujuh, pergerakan berpola mengumpul, dari

beberapa titik menuju ke satu titik, merupakan

pergerakan dari tempat profan-profan, profan-

sakral, profan-profan. Tahap kedelapan,

pergerakan berpola dari satu titik ke satu titik dan

merupakan pergerakan dari tempat profan ke

sakral.

Gambar 27. Pola tahapan Upacara Hari Raya

Karo tahap 1-3 skala ruang makro

Gambar 28. Pola tahapan Upacara Hari Raya

Karo tahap 4 skala ruang mikro

Selamatan Rumah

(Mayu Tuwuh)

berlangsung di

patamon yang

termasuk skala ruang

mikro

Tahap 4-5

Selamatan

Rumah

(Mayu Tuwuh)

4

5

4U

Pagenen

Patamon

4

5

5

66

6 6

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Tahap 1

Skala

Ruang

Mikro

Pagenen

(a)

4

5

4U

Tahap 2

Skala

Ruang

Meso

(b)

Pura

3

Tahap 3

Skala

Ruang

Makro

Rumah

warga

Rumah

warga

A

A

B

A

A

1

2

1

1

1

1

3

1

1

1

4

1

2

1

1

1

1

3

1

1

1

4

1

3

1

13

32

Tahap 1-3

Skala

Ruang

Makro

Balai Desa

Wonokitri

A

A

AB

A

AA

4

5

4U

Rumah warga

Rumah warga4

5

4U

Prepegan

berlangsung di

pagenen yang

termasuk skala ruang

mikro

Tahap 4

Skala

Ruang

Mikro

4

5

4U

Pagenen

4

Keterangan:

A : Patamon : Pelawangan utama

B : Paturon : Pelawangan butulan 1

C : Pagenen : Pelawangan butulan 2

D : Pakiwan A-B-C-D : Ruang utama

E : Pedaringan E-F-G-H-I-J : Ruang penunjang

F : Pekayon : Sakral

G : Padmasari : Profan

H : Sigiran

I : Pelataran

J : Pekarangan

1

2

3

Page 10: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

34 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 29. Pola tahapan Upacara Hari Raya

Karo tahap 5 skala ruang makro

Gambar 30. Pola tahapan Upacara Hari Raya

Karo tahap 6 skala ruang makro

Gambar 31. Pola tahapan Upacara Hari Raya

Karo tahap 7-8 skala ruang meso dan makro

Pola Ruang Yang Terbentuk Berdasarkan

Hubungan Kekerabatan

Masyarakat Tengger Desa Wonokitri

menganut sistem sistem utralokal, yaitu

kebebasan memilih tempat tinggal untuk menetap

sesudah menikah. Terkait dengan penentuan letak

pembangunan rumah anak yang sudah

berkeluarga, terdapat aturan adat khusus

berdasarkan kepercayaan dan tradisi masyarakat

Tengger yang berlaku di Desa Wonokitri, yaitu

rumah anak yang sudah berkeluarga tidak boleh

dibangun di samping kiri dan di depan rumah

orang tuanya. Aturan adat pola letak

pembangunan rumah anak yang sudah

berkeluarga yang diterapkan di Desa Wonokitri,

yaitu serumah dengan orang tua, dibangun di

samping kanan rumah orang tua, di belakang

rumah orang tua dan rumah anak pertama

dibangun di samping kanan rumah orang tua,

sedangkan rumah anak kedua dan seterusnya

dibangun di belakang rumah orang tua.

Gambar 32. Diagram family tree lokasi hunian

pola 2 rumah memanjang ke kanan

Gambar 33. Diagram family tree lokasi hunian

pola 3 rumah memanjang ke belakang

5

5

5

Tahap 5

Skala

Ruang

MakroBalai Desa Wonokitri

A

A

AB

A

AA

4

5

4U

Rumah warga

Rumah warga

6

6

Tahap 6

Skala

Ruang

Makro

Makam

keramat

A

B

A

4

5

4U

Page 11: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

Dianing Primanita Ayuninggar, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

35

SIMPULAN

Keterkaitan antara sistem aktivitas dengan

ruang sebagai tempat pelaksanaannya

membentuk pola pergerakan (lintasan) dan

hierarki ruang tertentu di dalam permukiman

masyarakat Tengger Desa Wonokitri yang sangat

dipengaruhi oleh pola tahapan, pola pergerakan

dan penggunaan ruang pada tiap-tiap kegiatan.

Penggunaan ruang dalam pelaksanaan kegiatan

sosial budaya menunjukkan terbentuknya ruang

budaya (cultural space) dan ruang ritual (ritual

space) di dalam permukiman masyarakat

Tengger Desa Wonokitri. Hubungan antar ruang

mikro, meso dan makro dapat menunjukkan

hierarki ruang sakral-profan dari tiap-tiap ruang.

Ditinjau dari tingkat kepentingan ruang ritual

(ritual space), pura, padhanyangan, makam

keramat merupakan ruang sakral yang utama dan

mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan

kegiatan sosial budaya di Desa Wonokitri. Pola

pergerakan yang terbentuk dari pelaksanaan

kegiatan sosial budaya menggambarkan

pergerakan secara hierarkis, yakni pergerakan

dari tempat sakral ke profan ataupun sebaliknya.

Terdapat kesamaan dalam pola tahapan kegiatan,

pola pergerakan dan penggunaan ruang pada

beberapa kegiatan, terutama kegiatan yang terkait

dengan ritual. Pemuka Agama, Pemuka Adat dan

tokoh-tokoh Desa Wonokitri merupakan tokoh

kunci yang mempunyai peranan penting dalam

pelaksanaan kegiatan sosial budaya yang terkait

ritual dan ruang yang digunakan, yaitu sebagai

pemimpin prosesi ritual dan pengendali

pelaksanaan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, maka usulan saran yang dapat

dijadikan sebagai bahan masukan dan

pertimbangan dari studi Pola Tata Ruang

Permukiman Tradisional, yaitu perlunya

dilakukan kajian, identifikasi, dokumentasi

secara mendetail terhadap aspek kelestarian

budaya yang ada di Desa Wonokitri dan studi

lebih lanjut terkait budaya lokal masyarakat

Tengger Desa Wonokitri untuk mendapatkan

hasil studi yang lebih spesifik, terutama terkait

skala makro (desa) dan mikro (unit hunian

masyarakat) dalam penataan kawasan

permukiman di Desa Wonokitri, khususnya yang

terkait dengan pola ruang, sehingga dapat

digunakan untuk merumuskan konsep arahan

pelestarian untuk mempertahankan pola tata

ruang permukiman tradisional di Desa Wonokitri.

DAFTAR PUSTAKA

Hefner, N. J. S. 1992. Pembaron: An East

Javanese Rite of Priestly Rebirth.

Jurnal of Southeast Asian Studies

23 (2):238.

Norget, K. 2000. Religion and Culture: An

Anthropological Focus. Ed. by R.

Scupin. New Jersey: Prentice-Hall.

Nuraini, C. 2004. Permukiman Suku Batak

Mandailing. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Sasongko, I. 2005. Ruang Ritual dalam

Permukiman Sasak: Studi Kasus

Desa Puyung Lombok Tengah.

Jurnal Plannit. 3 (2):88-99. Wikantiyoso, R. 1997. Konsep Pengembangan:

Transformasi Pola Tata Ruang

Tradisional Studi Kasus: Permukiman

Tradisional Jawa di Kotagede

Yogyakarta-Indonesia.

Science. 37:25-33.

Page 12: SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT …

SOSIAL BUDAYA PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT TENGGER DESA WONOKITRI, KABUPATEN

PASURUAN

36 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013