prosidingerepo.unud.ac.id/id/eprint/27673/1/26d8366d4765df9d8b288... · 2020. 7. 21. · prosiding...
TRANSCRIPT
i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL SASTRA DAN BUDAYA IV
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA
Tim Penyunting
Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M. Hum.
Drs. I Wayan Teguh, M. Hum.
Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M. Hum.
DENPASAR, 29 – 30 MARET 2019
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi atas berkat-
Nyalah kegiatan ini dapat diselengarakan sesuai dengan harapan. Pada kesempatan
ini kami menghaturkan terima kasih kepada dua pembicara kunci, yakni Bapak
Prof. Dr. Djoko Saryono, M. Pd., Guru Besar Universitas Negeri Malang (UNM),
dan Bapak H. Sunggono, Sekretaris Daerah Kutai Kartanegara. Selain itu, ucapan
terima kasih yang tulus kepada kedua pembicara undangan, yaitu Bapak Dr. Ida
Bagus Kade Gunayasa, M. Hum., dari Universitas Mataram, dan Bapak Dr. Drs. I
Nyoman Wardi, M. Si. dari Prodi Arkeologi FIB Universitas Udayana yang telah
bersedia menyampaikan ide-ide dan gagasannya untuk memperkuat isi SNSB IV
ini. Terima kasih pula kami ucapkan kepada para pemakalah pendamping, peserta
dan mahasiswa yang sudah berupaya menjadikan SNSB IV sangat berarti.
Partisipasi Bapak Ibu sekalian sebagai pemakalah dan sebagai peserta sangat
memotivasi bagi kami demi keberlangsungan SNSB IV ini maupun SNSB pada
tahun-tahun berikutnya dan sudah tentu dengan tema dan materi yang berbeda.
Kami juga mengucapkan terima kasih atas semua fasilitas yang diberikan
oleh Ibu Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M. A. selaku dekan FIB beserta staf,
serta para koordinator Program Studi di lingkungan FIB, Bapak/Ibu dosen,
mahasiswa dan segenap civitas Akademika FIB Unud, yang telah memperlancar
SNSB IV ini. Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh panitia SNSB IV atas
dukungan dan kerja samanya yang baik juga tidak kenal lelah. Harapan, tujuan,
semangat, kerja sama yang dilandasi dengan komitmen baik telah menjadikan
seminar ini berjalan dengan suasana akademik yang kondusif.
Akhirnya kami tidak pernah lupa dengan pepatah bahasa Jawa Kuno ―Tan
Hana Wang Saswatānulus‖ yang identik dengan ―Tiada gading yang tak retak‖. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat kami harapkan
demi terlaksananya SNSB yang lebih berkualitas di masa mendatang. Kami mohon
maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan di hati Bapak/Ibu selama acara ini
berlangsung. Terima kasih.
Panitia Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
Ketua,
Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M.Hum.
ii
SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan
Yang Maha Esa karena atas asung kerta wara nugraha-Nya maka Buku Kumpulan
Abstrak untuk Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV (SNSB IV) yang
mengusung tema Kearifan Lokal sebagai Pembentuk Karakter Bangsa' dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Tema ini menjadi sangat penting karena kita
dapat memahami hubungan yang sangat erat antara Sastra dan Budaya sehingga
Sastra dan Budaya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Melalui karya
sastra yang penulisnya memiliki latar belakang budaya berbeda akan mampu
memperindah karya-karya sastra yang dihasilkan baik untuk kebutuhan sebagai
bahan ajar maupun untuk dihayati.
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana mengembangkan ilmu-ilmu
Sastra dan Budaya. Dengan mengungkap hasil karya sastra yang berisikan
kandungan budaya diharapkan dapat membangun karakter masyarakat dan bangsa
Indonesia dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan dapat terwujud
dengan baik. SNSB IV dilaksanakan untuk mendiskusikan dan menginterpretasikan
hubungan yang begitu erat antara Sastra dan Budaya sehingga muncul pemahaman,
dan apresiasi terhadap keanekaragaman dan persamaan budaya untuk mewujudkan
multikulturalisme. Multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individu maupun
budaya. Perbedaan dan persamaan Sastra dan Budaya dipandang sebagai landasan
dalam multikulturalisme, yaitu peradaban manusia melalui rentang waktu dan
tempat.
Berkaitan dengan hal ini, perlu diperhatikan hubungan Sastra dan Budaya
untuk pendidikan multikulturalisme yang terdiri atas:
1. Menginterpretasikan perbedaan Sastra dan budaya berdasarkan persamaan;
2. Membuat hubungan dan perbandingan secara lintas budaya (cross Cultural
Connections and Comparisons);
3. Menunjukkan konteksnya; dan
4. Menyeimbangkan antara konteks (ecology) dan komparasi (cross-culture)
dalam Sastra dan Budaya.
Melalui kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Para Koordinator Program Studi di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Udayana atas kerjasama yang baik sehingga SNSB IV bisa
dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bapak Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., dari Universitas Negeri Malang
sebagai pembicara kunci, pemakalah utama yakni Bapak Dr. Drs. I.B. Kade
Gunayasa, M.Hum. dari Universitas Mataram, dan Bapak Dr. I Nyoman Wardi,
M.Si. dari Fakultas Ilmu Budaya Unud, serta para pemakalah pendamping
lainnya yang terdiri atas dosen bahasa, pengamat sastra, budayawan, dll.
3. Peserta SNSB IV, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana yang terdiri
atas, peneliti dan/atau dosen bahasa, sastra, dan budaya, guru, mahasiswa,
pekerja dan pengamat media, sastra dan budaya, yang terlalu panjang bila
disebutkan semuanya.
iii
4. Panitia SNSB IV Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana yang telah
bekerja keras mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan
penyelenggaraan seminar ini dengan sebaik-baiknya.
Semoga SNSB IV yang diselenggarakan atas kerjasama semua Program
Studi di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana dapat memberikan
pencerahan tentang hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara Sastra dan
Budaya, dan diharapkan bermuara pada penyatuan Visi Fakultas Ilmu Budaya,
Unud yaitu memiliki keunggulan dan kemandirian dalam bidang pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dengan aplikasi keilmuan yang
berlandaskan kebudayaan.
Melalui kesempatan ini sekali lagi kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
pelaksanaan SNSB IV, dengan harapan semoga Tuhan YME memberikan imbalan
yang setimpal dengan pengorbanan Bapak/Ibu sekalian. Kami juga tidak lupa
mohon maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan dan semoga Buku ini
bermanfaat untuk kita semua.
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Udayana
Dekan,
Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
SAMBUTAN ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
PEMAKALAH KUNCI
MEMUDAKAN KEARIFAN LOKAL, MEMPERKUAT KARAKTER
BANGSA: Kearifan dan Karakter sebagai Kompas Kehidupan Zaman Disrupsi
Djoko Saryono ........................................................................................................ 1
PEMAKALAH UTAMA
REVITALISASI NILAI DALAM CERITA RAKYAT SASAK LOQ SESEKEQ
SEBAGAI PENGUATAN POLA ASUH ANAK DAN PENDIDIKAN
KARAKTER
Ida Bagus Kade Gunayasa .................................................................................... 15
RITUAL AIR DALAM SIKLUS PURNAMA KAPAT PADA KAWASAN
CAGAR BUDAYA BATUKARU DI BALI : KEARIFAN KONSERVASI
LINGKUNGAN SEBAGAI IDENTITAS DAN KARAKTER MASYARAKAT
BALI
I Nyoman Wardi .................................................................................................... 25
PEMAKALAH PENDAMPING
ANALISIS PUISI “SAJAK HOAX” KARYA SOSIAWAN LEAK
MENGGUNAKAN TEORI SEMIOTIKA RIFFATERRE
Ahmad Habib, Robbi Gunawan, Mamluqil Farihah ............................................. 37
TRADISI KULINER TRADISIONAL MASYARAKAT LUMAJANG
REPRESENTASI IDENTITAS BUDAYA PENDALUNGAN
Aliffiati, AA Ayu Murniasih ................................................................................. 43
PERANAN MADE ADA DALAM PERUBAHAN EKONOMI DI DUSUN
PAKUDUI TEGALALANG GIANYAR (1984-2018)
Anak Agung Inten Asmariati ................................................................................ 54
RIAK GELOMBANGRESILIENSI KELUARGA ORANG DENGAN
GANGGUAN JIWA (ODGJ) DALAM BALUTAN ASPEK BUDAYA BALI
Bambang Dharwiyanto Putro ................................................................................ 59
v
MOTIFEME-MIGRASI-AKULTURASI BUDAYA DALAM CERITA
RAKYAT JAKA TARUB DAN CERITA SERUPA DI ASIA (STRUKTUR
NARATIF ALAN DUNDES) Dewi Ayuningtyas ................................................................................................. 69
PERAN MISIONARIS DALAM TERBENTUKNYA MASYARAKAT
MULTIBUDAYA DI BALI
Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo ........................................................................ 75
REVITALISASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL TRI HITA KARANA DAN
SAD KERTIH DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA SANGKAN
GUNUNG
Gede Ginaya, I.A. Kade Werdika Damayanti, Ni Wayan Wahyu Astuti,
I Wayan Nurjaya .................................................................................................... 82
ANALISIS ‗UNTUK KITA RENUNGKAN‘
I Gusti Ayu Gde Sosiowati .................................................................................... 88
METAFORA DI MEDIA CETAK: SEBUAH PENELITIAN PENDAHULUAN
I Gusti Ngurah Parthama ....................................................................................... 95
PEMBERDAYAAN SASTRA DAN BUDAYA DALAM MEMBANGUN
KARAKTER BANGSA YANG SEHAT
I Ketut Darma Laksana ........................................................................................ 102
MEMILIH DAN MEMILAH SATUA DI DUNIA PENDIDIKAN UNTUK
MEMBANGUN KARAKTER YANG TEPAT
I Ketut Jirnaya ..................................................................................................... 107
RATU SAKTI PANCERING JAGAT DI DESA TRUNYAN
I Ketut Setiawan .................................................................................................. 112
KAKAWIN SIWARATRIKALPA: ALUR DAN TEMA CERITA
I Made Suastika ................................................................................................... 117
TRANSFORMASI SOSIAL DAN ETIKA BUDAYA RELIGIUS
MASYARAKAT BALI ERA MODERN
I Nyoman Duana Sutika ...................................................................................... 123
HIPONIMI KATA‖SEKAR‖ DALAM BAHASA JAWA KUNA
I Nyoman Sukartha, Komang Paramartha ........................................................... 130
DINAMIKA SAPAAN DALAM BAHASA MELAYU BALI
I Nyoman Suparwa .............................................................................................. 136
vi
DARI ISLAM KAMPUNG SAMPAI ISLAM BALI : PERANAN NILAI-NILAI
TRADISIONAL DALAM KEBERTAHANAN MASYARAKAT ISLAM DI
BALI I Putu Gede Suwitha............................................................................................ 143
BENANG MERAH SASTRA LISAN NUSANTARA: STUDI KASUS CERITA
RAKYAT CORO ILA DAN I BELOG MANTU
I Wayan Cika ....................................................................................................... 153
MASYARAKAT MULTIKULTUR PADA ZAMAN BALI KUNO ABAD IX-
XIV M BERDASARKAN REKAMAN ARKEOLOGI
I Wayan Srijaya ................................................................................................... 159
BUDAYA KRITIK DALAM TEKS SASTRA TRADISI: REPLEKSI TEKS
GEGURITAN I KETUT BUNGKLING DAN GEGURITAN I KETUT BAGUS
I Wayan Suardiana .............................................................................................. 166
KEBERTERIMAAN KOMUNITAS HINDU DALAM PLURALITAS AGAMA
DI LAMPUNG SUMATRA SELATAN
I Wayan Tagel Eddy, Anak Agung Ayu Rai Wahyuni ....................................... 173
KEPRIBADIAN NASIONAL DAN BAHASA INDONESIA: SUATU
TINJAUAN SINGKAT
I Wayan Teguh .................................................................................................... 178
KATA KETERANGAN ASPEK FREKUENTATIF DALAM BAHASA SASAK
Ida Ayu Putu Aridawati ...................................................................................... 185
KEARIFAN LOKAL DALAM KEBIJAKAN RAJA-RAJA PADA MASA
KERAJAAN BALI KUNO
Ida Ayu Putu Mahyuni ........................................................................................ 193
DESA-DESA DI BALI, DALAM LINTASAN SEJARAH
Ida Ayu Wirasmini Sidemen ............................................................................... 197
WACANA TRADISI TARI WALI BARIS SUMBU DALAM UPACARA
NEDUH DI PURA DESA, DESA ADAT SEMANIK DESA PLAGA-BADUNG
Ida Bagus Rai Putra ............................................................................................. 205
KEARIFAN LOKAL SINKRETISME HINDU-BUDHA PADA RELIEF CANDI
PENATARAN SEBAGAI JATI DIRI BANGSA
Ida Bagus Sapta Jaya ........................................................................................... 210
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KAWASAN GUNUNG MUTIS
DALAM PELESTARIAN HUTAN DI TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA
TENGGARA TIMUR
Industri Ginting Suka .......................................................................................... 216
vii
ORIENTASI NILAI BUDAYA PETANI SAYUR: STUDI KASUS DI DESA
ARGOSARI, KECAMATAN SENDURO, KABUPATEN LUMAJANG,
PROVINSI JAWA TIMUR
Ketut Darmana ..................................................................................................... 221
CERITA SI LUTUNG DAN SIKEKUWE DALAM SEBUAH
PERBANDINGAN
Komang Paramartha, I Nyoman Sukartha ........................................................... 227
KISAH CINTA DAN PENGORBANAN DI BALIK TRADISI PASOLA DI
SUMBA (KONSEP AWAL PENULISAN SKENARIO FILM PASOLA SUMBA)
Maria Matildis Banda .......................................................................................... 234
KAJIAN SEMIOTIKA PEIRCE PADA PUISI IA TAK PERNAH JANJI LANGIT
SELALU BIRU DALAM ANTOLOGI PUISI DI KOTA TUHAN AKU ADALAH
DAGING YANG KAU PECAH-PECAH KARYA STEBBY JULIONATAN
Moh. Yusril Hermansya ...................................................................................... 240
PERAN EKOLOGI SASTRA PUISI TERHADAP PELESTARIAN
LINGKUNGAN HIDUP
Mursalim .............................................................................................................. 247
PROBLEMATIKA KURIKULUM GENERIK PELAJARAN BAHASA BALI
Nengah Arnawa ................................................................................................... 252
DIVERSIFIKASI PEMAKNAAN ISTILAH BUDAYA BALI DI MEDIA
ONLINE
Ni Ketut Alit Ida Setianingsih, I Gusti Ngurah Parthama ................................... 258
PRASASTI SEBAGAI BUKTI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BALI
KUNO
Ni Ketut Puji Astiti Laksmi ................................................................................. 265
“ARDHANARESWARI”; REPRESENTASI NILAI KEARIFAN LOKAL BALI
DALAM MEWUJUDKAN KESETARAAN GENDER
Ni Luh Arjani ...................................................................................................... 270
PERSPEKTIF GENDER TUTURAN PERINTAH BAHASA JEPANG: STUDI
PENDAHULUAN
Ni Luh Kade Yuliani Giri .................................................................................... 275
REDUPLIKASI ADJEKTIF SECARA MORFEMIS DALAM BAHASA BALI
Ni Luh Komang Candrawati................................................................................ 280
GEGURITAN SIWARATRI KALPA (LUBDAKA): ANALISIS ALUR CERITA
DAN PENOKOHAN
Luh Putu Puspawati ............................................................................................. 287
viii
EKSPLOITASI BURUH YANG DIGAMBARKAN KOBAYASHI TAKIJI
DALAM CERPEN HOKKAIDO NO „SHUNKAN‟ Ni Luh Putu Ari Sulatri, Silvia Damayanti ......................................................... 292
MANFAAT DAUN DEDAP ‗Erythrina variegate‘
Ni Luh Sutjiati Beratha ....................................................................................... 301
KESANTUNAN BERBAHASA YANG TERCERMIN DALAM AIMAI
HYŌGEN
Ni Made Andry Anita Dewi, Ni Putu Luhur Wedayanti..................................... 310
REPRESENTASI IDENTITAS DALAM GAYA HIDUP PEREMPUAN BALI
MASA KINI
Ni Made Wiasti, Ni Luh Arjani ........................................................................... 318
PEMILIHAN PEDOMAN PENULISAN AKSARA JAWA DI RUANG
PUBLIK
Rahmat, Tya Resta Fitriana ................................................................................. 326
NILAI PENDIDIKAN DALAM ANTOLOGI PUISI SENDJA DJIWA PAK
BUDI
Sri Jumadiah ........................................................................................................ 330
KEARIFAN LOKAL UPACARA RITUAL ERPANGIR KU LAUSEBAGAI
PROYEKSI JATI DIRI MASYARAKAT KARO
Vanesia Amelia Sebayang, Asmyta Surbakti ...................................................... 337
KEARIFAN LOKAL DI BUMI MAJAPAHIT KECAMATAN TROWULAN-
KABUPATEN MOJOKERTO
Zuraidah .............................................................................................................. 344
ix
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KAWASAN GUNUNG
MUTIS DALAM PELESTARIAN HUTAN
DI TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR
Industri Ginting Suka
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
ABSTRAK
Kearifan lokal(local wisdom) yaitu keseluruhan bentuk pengetahuan,
kepercayaan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam
komunitas masyarakat adat. Masyarakat adat adalah kelompok
masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di wilayah
geografis tertentu, karena ada ikatan pada asal usul leluhur, adanya
hubungan kuat dengan lingkungan hidup, ada sistem nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Masyarakat
adat kawasan Gunung Mutis yang telah lama bermukim memiliiki
kearifan local yang sampai saat kini bertahan dari serangan
kebudayaan modern, hal ini terlihat dari tetap lestarinya kawasan
hutan gunung Mutis. Permasalahannya ialah bagaimana wujud
kearifan lokal masyarakat gunung Mutis sehingga mampu
mempertahankan kelestarian kawasan hutan. Tulisan ini ingin
mendeskripsikan kearifan local dari masyarakat adat kawasan
gunung Mutis yang memiliki kepedulian pada pelestarian
lingkungan, khususnya dalam ekosistem kawasan hutan. Pendekatan
yang dipakai dalam tulisan ini adalah pendekatan antropologi ekologi
dengan memakai konsep adaptasi manusia terhadap lingkungan.
Masyarakat di kawasan gunung Mutis memanfaatkan hutan untuk
energi, membuat rumah, mengambil madu hutan danberternak,
namun hutannya terjaga kelestariannya. Hal ini disebabkan ada
kearifan local yang tercermin dalam nilai aturan adat yang melarang
melakukan eksploitasi yang berlebihan. Kearifan local itu terdapat
pada filosofi mansion muit nasi na bua, yang artinya ada kesatuan
antara manusia, hewan ternak dan hutan.
Kata kunci: kearifan local, masyarakat adat, mansion muit nasi na
bua.
I. Pendahuluan
Rusaknya kawasan hutan telah menjadi ancaman yang berdampak luas
seperti kekeringan, banjir dan hilangnya sumberdaya genetik. Situs dan hutan
keramat telah menjadi bagian dari banyak komunitas lokal di Indonesia. Mengacu
pada pengetahuan dan kepercayaan tradisional, pola pengamatan
Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV 216
Denpasar, 29 - 30 Maret 2019
Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV
Denpasar, 29 - 30 Maret 2019
217
menjadi langkah yang strategis dalam membangun sistem produksi sumber daya
hutan lokal dan pemanfaatannya untuk kepentingan spiritual. Upaya konservasi
yang berasal dari kesadaran masyarakat lokal berdasarkan akal sehat dan
kepercayaanakan lebih efektif dalam menjaga kelestarian hutan dibandingkan
dengan pengelolaan oleh pemerintah dengan sistem birokrasinya yang rumit.
Permasalahannya ialah: bagaimanakah wujud kearifan lokal masyarakat
gunung Mutis sehingga mampu mempertahankan kelestarian kawasan hutan.
Tujuan tulisan ini ingin mendeskripsikan kearifan lokal masyarakat adat kawasan
gunung Mutis yang memiliki kepedulian pada pelestarian lingkungan, khususnya
dalam ekosistem kawasan hutan. Pendekatan atau metode yang dipakai dalam
tulisan ini adalah deskriptifkualitatif, serta didukung dengan studi perpustakaan
(literature).
1.1. Wujud Kearifan Lingkungan Masyarakat Kawasan Gunung Mutis
Kearifan lokal merupakan bagian dari masyarakat untuk bertahan hidup
sesuai dengan kondisi lingkungan, sesuai dengan kebutuhan, dan kepercayaan yang
telah berakar dan sulit untuk dihilangkan. Pendapat lain mengatakan bahwa
kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat
untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungan yang menyatu dengan sistem
kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut
dalam jangka waktu yang lama. Fungsi kearifan lokal adalah sebagai berikut.
Pertama, sebagai penanda identitas sebuah komunitas. Kedua, sebagai elemen
perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama dan kepercayaan. Ketiga,
kearifan local memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas. Keempat,
mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik individu dan kelompok dengan
meletakkannya di atas nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki. Kelima, mendorong
terbangunnya kebersamaan, apresiasi sekaligus sebagai sebuah mekanisme
bersama untuk menepis berbagai kemungkinan yang meredusir, bahkan merusak,
solidaritas komunal, yang dipercayai berasal dan tumbuh di atas kesadaran bersama,
dari sebuah komunitas terintegrasi (Sumarmi dan Amirudin, 2014).
Kearifan lingkungan merupakan wujud dari perilaku komunitas atau
masyarakat tertentu sehingga dapat hidup berdampingan dengan alam lingkungan
tanpa harus merusaknya. Kearifan lokal merupakan suatu kegiatan unggulan dalam
masyarakat tertentu, keunggulan tersebut tidak selalu berwujud dan kebendaan,
sering kali di dalamnya terkandung unsur kepercayaan atau agama, adat istiadat dan
budaya atau nilai-nilai lain yang bermanfaat seperti untuk kesehatan, pertanian,
pengairan, dan sebagainya. Berangkat dari pengertian tersebut dapat dijelaskan
bahwa kearifan lokal sudah mengakar, bersifat mendasar, dan telah menjadi wujud
perilaku dari suatu warga masyarakat guna mengelola dan menjaga lingkungan
secara arif atau bijaksana..
Dalam persepsi masyarakat kawasan gunung Mutis dipercaya memiliki
nilai-nilai filosofi yang mendalam, sehingga kawasan tersebut menjadi kawasan
kramat, sebagai sumberdayakehidupan, pemasok berbagai kebutuhan pokok
sekitarnya, dan merupakan tempat yang dipercaya sebagai asal usul orang Timor.
218 Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV
Denpasar, 29 - 30 Maret 2019
Dalam keyakinan penduduk Timor pada umumnya Mutis bukan hanya
dipandang sebagai gunung yang menjulang tinggi. Mutis bermakna sebagai sumber
kehidupan, dan dalam pemahaman mereka sumber kehidupan adalah berhubungan
dengan persediaan air yang berlimpah dari gunung Mutis bagidaratan Timor
(Boymau, 2001)
Mutis mengandung pengertian, sesuatu yang melengkapi, artinya gunung
Mutis mampu menyediakan atau melengkapi segala kebutuhan orang Timor mulai
dari air, kayu, tali, madu, hewan buruan (babi hutan, burung, rusa, kuskus, kera, dan
lainnya) serta berbagai hasil hutan lainnya. Dalam pengertian lain masyarakat juga
menyebutkan bahwa Mutis merupakan sumber kekuatan. Awal mula kehidupan
nenek moyang penduduk Timor adalah berasal dari gunung Mutis, yang
menyimpan sejumlah kekuatan dan kedahsyatan tertentu. Penduduk Timor
mempunyai keyakinan bahwa gunung Mutis dapat melepaskan penduduk Timor
dari segala bencana yang membahayakan (Marettra W, 2001)
Secara harafiah Mutis berasal dari kata mum tis yang artinya melengkapi
dan merupakan tempat raja (uwis=usif)oematan melakukan penyembahan (gunung
Mutis) di wilayah Timor Tengah Selatan), sedangkan bagian atau sisi gunung Mutis
yang menghadap Timor Tengah Utara merupakan tempat dari uwis kono( di
Miomafo) untuk melakukan penyembahan. Sementara itu penduduk Timor di
Kabupaten Belu menyebut gunung Mutis Bab-nai (bab artinya pelihara dan nai
artinya kelompok suku yang ada di Timor). Penduduk Timor yang hidup di dataran
Timor hidup karena tetesan gunung Mutis. Sampai sekitar tahun sekitar 1970 an
puncak gunung Mutis masih dianggap tempat yang keramat dan tidak boleh
dimasuki siapapun. Alasan dari larangan itu ialah karena puncak gunung Mutis
merupakan tempat kramat bagi raja dan golongan usif. Selain itu puncak gunung
Mutis tempat bagi golongan usif untuk melepas hewan ternak yang dikenal dengan
namaluke teme pusu, yaitu ternak yang tidak bercap dan tidak dipotong telinganya.
Ternak yang dipelihara antar lain kerbau, kuda, babi, kambing dan ayam.
Cara pemeliharaan ternak dilepas di sekitar rumah. Salah satu fungsi penting ternak
adalah untuk kepentingan adat terkait dengan upacara sekitar silus hidup kelahiran,
perkawinan, kematian dan siklus hidup berladang. Ternak untuk kepentingan
ekonomi (dijual) terbatas pada ternak besar seperti sapi, kuda dan kerbau. Pada
waktu dulu oreintasi pemeliharaan tenak untuk dijual belum berkembang
(membudaya). Khusus ternak besar seperti sapi, kuda dan kerbau dilepas agar
pemilik ternak dapat mengenali dengan mudah digunakan tanda cap yang disebut
malak. Setiap keluarga (suku) memiliki tanda cap ternak (malak) yang berbeda-
beda. Cap ternak tidak saja diketahui oleh yang bersangkutan tetapi diketahui oleh
seluruh masyarakat setempat. Selain tanda cap (malak) juga masyarakat mengenal
tanda berupa potongan daun telinga hewan yang disebut (hetis) oleh masing-
masing suku (marga).
III. Konsepsi masyarakat tentang hutan, tanah dan air
Konsepsi yang digunakan manusia untuk menafsirkan hidup dan
menentukan sikap terhadapnya. Konsepsi mengakomodir idealisme dan harapan
yang erat kaitannya dengan perilaku manusia. Sebuah konsepsi tidk mengubah
wajah dunia secara langsung, melainkan melalui tindakan manusia. Tanpa tindakan,
sebuah konsepsi tidak pernah akan berdaya menciptakan realitas empiris.
Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV
Denpasar, 29 - 30 Maret 2019
219
Bagi masyarakat Mutis hutan memiliki arti yang sangat penting bagi
kelangsungan kehidupan mereka, seperti yang diungkapkan oleh masyarakat
bahwa: hutan itu seperti rambut apabila kita buang rambut kita maka rambut akan
botak dan menderita karena panas. Hutan juga bermanfaat untuk melindungi air
sehingga kalu hutan ditebang habis mungkin di Mutis ini tinggal beberapa puluh
penduduk saja, menurut penduduk local.Masyarakat Mutis menggolongkan hutan
ke dalam beberapa tipe menurut fungsi dan statusnya, antara lain hutan suku (sufma
autuf), hutan larangan (nasi talas), dan hutan keramat (nasi le u) atau (nasi mnuni).
(Marettra W, 2001).
IV. Konsepsi masyarakat tentang kearifan lokal Man sian muit Nasi Na bua
Kearifan lokal masyarakat adat ada dalam pengelolaan sumberdaya alam
mengandung nilai-nilai kebaikan dan kebijaksanaan, selalu ada keseimbangan
antara manusia dan alam sekitarnya, oleh karena itu tidak heran jika lingkungan
terpelihara dengan baik. Kehidupan yang selaras dengan lingkungan alam bukan
berarti masyarakat tradisional bersifat pasif, akan tetapi memanfaatkan lingkungan
alam sebaik baiknya demi kelangsungan hidupnya. Hal tersebut tersirat dalam
keyakinan dasar masyarakat di mana antara manusia, ternak dan lingkungannya
dipandang mempunyai kaitan yang sangat erat dan merupakan bagian yang tersusun
secara sederhana dan tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya.
Hutan dan ternak mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat
menurut penuturan masyarakat konon dalam sejarah jaman kerajaan telah dibuat
perjanjian anatar tiga raja Mutis, yaitu raja Kono, Wamatan dan Sonbai mengenai
konsep segi tiga kehidupan man sian muit nasi na bua. Artinya manusia, ternak,
dan hutan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling memiliki
ketergantungan. Manusia mengambil manfaat dari ternak, ternak mencari makan di
hutan dan hutan dijaga kelestariannya oleh manusia. Untuk mengukuhkan
perjanjian ini dikorbankan satu ekor kerbau jantan berumur 3 tahun sebagai materai
hukum adat sekaligus disebarluaskan kepada masyarakat dari ke tiga raja tersebut.
Bertitik dari kearifan lokal tersebut hutan memiliki arti penting bagi
masyarakat selain ekonomis, setiap marga atau suku memiliki faud kana foe
kanaf( batu nama, air nama). Di dalam hutan pada waktu tertentu seluruh anggota
keluarga berkumpul di tempat tersebut untuk melakukan upacara adat sesuai
kepentingan. Faut kana foe kanaf di dalam hutan dianggap sebagai tempat
pertama kali nenek moyang mereka datang dan menginjakkan kaki di desa itu.
Hutan keluarga tersebut dikeramatkan oleh sukunya dan disegani oleh suku suku
lain karena diyakini bahwa hutan tersebut memiliki kekuatan gaib yang dapat
membawa rejeki ataupun menimbulkan malapetaka bagi manusia (Boymau, 2001).
Selain fat kanaf/oe kanaf, di dalam desa juga ada nais/tala (hutan larangan
umum) artinya semua kehidupan yang ada di dalam hutan dilarang untuk diambil
sesuka hati baik penebangan pohon, panen hasil utan maupun berburu satwa liar.
Larangan itu akan dicabut stelah menurut kreteria objektif, hasil hutan tersebut
memenuhi syarat panen dan kegiatan pemanenan pada umumnya diawali dengan
upacara adat. Setiap masyarakat yang melanggar aturan tersebut dapat dikenakan
sangsi adat dalam bentuk denda yang besar dan jumlahnya beragam tergantung
bentuk dan ukuran keslahan. Tetapi denda umumnya berupa kerbau, sapi, babi,
kopi, beras dan uang perak Belanda. Penetapannais tala dilakukan oleh
220 Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV
Denpasar, 29 - 30 Maret 2019
tokoh tokoh adat dengan ditandai satu ekor sapi atau kerbau dagingnya dibagikan
kepada kepala keluarga. Sedangkan tanduk sapidan kerbaunya diikat pada tempat
strategis sebagai pengumuman bagi masyarakat desa lain.
V. Kesimpulan
1. Pada dasarnya masyarakat di sekitar kawasan gunung Mutis Kabupaten Timor
Tengah Selatan terdiri dari beberapa komunitas kecil atau suku bangsa (etnis),
yang masih tetap berupaya mempertahankan dan melestarikan nilai- nilai
budaya kearifan local sebagai warisan yang diterima dari nenek moyang
mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan peninggalan benda-benda budaya
material dan non material seperti upacara-upacara ritual adat yang masih tetap
dilaksanakan sebagai pendukungnya.
2. Dalam menjaga hutan komunitas adat terus memegang kuat filosofi tentang
alam dan merangkainya dalam wujud budaya bahwa tanah adalah daging,
hutan adalah rambut, batu adalah tulang dan air adalah darah. Filosofi ini
menjadi kekuatan masyarakat di Timor Tengah Selatan untuk menjaga dan
melestarikan lingkungan. Pelestarian lingkungan berbasis budaya ini
merupakan warisan leluhur yang sampai kini dilakukan walaupun
perkembangan teknologi dan modernisasi, namun masyarakat tetap konsisten
mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal.
Daftar Pustaka
1. Adrianus Lopo Anunut dan Kusmayadi, Analysis of Local Wisdom Tamkesi
Indigenous Village as a tourist attraction in the North Central Timor Regency
of East Nusa Tenggara, Jurnal Sains Terapan Pariwisata, Vol. 1, No. 1, Tahun
2011, pp. 100-108.
2. Ardana dalam Apriyanto, 2008. Hubungan Kearifan Lokal Masyarakat Adat
dengan Pelestarian Lingkungan Hidup. Bandung, Universitas Pendidikan
Indonesia.
3. Boymau,Yulianti Marlina, 2001., Pola Beternak Lepas dan Pengaruhnya
Terhadap Kawasan Konservasi Cagar Alam Gunung Mutis di Timor Tengah
Selatan, Skripsi Jurusan Antropologi Fakultas Sastra, Universitas Udayana,
Bali.
4. Keraf, 2010. Hubungan Kearifan Lokal Masyarakat Adat dengan Pelestarian
Lingkungan Hidup. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
5. MarettaW, Dida Hermandini, 2001., Konsepsi Mansian Muit Nasi Na Bua di
Kawasan Gunung Mutis Timor Tengah Selatan, Skripsi Jurusan Antropologi
Fakultas Sastra, Universitas Udayana, Bali.
6. Rohana Sufia, Sumarmi, Ach. Amirudin., Kearifan Lokal Dalam Melestarikan
Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat Adat Desa Kemiren Kecamatan
Glagah Kabupaten Banyuwangi), Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Pengembangan Volume: 1 Nomor: 4 Bulan April Tahun 2016.
Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV
Denpasar, 29 - 30 Maret 2019
221
350 Seminar Nasional Sastra dan Budaya IV
Denpasar, 29 - 30 Maret 2019