ultrafiltrasi, presipitasi bertingkat dan

74
ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan KROMATOGRAFI PENUKAR ION sebagai TAHAPAN PEMURNIAN ENZIM PROTEASE Bacillus megaterium MS-961 Oleh DINNY MUTIAH F34101127 2005 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: duongdang

Post on 12-Jan-2017

250 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

UULLTTRRAAFFIILLTTRRAASSII,, PPRREESSIIPPIITTAASSII BBEERRTTIINNGGKKAATT ddaann

KKRROOMMAATTOOGGRRAAFFII PPEENNUUKKAARR IIOONN sseebbaaggaaii TTAAHHAAPPAANN

PPEEMMUURRNNIIAANN EENNZZIIMM PPRROOTTEEAASSEE BBaacciilllluuss mmeeggaatteerriiuumm MMSS--996611

Oleh

DINNY MUTIAH

F34101127

2005

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

UULLTTRRAAFFIILLTTRRAASSII,, PPRREESSIIPPIITTAASSII BBEERRTTIINNGGKKAATT ddaann

KKRROOMMAATTOOGGRRAAFFII PPEENNUUKKAARR IIOONN sseebbaaggaaii TTAAHHAAPPAANN

PPEEMMUURRNNIIAANN EENNZZIIMM PPRROOTTEEAASSEE BBaacciilllluuss mmeeggaatteerriiuumm MMSS--996611

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DINNY MUTIAH

F34101127

Dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1983

Di Bandung, Jawa Barat

Tanggal lulus : 5 Desember 2005

Menyetujui,

Bogor, 6 Januari 2006

Prof. Dr. Djumali M, DEA Dr. Budiasih Wahyuntari Pembimbing I Pembimbing II

Page 3: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

UULLTTRRAAFFIILLTTRRAASSII,, PPRREESSIIPPIITTAASSII BBEERRTTIINNGGKKAATT ddaann

KKRROOMMAATTOOGGRRAAFFII PPEENNUUKKAARR IIOONN sseebbaaggaaii TTAAHHAAPPAANN

PPEEMMUURRNNIIAANN EENNZZIIMM PPRROOTTEEAASSEE BBaacciilllluuss mmeeggaatteerriiuumm MMSS--996611

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DINNY MUTIAH

F34101127

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 4: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Ultrafiltrasi, Presipitasi Bertingkat dan

Kromatografi Penukar Ion sebagai Tahapan Pemurnian Enzim Protease

Bacillus megaterium MS-961”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan selama lima bulan,

terhitung dari bulan Februari hingga bulan Juli, dan disusun berdasarkan acuan

tinjauan pustaka. Selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis banyak

sekali mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun

materil, oleh karena itu, pada kesempatan ini ijinkan penulis untuk mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda A. Mustafa dan Ibunda Kustariah, sebagai

orang yang telah membesarkan penulis dengan penuh cinta kasih dan pendorong

semangat terhebat, serta Ade tersayang dan terbawel yang pernah ada.

2. Prof. Dr. Djumali M,DEA selaku dosen pembimbing pertama yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menyelesaikan tugas

akhir.

3. Dr. Budiasih Wahyuntari selaku dosen pembimbing kedua atas segala arahan

dan wejangan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian hingga

penyusunan skripsi.

4. Drs. Purwoko, Msi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan

untuk perbaikan skripsi yang saya buat.

5. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPP Teknologi) yang memberikan kepercayaan kepada

penulis untuk melaksanakan program penelitian ini.

6. Dr. Suprihatin, yang telah membantu memecahkan masalah statistika pada

penelitian ini.

Page 5: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

7. Seluruh staf dan karyawan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, BPPT,

Serpong, yang banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

8. Sahabatku Uut, Teh Neti, Elin, Teh Euis, Teh Ira, Yudis, Agin, Zahra dan

teman-teman seperjuangan di LTB: Rahmi, Wanto, Sari, Dimas, dan lainnya

atas dukungan dan kerjasamanya selama bekerja di laboratorium.

9. Kawan-kawan TIN 38, teman-teman di ”Nurjanah”, mbak-mbak di ”D35

BATAN” dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan di atas, terima kasih

sebesar-besarnya.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat

kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Bogor, Desember 2005

Penulis

Page 6: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 10 Maret 1983

dari seorang ibu yang bernama Kustariah dan ayah bernama A.

Mustafa. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara yaitu Fatriani. Penulis mendapatkan pendidikan

dasar di SD PRIANGAN tahun 1989 sampai tahun 1995,

SLTP di SLTPN 7 Bandung tahun 1995 sampai tahun 1998,

dan SMU di SMUN 8 Bandung tahun 1998 sampai 2001.

Penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2001 melalui jalur

UMPTN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian. Penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2005 dengan gelar

Sarjana Teknologi Pertanian. Selama menjalankan pendidikan akademis, penulis

aktif dibeberapa organisasi yaitu pada tahun 2002 sampai tahun 2003 penulis aktif

sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat FATETA, pada

tahun yang sama penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi

Industri (HIMALOGIN) Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB dan terlibat

sebagai pengurus dalam Badan Eksekutif Mahasiswa FATETA Departemen Sosial

Dan Kemasyarakatan Mahasiswa. Pada tahun 2004 penulis menjalankan Praktek

Lapang (PL) di PT. Diamond Cold Storage, Cimahi, Jawa Barat dengan judul “Proses

Produksi dan Pengawasan Mutu Sosis Sapi (Beef Sausage) di PT. Diamond Cold

Storage, Bandung-Jawa Barat.”

Page 7: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : DINNY MUTIAH

NRP : F34101127

Judul Skripsi : Ultrafiltrasi, Presipitasi Bertingkat dan Kromatografi Penukar Ion

sebagai Tahapan Pemurnian Enzim Protease Bacillus megaterium

MS-961

menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul diatas adalah hasil

karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas

ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Desember 2005

DINNY MUTIAH

Page 8: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR TABEL ..................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

B. LATAR BELAKANG .................................................................. 1

C. TUJUAN ...................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3

A. PROTEASE .................................................................................. 3

B. FILTRASI MEMBRAN ............................................................... 5

C. PRESIPITASI ................................................................................ 7

D. KROMATOGRAFI PENUKAR ION ............................................ 8

E. AKTIVITAS ENZIM .................................................................... 11

III. BAHAN DAN METODE ................................................................... 11

A. ALAT DAN BAHAN ................................................................... 11

1. Alat ......................................................................................... 12

2. Bahan ...................................................................................... 12

B. METODE PENELITIAN ............................................................. 12

1. Poduksi enzim protease kasar ................................................. 14

2. Ultrafiltrasi .............................................................................. 14

3. Presipitasi bertingkat ................................................................ 15

4. Kromatografi penukar ion ......................................................... 16

4.1. Penghilangan garam-garam .............................................. 16

4.2. Penukar ion ....................................................................... 17

5. Penentuan aktivitas enzim ............................ 18

6. Penentuan kadar protein .................................. 20

7. Penentuan fluks ...................................................................... 20

Page 9: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 21

A. ULTRAFILTRASI ....................................................................... 21

B. PRESIPITASI ............................................................................... 25

C. KROMATOGRAFI PENUKAR ION .......................................... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 39

A. KESIMPULAN ............................................................................ 39

B. SARAN ......................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 40

LAMPIRAN ............................................................................................... 43

Page 10: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Divisi dari subgrup peptidase dan proteinase:

subgrup 3.4 -peptida hidrolase 4

Tabel 2. Metode analisis aktivitas enzim 19

Tabel 3. Tingkat pemurnian enzim protease setiap tahapan proses 38

Page 11: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mekanisme kerja membran .................................................. 5

Gambar 2. Konfigurasi sistem aliran silang ............................................ 6

Gambar 3. Pemisahan protein dengan prinsip kromatografi penukar ion 10

Gambar 4. Skema metode penelitian .................................................... 13

Gambar 5. Skema proses peralatan mikrofiltrasi .................................. 14

Gambar 6. Skema proses peralatan ultrafiltrasi .................................... 15

Gambar 7. Alat kromatografi kolom “Akta Prime” ............................... 16

Gambar 8. Modul ultrafiltrasi sistem aliran silang ................................. 20

Gambar 9. Grafik kadar protein ultrafiltrasi ......................................... 22

Gambar 10. Grafik aktivitas enzim spesifik ultrafiltrasi ........................... 24

Gambar 11. Hasil presipitasi bertingkat .................................................... 26

Gambar 12. Grafik kadar protein dan aktivitas enzim spesifik presipitat . 27

Gambar 13. Perbedaan daya ikat antara (a) penukar anion dan (b) penukar

kation ..................................................................................... 30

Gambar 14. Perbedaan kemampuan pemisahan antara bufer (a) pH 8,0;

(b) pH 7,0; (c) pH 6,0 dan (d) pH 5,5 .................................. 37

Page 12: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Persiapan pereaksi untuk analisis aktivitas enzim protease 44

Lampiran 2. Penetapan kadar protein metode Bradford ......................... 46

Lampiran 3. Kurva standar kadar protein ............................................. 47

Lampiran 4. Pembuatan buffer Tris-Cl pH 8 ........................................ 48

Lampiran 5. Spektrofotometer ”Pharmacia LKB” ............................... 49

Lampiran 6. Bioreaktor bervolume 30 L ................................................ 49

Lampiran 7. Modul ultrafiltrasi sistem aliran silang............................... 50

Lampiran 8. Rekapitulasi data kadar protein, aktivitas enzim

dan aktivitas enzim spesifik hasil ultrafiltrasi .................... 51

Lampiran 9. Rekapitulasi data kadar protein, aktivitas enzim

dan akivitas enzim spesifik hasil presipitasi ...................... 53

Lampiran 10. Rekapitulasi data fluks sebelum ultrafiltrasi dilakukan ..... 53

Lampiran 11. Data perhitungan hasil uji T ultrafiltrasi dan presipitasi .... 54

Lampiran 12. Data perhitungan hasil analisis ragam ultrafiltrasi ............. 56

Lampiran 13. Data perhitungan hasil uji lanjut Duncan ultrafiltrasi ........ 58

Lampiran 14. Jumlah amonium sulfat padat yang ditambahkan

ke dalam larutan untuk memberikan kejenuhan akhir

pada 0oC ........................................................................... 64

Page 13: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekuatan ekonomi Indonesia berbasis kekayaan alam masih perlu

ditingkatkan lagi. Keragaman alam baik mikroba, tumbuhan maupun hewan

belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini perlu menjadi perhatian serius

bila ingin menjadikan Indonesia dapat bersaing di kancah perdagangan

internasional. Indonesia yang mengandalkan pergerakan ekonomi dari bidang

tambang, migas, dan industri manufaktur tidak terlalu berpengaruh banyak

pada penambahan kesejahteraan masyarakat secara luas. Bahkan kebijakan

pembangunan ekonomi yang tidak bersandar pada pemberdayaan sumber

daya alam terbarukan (renewable resource) ini menyebabkan keterpurukan

perekonomian Indonesia selama beberapa tahun selain mengakibatkan

kerusakan alam yang parah.

Indonesia sebagai salah satu negara megabiodiversity memiliki sumber

bahan baku terbarukan yang besar, baik dalam jumlah maupun jenisnya.

Potensi inilah yang perlu dikembangkan dengan memanfaatkan bahan baku

terbarukan tersebut menjadi produk-produk baru yang mempunyai nilai

tambah lebih tinggi, terutama dari segi harga dan nilai kompetitifnya

(Masduki, 2004).

Sejumlah industri berbasis bioteknologi konvensional yang

memanfaatkan bahan baku terbarukan di Indonesia telah berkembang.

Permasalahannya adalah daya saingnya masih perlu ditingkatkan lagi melalui

penerapan teknologi yang lebih tepat dan efisien. Masih perlu dikembangkan

lagi industri yang berbasis bioteknologi modern untuk memanfaatkan potensi

sumber bahan baku terbarukan yang ada (Masduki, 2004).

Berdasarkan pernyataan di atas rasanya tepat untuk mengubah arah

industri Indonesia dari industri berbasis sumber daya alam tidak terbarukan

menjadi bioindustri. Salah satu bioindustri yang menjanjikan keuntungan

besar adalah industri enzim. Pengguna utama enzim adalah industri pangan

Page 14: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

(45 %), deterjen (34 %), tekstil (11 %), kulit (3 %), pulp dan kertas (1,5 %)

serta bidang diagnostik dan medis (5,5 %) (Suhartono, 2000). Industri enzim

dunia saat ini didominasi oleh enzim protease yaitu sekitar 70 % dari total

penjualan enzim dunia (Masduki, 2004).

Protease sangat berperan terutama dalam industri pangan, deterjen dan

kulit. Industri raksasa yang menguasai pangsa pasar 40 % protease tercatat

adalah kelompok Novo (Denmark) dan diikuti dengan Gist Brocades/DSM

(Belanda) yang bekerja sama dengan Genencor Internasional (Amerika)

dengan pangsa pasar sekitar 30 % (Suhartono, 2000).

Protease yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus megaterium MS 961

belum pernah dilakukan tahapan pemurnian. Pemurnian enzim adalah usaha

untuk mendapatkan enzim murni dengan konsentrasi yang lebih tinggi.

B. Tujuan penelitian

Mengkaji perlakuan pemurnian protease ekstraselular Bacillus megaterium

MS961 yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu terdiri dari ultrafiltrasi,

presipitasi dan kromatografi penukar ion, sebagai awal dari penelitian

selanjutnya mengenai karakterisasi enzim.

Page 15: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PROTEASE

Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim bekerja

dengan urutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang

menguraikan molekul nutrien, yaitu reaksi yang menyimpan dan mengubah

energi kimiawi, serta membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana

(Lehninger,1988).

Sumber enzim adalah organisme hidup : tanaman, hewan dan mikroba,

karena fungsi alamiah enzim adalah sebagai katalisator di dalam reaksi

kehidupan. Walaupun demikian, enzim dari mikroba mempunyai kecenderungan

lebih banyak dipakai saat ini disebabkan beberapa alasan antara lain adalah

kemudahan pertumbuhan, produktivitas yang tinggi, sifat yang dapat diubah ke

arah yang lebih menguntungkan dan berkembangnya pengetahuan mengenai

teknik fermentasi, mutasi dan rekayasa genetik (Suhartono, 1989).

Salah satu enzim yang dihasilkan oleh mikroba adalah protease. Berbagai

jenis bakteri seperti Bacillus, Pseudomonas, Clostridium, Proteus dan Seratia

merupakan penghasil enzim protease yang cukup potensial (Suhartono, 1989).

Menurut Nomenclatur Committee of The International Union of

Biochemistry and Molecular Biology, protease diklasifikasikan ke dalam kelas

hidrolase yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi hidrolisis dengan

subkelompok 4 (khusus enzim yang bekerja pada ikatan peptida) (Suhartono,

1989). Protease juga digolongkan menjadi proteinase dan peptidase, peptidase

ditujukan bagi protease pemecah peptida sedangkan proteinase berfungsi untuk

mengkatalis hidrolisis molekul protein menjadi fragmen-fragmen besar (Muchtadi

et al.,1992 dan Suhartono, 1989).

Page 16: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Tabel 1. Divisi dari subgrup peptidase dan proteinase: subgrup 3.4-peptida

hidrolase

(Sadana, 1991)

Enzim protease berdasarkan letak pengeluarannya dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu protease ekstraselular dan protease intraselular. Protease

ekstraselular diperlukan makhluk hidup untuk menghidrolisis nutrisi protein

menjadi peptida kecil dan asam amino, sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan

oleh sel. Protease intraselular bertanggung jawab terhadap degradasi proteolitik

secara cepat dan tidak dapat balik bagi protein sel yang fungsinya tidak

diperlukan lagi, atau protein abnormal yang tidak bermanfaat bahkan

mengganggu metabolisme sel (Suhartono, 2000).

Penggolongan protease lainnya adalah berdasarkan data deret asam amino

enzim (atau data nukleotida gen penyandinya) yang mengarah kepada hubungan

evolusi dan struktur enzim. Klasifikasi ini sangat penting, mengingat kemiripan

struktur enzim di dalam keluarga yang sama, biasanya mencerminkan kemiripan

dalam hal mekanisme katalitik dan sifat-sifat lain bahkan fungsi hayatinya (Rao et

al., 1998).

Bilangan EC Nama yang direkomendasikan

3.4.11 α-Aminopeptide hidrolase

3.4.13 Dipeptide hidrolase

3.4.15 Peptidil dipeptida hidrolase

3.4.16 Serin karboksipeptidase

3.4.17 Metalo karboksipeptidase

3.4.21 Serin proteinase

3.4.22 Thiol proteinase

3.4.23 Karboksil (asam)proteinase

3.4.24 Metaloproteinase

3.4.99 Proteinase yang tidak diketahui mekanisme katalitiknya

Page 17: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Menurut Rao et al. (1998), protease dapat pula dikelompokkan

berdasarkan pH kerjanya yang terbagi tiga bagian, yaitu protease asam, netral dan

alkalis. Pengelompokkan ini ditemukan sejalan dengan ditemukannya tingkat

homologi deret gen penyandi dan deret asam amino yang menyusun enzim.

Kelompok protease asam terdiri dari protease aspartat dan beberapa

protease sistein atau metaloprotease yang memiliki pH optimum antara 2 sampai

6. Protease netral aktif pada kisaran pH netral. Kelompok ini termasuk protease

sistein, metaloprotease dan beberapa protease sistein (Rao et al.,1998). Protein

alkalis ditemukan aktif pada pH antara 8-13 dan banyak yang termasuk ke dalam

golongan protease serin subtilisin (Neurath, 1989)

Menurut Rao et al. (1998), protease dimanfaatkan untuk pengolahan

seperti dalam industri susu, pembuatan roti, industri pengolahan kedelai,

penghilangan rasa pahit dari hasil hidrolisis protein dan untuk pembuatan pemanis

buatan rendah kalori. Selain itu, protease juga digunakan pada industri deterjen

dan pada bidang kesehatan serta industri kulit, sebagai agensia untuk melepaskan

rambut.

B. FILTRASI MEMBRAN

Filtrasi secara sederhana didefinisikan sebagai pemisahan materi partikulat

dalam suatu campuran dengan cara pengaliran umpan melalui suatu membran

yang dapat menahan partikulat yang memiliki molekul lebih besar dari ukuran

pori membran (Gutman, 1987).

Page 18: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Gambar 1. Mekanisme kerja membran (Neligan , 2005)

Dibandingkan dengan metode pemisahan lain seperti destilasi dan

presipitasi, filtrasi membran memiliki beberapa keunggulan. Menurut Gutman

(1987) ada beberapa keuntungan filtrasi membran, yaitu:

1. Biaya operasi rendah. Proses membran membutuhkan lebih sedikit energi

dibandingkan dengan proses evaporasi, misalnya. Disamping itu proses

membran mudah diotomatisasi dan dikontrol sehingga membutuhkan sedikit

tenaga kerja.

2. Perolehan produk tinggi. Proses membran merupakan proses pemisahan yang

bersih dan relatif sedikit menimbulkan kerusakan pada produk.

3. Pertimbangan peralatan, proses membran dapat digandakan skalanya dengan

mudah dan dipasang lebih cepat.

Ada beberapa jenis pemisahan dengan menggunakan membran, dua

diantaranya adalah mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Mikrofiltrasi (MF) menghasilkan

sebuah proses pemisahan dengan menggunakan membran yang mirip dengan

ultrafiltrasi tetapi dengan ukuran pori yang lebih besar yang dapat melewatkan

partikel yang berukuran 0,1 hingga 10µm (Neligan, 2005) dan bertujuan untuk

menghilangkan keseluruhan sel maupun potongan sel dari larutan (Walsh, 2002).

Konfigurasi sistem pemisahan membran yang digunakan adalah aliran silang

(Neligan, 2005).

Gambar 2. Konfigurasi sistem aliran silang

Ultrafiltrasi (UF) dirancang sebagai proses pemisahan dengan

menggunakan membran dengan pori berukuran 5. 10-2 μm – 5 μm, dijalankan

dengan menggunakan perbedaan tekanan. Pemisahan komponen-komponen

cairan didasarkan atas ukuran dan strukturnya. Konfigurasi sistem filtrasi

membran yang biasa digunakan adalah aliran silang (Neligan, 2005).

Page 19: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Fouling merupakan fenomena yang sering terjadi pada pemisahan

membran. Fouling adalah proses terkumpulnya komponen-komponen secara tetap

sebagai akibat proses filtrasi itu sendiri (Cheryan, 1986). Menurut Henry (1988)

fouling yang timbul dapat mengakibatkan terjadinya penurunan fluks dan

perubahan selektivitas.

Fenomena lain yang sering terjadi adalah polarisasi konsentrasi. Polarisasi

konsentrasi terjadi akibat ketidakseimbangan mekanisme konveksi dan

mekanisme difusi. Akibatnya terjadi penurunan fluks dan efektivitas tekanan

transmembran (Cheryan, 1986).

Menurut Cheryan (1986) pengaruh fouling dan polarisasi konsentrasi

dapat dikurangi dengan mengontrol kondisi operasi seperti suhu, tekanan dan

kecepatan aliran silang. Teknik aliran silang merupakan teknik dengan arah aliran

umpan sejajar dengan permukaan membran. Aliran aliran silang ini dapat

memperkecil pengaruh fouling atau pembentukan lapisan endapan material pada

permukaan membran (Cheryan, 1986).

C. PRESIPITASI

Presipitasi yang dikenal untuk memurnikan enzim bermacam-macam, antara

lain adalah presipitasi dengan pengaturan pH, peningkatan kekuatan ion,

penurunan kekuatan ion dan penggunaan pelarut organik. Presipitasi yang paling

banyak digunakan adalah dengan peningkatan kekuatan ion atau lebih dikenal

dengan nama salting out (Harris dan Angal, 1989).

Kelarutan suatu protein tergantung pada konsentrasi garam dalam larutan.

Konsentrasi garam ini diperlukan untuk menimbulkan efek salting out pada

pemurnian enzim. Salting out adalah fenomena pengendapan protein akibat

adanya kelebihan garam (Wang, 2005).

Banyak jenis garam yang telah digunakan untuk pemurnian dan pemisahan

protein melalui salting out. Amonium sulfat merupakan garam yang paling

dikenal dan paling banyak digunakan dalam metode pemurnian dan pemekatan

enzim, khususnya dalam skala laboratorium. Amonium sulfat merupakan pilihan

Page 20: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

yang tepat dan efektif karena kelarutannya yang tinggi, murah, rendahnya

toksisitas terhadap sebagian besar enzim dan mempunyai efek menstabilkan pada

beberapa enzim (Chaplin, 2004).

Dua tata cara salting out yang umum digunakan. Pertama, larutan garam

jenuh ataupun kristal garam bubuk secara perlahan ditambahkan ke dalam

campuran protein untuk meningkatkan konsentrasi garam didalam konsentrasi

campuran. Protein yang mengendap dikumpulkan dan dikelompokkan

berdasarkan konsentrasi larutan garam pada saat terbentuk. Pengumpulan

sebagian produk yang terpisah ini dinamakan fraksinasi. Fraksi protein yang

dikumpulkan selama tahap-tahap awal penambahan garam lebih sedikit dapat

larut dibandingkan fraksi yang dikumpulkan kemudian (Wang, 2005).

Bila metode pertama hanya menjelaskan penggunaan peningkatan

konsentrasi garam, metode alternatif berikutnya menggunakan pengurangan

konsentrasi garam. Pada metode alternatif ini, sebanyak mungkin protein harus

dapat diendapkan dengan cepat oleh konsentrasi larutan garam. Kemudian

rangkaian penurunan konsentrasi larutan amonium sulfat dingin digunakan untuk

mengekstrak komponen protein secara selektif, kebanyakan melarut pada

konsentrasi amonium sulfat yang lebih tinggi. Protein yang diekstraksi

dikristalkan kembali dan kemudian diperoleh kembali melalui pemanasan

bertahap larutan dingin menjadi suhu ruang (Wang, 2005).

D. KROMATOGRAFI PENUKAR ION

Kromatografi umumnya dilakukan untuk memisahkan komponen-

komponen zat di dalam bahan yang terikat satu sama lain. Pada dasarnya analisis

ini terdiri dari dua sistem yaitu fase tetap (stationary phase) dan fase bergerak

(mobile phase). Fase tetap berguna untuk mengikat komponen zat, sedangkan fase

bergerak berguna untuk mengangkut komponen zat lain yang tidak terikat. Oleh

karena adanya sistem pengangkutan dan sistem pengikatan ini, maka suatu

komponen zat dapat dipisahkan dari komponen lainnya (Suhartono, 1989).

Page 21: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Empat kromatografi yang sudah dikenal dan banyak digunakan, yaitu

kromatografi kertas, kolom dan lapis tipis dengan pelarut cair sebagai fase

bergerak serta kromatografi gas dengan fase bergerak dalam bentuk gas. Pada

penelitian ini kromatografi yang digunakan adalah metode penukar ion.

Menurut Lehninger (1988), kromatografi penukar ion merupakan metode

yang paling banyak dipergunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan

menghitung jumlah tiap-tiap asam amino di dalam suatu campuran. Kromatografi

penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas molekul bermuatan di dalam

larutan senyawa tidak reaktif yang berfungsi sebagai pengisi kolom yang

bermuatan berlawanan. Golongan senyawa ini merupakan polimer yang bersifat

elastik, yang mengandung kerangka resin sintetik (Suhartono, 1989).

Beberapa dari 20 asam amino yang membangun blok protein memiliki

rantai sisi yang bermuatan. Pada pH 7,0; asam aspartat dan asam glutamat secara

keseluruhan memiliki muatan negatif berada pada sisi kelompok asam, sedangkan

lisin, arginin dan histidin memiliki muatan positif berada pada sisi kelompok

basa. Akibatnya, molekul protein memiliki muatan positif dan negatif, secara

garis besar disebabkan kehadiran beragamnya jumlah kelima asam amino (Walsh,

2002).

Proses yang terjadi selama pertukaran ion secara umum dilakukan dalam

empat tahap. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 3.

Page 22: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Tahap I Tahap II Tahap III Tahap 4

Gambar 3. Pemisahan protein dengan prinsip kromatografi penukar ion

(http://www.chromatography.amershambiosciences.com)

Tahap pertama adalah tahap penyeimbangan, pada tahap ini larutan

penyangga A dipompa melalui kolom hingga pH dan konsentrasi garam mencapai

kondisi yang diinginkan. Selanjutnya adalah tahap aplikasi dan penyerapan

contoh. Pada tahap tersebut, molekul terlarut membawa muatan yang sesuai untuk

menggantikan penukar ion dan mengikat secara dapat balik kepada gel. Senyawa

yang tidak terikat akan tercuci keluar menggunakan larutan penyangga awalan

(Amersham Pharmacia Biotech).

Tahap ketiga adalah elusi gradien, senyawa dihilangkan dari kolom

dengan mengubah kepada kondisi elusi yang tidak cocok untuk ikatan ion

molekul terlarut. Tahap ini dicapai dengan meningkatkan gradien konsentrasi

garam dan molekul terlarut tadi dikeluarkan dari kolom menurut kekuatan

pengikatannya. Menurut Winarno (1997), ion Na+ berkompetisi dengan protein

untuk berikatan dengan gugus pada kolom dan secara bertahap ion Na+ mengganti

kedudukan protein.

Tahap terakhir sistem kromatografi ion ini adalah regenerasi, yaitu

komponen bermuatan yang masih terdapat dalam kolom dicuci keluar sehingga

kondisinya kembali seperti semula (Amersham Pharmacia Biotech).

Page 23: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

E. AKTIVITAS ENZIM

Reaksi kimia dapat menentukan aktivitas enzim secara kualitatif yaitu

dengan substrat yang dapat dikatalisis oleh enzim tersebut dan secara kuantitatif

ditentukan dengan mengukur laju reaksi tersebut. Hal tersebut mengakibatkan

jumlah enzim lebih banyak dinyatakan dalam bentuk aktivitas enzim dan

dinyatakan dalam satuan atau unit enzim (Winarno, 1986).

Aktivitas spesifik enzim adalah suatu ukuran kemurnian enzim, nilainya

meningkat selama pemurnian suatu enzim dan menjadi maksimum dan tetap

(konstan) jika enzim sudah berada dalam keadaan murni (Lehninger, 1988).

Aktivitas spesifik ini menyatakan jumlah satuan enzim per miligram protein.

Karena enzim terdiri atas protein, maka pengaruh-pengaruh berbagai

faktor terhadap protein juga berpengaruh terhadap enzim serta aktivitasnya.

Faktor-faktor tersebut antara lain suhu yang dapat menimbulkan denaturasi

protein dan pH yang berpengaruh terhadap muatan listrik protein. Umumnya

semakin tinggi suhu sistem, reaksi kimia akan berjalan semakin cepat, baik

dikatalis oleh enzim atau tidak (Suhartono, 1989).

Protein adalah zat yang bersifat amfoter, yang bermuatan positif dan

negatif, tergantung pada suasananya apakah terlalu asam atau basa. Jika

suasananya berada pada titik isoelektrik maka protein bermuatan netto nol, artinya

muatan negatif dan positif seimbang. Kebanyakan protein bermuatan nol pada pH

sekitar 4-5 dan pada pH tersebut protein paling mudah diendapkan (Dixon dan

Webb, 1958 yang dikutip oleh Sukarsa, 1978). Karena enzim-enzim terdiri atas

protein, muatan listriknya tergantung pada pH lingkungannya. Muatan listrik

enzim sangat menentukan aktivitasnya maka aktivitas juga dipengaruhi pH

lingkungannya (Conn dan Stumpf, 1972 dikutip oleh Sukarsa, 1978).

Page 24: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan
Page 25: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

III. BAHAN DAN METODOLOGI

A. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah larutan enzim protease kasar dari

bakteri Bacillus megaterium MS-961 yang belum dimurnikan. Bahan

diproduksi oleh Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat Pengkajian dan

Penerapan Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,

Puspiptek, Serpong, Tanggerang.

Untuk pengujian aktivitas enzim digunakan bahan NaOH, HCl, larutan

penyangga Tris-Cl, tirosin, CaCl2, asam trikloro-asetat, kasein ”Calbiochem”,

natrium karbonat, pereaksi folin ciocalteaue, dan air suling. Penentuan

kandungan protein menggunakan bahan-bahan Bovine Serum Albumin,

Coomasie Brilliant Blue G-250 (Merck), etanol dan asam fosfat . Pemurnian

enzim menggunakan bahan amonium sulfat, NaH2PO4, Na2HPO4, Tris, HCl

dan NaCl, matriks pengisi kolom kromatografi ”HiTrapTM desalting”, penukar

anion ”HiTrap Q FF” dan kation ”HiTrap CM FF”.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, pengaduk, pipet mikro,

tip pipet, gelas ukur, labu erlenmeyer, vorteks mixer, sentrifuse ”Hitachi”,

pemanas ”Heidolph”, pendingin, penggoyang ”Kuhner”, neraca analitik

”Sartorius”, spektrofotometer ”Pharmacia LKB”, ultrasonografi, sistem

ultrafiltrasi ”Milipore Minitan”, piranti kromatografi kolom jenis “Akta

Prime” (Amersham Biosciences, Swedia), pengaduk magnetik, dan penangas

air.

B. Metode Penelitian

Pemurnian enzim protease melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama

adalah memproduksi enzim protease bebas sel. Sel bakteri dipisahkan dari

Page 26: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

larutan fermentasi secara mikrofiltrasi. Tahapan kedua adalah pemurnian

secara ultrafiltasi, lalu dilanjutkan dengan presipitasi. Tahapan terakhir proses

pemurnian ini adalah kromatografi kolom yang menggunakan teknik

kromatografi penukar ion. Secara skematis metodologi penelitian ini dapat

dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Skema metode penelitian

Page 27: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

1. Produksi enzim protease kasar bebas sel

Produksi enzim dilakukan dalam fermentor LKB sebanyak 30 L.

Produksi ini dilakukan dengan menggunakan media 2 % tetes tebu dan 1 %

urea pada pH 7,5 dan suhu 37 oC. Sel bakteri dipisahkan dari larutan enzim

dengan menggunakan mikrofilter membran keramik serat berongga (ceramics

hollow fibre) dengan pori berukuran 0,01 μm.

P

permeate

Manometer

Pompa Flowmeter

Membran keramik seratberongga

Gambar 4. Skema proses peralatan mikrofiltrasi

2. Ultrafiltrasi

Membran ultrafilter yang digunakan dalam penelitian ini berukuran

30.000 Dalton molecular weight cut off (MWCO). Proses ultrafiltrasi akan

menggunakan membran tipe plat yang mempunyai luasan membran 60 cm2.

Tekanan yang diberikan sama untuk setiap perlakuan yaitu 100 kPa. Umpan

berasal dari permeate yang didapat dari proses mikrofiltrasi. Setiap penurunan

150 ml retentat yang terkumpul dicatat volume retentat tersisa, volume

permeat, unit aktivitas enzim dan kadar protein enzim, sedangkan permeat

dibuang. Fluks dicatat setiap sebelum proses ultrafiltrasi berlangsung.

Page 28: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Gambar 5. Skema proses peralatan ultrafiltrasi

3. Presipitasi bertingkat

a. Protease hasil ultrafiltrasi ditempatkan ke dalam labu erlenmeyer dan

dikondisikan suhunya menjadi 4 oC menggunakan balok es.

b. Penambahan larutan amonium sulfat 30 % (b/v) jenuh dilakukan dengan

pengadukan dan dituang sedikit demi sedikit ke dalam larutan protein.

Volume larutan amonium sulfat jenuh yang terbentuk dicatat. Proses

pengadukan membutuhkan waktu ± 60 menit, kemudian disimpan pada

suhu 4 oC selama semalam untuk menyempurnakan pengendapan.

c. Endapan yang dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000xg/15

menit. Endapan kemudian dipisahkan dari cairannya. Cairan yang tersisa

dicatat volumenya dan dilakukan presipitasi kembali dengan

menggunakan prosedur yang sama tetapi konsentrasi amonium sulfat yang

lebih tinggi. Jumlah amonium sulfat yamg ditambahkan berdasarkan

Lampiran 14. Konsentrasi amonium sulfat yang digunakan adalah 30 % -

70 % amonium sulfat jenuh.

d. Tiap contoh yang dihasilkan pada tahap ini diukur unit aktivitas enzim dan

kadar protein enzim.

Page 29: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

4. Kromatografi penukar ion

Ada dua tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan separasi

protein-protein dalam kromatografi kolom “Akta Prime”, yaitu penghilangan

garam-garam dengan menggunakan “Hi trap desalting” dan penukar ion. Laju

alir yang digunakan adalah 1 ml/menit.

Gambar 6. Alat kromatografi kolom “Akta Prime”

1. Penghilangan garam-garam

a. Penyiapan contoh

Contoh dilewatkan melalui filter berukuran 0,45 µm. Volume contoh

maksimal yang direkomendasikan dengan menggunakan kolom

kromatografi ”HiTrapTM desalting” berukuran 5 ml adalah 1,8 ml.

b. Penyiapan penyangga

Untuk memastikan hasil terbaik digunakan air dan bahan-bahan kimia

dengan kadar kemurnian tinggi. Hal ini bertujuan untuk menyaring

penyangga dengan melewatkannya melalui filter 0,45 µm sebelum

digunakan.

Penyangga (portal A1) : sodium fosfat 20 mM, NaCl 0,15 M, pH 7.

Sedikitnya 500 ml larutan penyangga disiapkan.

c. Pengaturan pemurnian

a) Pipa pemasukkan diletakkan pada portal A1 (8 katup portal) dan

portal B (2 katup portal) di dalam penyangga. Tiga pipa

Page 30: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

pengeluaran berwarna coklat diletakkan di dalam saluran

pembuangan.

b) Kolom antara portal 1 disambungkan pada katup injeksi (7 katup

portal dan saluran UV).

c) Rak pengumpul fraksi diisi dengan tabung 18 mm (min 25) dan

plat putih ditempatkan pada cabang fraksinasi yang berlawanan

dengan tabung pertama.

d) Contoh dihubungkan antara portal 2 dan 6 dengan katup injeksi

dengan putaran (loop) yang cukup besar bagi contoh. Bila

superloop dibutuhkan tambahan informasi yang dibutuhkan

tersedia dalam petunjuk untuk superloop.

e) Jarak diatur antara dua saluran pada pencatat ke IV dan kecepatan

hingga 10 mm/min.

d. Pendeteksian contoh

a) Pencatat diperiksa apakah diatur berdasarkan petunjuk dan siap

dioperasikan.

b) Volume contoh dimasukkan dan tekan OK untuk memulai

perhitungan/analisa.

2. Penukar ion

a. Penyiapan contoh

Contoh dilewatkan melalui filter berukuran 0,45 µm. Volume sampel

maksimal yang direkomendasikan dengan menggunakan kolom

berukuran 1 ml adalah 0,9 ml.

b. Penyiapan penyangga

Untuk memastikan hasil terbaik digunakan air dan bahan-bahan kimia

dengan kadar kemurnian tinggi. Hal ini bertujuan untuk menyaring

penyangga dengan melewatkannya melalui filter 0,45 µm sebelum

digunakan.

Penyangga (portal A1) : Tris-Cl 20 mM, NaCl 1 M, variasi pH 5,5;

6,0; 7,0; dan 8,0. Sedikitnya 500 ml larutan penyangga disiapkan.

Page 31: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

c. Pengaturan pemurnian

a) Pipa pemasukkan diletakkan pada portal A1 (8 katup portal) dan

portal B (2 katup portal) di dalam penyangga. Tiga pipa

pengeluaran berwarna coklat diletakkan di dalam saluran

pembuangan.

b) Kolom antara portal 1 disambungkan pada katup injeksi (7 katup

portal dan saluran UV).

c) Rak pengumpul fraksi diisi dengan tabung 18 mm (min 25) dan

plat putih ditempatkan pada cabang fraksinasi yang berlawanan

dengan tabung pertama.

d) Contoh dihubungkan antara portal 2 dan 6 dengan katup injeksi

dengan putaran (loop) yang cukup besar bagi contoh. Bila

superloop dibutuhkan tambahan informasi yang dibutuhkan

tersedia dalam petunjuk untuk superloop.

e) Jarak diatur antara dua saluran pada pencatat ke IV dan kecepatan

hingga 10 mm/min.

e. Pendeteksian contoh

a) Pencatat diperiksa apakah diatur berdasarkan petunjuk dan siap

dioperasikan.

b) Volume contoh dimasukkan dan tekan OK untuk memulai

perhitungan/analisa.

5. Penentuan Aktivitas Enzim

Aktivitas enzim diukur menggunakan metode Walter (1988)

dimodifikasi.

Page 32: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Tabel 2. Metode analisis aktivitas enzim proteasea

Pereaksi Contoh (μl) Blanko (μl) Standar (μl)

Kasein (1%) dalam larutan

penyangga Tris-Cl pH 8

400 400 400

Enzim dalam CaCl2 (2mM) 50 - -

Air suling - 50 -

Tirosin standar (5mM) - - 50

Inkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC

TCA (0.1 mol/l) 500 500 500

Enzim dalam CaCl2 (2

mmol/l)

- 50 50

Air suling 50 - -

Inkubasi selama 10 menit pada suhu 37oC dan dilanjutkan dengan

sentrifuse pada 4000 rpm selama 20 menit

Filtrat 400 400 400

Na2CO3 (0,15 mol/l) 2000 2000 2000

Pereaksi folin 400 400 400

Inkubasi selama 20 menit pada suhu 37 oC, kemudian dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm

a) Walter, 1988

Unit aktivitas enzim adalah jumlah enzim yang menghasilkan produk yang

setara dengan 1 μmol tirosin per menit pada suhu 37oC dan pH 8. Cara

menghitung unit aktivitas enzim adalah sebagai berikut. Setiap yang akan

dihitung unit aktivitasnya mempunyai nilai absorban untuk contoh, blanko,

dan standar masing-masing, dengan menggunakan rumus di bawah ini dapat

dihitung unit aktivitas dari enzim.

U= T

xPxAAAA

bst

bsp 11

1

−−

Page 33: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Keterangan :

U : unit aktivitas protease per ml per menit (U/ml/menit)

Asp : nilai absorbansi contoh

Ast : nilai absorbansi standar

Abl : nilai absorbansi blanko

P : faktor pengenceran

T : waktu inkubasi (menit)

6. Penentuan kadar protein (Bradford, 1976)

40 μl cairan ditambahkan 2 ml pereaksi Bradford (Lampiran 2),

kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Absorbansinya diukur

pada panjang gelombang 595 nm.

Standar yang digunakan adalah standar protein Bovine Serum Albumin

(BSA) dengan konsentrasi 0; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,7; 0,9 (Lampiran 3) dan 1

mg/ml, sedangkan blanko yang digunakan adalah air suling. Protein yang

diperoleh dinyatakan dalam satuan mg/ml.

7. Penentuan fluks

Fluks (J) adalah jumlah filtrat atau permeat (v) yang keluar per satuan

luas (A) per satuan waktu (t).

Perhitungan : fluks (J) = )(

)(Amembranluas

Qalirlaju

Page 34: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ULTRAFILTRASI

Ultrafiltrasi diterapkan untuk memisahkan enzim dari protein dan benda

pengotor yang tidak diharapkan dengan melewatkan melalui membran yang

memiliki ukuran pori 30 kD. Membran yang digunakan pada penelitian ini adalah

polisulfon yang mempunyai struktur unit difenil sulfon berulang. Kelompok

gugus -SO2 dalam polimer sulfon cukup stabil karena ketertarikan elektronik dari

resonansi elektron antara kelompok aromatik sampingnya (Cheryan, 1986).

Konfigurasi sistem filtrasi membran yang digunakan adalah aliran silang.

Sistem filtrasi ini mempunyai aliran retentat yang paralel dengan permukaan

membran dan permeat melintasi permukaan membran dengan bantuan tekanan.

Perlakuan ultrafiltrasi terdiri atas empat variasi laju alir, yaitu berturut-

turut 0,2 L/mnt; 0,3 L/mnt; 0,4 L/mnt dan 0,5 L/mnt dengan tekanan konstan

sebesar 100 kPa. Berdasarkan data hasil pengamatan (Lampiran 8) pada tingkat

pemekatan ke-9 diperoleh bahwa kadar protein tertinggi dihasilkan oleh laju alir

0,4 L/mnt yaitu 0,6765 mg/ml dan kadar protein terendah dihasilkan oleh laju alir

0,2 L/mnt yaitu sebanyak 0,5466 mg/ml.

Page 35: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

0,00000,10000,20000,30000,40000,50000,60000,70000,8000

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0

Tingkat pemekatan (x)

Kada

r pro

tein

(mg/

ml)

Q:0,2 L/min Q :0,3 L/min Q:0,4 L/min Q:0,5 L/min

Gambar 9. Grafik kadar protein ultrafiltrasi

Gambar 9 menampilkan terjadinya peningkatan kadar protein selama

pemekatan berlangsung. Berdasarkan uji T yang dilakukan (Lampiran 11)

dihasilkan kesimpulan bahwa pada laju alir 0,2 L/mnt, 0,3 L/mnt, 0,4 L/mnt dan

0,5 L/mnt terjadi peningkatan kadar protein yang berbanding lurus dengan tingkat

pemekatan. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pemekatan semakin tinggi pula

kadar protein yang dihasilkan.

Keadaan tersebut diakibatkan tingginya laju alir dapat meningkatkan nilai

gaya gunting pada permukaan membran sehingga cenderung menghilangkan

endapan material dan akibatnya menurunkan tahanan hidrolik lapisan fouling

(Cheryan, 1986). Kecepatan aliran silang yang tinggi juga dimaksudkan untuk

membantu dalam proses pembersihan (Porter, 1990), sehingga fungsi membran

untuk memisahkan protein dari bahan yang tidak diinginkan menjadi lebih efektif.

Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,2

L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan tidak berpengaruh nyata

pada kadar protein. Tetapi, bila dilihat dari data hasil penelitian (Lampiran 8)

Page 36: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

tingkat pemekatan 10x (0,5466 mg/ml) menghasilkan nilai yang lebih besar dari

tingkat pemekatan lainnya.

Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,3

L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan berpengaruh nyata pada

protein dengan tingkat pemekatan 3,3x, 5x dan 10x. Tingkat pemekatan 10x

(0,5999 mg/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan 3,3x

(0,3591 mg/ml) dan 5x (0,4513 mg/ml).

Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,4

L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan berpengaruh nyata pada

protein dengan tingkat pemekatan 3,3x, 5x dan 10x. Tingkat pemekatan 10x

(0,6765 mg/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan 3,3x

(0,3351 mg/ml) dan 5x (0,4666 mg/ml).

Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,5

L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan 5x dan 10x berpengaruh

nyata pada protein. Menurut data yang dihasilkan tingkat pemekatan 10x (0,5786

mg/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan 5x (0,4406

mg/ml).

Menurut hasil uji lanjut yang dilakukan terlihat kecenderungan yang

hampir sama antara perlakuan laju alir satu dan lainnya. Tingkat pemekatan yang

berpengaruh nyata pada kadar protein cenderung berada pada tingkat pemekatan

5x dan 10x. Hal ini disebabkan makin selektifnya membran terhadap molekul

yang melewatinya.

Komponen lain yang menentukan tingkat kemurnian adalah nilai aktivitas

enzim spesifik. Nilai aktivitas spesifik enzim merupakan hasil pembagian nilai

aktivitas enzim dengan total kadar protein. Menurut data hasil pengamatan

(Lampiran 8) didapatkan nilai aktivitas enzim protease spesifik tertinggi sebanyak

0,1597 U/mg yang dihasilkan oleh laju alir 0,4 L/mnt pada tingkat pemekatan ke-

1. Nilai aktivitas enzim spesifik terendah dihasilkan oleh laju alir 0,4 L/mnt, yaitu

sebanyak 0,0218 U/mg pada tingkat pemekatan 10 x.

Page 37: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

0,000,020,040,060,080,100,120,140,160,18

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0Tingkat pemekatan (x)

aktiv

itas

enzi

m s

pesi

fik (U

/mg)

Q: 0,2 L/min Q: 0,3 L/min Q: 0,4 L/min Q: 0,5 L/min

Gambar 10. Grafik aktivitas enzim spesifik ultrafiltrasi

Gambar 10 menunjukkan aktivitas spesifik enzim cenderung menurun

pada setiap perlakuan tingkat pemekatan. Hasil uji T yang dilakukan (Lampiran

11) menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik antara aktivitas enzim

dan tingkat pemekatan. Hal ini berarti aktivitas enzim spesifik menurun seiring

dengan meningkatnya tingkat pemekatan.

Penurunan aktivitas enzim spesifik pada laju alir 0,4 L/mnt sangat besar,

hal ini menunjukkan bahwa kecepatan aliran tersebut tidak baik terhadap

kestabilan enzim. Kondisi yang paling baik untuk menjaga kestabilan enzim

ditunjukkan pada grafik laju alir 0,3 L/mnt (Gambar 10). Hal ini dilihat dari

besarnya penurunan aktivitas enzim dari contoh sebelum mengalami perlakuan

ultrafiltrasi dan setelah proses ultrafiltrasi selesai pada laju alir 0,3 L/mnt lebih

rendah dari perlakuan laju alir lainnya yaitu sebesar 0,00335 U/mg. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa kecepatan aliran pada perlakuan pemekatan laju

alir 0,3 L/mnt tidak menyebabkan tingkat kerusakan yang terlalu tinggi terhadap

aktivitas biologis enzim dibandingkan dengan perlakuan laju alir lainnya.

Semakin tinggi tingkat pemekatan maka viskositas cairan semakin

meningkat sehingga kemungkinan timbulnya gesekan antar molekul semakin

Page 38: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

besar. Menurut Wenten (2003) tegangan gaya gunting yang terdapat pada saluran

aliran maupun pada pori jalan masuk memiliki efek yang signifikan pada proses

denaturasi protein. Terjadinya denaturasi menghancurkan semua susunan struktur

protein, kecuali struktur primer, dan merusak aktivitas biologinya (Murray et al.,

1996). Oleh karena itu, aktivitas enzim yang dihasilkan pada setiap tingkat

pemekatan cenderung menurun.

Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,2

L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan tidak berpengaruh nyata

pada aktivitas spesifik enzim. Tetapi, bila dilihat dari data hasil penelitian tingkat

pemekatan 1,1x (0,1062 U/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat

pemekatan lainnya.

Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,3

L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan berpengaruh nyata pada

aktivitas enzim dengan tingkat pemekatan 10x. Perlakuan laju alir 0,3 L/mnt

menunjukkan derajat penurunan yang nyata seiring dengan tingkat pemekatan.

Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,4

L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan berpengaruh nyata pada

aktivitas enzim dengan tingkat pemekatan 1,1x dan 1,3x. Tingkat pemekatan ke-1

(0,1597 U/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan ke-2

(0,1016 U/ml).

Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,5

L/mnt menunjukkan tingkat pemekatan tidak berpengaruh nyata pada aktivitas

enzim spesifik. Tetapi, menurut data yang dihasilkan (Lampiran 8) tingkat

pemekatan ke-3 (0,0919 U/ml) menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari tingkat

pemekatan lainnya.

.

B. PRESIPITASI

Presipitasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Salting

Out. Garam netral yang digunakan adalah amonium sulfat ((NH4)2SO4). Metode

ini umumnya bersifat lebih dapat balik dibandingkan presipitasi menggunakan

Page 39: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

presipitasi menggunakan pelarut (Anonim, 2002). Protein presipitat biasanya

tidak terdenaturasi dan aktivitasnya diperbaiki selama pelarutan pelet kembali

pelet. Selain itu, garam-garam ini dapat menstabilkan protein melawan denaturasi,

proteolisis ataupun kontaminasi bakteri (Harris dan Angal, 1989).

Gambar 11. Hasil presipitasi bertingkat

Penambahan garam dilakukan secara bertingkat dengan konsentrasi

penambahan 30–70%. Hal ini dilakukan karena protein yang terdapat dalam

larutan bermacam-macam sehingga kondisi yang diperlukan untuk

mengendapkannya pun berbeda. Berturut-turut dari ependorf A hingga ependorf E

(Gambar 11) yaitu hasil presipitasi dengan penambahan kadar amonium sulfat

30%; 30 - 40%; 40 - 50%; 50 – 60% dan 60 – 70%.

Berdasarkan data hasil penelitian (Lampiran 9) diperoleh kadar protein

presipitat paling tinggi diperoleh pada tingkat amonium sulfat 60–70%, yaitu

sebesar 5,873 mg/ml. Kadar protein presipitat terendah didapat pada kadar

amonium sulfat 40–50 %, yaitu sebesar 0,014 mg/ml.

Page 40: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

30% 30-40% 40-50% 50-60% 60-70%kadar amonium sulfat

kada

r pro

tein

(mg/

ml)

-0,005

0,000

0,005

0,010

0,015

0,020

0,025

Aktiv

itas

enzi

m

spes

ifik(

U/m

g)

kadar protein

aktiv itas enzim

Gambar 12. Grafik kadar protein dan aktivitas enzim spesifik presipitat

Penambahan garam menyebabkan terjadinya peningkatan kekuatan ion

dalam larutan dapat menyebabkan penurunan efek penolakan dari muatan yang

serupa diantara molekul-molekul protein yang identik (Chaplin, 2004). Hal ini

juga menurunkan gaya melarut yang berada di sekeliling permukaan molekul

protein. Protein yang mengendap dengan penambahan kadar garam 30%

merupakan protein yang memiliki gaya menolak antar muatan serupa yang lebih

rendah dibandingkan protein yang mengendap dengan penambahan konsentrasi

garam lebih tinggi.

Menurut Chaplin (2004), protein hidrofobik akan mengendap pada

konsentrasi garam yang lebih rendah dibandingkan protein hidrofilik. Hal ini

berarti protein yang mengendap pada kadar amonium sulfat 30% lebih bersifat

hidrofobik dibandingkan protein yang mengendap pada konsentrasi garam 60 –

70%. Kelompok hidrofobik biasanya terdapat di lapisan dalam protein, tetapi

beberapa diantaranya ada yang berlokasi di permukaan, biasanya dalam kelompok

kecil. Kelompok hidrofobik ini dapat bergabung dengan kelompok hidrofobik

lainnya membentuk kelompok yang besar hingga terbentuklah endapan (Harris

dan Angal, 1989).

Page 41: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Berdasarkan uji T (Lampiran 11) yang dilakukan terdapat kesimpulan

bahwa penambahan kadar amonium sulfat tidak berhubungan dengan kadar

protein yang dihasilkan. Protein yang mengendap karena penambahan amonium

sulfat lebih dipengaruhi oleh sifat permukaan molekul protein. Semakin banyak

wilayah hidrofobik pada permukaan molekul protein maka semakin banyak

protein yang mengendap pada penambahan amonium sulfat paling sedikit.

Gambar 12 memperlihatkan aktivitas enzim protease tertinggi didapatkan

pada kadar amonium sulfat 50 - 60 % yaitu sebanyak 0,02031 U/ml, sedangkan

fraksi terendah diperoleh pada kadar ammonium 40 – 50 % yaitu bernilai 0,000

U/ml. pH rendah dapat menyebabkan pengendapan protein secara isoelektrik

dimana muatan bersih dari molekul bernilai nol. Pada kondisi presipitasi ini, basa

amonia yang digunakan bersifat lebih lemah daripada sulfat yang bersifat asam

kuat sehingga menghasilkan pH sekitar 5,3 (Anonim, 2002). Dengan demikian,

enzim protease lebih efektif difraksinasi pada kondisi kadar ammonium sulfat

lebih tinggi karena lebih banyak konsentrasi ammonium sulfat menyebabkan pH

menjadi lebih rendah sehingga mempermudah enzim membentuk endapan.

Kadar protein yang tinggi tidak berarti memiliki kandungan enzim

protease tertinggi. Gambar 12 juga menampilkan peningkatan kadar protein

selama presipitasi berlangsung tidak mengakibatkan peningkatan aktivitas enzim

spesifik. Protein yang mengendap tersebut tidak hanya mengandung enzim

protease tetapi juga terdapat protein enzim lainnya atau bahkan protein non enzim

yang terukur ketika melakukan analisis kadar protein.

C. KROMATOGRAFI PENUKAR ION

Enzim memiliki muatan dalam larutan, tergantung pada pH, struktur dan

titik isoelektriknya. Dalam larutan yang memiliki pH di bawah titik

isoelektriknya, enzim tersebut akan memiliki muatan positif dan terikat pada

penukar kation, sedangkan di dalam larutan yang memiliki pH di atas titik

isoelektriknya, enzim akan bermuatan negatif dan berikatan dengan penukar

Page 42: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

anion (Chaplin, 2004). Prinsip ini yang mendasari penggunaan kromatografi

penukar ion.

Page 43: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

(a)

Page 44: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

(b)

Gambar 13. Perbedaan daya ikat antara (a) penukar anion dan (b) penukar kation

( : UV; : konsentrasi garam)

Page 45: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Dua jenis penukar ion yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penukar

kation dan penukar anion. Penukar kation yang digunakan adalah karboksimetil

yang mempunyai gugus fungsional –O-CH2-COO-, sedangkan penukar anion

yang digunakan adalah amonium kuartener yang mempunyai gugus fungsional

O-CH2-CHOH-CH2-O-CH2-CHOH-CH2-N+(CH3)3. Berdasarkan nilai pKa

muatan ligan, amonium kuartener termasuk ke dalam penukar anion kuat.

Kekuatannya bukan didasarkan pada kekuatan pengikatan tetapi pada lebarnya

daerah ionisasi berdasarkan pH (Amersham pharmacia biotech). Penukar anion

ini berbasis agarose, yang merupakan polisakarida yang berasal dari rumput laut

yang dimurnikan. Agarose memiliki rantai polimerik agarobiosa disakarida (D-

galaktosa dan 3,6-anhidro-1-galaktosa) (Harris dan Angal, 1989) .

Protein bersifat amfolit, yang berarti protein memiliki muatan positif

maupun negatif, muatan positif dihasilkan dari ionisasi residu lisin dan arginin

sedangkan muatan negatif dihasilkan dari residu aspartat dan asam glutamat

(Rossomando, 1990). Gambar 13 menunjukkan bahwa protease lebih terikat pada

penukar anion (a) dibandingkan dengan penukar kation (b). Hal ini berarti

kandungan residu aspartat dan asam glutamatnya lebih besar sehingga

menghasilkan muatan negatif.

Proses pengikatan berlangsung secara dapat balik dan kekuatannya

ditentukan oleh pH dan kekuatan ion larutan serta struktur dari enzim dan penukar

ion. Penelitian ini dilakukan optimasi terhadap pH yang digunakan untuk

memisahkan molekul-molekul protein dengan variasi pH 5,5; pH 6,0; pH 7,0 dan

pH 8,0. pH yang dipilih harus tepat untuk menjaga kemampuan pengikatan, tetapi

sebaliknya, muatan protein dan penukar ion harus sesuai untuk menjaga kelarutan

protein tanpa garam dapat bersaing dengan protein untuk mendapatkan tempat

penukar ion (Chaplin, 2002).

Pada kromatografi penukar ion terjadi proses pemisahan yang didasarkan

pada substansi yang berbeda. Faktor yang membedakan substansi-substansi

tersebut adalah jenis muatan, kerapatan dan distribusi muatan pada permukaan

(Amersham pharmacia biotech). Jenis muatan mempengaruhi terhadap pengikatan

Page 46: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

protein kepada matriks, jenis muatan yang berbeda atau bahkan tidak bermuatan

menyebabkan protein menjadi tidak terikat dan ikut tercuci keluar sebelum

fraksinasi dilakukan. Semakin rapat muatannya semakin protein terikat kuat

kepada matriks dan akhirnya keluar paling akhir. Distribusi muatan juga

berpengaruh terhadap pemisahan, bila distribusinya muatan negatif menyebar luas

di permukaan maka daya ikat protein terhadap matriks juga semakin kuat.

Interaksi faktor-faktor pembeda itu dikontrol oleh kekuatan ion dan pH.

Kondisi pH yang tepat dapat menyebabkan protein yang memiliki perbedaan satu

muatan asam amino saja dapat dipisahkan. Gambar 14 memperlihatkan proses

pemisahan terbaik terjadi pada pH 6,0 yang membentuk dua puncak, sedangkan

pada perlakuan pH lainnya pemisahan tidak terjadi dengan baik.

Page 47: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

(a)

Page 48: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

(b)

Page 49: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

(c)

Page 50: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

(d)

Gambar 14. Perbedaan kemampuan pemisahan antara larutan penyangga (a) pH 8,0;

(b) pH 7,0; (c) pH 6,0 dan (d) pH 5,5 ( : UV; : konsentrasi garam)

Page 51: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Aktivitas enzim yang dihasilkan oleh kromatografi penukar ion pada pH

6,0 tidak terdapat pada seluruh kolom fraksinasi. Aktivitas enzim terdapat pada

fraksi ke-28 hingga ke-32, kemudian terdapat pula pada fraksi ke-44 hingga ke-

46. Aktivitas enzim protease tertinggi terdapat pada fraksi ke-28 yaitu 0,00325

U/ml.

Seluruh proses yang berlangsung kemudian dirangkum dalam sebuah tabel

pemurnian (Tabel 3). Tabel pemurnian merupakan gambaran dari kemurnian yang

dihasilkan oleh setiap tahapan proses pemurnian enzim protease, yaitu terdiri dari

ultrafiltrasi, presipitasi dan kromatografi penukar ion. Nilai kemurnian akhir

meningkat karena enzim yang didapatkan telah murni.

Tabel 3. Tingkat pemurnian enzim protease setiap tahapan proses

Vol.total (L)

Total protein (mg)

Aktivitas enzim (U)

Aktivitas spesifik enzim

(U/mg)

Tingkat pemurnian

(x) Enzim kasar 30 4572 355,5 0,0778 1 Ultrafiltrasi

(Q: 0,3L/mnt) 3 1799,7 60,3 0,0335 0,4

Presipitasi (%50-

60%) 0,008 38,464 0,7824 0,0203 0,6

Kromatografi

Penukar ion

(Penukar anion;

pH 6,0)

0,004 0,2 0,013 0,065 3,2

Page 52: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kondisi ultrafiltrasi yang paling baik dihasilkan pada laju alir 0,3 L/min

dengan tingkat pemurnian 0,4 kali. Perlakuan ultrafiltrasi tersebut meningkatkan

kadar protein tetapi menurunkan aktivitas enzim spesifik dari 0,0934 U/mg

menjadi 0,0335 U/mg. Presipitasi bertingkat terbaik diperoleh pada tingkat

penambahan amonium sulfat 50 – 60% jenuh dan merupakan perlakuan yang

terbaik dengan tingkat pemurnian 0,6 kali. Kromatografi penukar anion

merupakan matriks penukar ion yang paling sesuai dan pH yang paling sesuai

untuk mengikat dan memisahkan protein yang diinginkan adalah pH 6. Tingkat

pemurnian akhir yang didapatkan dari proses kromatografi penukar ion ini adalah

yang tertinggi yaitu 3,2 kali. Hal ini berarti kondisi pH dan matriks yang

digunakan sesuai untuk memurnikan enzim.

B. SARAN

Untuk penelitian lanjutan disarankan untuk mengamati parameter lain

pada saat proses ultrafiltrasi, misalnya variasi tekanan, ataupun kombinasi

parameter tersebut dengan laju alir, sehingga bisa didapatkan tingkat pemurnian

yang lebih tinggi tanpa menyebabkan penurunan aktivitas enzim.

Page 53: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan
Page 54: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 1. Persiapan pereaksi untuk analisis aktivitas enzim protease

1. Natrium hidroksida (0,1 mol/l)

NaOH 4 g dilarutkan di dalam 1000 ml H2O

2. Bufer Tris-Cl

Lihat lampiran 3.

3. Asam klorida

Asam klorida pekat (minimal 32%) 9.8 ml diencerkan menjadi 72 ml.

4. Larutan kasein

Kasein sebanyak 1 g disuspensikan dengan kira-kira 5 ml H2O di dalam gelas

piala 100 ml. Kemudian NaOH ditambahkan beserta 30 ml akuades serta

diaduk menggunakan pengaduk magnetic sampai kasein larut semua. Buffer

Tris-Cl pH 8 ditambahkan 5 ml dan pH-nya ditepatkan menjadi 8.0 dengan

menggunakan HCl. Sambil menambahkan HCl larutan diaduk agar tidak

tejadi endapan kasein. Kemudian volumenya ditepatkan menjadi 50 ml.

larutan buffer kasein ini disiapkan setiap hari.

5. Larutan tirosin standar

Pembuatan tirosin 5 mM dilakukan dengan menimbang L-tyrosine sebanyak

0,0453 g. Tirosin dilarutkan dalam akuades 20-30 ml,kemudian ditambahkan

1 tetes NaOH 10 M. Setelah larut seluruhnya, larutan tirosin dikondisikan

menjadi pH 8 dengan menambah HCl 0,1 N kemudian ditambah larutan

buffer pH 8 sampai 50 ml.

6. Kalsium klorida (0,12 M)

CaCl2 0,6659 g dilarutkan di dalam 50 ml akuades.

Page 55: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

7. Asam trikloroasetat (16,3 % b/v)

TCA sebanyak 16,3 g dilarutkan di dalam 1000 ml akuades.

8. Natrium karbonat (0,15 mol/l)

Na2CO3 sebanyak 16,3 g dilarutkan di dalam 1000 ml akuades.

9. Folin Ciocalteau

Larutan Folin komersial 30 ml dilarutkan dengan 495 ml akuades.

10. Larutan enzim

Larutan (7) 0,2 ml ditambahkan terhadap 1 ml enzim yang akan dianalisa.

Pengenceran sebesar 1,2 ini diperhitungkan dalam perhitungan aktivitas

enzim.

Page 56: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 2. Penetapan kadar protein metode Bradford (1976)

A. Pembuatan larutan Bradford

Coomasie brilliant blue G-250 (100 mg) dilarutkan dalam 50 ml etanol 95 %.

Tambahkan 100 ml asam fosfat 85 % (w/v) pada larutan tadi. Larutan yang

dihasilkan diencerkan sampai volume 1 L. Konsentrasi akhir reagensia adalah

0,01 % (w/v) Coomasie Brilliant Blue G-250, 4,7 % (w/v) etanol dan 8,5 %

(w/v) asam fosfat.

B. Prosedur pengujian protein (metode standar)

Larutan Bradford yang terbentuk diencerkan lima kali (satu bagian larutan

Bradford diencerkan dengan empat bagian aquades). Kurva standar ditentukan

dengan BSA pada konsentrasi beragam, terdiri dari 0; 0,1;0,2;0,4;0,6;0,7;0,9

dan 1 (mg/ml). Masing-masing konsentrasi diambil 40 μl dan dilarutkan

dalam 2 l larutan Bradford yang sudah diencerkan lima kali. Inkubasi pada

suhu ruang (± 28oC) selama 15 menit. Pengukuran dilakukan menggunakan

spektrofotometer dengan absorbansi 595 nm dalam selang waktu antara 2 – 60

menit. Berat protein diplot terhadap absorbansi dan menghasilkan kurva

standar.

Page 57: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 3. Kurva standar kadar protein

y = 2,1306x - 0,0462R2 = 0,9771

00,20,40,60,8

1

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6absorbansi (595 nm)

Kons

entra

si (m

g/m

l)

Konsentrasi (mg/ml) Absorbansi (595 nm)

0 0 0,1 0,056 0,2 0,153 0,4 0,245 0,6 0,276 0,7 0,368 0,9 0,422 1 0,484

Page 58: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 4. Pembuatan buffer Tris-Cl pH 8

Buffer Tris-Cl tersusun dari larutan Tris (hidrosimetil) amino metana dan larutan HCl

0,2 M. Larutan Tris (hidrosimetil) amino metana dibuat dengan menimbang senyawa

tersebut 24,2 g lalu melarutkannya dalam 1000 ml akuades. Larutan bufer diperoleh

dengan mencampurkan larutan tris dengan larutan HCl sampai pH 8.

Page 59: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 5. Spektrofotometer ”Pharmacia LKB”

Lampiran 6. Bioreaktor bervolume 30 L

Page 60: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 7. Modul ultrafiltrasi sistem aliran silang

A C D E

B

Keterangan :

A : Umpan

B : Pompa

C : Membran tipe plat

D : Manometer

E : Permeat

Page 61: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 8. Rekapitulasi data kadar protein (mg/ml), aktivitas enzim (U/ml) dan

aktivitas enzim spesifik (U/mg) hasil ultrafiltrasi

Tabel 1. Rekapitulasi data ultrafiltrasi (Q: 0,2 L/mnt)

Tingkat pemekatan

volume sampel

Aktivitas enzim (U/ml)

Kadar protein (mg/ml)

Aktivitas enzim spesifik (U/mg)

ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean 1,0 1500 0,0077 0,0125 0,0101 0,1733 0,117 0,1450 0,0447 0,0709 0,0698 1,1 1350 0,0097 0,0168 0,0133 0,1306 0,119 0,1248 0,0769 0,1443 0,1062 1,3 1200 0,0100 0,0174 0,0137 0,1424 0,154 0,1482 0,0859 0,1460 0,0923 1,4 1050 0,0165 0,0200 0,0182 0,1733 0,176 0,1748 0,1564 0,1541 0,1043 1,7 900 0,0163 0,0165 0,0164 0,1903 0,215 0,2025 0,0893 0,1764 0,0811 2,0 750 0,0149 0,0130 0,0139 0,2393 0,258 0,2489 0,0648 0,0605 0,0560 2,5 600 0,0148 0,0139 0,0144 0,2595 0,270 0,2649 0,0596 0,0538 0,0542 3,3 450 0,0100 0,0117 0,0109 0,2595 0,404 0,3320 0,0402 0,0434 0,0327 5,0 300 0,0147 0,0171 0,0159 0,3618 0,571 0,4662 0,0424 0,0424 0,0341

10,0 150 0,0140 0,0163 0,0151 0,5227 0,5706 0,5466 0,0320 0,0285 0,0277

Tabel 2. Rekapitulasi data ultrafiltrasi (Q: 0,3 L/mnt)

Tingkat pemekatan

volume sampel

Aktivitas enzim (U/ml)

Kadar protein (mg/ml)

Aktivitas enzim spesifik (U/mg)

ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean 1,0 1500 0,0150 0,0128 0,0139 0,1445 0,1530 0,1487 0,1038 0,0837 0,0934 1,1 1350 0,0115 0,0102 0,0108 0,1679 0,1562 0,1621 0,0687 0,0650 0,0669 1,3 1200 0,0120 0,0110 0,0115 0,1860 0,1658 0,1759 0,0645 0,0664 0,0654 1,4 1050 0,0141 0,0125 0,0133 0,2127 0,1860 0,1994 0,0664 0,0671 0,0667 1,7 900 0,0153 0,0136 0,0144 0,2255 0,2031 0,2143 0,0679 0,0667 0,0673 2,0 750 0,0185 0,0177 0,0181 0,2627 0,2404 0,2516 0,0705 0,0738 0,0721 2,5 600 0,0177 0,0161 0,0169 0,2787 0,2766 0,2777 0,0636 0,0582 0,0609 3,3 450 0,0248 0,0258 0,0253 0,3586 0,3597 0,3591 0,0691 0,0718 0,0704 5,0 300 0,0215 0,0250 0,0233 0,4641 0,4385 0,4513 0,0463 0,0570 0,0515

10,0 150 0,0191 0,0211 0,0201 0,5866 0,6132 0,5999 0,0326 0,0343 0,0335

Page 62: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Tabel 3. Rekapitulasi data ultrafiltrasi (Q: 0,4 L/mnt)

Tingkat pemekatan

volume sampel

Aktivitas enzim (U/ml)

Kadar protein (mg/ml)

Aktivitas enzim spesifik (U/mg)

ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean 1,0 1500 0,0087 0,0129 0,0108 0,1592 0,1370 0,1481 0,0544 0,0938 0,0726 1,1 1350 0,0195 0,0207 0,0201 0,1134 0,1381 0,1257 0,1720 0,1495 0,1597 1,3 1200 0,0099 0,0133 0,0116 0,0974 0,1306 0,1140 0,1014 0,1017 0,1016 1,4 1050 0,0105 0,0103 0,0104 0,1422 0,1466 0,1444 0,0736 0,0706 0,0720 1,7 900 0,0096 0,0121 0,0109 0,1784 0,1775 0,1779 0,0541 0,0684 0,0612 2,0 750 0,0118 0,0148 0,0133 0,2146 0,2116 0,2131 0,0550 0,0701 0,0625 2,5 600 0,0113 0,0128 0,0120 0,2476 0,2159 0,2317 0,0454 0,0592 0,0519 3,3 450 0,0116 0,0137 0,0126 0,3595 0,3107 0,3351 0,0322 0,0440 0,0376 5,0 300 0,0112 0,0134 0,0123 0,4831 0,4502 0,4666 0,0231 0,0298 0,0263

10,0 150 0,0143 0,0152 0,0148 0,6631 0,6899 0,6765 0,0215 0,0221 0,0218

Tabel 4. Rekapitulasi data ultrafiltrasi (Q: 0,5 L/mnt)

Tingkat pemekatan

volume sampel

Aktivitas enzim (U/ml)

Kadar protein (mg/ml)

Aktivitas enzim spesifik (U/mg)

ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean 1,0 1500 0,0127 0,0126 0,0126 0,1626 0,1733 0,1679 0,0784 0,0724 0,0753 1,1 1350 0,0119 0,0116 0,0118 0,1679 0,1988 0,1834 0,0711 0,0583 0,0642 1,3 1200 0,0083 0,0060 0,0072 0,1935 0,2116 0,2025 0,0429 0,0285 0,0354 1,4 1050 0,0204 0,0179 0,0192 0,1999 0,2169 0,2084 0,1019 0,0827 0,0919 1,7 900 0,0171 0,0142 0,0157 0,2105 0,2606 0,2356 0,0814 0,0545 0,0665 2,0 750 0,0180 0,0149 0,0164 0,2286 0,2713 0,2500 0,0787 0,0549 0,0658 2,5 600 0,0158 0,0124 0,0141 0,2808 0,2926 0,2867 0,0562 0,0423 0,0491 3,3 450 0,0119 0,0103 0,0111 0,3309 0,3373 0,3341 0,0361 0,0306 0,0333 5,0 300 0,0098 0,0087 0,0092 0,4108 0,4705 0,4406 0,0238 0,0184 0,0209

10,0 150 0,0163 0,0146 0,0154 0,5536 0,6036 0,5786 0,0294 0,0241 0,0266

Page 63: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 9. Rekapitulasi data kadar protein, aktivitas enzim dan akivitas enzim

spesifik hasil presipitasi

Kadar ammonium

sulfat

Aktivitas enzim (U/ml)

Kadar protein (mg/ml)

Aktivitas enzim spesifik (U/mg)

ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean

30% 0.00685 0.00693 0.00689 4.254 4.744 4.499 0,00161 0,00146 0,00154

30-40% 0.00308 0.00440 0.00374 0.627 0.523 0.575 0,00491 0,00842 0,00666

40-50% 0.00000 0.00000 0.00000 -0.012 0.040 0.014 0,00000 0,00000 0,00000

50-60% 0.08787 0.10772 0.09780 4.701 4.914 4.808 0,01869 0,02192 0,02031

60-70% 0.03945 0.06620 0.05283 6.576 5.170 5.873 0,00161 0,00146 0,00154

Lampiran 10. Rekapitulasi data fluks sebelum ultrafiltrasi dilakukan

perlakuan ulangan volume (ml)

waktu (detik)

laju alir (Q)

luas penampang

(cm2) fluks rata-rata

0,2 L/min, 1 kPa

1 10 27 0,370 60 0,006170,00642

2 10 25 0,400 60 0,006670,3 L/min, 1 kPa

1 10 28 0,357 60 0,00595 0,005952 10 28 0,357 60 0,00595

0,4 L/min, 1 kPa

1 10 25 0,400 60 0,00667 0,006542 10 26 0,385 60 0,00641

0,5 L/min, 1 kPa

1 10 22 0,455 60 0,00758 0,006762 10 28 0,357 60 0,00595

Page 64: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 11. Data perhitungan hasil uji T ultrafiltrasi dan presipitasi

Paired Samples Correlations Hasil Ultrafiltrasi (laju alir 0,2 L/min) N Korelasi Fhit

Pair 1 tingkat pemekatan & kadar protein

20 ,886 ,000

Pair 2 tingkat pemekatan & aktivitas enzim

20 ,155 ,515

Pair 3 tingkat pemekatan & aktivitas enzim spesifik

20 -,549 ,012

Paired Samples Correlations Hasil Ultrafiltrasi (laju alir 0,3 L/min) N Korelasi Fhit

Pair 1 tingkat pemekatan & kadar protein 20 ,913 ,000

Pair 2 tingkat pemekatan & aktivitas enzim 20 ,831 ,000

Pair 3 tingkat pemekatan & aktivitas enzim spesifik

20 -,738 ,000

Paired Samples Correlations Hasil Ultrafiltrasi (laju alir 0,4 L/min) N Korelasi Fhit

Pair 1 tingkat pemekatan & kadar protein 20 ,861 ,000

Pair 2 tingkat pemekatan & aktivitas enzim 20 -,038 ,875

Pair 3 tingkat pemekatan & akt enzim spesifik

20 -,788 ,000

Page 65: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Paired Samples Correlations Hasil Ultrafiltrasi (laju alir 0,5 L/min) N Korelasi Fhit

Pair 1 tingkat pemekatan & kadar protein

20 ,892 ,000

Pair 2 tingkat pemekatan & aktivitas enzim

20 ,064 ,790

Pair 3 tingkat pemekatan & aktivitas enzim spesifik

20 -,652 ,002

Paired Samples Correlations Hasil Presipitasi N Korelasi Fhit

Pair 1 perlakuan & kadar protein 10 ,410 ,240

Pair 2 perlakuan & akt. enzim 10 ,679 ,031

Pair 3 perlakuan & akt. spesifik enzim 10 ,558 ,094

Page 66: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 12. Data perhitungan hasil analisis ragam ultrafiltrasi

Laju alir 0,2 L/min

Jumlah Kuadrat

Derajat bebas

Rata-rata kuadrat Ftabel Fhit

kadar protein Between Groups ,369 9 ,041 11,465 ,000Within Groups ,036 10 ,004 Total ,404 19

aktivitas enzim Between Groups ,000 9 ,000 1,506 ,266Within Groups ,000 10 ,000 Total ,000 19

aktivitas enzim spesifik

Between Groups ,035 9 ,004 4,675 ,012Within Groups ,008 10 ,001 Total ,043 19

Laju alir 0,3 L/min

Jumlah Kuadrat

Derajat bebas

Rata-rata kuadrat Ftabel Fhit

kadar protein Between Groups ,383 9 ,043 230,051 ,000Within Groups ,002 10 ,000 Total ,385 19

aktivitas enzim Between Groups ,000 9 ,000 28,731 ,000Within Groups ,000 10 ,000 Total ,000 19

aktivitas enzim spesifik

Between Groups ,004 9 ,000 15,947 ,000Within Groups ,000 10 ,000 Total ,005 19

Laju alir 0,4 L/min

Jumlah Kuadrat

Derajat bebas

Rata-rata kuadrat Ftabel Fhit

kadar protein Between Groups ,593 9 ,066 177,662 ,000Within Groups ,004 10 ,000 Total ,597 19

aktivitas enzim Between Groups ,000 9 ,000 5,580 ,006Within Groups ,000 10 ,000 Total ,000 19

akt enzim spesifik

Between Groups ,030 9 ,003 22,956 ,000Within Groups ,001 10 ,000 Total ,031 19

Page 67: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Laju alir 0,5 L/min

Jumlah Kuadrat

Derajat bebas

Rata-rata kuadrat Ftabel Fhit

kadar protein Between Groups ,306 9 ,034 55,475 ,000Within Groups ,006 10 ,001 Total ,312 19

aktivitas enzim Between Groups ,000 9 ,000 10,843 ,000Within Groups ,000 10 ,000 Total ,000 19

aktivitas enzim spesifik

Between Groups ,010 9 ,001 9,474 ,001Within Groups ,001 10 ,000 Total ,011 19

Page 68: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 13. Data perhitungan hasil uji lanjut Duncan ultrafiltrasi

Kadar protein laju alir 0,2 L/min

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 1 2 ,124800 0 2 ,145150 2 2 ,148200 3 2 ,174650 4 2 ,202650 ,202650 5 2 ,248650 ,248650 6 2 ,264750 ,264750 7 2 ,331750 8 2 ,4664009 2 ,546650Sig. ,060 ,072 ,209

Aktivitas enzim spesifik laju alir 0,2 L/min Duncan

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 4 9 2 ,030250 7 2 ,041800 ,041800 8 2 ,042400 ,042400 6 2 ,056700 ,056700 ,056700 0 2 ,057800 ,057800 ,057800 5 2 ,062650 ,062650 ,062650 1 2 ,110600 ,110600 ,110600 2 2 ,115950 ,115950 4 2 ,132850 3 2 ,155250 Sig. ,325 ,054 ,087 ,178

Page 69: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Kadar protein laju alir 0,3 L/min Duncan

Aktivitas enzim laju alir 0,3 L/min Duncan

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 4 5 6 1 2 ,010850 2 2 ,011500 ,011500 3 2 ,013300 ,013300 0 2 ,013900 ,013900 ,013900 4 2 ,014450 ,014450 6 2 ,016900 ,016900 5 2 ,018100 ,018100 9 2 ,020100 8 2 ,0232507 2 ,025300Sig. ,052 ,059 ,051 ,375 ,153 ,144

Tingkat pemekatan N α = .05

1 2 3 4 5 6 7 0 2 ,148750

1 2 ,162050

2 2 ,175900 ,175900

3 2 ,199350 ,199350

4 2 ,214300

5 2 ,251550

6 2 ,277650

7 2 ,359150

8 2 ,451300

9 2 ,599900

Sig. ,085 ,115 ,297 ,084 1,000 1,000 1,000

Page 70: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Aktivitas enzim spesifik laju alir 0,3 L/min Duncan

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 4 9 2 ,033450 8 2 ,051650 6 2 ,060900 ,060900 2 2 ,065450 3 2 ,066750 1 2 ,066850 4 2 ,067300 7 2 ,070450 5 2 ,072150 0 2 ,093750 Sig. 1,000 ,119 ,090 1,000

Kadar protein laju alir 0,4 L/min Duncan tingkat pemekatan

N α = .05

1 2 3 4 5 6 7 2 2 ,114000 1 2 ,125750 3 2 ,144400 ,144400 0 2 ,148100 ,148100 4 2 ,177950 ,177950 5 2 ,213100 ,213100 6 2 ,231750 7 2 ,335100 8 2 ,466650 9 2 ,676500Sig. ,130 ,127 ,098 ,356 1,000 1,000 1,000

Page 71: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Aktivitas enzim laju alir 0,4 L/min Duncan

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 3 2 ,010400 0 2 ,010800 ,010800 4 2 ,010850 ,010850 2 2 ,011600 ,011600 6 2 ,012050 ,012050 8 2 ,012300 ,012300 7 2 ,012650 ,012650 5 2 ,013300 ,013300 9 2 ,014750 1 2 ,020100Sig. ,154 ,064 1,000

Aktivitas enzim spesifik (laju alir 0,4 L/min) Duncan

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 4 5 6 9 2 ,021800 8 2 ,026450 ,026450 7 2 ,038100 ,038100 ,038100 6 2 ,052300 ,052300 ,052300 4 2 ,061250 ,061250 5 2 ,062550 ,062550 3 2 ,072100 0 2 ,074100 2 2 ,101550 1 2 ,160750Sig. ,223 ,066 ,086 ,125 1,000 1,000

Page 72: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Kadar protein laju alir 0,5 L/min Duncan

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 4 5 6 7 0 2 ,167950 1 2 ,183350 ,183350 2 2 ,202550 ,202550 ,202550 3 2 ,208400 ,208400 ,208400 4 2 ,235550 ,235550 ,235550 5 2 ,249950 ,249950 6 2 ,286700 ,286700 7 2 ,334100 8 2 ,440650 9 2 ,578600Sig. ,159 ,078 ,104 ,076 ,085 1,000 1,000 Aktivitas enzim laju alir 0,5 L/min Duncan

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 4 5 6 2 2 ,007150 8 2 ,009250 ,009250 7 2 ,011100 ,011100 1 2 ,011750 ,011750 0 2 ,012650 ,012650 ,012650 6 2 ,014100 ,014100 ,014100 9 2 ,015450 ,015450 4 2 ,015650 ,015650 ,0156505 2 ,016450 ,0164503 2 ,019150Sig. ,205 ,067 ,101 ,101 ,187 ,056

Page 73: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Aktivitas enzim spesifik laju alir 0,5 L/min Duncan

tingkat pemekatan N

α = .05

1 2 3 4 8 2 ,021100 9 2 ,026750 ,026750 7 2 ,033350 ,033350 2 2 ,035700 ,035700 6 2 ,049250 ,049250 1 2 ,064700 5 2 ,066800 ,066800 4 2 ,067950 ,067950 0 2 ,075400 ,075400 3 2 ,092300 Sig. ,237 ,081 ,051 ,053

Keterangan :

1. Tingkat pemekatan ke-0 : pemekatan 1x

2. Tingkat pemekatan ke-1 : pemekatan 1,1x

3. Tingkat pemekatan ke-2 : pemekatan 1,3x

4. Tingkat pemekatan ke-3 : pemekatan 1,4x

5. Tingkat pemekatan ke-4 : pemekatan 1,7x

6. Tingkat pemekatan ke-5 : pemekatan 2x

7. Tingkat pemekatan ke-6 : pemekatan 2,5x

8. Tingkat pemekatan ke-7 : pemekatan 3,3x

9. Tingkat pemekatan ke-8 : pemekatan 5x

10. Tingkat pemekatan ke-9 : pemekatan 10x

Page 74: ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan

Lampiran 14. Jumlah amonium sulfat padat yang ditambahkan ke dalam larutan untuk memberikan kejenuhan akhir pada 0oC

konsentrasi akhir amonium sulfat, % kejenuhan pada suhu 0 oC 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100konsentrasi awal amonium sulfat g amonium sulfat padatan untuk ditambahkan ke 100 ml larutan

0 10,7 13,6 16,6 19,7 22,9 26,2 29,5 33,1 36,6 40,4 44,2 48,3 52,3 56,7 61,1 65,9 70,75 8,0 10,9 13,9 16,8 20,0 23,2 26,6 30,0 33,6 37,3 41,1 45,0 49,1 53,3 57,8 62,4 67,1

10 5,4 8,2 11,1 14,1 17,1 20,3 23,6 27,0 30,5 34,2 37,9 41,8 45,8 50,0 54,5 58,9 63,615 2,6 5,5 8,3 11,3 14,3 17,4 20,7 24,0 27,5 31,0 34,8 38,6 42,6 46,6 51,0 55,5 60,020 0 2,7 5,6 8,4 11,5 14,5 17,7 21,0 24,4 28,0 31,6 35,4 39,2 43,3 47,6 51,9 56,5

25 0 2,7 5,7 8,5 11,7 14,8 18,2 21,4 24,8 28,4 32,1 36,0 40,1 44,2 48,5 52,930 0 2,8 5,7 8,7 11,9 15,0 18,4 21,7 25,3 28,9 32,8 36,7 40,8 45,1 49,535 0 2,8 5,8 8,8 12,0 15,3 18,7 22,1 25,8 29,5 33,4 37,4 41,6 45,940 0 2,9 5,9 9,0 12,2 15,5 19,0 22,5 26,2 30,0 34,0 38,1 42,445 0 2,9 6,0 9,1 12,5 15,8 19,3 22,9 26,7 30,6 34,7 38,8

50 0 3,0 6,1 9,3 12,7 16,1 19,7 23,3 27,2 31,2 35,355 0 3,0 6,2 9,4 12,9 16,3 20,0 23,8 27,7 31,760 0 3,1 6,3 9,6 13,1 16,6 20,4 24,2 28,365 0 3,1 6,4 9,8 13,4 17,0 20,8 24,770 0 3,2 6,6 10,0 13,6 17,3 21,2

75 0 3,2 6,7 10,2 13,9 17,680 0 3,3 6,8 10,4 14,185 0 3,4 6,9 10,690 0 3,4 7,195 0 3,5

100 0