ulama sebagai kekuatan politik: peran ulama nahdlatul...
TRANSCRIPT
ULAMA SEBAGAI KEKUATAN POLITIK:
Peran Ulama Nahdlatul Ulama dalam Kemenangan
Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten
Ponorogo 2015
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ahmad Mikail Diponegoro
1112112000027
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
PERTANYAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
Ulama sebagai Kekuatan Politik: Peran Ulama Nahdlatul Ulama dala*rr-
Kemenangan Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan umtuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri ruf$ Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya saya
atau mertpakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
21 Desember 2016
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
Ularna sebagai Kekuatan Politik: Peran Ulama Nahdlatul Ulama dalam
Kemenangan Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Pbnorogo
201s
yang telah diuji p'ada tanggal 21 Desemb er 2016.
Jakarta, 21 Desemb er 2016
Nama
NIM
Mengetahui,Ketua Program Studi
: Ahmad Mikail Diponegoro
:1112112000027
Menyetujui,Pembimbing,
JtvDr. Iding Rosyidin, M.SiNIP: 19701013200501 1003
)
Dr. Agus Nugraha, MANIP: 19680801200003 100
PENGESAHAI\ PANITIA SKRIPSI
SKRIPSI
Ulama sebagai Kekuatan Politik: Peran Ulama Nahdlatul Ulama dalamKemenangan Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo
2015
Oleh
Ahmad Mikail Diponegoro
trt2tt2ooo027
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Islam Negeri GfN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal2l Desember 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syaratmemperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua,
uJk*Dr. Iding Rosyidin, M.SiNIP: 1970101 3200501 1003 NIP: I 9770 4242407IA20A3
Penguji I,
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal21 Desember2016
Ketua Program Studi Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
\Jtx^Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 19701 01 3200501 1003
IV
Dr. Nawirdddin, M.AgNIP: 1 97201052001 121003
M. Zak/Mubarok, M.SiNIP: I 97309272005011008
v
ABSTRAK
Ahmad Mikail Diponegoro
1112112000027
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21 Desember 2016
Ulama sebagai Kekuatan Politik: Peran Ulama Nahdlatul Ulama dalam
Kemenangan Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015
xii + 74
Skripsi ini menganalisa ulama sebagai kekuatan politik terhadap
kemenangan Ipong Muclissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015.
Ulama yang sebelumnya kita kenal hanya berkutat dengan ilmu agama dan
memfokuskan diri untuk mendakwahkan Islam di masyarakat. Kini ternyata
bermain dengan politik terutama politik praktis. Dimaksud dengan ulama di sini
adalah mereka yang tergabung dalam sebuah organisasi yang bernama Nahdlatul
Ulama, khususnya Dewan Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten
Ponorogo atau PCNU Kabupaten Ponorogo. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis peran dan faktor apa saja yang melatarbelakangi Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo untuk mendukung dan memenangkannya di Pilkada
Langsung Kabupaten Ponorogo 2015 silam. Penelitian ini dilakukan melalui studi
pustaka dan wawancara. Penulis menemukan, bahwa adanya peran yang
dilakukan oleh Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo dalam kemenangan
Ipong Muchlissoni di Pilkada Kabupaten Ponorogo.
Dalam memenangkan Ipong Muchlissoni pada Pilkada Langsung 2015
silam, ulama yakni mereka yang tergabung dalam organisasi bernama Nahdlatul
Ulama terutama Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo. Memiliki peran
yang sangat penting guna meyakinkan masyarakat terutama nahdliyin untuk
memilih Ipong Muchlissoni sebagai Bupati mereka. Peran ulama yakni Dewan
Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo adalah: pengajian, menjadi tim sukses, dan
mensosialisasikan calon ke masyarakat. Peran tersebut nyatanya mampu
memenangkannya di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015.
Teori yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah teori perilaku pemilih
dan pilihan rasional. Dalam tulisan ini terlihat bahwa anggota Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo berhasil mempengaruhi dan meyakinkan para
pemilih di Kabupaten Ponorogo yang sebagaian besar adalah seorang nahdliyin
untuk memilih Ipong Muchlissoni sebagai Bupati mereka selanjutnya.
Kata kunci: Ulama, Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo, Pilkada
Langsung, Ipong Muchlissoni.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji Allah yang merajai segala raja dan menguasai segala ilmu
pengetahuan yang ada di muka bumi ini. Berkat rahman dan rahim-Nya penulis
menyelesaikan tugas akhir di waktu yang tepat. Shalawat beserta salam selalu dan
terus tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya
menuju jalan kebenaran yaitu Islam.
Skripsi merupakan awal dari kehidupan akademis penulis. Karena dari
skripsi ini penulis terpacu untuk memberikan karya tulis yang terbaik di masa
yang akan datang. Sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan di sana-sini,
penulis mengharapkan kritik dan saran. Penyelesaian sksipsi ini tentu tak lepas
dari campur tangan orang-orang di sekitar penulis baik langsung maupun tidak
langsung. Dengan bangga penulis ucapkan terima kasih yang kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr.
Dede Rosyada, MA.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
HidayatullahJakarta, Prof. Dr. Zulkifli, MA.
3. Ketua Prodi Ilmu Politik, Dr. Iding Rasyidin, M.Si, dan Sekretaris Prodi
Ilmu Politik, Suryani M.Si.
4. Dosen pembimbing Dr. Agus Nugraha, MA, yang telah membimbing
penulis sehingga skripsi ini selesai di waktu yang tepat.
5. Kedua orang tua penulis, terima kasih atas kasih sayang yang telah
tercipta di dalam sebuah keluarga. Maaf jika penulis belum memberikan
yang terbaik kepada kalian berdua.
vii
6. Kedua adik penulis, Fatahillah Muhammad Alwi dan Rachel Salwa
Fatimah.
7. K.H. Imam Sayuti Farid selaku ketua Dewan Syuriah PCNU Kabupaten
Ponorogo. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk penulis
wawancarai.
8. Drs. Bakhtiar Harmi selaku wakil ketua Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk
penulis wawancarai.
9. Drs. M. Muhsin, M.Ag. selaku wakil ketua Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk
penulis wawancarai.
10. K.H. Moh. Sholihan selaku wakil ketua Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk
penulis wawancarai.
11. K.H. Muchtar Sunarto selaku wakil ketua Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk
penulis wawancarai.
12. Teman-teman Ilmu Politik 2012 kelas A, Alfia, Cendy, Amin, Fauzan,
Sambung, Fahrul, Ferry, Kartika, Faqih, Devi, Alice, Nisa, Ruhul,
Fahmi, Rozi, Zizi, Bogel, Rahmat, Hatta, Mabrur, Cak Ipul, Helmi,
Yusuf, dan teman-teman yang lain yang tak mungkin penulis sebutkan
satu persatu. Terima kasih atas segalanya yang telah tercipta.
viii
13. Tempat berkeluh kesah penulis ketika butuh ide dan semangat. Amin
dan Cendy terima kasih telah mendengarkan keluh kesah penulis selama
penyusunan skripsi ini.
14. Teman-teman KKN Lentera, terima kasih telah mewarnai kehidupan
penulis.
15. Teman-teman HmI Komisariat Fisip, terima kasih atas pengalaman yang
luar biasa yang telah penulis dapat. Maaf jika penulis sudah lama tidak
pernah berhimpun dengan kalian. Karena ada sesuatu yang harus digapai
dalam waktu dekat ini.
16. Terakhir kepada semua pihak, yang tak bisa disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas dukungan moral dan matrial selama penulis kuliah
dan menyusun skripsi ini.
Segala terima kasih penulis haturkan kepada mereka yang telah membatu
penulis menyusun skripsi ini. Semoga Allah yang maha bijaksana membalas
segala kebaikan serta melindunginya dari kejahatan dunia.
Jakarta, 21 Desember 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah ................................................................ 1
B. Pertanyaan Masalah ................................................................ 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................ 12
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 13
E. Metode Penelitian ................................................................... 15
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 18
BAB II KERANGKA TEORI ............................................................... 20
A. Perilaku Politik ...................................................................... 20
B. Perilaku Pemilih .................................................................... 23
C. Pilihan Reasional ................................................................... 25
BAB III NAHDLATUL ULAMA DAN PILKADA KABUPATEN
PONOROGO .......................................................................................... 30
A. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional .............................. 31
1. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional pada
masa Orde Lama ............................................................... 31
2. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional pada
masa Orde Baru ................................................................. 33
3. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional pada
masa Reformasi ................................................................. 35
4. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional paska
Reformasi dan Saat Ini ...................................................... 36
B. Nahdlatul Ulama dan Pilkada Kabupaten Ponorogo ............... 37
C. Sekilas Tentang Kabupaten Ponorogo ..................................... 42
D. Profil dan Perjalanan Karir Politik Ipong Muchlissoni .......... 46
x
BAB IV ANALISIS PERAN ULAMA NAHDLATUL ULAMA DALAM
KEMENANGAN IPONG MUCHLISSONI DI PILKADA KABUPATEN
PONOROGO 2015 .................................................................................. 49
A. Proses Terpilihnya Soedjarno Menjadi Pasangan Ipong Muchlissoni di
Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo dan Pecahnya Suara Ulama
Nahdlatul Ulama ....................................................................... 51
B. Latar Belakang Ulama Nahdlatul Ulama “mendukungnya’ di Pilkada
Langsung Kabupaten Ponorogo 2015 ....................................... 56
C. Peran Nahdlatul Ulama dalam Memenangkan Ipong Muchlissoni di
Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo ................................. 58
1. Pengajian ........................................................................... 60
2. Menjadi Tim Sukses ........................................................... 63
3. Mensosialisasikan Calon ke Masyarakat ............................ 64
BAB V PENUTUP .................................................................................. 66
A. Kesimpulan ............................................................................... 66
B. Saran .......................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 68
Lampiran .................................................................................................. 72
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.A. Hasil Rekapitulasi Pilkada Kabupaten Ponorogo
Tahun 2015 ................................................................................................ 11
Tabel III.A.1. Keterwakilan Nahdlatul Ulama dalam Parlemen ............... 32
Tabel III.C.1. Penduduk Kabupaten Ponorogo Menurut Jenis Kelamin
tahun 2000, 2010, dan 2014 ....................................................................... 43
Tabel III.C.2. Penduduk Kabupaten Ponorogo Berdasarkan
Profesi Pekerjaan ........................................................................................ 44
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar IV.C.I Kegiatan Pengajian Nahdlatul Ulama Bersama Timses
Ipong Muchlissoni-Soedjarno .................................................................... 62
Gambar IV.CI.2 Kegiatan Kampanye Ipong Muchlissoni yang Melibatkan
Ulama Nahdlatul Ulama ............................................................................. 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Salah satu tokoh muslim Indonesia, M. Din Syamsuddin dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa keterkaitan antara Islam dan politik dalam
konteks sosio kultural dan sosio politik di masing-masing negara itu sejatinya
mendorong mereka (intelektual/ulama) untuk tetap terus merumuskan bentuk
polarisasi atau mencari pemecahan masalah serta mengimplikasikan ide-ide
mereka, khususnya dalam situsasi politik tertentu. Sehingga keberhasilan dan
kegagalan dalam memperoleh gambaran objektif dari tujuan umum polarisasi
tersebut dapatlah terukur.1
Kita mengetahui bersama pada masa Orde Baru, terjadi program penataan
kehidupan politik, dengan kata lain terjadi fusi partai politik. Dimana dari sekian
banyaknya partai politik yang ada dikelompokkan menjadi dua partai politik dan
satu organisasi pemerintah. Yaitu PDI (Partai Demokrasi Indonesia) yang
merupakan gabungan partai politik yang berasaskan nasional, sosial, dan kristen.
Lalu PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang merupakan gabungan partai
politik yang berasaskan Islam, dan satu organisasi pemerintah yaitu Golkar
(Golongan Karya). Pada masa ini terjadi hubungan antara Islam dan pemerintah
masa Orde Baru, dari sini kita dapat melihat bahwa mainstream orientasi politik
1 M. Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,
2012), 2.
2
Islam ini memang terlihat semakin berkembang dengan seting kultural dan politik
yang khas di Indonesia.
Namun hal ini tidaklah berlaku kembali semenjak lengsernya Orde Baru
yang berganti ke masa reformasi, pada saat itu euforia politik sangat gencar dan
membuat warna-warni politik Islam serta melahirkan kelompok-kelompok Islam
yang baru. Tidak hanya partai politik yang berasaskan Islam saja yang lahir
menjadi berbagai kelompok, partai politik yang berasaskan nasionalis pun juga.
Bisa dikatakan pada masa itu keran demokrasi terbuka lebar untuk semua
kalangan.
Kajian tentang hubungan antara ulama dan politik adalah kajian yang sangat
unik dan telah menjadi objek di kalangan intelektual. Bahkan saat ini telah
berkembang dalam berbagai studi ilmu pengetahuan baik agama, fiqih, ilmu
pemerintahan, sosiologi, dan ilmu politik. Hal ini dikarenakan oleh keterlibatan
ulama dalam kancah perpolitikan di berbagai negara yang mayoritas penduduknya
memeluk agama Islam, dan selalu saja mempunyai pengaruh yang cukup besar.
Hubungan antara ulama dan politik adalah sesuatu yang wajar, karena Islam
sendiri tidak mengenal adanya pembatasan antara agama dan politik. Dengan kata
lain tidak ada institusi khusus dalam Islam yang hanya membahas masalah politik.
Hal ini sangat berbeda dengan agama Kristen yang menempatkan Gereja sebagai
institusi politik di sebuah negara.
Ulama yang tadinya hanyalah mengkhususkan diri pada ranah keagamaan
saja, saat ini sudah mulai merambah ke ranah sosial politik di masyarakat. Hal ini
dikarenakan ulama mempunyai kharismatik yang baik di masyarakat, maka tidak
3
heran ulama menjadi salah satu sumber bertanya bila ada sebuah pertanyaan dan
diminta pandangan. Ditambah keberadaan ulama praktis sudah menjadi pemimpin
ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Secara dinamik berkembang lebih luas
dalam kehidupan di saat-saat tertentu misalkan menghadapi pemilu dan pilkada.2
Melalui berbagai peran yang diembannya baik dalam bidang keagamaan dan
bidang sosio-kultural, ulama kemudian tampil sebagai patron yang memiliki
kekuasaan hierarkis atas masyarakat. Ditinjau dari segi ilmu politik, ulama
merupakan aktor politik yang mempunyai sumber daya politik berbasis
kharismatik dan tradisional yang memungkinkan ulama membentuk sikap atau
preferensi politis tertentu dalam struktur sosial masyarakat di sekitarnya.3 Dengan
alasan bahwa ulama mempunyai kharismatik inilah yang membuat partai politik
berusaha merangkul ulama, dengan begitu partai politik tersebut mendapatkan
kemenangan yang diakibatkan oleh kharismatik sang ulama.
Ulama dalam pengertian Badruddin Subky, yakni sekelompok orang yang
menguasai kajian ilmu agama Islam, mampu membimbing umat berdasarkan al-
Quran dan hadist, mampu menghidupkan sunnah, mengembangkan ajaran agama
Islam secara totalitas, serta mampu memberikan suri tauladan yang luhur bagi
masyarakat.4 Bisa juga dikatakan bahwa ulama adalah pewaris nabi Allah, yang
bertugas menyampaikan risalah kepada manusia sepeninggal para nabi.
2
Mohammad Tholhah, Ahlussunah Wal-Jama’ah dalam Presepsi dan Tradisi NU
(Jakarta: Lantabora, 2005), 302-303. 3
Wasisto Raharjo Jati, “Ulama dan Pesantren dalam Dinamika Politik dan Kultur
Nahdlatul Ulama,”Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM15Maret 2016, 2 [jurnal on-
line]; Tersedia di
http://www.academia.edu/2149949/Ulama_dan_Pesantren_dalam_Dinamika_Politik_dan_Kultur_
Nahdlatul_Ulama; Internet; diunduh pada 10 April 2016. 4 Badruddin Subky, Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman (Jakarta: Gema Insani
Press, 1995), 153.
4
Selanjutnya M. Tolchah Hasan menyatakan dalam penelitiannya yang
dikutip oleh Ahmad Fajri dalam karyanya yang berjudul Ulama dan Politik;
Analisis Fatwa dan Peran Politik Majelis Ulama Indonesia (MUI) Era Reformasi.
Dalam penelitiannya menyebutkan, bahwa setidaknya ada beberapa aspek yang
membentuk peran kepimpinan ulama hubungannya dengan sosial-politik terkait
kedudukannya sebagai bagian dari civil society. Pertama, yakni aspek intelektual,
aspek ini meliputi kemampuan keilmuan khususnya dalam bidang agama, serta
adanya pengakuan dari masyarakat. Kedua, aspek fungsional, yakni yang
berkaitan dengan peran nyata ulama secara konkrit dalam masyarakat sosial-
politiknya. Ketiga, yakni aspek status sosial, dimana mereka secara vertikal
(hierarki organisasi) maupun horizontal (dalam kumpulan masyarakat umum)
memiliki status yang cukup kuat untuk diakui keberadaannya. Keempat, yakni
aspek kekerabatan, adalah kemampuan ulama dalam membentuk atau menjalin
kekerabatan antara kelompok satu sama lain.5
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa peran ulama dapat
mengontrol kebijakan penguasa dan menciptakan pihak penguasa dan pihak
oposisi. Ulama pada dasarnya ditekankan pada dua peran yang dianggap penting.
Pertama, berdasarkan oleh bobot keilmuannya, maka para ulama sudah
sepantasnya sebagai pencerah alam pikiran umat. Artinya ikut serta dalam
mencerdaskan umat. Kedua, posisi sebebagi panutan umat, dalam artian khusus
keteladanan moral yang diajarkan dan dicontohkan ulama kepada umat.6
5 Ahmad Fajri, Ulama dan Politik; Analisis Fatwa dan Peran Politik Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Era Reformasi (Tangerang: Talenta Pustaka Indonesia, 2014), 38. 6 Wahid Hasyim, Mengapa Memilih NU? (Jakarta: PT Inti Sarana Aksara, 1985), 102-
103.
5
Pada saat ini peran ulama tidak hanya berkaitan dengan ilmu agama saja,
melainkan juga berkaitan dengan sosial masyarakat. Bahkan tidak jarang ulama
diminta pandangannya mengenai berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.
Dengan demikian ulama dipandang mempunyai kharismatik oleh masyarakat.
Atas alasan tersebut partai politik mulai melirik ulama untuk di jadikan kantong
suara.
Dalam realitasnya, ulama atau kiai berpolitik memiliki dua aspek. Yaitu,
Pertama, kehidupan dunia akherat, hal ini terjadi karena berdasarkan garis besar
perjuangan yaitu agama Islam. Kedua, aspek lingkungan sosial sekitar tempat
tinggal ulama atau kiai berada. Seorang ulama atau kiai dalam mengembangkan
tujuan dalam membina umat pastilah memerlukan dana dan sarana yang mumpuni
dan inilah yang menjadi momok setiap ulama atau kiai di setiap mengemban tugas
suci ini. Hal inilah yang mendorong sang ulama atau kiai ikut aktif dalam dunia
politik. Dengan demikian, sang ulama atau kiai berharap mendapat bantuan yang
nantinya digunakan untuk membangun Madrasah Salafiyah, memperbesar
pesantren, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, berdiri sebuah organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama
yang awalnya menghindari peran politik langsung sejak terbentuk pada 1928.
Organisasi ini lebih suka menekan kesejahteraan sosial yang menjadi kewajiban
seorang muslim. Meskipun organisasi ini pernah bergabung pada kelompok-
kelompok muslim lainya pada tahun 1973 dalam membentuk Partai Persatuan
Pembangunan atau PPP. Nahdlatul Ulama, ketika itu mempunyai sekitar tiga
puluh juta pengikut kembali ke sikap apolitik mereka dengan memilih
6
Abdurahman Wahid sebagai pemimpin mereka pada tahun 1984. Dengan
menekankan pada Indonesia yang pluralis, demokratis, dan non sekterian, Wahid
dengan semangat berpendapat bahwa agama dan politik terpisah, dan Islam tidak
menentukan bentuk negara apapun.7
Nahdlatul Ulama merupakan perkumpulan para kiai ataupun ulama yang
bangkit dan membangkitkan pengikutnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
Maka dalam Nahdlatul Ulama kedudukan kiai ataupun ulama adalah sentral baik
sebagai pendiri, pemimpin, dan pengendali perkumpulan serta panutan warga
nahdliyin.8 Berdirinya organisasi ini berlatar belakang kebutuhan para kiai dan
santri akan legitimasi formal. Kebutuhan ini muncul atas dorongan lahirnya
berbagai macam organisiasi sosial yang memiliki corak yang berbeda-beda.
Seperti Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai organisasi yang berfokus pada
pendidikan dan budaya serta menjadi pelopor awal munculnya berbagai organisasi
di Indonesia.9
Proses panjang berdirinya Nahdlatul Ulama ini dikarenakan peran tokoh-
tokoh pendiri Nahdlatul Ulama seperti K.H Hasyim Asy’ri dan kiai muda Abdul
Wahab. Sebelum terbentuknya Nahdlatul Ulama, Kiai Abdul Wahab sepulangnya
dari Makkah merasa perlu adanya tindakan untuk melakukan pergerakan dalam
mendidik para kader dalam membentuk tashwir al-aftar, yaitu sebuah pertukaran
gagasan. Maka ide ini kemudian menjadi sebuah kursus perdebatan untuk anak-
7 Eickelman, dkk., Politik Muslim; Wacana Kekuasaan dan Hegemoni pada Masyarakat
Muslim. Penerjemah Endi Haryono, Rahmi Yunita (Yogya: PT Tiara Wacana Yogya, 1998), 66. 8
Ali Maschan Moesa, Kiai dan Politik; Dalam Wacana Civil Society (Surabaya:
LEPKISS, 1999), 67. 9
Einar Marhatan Sitompul, NU dan Pancasila: Sejarah dan Peranan NU dalam
Perjuangan Umat Islam di Indonesia dalam Rangka Penerimaan Pancasila sebagai Satu-satunya
Asas (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), 42.
7
anak muda terutama kiai muda. Kegiatan ini telah diupayakan dari datangnya kiai
Abdul Wahab dari Makkah pada tahun 1914, akan tetapi sampai tahun 1918
kegiatan ini lebih berfokus membahas soal-soal yang membelah kelompok yang
lebih dekat dari salafiah dan kelompok madzhab dari kiai pesantren. Inti dari
diskusi ini adalah untuk membuka cakrawala pengetahuan dan memperluas ilmu
bagi kalangan pesantren. Kursus ini berjalan sampai organisasi Nahdlatul Ulama
berdiri pada 31 Januari 1926.10
Lahirnya Nahdlatul Ulama memunculkan harapan besar kepada para ulama
sebagai pengemban tradisi. Sebagai jami’yah keagamaan kegiatan yang dilakukan
oleh Nahdlatul Ulama adalah penekanan bermahzab, mengadakan pengajian
tentang aturan beragama yang baik diatas mimbar, dan menyelenggarakan
pendidikan.11
Hadirnya Masyumi pada masa Orde Lama menjadikan Nahdlatul Ulama
semakin terisolasi oleh kepentingan kelompok lain. Saat menyadari hal itu, pihak
Nahdlatul Ulama mengambil keputusan untuk keluar dari persatuan dengan alasan
adanya perbedaan watak Nahdlatul Ulama dengan kelompok intelektual Masyumi.
Yakni mengenai paham bentuk negara dan strategi politik. Melalui muhktamar ke-
19 di Palembang pada 1 Mei 1952 memutuskan untuk mendirikan sebuah partai
politik Nahdlatul Ulama sebagai sejarah baru dalam tubuh Nahdlatul Ulama.12
10
Nur Khalik Ridwan, NU dan Bangsa: Pergulatan Politik dan Kekuasaan (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2010), 33-35. 11
Kang Young Soon, Antara Tradisi dan Konflik: Kepolitikan Nadhatul Ulama (Jakarta:
UI Press , 2007), 86-88. 12
Chairul Anwar, Pertumbuhan dan Perkembangan NU (Surabaya: Duta Aksara Mulia,
2010), 259.
8
Menghadapi pemilihan umum pada tahun 1955, dalam jangka waktu tiga
tahun Nahdlatul Ulama berhasil masuk dalam empat partai terunggul. Yaitu PNI,
Masyumi, Nahdlatul Ulama, dan PKI. Dari delapan kursi menjadi empat puluh
lima kursi. Ini menandakan bahwa basis yang dimiliki Nahdlatul Ulama masih
kuat di pedesaan.13
Demikianlah pengamalan Nahdlatul Ulama dalam politik
praktis.
Partisipasi politik warga nahdliyin juga memiliki ciri yang khas, yakni
sangat setia dan memiliki ketaatan yang sangat tinggi terhadap ulama. Ulama
sebagai elite agama baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, bahkan
tingkat pusat terlibat dalam kegiatan politik. Hal ini dikerenakan ulama
mempunyai otoritas, dan terlibat dalam peran-peran sosial untuk kepentingan
masyarakat.14
Dalam organisasi, Nahdlatul Ulama menempatkan ulama atau kiai sebagai
Dewan Syuriah. Hal ini merupakan suatu penghormatan kepadanya. Dewan ini
biasanya berada di tingkat kota atau kabupaten. Dewan ini bertugas sebagai
penentu arah kebijaksanaan Nahdlatul Ulama dalam tujuan organisasi,
memberikan bimbingan dan arahan dalam memahami Islam terutama Mazhab
empat, dan mengawasi serta memberikan koreksi sehingga pelaksanaan program
Nahdlatul Ulama berjalan diatas ketentuan jami’yah dan agama Islam.15
Dalam setiap pemilu, baik pemilu legislatif maupun eksekutif, para ulama
dan tokoh masyarakat selalu menjadi tokoh sentral. Mereka ini menjadi panutan
sebagian masyarakat dalam menentukan pilihannya, baik saat memilih calon
13
Eimar Martahan Sitompul, NU dan Pancasila ( Yogyakarta: LKIS, 2010), 19. 14
Imam Suprayogo, Kyai dan Politik (Malang: UIN Malang Press,2009), 44. 15
Marijan, Quo Vadis NU setelah Kembali ke Khittah 1926(Jakarta: Erlangga, 2004), 35.
9
anggota legislatif di semua tingkatan, memilih partai, maupun memilih
bupati/walikota, gubernur, maupun presiden. Dalam pemilihan Bupati Ponorogo
pun, kecenderungan semacam itu juga terjadi. Calon bupati Ipong Muchlissoni
nyatanya berhasil terpilih menjadi bupati dalam Pilkada 9 Desember 2015.
Kemenangan Ipong itu tak bisa dilepaskan dari pengaruh dukungan para ulama
Nahdlatul Ulama di Kabupaten Ponorogo.
Ipong Muclissoni adalah seorang yang berlatar belakang pengusaha yang
sukses, dan kesuksesan ini juga berlaku dalam hal politik. Kita ketahui bersama
Pilkada Kabupaten Ponorogo 2015 diikuti empat pasangan calon. Keempat
pasangan calon itu adalah Sugiri Sancoko-Sukirno dengan nomor urut 1 yang
diusung koalisi Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Hanura, dan PKS, pasangan
Amin-Agus Widodo bernomor urut 2 yang diusung PKB dan PDIP, pasangan
Misranto-Isnen dengan nomor urut 3 dari jalur independen, dan pasangan Ipong
Muchlissoni-Soedjarno bernomor urut 4 yang diusung koalisi Partai Gerindra,
PAN dan Partai Nasdem.16
Seperti beberapa daerah lainnya di Jawa Timur, Nahdlatul Ulama memiliki
pengaruh yang sangat kuat di Kabupaten Ponorogo. Mayoritas warga Ponorogo
adalah warga nahdliyin yang partisipasi politiknya lazim disalurkan ke partai yang
didirikan oleh ulama maupun tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama, seperti PKB dan
16
Novika Dian Nugroho,“4 Calon Bupati Ponorogo Lolos Verifikasi Administrasi,”
tempo.co 24 Agustus 2015, [databaseon-line]; tersedia di
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/24/058694555/4-calon-bupati-ponorogo-lolos-verifikasi-
administrasi; Internet; diunduh pada 7 Maret 2016.
10
PPP.17
Di sini ada keunikan tersendiri, yaitu Ipong Muchlissoni-Soedjarno
bernomor urut 4 yang diusung koalisi Partai Gerindra, PAN dan Partai Nasdem
memenangkan Pilkada di Kabupaten Ponorogo. Mengalahkan petahana Amin-
Agus Widodo bernomor urut 2 yang diusung PKB dan PDIP. Dilihat dari partai
yang mengusung kedua calon tersebut, tampaklah keunikan yaitu Ipong
Muchlissoni yang diusung oleh Gerindra, PAN, dan Nasdem mampu
mengalahkan partai “tuan rumah” yaitu PKB.
Berdasarkan data yang masuk sebanyak 100 persen atau 1.721 TPS, Ipong-
Jarno meraih 219.916 suara atau 39,35 persen. Sementara di urutan kedua, Sugiri-
Sukirno yang diusung Partai Demokrat, Partai Gokar dan Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) meraih 205.670 Suara atau 36,80 persen. Sementara, bupati
petahana, H.Amin, SH dan Agus Widodo SE, M.Si yang diusung PDIP dan PKB
berada di urutan ketiga dengan perolehan 123.846 Suara atau 22,16 persen.
Terakhir, pasangan Prof. Dr. Misranto, SH. M.Hum dan Isnen Supriyono, S.Pd.
M.MPd berhasil meraih 9.426 Suara atau 1,69 persen.
17
M. Arwan I’ikaf, “Membaca Peta Pertarungan Politik Pilbup Ponorogo 2010,”
tabloidforsas 2 November 2016, [database on-line]; tersedia di
https://tabloidforsas.wordpress.com/2009/11/02/membaca-peta-pertarungan-politik-pilbup-
ponorogo-2010/; Internet; diunduh pada tanggal 7 Maret 2016.
11
Tabel I.A. Hasil Rekapitulasi Pilkada Kabupaten Ponorogo Tahun 2015
Sumber: http://pacitanku.com/2015/12/11/ipong-muchlissoni-menangi-pilkada-ponorogo/
Dari data di atas dapat diketahui keunikan masalah ini yaitu kalahnya
pasangan yang didukung oleh partai “tuan rumah” yaitu PKB, dengan calon yang
didukung Partai Gerindra, PAN dan Partai Nasdem yang secara struktural tidak
mungkin warga warga nahdliyin memberikan suaranya karena perbedaan ideologi
yang mencolok.
Salah satu alasan yang menyebabkan kemenangan Ipong Muchlissoni selain
berlatar belakang seorang pengusaha, ia juga merupakan cucu dari Usman
Subandi merupakan salah satu tokoh Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo yang
cukup mempunyai pengaruh di masanya. Sekaligus orang pertama di Kabupaten
Ponorogo yang menjabat Ketua Gerakan Pemuda Anshor, salah satu organisasi
sayap perjuangan Nahdlatul Ulama. Ia lahir dan tumbuh dari keluarga tokoh-tokoh
12
Nahdlatul Ulama di Kabupaten Ponorogo. Selama memimpin DPW PKB Provinsi
Kalimantan Timur, ia dikenal sebagai salah satu orang dekat Gus Dur.18
B. Pertanyaan Masalah
Dari latar belakang yang penulis paparkan, penulis dapat mengambil
beberapa pertanyaan masalah yang dapat dikemukakan yaitu:
1. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi ulama Nahdlatul Ulama
mendukung Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten
Ponorogo 2015?
2. Bagaimana bentuk peran ulama Nahdlatul Ulama dalam kemenangan
Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a) Penelitian ini bertujuan mengetahui apa saja yang melatarbelakangi
ulama Nahdlatul Ulama mendukung Ipong Muchlissoni di Pilkada
Langsung Kabupaten Ponorogo 2015.
b) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk peran ulama
dalam memenangkan Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten
Ponorogo 2015.
18
Supriyadi,”Memahami Program Khusus Percepatan Perbaikan Jalan Desa Rp 300 Juta
Per-desa Per-Tahun,” disadur dari Jawa Pos 4 Agustus 2015, [database on-line]; tersedia di
http://ipongmuchlissoni.blogspot.co.id/2015/08/memahami-program-khusus-percepatan.html;
Internet; diunduh pada 8 Maret 2016.
13
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Dengan skripsi ini akan menjadi bahan literature dan referensi tentang studi
ilmu politik mengenai permasalahan ulama sebagai kekuatan politik. Memberikan
bahan rujukan dan bahan kajian khususnya untuk akademis, mahasiswa, serta
mayarakat pada umumnya dalam memahami bahwa intelektual agama yakni
ulama secara langsung ataupun tidak terjun ke dunia politik.
b. Tujuan Praktis
Penulis mengharapkan karya ini menjadi salah satu karya ilmiah yang
menjadi acuan dalam memahami bahwa intelektual agama yaitu ulama secara
langsung ataupun tidak terjun ke dunia politik. Hal ini memang di rasa wajar,
karena ulama juga warga negara yang sah dan dilindungi segala haknya.
Termasuk hak untuk terjun ke dunia politik.
D. Tinjauan Pustaka
Sudah ada beberapa penelitian terkait ulama dan politik diantaranya adalah:
Pertama, skripsi yang berjudul Ulama dan Politik: Peran Ulama dalam
Kemenangan Racmat Yasin sebagai Bupati Bogor 2008, karya ini ditulis oleh
Abdul Latif N.S mahasiswa Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
Dalam skripsi ini penulis yaitu Abdul Latif N.S , berusaha menggambarkan
peran ulama dalam kemenangan Racmat Yasin sebagai bupati Bogor yang
terpilih. Hal yang menyebabkan ulama mau memberikan perannya agar Racmat
Yasin yang berdampingan dengan Karyawan Faturahman memenangi pilkada
14
tersebut adalah adanya faktor keturunan dari Racmat Yasin yang merupakan anak
dari salah satu ulama yang tersohor di Kabupaten Bogor yaitu K. H. Muhammad
Yasin.
Tidak hanya itu, ada faktor yang lainnya yaitu ulama mempunyai maksud
dan tujuan yang lainnya. Seperti ingin mempengaruhi sistem sosial politik dan
menyalurkan aspirasi masyarakat (jama’ahnya) sehingga menjadikan masyarakat
yang lebih baik. Dari pengertian ini bisa disimpulkan bahwa ulama turut berperan
aktif serta mengawal jalannya pilkada serta memastikan pasangan Racmat Yasin
yang berdampingan dengan Karyawan Faturahman memenangi pilkada tersebut.
Di sini ada keunikan, dimana ulama yang kita kenal sebagai orang yang
sangat mengerti berbagai masalah kegamaan berperan aktif dalam kegiatan
politik. Meskipun secara hukum hal ini wajar, karena ulama juga bagian dari
warga negara yang sah dan mempunyai hak politik.
Kedua, skripsi yang berjudul Kiai sebagai Kekuatan Politik (Studi kasus
Keterlibatan Kiai Dedi Suhandi pada Pilkada Kabupaten Serang 2010). Karya ini
ditulis oleh Sudirman mahasiswa Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2010.
Menurut pengamatan penulis, keterlibatan Kiai Dedi Suhandi dengan politik
di awali pada tahun 2004, sekaligus menjadi salah satu tim sukses calon Bupati
dan Wakil Bupati Kabupaten Serang yang digelar pada tanggal 9 Mei 2010.
Keterlibatan Kiai Dedi Suhandi tidak lepas dari sebuah kepentingan yang
diperjuangkan olehnya, kiai sebagai tokoh sentral di dalam tubuh masyarakat
menjadi sebuah panutan dan sendaran yang dianggap dapat membawa perubahan
15
yang lebih baik. Ditambah dengan kharismatik yang dimiliki olehnya, menjadikan
beliau sebagai wadah aspirasi rakyat agar bisa menyampaikannya kepada
pemerintah daerah.
Selain itu, Kiai Dedi Suhandi juga mempunyai maksud lain yaitu
kepentingan pondok pesantren yang dikelolanya, Pondok Pesantren Darul Anwar.
Pondok pesantren ini dibawah naungan Yayasan Mathla’ul Anwar yang berdiri
sekitar tahun 1916, yayasan ini konsen kepada pendidikan. Yayasan ini juga
merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar setelah Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah. Dengan dua organisasi besar tersebut, pengaruh Kiai
Dedi Suhandi untuk memobilisasi masa tidaklah terlalu sulit, karena pada
umumnya masyarakat telah mengenal baik kedua organisasi tersebut.
Dengan dasar itu Kiai Dedi Suhandi mendapat kemudahan untuk mengajak
masyarakat ikut andil dalam proses dan mendukung pasangan yang didukung oleh
Kiai Dedi Suhandi yaitu pasangan H. A. Taufik Nuriman dan Ratu Tatu
Chasanah. Dari langkah strategis tersebut Kiai Dedi Suhandi mampu memperoleh
dukungan yang cukup besar dan mampu memenangkan pasangan H. A. Taufik
Nuriman dan Ratu Tatu Chasanah menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Serang.
E. Metode Penelitian
Sebuah penelitian pastilah ada metode penelitian sebagai prosedur sebuah
penelitian. Dalam hal ini, penulis ingin mengatahui bagaimana peran ulama dalam
kemenangan Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015,
dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
16
Kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan dalam
mengungkapkan permasalahan kerja organisasi pemerintah, swasta, organisasi
kemasyarakatan, kepemudaan, keperempuanan, olahraga dan seni budaya,
sehingga dapat menjadikan suatu kebijakan yang dilaksanakan demi kesejahteraan
bersama. Penelian dengan pendekatan ini merupakan analis proses dari proses
berpikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika antar fenomena yang
diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah. Penelitian menggunakan
metode ini bertujan untuk mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah yang
dihadapi, menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari
bawah dan mengembangkan pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena yang
dihadapi.
Menurut Sugiyono, masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara,
tentatif, dan berkembang. Dalam penelitian ini juga terjadi ketiga kemungkinan
terhadap penelitian yang akan diteliti oleh seorang peneliti. yaitu; Pertama,
masalah yang dibawa oleh peneliti tetap sejak awal sampai akhir. Sehingga judul
proposal dan judul penelitiannya sama. Kedua, masalah yang dibawa peneliti
setelah memasuki penelitian berkembang, yaitu diperluas masalah yang disiapkan
dan tidak terlalu banyak perubahan sehingga judul penelitian cukup
disempurnakan. Ketiga, masalah yang telah dibawa peneliti ketika masalah
tersebut dibawa di lapangan berubah total, sehingga peneliti harus mengganti
17
masalah tersebut. Sebab proposal yang ditulis peneliti berbeda dengan apa yang
terjadi dilapangan.19
Asumsi tentang gejala penelitian kualitatif adalah gejala objek itu sifatnya
tunggal dan parsial. Berdasarkan gejala tersebut peneliti dapat menentukan fokus
yang akan diteliti. Gejala itu bersifat holistik atau menyeluruh dan tak bisa
dipisahkan. Yaitu situasi sosial yang meliputi aspek tempat, aspek pelaku, dan
aspek aktivitas.
Dapat disimpulkan bahwa metode penelitian ini bertujuan untuk mendapat
pemahaman yang mendalam tentang masalah sosial yang dihadapi manusia bukan
mendeskriptifkan bagian dari permukaan dari suatu realitas sebagaimana yang
dilakukan oleh peneliti kualitatif. Penelitian menginterpretasikan bagaimana
subjek memperoleh makna dari lingkungan sekitar dan bagaimana memperoleh
makna dari perilaku mereka.
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Pengertian wawancara dalam metode kualitatif memiliki sedikit perbedaan
seperti wawancara lainnya. Wawancara dalam metode kualitatif merupakan
pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului pertanyaan informal. Artinya
percakapan ini lebih sekedar berbagai informasi antara informal dan formal.
Dengan tujuan peneliti mendapat informasi yang sevalid-validnya dari informan.20
19
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif; Teori dan Praktik (Jakarta:PT Bumi
Aksara, 2013), 80-81. 20
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualititatif; Teori dan Praktik (Jakarta:PT Bumi
Aksara, 2013), 160.
18
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu tehnik pengumpulan data yang sumbernya
adalah dokumen baik cetak dan elektronik. Dalam metode kualitatif teknik ini
bertujan untuk mengumpulkan data yang otentik sebagai pelengkap data
sebelumnya. Sehingga penelitian yang diteliti oleh peneliti dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Teknik Analisis Data
Dalam menganalis data, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Data yang diperoleh melalui wawancara dengan informan dideskriptifkan secara
menyeluruh. Data wawancara dalam penelitian ini merupakan data utama yang
menjadi bahan analisis data untuk menjawab masalah penelitian.
F. Sistematika Penelitian
Dalam sistematika penelitian, penulis akan menjabarkan perbab, dengan
demikian penelitian ini tidak keluar jalur penelitian.
Bab I: pada bab ini menjelaskan latar belakang masalah serta data yang
menguatkan penelitian ini dilakukan.
Bab II: pada bab ini menjelaskan mengenai teori yang dipakai oleh penulis
dalam meneliti masalah ini.
Bab III: pada bab ini menjelaskan tentang Ulama sebagai Kekuatan Politik.
Bab IV: pada bab ini menjelaskan beberapa temuan yang peneliti temukan,
dengan cara teknik pengumpulan data. Baik wawancara, dan dokumentasi.
19
Bab V: penutup dan saran.
20
BAB II
KERANGKA TEORI
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan pada bab I,
yang menjadi pertanyaan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana peran
ulama Nahdlatul Ulama dalam kemenangan Ipong Muchlissoni di Pilkada
Langsung Kabupaten Ponorogo 2015, serta faktor-faktor apa saja yang
melatarbelakangi ulama Nahdlatul Ulama mendukung Ipong Muclissoni. Untuk
menganalisa peran dan apa saja yang melatarbelakangi ulama Nahdlatul Ulama
mendukung dan memenangkan Ipong Muchlissoni di Pilkada Kabupaten
Ponorogo. Agar lebih sempurna, penulis mengawali penenelitian ini dengan
menjabarkan teori pendukung yang sekiranya dapat membantu menjawab
pertanyaan penelitian yang sudah dituangkan di bab sebelumnya.
A. Perilaku Politik
Dalam ilmu politik, kita mengenal pendekatan ilmu politik dengan perilaku.
Yang nantinya lebih kita kenal dengan konsep perilaku politik. Perilaku politik
menampilkan keteraturan yang perlu dirumuskan generalisasi-generalisasi yang
kemudian dibuktikan atau diverifikasi kebenarannya. Proses verifikasi ini
dilakukan mulai dari pengumpulan dan analisis data yang dapat diukur.21
Selanjutnya adalah pengertian dari perilaku politik tersebut. Perilaku politik
adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat diantara lembaga-lembaga
pemerintah dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam
21
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), 75.
21
pembuatan, pelaksanaan, penegakan keputusan politik. Lalu perilaku politik ini
terbagi menjadi dua. Yakni, perilaku politik lembaga-lembaga dan pejabat
pemerintah, dan perilaku politik individu ataupun kelompok. Yang pertama
bertugas membuat, menegakan, dan melaksanakan keputusan politik, dan yang
kedua tidak mempunyai hak untuk mencampuri segala urusan politik. Namun,
yang kedua dapat mempengaruhi pihak pertama dalam menjalankan fungsinya.
Karena apapun keputusan politik pihak pertama menyangkut pihak kedua.22
Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan
proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara pemerintah
dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu
dalam masyarakat dalam rangka pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan
keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik.23
Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa yang melakukan kegiatan
politik adalah individu sedangkan perilaku politik lembaga pemerintah adalah
individu yang berpola tertentu. Di balik keputusan lembaga politik dan pemerintah
tentu saja ada pendorong yang memberikan saran maupun motivasi, dan yang
memberikan itu semua adalah individu.
Salah satu implikasi dari perilaku politik adalah partisipasi politik. Yang
berhak melakukan kegiatan politik adalah warga negara yang mempunyai jabatan
di pemerintahan dan warga negara biasa, dan yang berhak membuat dan
melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah. Namun masyarakat dapat dan
berhak ikut mepengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan tersebut,
22
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Grasindo, 2010), 20-21. 23
Sujijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik (Semarang: Ikip Semarang Press, 1995), 2.
22
dan dengan adanya sikap tersebut maka masyarakat telah malakukan perilaku
politik tersebut. Dalam pelaksanaan pemilu di suatu negara ataupun dalam
pelaksanaan pilkada langsung di suatu daerah, perilaku politik dapat berupa
perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan dalam pelaksanaan
pemilu atau pilkada.24
Bisa disimpulkan bahwa di sini terdapat dua peran. Yaitu, peran pemerintah
dipegang oleh pemerintah dan peran politik dipegang oleh individu atau kelompok
di dalam masyarakat. Bisa juga disimpulkan bahwa suatu lembaga non politik bisa
mempengaruhi masyarakat guna menyampaikan aspirasinya ke pemerintah. Hal
ini dapat saja terjadi di masyarakat ketika sudah jenuh akan ketidakpedulian partai
politik terhadap aspirasi masyarakat. Ditambah bila lembaga non politik tersebut
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kebijakan pemerintah. Seperti
organisasi sosial-keagamaan Nahdlatul Ulama.
Meskipun Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial-keagaaman, namun
siapa sangka organisasi ini dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah
maupun pusat dan dapat mempengaruhi pemilih sehingga memenangkan calon
yang mereka dukung dalam sebuah pemilihan umum. Pendekatan perilaku politik
ini juga nyatanya berlaku untuk memenangkan seorang calon pemimpin di sebuah
pemilihan umum baik itu tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. Dalam
hal ini, pendekatan perilaku politik yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama
Kabupaten Ponorogo mampu memenangkan Ipong Muchlissoni dalam Pilkada
Langsung Kabupaten Ponorogo 2015. Maksudnya adalah Nahdlatul Ulama
24
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Grasindo, 2010), 15-16.
23
Kabupaten Ponorogo melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo
melakukan pendekatan kepada pemilih yang notabennya adalah nahdliyin untuk
memenangkan Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015
silam.
Disini ada perluasan makna pendekatan perilaku politik, dari interaksi antara
pemerintah dengan masyarakat diantara lembaga-lembaga pemerintah dan
diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam pembuatan,
pelaksanaan, penegakan keputusan politik. Menjadi interaksi antara lembaga non
pemerintah dan non politik dengan masyarakat guna mencapai sesuatu, yang
dalam hal ini adalah kemenangan Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung
Kabupaten Ponorogo yang disebabkan oleh peran dari Nahdlatul Ulama melalui
Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo. Dari pengertian tersebut nyatahlah
bahwa pendekatan ini mengalami perluasan makna dan dapat digunakan untuk
memenangkan seorang calon di sebuah pemilihan langsung.
B. Perilaku Pemilih
Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para
konsestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian
memberikan suaranya kepada konsestan yang bersangkutan.25
Dinyatakan sebagai
pemilih dalam Pilkada yaitu mereka yang telah terdaftar sebagai peserta pemilih
oleh petugas pendata peserta pemilih
Perilaku pemilih dapat ditunjukan dalam pemberian suara dan menentukan
pilihan pada sebuah pemilihan umum baik itu nasional, provinsi, dan
25
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Grasindo, 2010), 144.
24
kota/kabupaten. Ramlan Surbakti mengartikan perilaku pemilih adalah segala
akivitas pemberian suara oleh individu yang bekaitan erat dengan kegiatan
pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih didalam suatu
pemilihan umum. Bila pemilih memutuskan untuk memilih maka pemilih akan
memilih atau mendukung kandidat tertentu.26
Perilaku pemilih dapat dianalisis
dengan tiga pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosioligis sebenarnya berasal dari Eropa, kemudian di Amerika
dan pendidikan Eropa. David Denver, ketika menggunakan pendekatan ini untuk
menjelaskan perilaku memilih masyarakat Inggris, menyebut model ini sebagai
social determinism approach.
2. Pendekatan Psikologis
Pendekatan sosiologis berkembang di Amerika Serikat berasal dari Eropa
Barat, pendekatan Psikologis merupakan fenomena Amerika serikat karena
dikembangkan sepenuhnya oleh Amerika Serikat melalui Survey Research Centre
di Universitas Michigan. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut sebagai
Mazhab Michigan. Pelopor utama pendekatan ini adalah Angust Campbell.
3. Pendekatan Rasional
Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku pemilih oleh
ilmuwan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi. Mereka melihatadanya
analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku memilih (politik).27
26
Ramlan Surbakti, Partai, Pemilih dan Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997),
170. 27
Muhammad Asfar, Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004 ( Jakarta: Pustaka Eureka,
2006), 137-144.
25
Perilaku pemilih sarat dengan ideologi yang melekat didalamnya. Ideologi
ini adalah hubungan antara pemilih dengan para peserta sebuah pemilihan umum.
Masing-masing peserta sebuah pemilihan umum membawa ideologinya msing-
masing, dan ideologi ini nyatanya sangat ampuh untuk mengingat para pemilih,
meskipun pemilih tersebut berbeda ideologi dengannya. Selain ideologi, para
peserta sebuah pemilihan umum semisal pilkada di sebuah kabupaten/kota
mempunyai visi dan misi tersendiri yang nantinya menjadi daya pemikatnya di
pertarungan demokrasi ini.
Dalam hal ini, Ipong Muchlissoni nyatanya mampu memenangkan Pilkada
Kabupaten Ponorogo 2015 lalu. Ia mendekati sebuah organisasi sosial-keagamaan
yang cukup mempunyai pengaruh yang cukup besar, organisasi terebut adalah
Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten
Ponorogo. Dengan berbagai cara ia mendekati organisasi ini dan meyakinkan
organisasi ini untuk mendukungnya akhirnya Nahdlatul Ulama Kabupaten
Ponorogo melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo mau
mendukungnya dan merestui pencalonannya di Pilkada Kabupaten Ponorogo
2015.
C. Pilihan Rasional
Pilihan rasional muncul semenjak akhir 1980-an menjadi pengaruh yang
sangat penting untuk memepengaruhi kehidupan ekomoni dan politik, mengingat
pada masa itu terjadi ekspansi kegiatan politik ke dalam beberapa kegiatan sosial
termasuk politik. Para pelaku pilihan rasional ini, terutama politisi, birokrat,
pemilih, dan pelaku ekonomi. Pada dasarnya egois dan mendasarkan segala
26
kegiatan ini dengan teori ini dan mereka selalu mencari cara yang efisien untuk
mencapai tujuan tersebut.
Aplikasi teori ini sangat kompleks, model-model dan metode ekonomi
diaplikasikan terutama dalam penelitian mengenai pola-pola voting dalam sebuah
pemilihan umum, pembentukan kabinet, sistem pemerintahan parlementer, badan-
badan legislatif, dan pendirian partai politik dan kelompok kepentingan lainnya.
Salah satu reaksi terhadap pilihan rasional ini adalah timbulnya kembali perhatian
atas karya John Rawls yang berjudul A Theory of Justice. Dalam karyanya ia
mengatakan bahwa nilai-nilai seperti keadilan, persamaan hak, dan moralias
merupakan sifat manusia yang perlu diperhitungkan dan dikembangkan. Ia
memperjuangkan suatu keadilan yang dapat dinikmati oleh warga negara
termasuk mereka yang rentan dan miskin. Ia juga mendambakan suatu masyarakat
yang mempunyai suatu konsensus kuat mengenai asas-asas keadilan dan harus
dilakanakan oleh institusi-institusi politik. 28
Menurut perpektif pemilihan rasional ini, seorang warga negara beperilaku
rasional. Yakni, menghitung bagaimana caranya mendapatkan hasil yang
maksimal dengan ongkos minim. Faktanya sebagian negara penganut demokrasi
ikut dalam pemilu, hal ini juga terjadi di Indonesia. Secara tidak langsung seorang
pemilih akan memilih calon atau partai politik, ia pasti memikirkan dan
menghitung apa yang ia dapat ketika calon atau partai politik itu menang. Namun,
apa yang terjadi terhadap pemilih yang menggunakan rasionalitasnya untuk
28
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), 93-95.
27
memilih seorang calon atau partai politik yang tidak mengharapkan apa-apa ketika
calaon atau partai politik yang ia pilih menang.
Anthony Downs melihat jawabannya adalah demokrasi, sedangkan Riker
dan Ordeshook meyakini bahwa “kewajiban warga negara” sebagai faktor penting
yang membuat warga tetap memilih di setiap pemilihan umum. Di pihak lain, ada
argumen yang meyatakan bahwa ongkos untuk berpartisipasi dalam pemilu sangat
kecil pada warga negara pada umumnya. Oleh karena itu, masyarakat dapat
berpartisipasi dalam pemilu.29
Teori pilihan rasional ini membutuhkan prayarat istitusional tertentu.
Evaluasi egosentrik, sosiotropik, retrospektif, dan prospektif diatas menyaratkan
adanya ini, sistem penghargaan dan hukuman terhadap petahana, yang merupakan
dasar dari model ini tidak mudah dilakukan oleh pemilih. Pemerintahan koalisi
dapat mengaburkan arti penting dari model ini untuk menjelaskan perilaku
pemilih. Sebab, pemerintah koalisi mengaburkan partai mana yang saat ini
berkuasa. Dalam konteks pemerintahan koalisi, perlu dilakukan modifikasi
terhadap kekuatan-kekuatan yang barsaing dalam sebuah pemilihan umum ke
dalam kelompok petahana melawan kelompok oposisi.30
Sehubungan dengan dinamika pilihan politik dalam beberapa kali pilkada di
beberapa daerah terutama di Kabupaten Ponorogo, pilihan rasional memberikan
perhatian lebih kepada faktor penujang utama yaitu ekonomi. Sebab, ekonomi
29 Saiful Munjani, dkk., Kuasa Rakyat: Analisis tentang Perilaku Memilih dalam
Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru (Jakarta: Mizan Publika, 2012), 29-
30. 30
Saiful Munjani, dkk., Kuasa Rakyat: Analisis tentang Perilaku Memilih dalam
Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru (Jakarta: Mizan Publika, 2012), 34.
28
adalah salah satu pendorong mengapa pemilih mau memberikan suaranya pada
calon tertentu.
Secara sederhana, pemilih mau memilih seorang calon atau sebuah partai
politik karena ia sangat yakin bahwa calon atau sebuah partai poliik tersebut
mampu memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhannya terutama dalam hal
mencapai tingkat ekonomi tertentu. Lalu, dari mana seorang pemilih mengetahui
bahwa seorang calon ataupun sebuah partai politik mampu mebantunya untuk
mencapai tingkat ekonomi tertentu. Jawabannya adalah melalui janji politik
seorang atau sebuah partai politik di setiap kampanye pada masa kampanye pada
masa pemilihan umum. Biasanya janji kampanye seorang calon atau sebuah partai
politik dibawa oleh tim suksesnya di dalam berbagai kesempatan. Seperti
pertemuan, pengajian, ataupun ajakan secara pribadi untuk memilih seorang atau
sebuah partai politik tertentu.
Keunikan terjadi pada Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015 yang
memenangkan Ipong Muchlissoni sebagai Bupati terpilih. Yaitu berperannya
organisasi sosial-keagamaan sekuat Nahdlatul Ulama dalam memenangkan Ipong
Muchlissoni. Dengan segala cara ulama organisasi ini lakukan guna memengkan
Ipong Muchlissoni di pilkada kali ini. Lalu apa yang membuat ulama organisasi
ini mau mendukung dan alasan apa saja yang melatarbelakangi keperpihakannya
di pilkada kali ini. Jawabannya ada di bab IV dalam tulisan ini. Karena dalam bab
tersebut akan terkuak semua pertanyaan penelitian ini.
Bisa disimpulkan bahwa teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada
aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai
29
maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada upaya
untuk mencapai tujuan itu. Aktor pun dipandang mempunyai pilihan atau nilai,
keperluan, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk
mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihannya.
30
BAB III
NAHDLATUL ULAMA DAN PILKADA DI KABUPATEN
PONOROGO
Sejarah perpolitikan nasional membuktikan peran ulama dalam membangun
bangsa tak dapat dipungkiri. Ulama telah mengantarkan pada kemerdekaan dan
mempertahankannya, sebagaimana terjadi pada masa kedudukan Jepang, saat
ulama mulai terlibat politik (1942-1945). Ulama sebagai garda depan untuk
melawan jepang. Pada tahun-tahun berikutnya, ulama menceburkan diri pada
politik praktis.31
Fenomena ini masih berlaku hingga saat ini.
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan peran ulama terutama mereka
yang berhimpun dalam sebuah organisasi Nahdlatul Ulama dalam bidang politik.
Sebelum membahas peran apa saja yang dilakukan oleh ulama Nahdlatul Ulama
dalam hal politik di Kabupaten Ponorogo, dalam hal ini adalah Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo. Penulis mengawali dengan sedikit menjelaskan
peran ulama dalam perpolitikan nasional semenjak Orde Lama sampai saat ini dan
peran apa saja yang telah dilakukan ulama terutama dalam bidang politik. Dalam
bab ini pula, yang dimaksud dengan ulama adalah ulama yang berasal dari sebuah
organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama.
Meskipun Nahdlatul Ulama terkenal dengan tradisionalismenya, namun
dalam pemikiran politik Nahdlatul Ulama lebih modern dari pada
Muhammadiyah. Keterlibatan Nahdlatul Ulama dengan politik dilandasi oleh
31
Zuhairi Misrawi, “Ulama dan Politik Akomodasionis,” Harian Kompas, edisi 31
Agustus 2001, 4.
31
paradigma keagamaan dan nilai organisasi yang dianutnya. Organisasi ini sangat
menghargai setiap warga negara yang menggunakan hak politiknya secara baik,
bersungguh-sungguh dan tanggung jawab. Meskipun dalam tubuhnya Nahdlatul
Ulama terjadi tarik ulur kepentingan diantara anggotanya.
A. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional
1. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional pada masa Orde Lama
Pada saat Orde Lama berlangsung, banyak sekali yang dilakukan oleh
Nahdlatul Ulama. Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia turut
serta dan bertanggung jawab untuk memberikan perannya tidak hanya kepada
nahdliyin saja melainkan masyarakat dalam hal membangun cita-cita bangsa
Indonesia.
Seperti pada maklumat No. X tanggal 3 November 1945 yang menjelaskan
tentang pemberian kesempatan pada masyarakat untuk mendirikan partai-partai
agar dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran yang ada di masyarakat.32
Hal ini disambut baik oleh organisasi ini yang kemudian mengkordinir organisasi
organisasi Islam dalam wadah satu partai. Muktamar Islam Indonesia yang
diselengarakan di Yogyakarta pada tanggal 7-8 November 1945 memutuskan
untuk membentuk kembali Masyumi sebagai partai politik bukan sebagai
organisasi buatan jepang.33
Awal mula dukungan Nahdlatul Ulama terhadap Masyumi sangatlah
menggelora. Namun kemudian ada perbedaan kepentingan kelompok di dalam
32
Deliar Noer, Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa (Bandung: Mizan, 2001), 135. 33
M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam
Politik (Jakarta: Gramedia Putaka Utama, 1994), 103.
32
tubuh Masyumi. Nahdlatul Ulama benar-benar tidak terwakili di pengurusan
Masyumi. Langkanya anggota Nahdlatul Ulama yang mempunyai latar belakang
pendidikan umum modern yang membuat Nahdlatul Ulama di parlemen
dipastikan mengemban menteri agama. Situasi inilah yang mengawali munculnya
problem antar Nahdlatul Ulama dan kaum pembaharu di Masyumi.34
Tabel III.A.1. Keterwakilan Nahdlatul Ulama dalam Parlemen
No Nama Kabinet Tahun periode Keterwakilan Nahdlatul
Ulama
1 Sjahrir I 14 November 1945 -
12 Maret 1946
-
2 Sjahrir II 12 Maret 1946 - 2
Oktober 1946
-
3 Sjahrir III 2 Oktober 1946 - 27
Juni 1947
Wahid Hasyim sebagai
Menteri Agama (NU)
4 Amir Syafruddin I 3 Juli 1947 - 11
November 1947
-
5 Amir Syafruddin II 11 November 1947 -
29 Januari 1948
K.H Masjkur sebagai
Menteri Agama (NU)
6 Hatta I 29 Januari 1948 - 4
Agustus 1949
K.H Masjkur sebagai
Menteri Agama (NU)
7 Darurat 19 Desember 1948 -
13 Juli 1949
K.H Masjkur sebagai
Menteri Agama (NU)
8 Hatta II 4 Agustus 1949 - 20
Desember 1949
K.H Masjkur sebagai
Menteri Agama (NU)
9 RIS 20 Desember 1949 - 6
September 1950
Wahid Hasyim sebagai
Menteri Agama (NU)
10 Susanto 20 Desember 1949 -
21 Januari 1950
K.H Masjkur sebagai
Menteri Agama (NU)
11 Halim RI 21 Januari 1950 - 6
September 1950
-
12 Natsir 6 September 1950 - 27
April 1951
Wahid Hasyim sebagai
Menteri Agama (NU)
13 Sukiman - Suwiryo 27 April 1951 - 3
April 1952
Wahid Hasyim sebagai
Menteri Agama (NU)
34
Nur Khalik Ridwan, NU dan Bangsa: Pergulatan Politik dan Kekuasaan (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2010), 62 - 65.
33
14 Wilopo – Prawoto 3 April 1952 - 30 Juli
1953
-
Sumber: Nur Khalik Ridwan, NU dan Bangsa: Pergulatan Politik dan Kekuasaan
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) h. 62 - 65.
Akhirnya, Nahdlatul Ulama dalam sikapnya yang tertuang dalam Muktamar
ke 19 tahun 1951 di Palembang menyatakan keluar dari tubuh Masyumi.
Pelaksaan pendirian partai Nahdlatul Ulama sendiri keluar secara resmi pada 3
Juli 1952, ketika itu pula Nahdlatul Ulama secara resmi keluar dari Masyumi.35
Menghadapi pemilihan umum 1955 dalam jangka waktu tiga tahun,
Nahdlatul Ulama berhasil masuk dalam empat partai besar yaitu PNI, Masyumi,
Nahdlatul Ulama, dan PKI. Dari 8 kursi pada saat bergabung dengan Masyumi,
kini Nahdlatul Ulama menperoleh 45 kursi setelah berdiri sendiri menjadi partai
politik. Hal ini menandakan bahwa basis yang di miliki NU sangatlah kuat di
pedesaan.36
2. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional pada masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru warga negara tidak punya hak untuk mengatur
kehidupan bernegara. Hal ini terjadi karena posisi negara saat itu sebagai pusat
segalanya dan mendominasi. Ini juga termasuk pada sistem kepartaian.
Pengalaman sebelumnya bersama Masyumi membuat Nahdlatul Ulama
mengadakan Konsesus Munas 1975 untuk memperkecil terjadinya konflik
khususnya dalam pembagian kursi.37
Namun nyatannya peleburan partai politik
ini lantas membuat Nahdlatul Ulama merasa kecewa, karena Nahdlatul Ulama
35
Nur Khalik Ridwan, NU dan Bangsa: Pergulatan Politik dan Kekuasaan (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2010), 110. 36
Einar Marhan Sitompul, NU dan Pancasila (Jakrta: Pustaka Sinar Harapan, 1989), 119. 37
Chairul Anwar, Pertumbuhan dan Perkembangan NU (Surabaya: Duta Aksara Mulia,
2010), 315-338.
34
merasa tidak merasa dianggap keberadaannya terutama para kiainya. Padahal di
setiap pemilu pada masa itu kiai Nahdlatul Ulama lah yang berdiri paling depan
untuk PPP. Dalam tubuh PPP sendiri pun, Nahdlatul Ulama termarginalkan.
Tekanan-tekanan tersebut akhirnya mendorong Nahdlatul Ulama bersikap radikal
dalam berbagai persolan.
Mitsuo Nakamura menjelaskan dalam analisisnya bahwa Nahdlatul Ulama
menjadi radikal secara politik karena tradisionalisme dan keagamaannya.
Nakamura menjelaskan letak tradisionalisme keagamaan yang dianut Nahdlatul
Ulama berasal dari Sunni Ortodoks.38
Itu artinya, Nahdlatul Ulama memandang
urusan dunia berpatok pada serba fiqih.
Keputusan kembali ke khittah berlatar belakang kelelahan serta kejenuhan
politik yang dialami oleh warga nahdliyyin. Gagasan ini pertama kali diungkapkan
pada Muktamar ke-22 di Jakarta tahun 1959, dan K.H. Achyat Chalimi selaku juru
bicara Nahdlatul Ulama cabang Mojokerto adalah tokoh yang pertama kali
menggagas gagasan ini. Namun, ketika itu gagasan tersebut belum diterima
banyak oleh kalangan Nahdlatul Ulama. Baru pada Muktamar di Situbondo tahun
1984 diputuskan bahwa Nahdlatul Ulama kembali ke khittah 1928.39
Itu artinya
Nahdlatul Ulama sudah tidak ada kaitannya dengan dunia politik dan bermain
dengan politik praktis, ditambah mempertegas bahwa Nahdlatul Ulama netral
dalam hal politik dan kembali menjadi sebuah organisasi keagamaan.
38
Mitsuo Nakamura, “ Tradisionalisme Radikal: Catatan Muktamar Semarang 1979”
dalam Greg Fealy, Greg Barton (eds.) Tradisionalisme Radikal, Persinggungan Nadhaltul Ulama-
Negara ( Yogyakarta: LkiS, 1997), 61. 39
Kacung Marijan, Quo Vadis NU: Setelah kembali ke Khittah 1928 (Jakarta: Erlangga,
1992) h. 136.
35
Dr. Ali Maskur Musa dalam bukunya Nasionalisme di Persimpangan:
Pergumulan NU dan Paham Kebangsaan Indonesia mengatakan bahwa,
pemikiran politik Nahdlatul Ulama berkembang setelah organisasi ini kembali ke
khittah 1928. Hal ini merupakan landasan berfikir, bersikap, dan berindak
nahdliyin yang harus tercermin dalam tingkah laku perseorangan maupun
organisasi, serta dalam segala pengambilan keputusan. Kebijakan ini mempunyai
implikasi kelembagaan agar Nahdlatul Ulama lebih aktif mengambil peran politik
dalam pemikiran politik.40
3. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional pada masa Reformasi
Memasuki era reformasi muncul kekhawatiran dari generasi muda Nahdlatul
Ulama yang dekat dengan Gus Dur, dalam hal ini mereka senang dengan garis
“non-politis” yang dicetuskan olehnya. Nahdlatul Ulama merasa resah dengan
adanya pembentukan partai politik Nahdlatul Ulama yang baru yaitu PKB.
Kemunculan PKB dalam daftar nama partai politik di era reformasi ini
menimbulkan banyak tanda tanya, terutama pernyataan Nahdlatul Ulama kembali
ke khittah 1928. Pembentukan PKB dalam hal ini ditunjukan sebagai penyelamat
kader-kader Nahdlatul Ulama yang tersebar luas di Indonesia. Gusdur dalam hal
ini memberikan tanggapannya bahwa para aktivis dan simpatisan Nahdlatul
Ulama perlu dibimbing kembali dalam pilihan politiknya. Pernyataan Nahdlatul
Ulama kembali ke khittah 1928 di Orde Baru merupakan strategi politik yang
menguntungkan Nahdlatul Ulama.41
40
Dr. Ali Maskur Musa, Nasionalisme di Persimpangan: Pergumulan NU dan Paham
Kebangsaan Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2011), 10-11. 41
Andree Feillard, NU vis-a-vis Negara (Yogyakarta: LkiS, 2009), 428-429.
36
Pada era reformasi, yang mendominasi peran ulama Nahdlatul Ulama adalah
Adurrahman Wahid atau yang lebih kita kenal Gus Dur. Kenapa demikian, karena
ia yang membentuk PKB sebagai wadah politik kader-kader Nahdlatul Ulama se-
Indonesia. Ia juga membuat statement bahwa hanya PKB partai satu-satunya yang
mendapat legitimasi Nahdlatul Ulama.
4. Peran Ulama dalam Perpolitikan Nasional pada Paska Reformasi dan
Saat Ini
Era reformasi telah membawa banyak perubahan, terutama dalam kehidupan
politik negara ini. Terbukanya ruang berekspresi dan berpendapat membuat
berbagai partai politik lahir dan bertarung di setiap pemilihan umum. Nahdlatul
Ulama pun demikian, Nahdlatul Ulama yang berhimpun dalam sebuah partai
politik yang bernama Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB, nyatanya berhasil
merebut hati pemilih. Tidak hanya nahdliyin saja yang terpincut, pemilih yang
notabennya non muslim pun dibuat kepayang olehnya. Banyak hal yang membuat
partai politik berhasil merebut hati pemilih, salah satunya adalah figur Gus Dur
yang dikenal sangat humanis dan moderat.
Dalam perjalanannya, PKB dan Nahdlatul Ulama tidak selalu harmonis dan
satu kata meskipun dalam hati yang sama. Banyak momen yang membuktikan
para elit Nahdlatul Ulama tidak selalu mendukung PKB atau calon yang di usung
oleh partai ini, seperti halnya yang terjadi pada pilpres 2014. Perpecahan ini
dilatarbelakangi oleh rekrutmen, kapabilitas, reputasi, dan dijadikannya elit NU
sebagai tim sukses. Para pasangan calon presiden pada pilpres 2014 yang lalu
patut dicermati karena menggunakan Mahfud MD sebagai tim sukses pasangan
37
Prabowo-Hatta,42
dan Khofiffah Indar Parawagsa sebagai tim sukses dari
pasangan Jokowi-JK.43
Pada paska reformasi terjadi perluasan makna mengenai elit politik dalam
tubuh Nahdlatul Ulama. Kita ketahui bahwa Nahdlatul Ulama erat kaitannya
dengan ulama ataupu kiai, namun dalam hal ini elit berasal dari kalangan non
ulama ataupun kiai. Melainkan dari kalangan akademisi. Jadi, peran ulama dalam
politik saat ini adalah sebagai elit agama yang mempunyai kekuatan politik yang
dapat mempengaruhi pemilih yang notabennya adalah murid atau santrinya, atau
pemilih yang menjadikan ia sebagai panutan agar memilih dan memenangkan
calon yang ia dukung. Ini merupakan ambisi pribadinya sebagai ulama yang
bermain politik praktis.
B. Nahdlatul Ulama dan Pilkada Kabupaten Ponorogo
Sebagai organisasi sosial-keagamaan dan menekan kesejahteraan sosial
yang menjadi kewajiban seorang muslim, Nahdlatul Ulama telah banyak
melakukan banyak hal untuk mewujudkan cita-cita awal berdirinya organisasi ini.
Di Kabupaten Ponorogo Nahdlatul Ulama telah banyak melakukan banyak hal,
mengingat kabupaten ini merupakan salah satu basis organisasi ini di Provinsi
Jawa Timur. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai apa saja yang telah
42
Ihsanuddin, “Maffud MD Didaulat Jadi Ketua Kepemenangan Prabowo-Hatta”,
kompas.com 20 Mei 2014 [database on-line]; tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/20/1311455/Mahfud.MD.Didaulat.Jadi.Ketua.Tim.Peme
nangan.Prabowo-Hatta; Internet; diunduh pada 14 September 2016. 43
Indra Akunto, “Khofifah yakin Warga NU Condong ke Jokowi-JK,” kompas.com 21
Mei 2014 [database on-line]; tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/1117194/Khofifah.Yakin.Warga.NU.Condong.ke.Jok
owi-JK; Internet; diunduh pada 14 September 2016.
38
dilakukan oleh Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo, terutama PCNU (Pengurus
Cabang Nahdlatul Ulama) Kabupaten Ponorogo.
Dari sekian banyak pengurus PCNU Kabupaten Ponorogo yang dimaksud
dengan ulama yang menjadi elit politik dan menggunakan kekuatan intelektualnya
adalah Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo. Seperti yang dikatakan pada
awal bab ini, bahwa tidak hanya bertugas sebagai arah kebijaksanaan Nahdlatul
Ulama dalam urusan agama saja. Melainkan bertugas sebagai penentu arah
kebijaksaan dalam politik.
Dalam melakukan segala kegiatan sosial-keagamaan, Nahdlatul Ulama
selalu melibatkan masyarakat terutama nahdliyin. Diantaranya adalah Menggelar
Pelatihan Da'i - Da'iah Muda yang diadakan oleh PC.LDNU atau Pengurus
Cabang Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama.44
Dalam dunia kesehatan, PCNU
(Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) Kabupaten Ponorogo mengadakan operasi
katarak gratis. Kegiatan ini atas kerjasama PT.Sido Muncul Tbk, dengan PCNU
Kabupaten Ponorogo dan RSU Muslimat.45
Dalam usaha memperbaiki ekonomi masyarakat serta mendorong
produktifitas para pengusaha lokal, PCNU Kabupaten Ponorogo menghimpun
para pelaku ekonomi tersebut dalam Himpunan Pengusaha Nahdliyin atau HPN.
Serta membuat badan usaha sendiri atau BUM-NU.46
Dalam bidang agama,
44
Asrovi, “Pelatihan Da’i-Da’iah Muda Bersama PC.LDNU,” nuponorogo.org 28
Agustus 2016 [database on-line]; tersedia di http://www.nuponorogo.org/2016/08/pelatihan-dai-
daiah-muda-bersama-pcldnu.html; Internet; diunduh pada 20 September 2016. 45
PCNU Kabupaten Ponorogo, “Baksos Operasi Katarak Gratis,” nuponorogo.org 21 mei
2016 [database on-line]; tersedia di http://www.nuponorogo.org/2016/05/baksos-operasi-katarak-
gratis.html; Internet;diunduh pada 20 September 2016. 46
PCNU Kabupaten Ponorogo, “Badan Usaha Milik NU Raih Jura II pada Evenet Grebek
Suro 2016 Kab. Ponorogo” nuponorogo.org 1 Oktober 2016 [database online] tersedia di
39
PCNU Kabupaten Ponorogo senantiasa mengajak semua kaum muslimin terutama
nahdliyin untuk menjadi pribadi muslim yang baik. Dengan cara memberikan
pengajaran agama yang mampu diserap oleh berbagai lapisan masyarakat melalui
pengajian, pondok pesantren, dan sekolah.
Dalam bidang politik, menurut pengamatan penulis kurang terlihat di
permukaan. Artinya PCNU Kabupaten Ponorogo melalui Dewan Syuriah bermain
halus di bawah tanah. Ini dilakukan karena secara organisasi Nahdlatul Ulama
tidak bermain politik praktis, karena telah kembali ke khittah 1928. Mereka
bermain dalam tataran elit. Mengingat sebagian besar anggota Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo merupakan orang yang mempunyai pengaruh. Salah
satu alasannya adalah sebagain besar dari mereka ialah pimpinan atau pengurus
pondok pesantren yang tersebar di seluruh Kabupaten Ponorogo. Bisa kita
bayangkan seberapa besar masa mereka. Hal inilah yang membuat seorang atau
pasangan calon pejabat publik dapat memenangkan pertarungan politik mereka.
Peran Nahdlatul Ulama di Kabupaten Ponorogo melalui Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo dalam politik sudah berlangsung semenjak Pilkada
Kabupaten Ponorogo tahun 2005 yang pemenangnya adalah Muhadi Suyono yang
berpasangan dangan Amin, dengan kendaraan politik PKB. Bahkan hingga sampai
pikada terakhir pun, Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo melalui Dewan
Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo masih berpartisipasi dalam politik terutama
dalam pilkada. Keunikan gaya komunikasi Nahdlatul Ulama adalah tidak
transparan dan terang-terangan mendukun seseorang dalam sebuah pemilihan
http://www.nuponorogo.org/2016/10/badan-usaha-milik-nu-raih-juara-ii-pada.html; Internet
diunduh pada 20 September 2016.
40
umum. Artinya, Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo melalui Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo mengkapanyekan dengan permainan kata. 47
Misal:
“Pilih dia saja, karena ia adalah warga Nahdlatul Ulama dan orang tuanya
adalah seorang nahdliyin yang taat kepada Allah dan Rasul”
Atau
“Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo melalui Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo sangat mengharapkan bapak-ibu sekalian untuk mendukung
pak Ipong di Pilkada kali ini. Karena pak Ipong dikenal dekat dengan para ulama
Nahdlatul Ulama dan sangat dekat sekali dengan Gusdur semasa beliau masih
hidup”.
Permainan kata sering sekali digunakan dan didengar selama masa
kampanye dan tentu saja tidak selamanya di panggung politik. Bisa saja ketika
memberi sambutan dalam sebuah acara atau menjadi penceramah di berbagai
masjid di beberapa kesempatan.
Meskipun Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial-keagamaan, namun
nyatanya ia bermain dengan politik baik aktif maupun pasif. Dasar berpartisipasi
organisasi ini dalam politik adalah untuk mensejahterakan masyarakat dan
menselaraskan program organisasi dengan program pemerintah kabupaten.
Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo merasa ada beberapa kesamaan antara
program organisasi dengan program Kabupaten Ponorogo.
Keterpihakan Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo dalam pemilihan
umum terutama pilkada, diawali dengan pertemuan dikalangan internal organisasi.
Biasanya yang bertugas untuk memutuskan adalah Dewan Syuriah. Karena dewan
ini adalah penentu arah kebijakan organisasi. Dalam mendukung Nahdlatul Ulama
Kabupaten Ponorogo melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo tidak
47
Wawancara Pribadi dengan K.H. Imam Sayuti Farid, Ponorogo, 28 Desember 2016.
41
terbuka karena melanggar khittah 1928. Meskipun demikian Nahdlatul Ulama
menggunakan badan otonomnya untuk mengkampanyekan calon yang direstui
oleh organisasi. Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo melalui Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo beranggapan bahwa, dengan cara demikian proses
mengkampanyekan calon yang direstui sampai ke semua lapisan masyarakat.48
Dalam organisasi ini menempatkan ulama atau kiai sebagai Dewan Syuriah.
Hal ini merupakan suatu penghormatan kepadanya. Dewan ini biasanya berada di
tingkat kota atau kabupaten. Dewan Syuriah bertugas sebagai penentu arah
kebijaksanaan Nahdlatul Ulama dalam tujuan organisasi, memberikan bimbingan
dan arahan dalam memahami Islam terutama Mazhab empat, dan mengawasi serta
memberikan koreksi sehingga pelaksanaan program Nahdlatul Ulama berjalan
diatas ketentuan jami’yah dan agama Islam.49
Tidak hanya bertugas sebagai arah kebijaksanaan Nahdlatul Ulama dalam
urusan agama saja, kini Dewan Syuriah bertugas sebagai arah penentu
kebijaksanaan Nahdlatul Ulama dalam politik. Hal ini dinilai wajar, karena setiap
warga negara mempunyai hak politik dan hal ini juga berlaku kepada setiap
anggota Dewan Syuriah Nahdlatul Ulama.
Dalam melakukan dukungan politik di setiap pemilihan umum terutama
Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015, Nahdlatul Ulama Kabupaten
Ponorogo melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo tidak melalui
sebuah deklarasi. Artinya, tidak ada perjanjian politik didalamnya.50
Namun
48
Wawancara Pribadi dengan Drs. M. Muhsin, M.Ag, Ponorogo, 29 Desember 2016
49 Marijan, Quo Vadis NU setelah Kembali ke Khittah 1926(Jakarta: Erlangga, 2004), 35.
50 Wawancara Pribadi dengan Drs. Bakhtiar Harmi, Ponorogo, 31 Desember 2016.
42
pertanyataan itu terbantah, K.H. Imam Sayuti menyatakan bahwa ada perjanjian
politik secara tidak langsung antara Ipong Muchlissoni dengan Nahdlatul Ulama
Kabupaten Ponorgo. Seperti, akan diberikan hak memberikan saran ketika
perancangan RABD.51
Semakin ke sini, semakin unik Pilkada Kabupaten Ponorogo. terutama yang
diselengara pada tahun 2015 silam. Yaitu, Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo
melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo tidak mendukung calon yang
diusung oleh “partai tuan rumah” PKB, melainkan mendukung pasanganan yang
diusung oleh Partai Gerindra, PAN, dan NasDem.
C. Sekilas Tentang Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Ponorogo yang terletak pada koordinat antara 111°17’ – 111°52’
Bujur Timur dan 7° 49’ – 8°20’ Lintang Selatan mempunyai wilayah seluas
1.371,78 km² dengan ketinggian antara 143 sampai dengan 1.052 meter diatas
permukaan air laut. Kabupaten ini mempunyai keuntungan lokasi yang strategis,
yaitu terletak di sebagai pusat kegiatan regional Madiun-Pacitan-Trenggalek-
Wonogiri (Jawa Tengah) dan Magetan. Dengan demikian Kabupaten Ponorogo
mempunyai peranan yang sangat penting baik sebagai pusat penyuplai barang
kebutuhan pokok bagi daerah sekitarnya.52
Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 1.371,78 Km2, habis terbagi
menjadi 21 kecamatan yang terdiri dari 307 kelurahan/desa, 1.002 lingkungan
51 Wawancara Pribadi dengan K.H. Imam Sayuti Farid, Ponorogo, 28 Desember 2016.
52 Ditjen Cipta Karya, “Profil Kabupaten Ponorogo,” pu.go.id 2008 [jurnal on-line]; tersedia di
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/ponorogo.pdf; Internet; diunduh pada 16
September.
43
atau dusun, 2.274 Rukun Warga (RW), dan 6.869 Rukun Tetangga (RT).
Sedangkan jumlah penduduknya kabupaten ini sebanyak 865.809 jiwa. Dengan
pembagian 432.578 penduduk laki-laki dan 433.231 penduduk perempuan.53
Tabel III.C.1. Penduduk Kabupaten Ponorogo Menurut Jenis Kelamin
tahun 2000, 2010, dan 2014
Jenis kelamin 2000 2010 2014
Laki-laki 418.543 427.592 432.578
Perempuan 422.954 427.689 433.231
Jumlah 841.497 855.281 865.809 Sumber: https://ponorogokab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Daerah-Ponorogo-2015.pdf
Jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Ponorogo yaitu 76.383 jiwa
atau sebesar 8,82 persen dari total penduduk di Kabupaten Ponorogo, disusul
Kecamatan Babadan (7,50 persen) dan Kecamatan Ngrayun (6,50 persen).
Kepadatan penduduk Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 tercatat 631
jiwa/Km2. Kecamatan Ponorogo merupakan kecamatan terpadat dengan
kepadatan 3.424 jiwa/Km2, hal ini ditunjang karena Kecamatan Ponorogo
merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian di Kabupaten
Ponorogo. Sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Pudak sebesar
190 jiwa/Km2. Menurut komposisinya, mayoritas penduduk Kabupaten Ponorogo
berada pada usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 68,00 persen. Sementara
persentase penduduk usia muda (0-14 tahun) dan penduduk usia tua (65 tahun ke
53
Badan Statistik Nasional Kabupaten Ponorogo, “Statistik Daerah Kabupaten Ponorogo
2015”, ponorogokab.bps.go.id 2015 [database on-line]; tersedia di
https://ponorogokab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Ponorogo-Dalam-Angka-2015.pdf; Internet;
diunduh pada 20 September.
44
atas) masing-masing 21,04 persen dan 10,96 persen. Penduduk lanjut usia
mayoritas berjenis kelamin perempuan (56,92 persen).54
Dari jumlah penduduk tersebut sebanyak 4.039 jiwa berprofesi sebagai
TKI/TKW, 12.550 jiwa berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil atau PNS, 16.972
jiwa berprofesi menjadi guru, dan sebanyak 45.867 jiwa berprofesi sebagai buruh
di berbagai industri.55
Berdasarkan data dari Kementerian Agama Kabupaten
Ponorogo, tercatat bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Ponorogo beragama
Islam 98,22%, diikuti Kristen Protestan 0,4%, Katholik 0,28%, Budha 0,5%, dan
Hindu 0,5%.56
Tabel III.C.2. Penduduk Kabupaten Ponorogo
Berdasarkan Profesi Pekerjaan
Profesi
Pekerjaan
TKI/TKW Pegawai
Negeri Sipil
atau PNS
Guru Buruh
Jumlah 4.039 jiwa 12.550 jiwa 16.972 jiwa 45.867 jiwa
Sumber: https://ponorogokab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Daerah-Ponorogo-2015.pdf
Setiap kabupaten atau kota mempunyai batas wilayah, ini dimaksudkan agar
segala pembangunan sarana dan prasarana menjadi terarah. Begitu juga dengan
54
Badan Statistik Nasional Kabupaten Ponorogo, “Statistik Daerah Kabupaten Ponorogo
2015”, ponorogokab.bps.go.id 2015 [database on-line]; tersedia di
https://ponorogokab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Ponorogo-Dalam-Angka-2015.pdf; Internet;
diunduh pada 20 September. 55
Badan Statistik Nasional Kabupaten Ponorogo, “Statistik Daerah Kabupaten Ponorogo
2015”, ponorogokab.bps.go.id 2015 [database on-line]; tersedia di
https://ponorogokab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Ponorogo-Dalam-Angka-2015.pdf; Internet;
diunduh pada 20 September. 56
Badan Statistik Nasional Kabupaten Ponorogo, “Statistik Daerah Kabupaten Ponorogo
2015”, ponorogokab.bps.go.id 2015 [database on-line]; tersedia di
https://ponorogokab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Ponorogo-Dalam-Angka-2015.pdf; Internet;
diunduh pada 20 September.
45
Kabupaten Ponorogo. Di sebelah utara kabupaten ini perbatasan dengan
Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, dan Kabupaten Nganjuk. Di sebelah
selatan kabupaten ini perbatasan dengan Kabupaten Pacitan dan Kabupaten
Trenggalek. Di sebelah barat perbatasan dengan Kabupaten Pacitan dan Provinsi
Jawa Tengah. Di timur kabupaten ini perbatasan dengan Kabupaten Trenggalek
dan Kabupaten Tulungagung.57
Kabupaten Ponorogo dikenal dengan sebutan kota reog, karena di kota
Ponorog kesenian reog ini dilahirkan. Bahkan hingga saat ini setiap tanggal 1
Muharam atau 1 Suro, selalu diselenggarakan acara Grebeg Suro. Dalam acara
Grebeg Suro ini diadakan Festival Reog Nasional yang diikuti kelompok seni reog
dari berbagai kota di Indonesia. Acara lain adalah Kirab Pusaka. Pusaka yang
diarak dari makam Batoro Katong (pendiri Ponorogo) ke Pendopo Kabupaten
tersebut merupakan peninggalan pemimpin Ponorogo pada masa Kerajaan
Wengker. Acara ini diakhiri dengan Larung Do’a di Telaga Ngebel. Grebeg Suro
ini menjadi salah satu kalender wisata di Ponorogo dan Jawa Timur.58
Mempunyai lagenda sebagai berikut, mengutip buku Babad Ponorogo karya
Poerwowidjojo yang terbit pada tahun 1997. Diceritakan, bahwa asal-usul nama
Ponorogo bermula dari kesepakatan dalam musyawarah bersama Raden Bathoro
Katong, Kiai Mirah, Selo Aji dan Joyodipo pada hari Jum'at saat bulan purnama,
57
Kemendagri, “Kabupaten Ponorogo,” kemendagri.go.id, 2011 [database on-line]; tersedia di
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/35/name/jawa-
timur/detail/3502/ponorogo; Internet: diunduh pada 20 September. 58
Badan Statistik Nasional Kabupaten Ponorogo, “Statistik Daerah Kabupaten Ponorogo
2015”, ponorogokab.bps.go.id 2015 [database on-line]; tersedia di
https://ponorogokab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Ponorogo-Dalam-Angka-2015.pdf; Internet;
diunduh pada 20 September.
46
bertempat di tanah lapang dekat sebuah gumuk (wilayah katongan sekarang). Di
dalam musyawarah tersebut di sepakati bahwa kota yang akan didirikan
dinamakan “Pramana Raga” yang akhirnya lama-kelamaan berubah menjadi
Ponorogo. Pramana Raga terdiri dari dua kata: Pramana yang berarti daya
kekuatan, rahasia hidup, permono, wadi sedangkan Raga berarti badan, jasmani.
Kedua kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan, watak manusia
tersimpan suatu rahasia hidupberupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan
dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah, shufiah dan muthmainah.
Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan
menempatkan diri dimanapun dan kapanpun berada.59
D. Profil dan Perjalanan Karir Politik Ipong Muchlissoni
Ipong Muchlissoni adalah salah seorang politisi yang berlatar belakang
seorang pengusaha yang bisa dikatakan sangat sukses. Meskipun ia adalah putra
Ponorogo, namun namanya sangat terkenal di Kota Samarinda. Tidak hanya
terkenal sebagai seorang pengusaha, Ipong Muchlissoni juga terkenal sebagai
politisi karena ia pernah menjadi anggota DPRD Kota Samarinda fraksi PKB dan
pernah maju dalam Pilkada Kota Samarinda tahun 2013 silam, meskipun tidak
dapat memenangkannya.
Ipong Muchlissoni, yang lahir di Lamongan 29 April 1967 merupakan
perantauan dari Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur yang mengadu
nasibnya di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan berhasil sukses.
59
Kemendagri, “Kabupaten Ponorogo,” kemendagri.go.id, 2011 [database on-line]; tersedia di
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/35/name/jawa-
timur/detail/3502/ponorogo; Internet: diunduh pada 16 September.
47
Ipong memulai karir politik di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang saat itu
dipimpin Alm. KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur). Keterlibatannya di partai ini
membawanya duduk sebagai anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur periode
1998-2004 dan 2004-2009. Ia akhirnya meninggalkan PKB setelah kisruh
melanda partai berlambang bola dunia dengan sembilan bintang ini.60
Setelah keluar dari PKB, ia kembali berpolitik dan memilih Gerindra
sebagai kendaraan politiknya. Dalam partai politik yang baru ini, ia menepati
posisi yang sangat strategis. Yaitu sebagai ketua DPC Gerindra Provinsi
Kalimantan Timur. Bahkan sampai ia kini menjabat sebagai Bupati Kabupaten
Ponorogo, ia tetap menjadi ketua DPC Gerindra Provinsi Kalimantan Timur.61
Alasan utama ia keluar dari partai berlambang bola dunia dengan sembilan
bintang ini adalah kurang sukannya Ipong terhadap gaya kepimpinan ketua umum
PKB yaitu Muhaimin Iskandar yang ia nilai tidak mencerminkan apa yang telah di
ajarkan Gusdur ketika ia menjadi ketua umum PKB. Dengan kata lain Ipong
Muchlissoni merupakan gusdur sentris.62
Meskipun gagal di Pilkada Kota Samarinda, tidak membuatnya jera untuk
berpolitik. Ia lantas memberanikan dirinya untuk maju dalam Pilkada Kabupaten
Ponorogo, dimana kabupaten tersebut merupakan asal-usul keluarga besarnya.
Dalam rangka maju dalam Pilkada Kabupaten Ponorogo, Ipong Muchlissoni
60
Suisylo Asmalyah, “Imaad-Ipong siap Menang dengan Sportif,” antarakaltim.com 24
Agustus 2013 [database on-line] tersedia di http://www.antarakaltim.com/berita/16114/imdaad-
ipong-siap-menang-dengan-sportif; Internet; diunduh pada 16 Oktober 2016. 61
Doan E Pardede, “Terpilih Jadi Buapati Ponorogo, Ipong Tetap Pimpimpin Gerindra
Kaltim,” tribunnews.com 1 Februari 2016 [database on-line] tersedia di
http://kaltim.tribunnews.com/2016/02/01/terpilih-jadi-bupati-ponorogo-ipong-tetap-pimpin-
gerindra-kaltim; Internet; diunduh pada 16 Oktober 2016. 62
Wawancara Pribadi dengan K.H. Imam Sayuti Farid, Ponorogo, 7 Juli 2016.
48
berpasangan dengan Soedjarno ini diusung oleh Partai Gerindra, PAN dan Partai
Nasdem.
49
BAB IV
ANALISIS PERAN ULAMA NAHDLATUL ULAMA DALAM
KEMENANGAN IPONG MUCHLISSONI DI PILKADA
LANGSUNG KABUPATEN PONOROGO 2015
Setelah penulis memparkan dan menjelaskan tentang apa itu ulama, apa itu
perilaku politik, perilaku pemilih dan teori pilihan rasional, serta penulis juga
menjelaskan perjalanan ulama dalam bidang politik terutama ulama yang
bernaung pada sebuah organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama, semenjak Orde
Lama sampai masa kini dan peran Nahdlatul Ulama melaui Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo. Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi sosial
keagamaan terbesar yang memiliki pengaruh dalam menentukan kebijakan
nasional maupun daerah.
Hal itu juga berlaku di Kabupaten Ponorogo yang merupakan salah satu
kantong suara PKB di Provinsi Jawa Timur. Dalam Pilkada Kabupaten Ponorogo
nyatanya peran ulama Nahdlatul Ulama dapat memenangkan pasangan Ipong
Muchlissoni-Soedjarno dapat menduduki kursi nomer satu di Kabupaten
Ponorogo. Meskipun pasangan ini diusung Partai Gerindra, PAN dan Partai
Nasdem yang notabenya bukan partai berbasis Nahdlatul Ulama.
Dalam bab ini, akan terkuak kenapa Ulama Nahdlatul Ulama yang dalam
hal ini adalah Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo “mendukung”
pasangan ini beserta peran apa saja yang dilakukan oleh Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo, sehingga dapat memenangkan Ipong Muchlissoni di
50
Pilkada Kabupaten Ponorogo 2015. Mengapa pasangan Amin-Agus Widodo
bernomor urut 2 yang diusung partai “tuan rumah” PKB dan PDIP yang
notabennya adalah petahana kalah dengan pendatang.
Dalam organisasi ini menempatkan ulama atau kiai sebagai Dewan Syuriah.
Hal ini merupakan suatu penghormatan kepadanya. Dewan ini biasanya berada di
tingkat kota atau kabupaten. Dewan Syuriah bertugas sebagai penentu arah
kebijaksanaan Nahdlatul Ulama dalam tujuan organisasi, memberikan bimbingan
dan arahan dalam memahami Islam terutama Mazhab empat, dan mengawasi serta
memberikan koreksi sehingga pelaksanaan program Nahdlatul Ulama berjalan
diatas ketentuan jami’yah dan agama Islam.63
Tidak hanya bertugas sebagai arah kebijaksanaan Nahdlatul Ulama dalam
urusan agama saja, kini Dewan Syuriah bertugas sebagai arah penentu
kebijaksanaan Nahdlatul Ulama dalam politik. Hal ini dinilai wajar, karena setiap
warga negara mempunyai hak politik dan hal ini juga berlaku kepada setiap
anggota Dewan Syuriah Nahdlatul Ulama. Penulis sengaja menggunakan kata
mendukung dalam tanda kutip (“mendukung”), hal ini dikarenakan secara
struktural organisasi ini tidak mendukung secara penuh Ipong Muchlissoni di
Pilkada Kabupaten Ponorogo. Ini disebabkan oleh pecahnya suara Nahdlatul
Ulama di kalangan anggota Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo.
Hal ini dikerenakan beberapa alasan seperti pilihan politik, kembalinya
oragnisasi ini ke khittah 1928, kedekatan salah satu anggota dari Dewan Syuriah
63
Marijan, Quo Vadis NU setelah Kembali ke Khittah 1926(Jakarta: Erlangga, 2004), 35.
51
dengan calon lain. Kedekatan dalam hal ini bisa saja kedekatan emosional,
kedekatan kekerabatan, dan kedekatan ideologi.
A. Proses Terpilihnya Soedjarno Menjadi Pasangan Ipong Muchlissoni di
Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo dan Pecahnya Suara Ulama
Nahdlatul Ulama
Ada keunikan yang terjadi dalam menentukan Soedjarno menjadi
pasangannya guna maju dalam Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015.
Seperti yang kita ketahui, setiap individu di negeri ini jika ingin maju dalam
sebuah pertarungan politik pastilah melakukan berbagai cara termasuk konsolidasi
ke berbagai organisasi masyarakat. Ini dilakukan guna mendekatkan pemilih
untuk memilihnya. Hal ini juga dilakukan oleh Ipong Muchlissoni.
Ia melakukan konsolidasi ke berbagai organisasi kemasyarakatan, termasuk
ke Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo. Berawal dari keinginannya untuk
bersilaturahmi dengan Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo untuk membicarakan keinginannya untuk maju di Pilkada
Kabupaten Ponorogo. Namun, pada saat itu Nahdlatul Ulama melalui Dewan
Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo belum siap, karena belum adanya sikap yang
diambil pada Pilkada nanti. Ditambah Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo
melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo belum mengenal semua
calon yang akan bertarung pada Pilkada Kabupaten Ponorogo. Dengan kata lain
mereka masih menunggu kemungkinan mendukung calon lain selain Ipong.
Alasan terbesar Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten
Ponorogo mendukung Ipong Muchlissoni adalah ia melakukan komunikasi yang
52
berkala dengan Nahdlatul Ulama, dan berperan sebagai perantara dalam hal
komunikasi dengan Nahdlatul Ulama adalah PMII yang notabennya adalah badan
otonom milik organisasi ini.64
Dengan komunikasi berkala tersebut, ia memahami apa yang dibutuhkan
oleh masyarakat terutama nahdliyin dan menemukan kesamaan visi dan misi
antara Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo
dengan dirinya. Seiring berjalannya waktu dan melalui proses yang panjang
akhirnya Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo
setuju untuk “mendukung” Ipong Muchlissoni. Dengan syarat ia harus
berpasangan dengan salah satu kader terbaik Nahdlatul Ulama Kabupaten
Ponorogo.65
Awalnya Ipong Muchlissoni memilih Fatchul Aziz yang waktu itu menjabat
sebagai Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Ponorogo untuk mendampinginya.
Dengan terpilihnya Fatchul Aziz sebagai pasangan Ipong Muchlissoni inilah
secara resmi Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo “mendukung” Ipong
Muchlissoni. Namun di tengah waktu mendekati pendaftaran, secara mengejutkan
Fatchul Aziz mengundurkan diri sebagai bakal calon Wakil Bupati Kabupaten
Ponorogo dengan pasangannya Ipong Muchlissoni. Keputusan Fatchul Aziz
segera mendapat respon dari Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo dalam
sebuah rapat yang memutuskan menawarkan kepada Ipong Muchlissoni beberapa
nama yang nantinya akan maju di pilkada Kabupaten Ponorogo. Namun pada
akhirnya Ipong Muchlissoni memilih sendiri bakal calon Wakil Bupati Kabupaten
64
Wawancara Pribadi dengan Drs. M. Muhsin, M.Ag, Ponorogo, 12 Juli 2016 65
Wawancara Pribadi dengan Drs. Bakhtiar Harmi, Ponorogo, 9 Juli 2016.
53
Ponorogo yang akan mendampinginya di Pilkada Kabupaten Ponorogo 2015.
Terpilihlah Soedjarno yang berlatar belakang seorang birokrat untuk
mendampinginya dalam pertarungan di pilkada Kabupaten Ponorogo.66
Soedjarno akhirnya dikenalkan kepada Nahdlatul Ulama Kabupaten
Ponorogo melalui Dewan Syuriah dalam pertemuan di rumah Drs. Bakhtiar
Harmi. Namun sayangnya ketika pertemuan tersebut, tidak semua anggota Dewan
Syuriah hadir. Fenomena ini dapat dimengerti oleh Nahdlatul Ulama Kabupaten
Ponorogo, karena soal pilihan politik itu adalah masalah pribadi dan tidak bisa
diganggu gugat oleh pihak manapun. Meskipun suara Nahdlatul Ulama melalui
Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo terpecah, tapi sebagian besar anggota
Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo mendukung penuh dan merestui
majunya Ipong Muchlissoni-Soedjarno di Pilkada Kabupaten Ponorogo. Seketika
itu juga, Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo
melakukan konsolidasi ke seluruh badan otonom NU se-Kabupaten Ponorogo. Hal
ini berguna untuk membulatkan dukungan PCNU Kabupaten Ponorogo kepada
pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno.67
Ipong menuturkan, sebelum menentukan calon Wakil Bupati yang maju
mendampinginya, dirinya sudah banyak menerima masukan nama tokoh dari
berbagai pihak. Setiap kelompok masyarakat yang mengusulkan kandidat Wakil
Bupati kepadanya, semuanya dilandasi niat baik. Tokoh-tokoh yang diusulkan
pun semuanya juga bereputasi baik. Setelah sekian lama memilih calon Wakil
Bupati yang akan mendampinya di Pilkada Kabupaten Ponorogo, terpilihlah
66
Wawancara Pribadi dengan Drs. M. Muhsin, M.Ag, Ponorogo, 12 Juli 2016 67
Wawancara Pribadi dengan Drs. Bakhtiar Harmi, Ponorogo, 9 Juli 2016.
54
Soedjarno sebagai pasangannya. Pemilihan Soedjarno oleh Ipong Muclissoni
untuk mendampinginya di Pilkada Kabupaten Ponorogo tahun 2015 silam berlatar
belakang keinginan Soedjarno untuk memajukan Kabupaten Ponorogo.
Menurutnya Soedjarno dikenal sebagai ahli anggaran pada masa pemerintahan
Markoem Singodimedjo. Ia sangat dikenal sebagai bupati tersukses yang pernah
memimpin Kabupaten Ponorogo.68
Ketidakhadiran beberapa anggota Dewan Syuriah pertemuan di rumah Drs.
Bakhtiar Harmi untuk memperkenalkan Soedjarno, ditambah mundurnya Fatchul
Aziz dari bakal calon Wakil Bupati meninggalkan dilema yang sangat mendalam.
Yaitu ketidaksamaan suara dalam mendukung Ipong Muchlissoni di Pilkada
Langsung Kabupaten Ponorogo. Alasannya cukup beragam, ada yang beralasan
ingin kembali ke khittah 1928, ada juga yang beralasaan sudah mempunyai calon
yang sependapat dengannya mengenai pembangunan kabupaten ini.
Salah satu anggota Dewan Syuriah yang berpaling dari Ipong Muchlissoni
dan mendukung calon lain, yaitu Sugiri Sancoko adalah K.H. Moh. Sholihan. ia
berpendapat bahwa Sugiri ini sangat layak memimpin Kabupupaten Ponorogo,
ditambah beliau sangat menginginkan Kabupaten Ponorogo menjadi kota santri
yang berbudaya. Keinginan ini merupakan keinginan kedua belah pihak yang
tertuang dalam perjanjian politik.
Mengenai perjanjian politik ia secara diplomatis mengatakan, jika
komunikasi telah dibangun sejak lama. Berbagai diskusi dan masukan telah dikaji
68
Supriyaldi, “Ipong Buka Rahasia Menggandeng Djarno,” disadur dari Ponorogo Pos 19
Agustus 2015, [database on-line]; tersedia di
http://ipongmuchlissoni.blogspot.co.id/2015/08/ipong-buka-rahasia-menggandeng-djarno.html; diakses pada 16 Oktober 2016 pukul 11:29
55
bersama yang bertujuan untuk memajukan Kabupaten Ponorogo dari berbagai
bidang. Kesepahaman inilah yang menjadi dasar dukungan ini dilakukan.
K.H. Moh. Sholihan menambahkan, pengalaman Sugiri Sancoko di Komisi
E DPRD Jatim merupakan modal yang baik untuk menciptakan dan menggali
UMKM yang ada di kabupaten ini. Kita melihat banyak sekali UMKM yang
belum tersentuh oleh pemerintah kabupaten, padahal mempunyai potensi
didalamnya. Selanjutnya alasan ia mendukung adalah karena Sugiri mempunyai
gaya kominikasi yang baik, meskipun Ipong Muchlissoni lebih baik darinya.
Ia menambahkan meskipun sebgian besar Dewan Syuriah PCNU Kabupaten
Ponorogo mendukung Ipong Muchlissoni, bukan berarti terpecah selamanya.
Perpecahan ini hanya berlaku pada pilkada kali ini saja, dan keberpihakannya
pada Sugiri Sancoko merupakan haknya dalam menentukan pilihan bukan atas
permintaan seseorang apa lagi permintaan dari Sugiri sendiri. 69
Ada yang mendukung calon lain, ada juga yang memutuskan untuk netral.
Salah satunya adalah K.H. Muchtar Sunarto. Alasan yang mendasarinya untuk
bersikap netral adalah khittah 1928 yang mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama
tidak boleh ikut dalam kegiatan politik. Artinya ia tidak memihak kepada calon
manapun. Mundurnya Fatchul Aziz dan terpilihnya Soedjarno menjadi Bakal
Wakil Bupati Kabupaten Ponorogo mendampingi Ipong Muchlissoni bukanlah
alasan utama bersikap netral. Memang sejak bergulirnya wacana Nahdlatul Ulama
Kabupaten Ponorogo mendukung salah satu calon bupati, ia sudah tidak menyukai
sikap organisasi ini. Karena sudah keluar dari khitah 1928.
69
Wawancara Pribadi dengan K.H. Moh Sholihan, Ponorogo, 27 Desember 2016.
56
Menurutnya kembali sudah saatnya Nahdlatul Ulama fokus pada tujuan wal
berdirinya organisasi ini, yaitu menciptakan masyrakat yang berkeadilan dalam
segala hal termasuk ekonomi. Lalu, jika Dewan Syuriah PCNU Kabupaten
Ponorogo memihak kepada seorang calon, maka akan menimbulkan kebingungan
diantara jamaahnya.70
B. Latar Belakang Ulama Nahdlatul Ulama “mendukungnya” di Pilkada
Langsung Kabupaten Ponorogo 2015
Alasan Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU Kabupaten
Ponorogo “mendukung” Ipong Muchlissoni karena Ia merupakan cucu dari
Usman Subandi yang merupakan tokoh Nadhlatul Ulama Ponorogo sekaligus
orang yang paling berpengaruh serta orang yang pertama di Kabupaten Ponorogo
yang menjabat Ketua Gerakan Pemuda Anshor. Yaitu salah satu organisasi sayap
perjuangan Nahdlatul Ulama. Ia lahir dan tumbuh dari keluarga tokoh-tokoh
Nahdlatul Ulama di Kabupaten Ponorogo. Selama memimpin DPW PKB Provinsi
Kalimantan Timur, ia dikenal sebagai salah satu orang dekat Gus Dur.71
Permasalahan keturunan ini hanyalah salah satu penunjang ketika
kampanye. Figur Ipong Muchlissoni dirasa paling layak dari segi finansial, gaya
komunikasi yang baik ke masyarakat, dan secara fisik mumpuni untuk
mengemban amanah ini. Alasan Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo “mendukung” Ipong Muchlissoni salah satunya adalah janji
70
Wawancara Pribadi dengan K.H. Muchtar Sunarto, Ponorogo 30 Desember 2016. 71
Supriyadi,”Memahami Program Khusus Percepatan Perbaikan Jalan Desa Rp 300 Juta
Per-desa Per-Tahun,” disadur dari Ponorogo Pos 4 Agustus 2015, [database on-line]; tersedia di
http://ipongmuchlissoni.blogspot.co.id/2015/08/memahami-program-khusus-percepatan.html;
Internet; diunduh pada 8 Maret 2016.
57
politik yang ia paparkan ketika kampanye, dimana ia lebih menekankan pada
sektor ekonomi masyarakat. Selanjutnya Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo tertarik pada program prioritasnya. Seperti berusaha
menekan penyakit sosial dan ketimpangan sosial yang terjadi di Kabupaten
Ponorogo.72
Dalam segi pendidikan, Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo merasa sangat diuntungkan. Sebab ia menjanjikan akan
memberikan perhatian khusus kepada Madrasah Diniyah. Dimana madrasah
tersebut kurang diperhatikan oleh pemerintah Kabupaten Ponorogo. Janji politik
selanjutnya yang membuat Nahdlatul Ulama melalui Dewan Syuriah PCNU
Kabupaten Ponorogo adalah mengikut sertakan Nahdlatul Ulama dalam kegiatan
pemerintahan. Termasuk memberikan hak untuk memberi saran ketika ada
rancangan anggaran pembangunan daerah.73
Ipong Muchlissoni adalah seorang yang sukses dalam bidang ekonomi,
pernah menjadi ketua DPC Gerindra Provinsi Kalimantan Timur dikenal sangat
kental dengan ke Nahdlatul Ulama-annya, lalu ia dianggap cakap dan jujur.
Permasalahan ia diusung koalisi Partai Gerindra, PAN dan Partai Nasdem yang
notabennya bukanlah partai politik berbasis Nahdlatul Ulama. K.H. Imam Sayuti
Farid berpendapat, bahwa partai politik tersebut hanyalah kendaraan saja. Faktor
yang membuat Ipong Muchlissoni yang berpasangan dengan Soedjarno
memenangkan Pilkada Kabupaten Ponorogo 2015 silam adalah mereka mampu
mendekatkan diri dengan nahdliyin. Pendekatan tersebut dilakukan dengan
72
Wawancara Pribadi dengan Drs. Bakhtiar Harmi, Ponorogo, 9 Juli 2016. 73
Wawancara Pribadi dengan Drs. M. Muhsin, M.Ag, Ponorogo, 12 Juli 2016.
58
komunikasi yang baik dan mengadakan beberapa kontrak politik dibeberapa desa
di Kabupaten Ponorogo.74
Di Pilkada Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 silam terdapat keunikan yaitu
PKB yang notabenya adalah partai “tuan rumah” yang ketika itu mengusung
pasangan Amin-Agus Widodo yang pada saat itu merupakan pasangan petahana
kalah dengan pendatang. Yaitu pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno diusung
Partai Gerindra, PAN dan Partai Nasdem yang notabenya bukan partai berbasis
NU.
K.H. Imam Sayuti Farid berpendapat bahwa kualitas pasangan yang diusung
oleh partai “tuan rumah” yaitu PKB sangat rendah. Serta masyarakat sudah terlalu
jenuh untuk dipimpin kembali oleh Pak Amin. Kejenuhan ini didasari oleh
kegagalannya memimpin Kabupaten Ponorogo. Selama ia menjabat, banyak
sekali ketimpangan sosial yang terjadi di kabupaten ini serta tidak meratanya
pembangunan baik sarana dan prasarana di Kabupaten Ponorogo.75
Bahkan pada
saat itu hubungan PKB dan Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo sedang tidak
harmonis.76
C. Peran Ulama Nahdlatul Ulama dalam Memenangkan Ipong
Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo
Dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana peran Ulama Nahdlatul Ulama
yang merupakan elit politik Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo dalam Pilkada
Kabupaten Ponorogo tahun 2015, sebagai elit politik yang mempunyai kekuatan
74
Wawancara Pribadi dengan K.H. Imam Sayuti Farid, Ponorogo, 7 Juli 2016 75
Wawancara Pribadi dengan K.H. Imam Sayuti Farid, Ponorogo, 7 Juli 2016 76
Wawancara Pribadi dengan Drs. M. Muhsin, M.Ag, Ponorogo, 12 Juli 2016
59
intelektual yang mampu menciptakan pihak penguasa dan oposisi. Hal ini di
karenakan ulama mempunyai kharimatik di dalam masyarakat.
Ulama dalam hal ini adalah Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo,
yang pada awalnya hanyalah mengkhususkan diri pada ranah keagamaan saja.
Namun saat ini sudah mulai merambah ke ranah sosial politik di masyarakat.
Maka tidak heran ulama menjadi salah satu sumber bertanya bila ada sebuah
pertanyaan dan di minta pandangan.
Mereka melakukan berbagai cara agar calon yang datang kepadanya,
meminta dukungannya, serta berharap dapat memenangkannya dalam Pilkada
Kabupaten Ponorogo 2015. Namun dukungan ini tidaklah percuma, ada yang
harus dibayarkan. Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo mengarahkan
Ipong Muchlissoni untuk memilih salah satu kader terbaik Nahdlatul Ulama
Kabupaten Ponorogo yaitu Fatkhul Aziz yang waktu itu menjabat sebagai Ketua
Tanfidziyah Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo untuk mendampinginya.
Meskipun ketika itu Ipong Sendiri yang memilihnya sebagai bakal calon Wakil
Bupati yang akan mendampinginya di Pilkada Kabupaten Ponorogo 2015 lalu.
Namun, dalam perjalannya Fatkhul Aziz mengundurkan diri sebagai bakal calon
Wakil Bupati Kabupaten Ponorogo. Pada Akhirnya terpilihlah Soedjarno yang
akan mendampingi Ipong Muchlissoni di pilkada Kabupaten Ponorogo.
Lalu mengapa penulis dalam hal ini mengatakan bahwa elit Nahdlatul
Ulama adalah Dewan Syuriah PCNU, karena dalam organisasi Nahdlatul Ulama
menempatkan ulama atau kiai sebagai Dewan Syuriah. Hal ini merupakan suatu
penghormatan kepadanya. Fungsi utama dewan ini adalah sebagai penentu
60
kebijaksanaan organisasi dalam membimbing dan memberikan arahan dalam
memahami Islam. Namun semakin ke sini, tugas Dewan Syuriah tidak hanya
berkutat dengan masalah keagamaan saja, melainkan sudah merambah pada
masalah politik. Terutama politik praktis.
Sebagaian besar anggota Dewan Syuriah merupakan pimpinan pondok
pesantren atau pengurus pondok pesantren. Bisa dibayangkan setiap anggota
Dewan Syuriah memiliki basis masa tersendiri. Basis masa tersebut bisa dari
kalangan santri, orang yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren tersebut,
dan masyarakat umum terutama nahdliyin yang menjadikannya sumber bertanya
ketika terjadi ketidakpahaman dalam menyelesaikan suatu masalah. Terutama
pandangannya tentang siapa calon Bupati beserta wakilnya yang terbaik untuk
masa yang akan datang. Bisa dikatakan dalam ilmu politik ulama merupakan aktor
elit politik yang mempunyai daya tarik berbasis kharismatiknya di masyarakat.
Dalam mendukung seseorang guna memenangkan sebuah pemilhan
terutama Pilkada Kabupaten Ponorogo, pastilah ada peran. Peran ini sangat
lumrah dilakukan oleh pendukung, yang dalam hal ini bentuk dukungan ulama
Nahdlatul Ulama yaitu Dewan Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo.
Peran Ulama Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo dalam memenangkan
Ipong Muchlissoni-Soedjarno di Pilkada Kabupaten Ponorogo 2015 adalah:
1. Pengajian
Pengajian adalah salah satu kegiatan yang tidak bisa terlepas dalam kegiatan
keagamaan Nahdlatul Ulama terutama warga nahdliyin. Pengajian yang dilakukan
oleh PCNU Kabupaten Ponorogo terbagi dalam beberapa kelompok. Seperti
61
Pemuda Nahdliyin, GP Anshor, dan badan otonom lainnya selain Muslimat.
Karena Muslimat sudah mendukung pasangan Amin-Agus Widodo yang
notabennya adalah petahana.
Pengajian ini memang agenda PCNU melalui badan otonom yang
berhimpun di dalamnya, serta pengajian ini memang dilakukan secara rutin. Baik
itu seminggu sekali, sebualan sekali, dan setahun sekali. Pengajian pula
merupakan ajang silaturahmi antara masyarakat, wadah diskusi masalah
keagamaan, sebagai ajang berbagi informasi terkini, yang paling penting dari
pengajian ini adalah menerima ilmu pengetahuan dari para ulama atau kiai yang
sudah tidak diragukan lagi pemahamannya tentang ilmu pengetahuan. Terutama
ilmu pengetahuan tentang agama Islam.
Namun, ada yang berbeda saat masa kampanye tiba terutama semenjak
Nahdlatul Ulama mendukung pencalonan serta berusaha untuk memenangkan
Ipong Muchlissoni di Pilkada Ponorogo. Pengajian secara perlahan berubah
menjadi wadah untuk gerakan politik dalam rangka memenangkannya.
62
Gambar IV.C.I Kegiatan Pengajian Nahdlatul Ulama Bersama Timses
Ipong Muchlissoni-Soedjarno
Sumber:https://www.facebook.com/photo.php?fbid=856718437781537&set=a.8353186399
21517.1073741829.100003301679228&type=3&theater
Hal ini diakui oleh K.H. Imam Sayuti Farid yang merupakan Ketua Dewan
Syuriah PCNU Kabupaten Ponorogo, bahwa pengajian pada masa kampanye
bersifat informal. Artinya PCNU bekerjasama dengan tim sukses Ipong
Muchlissoni-Soedjarno mengerahkan kader terbaiknya untuk memperkenalkan
Ipong kepada masyarakat luas. Ada kurang lebih lima masjid yang digunakan oleh
Nahdlatul Ulama untuk mengadakan pengajian rutin pada malam-malam tertentu.
Tentu saja dalam pengajian tersebut serselip ajakan dan mempromosikan Ipong
kepada masyarakat luas. Namun, kegiatan ini tidak diikuti oleh seluruh anggota
Dewan Syuriah, hal ini karena adanya perbedaan pandangan bahkan bisa
63
dikatakan selera dalam memilih seorang Bupati dan Wakil Bupati di Pilkada
tersebut.77
2. Menjadi Tim Sukses
Seperti dalam sebuah pemilihan pada umumnya, terdapat sebuah tim yang
kita kenal dengan timses atau tim sukses. Tim ini merupakan gabungan dari
beberapa unsur pendukung seorang calon baik itu presiden, bupati, walikota,
maupun calon anggota legislatif. Dalam Pilkada Kabupaten Ponorogo pun
demikian, setiap pasangan yang maju mempunyai tim sukses masing-masing. Ini
juga berlaku pada pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno.
Gambar IV.CI.2 Kegiatan Kampanye Ipong Muchlissoni yang
Melibatkan Ulama Nahdlatul Ulama
Sumber:https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10204728934844064&set=a.10204728
981285225&type=3&theater
77
Wawancara Pribadi dengan K.H. Imam Sayuti Farid, Ponorogo, 7 Juli 2016
64
Tim sukses yang bekerja untuk memenangkannya di Pilkada Kabupaten
Ponorogo ini tidak hanya berasal dari partai pengusungnya yaitu Gerindra, PAN,
dan Nasdem. Berkat komunikasi yang baik dan berkala yang dilakukan oleh
Ipong, akhirnya ia didukung oleh Nahdlatul Ulama yang notabennya adalah
organisasi sosial keagamaan dan salah satu organisasi terbesar terutama di
Kabupaten Ponorogo.
Bisa dikatakan tim sukses yang bekerja untuk memenangkannya di Pilkada
Kabupaten Ponorogo sangatlah kuat, mengingat Nahdlatul Ulama di kabupaten ini
sangatlah banyak masanya. Sehingga dengan mudah ia dapat memenangkan
dalam pemilihan ini. Tentu saja kemenangannya didapatkan dengan cara
pendekatan kepada masyarakat terutama warga nahdliyin melalui anggota
timsesnya yang berlatarbelakang Nahdlatul Ulama.78
3. Mensosialisasikan Calon ke Masyarakat
Dalam hal ini Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo melalui Dewan
Syuriah dan beberapa badan otonom yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama
mendekatkan diri kepada masyarakat. Kegiatan ini dilakukan bertujuan agar
memperkenalkan diri Ipong Muclissoni dan visi misi yang ia bawa guna
membangun Kabupaten Ponorogo yang lebih baik. Meskipun dalam prakteknya
ini lebih dilakukan oleh perseorangan tentunya perseorangan tersebut adalah
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama atau PCNU Kabupaten Ponorogo Terutama
Dewan Syuriah. Kegiatan ini merupakan ajang pembuktian bahwa para sesepuh
78
Wawancara Pribadi dengan Drs. Bakhtiar Harmi, Ponorogo, 9 Juli 2016.
65
Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo satu suara mendukung Ipong Muchlissoni
yang berpasangan dengan Soedjarno di Pilkada Kabupaten Ponorogo 2015 silam.
Jangan bayangkan kegiatan ini adalah kegiatan kampanye dari pintu ke
pintu. Kegiatan ini lebih memberikan saran tentang alternatif terbaik bagi
masyarakat untuk memilih Bupati dan wakilnya yang terbaik. Jadi, jika
masyarakat bertanya kepada salah satu pengurus PCNU Kabupaten Ponorogo
secara pribadi, maka akan di jawab menurut pendapatnya. Tentu saja mengarah
kepada pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno, biasanya masyarakat yang
bertanya biasanya adalah mereka yang mempunyai masa.79
79
Wawancara Pribadi dengan Drs. M. Muhsin, M.Ag, Ponorogo, 12 Juli 2016
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulama yang tadinya hanya mengkhususkan diri pada ranah keagaaman saja,
kini mulai merambah ke sosial politik masyarakat. Hal ini karena ulama ataupun
kiai mempunyai pesona yang penuh dengan kharismatik yang membuatnya
sebagai acuan utama tempat bertanya dan dimintai pandangan mengenai masalah
keagamaan dan masyarakat. Sebenarnya hubungan antara politik dan ulama
ataupun kiai adalah kajian yang sangat unik.Bagaimana tidak, aktor yang dikenal
sangat agamis secara langsung maupun tidak bermain dengan politik praktis.
Peranan ulama ataupun kiai dalam politik praktis menurut penulis pribadi
merupakan hal yang sangat wajar, karena dalam Islam sendiri tidak ada intitusi
tersendiri yang mengurusi salah satu urusan dunia saat ini.
Keterlibatan ulama pun terjadi pada Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo
2015 silam. Ulama yang dimaksud di sini yaitu mereka yang tergabung dalam
sebuah organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama, terutama Dewan Syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo yang secara organisasi tidak mendukung secara
penuh. Ini disebabkan karena ketika Ipong Muchlissoni memeperkenalkan
Soedjarno menjadi pasangannya di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015
silam, ada beberapa anggota Dewan Syuriah yang tidak hadir.
Fenomena semacam ini menurut penulis sangatlah wajar, karena dalam hal
memilih terlebih memilih kepala daerah pastilah setiap individu mempunyai
pertimbanganya masing-masing. Hal tersebut sangat mudah sekali di jumpai
67
dalam perpolitikan nasional. Meskipun demikian, nyatanya kemenangan tetap
memihak Ipong Muchlissoni di Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo.
Faktor yang membuat Ulama Nahdlatul Ulama mendukung Ipong
Muchlissoni adalah keturunan, janji politik dan akan lebih memperhatikan
kembali Madrasah Diniyah serta Pondok Pesantren Salafy. Ulama Nahdlatul
Ulama berperan dalam hal ini adalah melalui pengajian, menjadi tim sukses, dan
memperkenalkan ipong kepada masyartakat.
B. Saran
Melalui penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan bagi pembaca
dalam memahami peran elit agama yang menggunakan kekuatan politiknya untuk
memenangkan seseorang ataupun pasangan dalam kontestasi politik. Tidak hanya
memahami saja, melainkan pembaca mampu membaca gerakan atau cara seorang
elit agama dalam memenangkan seseorang ataupun pasangan dalam kontestasi
politik.
Kemudian, diharapkan kepada para elit politik untuk tidak menguntungkan
dirinya ataupun kelompoknya. Karena seseorang akan menjadi soerang elit politik
karena peran aktif masyarakat yang mengakuinya sebagai individu yang dapat
merubah segala kebijakan pemerintah selaku pemangku kekuasaan politik negara.
68
Daftar Pustaka
Buku:
Ali, As’ad Said. Pergolakan di Jantung Tradisi: NU yang saya amati. Jakarta:
Pustakan LP3ES, 2008.
Ali Haidar, M. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam
Politik. Jakarta: Gramedia Putaka Utama, 1994.
Anwar, Chairul. Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Surabaya: Duta Aksara
Mulia, 2010.
Asfar, Muhammad. Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004. Jakarta: Pustaka
Eureka, 2006.
Budiardjo,Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Din Syamsuddin, M. Islam dan Politik Era Orde Baru. Jakarta: PT Logos Wacana
Ilmu, 2012.
Eickelman, dkk., Politik Muslim; Wacana Kekuasaan dan Hegemoni pada
Masyarakat Muslim. Penerjemah Endi Haryono, Rahmi Yunita. Yogya: PT
Tiara Wacana Yogya, 1998.
Fajri, Ahmad. Ulama dan Politik; Analisis Fatwa dan Peran Politik Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Era Reformasi. Tangerang: Talenta Pustaka
Indonesia, 2014.
Feillard, Andree. NU vis-a-vis Negara.Yogyakarta: LkiS, 2009.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif; Teori dan Praktik. Jakarta:PT
Bumi Aksara, 2013.
Haryatmoko. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,
2014.
Hasyim, Wahid. Mengapa Memilih NU?. Jakarta: PT Inti Sarana Aksara, 1985.
Marhan Sitompul, Einar. NU dan Pancasila. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1989.
-------------------. NU dan Pancasila: Sejarah dan Peranan NU dalam Perjuangan
Umat Islam di Indonesia dalam Rangka Penerimaan Pancasila sebagai
Satu-satunya Asas. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
-----------------. NU dan Pancasila. Yogyakarta: LKIS, 2010.
69
Marijan, Kacung. Quo Vadis NU: Setelah kembali ke Khittah 1928. Jakarta:
Erlangga, 1992.
Moesa, Ali Maschan. Kiai dan Politik; Dalam Wacana Civil Society. Surabaya:
LEPKISS, 1999.
Muhammad Subhan. H. Sulaiman Fadeli, Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-
Uswah. Surabaya: Khalista, 2007.
Munjani, Saiful. dkk., Kuasa Rakyat: Analisis tentang Perilaku Memilih dalam
Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta:
Mizan Publika, 2012.
Musa, Dr. Ali Maskur. Nasionalisme di Persimpangan: Pergumulan NU dan
Paham Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2011.
Nakamura, Mitsuo. “ Tradisionalisme Radikal: Catatan Muktamar Semarang
1979” dalam Greg Fealy, Greg Barton (eds.) Tradisionalisme Radikal,
Persinggungan Nadhaltul Ulama-Negara. Yogyakarta: LkiS, 1997.
Noer, Deliar. Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa. Bandung: Mizan, 2001.
Ridwan, Nur Khalik. NU dan Bangsa: Pergulatan Politik dan Kekuasaan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.
Sastroatmodjo,Sujijono. Perilaku Politik. Semarang: Ikip Semarang Press, 1995.
Subky, Badruddin. Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman. Jakarta: Gema
Insani Press, 1995.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo, 2010.
----------------------. Partai, Pemilih dan Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997.
Suprayogo, Imam. Kyai dan Politik. Malang: UIN Malang Press,2009.
Tholhah, Mohammad. Ahlussunah Wal-Jama’ah dalam Presepsi dan Tradisi NU.
Jakarta: Lantabora, 2005.
Varma, S.P. Teori Politik Moderen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2001.
Young Soon, Kang. Antara Tradisi dan Konflik: Kepolitikan Nadhatul Ulama.
Jakarta: UI Press , 2007.
Jurnal:
Ditjen Cipta Karya. “Profil Kabupaten Ponorogo,” [jurnal on-line]; tersedia di
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/ponorogo.pdf; Internet;
diunduh pada 16 September.
70
Jati, Wasisto Raharjo. “Ulama dan Pesantren dalam Dinamika Politik dan Kultur
Nahdlatul Ulama,”Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM 15
Maret 2016, 2 [jurnal on-line]; Tersedia di
http://www.academia.edu/2149949/Ulama_dan_Pesantren_dalam_Dinamik
a_Politik_dan_Kultur_Nahdlatul_Ulama; Internet; diunduh pada 10 April
2016.
Database On-line
Akunto, Indra. Khofifah yakin Warga NU Condong ke Jokowi-JK. Database on-
line. Tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/1117194/Khofifah.Yakin.War
ga.NU.Condong.ke.Jokowi-JK.
Asmalyah, Suisylo. Imaad-Ipong siap Menang dengan Sportif. Database on-line.
Tersedia di http://www.antarakaltim.com/berita/16114/imdaad-ipong-siap-
menang-dengan-sportif.
Asrovi. Pelatihan Da’i-Da’iah Muda Bersama PC.LDNU. Database on-line.
Tersedia di http://www.nuponorogo.org/2016/08/pelatihan-dai-daiah-muda-
bersama-pcldnu.html
Badan Statistik Nasional Kabupaten Ponorogo, Statistik Daerah Kabupaten
Ponorogo 2015. Database On-line. Tersedia di
https://ponorogokab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Ponorogo-Dalam-
Angka-2015.pdf.
Dian Nugroho, Novika. 4 Calon Bupati Ponorogo Lolos Verifikasi Administrasi.
Database on-line. Tersedia di
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/24/058694555/4-calon-bupati-
ponorogo-lolos-verifikasi-administrasi.
E Pardede, Doan. Terpilih Jadi Buapati Ponorogo, Ipong Tetap Pimpimpin
Gerindra Kaltim. Database on-line. Tersedia di
http://kaltim.tribunnews.com/2016/02/01/terpilih-jadi-bupati-ponorogo-
ipong-tetap-pimpin-gerindra-kaltim.
I’ikaf, M. Arwan. Membaca Peta Pertarungan Politik Pilbup Ponorogo 2010.
Database on-line. Tersedia di
https://tabloidforsas.wordpress.com/2009/11/02/membaca-peta-pertarungan-
politik-pilbup-ponorogo-2010/.
Ihsanuddin. Maffud MD Didaulat Jadi Ketua Kepemenangan Prabowo-Hatta.
Database on-line. Tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/20/1311455/Mahfud.MD.Didaulat
.Jadi.Ketua.Tim.Pemenangan.Prabowo-Hatta.
Kemendagri. Kabupaten Ponorogo. Database on-line. Tersedia di
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-
daerah/kabupaten/id/35/name/jawa-timur/detail/3502/ponorogo.
PCNU Kabupaten Ponorogo. Badan Usaha Milik NU Raih Jura II pada Evenet
Grebek Suro 2016 Kab. Ponorogo. Tersedia di
71
http://www.nuponorogo.org/2016/10/badan-usaha-milik-nu-raih-juara-ii-
pada.html.
---------------. Baksos Operasi Katarak Gratis. Database on-line. Tersedia di
http://www.nuponorogo.org/2016/05/baksos-operasi-katarak-gratis.html.
Supriyadi. Ipong Buka Rahasia Menggandeng Djarno. Database on-line. Tersedia
di http://ipongmuchlissoni.blogspot.co.id/2015/08/ipong-buka-rahasia-
menggandeng-djarno.html.
-----------. Memahami Program Khusus Percepatan Perbaikan Jalan Desa Rp 300
Juta Per-desa Per-Tahun. Database on-line.Tersedia di
http://ipongmuchlissoni.blogspot.co.id/2015/08/memahami-program-
khusus-percepatan.html.
Tim pengurus Nahdlatul Ulama Wilayah Yogyakarta. “KH Ali Maksum, Rais
Aam PBNU 1981-1984.Database on-line. Tersedia di
http://pwnudiy.or.id/kh-ali-maksum-rais-aam-pbnu-1981-1984/.
Media Cetak
Misrawi, Zuhairi. “ Ulama dan Politik Akomodasionis,” Harian Kompas, edisi 31
Agustus 2001. h.4
Wawancara Pribadi
Wawancara Pribadi dengan Drs. Bakhtiar Harmi, Ponorogo, 9 Juli 2016.
Wawancara Pribadi dengan K.H. Imam Sayuti Farid, Ponorogo, 7 Juli 2016.
Wawancara Pribadi dengan Drs. M. Muhsin, M.Ag, Ponorogo, 12 Juli 2016
Wawancara Pribadi dengan K.H. Moh Sholihan, Ponorogo, 27 Desember 2016.
Wawancara Pribadi dengan K.H. Muchtar Sunarto. Ponorogo, 30 Desember 2016.
72
Lampiran
Foto peneliti bersama narasumber K.H. Muchtar Sunarto seusai wawancara
Foto peneliti bersama narasumber K.H. Imam Sayuti Farid seusai wawancara
73
Foto peneliti bersama narasumber Drs. M. Muhsin, M.Ag seusai wawancara
74
Foto peneliti bersama narasumber K.H. Moh Sholihan seusai wawancara