©ukdw - sinta universitas kristen duta...

15
1 BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanyaan Fenomena perkembangan spiritualitas yang sedang terjadi saat ini bisa dikatakan salah satunya adalah banyaknya orang Kristen yang belajar spiritualitas Buddha dan mereka belajar di vihara-vihara, secara khusus bagaimana bermeditasi. Apakah ini sebuah trend? Sebuah program infotainment televisi mengatakan bahwa ini adalah sebuah trend kalangan artis, oleh karena banyaknya artis yang belajar meditasi dan bentuk-bentuk pelatihan ketenangan batin lainnya, sebut saja misalnya: Marcel Siahaan (seorang penyanyi asal Indonesia) atau misalnya Tina Turner (seorang penyanyi Amerika) atau Richard Gere (seorang aktor Hollywood), dan sejumlah artis lainnya. Ternyata, apa yang dikatakan infotainment tersebut sebagai trend, bukan hanya di kalangan artis saja, namun juga kalangan masyarakat biasa khususnya orang-orang Kristen. Dengan demikian muncul pertanyaan, ada apa dengan kehidupan orang Kristen sehingga harus belajar spiritualitas Buddha? Apakah mereka belajar spiritualitas Buddha oleh karena mereka mengalami depresi atau hal-hal negatif lainnya? Atau memang mereka belajar spiritualitas Buddha oleh karena keinginan nurani mereka sendiri tanpa ada unsur tekanan dari luar diri mereka? Ataukah ini sebagai bentuk ketidakpuasan atas pelayanan gereja khususnya bidang spiritualitas sehingga mereka mencari dan belajar spiritualitas di tempat lain bahkan agama lain misalnya agama Buddha? Hal menarik apakah yang ditawarkan oleh vihara Buddha, sehingga orang-orang Kristen belajar spiritualitas di sana? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan dengan sendirinya muncul, ketika melihat ©UKDW

Upload: doanphuc

Post on 02-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB. I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pertanyaan

Fenomena perkembangan spiritualitas yang sedang terjadi saat ini bisa

dikatakan salah satunya adalah banyaknya orang Kristen yang belajar spiritualitas

Buddha dan mereka belajar di vihara-vihara, secara khusus bagaimana bermeditasi.

Apakah ini sebuah trend? Sebuah program infotainment televisi mengatakan bahwa

ini adalah sebuah trend kalangan artis, oleh karena banyaknya artis yang belajar

meditasi dan bentuk-bentuk pelatihan ketenangan batin lainnya, sebut saja misalnya:

Marcel Siahaan (seorang penyanyi asal Indonesia) atau misalnya Tina Turner

(seorang penyanyi Amerika) atau Richard Gere (seorang aktor Hollywood), dan

sejumlah artis lainnya. Ternyata, apa yang dikatakan infotainment tersebut sebagai

trend, bukan hanya di kalangan artis saja, namun juga kalangan masyarakat biasa

khususnya orang-orang Kristen. Dengan demikian muncul pertanyaan, ada apa

dengan kehidupan orang Kristen sehingga harus belajar spiritualitas Buddha?

Apakah mereka belajar spiritualitas Buddha oleh karena mereka mengalami depresi

atau hal-hal negatif lainnya? Atau memang mereka belajar spiritualitas Buddha oleh

karena keinginan nurani mereka sendiri tanpa ada unsur tekanan dari luar diri

mereka? Ataukah ini sebagai bentuk ketidakpuasan atas pelayanan gereja khususnya

bidang spiritualitas sehingga mereka mencari dan belajar spiritualitas di tempat lain

bahkan agama lain misalnya agama Buddha? Hal menarik apakah yang ditawarkan

oleh vihara Buddha, sehingga orang-orang Kristen belajar spiritualitas di sana?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan dengan sendirinya muncul, ketika melihat

©UKDW

2

kenyataan bahwa sejumlah orang Kristen telah terbuka untuk belajar spiritualitas

Buddha ke vihara-vihara.

Fenomena inilah yang terjadi di Sebuah Vihara di Mendut, Jawa Tengah,

tepat berdampingan dengan Candi Mendut, atau yang dikenal dengan Vihara

Mendut, yang ternyata memiliki data yang menyatakan bahwa terdapat sejumlah

orang Kristen yang berkunjung ke vihara tersebut untuk belajar spiritualitas

Buddha.1 Data yang ditunjukkan oleh salah seorang Samanera (calon rahib

Buddha)2, bahwa ada rata-rata 10-20 orang Kristen setiap tiga bulannya live-in di

Vihara Mendut untuk mengikuti pelatihan spiritualitas dengan sebuah program yang

disebut MMD (Meditasi Mengenal Diri). Jumlah ini belum termasuk orang-orang

yang hanya datang satu hari atau singgah sebentar untuk bermeditasi di Vihara

Mendut.

MMD, diadakan di Vihara Mendut dan menjadi salah satu program rutin dari

Vihara Mendut sekali dalam tiga bulan. Penjadwalan program tersebut dapat dilihat

di www.meditasi-mengenal-diri.org. Seperti data yang diterima penulis ketika

mengadakan observasi ke Vihara Mendut pada 20 Oktober 2011, jumlah peserta

yang telah mendaftar untuk program MMD yang diadakan pada Desember 2011

berjumlah 52 orang. Kemudian pada 27-29 Januari 2012, penulis mengikuti sendiri

program MMD tersebut dengan jumlah peserta 26 orang. Peserta yang hadir tersebut

berasal dari berbagai aliran agama dan juga berbagai denominasi gereja. Peserta

yang hadir juga berasal dari berbagai daerah, misalnya dari Malang, dari Jakarta, dari

Bandung dan dari Yogyakarta. Sebagian besar peserta yang hadir adalah orang-orang

muda, dengan kisaran umur 25-35 tahun dan rata-rata belum menikah. Dari sejumlah

1 Selanjutnya dalam awal thesis ini, data yang diperoleh adalah berdasarkan wawancara dan

observasi di Vihara Mendut pada 20 Oktober 2011 dan pengalaman penulis ikut dalam program MMD pada 27-29 Januari 2012. 2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, versi elektronik, v1.1

©UKDW

3

peserta yang hadir pada saat penulis ikut serta dalam program MMD tersebut,

terdapat 8 orang yang beragama Kristen (2 orang Kristen Protestan dan 6 orang

Kristen Katolik Roma). Ini menunjukkan bagaimana minat orang-orang Kristen

untuk belajar spiritualitas Buddha di Vihara Mendut.

MMD, diadakan dalam dua variasi waktu, yaitu yang disebut dengan

weekend retreat dan one week retareat. Peserta yang ikut dalam setiap

penyelenggaraan program tersebut dianjurkan untuk live-in di Vihara Mendut. Hal

ini dilakukan agar pelaksanaan program tersebut dapat berjalan dengan baik, oleh

karena panitia MMD sudah menjadwalkan waktu-waktu tertentu untuk mengadakan

evaluasi bersama peserta dan mendiskusikan bersama pengalaman-pengalaman pada

saat meditasi, serta memberikan materi atau penjelasan tentang meditasi itu sendiri.

Pembimbing meditasi pada MMD menyatakan bahwa MMD adalah meditasi

dengan kesadaran (awareness atau mindfullness), dan juga pengosongan diri yang

disebut dengan menghilangkan ego. Pembimbing meditasi juga menyatakan bahwa

meditasi yang sedang dilakukan bersama-sama tersebut adalah meditasi yang

diajarkan oleh Sang Buddha, yang disebut dengan meditasi vipassana, yang

kemudian dikembangkan oleh J. Khrisnamurti. Sedikit mengenal Khrisnamurti dan

pandangannya dalam mengembangkan meditasi dari kutipan yang menarik sebagai

berikut:3

“Mengapa Anda ingin mempelajari buku-buku, alih-alih mempelajari kehidupan?

Temukanlah apa yang benar dan apa yang salah di lingkungan Anda beserta segala

penindasan dan kekejamannya, maka Anda akan mendapatkan apa yang benar.”

Berulang-ulang ia mengemukakan bahwa “buku kehidupan”, yang terus menerus

berubah dengan suatu vitalitas yang tak dapat dikekang dalam pikiran, adalah satu-

satunya buku yang pantas “dibaca”, sedangkan semua buku yang lain penuh dengan

informasi tangan kedua. “Sejarah umat manusia ada di dalam diri Anda, pengalaman

3 J. Khrisnamurthi, Mutiara Kehidupan: Meditasi Harian Bersama Khrisnamurti, (Jakarta: Yayasan

Khrisnamurti Indonesia, 2005)., p.v

©UKDW

4

yang amat luas, ketakutan yang berakar dalam, kecemasan, kesedihan, kenikmatan,

dan semua kepercayaan yang telah dikumpulkan manusia selama ribuan tahun.

Andalah buku itu.”

Kutipan dari pernyataan Khrisnamurti di atas, memiliki pengertian bahwa diri

sendiri memiliki peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan seluruh

keidupan. Kemungkinan inilah pokok pemahaman meditasi vipassana yang juga

ditangkap oleh penulis dari penjelasan pembimbing program MMD, yaitu bagaimana

segala sesuatu ditemukan di dalam diri dengan menyadari apa yang ada di dalam

diri.

Meditasi vipassana inilah yang dikembangkan dan diterapkan oleh

pembimbing program MMD tersebut. Pembimbing MMD tersebut adalah seorang

beragama Buddha yang bukan rahib Buddha, atau dapat dikatakan sebagai praktisi

meditasi, bernama Dr. Hudoyo Hupidio. Berikut ini adalah kutipan dari tulisan

beliau tentang apa itu MMD:4

Meditasi Mengenal Diri (MMD) adalah versi meditasi vipassana yang selama

beberapa tahun terakhir telah dikembangkan dari vipassana yang diajarkan secara

“tradisional”. Dalam MMD, meditasi vipassana “tradisional” telah banyak

dimodifikasi berdasarkan ajaran J. Krishnamurti tentang sadar/eling secara pasif atau

sadar/eling tanpa memilih, yang sesungguhnya adalah kembali pada sifat-sifat

praktik meditasi vipassana murni ajaran Sang Buddha sendiri.

Hudoyo kemudian dengan tegas menyatakan bahwa sifat-sifat khusus dari

meditasi vipassana adalah kebalikan dari kehidupan sehari-hari: pasif, berhenti,

4 Hudoyo Hupidio, “Apakah Meditasi Mengenal Diri Itu?”, dalam Sri Panyavaro Mahathera dan

Hudoyo Hupidio, Vipassana-bhavana: Meditasi Mengenal Diri, (Yogyakarta: Suwung, 2009), p. 16

©UKDW

5

diam, lepas, berada pada saat kini.5 Sedangkan untuk kesadaran dalam meditasi itu

sendiri, kemungkinan dapat dijelaskan melalui kutipan berikut:6

Anda boleh bercita-cita mencapai kearifan, tetapi bagaimana itu bisa muncul kalau

ada keinginan (lobha), ketidaksenangan (dosa) atau kegelapan batin (moha)? Itu

sebabnya Anda harus memperhatikan batin jika Anda ingin mengetahui kebenaran.

Bagaimana sikap Anda ketika Anda berlatih? Anda harus selalu memeriksa

bagaimana Anda berlatih. Selalu memeriksa sikap Anda. Jangan terpaku pada objek.

Objek selalu ada. Objek tidak lagi penting. Mereka hanya berperan untuk

mempertahankan kesadaran. Anda menggunakan objek untuk mempertahankan

kesadaran yang tetap. Yogi yang tahu (yang telah berlatih meditasi) akan

menggunakan objek untuk mengembangkan kesadaran (sati), keheningan,

ketenangan (samādhi) dan kearifan (paññā). Mereka yang belum matang, objek

hanya akan menimbulkan keinginan (lobha), ketidaksenangan (dosa) dan kegelapan

batin (moha).

Hal ini berarti bahwa kesadaran penuh terhadap apa yang dilakukan dalam

meditasi akan dilatih terus menerus untuk kemudian membiasakan diri dalam

kesadaran penuh terhadap apa yang dilakukan dalam kehidupan setiap hari.

Agaknya, hal ini merupakan hal yang menarik dalam bentuk spiritualitas yang dicari-

cari oleh setiap orang yang datang ke Vihara Mendut untuk ikut dalam program

MMD.

Kenyataan di atas membuat penulis untuk terlebih dahulu lebih baik

merumuskan apa itu spiritualitas. Agus M. Hardjana mencatat bahwa spiritualitas

berasal dari kata Latin “spiritus” yang berarti roh, jiwa, semangat.7 Lebih luas lagi,

Hardjana menyatakan bahwa spritualitas berarti hidup berdasarkan atau menurut roh

di dalam konteks hubungan dengan Yang Transenden yaitu Roh Allah sendiri yang

diwujudkan dengan mengikuti jejak atau hidup tokoh-tokoh agama entah para

5 Hudoyo Hupidio, “Apakah Meditasi Mengenal Diri Itu?”, dalam Sri Panyavaro Mahathera dan

Hudoyo Hupidio, Vipassana-bhavana: Meditasi Mengenal Diri, ..., p. 15 6 Ashin Tejaniya, Meditasi Kesadaran: Tuntunan Untuk Berlatih, (Yogyakarta: Suwung, 2010)., p. 13

7 Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama dan Spiritualitas, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), p.64

©UKDW

6

pendiri agama atau para pengikut agama yang dapat diteladani.8 Spiritualitas

berhubungan dengan kebahagiaan, bahwa kebahagiaan sangat tergantung kepada

apakah dia mampu mengaitkan dirinya dengan “Pusat Diri” (“The Higher

Consciousness”).9 Demikian halnya ketika kata ini diperhadapkan dengan orang

Kristen, maka spiritualitas dapat dirumuskan sebagai hidup berdasarkan kekuatan

Roh Kudus dengan mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih atas usaha

mengintegrasikan segala segi kehidupan ke dalam cara hidup yang secara sadar

bertumpu akan iman kepada Yesus Kristus.10

Kenyataan dalam penjelasan di atas, menjadi tantangan tersendiri bagi gereja

untuk menyikapinya. Seperti yang dinyatakan Borrong, saat ini orang Kristen sedang

giat melakukan pencarian spiritualitas yang tidak hanya melulu dari gereja saja, akan

tetapi dapat ditemukan dari semua tempat dan tergantung kepada pengalaman setiap

orang ketika bersua dengan Tuhannya, lalu mencipta nuansanya sendiri secara bebas,

dialektis dan bertanggung jawab kepada Tuhan dan sesama.11

Penulis juga tertarik dengan apa yang dirumuskan melalui pertemuan dalam

program DGD (Dewan Gereja-gereja se-Dunia/ World Council of Churches)

bekerjasama dengan program Pembaruan Hidup dan Kehidupan Berjemaat DGD,

pada Desember 1987, yang dimuat oleh Seevaratnam Wesley Ariarajah sebagai

berikut:12

Pertama, kami mengaku betapa pentingnya dialog di tingkat spiritualitas sebagai

usaha mengenal dan memahami orang-orang dari agama lain sebagai orang-orang

dari doa dan praktek spiritual, sebagai sesama pencari dan peziarah, dan sebagai

8 Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama dan Spiritualitas,..., p.65

9 Ruslani, “Pengantar Penyunting”, dalam Ruslani (ed), Wacana Spiritualitas Timur dan Barat,

(Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2000), p. xv 10

Yosef Lalu, Katekese Umat, (Jakarta: Komisi Kateketik KWI, 2007), p. 151 11

Robert P. Borrong, dkk (peny.), Berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia: 80 tahun Prof. Dr. P.D. Latuihamallo (Jakarta: BPK-GM, 2002), pp. 88-91 12

S. Wesley Ariarajah, Not Without My Neighbour: Issues In Interfaith Relation, (Switzerland: WCC Publications, 1999), p. 43-44

©UKDW

7

mitra dalam usaha menegakkan perdamaian dan keadilan. Kedua, kami mengaku

pentingnya memperdalam iman Kristen kami sendiri dalam perjalanan-perjalanan

yang membawa kami ke dalam kehidupan dan praktek spiritual agama-agama lain.

Dalam perjalanan bersama orang lain, orang asing, seperti murid dalam perjalanan

ke Emaus, kami menemukan, dalam saling berbagi, satu pengalaman pengenalan.

Kami melihat Kristus yang tidak diduga-duga dan telah diperbarui. Ketiga, kami

mengaku karya sang Roh dengan cara-cara yang melintasi agama Kristen, dan

melewati batas-batas agama dan melibatkan kami ke dalam kebersamaan yang

kreatif bersama dengan orang-orang dari agama lain di dalam perjuangan dunia.

Pernyataan di atas menjadi menarik, oleh karena latar belakang perjumpaan

yang dijelaskan dalam buku tersebut adalah kebersamaan mereka (20 orang dari latar

belakang Orthodoks, Katolik Roma dan Protestant)13

dalam doa dan meditasi pada

saat pertemuan dalam program DGD tersebut. Artinya, perjumpaan yang terjadi

dalam pertemuan tersebut adalah berbentuk dialog melalui doa dan meditasi yang

pada akhirnya melahirkan rumusan pengakuan seperti di atas. Belajar mengenal diri

dan semakin meyakinkan diri akan iman dapat dilakukan melalui kehadiran orang

lain atau agama lain (“In light of what we learn from other religions, we are forced to

evaluate what we believe in our own”14

).

1.2. Perumusan pertanyaan

Latar belakang pertanyaan di atas menimbulkan pertanyaan penulis dan

dirumuskan menjadi rumusan pertanyaan di bawah ini:

a. Apa dan bagaimana Meditasi Mengenal Diri dan mengapa Meditasi

Mengenal Diri menjadi begitu penting?

13

S. Wesley Ariarajah, Not Without My Neighbour: Issues In Interfaith Relation…p.43 14

Brennan Hill, Paul F. Knitter, William Madges, Faith, Religion and Theology: a contemporary introduction,(USA: Twenty-Third Publications, 2004), p.209

©UKDW

8

b. Apa sikap hidup yang ada pada pemeditasi Kristen berkaitan dengan Meditasi

Mengenal Diri?

c. Apa tanggapan teologi penulis tentang Meditasi Mengenal Diri?

1.3. Tujuan Penulisan

a. Tesis bertujuan untuk mencari tahu spiritualitas yang ditawarkan oleh

program MMD Vihara Mendut yang membuat orang-orang Kristen tertarik

menekuni spiritualitas Buddha di Vihara Mendut.

b. Tesis ini bertujuan untuk memperkaya wacana teologi di Indonesia dengan

menggali pemahaman spiritulitas Buddha dari perspektif orang-orang Kristen

yang belajar Buddha.

1.4. Teori 15

Sebagai titik tolak dalam pembahasan tulisan ini, penulis akan

menitiktolakkan kepada pandangan Paul F. Knitter, tentang bagaimana hubungan

atau dialog Kristen-Buddha. Secara khusus dalam bukunya yang berjudul “Without

Buddha, I Could not be a Christian”, (Oxford: Oneworld Publications, 2010). Buku

tersebut mencoba menjelaskan bagaimana tantangan terbesar Kekristenan yaitu

jurang yang terbentang dalam dualisme, misalnya dunia materi dan dunia spiritual

(duniawi dan sorgawi?), Timur dan Barat, kenyataan saat ini dan sejarah, laki-laki

dan perempuan, Allah dan dunia. Namun di sisi lain, Buddha berhasil menjembatani

dualisme tersebut. Dari hal inilah Knitter beralih kepada kedalaman iman Kristen

15

Selanjutnya akan dipertegas dalam bab-bab thesis ini secara khusus dalam Bab 3.

©UKDW

9

khususnya tradisi mistik Kristen yang lebih mengutamakan jembatan penghubung

tersebut daripada dualisme tersebut.

Buku tersebut juga menjelaskan bagaimana Buddha justru terbuka dengan

orang-orang yang melakukan kejahatan, bahkan memanggil mereka untuk datang

dan belajar bersama Buddha. Hal ini berbeda dengan Kristen yang kemudian

berusaha menolak dan bahkan berperang dengan orang-orang yang melakukan

kejahatan (dosa). Bahkan Buddha memiliki spiritualitas yang unik yang

menyebabkan orang-orang yang belajar bersamanya nyaman, meski dengan segala

kejahatan dalam hatinya. Hal ini yang membuat Knitter memiliki pendekatan yang

baru, dengan kembali kepada iman Kristen untuk melihat misteri di sekitar kejahatan

dan “bergaul” (dealing) dengan kejahatan itu sendiri.

Bab tentang “Doa dan Meditasi”, Knitter berusaha membawakan bagaimana

keheningan dan kesadaran diri dari meditasi Buddha ke dalam Kekristenannya. Dan

dalam bab “Making Peace and being Peace”, Knitter menyanjung tinggi usaha

orang-orang Buddha untuk mempraktekkan ajaran damai. Kemudian ia

mendialogkannya dengan ajaran Yesus tentang keadilan, dan kasih. Dalam

penutupnya Knitter mengungkapkan: "In 1939, I was baptized. In 2008 I took refuge.

I can truly call myself what I think I've been over these past decades: a Buddhist

Christian."

1.5. Hipotesis

Penulis memiliki hipotesis sebagai berikut:

- Selain tempat (lokasi) dan segala sarana-prasarana yang ditawarkan Vihara

mendut untuk belajar spiritualitas Buddha, maka penulis mengira bahwa

©UKDW

10

pengurus kerohanian di Vihara Mendut mencoba menawarkan nilai-nilai

pemahaman Buddha tentang semua aspek-aspek hidup dan itu cocok dengan

pikiran orang-orang Kristen yang datang ke sana. Atau malah sebaliknya, bahwa

pengurus kerohanian Vihara Mendut mengajarkan nilai-nilai Kristiani terutama

seperti yang diajarkan Yesus Kristus dalam Alkitab sebagai teladan bagi orang-

orang Kristen dari sudut pandang ajaran Buddha sehingga orang-orang Kristen

yang datang ke Vihara Mendut menemukan apa yang mereka cari dalam

kehidupan keberagamaan mereka. Kemungkinan ini yang menjadi alasan

mengapa MMD menjadi begitu penting.

- Setiap orang Kristen yang telah belajar spiritualitas Buddha di Vihara Mendut

mengalami perubahan sikap, tingkah laku atau etika hidup, dan perubahan yang

terjadi adalah berubah ke arah yang lebih baik setelah mengikuti program MMD.

- Ada kesan membiarkan dari pihak gereja asal (pengurus kerohanian, baik

pendeta maupun majelis jemaat), oleh karena urusan kebutuhan spiritualitas tidak

dianggap terlalu penting, sehingga setiap orang dibiarkan mengurus

spiritualitasnya sendiri dan ini menjadi tantangan teologi tersendiri bagi penulis

dalam memberikan tanggapan teologi terhadap program MMD.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

Mengingat bahwa yang diteliti penulis adalah orang-orang Kristen yang ikut

bergabung dalam program Meditasi Mengenal Diri di Vihara Mendut, maka teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi berperan serta

(“participan observation”) dan wawancara mendalam (“in depth interview”).

©UKDW

11

Observasi partisipasif yang dimaksud adalah bahwa penulis ikut serta dalam

kegiatan Meditasi Mengenal Diri di Vihara Mendut, mengalami sendiri apa yang

dialami oleh sumber data. Dengan demikian penulis juga dapat terlibat dalam

diskusi-diskusi yang dikembangkan pada saat Meditasi Mengenal Diri tersebut

berlangsung. Dengan observasi partsipasif ini, penulis mengharapkan mampu

mengamati obyek berikut:

1. Ruang dalam aspek fisiknya

2. Semua orang yang terlibat dalam penelitian

3. Seperangkat kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang tersebut.

4. Benda-benda yang terdapat di tempat tersebut.

5. Perbuatan atau tindakan tertentu

6. Rangkaian aktivitas yang dikerjakan orang-orang tersebut.

7. Urutan kegiatan.

8. Tujuan yang ingin dicapai oleh orang-orang tersebut.

9. Emosi yang dirasakan dan diekspresikan oleh orang-orang tersebut.

Wawancara yang dilakukan penulis terhadap sumber informasi adalah

wawancara semi terstruktur, dimana setiap pertanyaan yang diajukan oleh penulis

lebih bersifat terbuka karena sumber data bebas memberikan pendapat dan ide-ide

mereka tentang apa yang ditanyakan. Sumber data atau orang yang diajak untuk

wawancara, penulis menentukan jumlah atau sampel atau populasi yaitu sebanyak 10

orang sampel. Penulis melakukan wawancara pengumpulan data dengan wawancara

yang mengacu kepada 3 variabel yaitu tentang doa dan meditasi, tentang Allah dan

tentang tingkah laku. Pertanyaan berdasarkan ketiga variabel tersebut menjadi

instrumen peneltian sebagai berikut:

©UKDW

12

1. Apakah Anda memiliki waktu-waktu tertentu dalam kehidupan rohani

Anda untuk bermeditasi? Meditasi yang bagaimana (cara atau metodenya

baik dulu maupun sekarang)?

2. Apakah Anda termasuk orang yang taat dalam melakukan praktek ibadah

agama Anda? Misalnya rutin dalam doa bersama di tempat ibadah, atau

ikut kegiatan-kegiatan ibadah.

3. Apakah Anda pernah belajar agama Buddha, khususnya tentang meditasi

yang mereka kembangkan?

4. Sudah berapa kalikah Anda ikut Meditasi Mengenal Diri (MMD)? Dan

apa yang mendorong Anda untuk ikut program MMD?

5. Apakah ada perubahan sudut pandang Anda tentang Allah sesuai dengan

yang Anda terima di dalam Kekristenan Anda, setelah ikut MMD? Apa

perubahan pendangan itu dan bagaimana itu terjadi (misalanya oleh

karena materi MMD atau oleh karena sesuatu hal yang Anda alami saat

MMD)?

6. Apakah Anda setuju atau tidak setuju bahwa di dalam praktek ibadah

bersama di gereja perlu dilaksanakan ibadah yang diam seperti di MMD,

tanpa doa-doa, tanpa liturgi16

, tanpa khotbah, dll? Mengapa demikian?

7. Apakah MMD memiliki pengaruh terhadap emosi Anda? Misalnya

melatih Anda untuk semakin mengasihi, menerima apa adanya, atau

mengubah pandangan Anda tentang kebencian dan kemarahan?

8. Bagaimana tindakan dan pandangan Anda ketika berhadapan dengan

penderitaan di dunia ini setelah Anda mengikuti MMD? Baik penderitaan

berupa kejahatan Anda sendiri, orang lain atau kelompok, atau isu-isu

politik, perang dan bentuk-bentuk penderitaan lainnya, atau tentang

keinginan-keinginan/ kemelekatan?

16

Dalam hal ini liturgi yang dimaksud adalah urutan-urutan atau tata ibadah setiap hari Minggu di gereja.

©UKDW

13

1.7. Judul Thesis

Penulis menentukan judul tulisan ini sebagai berikut:

Spiritualitas Antar-Agama (Sebuah Studi Terhadap Pengalaman Orang

Kristen yang Belajar Spiritualitas Buddha di Vihara Mendut).

Judul besar “Spiritualitas Antar-Agama” dipakai penulis untuk menyatakan

bahwa apa yang sedang terjadi di MMD Vihara Mendut adalah sebagai bentuk

spiritualitas antar-agama yang perlu dicermati agama-gama secara umum dan oleh

teolog Kristen secara khsusus. MMD di Vihara Mendut menjadi wadah terjadinya

kerjasama karya maupun iman dari setiap anggota agama-agama yang datang ke

sana.

Judul kecil “Sebuah studi terhadap pengalaman orang Kristen yang belajar

spiritualitas Buddha di vihara Mendut” dipakai penulis untuk menggambarkan

bahwa ada orang-orang Kristen yang ikut bergabung dengan program MMD Vihara

Mendut. Mereka disebut penulis sebagai pemeditasi Kristen dan dijadikan penulis

sebagai sampel penelitian dengan memilih 10 orang pemeditasi Kristen.

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I. Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan permasalahan,

hipotesa, tujuan penulisan, landasan teori, metode penelitian, sampel penelitian,

judul thesis dan sistematika penulisan.

©UKDW

14

BAB II. Pembahasan MMD

Bab ini menguraikan Meditasi Mengenal Diri dan semua unsur yang terkait

di dalamnya berdasarkan studi lapangan dan literatur.

BAB III. Pembahasan Teologi Paul F Knitter

Bab ini menguraikan hasil penelitian literatur akan pandangan Paul F Knitter

sebagai yang menuliskan pengalamannya dalam perjumpaannya dengan agama

Buddha. Penulis menganggap ini menjadi penting karena Paul F. Knitter adalah

seorang teolog yang mampu menuntun penulis lewat buku “Without Buddha I Could

Not Be A Christian”, untuk menolong analisa pengalaman penulis sendiri dan orang-

orang Kristen lainnya yang ikut dalam MMD Vihara Mendut.

BAB IV. Hasil penelitian dan wawancara penulis kepada orang-orang Kristen

yang ikut MMD Vihara Mendut

Bab ini menguraikan hasil wawancara penulis kepada orang-orang Kristen

yang ikut dalam MMD Vihara Mendut. Pendapat para pemeditasi juga ditanggapi

penulis dengan tanggapan sederhana, sesuai dengan apa yang dipahami penulis.

BAB V. Teologi Penulis

Bab ini menguraikan pandangan teologi penulis berdasarkan semua data yang

telah dikumpulkan oleh penulis. Penulis membuat tanggapan teologi ini dengan

mengacu kepada variabel yang telah ditentukan di awal, yaitu tentang doa dan

meditasi, Allah dan tingkah laku (praktek).

©UKDW

15

BAB VI. Kesimpulan

Bab ini menguraikan kesimpulan penulis terhadap tulisan keseluruhan.

Kesimpulan dibuat penulis berdasarkan 3 rumusan masalah yang dipaparkan pada

rumusan masalah.

©UKDW