uji konfirmasi narkoba
TRANSCRIPT
Uji konfirmasi merupakan uji lanjutan dari uji screening narkotika /
psikotropika dimana uji konfirmasi merupakan pemeriksaan yang lebih akurat
karena hasil yang diperoleh merupakan hasil yang sudah definitif menunjukkan
jenis zat narkotika / psikotropika dalam suatu sampel yang dianalisis. Dalam uji
konfirmasi narkotika / psikotropika, sampel yang digunakan adalah sampel urine
pasien yang dicurigai mengandung zat narkotika / psikotropika. Penggunaan
sampel urine dikarena dalam sampel urine obat, racun, dan metabolit ada dalam
konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dalam darah. Sebelum melakukan uji
konfirmasi terhadap jenis narkotika / psikotropika, dilakukan suatu pemisahan zat
narkotika / psikotropika terlebih dahulu dari sampel yang akan dianalisis.
Pemisahan tersbut dilakukan dengan menggunakan proses ekstraksi.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan analit dari suatu matriks sampel
menggunakan pelarut dimana analit tersebut sangat larut dalam pelarut yang
digunakan namun zat pengotornya tidak larut. Dalam proses ekstraksi, setelah
analit dalam sampel larut dalam pelarut organik yang digunakan, kemudian
dilakukan suatu proses penguapan untuk menghilangkan pelarut tersebut sehingga
diperoleh analitnya saja untuk selanjutnya dianalis, dimana hal ini disebut dengan
tahap isolasi. Dalam proses ekstraksi, syarat untuk pelarut sesuai yang dapat
digunakan yaitu memiliki kakuatan mengekstraksi yang baik sehingga analit yang
akan diekstraksi dapat dipisahkan sepenuhnya dari matriks sampel dan zat
pengotor, kelarutannya rendah dalam air, memiliki kerapatan yang rendah dalam
air, memiliki volalitas moderat agar mudah diuapkan saat akan memperoleh analit
yang larut dalam pelarut tersebut namun pelarut tersebut tidak boleh terlalu
volatile sehingga pada saat digunakan untuk melarutkan analit atau preparasi
sampel pelarut tersebut tidak cepat menguap seluruhnya, bersifat stabil dan tidak
mudah terbakar, murah, kemurniannya tinggi, tidak mengabsorpsi sinar UV atau
tdak memiliki aktivitas elektrokimia sehingga tidak mengganggu proses analisis
analit.
Dalam praktikum yang dilakukan, proses ekstraksi dilakukan untuk
memperoleh obat – obat golongan Amfetamin dan Opiat dari sampel urine yang
selanjutkan akan dianalisis dengan menggunakan spektrofotodensitometri. Dalam
proses analisis obat golongan Amfetamin, yang menjadi sasaran dalam proses
analisis yaitu amfetamin, metamfetamin, methylendioxy amfetamin (MA) dan
methylendioxy metamfetamin (MDMA). Sedangkan untuk obat golongan Opiat,
yang menjadi sasaran dalam proses analisis yaitu kodein dan morfin.
Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu ekstraksi padat – cair, ektraksi cair –
cair, dan ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction/ SPE). Dalam praktikum
yang dilakukan, metode ekstraksi yang digunakan yaitu ekstraksi cair – cair dan
ekstraksi fase padat (SPE).
Ekstraksi cair – cair merupakan ekstraksi suatu analit yang didasarkan atas
distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak
saling bercampur. Dalam proses ektraksi cair – cair terdapat beberapa tahap, yaitu
adjust pH (penyesuaian pH), partition, dan separated phase. Pada proses
pengerjaannya, sampel urine yang akan dianalisis diambil sebanyak 1 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung centrifuge, kemudian ditambahkan dengan buffer
fosfat pH 9,3 sebanyak 1 ml dengan tujuan untuk mengkondisikan pH sampel
agar sesuai dengan pH yang baik untuk proses ekstraksi (basa) karena semakin
tinggi pH larutan akan semakin tinggi pula jumlah analit yang akan dperoleh..
Setelah itu ditambahkan dengan 2 ml campuran kloroform – isopropanol yang
sebelumnya telah dicampurkan dengan perbandingan 3:1, dimana campuran
kloroform – isopropanol berfungsi sebagai pelarut yang akan membuat analit
dalam sampe diperoleh kembali dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan menggunakan yang lain. Sampel urine, buffer fosfat pH 9,3 dan campuran
kloroform – isopropanol dalam tabung centrifuge tersbut kemudian di vortex
dengan kecepatan 2500 rpm selama 30 menit agar terbentuk emulsi yang
sempurna sehingga analit atau sasaran zat dalam proses analisis dapat larut
dengan baik hingga selanjutnya dilakukan proses centrifugasi dengan kecepatan
3000 rpm selama 10 menit untuk memperoleh hasil pemisahan antara fase
kloroform dan fase airnya. Fase kloroform merupakan fraksi yang mengandung
analit yang diinginkan. Setelah proses centrifuge, fase kloroform akan berada
dibagian bawah tabung centrifuge karena kloroform memiliki berat jenis yang
lebih besar dibandingkan dengan berat jenis air. Fase kloroform tersbut kemudian
di pipet dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Sedangkan fase air
yang tersisa dalam tabung centrifuge diekstraksi kembali. Hal ini dilakukan
karena diduga dalam fase air tesbut masih terdapat analit / zat yang diinginkan.
Oleh karenanya, dilakukan kembali penambahan buffer fosfat dengan pH yang
lebih tinggi dari pH buffer fosfat sebelumnya yaitu 10,5 untuk memaksimalkan
perolehan analit yang terdapat dalam fase air tersbut. Kemudian ditambahkan
campuran kloroform – isopropanol kembali dan dilakukan proses vortex dan
centrifugasi dengan waktu dan kecepatan yang sama. Dari proses tersebut juga
akan diperoleh fase kloroform dimana fase kloroform ini ditambahkan pada fase
kloroform pertama yang terdapat dalam tabung reaksi untuk selanjutnya
dipindahkan ke dalam botol vial dan di uapkan pada suhu 60 - 700C
menghilangkan pelarut – pelarut organik yang sebelumnya digunakan untuk
proses elusi sehingga diperoleh analit murni dari target yang diinginkan.
Ekstraksi fase padat adalah suatu teknik preparasi sampel yang mengacu
pada peristiwa pelepasan senyawa kimia dari sampel cairan yang mengalir karena
adanya retensi pada suatu padatan penyerap, yang kemudian diikuti dengan
perolehan kembali analit yang diinginkan melalui proses elusi. Pada praktikum
yang dilakukan, ekstraksi fase padat menggunakan fase diam berupa kolom SPE
Accubond II Evidex Catridge serta fase gerak berupa pelarut organik yang sesuai.
Prinsip pengerjaan ekstraksi fase padat terdiri dari tahapan condition, application,
retention, rinse, dan elution. Namun, pada tahap pertama sebelum dilakukan
tahapan condition, sampel yang akan dianalisis dipreparasi terlebih dahulu.
Karena pada saat praktikum jenis zat narkotika / psikotropika yang akan dianalisis
adalah Amfetamin dan Opiat, maka proses ekstraksi fase padat ini dilakukan
dengan dua pelarut yang berbeda. Untuk preparasi sampel dengan target analisis
Amfetamin, 5 ml urine ditambahkan dengan 3 ml K2HPO4 0,1 M pH 6 untuk
mngkondisikan pH sampel urine agar sesuai dengan pH yang baik untuk proses
ekstraksi. Sedangkan untuk preparasi sampel dengan target analisis Opiat, 5 ml
urine ditambahkan dengan 0,5 ml HCl dalam botol vial yang kemudia ditutup
dengan aluminium foil dan dipanaskan pada penangas air dengan suhu 1200C
selama 15 menit. Penambahan HCl pada sampel urine dengan proses pemanasan
ini dilakukan dengn tujuan untuk mendestruksi protein pengotor yang terdapat
pada sampel karena umumnya apabila suatu sampel urine mengandung Opiat,
maka dalam sampel urine tersebut akan banyak protein yang mengikat Opiat
sehingga untuk mempermudah proses analisis Opiat, protein yang Opiat tersebut
harus didestruksi terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan 0,75 ml NaOH 10 N
yang menyebabkan pH urine menjadi basa (pada saat praktikum pH urine menjadi
13). Untuk mengkondisikan pH urine pada pH yang sesuai untuk proses ekstraksi
yaitu berkisar antara 6,5 – 7,5 maka sampel urine ditambahkan dengan 2,5 ml
asam fosfat 0,5 M. Namun pada saat praktikum, ketika ditambahkan 2,5 ml asam
fosfat 0,5 M ternyata pH urine menjadi 1. Oleh karenanya, sampel urine
ditambahkan kembali dengan NaOH 10 N hingga pH sampel urine berkisar antara
6,5 – 7,5. Selanjutnya dilakukan tahap SPE condition yang merupakan tahap
untuk menyesuaikan kondisi lingkungan kolom yang akan menjadi tempat
mengalirnya sampel yang akan diekstraksi. Untuk target analisis Amfetamin dan
Opiat, SPE condition dilakukan dengan tahapan yang sama yaitu menambahkan 6
ml metanol dengan 6 ml K2HPO4 0,1 M pH 6, dimana methanol berfungsi sebagai
fase gerak yang akan membantu proses elusi sedangkan K2HPO4 0,1 M pH 6
berfungsi untuk menjaga pH kolom agar sama dengan pH sampel yang akan
diekstraksi, sehingga perubahan – perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika
sampel dimasukkan dapat dihindari. Tahapan selanjutnya setelah SPE condition
adalah tahapan retention yang merupakan tahapan dimana terjadi suatu proses
penghambatan matriks dan analit serta tahapan rinse yang merupakan pencucian
matriks dari sampel yang dianalisis. Tahapan retention dan rinse untuk target
analisis Amfetamin, dilakukan dengan memasukkan sampel urine sehingga
matriks dan Amfetamin akan tertahan pada fase padat kolom. Kemudian
ditambahkan 3 ml air yang merupakan tahapan awal untuk menghilangkan
matriks yang tertahan pada fase padat. Selanjutnya ditambahkan 3 ml asam asetat
0,1 M sebanyak 3 ml untuk mencuci sisa matriks yang masih tertahan di dalam
kolom dimana matriks ini akan dihilangkan dari dalam kolom dengan
penambahan 3 ml methanol. Sedangkan untuk target analisis Opiat, tahapan
retention dan rinse dilakukan dengan penambahan 3 ml K2HPO4 0,1 M kemudian
disusul dengan sampel urine yang dimasukkan ke dalam kolom. Selanjutnya
dilakukan penambahan 3 ml air, 3 ml sodium asetat 0,1 M pH 4,5 dan 3 methanol
dimana penambahan 3 zat ini ke dalam kolom mempunyai tujuan yang sama
seperti pada tahapan rinse untuk Amfetamin sehingga yang tersisa dikolom hanya
analit yang diinginkan. Setelah tahapan retention dan rinse, dilakukan proses
elusi, dimana proses elusi dilakukan ntuk mengambil analit tersebut dari kolom
dengan menggunakan pelarut organik yang sesuai. Untuk Amfetamin,
ditambahkan ke dalam kolom 3 ml campuran kloroform, isopropyl alkohol dan
HCl dengan perbandingan 60:40:1. Sedangkan untuk Opiat, ditambahkan ke
dalam kolom 3 ml campuran kloroform, isopropyl alkohol, dan Na4OH dengan
perbandingan 78:20:2. Dengan pelarut yang sesuai tersebut, akan diperoleh
kembali analit yang diinginkan dari dalam kolom tersebut secara maksimal.
Masing – masing eluat yang diperoleh kemudian diuapkan pada suhu 650C untuk
menghilangkan pelarut – pelarut organik yang sebelumnya digunakan untuk
proses elusi sehingga diperoleh analit murni dari target yang diinginkan.
Analit yang telah diperoleh baik dengan ekstraksi cair – cair maupun SPE
direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25l dengan tujuan untuk melarutkan
analit tersebut sehingga diperoleh dalam bentuk cairan sehingga memudahkan
analit untuk selanjutnya dilakukan uji konfirmasi dengan metode KLT –
Spektrodensitometri.
Setelah diperoleh analit dari sampel urine yang akan dianalisis, kemudian
analisis analit tersebut dilanjutkan pada uji konfirmasi. Dalam praktikum yang
dilakukan, uji konfirmasi dilakukan dengan menggunakan metode KLT
(Kromatografi Lapis Tipis) Spektrofotodensitometri. Hal pertama yang dilakukan
dalam uji konfirmasi dengan KLT Spektrodensitometri adalah menyiapkan plat
lapis tipis yang akan digunakan untuk menotolkan noda analit yang telah
diperoleh sebelumnya. Preparasi plat lapis tipis sangat penting untuk dilakukan
karena akan menentukan hasil dari proses selanjutnya dari uji konfirmasi ini. Plat
lapis tipis yang digunakan mengandung silika gel yang berperan sebagai fase
diam. Plat umumnya berukuran 20X20 cm, namun pada praktikum yang
dilakukan, plat yang diperlukan berukuran 10 X 10 cm, sehingga harus dilakukan
pemotongan terlebih dahulu sebelum plat tersebut digunakan. Dalam pemotongan
plat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
- Alas yang digunakan untuk memotong plat harus bersih, halus serta
terbuat dari keramik atau kaca.
- Alat pemotong yang digunakan harus tajam dan tidak boleh berkarat.
- Dalam pemotongan plat, tidak harus dipaksakan pemotongan tersebut
dilakukan dalam sekali tahap pemotongan. Pengulangan pemotongan
boleh dilakukan hingga plat benar – benar terputus dengan sempurna.
Hal tersebut dilakukan agar diperoleh plat yang tidak bergerigi, dan bebas
dari kontaminasi sebab plat yang bergerigi dapat mengganggu proses elusi
sehingga menghasilkan elusi analit yang tidak lurus sempurna (miring), berekor
(tailing) serta terbentuk jalur elusi baru. Plat yang telah dipotong dengan baik,
harus diberi identitas berupa kode arah elusi dipojok kanan atau kiri atas dengan
menggunakan pensil dan tidak boleh menggunakan ballpoint. Walapun pensil dan
ballpoint sama – sama mengandung bahan kimia, tetapi bahan kimia yang
terkandung dalam pensil masih bisa ditoleransi oleh plat dibanding bahan kimia
yang terkandung dalam ballpoint. Selain itu, apabila menggunakan ballpoint, saat
plat dicuci dengan menggunakan methanol, kemungkinan tinta dari ballpoint
tersebut akan luntur dan mengotori plat. Fungsi dari pemberian kode arah elusi
adalah agar proses pencucian plat dan proses elusi dapat berjalan kearah yang
sama, sebab apabila arah pencucian plat dengan arah elusi berbanding terbalik,
akan menyebabkan kotoran plat yang telah dibawa ke bagian atas plat saat
pencucian plat dengan methanol akan turun kembali ke daerah uji saat proses elusi
yang menyebabkan analit yang dielusikan akan terelusi bersama pengotor –
pengotor tersebut sehingga mengganggu proses analisis analit. Selain itu, plat
yang telah dipotong harus diberi batas atas dengan menggunakan pensil sekitar 1
cm dengan tujuan agar titik akhir elusi dari masing – masing noda dapat diamati
dengan jelas. Selain itu juga untuk memastikan agar masing – masing noda tidak
menyentuh pengotor – pengotor hasil pencucian plat yang terkumpul dibagian atas
plat.
Sebelum digunakan, plat yang telah dipotong tersebut dicuci dan
diaktivasi. Pencucian harus dilakukan sebab plat kemungkinan mengandung
pengotor karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang dimaksud
adalah pada saat proses pembuatan plat tersebut, sedangkan faktor eksternal
adalah pada saat penyimpanan plat itu sendiri. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan larutan methanol yang merupakan pelarut polar / semi polar yang
dapat melarutkan banyak senyawa. Arah proses pencucian harus disesuaikan
dengan kode arah elusi yang telah ditetepkan sebelumnya karena methanol itu ikut
bermigrasi bersama pengotor kearah pencucian. Sebenarnya larutan yang lebih
baik digunakan untuk proses pencucian plat adalah fase geraknya sendiri karena
fase geraknya tersebut akan secara langsung membawa zat yang dianggap sebagai
pengotor oleh fase gerak itu sendiri sehingga plat tersebut akan terbebas dari
semua pengotor yang dapat mengganggu proses elusi. Sedangkan apabila
menggunakan methanol, zat yang tidak larut dalam methanol namun merupakan
pengotor bagi fase gerak, maka pada saat proses elusi analit dengan fase geraknya
tersebut proses elusi akan diganggu oleh pengotor tersebut. Namun, dalam
praktikum yang dilakukan, pencucian dilakukan dengan menggunakan methanol
mengingat methanol merupakan pelarut yang umum digunakan dan mudah
diperoleh dipasaran serta dapat melarukan banyak zat.
Tahap selanjutnya dilakukan proses aktivasi plat dengan pemanasan plat
pada suhu 600C selama 10 menit di dalam oven. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan uap air dan pengotor yang menempel pada sisi aktif plat karena
methanol yang digunakan untuk pencucian plat terdiri atas campuran air dan
methanol sehingga kemungkinan air tersebut terjerat dalam silika gel dan
menyebabkan silika gel tersebut menjadi jenuh dan harus diaktivasi. Oleh
karenanya proses aktivasi dilakukan dengan menghilang air yang terjerat dalam
silika gel tersebut sehingga silika gel tersebut tidak jenuh dan agar plat dapat
memberikan respon baseline yang lebih baik serta mengurangi ratio gangguan
(noise ratio).
Setelah aktivasi plat dilakukan, kemudian dilakukan pembuatan larutan
pengembang. Larutan pengembang yang digunakan dalam praktikum ini adalah
larutan pengembang sistem TB. Larutan pengembang TB dibuat dengan
mencampurkan sikloheksana, toluene, dan dietilamin dengan perbandingan
75:15:10 dalam sebuah labu ukur.
Selanjutnya, dilakukan pembuatan senyawa standar dengan konsentrasi 50
ng/l. Karena pada saat praktikum telah tersedia larutan standar dengan
konsentrasi 1000 ng/l, maka larutan standar dengan konsentrasi 1000 ng/l
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 50 ng/l dengan cara 0,25 ml larutan
standar 1000 ng/l diencerkan dalam labu ukur 5 ml dengan menggunakan
methanol hingga tanda batas labu ukur, sehingga diperoleh larutan standar
pembanding 5 ng/l yang diinginkan.
Setelah dilakukan pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 50 ng/l,
kemudian dibuat larutan standar pembanding untuk sistem TB. Larutan standar
pembanding untuk sistem TB dibuat dari larutan teofilin, papaverin,
dekstrometorfan, dan bromheksin yang masing – masing larutan tersebut
berkonsentrasi 1 mg / ml kecuali larutan dektrometorfan yang memiliki
konsentrasi 2 mg/ml. Oleh karenanya sebelum keempat larutan tersebut
dicampurkan, larutan dekstrometorfan harus diencerkan terlebih dahulu hingga
diperoleh larutan standar pembanding dekstrometorfan 1 ml /ml. Pengenceran
larutan dekstrometorfan 2 mg / ml dilakukan dengan memipet 2,5 ml larutan
dektrometorfan 2 mg / ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml kemudian
ditepatkan hingga tanda batas dengan methanol da dihomogenkan hingga
diperoleh larutan Dektrometorfan 1 mg / ml. Pembuatan larutan standar
pembanding untuk sistem TB dilakukan dengan mencampurkan masing – masing
0,5 ml larutan teofilin 1 mg / ml, papaverin 1 mg / ml, dektrometorfan 1 mg / ml,
serta bromheksin 1 mg /ml dalam sebuah botol vial dan kemudian dihomogenkan.
Tahapan selanjutnya adalah penjenuhan chamber. Sebelum dijenuhkan,
dipilih terlebih dahulu chamber yang sesuai dengan ukuran plat. Karena Plat yang
digunakan berukuran 10 X 10 cm, maka chamber yang digunakan adalah chamber
dengan ukuran 10 X 10. Kemudian penjenuhan chamber dilakukan dengan cara
memasukkan 10 ml larutan pengembang TB ke dalam chamber yang telah di
berisi sebuah kertas saring kemudian chamber ditutup rapat dengan penutupnya
selama kurang lebih 30 menit. Fungsi penambahan kertas saring ke dalam
chamber saat proses penjenuhan chamber adalah untuk mengetahui chamber
tersebut sudah jenuh atau belum. Apabila chamber telah jenuh, maka kertas saring
dalam chamber tersebut akan terbasahi seluruhnya oleh larutan pengembang TB.
Bersamaan dengan proses penjenuhan chamber, dilakukan proses
penotolan larutan standar, analit sampel yang sebelumnya telah direkonstitusi
dengan methanol, serta larutan standar pembanding sistem TB pada plat yang
telah dicuci dan diaktivasi dengan menggunakan alat penotolan semi otomatis
Linomart. Dikatakan sebagai alat penotolan yang semi otomatis, karena pada
proses aspirasi bahan uji ke dalam syringe linomart masih dilakukan secara
manual oleh petugas tetapi untuk proses penotolah bahan uji dilakukan secara
otomatis oleh linomart itu sendiri melalui proses setting komputerisasi yang
sebelumnya telah dilakukan sehingga petugas hanya perlu penempatan plat pada
meja linomart. Karena plat yang digunakan berukuran 10 X 10 cm dan jarak
penotolan satu senyawa dengan senyawa lainnya adalah 1 cm, maka pada plat
tersebut akan terdapat 9 titik penotolan. Titik penotolan 1 sampai 5 diisi dengan
larutan standar, titik penotolan 6 sampai 8 diisi dengan analit dari sampel, dan
titik penotolan 9 diisi dengan larutan standar pembanding untuk sistem TB. Pada
titik penotolan 1 sampai 5, ditotolkan larutan standar dengan konsentrasi yang
berbeda – beda, yaitu 200 ng/l, 400 ng/l, 600 ng/l, 800 ng/l, dan 1000 ng/l.
Karena larutan standar yang tersedia memiliki konsentrasi 50 ng/l, maka tiap
titik penotolan (dari titik penotolan 1 sampai 5) memiliki jumlah penotolan yang
berbeda – beda sesuai konsentrasi larutan standar pada setiap titik penotolan yang
telah dipaparkan sebelumnya. Jumlah penotolan pada setiap titik pada titik
penotolan 1 sampai 5, antara lain;
- Titik penotolan 1 : Konsentrasi larutan standar 200 ng/l, maka penotolan
larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 4 kali.
- Titik penotolan 2 : Konsentrasi larutan standar 400 ng/l, maka penotolan
larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 8 kali.
- Titik penotolan 3 : Konsentrasi larutan standar 600 ng/l, maka penotolan
larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 12 kali.
- Titik penotolan 4 : Konsentrasi larutan standar 800 ng/l, maka penotolan
larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 16 kali.
- Titik penotolan 5 : Konsentrasi larutan standar 1000 ng/l, maka penotolan
larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 20 kali.
Selanjutnya, pada titik penotolan 6 sampai 8 diisi oleh analit dari sampel
yang dianalisis. Pada titik penotolan ke 6 diisi oleh analit yang diperoleh melalui
proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Amfetamin, pada titik
penotolan 7 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan
target sasaran analisis Opiat dan titik penotolan 8 diisi oleh analit yang diperoleh
melalui proses ekstraksi LLE dengan target sasaran analisis Opiat. Masing –
masing analit dari sampel tersebut ditotolkan sebanyak 50 l. Sedangkan pada
titik penotolan 9 ditotolkan 2 l larutan standar pembanding TB.
Apbila proses penotolan telah selesai dilakukan, kemudian plat
dikeringkan pada oven dengan suhu 6001