uji efektivitas penumbuh rambut gel ekstrak …
TRANSCRIPT
UJI EFEKTIVITAS PENUMBUH RAMBUT GEL EKSTRAK SELEDRI
(APIUM GRAVEOLENS L.) TERHADAP KELINCI JANTAN
Proposal Penelitian
Disusun Oleh :
Drs. Tatang Hernawan S.Si.,Apt.,M.App.Sc.,DR
Soni Suharmoko S.Pt.,M.M
Dewi Rustika
Melia Junita
Yolla Gita
SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON
SK. Mendiknas RI No. 1840/D/2004
Jl. Perjuangan-Majasem-Cirebon Telp./Fax. (0231) 488759
CIREBON
2018
YAYASAN PENDIDIKAN IMAM BONJOL
SEKOLAH TINGGI FARMASI (STF) CIREBON
Terakreditasi B Nomor : 0118/SK/BAN-PT/Ak-SURV/S/III/2016 Jl. Perjuangan – Majasem - Cirebon Telp./Fax. (0231) 488759
Nomor : - Cirebon, 4 Agustus 2016
Lampiran : Satu Bandel
Perihal : Permohonan Hibah Penelitian Dosen Internal
Kepada Yth,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
STF YPIB Cirebon
Di-
Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dimohon dengan hormat, bahwa sehubungan dengan dilaksanakannya hibah
penelitian dosen internal Semester Ganjil Tahun Akademik 2017/2018, maka kami dosen
tetap STF YPIB CIREBON ingin mengajukan proposal penelitian untuk mandapatkan dana
hibah penelitian dosen internal sebagaimana dimaksud di atas. Adapun tim Peneliti kami
yaitu:
Koordinator : Drs. Tatang Hernawan S.Si.,Apt.,M.App.Sc.,DR
NIDN : 8842610016
Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
Judul Penelitian : UJI EFEKTIVITAS PENUMBUH RAMBUT GEL EKSTRAK
SELEDRI (APIUM GRAVEOLENS L.) TERHADAP KELINCI
JANTAN
Demikian surat permohonan ini dibuat, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan
terimakasih. Proposal Penelitian Kami lampirkan bersamaan dengan Surat Permohonan
Hibah Penelitian Dosen Internal ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Koordinator Peneliti,
Dr. Tatang Hernawan, M.Applic.Sc.,Apt
NIDN : 8842610016
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN STF YPIB
1. Judul Penelitian UJI EFEKTIVITAS PENUMBUH RAMBUT GEL
EKSTRAK SELEDRI (APIUM GRAVEOLENS L.)
TERHADAP KELINCI JANTAN
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap
b. NIDN
c. Jenis Kelamin
3. Anggota 1
a. Nama Lengkap
b.NIDN
c. Jenis Kelamin
4. Anggota 2
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
5. Anggota 3
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
6. Anggota 4
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
7. Alamat
Drs. Tatang Hernawan S.Si.,Apt.,M.App.Sc.,DR
8842610016
Laki-laki
Soni Suharmoko S.Pt.,M.M
0420047804
Laki-laki
Dewi Rustika
Perempuan
Melia Junita
Perempuan
Yolla Gita
Perempuan
Sekolah Tinggi Farmasi (STF) YPIB Cirebon
Jl. Perjuangan Majasem Cirebon
8. Lama Penelitian 6 Bulan (Agustus 2017 – Januari 2018)
9. Biaya Rp. 10.000.000.,00
10. Sumber Dana Yayasan Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon
Cirebon, Januari 2018
Mengetahui
Ketua LPPM
Fitri Zakiah S.Si M.Farm.,Apt
Ketua STF YPIB Cirebon
H. Ahmad Azrul Zuniarto., M.Farm., Apt
ANGGARAN PENELITIAN
UJI EFEKTIVITAS PENUMBUH RAMBUT GEL EKSTRAK SELEDRI
(APIUM GRAVEOLENS L.) TERHADAP KELINCI JANTAN
NO Uraian Vol Satuan Total Harga
1 Pembentukan tim penelitian
- kordinator (1orang) 1.200.000 1.200.000
- Peneliti (1orang) 500.000 500.000
- Pembantu peneliti (3orang) 500.000 1.500.000
2 Pengumpulan Data dan Studi Literatur 1.000.000
3 Percobaan Laboratorium
- Belanja Bahan Baku 2.100.000 2.100.000
4 Penerapan
- pengujian laboratorium 3.000.000 3.000.000
5 Evaluasi dan Pembuatan Laporan
- Atk 500.000 500.000
- Penjilidan dan Penggadaan Laporan 100.000 200.000
Total Anggaran 10.000.000
ABSTRAK
Penelitian ini berdasarkan hakikat manusia yang mempunyai sifat suka dengan
keindahan, rambut merupakan penunjang penampilan seseorang bahkan ada ungkapan yang
mengatakan bahwa rambut adalah mahkota kecantikan seseorang. Penelitian ini bertujuan
mengetahui efektivitas gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) terhadap kelinci jantan.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen dengan melakukan penelitian
secara langsung terhadap objek yang diteliti. Penelitian berlangsung selama 28 hari dan
dilakukan pengukuran rambut kelinci di hari ke-7, 14, 21, 28 serta di hari ke-28 rambut
kelinci dicukur kemudian ditimbang sebagai data pendukung pertumbuhan rambut.
Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut didapat hasil bahwa gel ekstrak Seledri (Apium
graveoelens L.) konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% efektif sebagai penumbuh rambut pada
kelinci jantan. Namun konsentrasi 10% mempunyai efek yang tidak berbeda jauh dengan
kontrol positif yakni penumbuh rambut Hair Serum.
ABSTRACT
This research in based on human nature that has properties like the beauty, hair
growing someone is even a saying that says that a person’s hair is a crown of beauty. This
study aims to determine the effectiveness of the gel extract Celery (Apium graveolens L.) . On
male rabbits and to determine the concentration of gel extract Celery (Apium graveoelns L.).
The most effective as hair growth on male rabbit. The study was conducted using an
experimental methode to conduct research directly to the object under study. The study lasted
28 days and measurement rabbit hair on days 7, 14, 21, and 28 as well as on the days, the 28
days rabbit hair was shaved off and then weighed as supporting data hair growth. Based on
the result of the result of these studies obtained result that the gel extract Celery (Apium
graveoelens L.). Concentration of 5%, 7,5% and 10% effective as a hair grower, but
concentration 10% has the effect of which is not much different from the positive control hair
growth Hair Serum.
KATA PENGANTAR
Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan
lancar.
Penyusunan proposal penelitian ini bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dalam mendapatkan suatu alternatif bahan alam sebagai produk yang dapat dijadikan
pengobatan dan memotifasi mahasiswa. Dalam hal ini peneliti mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT yang mendengarkan dan mengabulkan doa peneliti
2. Bapak H. Satmaja., BA, sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Imam Bonjol
3. Bapak H. Ahmad Azrul Zuniarto., M.Farm., Apt, selaku Ketua Sekolah Tinggi
Farmasi YPIB Cirebon
Akhirnya pada Allah lah peneliti memohon perlindungan, mudah mudahan proposal
penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan pertimbangan dan pengkajian ilmu
pengetahuan yang lebih luas bagi peneliti, mahasiswa dan semua pihak yang membaca.
Wasalam,
Cirebon, Januari 2018
Peneliti
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1.2. Pembatasan masalah ....................................................................
1.3. Identifikasi Masalah ....................................................................
1.4. Perumusan Masalah .....................................................................
1.5. Maksud dan Tujuan Penelitian ....................................................
1.6. Manfaat Penelitian .......................................................................
1.7. Tempat dan Waktu Penelitian
1.6.1. Tempat ..............................................................................
1.6.2. Waktu Penelitian ..............................................................
1.8. Hipotesis ........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Seledri (Apium graveolens L.) ......................................
2.1.1. Deskripsi ............................................................................
2.1.2. Klasifikasi Tanaman ..........................................................
2.1.3. Morfologi Tanaman ...........................................................
2.1.4. Kandungan Kimia ..............................................................
2.1.5. Kegunaan ...........................................................................
2.1.6. Kontra Indikasi ..................................................................
2.1.7. Kandungan Gizi .................................................................
2.2. Simplisa ........................................................................................
2.2.1. Penggolongan Simplisia ...................................................
2.2.2. Proses Pembuatan Simplisia ............................................
2.3. Ekstraksi
2.3.1. Definisi Ekstraksi .............................................................
2.3.2. Tujuan Ekstraksi ...............................................................
2.3.3. Jenis-Jenis Ekstraksi .........................................................
2.3.4. Ekstrak dan Pembagian Ekstrak .......................................
2.4 Rambut
2.4.1. Definisi Rambut ...............................................................
2.4.2. Anatomi Rambut ..............................................................
2.4.3. Pertumbuhan Rambut .......................................................
2.5. Kosmetika ....................................................................................
2.6. Gel ...............................................................................................
2.6.1. Penggolongan Gel ............................................................
2.6.2. Cara Pembuatan Gel .........................................................
2.6.3. Bahan Dalam Formula Gel ...............................................
2.6.4. Uji Evaluasi Sediaan Gel ..................................................
2.7. Stabilitas Sediaan
2.7.1. Definisi Stabilitas ............................................................
2.7.2. Uji Stabilitas Dipercepat .................................................
2.8. Penyubur Rambut Hair Serum ...................................................
2.9. Kelinci
2.9.1. Sejarah.............................................................................
2.9.2. Klasifikasi .......................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
3.1.1. Populasi ...............................................................................
3.1.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...........................
3.1.3. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel ....................
3.2. Metode Penelitian ...........................................................................
3.3. Desain Penelitian ............................................................................
3.4. Alat dan Bahan
3.4.1. Alat Penelitian .....................................................................
3.4.2. Bahan Penelitian .................................................................
3.4.3 Hewan Percobaan ...............................................................
3.5. Langkah Kerja
3.5.1. Determinasi Tanaman .......................................................
3.5.2. Pengumpulan Bahan .........................................................
3.5.3. Pembuatan Simplisia ........................................................
3.5.4. Pembuatan Ekstrak Seledri ..............................................
3.5.5. Pembuatan Gel Ekstrak Seledri .......................................
3.5.6. Perlakuan Hewan Uji .......................................................
3.5.7. Uji Evaluasi Sediaan ........................................................
3.5.8. Uji Stabilitas Sediaan .......................................................
3.6. Pengumpulan Data
3.6.1. Sumber Data......................................................................
3.6.2. Alat Pengumpulan Data ...................................................
3.6.3. Pengumpulan Data Primer ................................................
3.6.4. Pengumpulan Data Sekunder ............................................
3.7. Pengambilan Data dan Analisis Data ............................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bagi manusia yang mempunyai sifat suka dengan keindahan menjadikan
rambut ini sebagai penunjang penampilan seseorang. Bahkan ada ungkapan yang
menunjukan betapa pentingnya rambut bagi penampilan seseorang yaitu rambut
adalah mahkota kecantikan seseorang. (Dalimartha dan Soedibyo, 1999)
Rambut mempunyai peranan penting dalam proteksi terhadap lingkungan
yang merugikan antara lain dengan suhu dingin atau panas dan sinar ultraviolet.
Selain itu, rambut juga berfungsi melindungi kulit terhadap pengaruh pengaruh buruk,
misalnya alis mata, sedangkan bulu hidung untuk menyaring udara. Rambut juga
berfungsi sebagai pengatur suhu, pendorong penguapan keringat, dan sebagai indra
peraba yang sensitif. (Harahap, 2000)
Sebagai bagian integral dari identitas, wajar jika banyak keluhan mengenai
kerusakan maupun kerontokan rambut, karena kerontokan rambut akan berdampak
negatif bagi yang mengalaminya, terutama jika kerontokan tersebut cukup luas dan
berat. ( Lemieux, 2008)
Untuk mengatasi masalah kerontokan rambut, para peneliti berusaha
berinovasi untuk menemukan formula yang efektif. Hal ini berefek pada banyaknya
produk kosmetik rambut yang banyak dipasaran, baik produk sintetis maupun produk
herbal. Penggunaan bahan yang bersifat sintetis pada produk kosmetik dinilai kurang
aman karena menimbulkan efek samping pada penggunaan jangka panjang.
Sejak zaman dahulu secara tradisional banyak tanaman disekitar kita telah
digunakan sebagai pemacu pertumbuhan rambut. (Dalimartha 1999) mencatat ada
beberapa tanaman yang secara empiris digunakan masyarakat untuk merangsang
pertumbuhan rambut dan banyak yang didasarkan secara ilmiah, salah satunya adalah
Seledri (Apium graveolens L.). Herba Seledri secara empiris dapat mempengaruhi
pertumbuhan rambut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Winanti diketahui bahwa
Seledri berkhasiat memberikan efek dalam mepercepat pertumbuhan rambut.
(Winanti, 2005)
Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu menunjukan bahwa Seledri berkhasiat
sebagai penyubur rambut (Sri Rahayu, 2007), dari penelitian tersebut diketahui bahwa
flavonoid dan saponin adalah senyawa kimia yang berperan dalam memacu
pertumbuhan rambut. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Hexy Tri
Prima Putra, konsentrasi Seledri yang berkhasiat sebagai penumbuh rambut adalah
7,5% dengan pertumbuhan rambut 54,15% yang tidak berbeda nyata dengan kontrol
positif yang menjadi pembanding.
Berdasarkan latar belakang diatas mendasari penulis untuk melakukan
penelitian dengan judul “Uji Efektifitas Penumbuh Rambut Gel Ektstrak Seledri
(Apium graveolens L.) Terhadap Kelincii Jantan.”
1.2. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada :
a. Pengujian efektifitas penumbuh rambut gel ekstrak herba Seledri (Apium
graveolens L.) terhadap kelinci jantan.
b. Konsentrasi yang digunakan 5%, 7,5%, dan 10% dengan cara ekstraksi maserasi.
c. Uji evaluasi dan stabilitas dari sediaan gel ekstrak herba Seledri (Apium
graveolens L.) meliputi pengamatan organoleptis, pemeriksaan pH, uji
homogenitas, uji daya lekat, dan uji daya sebar. Serta uji stabilitas penyimpanan
pada suhu 00C, 25
0C, dan 40
0C selama 28 hari.
1.3. Identifikasi Masalah
a. Menguji efektifitas penumbuh rambut gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)
terhadap kelinci jantan.
b. Penentuan konsentrasi gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) yang paling
efektif sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.
c. Menguji stabilitas dari sediaan gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) sebagai
penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
a. Apakah gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) berkhasiat sebagai penumbuh
rambut terhadap kelinci jantan?
b. Pada konsetrasi berapa gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) yang efektif
sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan?
c. Bagaimana stabilitas dari sediaan gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) sebagai
penumbuh rambut terhadap kelinci jantan?
1.5. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui efektifitas gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) sebagai
penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.
b. Untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)
yang paling efektif sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.
c. Untuk mengetahui stabilitas dari sediaan gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)
sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.
1.6. Manfaat Penulisan
Dari penelitian yang akan dilakukan oleh penulis mengenai Efektifitas
pemberian ekstrak seledri (Apium graveolens L.) diharapkan dapat memberikan
manfaat antara lain :
1) Bagi penulis
Dapat menambah wawasan tentang adanya pengaruh ekstrak Seledri (Apium
graveolens L.) terhadap pertumbuhan rambut kelinci jantan.
2) Bagi akademik
Dapat meningkatkan pengetahuan tentang adanya pengaruh pemberian ekstrak
Seledri (Apium graveolens L.) terhadap pertumbuhan rambut kelinci jantan
dan sumber pustaka bagi penelitian selanjutnya.
3) Bagi Dunia Farmasi
Dapat digunakan sebagai dasar penelitian awal untuk dilakukan penelitian
selanjutnya yang lebih lengkap, sehingga tanaman Seledri ini dapat
dikembangkan menjadi bentuk sediaan untuk pertumbuhan rambut.
4) Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penyuluhan kepada
masyarakat bahwa tanaman Seledri tidak hanya sebagai tanaman untuk bumbu
masak, tetapi dapat digunakan sebagai penumbuh rambut.
1.7. Tempat dan Waktu Penelitian
1.7.1. Tempat
Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Laboratorium
Farmakologi Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon yang beralamat Jln,
Perjuangan III No.7 Majasem kota Cirebon.
1.7.2. Waktu
6 Bulan (Agustus 2017 – Januari 2018)
1.8. Hipotesa
H0 = Gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) tidak mempunyai efektifitas
sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.
H1 = Gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) mempunyai efektifitas sebagai
penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
2.1.1. Deskripsi
Seledri (Apium graveolens L.) berasal dari daerah subtropik Eropa dan
Asia dan merupakan tanaman dataran tinggi, yang ditemukan pada ketinggian
diatas 900 m dpl. Di daerah ini Seledri yang tumbuh memiliki tangkai daun yang
menebal. Untuk pertumbuhannya, Seledri memerlukan cuaca yang lembab.
Seledri juga biasa ditanam di dataran rendah, hanya saja ukuran batangnya
menjadi lebih kecil dan digunakan sebagai penyedap makanan. Seledri terdiri
dari tiga jenis yaitu Seledri daun, Seledri potongan dan Seledri berumbi. Seledri
yang banyak ditanam di Indonesia adalah Seledri daun. (Dalimartha, 1999)
Gambar 2.1. Gambar Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
(Tani Asri, 2015)
Seledri (Apium graveolens L.) di panen setelah berumur 6 minggu
sejak ditanam. Tangkai daun yang agak tua di potong 1 cm di atas pangkal
daun. Daun muda dibiarkan tumbuh untuk dipanen kemudian. Tangkai
daunnya yang berdaging dan berair dapat dimakan mentah sebagai lalap,
sedangkan daunnya digunakan untuk penyedap. Jika Seledri didaerah tropik,
ukuran batangnya kurang besar sehinggga seluruh bagian tanaman digunakan
sebagai sayur, Seledri dapat diperbanyak dengan biji. (Dalimartha,1999)
2.1.2. Klasifikasi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Apiales
Family : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens L.
(Husamah Irham R, 2011)
2.1.3. Morfologi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
Herba dengan batang beruas, bercabang, tegak pucat, hijau pucat.
Daun majemuk, daun muda melebar, atau meluas dari dasar, hijau mengkilap.
Bunga tunggal, tangkai jelas, sisi kelopak yang tersembunyi, daun bunga putih
kehijauan, atau merah jambu pucat dengan ujung yang bengkok. Bunga betina
majemuk, tidak bertangkai atau bertangkai pendek, sering mempunyai daun
berhadapan atau berbatasan dengan tirai bunga. Panjang buah 3 mm. (Syamsul
dan Rodame, 2015)
2.1.4. Kandungan Kimia
Seluruh bagian tanaman Seledri mengandung glikosida apiin,
isoquersetin dan umbellifero. Selain itu seledri juga mengandung apigenin,
pthalide mannite, inosite, asparagines, glutamine, choline, linamarose, pro
vitamin A, vitamin C dan B, kandungan asam dalam minyak atsiri pada biji
antara lain asam-asam resin, asam-asam lemak terutama palmitat, oleat,
linoleat dan petroselinat. Daun seledri juga mengandung yakni vitamin A,
Vitamin B1, Vitamin B2, vitamin B5, vitamin B6, vitamin C, vitamin E, dan
vitamin K. (Syamsul dan Rodame 2015)
2.1.5. Kegunaan
Tanaman ini bersifat pedas, dan sejuk. Daun tumbuhan ini berkhasiat
sebagai antirematik, karminatif, penghenti pendarahan, peluruh haid,
antispasmodic, diuretik, penurun tekanan darah dan sedatif. Seledri juga bias
untuk mencegah kanker. Pada Seledri terdapat minyak esensial yang
mencegah terbentuknya tumor yang mampu menyebabkan gejala kangker,
serta merangsang produksi enzim yang melawan sel penyebab kanker. Seledri
juga digunakan untuk mengatasi inflamasi (peradangan). (Arief 2009)
Daun Seledri mengandung flavonoid, saponin dan polifenol. Herba
Seledri mengandung flavonoid, fenol, saponin, kumarin, dan steroid atau
triterpenoid (Syamsuhidayat, 1991). Senyawa flavonoid yang telah diisolasi
dari tanaman Seledri adalah apigenin dan apiin pada seledri bagian yang
digunakan adalah herba dan akar dengan cara dimakan langsung dalam
keadaan segar atau setelah dikeringkan direbus dengan air. Herba seledri
berkhasiat peluruh air seni, obat rematik, penurun tekanan darah tinggi, obat
kencing manis dan sebagai penumbuh rambut.
2.1.6. Kontra Indikasi
Seledri dapat menyebabkan inflamasi pada kulit dan sensitivitas pada
matahari. Wanita hamil dan menyusui sebaiknya menghindari mengkonsumsi
Seledri selama masa kehamilan. Konsumsi Seledri dalam jumlah besar dapat
menyebabkan kontraksi uterus dan keguguran. Seledri juga menyebabkan
alergi pada orang yang sensitif pada beberapa tanaman termasuk wortel dan
dandelion. Penyakit ini disebut sindrom celery-carrot-mugwort-spice.
Sensitivitas silang pada Seledri telah terjadi pada pasien yang alergi
dandelion dan wortel. Seseorang yang menggunakan warfarin dan seledri pada
waktu yang bersamaan memiliki kemungkinan mengalami pendarahan.
Mengkonsumsi Seledri bersamaan dengan pengobatan yang meningkatkan
sensitivitas terhadap sinar matahari dapat meningkatkan kemungkinan kulit
terbakar, melepuh atau ruam-ruam jika terpapar sinar matahari. Efek samping
fotosensitivitas ini akibat adanya senyawa furanokumarin dalam seledri. Efek
samping seledri dapat diminimalisasi dengan menghindari penggunaan seledri
bersamaan dengan obat antikoagulan (walfarin) dan obat yang meningkatkan
sensitivitas terhadap sinar matahari (amitriptyline, ciprofloxacin, norfloxacin,
trimetropin, tetracycline, dan trioxalen). (Syamsul dan Rodame, 2015)
2.1.7. Kandungan Gizi Seledri (Apium graveolens L.)
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Seledri (Apium graveolens L.)
Kandungan gizi Jenis (tipe) seledri
Amerika China Umum
Kalori (kal) 18.00 27.00 20.00
Protein (gr) 1.20 2.20 1.00
Lemak (gr) - 0.60 0.10
Karbohidrat (gr) 4.20 4.60 4.60
Kalsium (mg) 57.00 326.00 50.00
Fosfor (mg) 26.00 51.00 40.00
Zat besi (mg) 2.80 15.30 1.00
Serat (gr) 0.70 1.40 -
Abu (gr) 1.00 1.70 -
Natrium (gr) 14.00 151.00 -
Kalium (gr) 448.00 318.00 -
Niasin (mg) 0.40 0.08 -
Vitamin A (S.1) 80.00 2685.00 130.00
Vitamin B1 (mg) 0.03 0.08 0.03
Vitamin B2 (mg) 0.05 0.12 -
Vitamin C (mg) 22.0 49.00 11.00
Air (gr) - - 93.00
Food and Nutrition Research Center. Handbook No 1 Manila
(Knott, JE & Deanon, 1967)
2.2. Simplisia
Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata
simple, yang berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut
bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum
mengalami perubahan bentuk. (Gunawan dan Mulyani, 2004)
Departemen RI membuat batasan tentang simplisia sebagai berikut. Simplisia
adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan
proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah
dikeringkan. Berdasarkan hal itu maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral.
2.2.1. Penggolongan Simplisia
Menurut (Gunawan dan Mulyani, 2004) penggolongan simplisia adalah
:
a. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.
Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman
atau dengan sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat
berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu
di pisahkan atau di isolasi dari tanamannya.
b. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.
c. Simplisia Pelikan atau Mineral
Simplisia pelican atau mineral adalah simplisia berupa bahan
pelican atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa bahan kimia murni.
2.2.2. Proses Pembuatan Simplisia
Proses pembuatan simplisia menurut (Goeswin Agoes, 2007) adalah :
1) Pengumpulan Bahan Baku
Kadar bahan aktif dalam simplisia bergantung kepada :
a. Bagian tanaman yang digunakan.
b. Usia tanaman atau bagian tanaman saat panen.
c. Waktu panen
d. Lingkungan tumbuh.
2) Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan cemaran (kotoran dan
bahan asing lain) dari bahan simplisia. Pembersihan simplisia dari tanah
dapat mengurangi jumlah kontaminasi mikrobiologi.
3) Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air bersih (Sumur, PAM, atau air dari
mata air). Simplisia yang mengandung zat mudah larut dalam air mengalir
dicuci dalam waktu sesingkat mungkin. Dalam satu kali pencucian sayur
mayur akan dapat menghilangkan kurang lebih 25% jumlah mikroba awal,
3 kali pencucian jumlah mikroba tertinggal 47% dari jumlah mikroba
awal. Jadi penting sekali diperhatikan kualitas air pencucian yang
digunakan.
4) Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Tanaman yang baru dipanen
sebelum dirajang, terlebih dahulu dijemur dalam keadaan utuh selama 1
hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran tertentu.
5) Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu lebih lama. Dengan
penurunan kadar air, hal tersebut dapat menghentikan reaksi enzimatik
sehingga dapat dicegah bterjadinya penurunan mutu atau perusakan
simplisia.
Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dengan cara pengeringan.
Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 300-90
0C (terbaik 60
0C). Jika
simplisia mengadung bahan aktif tidak tahan panas atau mudah menguap,
pengeringan dilakukan serendah mungkin, misalnya 300C-45
0C atau
dengan cara pengeringan vakum.
6) Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda asing, seperti
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih ada
atau tertinggal pada simplisa kering. Proses ini sebaiknya dilakukan
sebelum dilakukan pengemasan simplisa.
2.3. Ekstraksi
Menurut (Riza Marjoni, 2016) definisi ekstraksi, tujuan ekstraksi dan jenis –
jenis ekstraksi adalah
2.3.1. Definisi Ekstraksi
1. Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat
yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian
tanaman obat tersebut.
2. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut tertentu.
3. Ekstraksi adalah suatu cara untuk memperoleh sediaan yang mengandung
senyawa aktif dari suatu bahan alam menggunakan pelarut yang sesuai.
4. Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa dari tumbuh-
tumbuhan, hewan dan lain-lain menggunakan pelarut tertentu.
2.3.2. Tujuan Ekstraksi
Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan
komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam menentukan tujuan dari
suatu proses ekstraksi, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut ini :
1. Jumlah simplisia yang akan diekstrak
Jumlah simplisia yang akan di ekstrak sangat erat kaitannya dengan
jumlah pelarut yang akan digunakan. Semakin banyak simplisia yang
digunakan, maka jumlah pelarut yang digunakan juga semakin banyak.
2. Derajat kehalusan simplisia
Dalam hal ini, proses ekstraksi bertujuan untuk menemukan kelompok
senyawa kimia metabolit sekunder tertentu dalam simplisia seperti alkaloid,
flavonoid, dan lain-lain. Metode umum yang dapat digunakan adalah studi
pustaka dan untuk kepastian hasil yang diperoleh, ekstrak di uji lebih lanjut
secara kimia atau analisa kromatografi yang sesuai untuk kelompok senyawa
kimia yang di tuju.
3. Jenis simplisia yang digunakan dalam ekstraksi
Pemilihan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi sangat dipengaruhi
oleh kepolaran dari pelarut itu sendiri. Senyawa dengan kepolaran yang
sama akan lebih mudah larut dalam pelarut yang memiliki tingkat
kepolaran yang sama pula ( like dissolves like).
4. Waktu ekstraksi
Waktu yang digunakan selama proses ekstraksi akan sangat
menentukan banyaknya senyawa yang terekstrak.
5. Metode ekstraksi
Berbagai metoda ekstraksi dapat digunakan untuk menarik
senyawa kimia dari simplisia.
6. Kondisi proses ekstraksi
Beberapa proses ekstraksi memerlukan keadaan dan kondisi
tertentu. Bahan alam yang mengandung senyawa kumarin dan kuinon
umumnya dilakukan pada kondisi terlindung dari cahaya.
2.3.3. Jenis-Jenis Ekstraksi
1. Ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas
atau bersifat thermolabil. Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan
beberapa cara berikut ini :
a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan
hanya dengan cara merendam simplisia dalam satu atau campuran
pelarut selama waktu tertentu pada temperature kamar dan terlindung
dari cahaya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin
dengan cara mengalirkan pelarut secara kontinu pad simplisia selama
waktu tertentu.
2. Ekstraksi secara panas
Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang
terkandung dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas. Metode
ekstraksi yang membutuhkan panas diantaranya :
a. Seduhan
Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya dengan
merendam simplisia dengan air panas selama waktu tertentu (5-10
menit)
b. Coque (penggodokan)
Merupakan proses penyarian dengan cara menggodok
simplisia menggunakan api langsung dan hasilnya dapat langsung
digunakan sebagai obat baik secara keseluruhan termasuk
ampasnya atau hanya hasil gondokannya saja tanpa ampas.
c. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara
menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius
selama 15 menit.
d. Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir
sama dengan maserasi, hanya saja digesti menggunakan
pemanasan rendah pada suhu 30-40 derajat celcius. Metode ini
biasnya digunakan untuk simplisia yang tersari baik pada suhu
biasa.
e. Dekokta
Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa,
perbedaanya terletak pada lamanya waktu pemanasan. Waktu
pemanasan pada dekokta lebih lama dibanding metode infusa,
yaitu 30 menit dihitung setelah suhu mencapai 90 derajat celcius.
Metode ini sudah sangat jarang digunakan karena selain proses
penyariannya yang kurang sempurna dan juga tidak dapat
digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat yang
termolabil.
f. Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada
titik didih pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu
dengan adanya pendinginan balik (kondensor). Proses ini
umumnya dilakukan 3-5 kali pengulangan pada residu pertama,
sehingga termasuk proses esktraksi yang cukup sempurna.
g. Soxhletasi
Proses soxlethasi merupakan proses ekstraksi panas
dengan menggunakan alat khusus berupa ekstrakstor soxlet.
Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan suhu
pada metoda refluks.
2.3.4. Ekstrak dan Pembagian Ekstrak
1. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui
proses ekstraksi menggunkan pelarut, dimana pelarut yang digunakan di
uapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari
ekstrak yang dihasilkan dapat berupa ekstrak kental atau ekstrak kering
tergantung jumlah pelarut yang di uapkan. (Riza Marjoni, 2016)
2. Pembagian Ekstrak
a. Ekstrak cair adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam dan masih
mengandung pelarut.
b. Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mengalami proses tetap cair
pada suhu kamar penguapan dan sudah tidak mengandung cairan pelarut
lagi, tetapi konsistensinya.
c. Ekstrak kering: Adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan
dan tidak lagi mengandung pelarut dan berbentuk padat (kering). (Riza
Marjoni, 2016)
2.4. Rambut
Menurut (Tranggono dan Latifah, 2007) definisi rambut, anatomi rambut, dan
pertumbuhan rambut adalah :
2.4.1. Definisi Rambut
Rambut termasuk salah satu dari adneksa yang tumbuh berasal dari
kulit. Rambut tumbuh dari akar rambut yang ada di dalam lapisan dermis kulit
dan melalui saluran folikel rambut keluar dari kulit. Bagian rambut yang
keluar dari kulit dinamakan batang rambut
1.) Rambut terminal, yang umumnya kasar, misalnya rambut kepala, alis,
rambut ketiak, dan rambut alat kelamin.
2.) Rambut vellus, yang berupa rambut halus pada pipi, dahi, punggung dan
lengan.
Tetapi karena pada dasarnya semua rambut tumbuh dari akar rambut
yang jenisnya sama, maka rambut vellus dapat menjadi rambut terminal. Pada
pria dewasa, misalnya, kadang-kadang rambut vellus diatas bibir dan di dagu
berubah menjadi rambut terminal berupa kumis dan janggut kasar. Sementara
rambut vellus dapat juga menggantikan rambut terminal, misalnya pada orang
yang kepalanya botak, rambut kepala yang tadinya panjang dan kasar diganti
dengan rambut vellus yang halus.
2.4.2. Anatomi Rambut
Anatomi rambut terdiri dari :
1) Batang Rambut
Bagian rambut yang ada diluar kulit dinamakan batang rambut. Jika
batang rambut kita potong melintang, maka terlihat tiga lapisan dari luar
ke dalam, yaitu :
A. Kutikula rambut, terdiri dari sel-sel keratin yang pipih dan saling
bertumpuk, seperti sisik ikan atau genteng rumah. Lapisan ini keras
dan berfungsi melindungi rambut dari kekeringan dan masuknya bahan
asing kedalam batang rambut.
B. Korteks rambut adalah pelapisan yang lebih dalam, terdiri dari sel-sel
yang memanjang tersusun rapat. Jika rambut dibasahi dan direntang
perlahan-lahan, rambut dapat memanjang sampai 1 setengah kali
karena bentuk sel-sel dalam korteks rambut ini. Lapisan ini sebagian
terbesar terdiri dari pigmen rambut dengan rongga-rongga udara.
Stuktur korteks menentukan tipe rambut lurus, berombak atau keriting.
Lapisan korteks merupakan lapisan yang agak lunak dan mudah
dirusak oleh bahan kimia yang masuk kedalam rambut.
C. Medulla rambut dapat disamakan dengan sumsum rambut. Ia terdiri
dari tiga atau empat lapisan sel yang berbentuk kubus, berisikan
keratohyalin, butir-butir lemak, dan rongga udara. Rambut yang lurus
tidak memiliki medulla.
Menurut stoves, rambut juga berisi sejumlah kecil urea, asam urat,
xanthin, keratin, glikogen, asam sitrat, asam laktat, dan sejumlah mineral serta
enzim. Bahan- bahan tersebut sebagian besar terdapat di dalam medulla. Jika
rambut berulang-ulang dicuci dengan air hangat 35 derajat, sebagian bahan itu
akan larut.
2) Akar rambut
Bagian rambut tertanam didalam kulit. Akar rambut memiliki
stuktur yang sama dengan batang rambut. Disekeliling akar rambut
terdapat folikel rambut yang terdiri dari lapisan epidermis. Ujung folikel
membentuk suatu lekukan disebut papilla akar rambut. Papila berisi
pembuluh darah yang memberi nutrient pada rambut yang sedang tumbuh,
papilla akar rambut diselaputi oleh satu lapis sel-sel germinal yang
berfungsi dalam pembentukan sel-sel rambut baru.
Akar rambut atau folikel rambut terletak didalam lapisan dermis
kulit. Folikel rambut di sekelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang
memberikan makanan. Pada saluran folikel rambut bermuara kelenjar
sebasea yang mengeluarkan minyak (sebum) ke batang rambut dan kulit di
sekitarnya. Normalnya, semakin jauh batang rambut dari kulit kepala,
semakin kering rambut tersebut.
Folikel rambut terbentuk karena pertumbuhan ke dalam dari
epidermis sewaktu fetus berumur kurang lebih 4 bulan. Dan folikel ini
kemudian tumbuh rambut, mula mula terbentuk halus disebut lanugo yang
terdapat pada bayi varu lahir. Kemudian lanugo dan rambut-rambut yang
lebih kasar dan kuat.
Jika produksi sebum berlebihan, rambut dan kulit kepala akan
berminyak (greasy hair dan seborrhea) pada akar rambut terlihat otot
penegak rambut (arector pilli) yaitu suatu otot muscculuc erector pilli yang
menghubungkan akar rambut dengan papilla dermis, otot ini akan
menyebabkan rambut ata bulu kuduk berdiri jika kita, misalnya merasa
ngeri. Akar rambut terdiri dari dua bagian, yaitu :
a. Umbi rambut, bagian rambut yang akan terbawa jika rambut kita
dicabut.
b. Papil rambut, bagian yang akan tertinggal sampai ke akar-akarnya,
sehingga akan selalu terjadi pertumbuhan rambut baru kecuali jika
papil rambut itu dirusak, misalnya dengan bahan kimia atau arus listrik
(elektrolisis).
2.4.3. Pertumbuhan Rambut
Ketika janin berusia 4 bulan dalam kandungan, papil rambut sudah
terbentuk merata diseluruh kulit. Menjelang akhir bulan ke -6 atau awal bulan
ke 7 kehamilan, rambut lanugo, yaitu rambut khusus bayi dalam kandungan,
mulai tumbuh di permukaan kulit bayi. Menjelang bayi lahir, atau setelah bayi
lahir rambut lanugo diganti dengan rambut vellus atau langsung rambut
terminal.
Kecepatan rambut tumbuh dikulit kepala tidak seragam di sepanjang
usia. Rambut akan tumbuh disekitar 1/3 milimeter setiap hari atau 1 cm per
bulan. Rambut baru akan tumbuh secara terus secara aktif, tetapi pada suatu
saat pertumbuhan itu akan berhenti, istirahat sebentar dan rambut lama akan
rontok, digantikan rambut baru yang telah disiapkan oleh papil rambut yang
sama.
Fase rambut tumbuh disebut fase anagen lamanya antara 2-5 tahun,
dengan rata-rata 3,5 (1000 hari). Tetapi pada keadaan tertentu atau dengan
perawatan yang baik, fase anagen dapat diperpanjang. Fase istirahat yang
disebut fase katagen pendek, yaitu hanya beberapa minggu. Sedangkan fase
kerontokan atau fase telogen berlangsung selama kurang lebih 100 hari.
Selama fase istirhat (katagen), rambut berhenti tumbuh, umbi rambut
mengkerut dan menjauhkan diri dari papil rambut membentuk bonggol rambut
atau rambut gada (club hair), tetapi rambut belum rontok. Sementara itu papil
mulai membentuk rambut baru. Ketika rambut sudah cukup panjang dan akar
keluar dari kulit, rambut lama terdesak dan rontok.
2.5. Kosmetika
Kosmetika berasal dari kata yunani “cosmeticos” yang berarti keterampilan
menghias, mengatur. Menurut Permenkes RI No.220/Menkes/Per/220/76, kosmetik
adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokan, diletakan, dituangkan,
dipercikan atau disemprotkan pada, dimasukan kedalam dipergunakan pada badan
atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara daya
tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat.
Kosmetik dapat dibagi berdasarkan kegunaannya menjadi kosmetik perawatan
dan dekoratif. Kosmetik perawatan misalnya kosmetik untuk membersihkan,
melembabkan, maupun melindungi bagian tubuh seperti kulit dan rambut. Sedangkan
kosmetik dekoratif diperlukan untuk merias dan menutuop cacat pada bagian tubuh
sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik. Gel ekstrak Seledri termasuk
kedalam kosmetik perawatan rambut.
2.6. Gel
Menurut Formularium Nasional edisi kedua, gel adalah sediaan bermassa
lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau
makromolekul senyawa organik yang masing-masing terbungkus dan saling terserap
oleh cairan.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi empat, gel kadang-kadang disebut jeli,
merupakan system semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang
terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau
molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan.
2.6.1. Penggolongan Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel
dibagi menjadi dua yaitu :
1) Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar, massa gel kadang – kadang dinyatakan sebagai magma misalnya
magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semi padat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.
Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin
homogenitas.
2) Berdasarkan sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama
dalam sauatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dalam cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat
dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misalnya
tragakan.
2.6.2. Cara Pembuatan Basis Gel
Dalam pembuatan basis gel ini digunakan basis gel hidrofilik karena
daya sebar pada kulit baik, efeknya mendinginkan, tidak menyumbat pori-pori
kulit, mudah dicuci dengan air dan pelepasan obatnya baik. (Voight, 1995) .
Basis gel hidrofilik yang digunakan terdiri dari gelling agent, bahan
tambahan hidrokopis (propilenglikol) dan aquadest. Gelling agent yang
digunakan adalah HPMC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose). HPMC stabil
pada pH 3-11. (Ansel, 1989)
Basis Gel
HPMC 6%
Propilenglikol 10%
Metil Paraben 0,18%
Aquadest sampai 100%
(Sulaiman, 2008 dan Arikumalasari dkk)
2.6.3. Bahan Yang Digunakan Dalam Formula Gel
1. HPMC (Hidroksipropilmetil selulosa)
Pemerian : Serbuk putih , tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Larut dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform,
etanol, dan eter, tetapi tidak larut dalam campuran
metanol, dan diklorometan, dan campuran air dan
alkohol.
2. Propilenglikol
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna ;tidak
berbau; rasa agak manis; higroskopis.
Kelarutan : Dapat dicampur dengan air, dengan etanol 95%, dan
dengan kloroform P; larut dalam 6 bagian eter P,
tidak dicampur dengan eter minyak tanah P dan
dengan minyak lemak.
3. Metil Paraben
Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa
tebal
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3
bagian aseton P, mudah larut dalam eter P dan dalam
larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol
P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati
panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.
4. Aquadest
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
(Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979)
2.6.4. Uji Evaluasi Sedian Gel
Evaluasi gel biasanya dilakukan dengan melakukan beberapa
pengujian yaitu sebagai berikut :
1) Uji Organoleptis
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan fisik
pada sediaan, yaitu timbulnya bau dan perubahan warna.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas sediaan dilakukan untuk mengetahui apakah semua
bahan telah tercampur secara sempurna untuk menjamin zat aktif yang
terkandung dalam bahan telah terdistribusi secara merata pada saat
dioleskan sehingga kulit tidak berasa adanya bagian yang padat atau tidak
homogen.
3) Uji Daya Sebar
Uji daya sebar sediaan dilakukan untuk mengetahui kualitas dasar gel
yang dapat menyebar pada saat gel digunakan.
Daya sebar yang baik dapat menjamin pelepasan obat yang maksimal,
dengan asumsi bahwa semakin luas daya sebar gel maka semakin baik
pula daya sebarnya pada kulit sehingga dengan cepat pula melepaskan efek
terapi yang diinginkan.
4) Uji Ph
Sediaan sebaiknya memiliki pH kulit, yaitu sekitar 4,5 -6,5 karena PH
yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik, sedangkan jika pH
terlalu asam menyebabkan iritasi kulit.
5) Uji Daya Lekat
Pengujian daya lekat bertujuan untuk mengetahui kemampuan gel
melekat pada kulit. Gel yang baik memiliki daya lekat yang tinggi.
Kemampuan daya lekat gel akan mempengaruhi efek terapi. Semakin lama
kemapuan gel melekat pada kulit, maka gel akan memberikan efek terapi
yang lebih aman.
6) Uji Sineresis
Sineresis yang terjadi dalam penyimpanan diamati dengan menyimpan
gel pada suhu kurang lebih 100 selama 24, 48, dan 72 jam. Masing masing
gel ditempatkan pada cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari
dalam gel selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur
kehilangan air selama penyimpanan lalu dibandingkan bobot awal gel.
(Reyza Shintia, 2012)
2.7. Stabilitas Sediaan
2.7.1 . Definisi Stabilitas
Stabilitas di definisikan sebagai kemapuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang
periode penyimpanannya dan penggunaan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas dan kemurnian produk. Sediaan kosmetik yang stabil
didefinisikan sebagai suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang
dapat diterima selama produk periode waktu penyimpanan dan penggunaan,
dimana sifat dan karateristik sama dengan yang dimiliki pada saat dibuat.
Ketidakstabilan fisika dari suatu sediaan ditandai dengan adanya
pemucatan warna atau munculnya warna, timbul bau, perubahan, atau
pemisahan fase, pemecahan emulsi, penegndapan suspensi atau caking,
perubahan konsistensi, pertumbuhan Kristal, terbentuknya gas, dan
perubahan fisik lainnya. (Djajadisastra, 2004)
2.7.2. Uji Stabilitas Dipercepat
Untuk memperoleh nilau kestabilan suatu sediaan farmasetika atau
kosmetik dalam waktu yang singkat, maka dapat dilakukan uji stabilitas
dipercepat. Pengujian dimkasudkan untuk mendapatkan informasi yang
diinginkan pada waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel
pada kondisi yang di rancang untuk mempercepat terjadinya perubahan
yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Jika hasil pengujian suatu
sediaan pada uji dipercepat selama 3 bulan diperoleh hasil yang stabil, hal
intu menunjukan bahwa sediaan tersebut stabil pada penyimpanan suhu
kamar selama setahun. Pengujuan yang dilakukan pada uji dipercepat
antara lain (Martin, Swarbick dan Cammarata, 1983)
1) Elevarted temperature
Setiap kenaikan suhu 10 derajat celcius akan mempercepat reaksi
2 sampai 3 kalinya, namun secara praktis cara ini agak terbatas karena
kenyataannya suhu yang jauh diatas normal akan menyebabkan
perubahan yang tidak pernah terjadi pada suhu normal.
2) Elevarted humidities
Umumnya uji ini dilakukan untuk menguji kemasan produk.
Jika terjadi perubahan pada produk dalam kemasan karena pengaruh
kelembaban, maka hal ini menadakan bahwa kemasannya tidak
memberikan perlindungan yang cukup terhadap atmosfer.
3) Cycling test
Tujuan dari uji ini adalah sebagai simulasi adanya perubahan
suhu setiap tahun bahkan setiap harinya. Dengan demikian uji ini
dilakukan pada suhu dan atau pada kelembaban pada interval waktu
tertentu sehingga produk dalam kemasan mengalami tekanan yang
bervariasi dari pada tekanan statis.
4) Parameter uji
Parameter-parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik
adalah :
a. Organoleptis atau penampilan fisik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan
fisik pada sediaan, yaitu timbulnya bau dan perubahan warna.
b. Sifat aliran (viskositas)
Secara umum viskositas berpengaruh pada kestabilan sediaan.
c. Pemeriksaan Ph
Sediaan sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan kulit,
yaitu sekitar 4,5-6,5 karena Ph yang terlalu basa dapat
menyebabkan kulit bersisik, sedangkan Ph yang terlalu asam
menimbulkan iritasi kulit.
2.8. Penyubur Rambut Hair Serum
Gambar 2.8. Gambar Penyubur Rambut Hair Serum
(Intan Khatulistiwa, 2014)
Penyubur rambut NR ini adalah penyubur yang digunakan sesaat stelah
keramas. Komposisi dari Hair Serum adalah aqua, porasium sorbate, PEG-40
hydrogenated cator oil, tocopheril acetat, pyroctone.
2.9. Kelinci
2.9.1. Sejarah
Gambar 2.9. Gambar Kelinci
(Sueb, 2015)
Kelinci sudah dikenal manusia sejak jutaan tahun silam sebagai hewan
peliharaan dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak di ternakan, dahulu
berasal dari kelinci liar yang telah mengalami proses penjinakan (domestikasi).
Kelinci liar sudah ada pada zaman dahulu di Africa hingga daratan Eropa. Manusia
primitif menggunakan kelinci sebagai hewan buruan utama untuk memenuhi
kebutuhan makanan sehari-hari. Pada masa itu, kelinci liar populasinya banyak dan
mudah ditemui untuk diburu di hutan-hutan.
Berdasarakan catatan sejarah, kelinci berasal dari Phoenicians (3.000 SM),
ketika seorang pelaut menemukan suatu kelinci disuatu tempat yang dinamakan
“Land of the seraph” yaitu sebuah daerah yang sekarang dikenal dengan nama
Spanyol. Cerita kelinci selanjutnya dicatat pada masa Romawi. Ketika itu Romawi
merupakan sebuah kerajaan dengan kekuatan militer tinggi yang luar biasa, ternyata
sudah mengenal kelinci. Biara-biara mulai memelihara Leporaria, sebutan untuk
kelinci, berasal dari ras kelinci liar pertama di Eropa dengan kecenderungan berwarna
gelap. Pada zaman itu sudah terlihat ras-ras kelinci baru yang memiliki bentuk badan
dan warna yang berbeda-beda. Pada masa itu bangsawan sudah mulai menjadikan
kelinci sebagai hewan peliharaan.
Asal kata kelinci berasal dari bahasa Belanda, yaitu konijnie yang berarti anak
kelinci. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Nusantara mulai mengenali kelinci
saat massa colonial, padahal di Pulau Sumatera ada satu spesies asli kelinci Sumatera
yang baru ditemukan pada tahun 1972.
Berkembangnya penyebaran kelinci ke berbagai Negara menimbulkan sebutan
atau nama yang berbeda, misalnya di Eropa di sebut rabbit , di Indonesia disebut
kelinci sementara di Jawa disebut trewelu. Di Indonesia, khususnya Jawa ternak
kelinci konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai ternak hias pada tahun 1835.
(Rukmana, 2014)
2.9.2. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagomorpha
Family : Leopordiae
Sub-family : Leporniae
Genus : Lepus
Spesies : Lepus nigricollis (Rukmana, 2014)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
3.1.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2013)
Populasi dalam penelitian yang dilakukan ini adalah tanaman Seledri
(Apium Graveolens L.) dan Kelinci (Lepusnigricollis)
3.1.2. Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel
1) Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi ekstrak tersebut. (Sugiyono, 2013).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba Seledri (
Apium graveolens L.) dan Kelinci jantan (Lepusnigricollis).
2) Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan metode Simple Random Sampling. Dikatakan simple
(sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap
homogen. (Sugiyono, 2013)
3.1.3. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
(Sugiyono, 2013).
1) Variabel Bebas
Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
(Sugiyono, 2013)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gel ekstrak Seledri ( Apium
graveolens L.) dengan konsentrasi 5%, 7,5% dan 10%.
2) Variabel Terikat
Variabel terikat (dependen variabel) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
(Sugiyono, 2013)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah adanya kecepatan
pertumbuhan rambut pada kelinci jantan (dilihat pada panjang rambut dan
bobot rambut)
3) Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan
sehingga pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tidak
dipengaruhi oleh faktor luar yang diteliti. (Sugiyono, 2013). Variabel
kontrol dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :
a. Kontrol positif adalah variabel kendali yang mengendalikan atau
sebagai pembanding yang berkaitan dengan variabel bebas. Kontrol
positif sebagai pembanding menggunakan penyubur rambut Hair
Serum.
b. Kontrol negatif adalah variabel kendali negatif yang digunakan sebagai
variabel dengan perlakuan netral dalam penelitian. Kontrol negatif
sebagai pembanding menggunakan basis gel.
4) Operasional Variabel
5) Operasional variabel dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
6)
7)
8)
9)
10) Gambar 3.1 Gambar Operasional Variabel
Keterangan :
X1 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 5%
X2 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 7,5%
X3 = Gel ekstrak Seledri konsetrasi 10%
K- = Basis gel
K+
= Penumbuh rambut Hair Serum
Y = Pertumbuhan rambut
3.2. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian percobaan atau penelitian
eksperimen. Jenis penelitian ini digunakan untuk melakukan suatu percobaan
(Experiment Research) menggunakan perlakuan atau percobaan pada objek yang
sedang diteliti dengan tujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang
timbul terhadap variabel eksperimen sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu
dari suatu percobaan. Metode penelitian eksperimen termasuk kedalam metode
kuantitatif. (Sugiyono, 2013)
X1 X2 X3
K-
K+ Y
3.3. Desain Penelitian
Desain Penelitian dapat dilihat pada bagan berikut :
Bagan 3.3 Skema Desain Penelitian
Determinasi
Pengumpulan bahan
Pembuatan simplisia
Ekstraksi simplisia
dengan cara maserasi
Pembuatan gel ekstrak Seledri
Kelinci Jantan
Pencukuran rambut kelinci jantan
Uji Evaluasi dan Stabilitas Sediaan
Pengumpulan data
Pengolahan data
Kesimpulan
Uji efektivitas gel ekstrak Seledri
3.4. Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel
3.4. yaitu sebagai berikut :
Tabel 3.4 Tabel Alat-Alat yang Digunakan
No Alat yang digunakan
1 Beaker glass 10 Gelas objek
2 Wajan 11 Jangka sorong
3 Kompor 12 Timbangan digital
4 Kertas saring 13 Kaca arloji
5 Kertas Ph 14 Gunting
6 Kain flanel 15 Silet/pencukur rambut
7 Tabung reaksi 16 Timbangan
8 Thermometer 17 Mortir dan stamper
9 Homogenaizer 18 Gelas ukur
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel
3.4. yaitu sebagai berikut :
Tabel 3.4. Tabel Bahan-bahan yang digunakan
No Bahan – bahan yang digunakan
1 Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)
2 Propilenglikol
3 Metil Paraben
4 HPMC (Hidroksilpropilmetil selulosa)
5 Aquadest
6 Penyubur Rambut Hair Serum
3.4.3. Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci
jantan sebanyak 5 ekor berumur 7-9 bulan dengan bobot 2-3 kg.
3.5. Langkah Kerja
3.5.1. Determinasi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
Determinasi tanaman seledri ( Apium graveolens L.) dilakukan di
Sekolah Tinggi Farmasi Yayasan Pendidikan Imam Bonjol Cirebon dengan
menggunakan buku Flora.
3.5.2 Pengumpulan Bahan
Seledri (Apium graveolens L.) diambil dari Desa Paseh Kidul
Kabupaten Sumedang.
3.5.3. Pembuatan Simplisia Seledri (Apium graveolens L.)
1) Bahan yang digunakan adalah herba Seledri (Apium graveolens L.) yang
masih segar.
2) Herba Seledri (Apium geraveolens L.) yang sudah terkumpul dibersihkan
dari kotoran - kotoran yang masih menempel, kemudian di cuci dengan air
mengalir (air kran) agar tidak ada kotoran yang terselip atau menempel.
3) Seledri (Apium graveolens L.) kemudian dijemur dibawah sinar matahari.
4) Setelah kering dihaluskan dengan cara diblender.
5) Kemudian simpan di dalam wadah tertutup.
3.5.4 Pembuatan Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)
Pada penelitian ini, ekstraksi Seledri (Apium graveolens L.) menggunakan
metode maserasi, langkah pengerjaannya sebagai berikut :
1) Memasukan simplisia Seledri (Apium graveolens L.)
yang sudah dihaluskan sebanyak 200 gram kedalam maserator.
2) Menambahkan cairan penyari etanol 70% sebanyak 1500 ml sampai
simplisia terendam dalam maserator tersebut, serbuk simplisia dibiarkan
terendam pelarut selama lima hari, sambil diaduk sesering mungkin.
3) Setelah lima hari, disaring menggunakan kain flanel untuk memisahkan
ampas dengan maseratnya. (fltrat 1)
4) Memasukan kembali ampas ke dalam maserator dan menambahkan etanol
70%, sebanyak 500 ml hingga diperoleh 100 bagian, diamkan atau simpan
selama 2 hari, sambil sesering mungkin diaduk.
5) Setelah dua hari, saring kembali menggunakan kain flanel untuk
menghasilkan maserat (filtrat II)
Mencampurkan flitrat 1 dan fltrat II, kemudian diuapkan dengan
evaporator.
3.5.3. Pembuatan Gel Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)
Tabel 3.5 Tabel Formulasi Sediaan Gel
Bahan X1 X2 X3
Ekstrak Seledri 5% 7,5% 10%
HPMC 6% 6% 6%
Propilenglikol 10% 10% 10%
Metil Paraben 0,18% 0,18% 0,18%
Aqua sampai 130 g 130 g 130 g
Keterangan : X1 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 5%
X2 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 7,5%
X3 = Gel ekstrak Seledri konsetrasi 10%
Tabel 3.5 Penimbangan Formulasi Sediaan Gel
Bahan X1 X2 X3
Ekstrak Seledri 6,5 g 9,75 g 13 g
HPMC 7,8 g 7,8 g 7,8 g
Propilenglikol 13 g 13 g 13 g
Metil Paraben 0,23 g 0,23 g 0,23 g
Aqua sampai 102, 47 g 99,22 g 95, 97 g
Keterangan : X1 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 5%
X2 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 7,5%
X3 = Gel ekstrak Seledri konsetrasi 10%
Cara pembuatan sediaan gel :
1. Menimbang semua bahan yang diperlukan
2. HPMC dikembangkan dalam mortir dengan aquadest panas yang
bersuhu 80oC kemudian diaduk sampai homogen.
3. Metil paraben dilarutkan dalam propilenglikol (campuran 1)
4. Masukan campuran 1 kedalam larutan HPMC yang sudah mengembang
sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai didapat basis gel yang
homogen.
5. Tambahkan ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) kedalam mortir
sedikit demi sedikit, gerus atau aduk sampai homogen.
6. Masukan ke dalam wadah gel, sesuai dengan masing masing
konsentrasi.
3.5.4. Perlakuan Hewan Uji
Kelinci yang digunakan untuk hewan uji yaitu sebanyak 5 ekor. Kelinci
yang sesuai dengan standar hewan uji dilihat dari berat badan, umur yang cukup
dan sehat.
a. Pra Uji
1. Pada setiap kelinci dicukur, kemudian buatlah 5 petak dengan masing
masing petak berukuran 3x3cm
2. Setelah itu bilas dengan air dan dibersihkan dengan
menggunakan tisu.
3. Beri tanda masing-masing petak pada setiap kelinci, sehingga setiap
variabel dapat menempati 5 petak pada kelinci tersebut.
Seperti gambar berikut :
Kelinci 1 Kelinci 2
Kelinci 2 Kelinci 3
Kelinci 5
Gambar 3.5. Pola Pengolesan
b. Pengujian Gel Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)
1. Oleskan gel ekstrak Seledri (konsentrasi 5%, konsentrasi 7,5%, dan
konsetrasi 10%), kontrol positif dan kontrol negatif sebanyak 0,1
sesuai tempatnya pada petak yang sudah ditandai.
2. Pengolesan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
3. Dilakukan pengukuran panjang rambut pada hari ke 7, 14, 21, dan
28.
4. Pada hari ke 28 dilakukan juga pengukuran panjang rambut dan
bobot rambut.
X1 X2
X3 K+
K-
X1
X3
K-
X2
K+
X1
X3
K-
X2
K+
X1
X3
K-
X2
K+
X1
X3
K-
X2
K+
3.5.5. Uji Evaluasi Sediaan
Pengujian ini dilakukan setelah sediaan dibuat meliputi :
1. Pengamatan Organoleptsis
Sediaan gel diamati bau, warna, dan bentuk dengan menggunakan
indra penglihatan dan penciuman.
2. Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH stik Cara
kerja : ambil 0,5 gr gel larutkan dengan aquadest didalam tabung reaksi,
kemudian celupkan pH stik tunggu beberapa detik. Perubahan warna yang
terjadi pada pH stik menunjukan nilai pH dari gel.
3. Uji Homogenitas
Mengambil 0,5 gr sampel gel ektrak daun Seledri (Apium graveolens
L.) Dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
sediaan harus menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya
butiran kasar.
4. Uji Daya Lekat
Pemeriksaan daya lekat dilakukan dengan meletakan 0,5 gr gel diatas
gelas objek yang telah diketahui luasnya. Diletakan gelas objek yang lain
diatas gel tersebut. Kemudian ditekan dengan beban selama 5 menit. Tarik
kedua kaca tersebut dengan menggunakan tangan sampai terlepas. Daya
lekat yang baik bias bertahan lebih dari 4 detik.
5. Uji Daya Sebar
Mengambil gel seledri (Apium graveolens L.) sebanyak 0,5 gr, lalu
diletakan diatas kaca bulat yang berdiameter 15 cm, diatas gel diletakan kaca
lainnya dan diberi beban tambahan 100 gram dan didiamkan selama 1 menit,
kemudian diukur diameter konstan.
6. Uji Sineresis
Sineresis yang terjadi dalam penyimpanan diamati dengan menyimpan
gel pada suhu kurang lebih 100 selama 24, 48, dan 72 jam. Masing masing
gel ditempatkan pada cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari
dalam gel selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur
kehilangan air selama penyimpanan lalu dibandingkan bobot awal gel.
3.5.6. Uji Stabilitas Sediaan
Uji stabilitas dilakukan selama 28 hari, pada suhu 00C, 25
0C, dan 40
0C
kemudian dilakukan pengamatan pada hari ke 7, 14, 21, dan 28. Pengujian ini
meliputi :
1. Pengamatan Organoleptsis
Sediaan gel diamati bau, warna, dan bentuk selama penyimpanan
selama 28 hari.
2. Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH stik
.Bertujuan untuk mengetahui pH sediaan selama 28 hari.
Cara kerja : ambil 0,5 gr gel larutkan dengan aquadest didalam
tabung reaksi, kemudian celupkan pH stik tunggu beberapa detik.
Perubahan warna yang terjadi pada pH stik menunjukan nilai pH dari gel.
3. Uji Homogenitas
Mengambil 0,5 gr sampel gel ektrak daun Seledri (Apium graveolens
L.) Dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
sediaan harus menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat
adanya butiran kasar.
4. Uji Daya Lekat
Pemeriksaan daya lekat dilakukan dengan meletakan 0,5 gr gel diatas
gelas objek yang telah diketahui luasnya. Diletakan gelas objek yang lain
diatas gel tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 5 menit. Tarik kedua
kaca tersebut dengan menggunakan tangan sampai terlepas. Daya lekat
yang baik bias bertahan lebih dari 4 detik.
5. Uji Daya Sebar
Mengambil gel seledri (Apium graveolens L.) sebanyak 0,5 gram, lalu
diletakan diatas kaca arloji yang berdiameter 15 cm, diatas gel diletakan
kaca lainnya dan diberi beban tambahan 100 gram dan didiamkan selama 1
menit, kemudian diukur diameter konstan atau penyebarannya.
6. Uji Sineresis
Sineresis yang terjadi dalam penyimpanan diamati dengan menyimpan
gel pada suhu kurang lebih 100 selama 24, 48, dan 72 jam. Masing masing
gel ditempatkan pada cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari
dalam gel selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur
kehilangan air selama penyimpanan lalu dibandingkan bobot awal gel.
3.6. Pengumpulan Data
3.6.1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah hasil dari penelitian efektifitas gel
ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) terhadap pertumbuhan rambut kelinci
jantan.
3.6.2. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan rambut dan bobot
pada kelinci menggunakan micrometer dan timbangan digital.
3.6.3. Pengumpulan Data Primer
Data primer yang diperoleh merupakan hasil dari penelitian Uji
Efektifitas Penumbuh Rambut Gel Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)
Terhadap Kelinci jantan.
3.6.4 . Pengumpulan Data Sekunder
Adapun sumber data yang diperoleh penulis yaitu data yang
didapatkan dari berbagai macam bahan pustaka dan jurnal penelitian ilmiah
yang berhubungan dengan Uji Efektifitas Penumbuh Rambut Gel Ekstrak
Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap Kelinci Jantan.
3.7. Pengambilan dan Analisis Data
Usaha pengumpulan data yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan data primer, melalui penelitian langsung di laboratorium
selanjutnya data yang diperoleh akan diolah dan dianalisa agar didapat data yang
mudah dipahami. Adapun langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Pengumpulan data berdasarkan hasil pengujian laboratorium.
2. Penyusunan data-data yang diperoleh.
3. Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel.
4. Analisa data dengan menggunakan statistic metoda Analisis Variasi (ANAVA)
one way.
5. Melanjutkan dengan Uji t
6. Menyimpulkan hasil penelitian
1) Uji ANAVA satu arah
Tabel 3.1 ANAVA Untuk Data Dalam Daftar
Sumber Variasi
Derajat
Kebebasan
(dk)
Jumlah
kuadrat-
kuadrat
Kuadrat
Tengah
(KT)
Rata –rata 1 Ry R= Ry
Antar Perlakuan K-1 Py P= Py/ (k-1)
Kekeliruan eksperimen
(dalam perlakuan) ∑
Ey E= Ey/∑(ni-1)
(Sc2 = E)
Jumlah/total
∑
∑y2
Sumber : Sudjana, 2002
Keterangan tabel dapat dilihat sebagai berikut :
Ry = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) untuk rata-rata
=
∑
Py = Wy = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) antar perlakuan
= ∑
∑y2 = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) semua nilai pengamatan
= ∑ ∑
Ey = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) kekeliruan eksperimen
Ey = ∑y2
- Ry – Py
Pengujian menggunakan uji anava satu arah dengan tingkat signifikan
a=1% nilai sig. Menunjukan tingkat signifikan dari pengujian yang dilakukan
sehingga dapat langsung menetukan H0 ditolak atau diterima.
Berikut pedoman dalam membaca nilai sig :
a. Jika nilai sig >a (0,01), maka H0 diterima yang menunjukan tidak ada
perbedaan yang signifikan.
b. Jika nilai sig <a (0,01) maka Ho ditolak yang menunjukan ada
perbedaan yang signifikan
2) Uji t menggunakan rumus berikut :
Keterangan :
Sgab = Varians gabungan
N = Banyaknya data
dan
= Varians
Keterangan :
r = Korelasi antara dua sampel
t hitung = Harga yang dihitung dan menunjukan nilai standar
devisiasi dari distribusi t (tabel t)
= Rata – rata nilai dari hasil pengumpulan data.
Sgab = Varians gabungan
n = Banyaknya data
Jika : t hitung ≤ t tabel , H0 diterima
t hitung ≥ t tabel, H0 ditolak.
T = 𝑛 𝑠 + 𝑛 𝑠
𝑛 𝑛 ⬚
r = 𝑛 ∑𝑥𝑦 ∑𝑥 ∑𝑦
[𝑛.∑𝑥 ∑𝑥 [𝑛.∑𝑦 ∑𝑦 ]
t hitung = �� ��
𝑠𝑔𝑎𝑏
𝑛 +
𝑛
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Jilid I. Bandung: Penerbit ITB.
Ansel, C. Howard., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Edisi ke IV., Terjemahan
Farida Ibrahim. UI Press, Jakarta.
Dalimartha, S., 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I. 86-89, 150-153, Trubus
Agriwijaya, Jakarta.
Depkes RI. 1978. Formularium Nasional edisi ke- 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Djajasastra, Joshita, 2004 , Cosmetic Stability, Makalah disajikan dalam Seminar Setengah
Hari HIKI, Jakarta November. 18
Gunawan, D. dan Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi ) Jilid I. Jakarta :
Penebar Swadaya
Haraphap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit Cetakan 1, 2, 159-160. Jakarta : Hiprokrates.
Hidayat Syamsul dan Rodame, 2015 ,Kitab Tumbuhan Obat : Jakarta
Hariana, Arief, 2009, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar Swadaya. .
Iswari Tranggono, R. dan Latifah F. 2007 . Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik .
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Jakarta.
Khatulistiwa Intan, 2014, Penyubur Rambut NR. Nascada.blogspot.co.id
Kangmas Sueb, 2015, Merawat Kelinci Agar Tetap Sehat. barubatu.blogspot.co.id
Husamah Irham R. 2011. Tumbuhan Berkhasiat. tumbuhanektum.blpgspot.co.id
Lemieux J, Maunsell E, Provencher L. 2008. Chemotherapy-induced alopecia and effects on
quality of life among women with breast cancer : a literature review. Psychooncology
; IPB Press.
Marjoni Riza Mhd. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi. Jakarta :
Trans Info Media
Martin, A., Swarbick, J., Cammarata, A. 1983. Farmasi Fisik , Jilid II edisi ke 3 dari
Physical Pharmacy oleh Joshita. Jakarta: UI Press.
Rahayu, Sri. 2007. Efek Campuran Etanol Daun Mangkokan (Nortopanax scutellarium
Merr.) Dan Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap pertumbuhan rambut kelinci
jantan. Skripsi Sarjana Farmasi. Universitas Pakuan. Bogor.
Rukmana, Rahmat. 2014. Wirausaha Kelinci Potong Secara Intensif . Yogyakarta: ANDI
Shintia Dara, Reyza. 2012. Pengaruh Perbedaan Jenis Basis Hidrofil Terhadap Sifat Fisik
Dan Kimia Salep Anti Jerawat Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.). Skripsi Diploma 3
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Edisi ke VI. Bandung : Tarsito
Sulaiman, T. N. S. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Semi Padat. Yogyakarta: UGM
Press.
Syamsuhidayat, S.S., 1991. Invertarisasi Tanaman Obat Indonesia. Departemen Kesehatan
RI. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, Jakarta. 472-473
Tani asri, 2015. Tanaman Seledri di Pekarangan atau Pot. Tani Asri.wordpress.com
Wasiaatmadja, S, M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Cetakan I, 202-211, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Winanti, 2005, Pengaruh Ekstrak Etanol Herba Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap
Kecepatan Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan dan Profil Kromatografi Tipisnya,
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.