udang windu
DESCRIPTION
Bio molecularTRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-431
ANALISIS KEKERABATAN FILOGENETIK UDANG WINDU
BERDASARKAN POLA PITA ISOZIM
Dian Bhagawati, Muh. Nadjmi Abulias dan Agus Hery Susanto
Fakultas Biologi Universitas Jenderal soedirman Kampus UNSOED Karangwangkal Purwokerto 53122
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui kekerabatan udang windu (Penaeus monodon) dari hatchery Cilacap dan tambak di Kabupaten Brebes, Tegal dan Cilacap, berdasarkan analisis isozim ACP, MDH, ADH dan EST. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan teknik pengambilan contoh udang secara purposive sampling. Visualisasi pola pita isozim diperoleh menggunakan teknik elektroforesis gel pati horizontal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi udang windu asal Brebes, Cilacap dan Hatchery Cilacap mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Populasi udang windu Brebes, Cilacap dan Hatchery cenderung berkumpul dalam satu kelompok dan populasi asal Tegal memiliki kekerabatan terjauh dibandingkan dengan ketiga populasi lainnya. Kata Kunci : Udang Windu (Penaeus monodon), kekerabatan filogenetik, isozim. 1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi pengembangan budidaya udang windu yang cukup besar.
Produksi udang windu diarahkan terutama kepada peningkatan pendapatan devisa dari hasil
ekspor. Berbagai upaya peningkatan produksi untuk mencapai perolehan tersebut telah
dilakukan, namun sebaliknya malah terjadi penurunan produksi lebih tajam, terutama
disebabkan baik oleh faktor lingkungan dan penyakit, maupun penerapan teknologi yang masih
kurang memadai. Mengingat udang windu adalah komoditas andalan perikanan nasional, maka
masalah yang dihadapi tersebut merupakan tantangan yang perlu diatasi dengan berbagai
intervensi, baik secara teknis sistem budidaya maupun intervensi kebijakan melalui peraturan
perundangan yang mendukung terciptanya sistem budidaya tambak dan udang yang
berkelanjutan (Rukyani et al., 2001).
Salah satu upaya untuk menghindari kegagalan panen udang windu , antara lain adalah
dengan memelihara benih unggul , yang tahan serangan penyakit, tahan terhadap perubahan
lingkungan dan cepat pertumbuhannya. Untuk menentukan metode pemuliaan agar diperoleh
keturunan dengan jenis atau strain yang bermutu dan menghindari terjadinya perkawinan
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-432
sekerabat maka perlu mengetahui asal–usul serta latar belakang genetik induk yang akan
dipijahkan.
Menurut Suryani et al. (2001) perkawinan sekerabat dapat menurunkan mutu benih,
karena dapat meningkatkan jumlah homozigositas dalam suatu populasi. Tingginya peluang
homozigositas memungkinkan ada alel yang hilang. Alel-alel yang yang hilang ini
dikhawatirkan adalah alel penting seperti alel pengontrol pertumbuhan, ketahanan individu
terhadap penyakit dan ketahanan terhadap lingkungan
Terjadinya penurunan variasi genetik di hatchery dapat disebabkan oleh penggunaan
induk yang terlalu sedikit, polimorfisme lokus, heterozigositas dan jumlah alel per lokus. Hal
ini dapat dilihat dari menurunnya polimorfisme lokus dan heterosigositas (Permana et al. ,
2001). Menurut Nugroho, et al. (2001), induk merupakan bahan awal untuk pembentukan
suatu galur . Dijelaskan pula bahwa untuk melakukan karakterisasi latar belakang genetik induk
atau stok dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode.
Perbaikan kualitas benih (keturunan) dapat dilakukan dengan pendekatan genetik
melalui seleksi induk dan perkawinan silang. Benih yang berkualitas dapat diperoleh melalui
pemijahan induk yang berasal dari populasi yang memiliki keragaman genetik tinggi dan tingkat
kekerabatannya rendah.
Evaluasi karakter dari suatu populasi dapat dilakukan dengan studi analisis protein
(protein elektroforesis) ataupun melalui studi morfometrik. Kedua cara tersebut dapat
digunakan untuk menentukan keragaman genetik dalam struktur populasi (Taniguchi &
Sugama,1990).
Untuk mempelajari keragaman genetik dapat menggunakan analisis isozim. Menurut
Tanskley dalam Indriani et al (2002), isozim merupakan produk langsung dari gen, terdiri atas
berbagai molekul aktif yang mempunyai struktur kimia yang berbeda, tetapi mengkatalisis
reaksi kimia yang sama. Adams (l983) menyatakan bahwa melalui analisis isozim dapat
dideterminasi kebenaran dari hasil persilangan buatan dan membantu seleksi untuk sifat-sifat
penting secara ekonomis.
Berkaitan dengan upaya untuk memunculkan dan mendapatkan varietas induk yang
unggul, maka telah dilakukan penelitian mengenai hubungan kekerabatan udang windu yang
berasal dari tambak di Kabupaten Brebes, Tegal, Cilacap serta asal Hatchery, berdasarkan
analisis isozim ACP, ADH, EST dan MDH. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi
tentang tingkat kekerabatan udang windu asal tambak dan hatchery di tiga kota tersebut ,
dalam rangka perbaikan mutu benih dan manajemen induk.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-433
2. METODE PENELITIAN
2.1. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah daging udang windu dan kemikalia. Udang windu yang
digunakan berasal dari hatchery dan tambak di Kapupaten Brebes , Tegal dan Cilacap. Bahan
kimia yang digunakan untuk elektroforesis meliputi buffer pengekstrak, buffer elektroda, buffer
gel, bromphenol blue, pati untuk pembuatan gel dan pewarna enzim fosfatase (ACP), malat
dehidrogenase (MDH), alkohol dehidrogenase (ADH) dan esterase (EST). Alat yang digunakan
adalah electrophoresis stray, cetakan gel, pompa vakum, microwave dan lemari pendingin.
2.2. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survei dan pengambilan sampel udang
windu dilakukan secara purposive sampling. Data yang diamati diperoleh dari hasil visualisasi
pola pita izosim berdasarkan teknik elektroforesis gel pati horisontal jaringan daging.
2.3. Cara Kerja
Cara kerja untuk ekstraksi enzim, bufer gel dan elektrode, pembuatan gel pati,
pemakaian elektroforesis, pewarnaan dan pembuatan zimogram mengikuti metode dari
Nuryanto et al (2003 ) dan Sugama (dalam Suryani et al., 2001).
Gel pati dibuat dengan cara melarutkan 10 % pati dalam buffer gel. Pati dilarutkan dalam
sepertiga bagian buffer gel dan dikocok sampai homogen, kemudian ditambahkan lagi buffer
gel yang sudah dipanaskan sebanyak dua pertiga bagian dan dikocok. Selanjutnya campuran
pati dipanaskan lagi dalam microwave sampai mendidih dan terbentuk gel yang jernih. Gel
divakum untuk menghilangkan gelembung udara. Gel dituang ke dalam cetakan yang
sebelumnya telah divaslin agar gel tidak lengket pada dasar cetakan. Gel ditutup plastik dan
disimpan dalam lemari pendingin selama 24 jam. Gel dilubangi sesuai jumlah sampel yang
akan diuji.
Ekstraksi enzim dilakukan dengan cara menggerus 5 gram daging udang sampai halus
dengan menggunakan pasir kuarsa dan 0,5 ml buffer pengekstrak. Pemuatan enzim ke dalam
gel dilakukan dengan cara memasukkan potongan kertas saring Whatman 0,5 cm ke dalam
ekstrak daging. Potongan kertas saring diangkat dan dibersihkan menggunakan kertas tisue,
kemudian potongan kertas saring tadi disisipkan ke dalam gel pati yang telah disediakan dan
diberi lubang. Untuk mengontrol laju migrasi enzim, pada salah satu lubang bagian tepi gel
disisipkan kertas saring yang telah dicelupkan dalam bromphenol blue. Cetakan gel yang telah
disisipi kertas sampel dimasukkan ke dalam electrophoresis tray yang berisi buffer elektroda
dan dihubungkan dengan medan listrik pada tegangan 100 volt dan arus kuat 18 miliampher
selama ± 4 jam, kemudian gel diwarnai dengan pewarna EST, MDH, ACP, dan ADH.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-434
Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air mengalir sampai bersih dan difiksasi menggunakan
campuran gliserol : etanol (1:1), kemudian dilakukan pengamatan dan pemotretan.
2.4. Analisis Data
Kekerabatan filogenetik dapat diketahui dari analisis kluster menggunakan metode
UPGMA cluster analisys melalui program Numerical Taxonomy and Multivariate System
(NTSYS) versi 2.0.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Hadiati et al. (2002), untuk menghitung koefisien kemiripan genetik dan
hubungan kekerabatannya dilakukan berdasarkan pada enzim yang bersifat polimorfik. Pada
penelitian ini, dari empat enzim (ACP, ADH, EST dan MDH) yang dianalisis dan terdeteksi
pola pitanya, hanya ADH-1 dan MDH-2 yang polimorfis. Dengan demikian perhitungan
koefisien kemiripan genetik dan hubungan kekerabatannya dilakukan berdasarkan pada lokus
tersebut. Hubungan kekerabatan udang windu atas dasar ADH-1, MDH-2 dan gabungan
keduanya tersaji pada Gambar 1
Untuk enzim alkohol dehidrogenase (ADH) yang terdiri atas ADH-1 dan ADH-2,
populasi udang windu dari Brebes, memiliki dua pola pita yaitu satu sampel dengan ADH-1
yang terdiri atas dua pita dengan jarak migrasi 2 cm sampel lainnya pada ADH-1 berupa satu
pita dengan jarak migrasi 2 cm serta ADH-2 berupa satu pita yang berjarak 3 cm. Populasi
Tegal mempunyai satu pola pita yang terdiri atas satu pita, yaitu ADH-1 dengan jarak migrasi 2
cm dan ADH-2 dengan jarak migrasi 3 cm. Populasi Cilacap dan Hatchery mempunyai dua
pola pita yang sama, yaitu satu pola pita terdiri atas dua pita pada ADH-1 dan satu pita pada
ADH-2, sedangkan pola pita lainnya, yaitu baik ADH-1 maupun ADH-2 terdiri atas satu pita.
Dengan demikian, berdasarkan isozim ADH-1 dapat diasumsikan bahwa udang windu asal
Brebes, Cilacap dan Hatchery mempunyai genotipe heterozigot dan menunjukkan adanya
keanekaragaman genetik. Sedangkan populasi Tegal mempunyai genotipe homozigot dan tidak
menunjukkan adanya keanekaragaman genetik.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-435
BREBES
CILACAP
HATCH
TEGAL
0.00 0.25 0.50 0.75 1.00
Coefficient
Gambar 1. Dendogram Hubungan Kekerabatan Udang Windu asal Brebes, Tegal, Cilacap dan Hatchery Berdasarkan Isozim ADH-1.
Berdasarkan isozim ADH-1 yang bersifat polimorfis maka diperoleh informasi bahwa
populasi udang windu asal Brebes, Cilacap dan Hatchery berada dalam satu kelompok
(kelompok I) dengan tingkat kemiripan ketiga populasi tersebut 100 % sedangkan populasi
Tegal berada pada kelompok yang lain (kelompok II) (Gambar 1.). Koefisien kekerabatan
antara kelompok I dan kelompok II sebesar 0,00 yang dapat diartikan kedekatan hubungan
antara kedua kelompok tersebut sangat jauh.
Populasi udang windu Hatchery mempunyai pola pita enzim malat dehidrogenase
(MDH) yang berbeda dibandingkan dengan populasi yang berasal dari Brebes, Tegal dan
Cilacap. Udang windu Hatchery mempunyai satu pola pita yang terdiri atas dua pita dengan
jarak migrasi 3 cm, sedangkan udang windu asal Brebes dan Cilacap mempunyai satu pola pita
dengan jumlah satu pita serta jarak migrasi 1 cm. Udang windu asal Tegal mempunyai dua pola
yang masing-masing terdiri atas satu pita dengan jarak migrasi 1 cm sedangkan lainnya terdiri
atas satu pita dengan jarak migrasi 2 cm.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-436
BREBES
TEGAL
CILACAP
HATCH
0.00 2499.75 4999.50 7499.25 9999.00
Coefficient
Gambar 2. Dendogram Hubungan Kekerabatan Udang Windu asal Brebes, Tegal, Cilacap dan Hatchery Berdasarkan Isozim MDH-2
Atas dasar enzim MDH ini maka yang dapat dihitung koefisien kemiripan genetik dan
hubungan kekerabatannya hanya MDH-2. Udang windu asal Hatchery bersifat polimorfik dan
berada dalam satu kelompok yang terpisah (kelompok II), sedangkan populasi Brebes, Tegal
dan Cilacap tidak bersifat polimorfik berada dalam satu kelompok lainnya (kelompok I).
Dendogram hubungan kekerabatannya tersaji pada Gambar 2.
Antara populasi Brebes, Tegal dan Cilacap yang tidak memiliki keanekaragaman
genetik mempunyai keofisien kemiripan tinggi (0,9999). Sedangkan hubungan kekerabatan
antara kelompok I dan kelompok II mempunyai koefisien kekerabatan sebesar 0,00 yang dapat
diartikan kedekatan hubungan antara kedua kelompok tersebut sangat jauh.
Apabila kedua isozim yang bersifat polimorfik tersebut digabungkan dan dilakukan
penghitungan terhadap koefisien kemiripan genetik dan hubungan kekerabatannya, maka
hasilnya seperti yang tercantum dalam Gambar 3.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-437
BREBES
CILACAP
HATCH
TEGAL
0.00 0.25 0.50 0.75 1.00
Coefficient
Gambar 3. Dendogram Hubungan Kekerabatan Udang Windu asal Brebes, Tegal, Cilacap dan Hatchery Berdasarkan Gabungan antara Isozim ADH-1 dan MDH-2.
Dari Gambar 3 tersebut dapat diketahui bahwa berdasarkan isozim ADH-1 dan MDH-2,
keempat populasi udang windu itu terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok I terdiri atas
Brebes dan Cilacap, kelompok II Hatchery dan kelompok III populasi Tegal. Udang windu asal
Brebes dan Cilacap mempunyai tingkat kemiripan yang tinggi (1,00), sedangkan pada tingkat
kemiripan ± 0,70 terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok I dan kelompok II. Kelompok
III atau populasi Tegal cenderung memisah dan mempunyai tingkat kemiripan yang jauh dengan
dua kelompok lainnya (0,00). Adanya kenyataan tersebut, sangat mungkin terjadi mengingat
sumber dari udang windu yang ditebar di tambak Brebes, Tegal dan Cilacap merupakan benur
asal Hatchery Cilacap.
Rendahnya tingkat polimorfisme lokus pada populasi udang winduTegal itu,
menunjukkan rendahnya tingkat keanenekaragaman genetik populasi tersebut. Tidak adanya
keanekaragaman genetik pada populasi udang windu di Tegal diduga berkaitan dengan
menurunnya ukuran populasi dan adanya isolasi geografis yang menghalangi berlangsungnya
aliran gen (gene flow) dari sumber genetik lain. Menurut Hasting dalam Sulistyono (2003),
terjadinya penurunan keanekaragaman genetik ditentukan oleh berkurangnya polimorfisme
lokus, heterozigositas dan jumlah alel per lokus, yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah
individu dalam suatu populasi sehingga sejumlah induk berkurang. Keanekaragaman genetik
yang menurun dan reduksi alel tertentu pada udang dapat menghambat pertumbuhan
populasinya, meningkatkan kerentanan terhadap serangan penyakit dan perubahan lingkungan
yang tidak menguntungkan.
Moffe & Caroll (1994) dalam Hadie (2001) menyatakan bahwa keanekaragaman
genetik dapat diasumsikan sebagai fitness (daya tahan). Makin tinggi keanekaragaman genetik
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-438
suatu spesies, makin tinggi pula peluangnya untuk dapat melangsungkan kehidupan. Sifat-sifat
yang berkaitan dengan fitness seperti pertumbuhan, daya hidup (viabilitas) dan fertilitas dapat
juga menyebabkan terjadinya fluktuasi keanekaragaman genetik populasi udang windu tersebut
Berdasarkan isozim ADH-1 dan MDH-2 serta tingkat kekerabatan udang windu asal
Brebes, Tegal, Cilacap dan Hatchery tersebut, dapat diperoleh informasi bahwa berkaitan
dengan upaya mendukung pemunculan varietas unggul induk penjenis perlu dilakukan aliran
gen dari sumber genetik yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar peluang terjadinya silang luar
(outbreeding) menjadi lebih besar dan diharapkan dengan semakin banyaknya silang luar, maka
keanekaragaman genetik udang windu akan meningkat. Hadie (2001) menyatakan bahwa
keanekaragaman genetik yang rendah, jika digunakan dalam program pemulihan populasi, akan
cenderung menurunkan heterozigositas pada populasi berikutnya. Keadaan itu akan diikuti pula
dengan rendahnya fitness.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
1. Populasi udang windu asal Brebes, Cilacap dan Hatchery Cilacap mempunyai hubungan
kekerabatan yang dekat.
2. Populasi udang windu Brebes, Cilacap dan Hatchery cenderung berkumpul dalam satu
kelompok dan populasi asal Tegal memiliki kekerabatan terjauh dibandingkan dengan
ketiga populasi lainnya.
3. Untuk meningkatkan keanekaragaman genetik udang windu pada keempat populasi tersebut
perlu adanya aliran gen dari sumber genetik yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiati, S. murdaningsih, A., Baihaki & N. Rostini. 2002. Variasi Pola Pita dan Hubungan Kekerabatan Nanas Berdasarkan Analisis Isozim. Zuriat Vol.13 (2) : 65-72.
Hadie, W. 2001. Konservasi : Strategi Etik dan Pendekatan Analisis Genetika Molekuler, Kasus
pada Lele Lokal Clarias batrachus di Pulau Jawa. Makalah Falsafah Sains, Program Pasca sarjana IPB, Bogor.
Indriani, F.C., Lita, S , Sudjindro & Arifin, N.S. 2002. Keragaman Genetik Plasma Nutfah
Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) dan Beberapa Species yang Sekerabat Berdasarkan Analisis Isozim. Biosain. Vol. 2 1, April 2002.
Nugroho, E., Husni, A & Sukadi, F. 2001 Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Vol.7 No.4,
2001.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 III-439
Nuryanto, A, Soemarjanto & Indarmawan. 2003. Analisis Kekerabatan Filigenetik Bekicot (Achatina sp) dari Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.
Permana, I.G.N., S.B. Morita, Haryati & K. Sugama. 2001. Pengaruh Domestikasi terhadap
Variasi Genetik pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Dideteksi dengan Allozyme Electrophoresis. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol.7 (1) : 25-29.
Purwaningsih, S. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta. Richardson, B.J., P.R. baverstock & M. Adams. 1986. Allozyme Electrophoresis; A Handbook
for Animal Systematic and Population Studies. Academic Press, North Ryde. Rukyani, A., Sudradjat, A., Suwidah, Anggraeni, M.S., & Taukhid. 2001. Kebijakan Penerapan
Teknologi Budidaya Udang Windu yang Bertanggung Jawab. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Sugama, K, Haryanti & F. Cholik . 1996. Biochemical Genetics of Tiger Shrimp Penaeus
monodon : Description of Electrophoretic Detectable Loci. IFR Journal Vol II (1) 19 – 28.
Sulistiyono, A. Skrining Beberapa Enzim untuk Identifikasi Anguilla sp di Kawasan Segara
Anakan Cilacap. Tidak Dipublikasikan, Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto. Suryani, S.A.M., Sukoso & Sugama. 2001. Hubungan Kekerabatan Tiga Species Ikan Kerapu
Sunu (Plectropomus spp) Atas Dasar Variasi Genetik. Biosain. Vol.1 No.3, Desember 2001.
Taniguchi, N & K. Sugama. 1990. Genetic Variation and Population Structur of Red Sea Bream
in The Coastal Waters of Japan and The East China Sea Nipon Suisan Gakkaishi : Formerly Bull. Japan Soc. Sci. Fish 56(7)