ucapan terima kasih - sinta.unud.ac.id · ucapan terima kasih assalamu’alaikum wr.wb. segala puji...

48
UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Kontradiksi Pengaturan Tindak Pidana Ketidakhadiran Tanpa Izin Dalam Hukum Disiplin Militer Dan Hukum Pidana Militer”. Tesis ini dipersembahkan kepada : Yang terhormat, tercinta dan terkasih, Ayahanda Joko Prasetyo dan Ibunda Dwi Sulistyowati, dan Ayahanda Sukamdi (Alm) dan Ibunda Sugiati. Atas seluruh doa dan kasih sayang yang tiada pernah akan terbalaskan, serta atas segala-galanya yang telah diberikan kepada penulis dengan penuh cinta dan ketulusan. Semoga Allah Yang Maha Besar berkenan membalas seluruh keikhlasan dan kebaikan beliau dengan ridlo dan kasih sayang-Nya. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan dengan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dekan Fakultas Hukum, Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., MHum. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2. Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH. dan Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya, SH., MH. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah

Upload: ngophuc

Post on 12-Aug-2019

289 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya,

penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kontradiksi Pengaturan Tindak Pidana

Ketidakhadiran Tanpa Izin Dalam Hukum Disiplin Militer Dan Hukum Pidana Militer”.

Tesis ini dipersembahkan kepada :

Yang terhormat, tercinta dan terkasih,

Ayahanda Joko Prasetyo dan Ibunda Dwi Sulistyowati, dan

Ayahanda Sukamdi (Alm) dan Ibunda Sugiati.

Atas seluruh doa dan kasih sayang yang tiada pernah akan terbalaskan, serta atas

segala-galanya yang telah diberikan kepada penulis dengan penuh cinta dan ketulusan.

Semoga Allah Yang Maha Besar berkenan membalas seluruh keikhlasan dan kebaikan beliau

dengan ridlo dan kasih sayang-Nya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan dengan dukungan dan bantuan

dari berbagai pihak, oleh karenanya dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Hukum, Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., MHum. atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi Mahasiswa Program

Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH. dan Dr. Ida Bagus Surya

Darmajaya, SH., MH. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah

Page 2: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

ii

secara ikhlas dan penuh kesabaran meluangkan waktu dan tenaga untuk

memberikan arahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis hingga

terselesaikannya tesis ini.

3. Kolonel Chk Bambang Tri Haryanto, S.H. (Kakumdam IX/Udayana T.A.

2015) dan Kolonel Inf. I Nyoman Cantiasa, S.E. (Komandan Korem

163/Wirasatya) yang senantiasa memberikan kesempatan, motivasi dan

dukungan bagi penulis untuk meraih jenjang pendidikan S2 dengan penuh

kebijaksanaan. Beliau adalah para Komandan di jajaran TNI AD yang

excellent, bijaksana dan berintegritas dalam memimpin satuan.

4. Dr. Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, SH.,MH. dan Dr. Putu Tuni

Cakabawa Landra, SH.,M.Hum. yang senantiasa membimbing dan

mengarahkan penulis sebagaimana orang tua membimbing anak-anaknya.

Beliau adalah seorang guru, orang tua dan sekaligus sebagai sahabat yang luar

biasa.

5. Seluruh Dosen pengajar S2 yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

yang sangat bermanfaat bagi penulis untuk mengembangkan karir dalam

penugasan selanjutnya di lingkungan kemiliteran. Penulis menyampaikan

penghormatan yang setinggi-tingginya dan rasa bangga memiliki kesempatan

untuk bertatap muka dengan para Dosen S2 Fakultas Hukum yang qualified.

6. Rekan-Rekan Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Udayana

TA. 2015 (2015 is The Best Performance) dan Para Pegawai Administrasi

Prodi S2, atas semua kerjasama dan persahabatan yang selama ini terjalin, serta

telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Page 3: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

iii

7. Kepada semua Pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan tesis

ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya.

Special thank’s to : Istriku tercinta Christine Kartika Sari dan Putra putriku

tersayang: Fiahsani Alya Azzahra; Nasywa Asshofa Puteri; Alfieya Insyiro Puteri;

dan Muhammad Deedat Alhibban, Untuk semua doa, ketulusan, dukungan dan

segala-galanya yang tidak terkatakan. Semoga Allah SWT selalu menganugerahkan

keagungan, kemuliaan, ketentraman, kemudahan, keselamatan dan kebahagiaan di

dunia dan akherat.

Akhir kata, dengan bekal ilmu dan pengetahuan yang terbatas, Penulis menyadari

bahwa penulisan dalam tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, karenanya segala kritik

dan saran yang bersifat konstruktif sangat diperlukan untuk menambah kesempurnaan

penulisan ini.

Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya

kepada kita semua, dan dengan harapan semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Denpasar, 01 Januari 2017

Penulis,

Page 4: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

iv

ABSTRAK

Pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai paling lama 4

hari dalam ketentuan Pasal 8 UU No 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer telah

menimbulkan dampak yang bersifat kontradiktif dengan pengaturan tindak pidana yang serupa

dalam ketentuan Pasal 85 ke-1 dan Pasal 86 ke-1 KUHPM. Situasi ini telah memunculkan

pertentangan norma yang mengakibatkan adanya suatu ketidakpastian hukum, dan yang pada

akhirnya dapat menimbulkan situasi ketidakadilan antar anggota militer yang berada pada

masing-masing kesatuannya. Berdasarkan uraian tentang adanya kontradiksi pengaturan tindak

pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai paling lama 4 hari tersebut, selanjutnya

dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah konsekuensi hukum yang

dihadapi oleh anggota militer atas terjadinya kontradiksi pengaturan tindak pidana

ketidakhadiran tanpa izin ? dan 2) Bagaimanakah kebijakan formulasi pengaturan tindak

pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam perspektif ius constituendum?

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat

analisis deskriptif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis konsep

hukum, dan pendekatan sejarah yang diperoleh dari sumber bahan hukum primer, sekunder

dan tersier. Penelitian ini menggunakan sistem kartu sebagai teknik pengumpulan bahan

hukum. Kajian dalam penelitian ini didukung oleh konsep negara hukum, teori kepastian

hukum, teori penjenjangan norma dan berlakunya asas preferensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan tindak pidana ketidakhadiran

tanpa izin dalam waktu damai paling lama 4 hari dalam ketentuan Pasal 8 UU No 25 Tahun

2014 tentang Hukum Disiplin Militer secara hukum telah bertentangan dengan pengaturan

tindak pidana yang serupa dalam ketentuan Pasal 85 ke-1 dan Pasal 86 ke-1 KUHPM.

Berdasarkan asas Lex posteriori derogat legi priori, maka dapat dipahami bahwa UU No 25

Tahun 2014 sebagai produk perundang-undangan terbaru secara hukum telah mengalahkan

atau menghentikan KUHPM, khususnya dalam pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa

izin paling lama 4 hari. Namun demikian, diperlukan reformulasi pada kebijakan formulasi

yang akan datang dengan menekankan pada keseragaman dan konsistensi untuk menghentikan

permasalahan kontradiksi dalam rangka mewujudkan tertib hukum, keadilan dan kepastian

hukum dalam organisasi militer.

Kata Kunci : Kontradiksi, Ketidakhadiran Tanpa Izin, Militer.

Page 5: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

v

ABSTRACT

The regulation on a criminal offense of absent without official leave of maximum of 4

days in peace time as stipulated in the provisions of Article 8 of Law Number 25 of 2014 on

the law of Military Discipline has an impact that is contradictory with the regulation of

similar offenses in Article 85 of paragraph 1 and Article 86 of paragraph 1 of the Military

Criminal Law. This situation has resulted in the conflict of norms that lead to a legal

uncertainty, and that could ultimately lead to a situation of injustice among members of the

military who are on their respective military units. Based on the description of the

contradiction in the regulation on a criminal offense of absent without official leave of

maksimum of 4 days in peace time, then the problems of the study are formulated as

follows : 1) What are the legal consequences faced by members of the military on the

contradictory regulation on a criminal offense of absent without official leave? And 2) How is

the policy formulation on regulating a criminal offense of absent without official leave in the

perspective of ius constituendum?

This type of research is a kind of normative legal research of descriptive analysis by

approach of legislation, legal concept analysis approach and historical approach obtained

from sources of primary, secondary and tertiary legal materials. This study uses a card system

as a technique of collecting legal material. The analysis of the research was supported by the

concept of a state of law, legal certainty theory, the theory of hierarchical of norms and the

enactment of the principle of preference.

The conclusion of this research show that the regulation on a criminal offense of

absent without official leave of maximum of 4 days in peace time within the provisions of

Article 8 of Law Number 25 of 2014 on the law of Military Discipline by law is contradictory

to the regulation of similar offenses in Article 85 of paragraph 1 and Article 86 of paragraph

1 of the Military Criminal Law. Based on the principle of Lex posteriori derogate legi priori, it

can be understood that law Number 25 of 2014 as a product of the latest legislation has

legally overridden the Military Criminal Law, particularly in the regulation on a criminal

offense of absent without leave of maximum of 4 days in peace time. However, it is required a

reformulation on the future policy formulation with emphasis on uniformity and consistency to

overcome the problem of contradiction in order to realize the rule of law, justice and the legal

certainty in the military organization.

Keywords : Contradiction, Absent Without Official Leave, Military.

Page 6: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

vi

RINGKASAN

Tesis ini berjudul Kontradiksi Pengaturan Tindak Pidana Ketidakhadiran Tanpa Izin

Dalam Hukum Disiplin Militer Dan Hukum Pidana Militer, disusun dalam lima bab yang

secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :

Bab I menguraikan tentang hal-hal yang melatarbelakangi penyusunan penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat

penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, orisinalitas penelitian,

landasan teoritis, kerangka berpikir dan metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian,

jenis pendekatan dan sumber bahan hukum.

Bab II menguraikan tentang tinjauan umum yang berupa tinjauan secara garis besar

tentang konsep yang tertuang dalam judul penelitian, yaitu pengertian militer, pengertian

Ankum dan Papera, pengertian hukum milter, hukum disiplin militer dan hukum pidana

militer serta pengertian tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin.

Bab III menguraikan tentang pembahasan rumusan masalah pertama yakni,

konsekuensi hukum yang dihadapi oleh anggota militer atas terjadinya kontradiksi pengaturan

tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin. Dalam bab ini dibahas mengenai pembinaan personel,

hukum dan penyelesaian tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin serta perbedaan konsekuensi

hukum bagi militer yang melakukan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin.

Bab IV menguraikan tentang pembahasan masalah kedua, yakni kebijakan formulasi

pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam perspektif ius constituendum.

Dalam bab ini dibahas mengenai makna kontradiksi dalam hukum disiplin militer dan upaya

penyempurnaan dalam perspektif ius constituendum yang diuraikan dengan kajian tentang

Page 7: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

vii

kebijakan hukum pidana dan kebijakan formulasi pengaturan tindak pidana ketidakhadiran

tanpa izin paling lama 4 hari.

Bab V merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan

merupakan hasil dari pembahasan penelitian terhadap rumusan masalah pertama dan rumusan

masalah kedua, sedangkan saran memuat hal-hal yang dapat direkomendasikan sebagai bentuk

solusi atas permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian.

Page 8: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ....................... ............................................ i

HALAMAN SAMPUL DALAM .................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

PERSYARATAN GELAR MAGISTER ..................................................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... ix

ABSTRACT ................................................................................................... x

RINGKASAN ................................................................................................. xi

DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................ 9

1.3. Ruang Lingkup Masalah .............................................. 9

1.4. Tujuan Penelitian .......................................................... 9

1.4.1. Tujuan Umum .................................................... 10

1.4.2. Tujuan Khusus ............................................ ...... 10

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................ 10

1.5.1. Manfaat Teoritis ............................................... 10

1.5.2. Manfaat Praktis ................................................. 11

1.6. Orisinalitas Penelitian .................................................. 11

1.7. Landasan Teoritis ......................................................... 13

1.7.1. Pengertian Konsep............................................. 13

1.7.2. Pengertian Teori Hukum.................................. . 13

1.7.3. Pengertian Konsep........................................... .. 15

1.7.4. Konsep Negara Hukum ..................................... 15

1.7.5. Teori Kepastian Hukum .................................... 21

1.7.6. Teori Penjenjangan Norma ................................ 27

Page 9: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

ix

1.7.7 Teori Kebijakan Hukum Pidana....................... . 31

1.7.8. Asas Preferensi .................................................. 34

1.8. Metode Penelitian .......................................................... 38

1.8.1. Jenis Penelitian .................................................. 38

1.8.2. Jenis Pendekatan ................................................ 39

1.8.3. Sumber Bahan Hukum ...................................... 40

1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................ 42

1.8.5. Teknik Analisis ................................................. 43

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM DISIPLIN

MILITER DAN HUKUM PIDANA MILITER .................. 44

2.1. Pengertian Militer .......................................................... 44

2.1.1. Pengertian Atasan Dalam Militer ...................... 45

2.1.2. Pengertian Bawahan .......................................... 48

2.2. Pengertian Atasan Yang Berhak Menghukum

(Ankum) dan Perwira Penyerah Perkara

(Papera) di Lingkungan Militer .................................... 49

2.2.1. Pengertian Ankum ............................................. 49

2.2.2. Kewenangan Ankum ......................................... 50

2.2.3. Pengertian Papera .............................................. 53

2.3. Pengertian Hukum Militer ............................................. 55

2.4. Hukum Disiplin Militer ................................................. 59

2.4.1. Pengertian Disiplin ............................................ 59

2.4.2. Pengertian Hukum Disiplin Militer ................... 62

2.4.3. Pelanggaran Hukum Disiplin Militer ................ 63

2.4.4 Jenis Hukuman Disiplin .................................... 66

2.4.5 Tindakan Disiplin .............................................. 67

2.5. Pengertian Hukum Pidana Militer ................................. 68

2.6. Pengertian Tindak Pidana THTI ................................... 70

Page 10: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

x

BAB III KONSEKUENSI HUKUM BAGI MILITER

TERHADAP KONTRADIKSI PENGATURAN

TINDAK PIDANA KETIDAKHADIRAN TANPA

IZIN................. ......................................................................... 76

3.1. Hakikat Pembinaan Personel ........................................ 76

3.2. Aktualisasi Pembinaan Hukum Bagi Militer ................ 80

3.3. Peran Ankum dan Papera Dalam

Penyelesaian Perkara Tindak Pidana

Ketidakhadiran Tanpa Izin......................................... .. 83

3.3.1. Penegakan Hukum di Lingkungan Militer..... .. 88

3.3.2. Mekanisme Penegakan Hukum

Disiplin Militer .................................................. 89

3.3.3. Mekanisme Penegakan Hukum Pidana

Militer ................................................................ 92

3.3.4. Mekanisme Pemberian Sanksi

Administrasi ...................................................... 95

3.3.5. Penerapan Pemberhentian Sementara

Dari Jabatan (Schorsing) ................................... 97

3.4. Perbedaan Konsekuensi Hukum Bagi Militer Yang

Melakukan Tindak Pidana Ketidakhadiran Tanpa

Izin ................................................................................. 98

3.4.1. Konsekuensi Hukum Berdasarkan

Hukum Disiplin Militer .................................... 99

3.4.2. Konsekuensi Hukum Berdasarkan

Hukum Pidana Militer ....................................... 101

3.5. Tinjauan Kontradiksi Dalam Perspektif Konsep

dan Asas Hukum........................................................... 109

3.5.1. Kontradiksi Dalam Perspektif Negara Hukum.. 109

3.5.2. Asas Preferensi Dalam Penyelesaian

Konflik Norma ................................................... 112

Page 11: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xi

3.6. Upaya Penyelesaian Kontradiksi Melalui Hukum

Disiplin Militer............................................................. .. 114

3.6.1. Penegakan Melalui Hukum Disiplin Sebagai

Pilihan Yang Benar............................................ .. 114

3.6.2. Upaya Pembentukan Peraturan Internal TNI...... 117

BAB IV KEBIJAKAN FORMULATIF TINDAK PIDANA

KETIDAKHADIRAN TANPA IZIN PALING LAMA

4 HARI DALAM PERSPEKTIF IUS CONSTITUENDUM 121

4.1. Perubahan Menuju Kultur Hukum Indonesia................ 121

4.2. Upaya Perubahan Menuju Penyederhanaan Hukum.... . 123

4.3. Tinjauan Kontradiksi Dalam Perspektif Teori Hukum . 126

4.3.1. Tinjauan Kontradiksi Dalam Perspektif

Hierarki Norma.................................................. . 126

4.3.2. Tinjauan Kontradiksi Dalam Perspektif

Kepastian Hukum.............................................. . 128

4.3.3. Tinjauan Kontradiksi Dalam Perspektif

Kebijakan Hukum Pidana.................................. . 131

4.4. Penyempurnaan Hukum Dalam Perspektif

Ius Constituendum........................................................ . 132

4.4.1. Kebijakan Formulasi Pengaturan Tindak

Pidana Ketidakhadiran Tanpa Izin

Paling Lama 4 Hari..................... ....................... 135

4.4.2. Pembentukan UU Sebagai Revisi Terhadap

KUHPM ............................................................ 140

BAB V PENUTUP................................................................................ 145

5.1. Kesimpulan ...................................................................... 145

5.2. Saran ................................................................................ 147

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 148

Page 12: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Disiplin kemiliteran merupakan salah satu sendi dasar yang pentingbagi kehidupan

Tentara Nasional Indonesia (selanjutnya disingkat TNI). Bagi setiap militer, kedisiplinan

merupakan hal yang bersifat pokok dan merupakan cara terbaik untuk menghindari suatu

kelalaian yang akan terjadi dalam setiap pelaksanaan tugas. Dihadapkan pada pelaksanaan

fungsi, peran dan tugas TNI sebagai alat pertahanan negara, maka kelalaian atau pelanggaran

disiplin sekecil apapun dapat mengakibatkan hal yang fatal dan pada akhirnya dapat

menimbulkan kerentanan dan keberbahayaan bagi pelaksanaan tugas pokok TNI untuk

menegakkan dan mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara.

MMeennuurruutt SS.. SSuupprriiyyaattnnaa,, ppeemmbbiinnaaaann ddiissiipplliinn yyaanngg kkeettaatt bbaaggii pprraajjuurriitt TTNNII mmuuttllaakk

ddiillaakkuukkaann kkaarreennaa pprraajjuurriitt mmaauuppuunn ssaattuuaann TTNNII ddiippeerrlleennggkkaappii ddeennggaann aallaatt ppeerraallaattaann ddaann sseennjjaattaa

yyaanngg bbeerrttuujjuuaann mmeemmbbuunnuuhh mmuussuuhh,, ttaannppaa aaddaannyyaa ddiissiipplliinn yyaanngg kkeettaatt,, mmiilliitteerr ttiiddaakk uubbaahhnnyyaa

sseebbaaggaaii ggeerroommbboollaann bbeerrsseennjjaattaa yyaanngg ddaappaatt bbeerrttiinnddaakk sseemmeennaa--mmeennaa tteerrhhaaddaapp mmaassyyaarraakkaatt aattaauu

bbaahhkkaann aallaatt ppeerraallaattaann ddaann sseennjjaattaa yyaanngg ddiimmiilliikkii ddiigguunnaakkaann uunnttuukk mmeellaakkuukkaann ppeemmbbeerroonnttaakkaann

tteerrhhaaddaapp ppeemmeerriinnttaahh//nneeggaarraa yyaanngg jjuussttrruu hhaarruuss ddiilliinndduunnggii kkeewwiibbaawwaaaann ddaann kkeeddaauullaattaannnnyyaa..11

DDeennggaann ddeemmiikkiiaann,, mmaakkaa ddiissiipplliinn bbeerrffuunnggssii sseebbaaggaaii aallaatt kkoonnttrrooll yyaanngg eeffeekkttiiff uunnttuukk mmeennjjaaggaa ttaattaa

ppeerriillaakkuu mmiilliitteerr sseessuuaaii ddeennggaann nnoorrmmaa--nnoorrmmaa yyaanngg bbeerrllaakkuu ddii lliinnggkkuunnggaann kkeemmiilliitteerraann..

PPaaddaa ddaassaarrnnyyaa ddiissiipplliinn aaddaallaahh sseessuuaattuu yyaanngg ddiibbuuttuuhhkkaann uunnttuukk mmeemmppeerrttaahhaannkkaann ddaann

mmeenncciippttaakkaann ssttaabbiilliittaass ppeerriillaakkuu ppaaddaa ppeerruubbaahhaann ssiittuuaassii ddaann kkoonnddiissii yyaanngg fflluukkttuuaattiiff,, sseerrttaa

1S. Supriyatna, 2012, Konsepsi Pembinaan dan Pengembangan Hukum Militer Di Indonesia, Jurnal

Hukum Militer : Vol.1 No. 5., STHM, Jakarta, h. 1.

Page 13: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xiii

mmeenngghhiinnddaarrkkaann sseeoorraanngg mmiilliitteerr ddaarrii ppeerriillaakkuu yyaanngg bbeerrssiiffaatt kkeejjii ddaann ttiiddaakk bbeerrmmoorraall.. KKoonnddiissii

ddiissiipplliinn ddaann mmoorraalliittaass tteerrcceerrmmiinn ddaarrii ssiikkaapp ddaann kkoonnssiisstteennssii sseettiiaapp mmiilliitteerr uunnttuukk mmeemmiilliihh

ttiinnddaakkaann yyaanngg bbeennaarr sseeccaarraa hhuukkuumm,, sseekkaalliippuunn ttiinnddaakkaann iittuu ddiillaakkuukkaann ddaallaamm ssiittuuaassii yyaanngg

mmeemmbbaahhaayyaakkaann kkeesseellaammaattaann ddiirriinnyyaa.. PPeellaattiihhaann mmiilliitteerr ddaallaamm ssiittuuaassii ddaann kkoonnddiissii tteekkaannaann yyaanngg

ssaannggaatt bbeerraatt mmeerruuppaakkaann ssuuaattuu tteekknniikk ddaann ccaarraa uunnttuukk mmeellaattiihh aaggaarr sseettiiaapp mmiilliitteerrsseellaalluu tteerrbbiiaassaa

ddeennggaann ssiittuuaassii kkeekkeerraassaann ddaallaamm ppeerrtteemmppuurraann,, ddaann ddeennggaann ssiittuuaassii iittuu sseettiiaapp mmiilliitteerr

tteettaappmmeemmiilliikkii kkeemmaammppuuaann uunnttuukk bbeerrttiinnddaakk sseeccaarraa bbeennaarr sseessuuaaii ddeennggaann aattuurraann ddaann kkeetteennttuuaann

hhuukkuumm yyaanngg bbeerrllaakkuu..

MMeennuurruutt NNaattssrrii,, ddiissiipplliinn mmeerruuppaakkaann ccaarraa uunnttuukk mmeennjjaaggaa kkeetteerrttiibbaann yyaanngg ddiippeerrlluukkaann

uunnttuukk mmeennccaappaaii ttuuggaass,, mmeennjjaaggaa kkeeddaauullaattaann ddaann iinntteeggrriittaass wwiillaayyaahh sseerrttaa mmeennjjaammiinn kkeesseellaammaattaann

bbaannggssaa..22Memahami bahwa setiap militer dilatih dan ditempa dalam situasi dan kondisi yang

tidak mengenal menyerah, sehingga karenanya keberadaan seorang militer menjadi terbiasa

dengan kekuatan, kekerasan dan ketrampilan, serta kemampuan untuk mencapai titik

maksimum dari kekuatan seorang manusia, maka posisi tersebut menempatkan setiap anggota

militer berada dalam posisi yang rentan terhadap terjadinya suatu pelanggaran hukum, baik

hukum disiplin maupun hukum pidana militer dalam arti yang luas. Oleh karenanya,

dikembangkanlah suatu sistem dan tatanan hukum yang lebih spesifik agar segala sesuatu

yang terkait dengan bentuk pelanggaran hukum sekecil apapun dapat diselesaikan berdasarkan

mekanisme penegakan hukum disiplin atau hukum pidana militer yang berlaku di lingkungan

militer. Natsri Anshari mengutip pendapat David A. Schlueter yang menyatakan bahwa militer

juga memiliki dan mengembangkan hukum dan tradisi sendiri selama perkembangan

sejarahnya yang panjang.Perbedaan antara masyarakat sipil dan masyarakat militer

2Natsri Anshari, 2014, Perubahan Hukum Disiplin Militer : Disiplin Versus Keadilan,Jurnal Hukum

Militer : Vol.2 No. 1., STHM, Jakarta, h.48.

Page 14: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xiv

diakibatkan dari fakta bahwa bisnis utama dari Angkatan Bersenjata adalah siap bertempur

dan siap berperang jika terjadi ancaman yang membahayakan terhadap kedaulatan negara.3

Perbedaan fungsi, peran dan tugas serta budaya antara masyarakat sipil dan militer merupakan

faktor-faktor yang menentukan adanya perbedaan pengaturan norma dan ketentuan hukum

yang berlaku bagi warga sipil dan yang berlaku bagi anggota militer.

Dalam sudut pandang kemiliteran, bentuk pelanggaran hukum dalam kategori ringan

adalah pelanggaran terhadap hukum disiplin, yang dapat diberi pemaknaan secara singkat

sebagai perbuatan yang “tidak patut” dilakukan oleh seorang militer (lalai melakukan

penghormatan kepada atasan, mendatangi tempat-tempat terlarang/prostitusi, melakukan

perjudian dan lain sebagainya).

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin

Militer (selanjutnya disebut UUHDM-2014), maka jenis pelanggaran hukum disiplin militer

terdiri atas:

a. Segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan

kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata tertib militer; dan

b. Perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pidana yang

sedemikian ringan sifatnya.

Dalam penjelasan Pasal 8 huruf b UUHDM-2014 selanjutnya dinyatakan bahwa yang

dimaksud dengan “perbuatan yang melanggar perundang-undangan pidana yang sedemikian

ringan sifatnya” adalah :

a. Segala bentuk tindak pidana yang digolongkan dalam peraturan perundang-

undangan terkaitdengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau

kurungan paling lama 6 (enam) bulan;

b. Perkara sederhana dan mudah pembuktiannya;

3Natsri Anshari, Op Cit, h. 52.

Page 15: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xv

c. Tindak pidana yang terjadi tidak mengakibatkan terganggunya kepentingan

militer dan/ataukepentingan umum ;dan

d. Tindak pidana karena ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai paling

lama 4 (empat) hari.

Berdasarkan ketentuan hukum disiplin ini, maka pelanggaran hukum disiplin militer

yang terjadi akan diselesaikan secara internal pada masing-masing satuan militer menurut

ketentuan UUHDM-2014.Penjatuhan hukuman disiplin dilakukan melalui mekanisme sidang

disiplin yang dipimpin oleh seorang Komandan selaku Atasan yang berhak menghukum

(Ankum) untuk menjatuhkan hukuman kepada seorang militer yang melakukan

pelanggaranhukum disiplin militer. Kewenangan Ankum untuk menjatuhkan hukuman

disiplin merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dalam rangka

memelihara tegaknya hukum disiplin militer.

Namun demikian, pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin sebagaimana

diatur dalam penjelasan Pasal 8 huruf b UUHDM-2014 memiliki sifat kontradiktif dengan

pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal

85 ke-1 dan 86 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (selanjutnya disebut

KUHPM) sebagai berikut :

Dalam Pasal 85 ke-1 KUHPM, yang dimaksud dengan Ketidakhadiran Tanpa Izin

adalah :

Militer, yang karena salahnya menyebabkan ketidakhadirannya tanpa izin diancam :

ke-1, Dengan pidana penjara maksimum sembilan bulan, apabila ketidakhadiran itu

dalam waktu damai minimal satu hari dan tidak lebih lama dari tiga puluh hari;

Sedangkan yang dimaksud dengan Ketidakhadiran Tanpa Izin dalam ketentuan Pasal

86 ke-1 KUHPM adalah;

Militer, yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin diancam :

Page 16: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xvi

ke-1, Dengan pidana penjara maksimum satu tahun empat bulan,apabila

ketidakhadiran itu dalam waktu damai minimal satu hari dan tidak lebih lama dari tiga

puluh hari;

Bahwa adapun yang dimaksud dengan frasa“karena salahnya” dalam penjelasan Pasal

85 ke-1 di atas adalah suatu perbuatan yang dilakukan karena adanya unsur kelalaian atau

kealpaan (culpa), dalam hal mana pelaku telah melakukan suatu bentuk kecerobohan dalam

menggunakan pengetahuannya sehingga mengakibatkan suatu ketidakhadiran tanpa izin.

Unsur kelalaian dalam Pasal 85 ke-1 tersebutmerupakan salah satu unsur yang membedakan

dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 86 ke-1, dimana ketidakhadiran tanpa izin

sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 86 ke-1 dilakukan oleh seorang militer

dengan suatu kesengajaan (dengan maksud), dimana pelaku menyadari atau menghendaki

terjadinya suatu ketidakhadiran tanpa izin.

Kontradiksi pengaturan tindak pidana THTIpada tataran norma telah menimbulkan

dualisme pengaturan mengenai suatu hal yang sama atau ketentuan yang serupa, disatu sisi

tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai paling lama 4 (empat) hari

ditetapkan sebagai salah satu jenis pelanggaran hukum disiplin militer yang dapat diselesaikan

secara internal satuan menurut saluran hukum disiplin militer, namun disisi lain bahwa tindak

pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai dinyatakan secara tegas sebagai tindak

pidana militer yang penyelesaiannya dilakukan berdasarkan mekanisme penyelesaian hukum

acara pidana militer di Pengadilan Militer.

Dalam perspektif ilmu hukum, pengertian kontradiksi lebih ditujukan kepada situasi

pengaturan suatu norma yang sama dalam keadaan yang bertentangan, baik antar pasal yang

terdapat dalam satu aturan perundang-undangan maupun antar aturan perundang-undangan

yang satu dengan yang lainnya. Kontradiksi yang berhubungan dengan pengaturan norma-

Page 17: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xvii

norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dapat menimbulkan keragu-raguan

dalam pemahamannya, kekacauan dalam penerapannya dan secara keseluruhan telah

mengakibatkan suatu keadaan ketidakpastian hukum.Sebagaimana halnya penegakan hukum

dalam lingkungan peradilan umum, maka dalam hal seorang militer melakukan tindak pidana,

mekanisme penyelesaiannya pun harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanpa

adanya pembedaan/diskriminasi dengan landasan asas bahwa setiap orang diperlakukan sama

dihadapan hukum.

Keadaan kontradiksi sebagaimana tersebut di atas, tidak ditemukan ketika ketentuan

hukum disiplin militer masih didasarkan pada pemberlakuan UU Nomor 26 Tahun 1997

tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Dalam ketentuan

undang-undang ini, yang dimaksud dengan pelanggaran hukum disiplin dibedakan dengan

ketentuan sebagai berikut :

a. Pelanggaran hukum disiplin murni; adalah setiap perbuatan yang bukan

merupakan suatu tindak pidana, tetapi perbuatan tersebut bertentangan dengan

perintah kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak

sesuaidengan tata kehidupan prajurit.

b. Pelanggaran hukum disiplin tidak murni; adalah setiap perbuatan yang

merupakan tindak pidanayang sedemikian ringan sifatnya, sehingga perbuatan

itu dapat diselesaikan menurut hukum disiplin prajurit.

Adapun yang dimaksud dengan kategori tindak pidana yang sedemikian ringan

sifatnya menurut UU Nomor 26 Tahun 1997 adalah :

1. Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan

atau kurungan paling lama6 (enam ) bulan atau denda paling tinggi Rp

6.000.000,00 (enam juta rupiah);

2. Perkara sederhana dan mudah pembuktiannya; dan

3. Tindak pidana yang terjadi tidak akan mengakibatkan terganggunya

kepentingan Angkatan BersenjataRepublik Indonesia dan/atau kepentingan

umum.

Page 18: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xviii

Dengan mencermati ketentuan di atas, maka dapat diketahui bahwa UU Nomor 26

Tahun 1997 tidak mencantumkan pengaturan mengenai tindak pidana karena ketidakhadiran

tanpa izin dalam waktu damai paling lama 4 (empat) haridalam memberikan definisi atau

pengertian tentang tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya.

Pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai paling lama 4

(empat) hari dalam UUHDM-2014 merupakan fenomena baru yang memerlukan suatu kajian

khusus untuk menguraikan secara lengkap tentang maksud dan keberadaan tindak pidana

ketidakhadiran tanpa izin dalam UUHDM-2014, yang secara hukum telah menimbulkan

kontradiksi dengan pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam KUHPM.

Penelitian terhadap urgensi permasalahan kontradiksi ini merupakan hal yang penting

untuk dilakukan. Di satu sisi, kontradiksi pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin

dalam hukum disiplin militer dapat dianggap sebagai bentuk perubahan menuju kultur hukum

Indonesia. Namun dalam sisi lain, bahwa kontradiksi pengaturan tindak pidana ketidakhadiran

tanpa izin dalam UUHDM-2014 telah berdampak kontradiktifdengan pengaturan tindak

pidana yang serupa dalam KUHPM. Situasi ini telah menimbulkan suatu keadaan

ketidakpastian hukum,yang pada akhirnyadapat menimbulkan situasi ketidakadilan antar

anggota militer yang berada pada satu kesatuan maupun pada masing-masing kesatuannya.

Berdasarkan permasalahan kontradiksi pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa

ijin dalam uraian latar belakang di atas, selanjutnya akan dilakukan penelitian secara lebih

mendalam dalam suatu karya tulis ilmiah yang berbentuk tesis dengan judul “Kontradiksi

Pengaturan Tindak Pidana Ketidakhadiran Tanpa Izin Dalam Hukum Disiplin Militer dan

Hukum Pidana Militer”.

Page 19: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xix

1.2. Rumusan Masalah.

1. Bagaimanakah konsekuensi hukum yang dihadapi oleh anggota militer atas

terjadinya kontradiksi pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin?

2. Bagaimanakah formulasi kebijakan pengaturan tindak pidana ketidakhadiran

tanpa izin dalam perspektif ius constituendum?

1.3. Ruang Lingkup Masalah.

Untuk menghindari adanya deviasi pembahasan dari pokok permasalahan yang ada

atau menghindari adanya ketidaksesuaian antara permasalahan dengan pembahasan, maka

diperlukan batasan-batasan permasalahan sebagai berikut :

1. Konsekuensi hukum yang dihadapi oleh anggota militer atas terjadinya

kontradiksi pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin.

2. Kebijakan formulasi pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam

waktu damai paling lama 4 hari dalam perspektif ius constituendum.

1.4. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dirumuskan, selanjutnya dapat

ditentukan tujuan dari penelitian sebagai berikut :

1.4.1. Tujuan Umum.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi ilmu

pengetahuan di bidang hukum militer khususnya tentang tindak pidana Ketidakhadiran

Tanpa Izin dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin

Page 20: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xx

Militer dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang pemberlakuan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana Militer.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa konsekuensi hukum bagi

militer terhadap kontradiksi pengaturan tindak pidana ketidakhadiran

tanpa izin dalam hukum disiplin militer dan hukum pidana militer.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa formulasi kebijakan

pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam perspektif ius

constituendum.

1.5. Manfaat Hasil Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan asas,

konsep dan teori hukum pada umumnya dan hukum militer pada khususnya guna

mewujudkan tertib hukum di lingkungan militer.

1.5.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembinaan dan

pengembangan hukum militer, khususnya tentang pengaturan dan penegakan hukum

terhadap tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin, sehingga memberikan kepastian

hukum, keadilan dan kemanfaatan dalam implementasinya.

1.6. Orisinalitas Penelitian.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Pascasarjana Universitas

Udayana, Universitas lain, dan pencarian melalui internet, maka belum ada satupun penulisan

Page 21: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxi

yang mengangkat hal yang sama yang pernah ditulis oleh Penulis lain. Adapun penelitian-

penelitian yang pernah ada dan berkaitan dengan hukum militer diantaranya adalah sebagai

berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh S. Sarwo Edy dari Universitas Diponegoro

Tahun 1999 tentang Bekerjanya Peradilan Militer (Studi di Lingkungan

Peradilan Militer). Pembahasan Tesis ini difokuskan pada permasalahan faktor-

faktor apakah yang berperan dalam terjadinya proses peradilan militer dan

upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan penegakan hukum

militer.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Alifah dari Universitas Udayana Tahun

2007 tentang Sistem Peradilan Militer Dengan Berlakunya Undang-Undang

Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Tesis ini

menitikberatkan pada pembahasan sistem peradilan militer dalam Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer setelah berlakunya

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,

dan kompetensi Pengadilan Militer yang akan datang.

3. Penelitian yang dilakukan oleh A.A.A. Oka Putu Dewi Iriani dari Universitas

Udayana Tahun 2007 tentang Wewenang Pengadilan Militer Dalam Mengadili

Prajurit TNI Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004

tentang Tentara Nasional Indonesia. Titik berat pembahasan Tesis ini adalah

kewenangan Pengadilan Militer dalam mengadili perkara tertentu dan

kewenangan Pengadilan Militer dalam mengadili prajurit TNI yang akan

datang.

Page 22: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxii

Berdasarkan ketiga contoh tesis di atas dan membandingkan dengan penulisan

penelitian tentang “Kontradiksi Pengaturan Tindak Pidana Ketidakhadiran Tanpa Izin Dalam

Hukum Disiplin Militer danHukum Pidana Militer”, maka Penulis berkeyakinan dan

berkesimpulan bahwa penulisan penelitian ini belum pernah ditulis oleh Penulis lain. Dengan

demikian orisinalitas penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (non plagiat)

sebagai karya dan pemikiran dari Penulis.

1.7. Landasan Teoritis.

Landasan teoritis yang dipergunakan untuk mengkaji permasalahan penelitian dapat

berupa konsep, teori dan asas-asas hukum.

1.7.1. Pengertian Konsep.

Adapun yang dimaksud dengan pengertian konsep dalam pemaknaan yang

singkat adalah rancangan berpikir yang bersifat abstrak.Konsep adalah kata yang

merupakan abstraksi yang digeneralisasikan dari gejala-gejala tertentu.4

Menurut Maria SW sebagaimana dikutip oleh Salim, bahwa yang dimaksud

dengan konsep adalah unsur-unsur yang bersifat abstrak yang mewakili kelas-kelas

fenomena dalam satu bidang studi sehingga merupakan penjabaran abstrak dari sebuah

teori.5

1.7.2. Pengertian Teori Hukum.

4Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada,

Jakarta, h. 47.

5Salim H.S dan Erlies Septiana Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 6.

Page 23: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxiii

Menurut Brugginkyang dimaksud dengan teori hukum adalah suatu

keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dengan sistem konseptual aturan-aturan

hukum dan keputusan-keputusan hukum, yang untuk suatu bagian penting dalam

sistem tersebut memperoleh bentuknya dalam hukum positif.6

Menurut Soerjono Soekanto, teori sebenarnya merupakan suatu generalisasi

yang dicapai setelah mengadakan pengujian, dan hasilnya menyangkut fakta yang

sangat luas. Kadang-kadang dikatakan bahwa teori itu sesungguhnya merupakan “an

elaborate hypothesis.” Suatu hukum akan terbentuk, apabila suatu teori telah diuji dan

telah diterima oleh kalangan ilmuwan sebagai sesuatu hal yang benar dalam keadaan-

keadaan tertentu.7

Pengertian teori hukum menurut John D. Finch sebagaimana dikutip oleh

Munir Fuady adalah :“Legal theory involves a study of the characteristic features

essential to law and common to legal systems. One of its object is analysis of the basic

elements of law which make law distinguish it from other forms of rules and standards.

It aim to distinguish law from systems of order which can not be (or are not normally)

described as legal systems, and from other social phenomena. It has not proved

possible to reach a final and dogmatic answer to the question”What is

law?”8(Terjemahan bebas-Pen: Teori hukum merupakan studi yang memiliki

karakteristiktentang hal-hal yang bersifat penting dalam hukum yang terdapat dalam

sistem-sistem hukum. Salah satu objek yang menjadi kajiannya adalah pembahasan

tentang unsur-unsur dasar dari hukum yang menjadikan hukum memiliki

6JJ. H. Bruggink, 2011, Refleksi Tentang Hukum, Alih bahasa B. Arief Sidharta, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, h.4.

7Soerjono Soekanto, 2014, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, h.126-127.

8Munir Fuady, 2013, Teori-Teori Besar Dalam Hukum, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, h. 1-2.

Page 24: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxiv

perbedaandengan standar lain di luar hukum, dengan tujuan untuk memperbandingkan

perbedaanantara suatu sistem hukum dan yang bukan sistem hukum. Namun yang

pasti, dalam sejarah perkembangan tentang hukum, tidak terdapat bukti yang

menyatakan bahwa manusia telah berhasil memperoleh jawaban yang dogmatis dan

final terhadap pertanyaan “Apakah hukum itu”).

1.7.3. Pengertian Asas Hukum.

Asas hukum adalah suatu kaidah atau hasil perenungan dan pemikiran hukum

yang memiliki tata ukuran nilai. Tentang pengertian asas hukum, Bruggink mengutip

pendapat Paul Scholten tentang asas hukum sebagai berikut : “Pikiran-pikiran dasar

yang terdapat di dalam sistem hukum masing-masing yang dirumuskan dalam aturan-

aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan bahwa

dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang

sebagai penjabarannya”.9

Adapun konsep, teori dan asas hukum yang akan digunakan dalam penulisan ini

dikemukakan sebagai berikut :

1.7.4. Konsep Negara Hukum.

Dalam upaya untuk memahami persoalan kontradiksi yakni timbulnya konflik

norma dalam peraturan perundang-undangan, maka terlebih dahulu diperlukan

pemahaman secara komprehensif mengenai konsep negara hukum. Dasar pemikiran ini

dilatarbelakangi oleh jiwa dan semangat konsep negara hukum yang mengarahkan dan

menjamin adanya persamaan perlakuan di depan hukum dan jaminan kepastian hukum.

Sifat kontradiktif yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan menyebabkan

9JJ. H. Bruggink, Op.cit, h. 119-120.

Page 25: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxv

suatu peraturan memiliki penafsiran yang berbeda-beda, yang dalam penerapannya

dapat menimbulkan kekacauan masyarakat karena perbedaan perlakuan dan

ketidakpastian hukum.

Gagasan atau ide negara hukum memiliki keterkaitan dengan adanya konsep

“Rechtsstaat”dalam bahasa Jerman, “Rule of law” dalam bahasa Inggris dan “Etat de

droit” dalam bahasa Perancis, dimana ketiga istilah ini mengandung pengertian yang

identik yaitu kedaulatan atau supremasi hukum atas orang dan pemerintah yang terikat

oleh hukum.10

Dalam konsep negara hukum yang berkembang di Eropa Kontinental antara

lain dipelopori oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl dan Fichte,

menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’, sedangkan dalam tradisi

AngloSaxon, konsep negara hukum dikembangkan oleh A.V. Dicey dengansebutan

“The Rule of Law”.

Menurut Julius Stahlsebagaimana dikutip Gede Atmadja, konsep Negara

Hukum yangdisebutnya dengan istilah “rechtsstaat” mencakup empat unsur penting,

yaitu:

a. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;

b. Negara didasarkan pada trias politika (pemisahan kekuasaan negara atas

kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudisial);

c. Pemerintahan diselenggarakan atas dasar undang-undang (wetmatigheid

van bestuur); dan

d. Ada peradilan administrasi negara yang berwenang menangani kasus

perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah

(onrechtsmatigoverheidsdaad).11

10I Dewa Gede Palguna, 2013, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint) Upaya Hukum

terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23. 11I Dewa Gede Atmadja, 2012, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah

Perubahan UUD NRI 1945, Setara Press, Malang, h. 158.

Page 26: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxvi

Sedangkan menurut pandangan A.V. Dicey, konsep “rule of law” dalam negara

hukum ditandai dengan unsur-unsur antara lain :

a. Supremasi hukum;

b. Persamaan dihadapan hukum;

c. Konstitusi merupakan konsekuensi dari keberadaan hak-hak individu

sebagaimana dipertahankan melalui putusan-putusan pengadilan.12

Selanjutnya yang dimaksud dengan Etat de droit merupakan terjemahan secara

harfiah dari Rechsstaatyang mengandung pengertian :

a. The state acts exclusively in a legal manner, it operates by means of

law;

b. The state is subjected to law, the objective pursued is that of framing

and limitting the state by means of law.13

(Terjemahan bebas-Pen: a. Negara bertindak berdasarkan atas hukum dengan

melaksanakan peraturan perundang-undangan, b. Negara merupakan subjek hukum

yang berada dalam bingkai aturan dan batas-batas hukum yang diatur oleh perundang-

undangan).

Konsep negara hukum juga turut mengilhami gagasan negara hukum di

Indonesia yang tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 sejak awal kemerdekaan, yang

selanjutnya diatur secara berturut-turut dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945

yang menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar”, dan selanjutnya dalam ketentuan ayat (3) yang

menyatakan bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)

dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Kedua pasal tersebut

memiliki keterkaitan yang erat dan mendeskripsikan Indonesia sebagai penganut

12I Dewa Gede Palguna, 2013, Op Cit, h. 88.

13I Dewa Gede Palguna, 2013, Op Cit, h. 85-86.

Page 27: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxvii

konsep negara hukum demokrasi. Hal ini sejalan dengan pandangan Russel F. Moore

yang dikutip oleh Siahaan bahwa “Negara yang menganut sistem negara hukum dan

teori kedaulatan rakyat dalam konsep pemerintahannya menggunakan konstitusi”.14

Menurut Mukti Fajar sebagaimana dikutip oleh Jazim Hamidi dan Malik,

konstitusionalisme adalah sebuah paham yang meliputi kedaulatan rakyat, negara

hukum, pembatasan kekuasaan, perlindungan dan jaminan hak asasi manusia dan

pluralisme.15

Dalam merumuskan pengertian negara hukum, selanjutnya Munir Fuady

menyatakan bahwa :“Negara hukum adalah suatu sistem kenegaraan yang diatur

berdasarkan hukum yang berlaku dan berkeadilan yang disusun dalam suatu konstitusi, dimana

semua orang dalam Negara tersebut, baik yang diperintah maupun yang memerintah,

harus tunduk pada ketentuan hukum yang sama, sehingga setiap orang harus diperlakukan

sama dan setiap orang yang berbeda diperlakukan berbeda dengan dasar pembedaan yang rasional,

tanpa memandang pembedaan warna kulit, ras, gender, agama, dan daerah, dimana

kewenangan pemerintah dibatasi berdasarkan suatu prinsip distribusi kekuasaan,

sehingga pemerintah tidak dapat bertindak sewenang-wenang dan tidak dapat

melanggar hak-hak rakyat, karenakepada rakyat diberikan peran sesuai kemampuan dan

peranannya secara demokratis.”16

Dalam paham Negara hukum, berlaku tiga prinsip dasar, yaitu:

14Pataniari Siahaan, 2012, Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen UUD NRI

1945, Konstitusi Pers, Jakarta, h. 26.

15Jazim Hamidi dan Malik, 2009, Hukum Perbandingan Konstitusi, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta,

h. 14.

16Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), PT Refika Aditama, Bandung,

(selanjutnya disebut Munir Fuady II), h. 3.

Page 28: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxviii

1. Supermasi hukum (supremacy of law),

2. Kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dan

3. Penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum (due

process of law).17

Menurut Scheltema sebagaimana dikutip Jimly Asshiddiqie, unsur-unsur dan

asas-asas negara hukum diantaranya adalah:

1. Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia.

2. Negara hukum bertujuan untuk menjamin bahwakepastian hukum

terwujud dalamlapangan kehidupan masyarakat. Hukum bertujuan

untuk mewujudkankepastian hukum. Asas yang terkait dengan asas

kepastian hukum diantaranya adalah asas legalitas, konstitusionalitas,

dan supremasi hukum;

3. Berlakunya similia similius atau equality before the law. Dalam negara

hukum, terkandung :

a. Adanya jaminan persamaan bagi setiaporang di hadapan hukum

dan pemerintahan, dan

b. Tersedianya mekanisme hukum untukmenuntut perlakuan yang

sama bagi semua warga negara.18

Terkait dengan unsur-unsur dan asas-asas negara hukum, menurut Jimly

Asshiddiqie ada 12 (dua belas) prinsip yang menjadi pilar utama penyangga negara

hukum, yaitu :

a. Supremasi hukum;

b. Persamaan dalam hukum;

c. Asas legalitas;

d. Pembatasan kekuasaan;

e. Organ pendukung yang bebas dan independen;

f. Peradilan bebas dan tidak memihak;

g. PTUN;

h. Mahkamah Konstitusi;

i. Perlindungan HAM;

17 A.M. Fatwa, 2009, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, Penerbit Buku Kompas,

Jakarta, hal. 48.

18http://www.jimly.com/makalah/namafile/135/KonsepNegaraHukumIndonesia, Diakses tanggal 2

Agustus 2016.

Page 29: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxix

j. Prinsip demokrasi;

k. Mewujudkan tujuan bernegara;

l. Transparansi dan kontrol sosial.19

Berdasarkan uraian di atas, maka konsep negara hukum memiliki relevansi

dalam penelitian ini untuk memberikan arah dan pemahaman dan sekaligus sebagai

landasan untuk menyelesaikan permasalahan kontradiksi norma hukum, bahwa

keberadaan negara untuk mengatur masyarakat harus dapat memberikan jaminan

perlindungan hak-hak asasi manusia, jaminan persamaan perlakuan di depan hukum,

tidak bersifat kontradiktif dan memberikan suatu jaminan kepastian hukum.Dengan

demikian,maka seluruh implementasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara harus dapat mewujudkan persyaratan dan prinsip-prinsip yang terdapat

dalam suatu negara hukum.

1.7.5. Teori Kepastian Hukum.

Kepastian hukum merupakan salah satu syaratyang utama untuk mewujudkan

terlaksananya supremasi hukum di dalam suatu negara hukum. Pengertian kepastian

hukum tidak hanya terbataspada keberadaan kaidah hukum atau peraturan perundang-

undangan, namunpada hakekatnya bahwa kepastian hukum mencakup juga kepastian

tentang proses, penerapan dan eksekusinya. Dengan adanya kepastian hukum pula,

maka setiap orang dapat memperkirakan akibat hukum yang akan dialami jika

melakukan sebuah tindakan hukum tertentu. Kepastian hukum menghendaki adanya

konsistensi yang sistematis dalam perumusan suatu peraturan perundang-undangan,

antar peraturan perundangan-undangan maupun antar pasal-pasal yang terdapat

didalamnya, sehingga tidak menimbulkan adanya kontradiksi dan tumpang tindih

19Jimly Asshiddiqie, 2008, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Setjen dan Kepaniteraan MK RI,

Jakarta, h.49-52.

Page 30: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxx

norma (konflik norma), tidak menimbulkan pemahaman yang bersifat ambigu sehingga

dapat ditafsirkan secara berbeda-beda (norma kabur) dan tidak diaturnya suatu

peristiwa hukum tertentu dalam suatu perundang-undangan (norma kosong).

Kepastian hukum dalam perspektif normatif adalah ketika suatu peraturan

dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur hal-hal yang bersifat jelas dan

logis. Jelas dalam arti bahwa pengaturan tersebut tidak menimbulkan keragu-raguan

dan logis dalam arti bahwapengaturan suatu peristiwa hukum menjadi suatu sistem

norma tidak berbenturan dengan norma lain atau tidak menimbulkan suatu konflik

norma. Tanpa kepastian hukum, setiap orang tidak akan mengetahui apa yang harus

diperbuat dan apa yang tidak boleh diperbuatnya, yang pada akhirnya akan dapat

menimbulkan kekacauan dan keresahan masyarakat. Tanpa nilaikepastian hukum,

maka hukum akan sangat sulit atau bahkan tidak dapat digunakansebagai pedoman

perilaku bagi setiap orang. Kepastian hukum dapat menjamin seseorang melakukan

perilakusesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sebaliknya tanpa adakepastian

hukum maka seseorang tidak memiliki pedoman dalam menjalankan perilakunya.

Berkaitan dengan keberadaan kepastian hukum, Gustav Radbruch

menyatakan“Justice, expediency, legal certainty, that is a concept related to value, we

were pressed on the value of the law, the idea of the law”20

Menurut Radbruch sebagaimana dikutip Ali, bahwa tiga ide dasar hukum yang

juga identik dengan tiga tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian

hukum.21Namun dalam kenyataannya, ketiga tujuan tersebut akan sulit terlaksana

20Gustav Radbruch, 1950, The Legal Philosophy, Translated by Kurt Wilk,Harvard University Press,

Cambridge Massachusetts, USA, h. 107.

21Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Termasuk Interpretrasi Undang-

Undang, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, h. 288.

Page 31: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxi

secara bersama-sama ke dalam wujud kasus yang kongkret, karena timbulnya suatu

kontradiksi atau benturan antara kepastian hukum pada satu sisi dan antara keadilan

dengan kemanfaatan pada sisi lainnya. Terkait dengan hal ini maka dapat digunakan

skala prioritas secara berurutan yaitu : keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Selanjutnya Gustav Rabruch mengemukakan tentang 4 (empat) hal mendasar

yangberhubungan dengan makna kepastian hukum sebagaimana dikutip oleh Achmad

Ali, yaitu :

1. Bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah

perundang-undangan (gesetzliches Recht).

2. Bahwa hukum itu didasarkan pada suatu fakta (Tatsachen).

3. Bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelassehingga

menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping itumudah untuk

dilaksanakan.

4. Hukum positif tidak boleh sering diubah-ubah.22

Kepastian hukum merupakan sarana yang menjamin bahwa hukum dapat

dijalankan. Meskipun kepastian hukum memiliki relevansi erat dengan keadilan,

namun hukum bukanlah keadilan. Hukummemiliki sifat yang umum, bersifat

menyamaratakan,sedangkan keadilan lebih bersifat subyektif, individualistis, dan

tidakmenyamaratakan. Dalam memahami nilai kepastianhukum, maka yang harus

benar-benar diperhatikan adalah bahwa nilai kepastianhukum menghendaki adanya

upaya pengaturan hukum dalamperundang-undangan, sehingga aturan-aturan itu

memiliki nilai yuridis yangdapat menjamin ketaatan masyarakat terhadap hukum.

Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. Otto

sebagaimana dikutip oleh Sidharta, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu

mensyaratkan sebagai berikut:

22Achmad Ali, Op Cit, h. 293.

Page 32: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxii

1. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas, konsisten dan mudah

diperoleh (accesible), yang dikeluarkan oleh kekuasaan negara;

2. Bahwa instansi-instansi penguasa menerapkan aturan-aturan hukum

tersebut secara konsisten dan juga tunduk patuh kepadanya;

3. Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan norma dan

karena itu perilaku mereka menyesuaikan terhadap aturan-aturan

tersebut;

4. Bahwa peradilan yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-

aturan hukum tersebut secara konsisten pada waktu mereka

menyelesaikan sengketa hukum; dan

5. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dapat untukdilaksanakan.23

Kelima syarat yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa kepastian hukum

dapat dicapai jika terdapat kepatuhan dan ketaatan dari semua komponen dari suatu

negara tanpa terkecuali. Kepastian hukum dalam tataran ini disebut dengan kepastian

hukum yang sebenarnya (realistic legal certainty), yaitu kepastian hukum yang

mensyaratkan adanya keharmonisan antara negara dengan rakyat dalam memahami,

mematuhi, mentaati dan melaksanakan aturan hukum secara benar dan konsekuen.

Selanjutnya Lon Fuller dalam sebuah buku The Morality of Law

mengemukakan tentang 8 (delapan) asas yang harus dipenuhi oleh hukum, apabila asas

tersebut tidak dipenuhi, maka hukum akan gagal untuk disebut sebagai hukum, yaitu :

“(1) Laws must be general, specifying rules prohibiting or permitting behavior of

certain kinds. (2) Laws must also be widely promulgated, or publicly accessible.

Publicity of laws ensures citizens know what the law requires. (3) Laws should be

prospective, specifying how individuals ought to be have in the future rather than

prohibiting behavior that occurred in the past. (4) Laws must be clear. Citizens should

be able to identify what the laws prohibit, permit, or require.(5) Laws must be non-

contradictory. (6) One law cannot prohibit what another law permits. Laws must not

ask the impossible. (7) Nor should laws change frequently; the demands laws make on

citizens should remain relatively constant. (8) Finally, there should be congruence

between what written statute declare and how officials enforce those statutes.”24

Kedelapan asas tersebut dengan memberi arti secara bebas adalah :

23 Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Refika Aditama,

Bandung, h. 85.

24 Lon Fuller, 1969, Morality of Law, rev. ed. (New Haven: Yale University Press), h. 39.

Page 33: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxiii

1. Peraturan hukum harus bersifat umum. Tidak boleh diberlakukan secara

individual;

2. Peraturan hukum ditetapkan untuk melarang atau mengijinkan hal

tertentu dan diumumkan kepada publik;

3. Publikasi hukum menjamin warga mengetahui tentang hal-hal yang

dipersyaratkan oleh hukum;

4. Hukum tidak boleh berlaku surut. Peraturan hukum harus jelas dengan

rumusan yang dimengerti oleh umum;

5. Hukum tidak boleh mengandung peraturan yang kontradiktif;

6. Hukum harus menjangkau kesanggupan warga negara untuk

memenuhinya;

7. Hukum tidak boleh sering diubah-ubah,apa yang diminta oleh undang-

undang terhadap warga harus bersifat relatif konstan;

8. Harus ada kesesuaian antara peraturan hukum yang ditetapkan

denganpenegakannya.

Terkait dengan makna kepastian hukum di atas, menurut Van Kan sebagaimana

dikutip oleh Fernando M. Manullang, bahwa kepastian hukum adalah perangkat

hukum suatu negara yang mampumenjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.

Kepastian hukum tersebutdibedakan dalam dua macam yaitu:

1) Kepastian oleh karena hukum, yaituhukum menjamin kepastian antara

pihak yang satu terhadap pihak yanglainnya, artinya adanya konsistensi

penerapan hukum kepada semua orangsecara sama dan tanpa pandang bulu;

2) Kepastian dalam atau dari hukum, artinyakepastian hukum tercapai jika

hukum itu sebanyak-banyaknya undang-undang,tidak ada ketentuan yang

bertentangan (undang-undang berdasarkansistem logis dan pasti), dibuat

berdasarkan kenyataan hukum(rechtswerkelijkheid) dan di dalamnya tidak ada

istilah yang dapat ditafsirkansecara berlain-lainan.25

Berdasarkan uraian di atas, maka sangat beralasan bagi Penulis unuk

menggunakan teori kepastian hukum dalam rangka meletakkan dasar pemikiran dan

pemahaman bahwa keberadaan hukum haruslah menjadi suatu aturan yang memiliki

kejelasan, bersifat pasti, tidak menimbulkan penafsiran ganda/multitafsir, tidak bersifat

25E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan

Antinomi Nilai, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, h. 92.

Page 34: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxiv

kontradiktif, sehingga dapat dilaksanakan dan diterapkan sebagaimana mestinya.

Dalam kaitan itu, maka teori kepastian hukum berfungsi pula sebagai pedoman untuk

mengurai permasalahan kontradiksi norma yang mengakibatkan adanya konsekuensi

hukum yang berbeda bagi Militer yang melakukan tindak pidana ketidakhadiran tanpa

izin.

1.7.6. Teori Penjenjangan/Hierarki Norma.

Norma adalah peraturan yang ditetapkan untuk mengatur bagaimana seseorang

berperilaku.Dalam melakukan penjelajahan terhadap keberadaan norma hukum sebagai

tata tertib normatif, Hans Kelsen dalam teori hukum murni menyatakan bahwa suatu

norma absah karena, dan bila, ia diciptakan dengan cara tertentu, yakni dengan cara

yang ditentukan oleh norma lain, yang dengan demikian norma yang lain itu

merupakan alasan antara untuk keabsahan norma baru. Hubungan antara norma yang

mengatur penciptaan norma lain dan norma yang diciptakan sesuai dengan norma yang

pertama bisa dikemukakan secara kiasan sebagai hubungan antara superordinasi dan

subordinasi. Norma yang mengatur penciptaan norma lain berkedudukan lebih tinggi,

norma yang diciptakan sesuai dengan norma yang disebut pertama itu berkedudukan

lebih rendah. Tatanan hukum bukanlah sebuah sistem norma terkoordinir yang

berkedudukan sama, melainkan sebuah hierarki norma hukum dengan berbagai

jenjang.26 Dalam pandangan ini, maka sepatutnya norma hukum harus selalu

mendasarkan pada norma yang lebih tinggi dan seterusnya, sampai pada norma yang

paling tinggi yang disebut sebagai norma dasar atau grundnorm.Terkait hal ini, Kelsen

menyatakan bahwa norma dasar ini merupakan alasan tertinggi bagi keabsahan norma,

26Hans Kelsen, 2011, Teori Hukum Murni, Terjemahan Raisul Muttaqien, Nusa Media, Bandung,

h.244.

Page 35: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxv

norma yang satu diciptakan sesuai dengan yang lain, dan dengan demikian

terbentuklah sebuah tatanan hukum dalam struktur hierarkisnya.27

Struktur hierarkis merupakan sistem anak tangga dengan kaidah yang

berjenjang, dimana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma

hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (konstitusi) harus

berpedoman pada norma hukum yang paling mendasar (grundnorm). Norma yang

menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang dibuat

adalah inferior. Pembuatan normayang ditentukan oleh norma yang lebih tinggi

menjadi alasan validitas bagi keseluruhan tata hukum yang membentuk kesatuan.

Seperti yang diungkapkan oleh Kelsen, yaitu :“The unity of these norms is constituted

by the fact that the creation of the norm–the lower one-is determined by another-the

higher-the creation of which of determined by a still higher norm, and that this

regressus is terminated by a highest, the basic norm which, being the supreme reason

of validity of the whole legal order, constitutes its unity.”28

Selanjutnya Kelsen menjelaskan bahwa hukum adalah tata aturan (order)

sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia. Dengan demikian

hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal (rule), tetapi seperangkat aturan

(rules) yang memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem.

Konsekuensinya, adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan

satu aturan saja.29

27Ibid.

28Hans Kelsen, 2009, General Theory of Law and State, Translated by Anders Wedberg, Harvard

University Printing Office Cambridge, Massachusetts, USA, (Selanjutnya disebut Hans Kelsen II), h. 124.

29Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Setjen dan

Kepaniteraan MK RI, Jakarta, h.13.

Page 36: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxvi

Salah seorang tokoh yang mengembangkan teori hierarki tersebut adalah murid

Hans Kelsen, yakni Hans Nawiasky. Teori Nawiasky disebut dengan theorie von

stufenufbau der rechtsordnung, dimana susunan norma menurut teori ini adalah:

1. Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);

2. Aturan dasar negara (Staatsgrundgesetz);

3. Undang-Undang formal (Formell Gesetz); dan

4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (Verordnung En

Autonome Satzung). 30

Staatsfundamentalnorm adalah suatu bentuk norma yang menjadi dasar bagi

pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu

negara. Staatsfundamentalnorm terlebih dahuluada dari adanya konstitusi suatu

negara.31

Terkait dengan pembentukan norma hukum, menurut Bagir Manan

sebagaimana dikutip oleh Yuliandri, ada tiga landasan yang dapat digunakan guna

menghasilkan peraturan perundang-undangan yang berkualitas, yakni;

a. landasan filosofis,

b. landasan sosiologis, dan

c. landasan yuridis.32

Ketiga landasan ini menjadi penting agar peraturan yang dibentuk menjadi

efektif, sehingga dapat diterima secara wajar dan luas serta berlaku untuk jangka waktu

yang panjang. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang baik adalah peraturan

30A. Hamid S. Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi

Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I–Pelita IV, Setneg RI, Jakarta, h. 287.

31Ibid.

32Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik (Gagasan

Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan), Rajawali Pers, Jakarta, h. 25.

Page 37: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxvii

yang mampu memenuhi rasa keadilan dan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat

serta dapat memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat.33

Di samping itu, ketentuan mengenai materi muatan peraturan perundangan-

undangan haruslah mencerminkan asas-asas yang sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU

No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yakni:

a) pengayoman; b) kemanusiaan;c) kebangsaan; d) kekeluargaan; e)

kenusantaraan; f) bhinneka tunggal ika; g) keadilan; h) kesamaan kedudukan

dalam hukum dan pemerintahan; i) ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau, j)

keseimbangan,keserasian,dankeselarasan.

Berdasarkan uraian diatas, maka teori penjenjangan norma memiliki relevansi

dan dapat digunakan sebagai pisau analisis yang memberikan tuntunan dan

pemahaman untuk menyelesaikan permasalahan pertama dalam penelitian ini yang

berkaitan dengan pengetahuan bahwa keberadaan norma hukum dengan norma hukum

lainnya bersifat linier, memiliki kedudukan berjenjang sampai kepada derajat yang

tertinggi, memiliki sifat keteraturan dan derajat keharmonisan, serta tidak saling

bertentangan baik secara vertikal maupun horisontal. Dalam kaitan ini, maka

penegakan hukum terhadap tindak pidana THTI yang dilakukan oleh militer dapat

diselesaikan menurut suatu ketentuan hukum yang pasti, sehingga karenanya tidak

menimbulkan adanya konsekuensi hukum yang berbeda-beda.

1.7.7. Teori Kebijakan Hukum Pidana.

Menurut Barda Nawawi Arief istilah “kebijakan hukum pidana” dapat

puladisebut dengan istilah “politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing,

33Ibid, h. 29.

Page 38: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxviii

istilah“politik hukum pidana” ini sering dikenal dengan berbagai istilah, antara

lain“penal policy”, “criminal law policy” atau “strafrechtspolitiek”.34

Lebih lanjut Barda Nawawi mengemukakan bahwa pengertian kebijakan atau

politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun dari politik kriminal.35

Pengertian kebijakan hukum pidana dari perspektif politik hukum menurut

Barda Nawawi Arief adalah :“Sebagai bagian dari politik hukum, maka politik hukum

pidanamengandung arti, bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan

suatuperundang-undangan pidana yang baik”.36

Mengenai kebijakan hukum pidana jika dilihat dari sudut politik kriminal,

Barda Nawawi Arief mengemukakan :“Dilihat dari sudutpolitik kriminal, maka politik

hukum pidana identik dengan pengertiankebijakan penanggulangan kejahatan dengan

hukum pidana”.37

Menurut A. Mulder sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi bahwa yang

dimaksud kebijakan hukum pidana dengan istilah “Strafrechtspolitiek” adalah:

Garis kebijakan untuk menentukan:

1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu

diubahatau diperbaharui;

2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana;

3. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan

pidana harus dilaksanakan.38

Definisi kebijakan hukum pidana menurut Marc Ancel yang menggunakan

istilah Penal Policyadalah : “Penal policy, both, a science and art, of which

34Barda Nawawi Arief, 2005, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.

24.

35Ibid.

36Ibid, h. 25.

37Ibid, h. 26. 38Ibid.

Page 39: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xxxix

thepractical purpose, ultimately, are to enable the legislator who hasto draft criminal

statutes, but the court by which they are applieand the prison administration which

gives practical effect to thecourt’s decision”.39(Terjemahan bebas-Pen: Penal policy

adalah suatu ilmusekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis agar

peraturan hukum positifdapat dirumuskan secara lebihbaik, dan untuk memberi

pedoman, tidak hanya kepada pembuatundang-undang,tetapi juga kepada pengadilan

yang menerapkanundang-undang dan para pelaksana putusan pengadilan).

Berdasarkan pendapat Marc Ancel di atas, dapat disimpulkan bahwa

kebijakanhukum pidanatidak hanya sekedar mendiskusikan bagaimana cara membuat

peraturan perundang-undangan yang baik,melainkan juga melakukan hal-hal yang

penting agarlembaga-lembaga yang memiliki kewenangan untuk menerapkan dan

melaksanakan hukum (putusan pengadilan) dapat bekerja secara baik dan maksimal

berdasarkan landasan prinsip-prinsip etika dan moral.

Mempelajari kebijakan hukum pidana pada dasarnya mempelajari

masalahbagaimana sebaiknya hukum pidana itu dibuat, disusun, dan digunakan

untukmengatur/mengendalikan tingkah laku manusia, khususnya untuk

menanggulangikejahatan dalam rangka melindungi dan mensejahterakan

masyarakat.40

Sedangkan menurut Muladi, bahwa semakin kompeksnya permasalahan yang

dihadapi oleh masyarakat dan aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan,

maka perlu diimbangi dengan pembenahan dan pembangunan sistem hukum pidana

39Marc Ancel, 1965, Social Defense, A Modern Approach to Criminal Problems, Roudledge & Paul

Keagen, London, h. 99.

40Barda Nawawi Arief, 2005,Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum

Pidana, Citra Aditya, Bandung, (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief II), h.125.

Page 40: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xl

secara menyeluruh, yang meliputi pembangunan kultur, struktur dan substansi hukum

pidana. Jelaslah bahwa kebijakan hukum pidana (Penal Policy) menduduki posisi yang

sangat strategis dalam pengembangan hukum pidana modern.41

Berdasarkan uraian diatas, maka teori kebijakan hukum pidana diperlukan

sebagai landasan untuk menganalisa permasalahan dalam penelitian ini yang berkaitan

dengan kepentingan adanya suatu kebijakan formulasipengaturan tindak pidana

ketidakhadiran tanpa izin dalam perspektif ius constituendum.

1.7.8. Asas Preferensi.

Kemutakhiran hubungan antar manusia saat ini telah sampai pada tahapan

untuk diatur berdasarkan hukum-hukum yang bersifat modern. Ciri-ciri hukum yang

modern adalah adanya norma-norma hukum yang tertulis, rasional, terencana,

universal dan responsif dalam mengadaptasi perkembangan kehidupan kemasyarakatan

dan dapat menjamin suatu kepastian hukum.42

Namun demikian, dalam mengidentifikasi peraturan-peraturan hukum nasional

yang berlaku pada saat ini, tidak jarang ditemukan adanya suatu keadaan aturan hukum

yaitu; kekosongan hukum (leemten in het recht), konflik antar norma hukum

(antinomi) dan norma yang kabur (vage normen) atau norma yang tidak

jelas.43Kelsenjuga mengatakan “bahwa tidak dipungkiri jikasebuah organ hukum

dapat menciptakan norma-norma yang saling bertentangan. Namun berdasarkan

prinsip peniadaan kontradiksi, bisa diterapkan pada penegasan tertentu terhadap yang

41Muladi, 2002, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, TheHabibie

Center, Jakarta, h. 256.

42I Gede Pantja Astawa dan Supri Na’a, 2008, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di

Indonesia, Alumni, Bandung, h.1.

43Ahmad Rifai, 2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar

Grafika, Jakarta, h.89.

Page 41: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xli

bisa benar dan bisa salah;jika kontradiksi logis dijumpai diantara dua penegasan, maka

hanya salah satu penegasan yang benar, jika demikian, maka apabila yang satu benar,

yang lain mestinya adalah salah. Namun sebuah norma tidak bisa dikatakan benar atau

salah, tetapi absah atau tidak absah.”44

Secara khusus, untuk menghadapi konflik antar norma hukum (antinomi

hukum), maka dapatlah diberlakukan asas-asas penyelesaian konflik (asas preferensi),

sebagai berikut :

a. Lex superiori derogat legi inferiori, yaitu peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan yang lebih

rendah;

b. Lex specialis derogat legi generali, yaitu peraturan perundang-undangan yang

khusus akan melumpuhkan peraturan yang umum sifatnya atau peraturan yang

khususlah yang harus didahulukan;

c. Lex posteriori derogat legi priori, yaitu peraturan perundang-undangan yang

baru mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama.45

Berkaitan dengan asas preferensi tersebut, Maria Farida menjelaskan dalam

bukunya:Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya, bahwa

suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

Pencabutan peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan

yang tingkatannya lebih tinggi itu dilakukan jika peraturan perundang-undangan yang

44Hans Kelsen, Op Cit, h. 229-230.

45Sudikno Mertokusumo, 2004, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta (Selanjutnya

disebut Sudikno Mertokusumo II), h.85.

Page 42: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xlii

lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian materi

peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang dicabut itu.46

Menurut Maria Farida, jika materi dalam peraturan perundang-undangan baru

menyebabkan perlunya penggantian seluruh atau sebagian materi/isi dalam peraturan

perundang-undangan lama, maka di dalam peraturan perundang-undangan baru

haruslah secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau pencabutan sebagian

peraturan perundang-undangan yang lama. Demi kepastian hukum, pencabutan

peraturan perundang-undangan hendaknya tidak dirumuskan secara umum, tetapi

menyebutkan dengan tegas dan jelaspada bagian mana dari peraturan perundang-

undangan yang dicabut.47

Maria Farida jugamengatakan bahwa pencabutan peraturan perundang-

undangan harus disertai pula dengan keterangan mengenai status hukum dari peraturan

pelaksanaan, peraturan yang lebih rendah, atau keputusan yang telah dikeluarkan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dicabut.48

Menurut Bagir Manan sebagaimana yang dikutip oleh Ni’matul Huda, ajaran

tentang tata urutan perundang-undangan mengandung prinsip diantaranya:

1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat

dijadikan sebagai landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah.

2. Suatu peraturan perundang-undangan hanya mampu dicabut atau diganti

atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

atau yang sederajat.

3. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur meteri

yang sama, maka peraturan yang terbaru harus diberlakukan, walaupun

46Maria Farida Indrati S, 2007, Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya,

Kanisius, Yogyakarta, h. 138.

47Ibid, h. 133.

48Ibid, h. 134.

Page 43: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xliii

tidak dengan secara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama itu

dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus

harus diutamakan dari peraturan perundang-undangan yang lebih

umum.49

Berdasarkan uraian di atas, maka asas preferensi khususnya Lex posteriori

derogat legi priori, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian

mengesampingkan perundang-undangan yang terdahulu dan asasLex specialis derogat

legi generali, yaitu peraturan perundang-undangan yang khusus akan

mengesampingkan peraturan yang bersifat umum dapat digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan kontradiksi yang berkaitan dengan kepentingan adanya

suatu kebijakan formulasipengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam

perspektif ius constituendumdalam penelitian ini.

1.8. Metode Penelitian.

Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang tata cara seorang ilmuwan

mempelajari, menganalisa dan memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

1.8.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian

hukum normatif. Secara khusus, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah

yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.

Peter Mahmud Marzuki mengemukakan pengertian penelitian hukum sebagaisuatu

49Ni’matul Huda, 2006, Kedudukan Peraturan Daerah Dalam Hierarki Peraturan Perundang-

Undangan, Jurnal Hukum, Edisi No. 1 Vol. 13, h. 33.

Page 44: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xliv

proses untuk menemukan aturan-aturan hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.50

Menurut I.B. Wyasa Putra, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

yang menggunakan pendekatan ilmu hukum murni.51

Sedangkan menurut Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad, yang dimaksud

penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai

sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah

dari peraturan perundang-undangan, perjanjian serta doktrin (ajaran).52

1.8.2. Jenis Pendekatan

Bahwa jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian terhadap kontradiksi

pengaturan tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin dalam hukum disiplin militer dan

hukum pidana militer adalah:

a. Pendekatan sejarah (historical approach). Pendekatan sejarah dapat dibagi ke

dalam dua bagian; Pertama, mengenai sejarah hukum yang berkenaan dengan

adanya perubahan dan perkembangan aturan hukum secara luas dari rentang

waktu ke waktu. Kedua, sejarah perundang-undangan, dimana hal ini berkaitan

dengan proses pembentukan perundang-undangan sampai dengan tahap

pengundangannya. Berdasarkan kedua pendekatan ini, Penulis lebih

menggunakan pendekatan sejarah perundang-undangan.

50Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 35.

51I.B. Wyasa Putra, 2015, Filsafat Ilmu: Filsafat Ilmu Hukum, Udayana University Press, Denpasar, h.

193-194.

52Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Hukum

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34.

Page 45: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xlv

b. Pendekatan analisis dan konsep hukum (analitical and conseptual approach).

Jenis pendekatan analisis dan konseptual digunakan untuk menganalisa

permasalahan dengan menggunakan konsep-konsep hukum dan pandangan para

ilmuwan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian ini. Dengan

mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum,

peneliti akan menemukan ide-ide baru yang melahirkan pengertian-pengertian

hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan isu

yang dihadapi.53

c. Pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-

undangan merupakan cara menganalisa yang didasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku di lingkungan kemiliteran, diantaranya

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer dan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer serta Peraturan lain yang terkait.

1.8.3. Sumber Bahan Hukum.

Bahan hukum yang dikaji dan yang dianalisis dalam penelitian hukum

normatif, terdiri dari :

1. Bahan hukum primer.

2. Bahan hukum sekunder.

3. Bahan hukum tersier.54

Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini berasal dari

beberapa sumber, diantaranya :

53Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, h. 93.

54Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h.13.

Page 46: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xlvi

1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan

hukum mengikat seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014

tentang Hukum Disiplin Militer dan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Militer serta Peraturan lain yang terkait.

2. Bahan Hukum Sekunder terdiri dari buku-buku hukum, berbagai

literatur hukum, artikel ilmiah, jurnal hukum dan karya tulis hukum

yang dimuat dalam media cetak maupun elektronik yang relevan dengan

permasalahan penelitian.

3. Bahan Hukum Tersier adalah kamus hukum dan ensiklopedia yang juga

relevan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini. Maureen F.

Fitzgerald mengemukakan bahwa “legal dictionaries define legal terms

and common words with special legal meaning”55 (kamus hukum

mendefinisikan istilah hukum dan kata-kata umum dengan arti hukum

khusus).

1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Tehnik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

:

1. Studi Kepustakaan. Studi dokumen atau kepustakaan adalah suatu

kegiatan untuk mengumpulkan dan memeriksa atau

55Maureen F. Fitzgerald, 2007, Legal Problem Solving : Reasoning, Research, and Writing, LexisNexis,

Canada, h. 111.

Page 47: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xlvii

menelusuridokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat

memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.56

2. Sistem kartu (card system). Sistem kartu adalah teknik pengumpulan

bahan hukum yang dilakukan melalui pencatatan terhadap hal-hal yang

dianggap penting dalam suatu penelitian. Soerjono Soekanto

menyatakan bahwa hal-hal yang dianggap penting perlu dicatat.

Catatan-catatan itu dibuat pada kartu tertentu dan dengan cara tertentu,

yang akan memudahkan penulis untuk menelusuri kembali data-

datayang telah diperolehnya.57 Sistem kartu yang digunakan dalam

penulisan ini untuk mencatat atau mengutip sumber bahan hukum yang

digunakan, diantaranyameliputi nama penulis, judul buku, tahun terbit,

penerbit, halaman dan lain sebagainya.

1.8.5. Teknik Analisis

Analisis merupakan bagian yang sangat penting untuk mengantarkan

pemecahan masalah. Penulisan ini diuraikan melalui beberapa teknik diantaranya

sebagai berikut:

1. Teknik Evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju

atau tidak setuju, syah atau tidak syah oleh peneliti terhadap suatu

pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma hukum yang tertera

dalam bahan hukum.

2. Teknik Argumentasi. Teknik ini tidak dapat dilepaskan dari teknik

evaluasi, karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan tertentu

56Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.101.

57Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Op Cit, h.5.

Page 48: UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat, anugerah dan karunia-Nya, penulis dapat

xlviii

yang bersifat penalaran hukum. Kualitas dan kuantitas argumen dapat

menunjukkan kedalaman suatu penalaran hukum.