uas fosfor

19
Tugas I UAS RESUME CATATAN “FOSFORESENSI DAN FLUORESENSI” Oleh: Nama : Fatimah NIM : (20214039) Mata kuliah : Kapita Selekta Material Elektronik Dosen pengampu : Prof. Dr. Eng. Khairurrjjal Fatimah_20214039 Page 1

Upload: icut-aneukdara

Post on 10-Nov-2015

82 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

Tugas ujian

TRANSCRIPT

Tugas I UAS

RESUME CATATAN FOSFORESENSI DAN FLUORESENSI

Oleh:

Nama: FatimahNIM:(20214039)Mata kuliah: Kapita Selekta Material ElektronikDosen pengampu: Prof. Dr. Eng. Khairurrjjal

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKAFakultas matematika dan ilmu pengetahuan alamINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2015

FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI

I. IntroductionFluoresensi dan fosforesensi merupakan dua bentuk fotoluminesensi yang sering digunakan dalam penelitian modern dan dalam aplikasi praktis lainnya. Untuk mempermudah pemahaman akan konsep fluoresensi dan fosforesensi, maka digunakan alur konsep sebagai berikut.

Luminesensi

Fotoluminesensi

FosforesensiFluoresensi

Gambar 1: Alur konsep luminesensi

Dari gambar (1) terlihat bahwa saah satu jenis fenomena perpendaran cahaya (luminesensi) adalah fenomena fotoluminesensi. Berdasarkan lamanya perendaran, fotoluminesensi terbagi lagi menjadi fenomena fluoresensi dan fosforesensi.

II. Definisi Luminesensi dan FotoluminesensiValeur & Berberan-Santos (2011) menyatakan bahwa fotoluminesensi merupakan pancaran cahaya yang timbul akibat eksistasi electron dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi karena menyerap cahaya yang diterima atau mengenainya. Fotoluminesensi sangat penting dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti fisika, kimia, ilmu material, biologi, dan kedokteran. Banyak aplikasi penting telah dibuat dan dikembangkan berdasarkan konsep fotoluminesensi, seperti mikroskop fluoresensi, tabung dan lampu pendar, optic pencerah, layar plasma, forensik, pelacak di hidrogeologi, cat fluoressensi dan fosforesensi, label berpendar, tanda-tanda keselamatan, dan deteksi kepalsuan (seperti dokumen keamanan, catatan bank, karya seni).Fotoluminesensi adalah sebuah emisi dari foton cahaya ultraviolet, cahaya tampak atau cahaya infrared karena adanya electron yang tereksitasi. Istilah Luminescence (Luminesensi) berasal dari bahasa Latin yaitu lumen yang berarti cahaya. Hal ini pertama kali diperkenalkan sebagai luminescenz oleh fisikawan dan ahli sejarah sains Jerman, Eilhard Wiedemann, pada tahun 1888 untuk semua fenomena cahaya yang tidak semata-mata dikondisikan oleh peningkatan temperature seperti lampu pijar (Valeur, 2001). Berbagai jenis luminesensi diklasifikasikan sesuai dengan mode eksitasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.Tabel 1: Berbagai macam LuminesensiFenomenaMode Eksitasi

Fotoluminesensi (fluoresensi, fosforesensi, fluoresensi tertunda)Absorbsi cahaya (photons)

Radioluminesensi Radiasi ionisasi (sinar X, , , )

KatodoluminesensiSinar katoda (berkas elektron)

ElektroluminesensiMedan listrik

ThermoluminesensiPemanasan setelah penyimpanan sebelum energi (misalnya iradiasi radioaktif)

KemiluminesensiProses kimia (misalnya oksidasi)

BioluminesensiProses biokimia

TriboluminesensiGaya gesek dan elektrostatik

SonoluminesensiUltrasound

Sumber: Valeur, 2001

Dari table 1 terlihat bahwa secara khusus, fotoluminesensi (pendaran) adalah emisi cahaya yang timbul adanya eksitasi electron karena dikenakan sumber cahaya. Fluoresensi, fosforesensi, dan fluoresensi tertunda merupakan fenomena terkenal dari fotoluminesensi. Selain dari fenomena fotoluminesensi tersebut, berdasarkan metode eksitasi, ada jenis lain dari luminesensi antara lain radioluminesensi, katodoluminesensi, elektroluminesensi, termoluminensi, kemiluminesensi, bioluminesensi, triboluminesensi dan sonoluminesensi (Valeur, 2001).Besar energy cahaya kuantum yang diserap oleh suatu material sebanding dengan frekuensi osilasi gelombang cahaya tersebut, yaitu

[1]dimana adalah frekuensi, panjang gelombang terkait dan h adalah konstanta Planck (6,624 x 10-27 ergs/detik) (Perkin Elmer, 2000). Jika dalam reaksi fotokimia satu molekul bereaksi untuk setiap energi kuantum yang diserap, maka penyerapan satu einstein adalah energi yang cukup untuk reaksi satu gram mol. Karena jumlah energi per einstein sebanding dengan frekuensi radiasi, hal ini sangat bervariasi selama rentang spektrum elektromagnetik, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut.Tabel 2: Berbagai macam LuminesensiApproximate sizes of Quanta

Radiasi (cm)(nilai jenis)Wavenumber(m-1)Besar energi kuantum(eV)Besar energi einstein(kg kalori)Absorpsi atauemisi radiasi

Sinar Gamma 10-101061.2 x 1062.9 x 107

Reaksi Nuklir

X-rays

10-81041.2 x 1042.9 x 105

Transisi electron terdalam atom

Ultraviolet

Tampak 10-54 x 10-58 x 10-51012.51.251.2 x 1013.11.62.9 x 1027.1 x 1013.6 x 101Transisi electron terluar atom

Infrared 10-310-11.2 x 10-12.9Vibrasi molekul

Far infrared 10-310-21.2 x 10-22.9 x 10-1Reksi molekul

RadarGelombang radio101105

10-510-9

1.2 x 10-51.2 x 10-9

2.9 x 10-42.9 x 10-8

Osialsi gerakan atau electron bebas

Sumber: Perkin Elmer, 2000

Dari table 2 terlhat bahwa fenomena fotoluminesensi bekerja pada daerah atau rentang cahaya ultraviolet sampai cahaya tampak. Absorbsi foton oleh electron terluar membuat electron terluar mengalami transisi sambil memancarkan anergi atau cahaya (Perkin Elmer, 2000). Molekul memiliki energi level yang ditentukan oleh orbital molekul yang menahan molekul agar tetap terikat bersama. Dalam kasus atom, energi level elektron ditentukan oleh orbital atom (Harvey, 2000).

III. Definisi Fluoresensi dan FotsforesensiPenyerapan foton ultraviolet atau cahaya tampak membuat elektron valensi dari keadaan dasar mangalami transisi ke keadaan tereksitasi dengan konservasi spin elektron. Misalnya, sepasang elektron yang menempati keadaan dasar elektron yang sama memiliki spin berlawanan (Gambar 2a) dan dikatakan dalam keadaan spin singlet. Penyerapan foton mendorong salah satu elektron untuk berpindah ke keadaan tereksitasi singlet (Gambar 2b). Fenomena ini disebut "eksitasi" Keadaan-keadaan eksitasi tidak stabil dan electron tidak akan tinggal selamanya di keadaan tersebut. Jika diamati molekul dalam keadaan tereksitasi, pada beberapa saat secara spontan electron akan kembali ke keadaan dasar. Proses pengembalian ini disebut peluruhan, deaktifasi atau relaksasi. Dalam beberapa kondisi khusus, energi yang diserap selama proses eksitasi dibebaskan selama relaksasi dalam bentuk foton. Jenis relaksasi disebut emisi. Emisi sebuah foton dari keadaan tereksitasi singlet ke keadaan dasar singlet, atau antara dua tingkat energi dengan spin yang sama, disebut fluoresensi (Harvey, 2000). Probabilitas transisi berpendar sangat tinggi, dan lifetime rata-rata elektron dalam keadaan tereksitasi hanya 10-9 - 10-6 s (Perkin Elmer, 2000). Oleh karena itu, fluoresensi meluruh cepat setelah sumber sumber cahaya dihilangkan. Dalam beberapa kasus sebuah elektron dalam keadaan tereksitasi singlet ditransformasikan ke keadaan tereksitasi triplet (Gambar 2c) yang spinnya tidak lagi dipasangkan dengan yang ada pada keadaan dasar. Emisi antara keadaan tereksitasi triplet dan keadaan dasar singlet, atau antara dua tingkat energi yang berbeda dengan keadaan spin masing-masing disebut fosforesensi (Harvey, 2000). Karena lifetime rata-rata untuk fosforesensi berkisar 10-4 sampai 102 s, fosforesensi dapat terus berlangsung selama beberapa waktu setelah sumber cahaya dihilangkan (Perkin Elmer, 2000).

(a)(b)(c)

Gambar 2: Perbedaan antara keadaan singlet dan triplet, a) Keadaan dasar Singlet, b) Keadaan eksitasi Singlet, dan c) Keadaan eksitasi Triplet

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fluoresensi adalah proses pemancaran (emisi) foton ketika elektron kembali ke keadaan energi yang lebih rendah dengan spin yang sama dari keadaan energi tinggi (dari keadaan tereksitasi singlet ke keadaan dasar singlet). Sedangkan fosforesensi adalah proses pemancaran (emisi) foton ketika elektron kembali ke keadaan energi yang lebih rendah dengan spin berbeda atau berlawanan dari keadaan energi tinggi (dari keadaan tereksitasi triplet ke keadaan dasar singlet).

IV. Spektrum Molekul Fluoresensi dan FosforesensiFluoresensi dan fosforesensi adalah proses emisi foton yang terjadi selama relaksasi molekul dari keadaan tereksitasi elektronik. Proses-proses fotonik melibatkan transisi antara keadaan-keadaan electron dan getaran dari molekul poliatomik yang berpendar (fluorophores) (TC So & Chen, 2002). Diagram Jablonski yang terdapat pada Gambar 3 berikut ini menunjukkan mekanisme terjadinya proses fluoresensi dan fosforesensi.

Gambar 3: Diagram level energi untuk molekul yang menunjukkan jalur untuk deaktivasi keadaan tereksitasi; vr adalah getaran relaksasi (vibrational relaxation); ic adalah konversi internal (internal conversion), ec adalah konversi eksternal (External conversion) , dan isc adalah persimpangan antar system (intersystem crossing). Tingkat energi vibrasi terendah untuk setiap keadaan elektronik ditandai dengan garis tebalsumber: Harvey, 2000

Keadaan dasar, yang ditunjukkan pada Gambar 3 di atas, adalah keadaan singlet diberi simbol S0. Penyerapan foton dari energi koreksi mengeksitasi molekul ke salah satu dari beberapa level energi vibrasi dalam keadaan elektron tereksitasi pertama yaitu S1, atau keadaan elektron tereksitasi kedua yaitu S2, keduanya merupakan keadaan singlet. Relaksasi ke keadaan dasar dari keadaan tereksitasi ini terjadi dengan berbagai mekanisme. Seperti yag terlihat pada gambar 3, jalur yang paling mungkin dimana molekul mengalami relaksasi kembali ke keadaan dasar adalah yang memberikan lifetime (lama berlagsungnya) terpendek untuk keadaan tereksitasi (Harvey, 2000).

Deaktivasi tanpa RadiasiSalah satu bentuk deaktifasi tanpa radiasi adalah relaksasi vibrasi, di mana molekul dalam level energi vibrasi tereksitasi kehilangan energi ketika bergerak ke tingkat energi vibrasi yang lebih rendah pada keadaan elektron yang sama. Relaksasi vibrasi sangat cepat, dengan lifetime rata molekul pada tingkat energi vibrasi tereksitasi menjadi 10-12 s atau kurang. Akibatnya, molekul yang tereksitasi ke tingkat energi vibrasi yang berbeda dari keadaan elektron tereksitasi yang sama dengan cepat kembali ke tingkat energi vibrasi terendah keadaan tereksitasi ini (Harvey, 2000).Bentuk lain dari relaksasi tanpa radiasi adalah konversi internal di mana molekul di tingkat vibrasi dasar dari keadaan elektron tereksitasi langsung ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dari sebuah energi keadaan elektron yang lebih rendah dari keadaan spin yang sama. Dengan gabungan dari konversi internal dan relaksasi vibrasi, molekul dalam keadaan elektron tereksitasi dapat kembali ke keadaan elektron dasar tanpa memancarkan foton. Bentuk relaksasi tanpa radiasi terkait adalah konversi eksternal di mana kelebihan energi ditransfer ke pelarut atau komponen lain di dalam matriks sampel (Harvey, 2000).Bentuk akhir dari relaksasi tanpa radiasi merupakan persimpangan antar sistem (intersystem crossing) di mana molekul di tingkat energi vibrasi dasar dari keadaan elektron tereksitasi ke tingkat energi vibrasi tinggi dari keadaan energi elektron energi yang lebih rendah dengan keadaan spin yang berbeda. Misalnya, persimpangan intersystem antara singlet keadaan tereksitasi S1 dan triplet keadaan tereksitasi T1 (Harvey, 2000).

FluoresensiDari Gambar 3 terlihat bahwa setelah molekul tiba di tingkat vibrasi terendah dari keadaan eksitasi pertama singlet, maka molekul tersebut bisa melakukan beberapa hal, salah satunya adalah untuk kembali ke keadaan dasar dengan emisi foton. Proses ini disebut fluoresensi (Perkin Elmer, 2000). Untuk lebih rinci, mekanisme terjadinya proses fluoresensi dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4: Transisi yang menimbulkan spektrum penyerapan dan emisi fluoresensisumber: Perkin Elmer, 2000

Gambar 4 menunjukkan bahwa setelah energi diserap dan mencapai salah satu tingkat vibrasi yang lebih tinggi dari keadaan tereksitasi, molekul dengan cepat akan kehilangan kelebihan energi vibrasinya karena adanya tumbukan dan jatuh ke tingkat vibrasi terendah dari keadaan tereksitasi. Selain itu, hampir semua molekul menempati keadaan elektron yang lebih tinggi daripada keadaan eksitasi kedua mengalami konversi internal dan lewat dari level vibrasi terendah dari keadaan eksitasi kedua ke tingkat energi vibrasi tinggi pada keadaan tereksitasi pertama yang memiliki energi yang sama. Dari sana molekul kehilangan lagi energi sampai tingkat vibrasi terendah dari keadaan tereksitasi pertama. Dari tingkat ini, molekul dapat kembali ke salah satu tingkat vibrasi dari keadaan dasar dengan memancarkan energi dalam bentuk fluoresensi. Jika proses ini berlangsung untuk semua molekul yang menyerap cahaya, maka efisiensi kuantum dari proses ini akan maksimal. Namun, jika rute lain diikuti, efisiensi kuantum akan kurang dari satu dan bahkan mungkin hampir nol. Lamanya berlangsung proses fluoresensi ini berkisar 10-9 - 10-6 s (Perkin Elmer, 2000).Setelah molekul kembali ke keadaan dasarnya melalui mekanisme tercepat, fluoresensi hanya teramati jika itu adalah relaksasi yang lebih efisien dari kombinasi konversi internal dan relaksasi vibrasi. Ekspresi kuantitatif efisiensi fluoresensi adalah efisiensi kuantum (Quantum Yield) f, yang merupakan fraksi molekul yang akan berpendar. Efisiensi kuantum berkisar dari 1, ketika setiap molekul dalam keadaan tereksitasi mengalami fluoresensi, ke 0 ketika fluoresensi tidak terjadi (Harvey, 2000). Intensitas fluoresensi If sebanding dengan jumlah radiasi dari sumber eksitasi yang diserap dan hasil kuantum untuk fluoresensi yaitu (Harvey, 2000):

[2]dimana k adalah nilai konstanta untuk efisiensi pengumpulan dan mendeteksi emisi yang berpendar. Dari hukum Beer kita tahu bahwa:

[3]dimana C adalah konsentrasi jenis material fluoresensi. Memecahkan persamaan 3 untuk PT dan menggantikannya ke dalam persamaan 2 (di mana bC kurang dari 0,01) dan diperoleh (Harvey, 2000):

[4]Dimana If adalah intensitas fluoresensi yang meningkat seiring dengan peningkatan efisiensi kuantum f, daya awal sumber eksitasi P0, dan absorptivitas molar dan konsentrasi jenis fluoresensi C.

FosforesensiSeperti halnya fluoresensi, dari gambar 3 juga terlihat mekanisme terjadinya fosforesensi. Sebuah molekul dalam tingkat energi vibrasi terendah dari keadaan elektron tereksitasi triplet biasanya mengalami relaksasi ke keadaan dasar oleh persimpangan antar sistem ke keadaan dasar singlet atau konversi eksternal. Fosforesensi dapat diamati ketika relaksasi terjadi dengan emisi foton (Harvey, 2000). Seperti ditunjukkan dalam Gambar 5, fosforesensi terjadi pada rentang panjang gelombang, yang semuanya berada pada energi yang lebih rendah daripada pita absorpsi molekul. Transisi dari keadaan triplet tereksitasi ke tanah negara dengan emisi fosforesensi memerlukan setidaknya 10-4 detik dan dapat memakan waktu selama 102 detik. Penundaan ini digunakan sebagai karakteristik fosforesensi, tetapi definisi yang lebih tepat adalah fosforesensi berasal dari transisi langsung dari keadaan triplet ke keadaan dasar singlet (Perkin Elmer, 2000). Intensitas fosforesensi Ip diberikan oleh persamaan yang mirip dengan persamaan 4, yaitu (Harvey, 2000):

[4]Dimana p adalah efisiensi kuantum untuk fosforesensi.

Gambar 4: Transisi dari keadaan eksitasi singlet (S1) ke keadaan triplet (intersystem crossing) dan dilanjutkan dengan transisi dari keadaan eksitasi triplet ke keadaan dasar singletsumber: Perkin Elmer, 2000

Keadaan triplet dari molekul memiliki energi yang lebih rendah daripada keadaan singletnya sehingga transisi kembali ke keadaan dasar disertai dengan emisi cahaya dari energi yang lebih rendah daripada dari keadaan singlet (Perkin Elmer, 2000).

V. Material Fluoresensi dan FosforesensiMaterial atau senyawa yang dapat berpendar dan mengalami fenomena fluoresesnsi dan fosforesesnsi berasal material yang berbeda-beda (Valeur, 2001): Senyawa organik: hidrokarbon aromatik (naftalena, antrasena, fenantrena, pyrene, perylene, dan lain-lain), fluorescein, rhodamines, coumarin, Oxazine, poliena, diphenylpolyenes, aminoacids (triptofan, tirosin, fenilalanin), dan lain-lain. Senyawa anorganik: ion uranil (UO2+), ion lantanida (misalnya Eu3+, Tb3+), kaca yang didoping (misalnya dengan Nd, Mn, Ce, Sn, Cu, Ag), kristal (misalnya ZnS, CdS, ZnSe, CdSe, GaS, GaP, Al2O3/Cr3+ (ruby)), dan lain-lain. Senyawa organologam: ruthenium kompleks (misalnya Ru(biPy)3), kompleks dengan ion lantanida, kompleks dengan agen pengkelat fluorogenik (misalnya 8-hydroxyquinoline, juga disebut aksin), dan lain-lain.Selain senyawa yang tersebut di atas, masih ada material lain yang cukup terkenal yang termasuk ke dalam material yang dapat berpendar, yaitu material logam tanah jarang. Logam tanah jarang (LTJ) adalah kumpulan 17 unsur kimia yang terdapat padasistem periodik, yaitu kumpulan 15 lantanida yang dengan 2 unsur lainnya yaitu skandium dan yttrium (Humphries, 2013). Skandium dan yttrium dianggap sebagai logam tanah jarang karena sering ditemukan pada deposit-deposit bijih lantanida dan memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan lantanida (Humphries, 2013). 17 unsur logam tanah jarang tersebut diantaranya Skandium, Yttrium, Lantanum, Serium, Praseodimium, Neodimium, Prometium, Samarium, Europium, Gadolinium, Terbium, Disprosium, Holmium, Erbium, Thulium, Ytterbium, dan Lutetium.

VI. Aplikasi Fluoresensi dan FosforesensiPrinsip fluoresensi dan fosforesensi telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang. Adapun beberapa macam aplikasi dari fenomena fluoresensi anatara lain: Rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluoresensi memiliki aplikasi praktis, termasuk dalam mineralogi, gemologi, sensor kimia (Fluoresensi spektroskopi), pelabelan neon, pewarna, detektor biologis, dan yang paling umum lampu neon. Sebagai Fluorometer dalam ilmu kesehatan, cabang forensik dan ilmu lingkungan, selain itu pada analisis anorganik dan organik. Yaitu untuk menganalisis obat-obat seperti quinine, LSD (asam lysergik dietil amida) dari sampel darah atau urin. Panjang gelombang eksitasinya dan pendar fluornya masing-masing 335 dan 435 nm. Metabolit tidak menggangu pengukuran. Menganalisis polusi udara dari bahan-bahan karsinogen berupa berupa hidrocarbon aromatik bercincin aromatik ganda seperti 3-4 benzopirena yang berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar minyak, kendaraan serta pada peristiwa merokok. Analisis dilakukan pada panjang gelombang 545-548 nm dalam medium asam sulfat dengan panjang gelombang eksitasi 520 nm dan panjang gelombang pendar-fluor pada 545 nm. Hasil yang reprodusibel diperoleh pada -190OC. Satu batang rokok mengandung 10 mg benzopirena dan dapat ditentukan dengan akurasi sampai konsentrasi sekitar nanogram. Menganalisis unsure logam anorganik seperti Al, Be, Ca, Cd, Cu, Ga, Ge, Hg, Mg, Nb, Sb, Se, Sn, Ta, Th, W, Zn dan Zr. Reagen-reagen seperti 8-hidroksi kuinolin; 2,2-dihidroksi azobenzen, dibenzoil metana, flavonol, bezoin, dan alizarin dapat digunakan sebagai ligan pengompleks.Adapun beberapa macam aplikasi dari fenomena fluoresensi anatara lain: Sebagai dosimeter radiasi. Prinsip dasar dalam pemanfaatan fenomena termoluminesensi (TL) untuk dosimeter radiasi ini adalah bahwa akumulasi dosis radiasi yang diterima bahan akan sebanding dengan intensitas pancaran TL dari bahan tersebut. Lampu pendar. Lampu pendar adalah salah satu jenis lampu lucutan gas yang menggunakan daya listrik untuk mengeksitasi uap raksa. Uap raksa yang tereksitasi itu menghasilkan gelombang cahaya ultraungu yang pada gilirannya menyebabkan lapisan fosfor berpendar dan menghasilkan cahaya kasatmata. Lampu pendar mampu menghasilkan cahaya secara lebih efisien daripada lampu pijar. Lampu pendar dikenal dalam dua bentuk utama. Yang pertama berbentuk tabung panjang atau yang umum dikenal dengan lampu TL (tubular lamp) atau lampu neon dan yang kedua berukuran lebih kecil dengan tabung ditekuk menyerupai spiral, umum disebut dengan sebutan lampu hemat energi (LHE).

Sumber Rujukan

Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. The McGraw-Hill Companies, Inc. ISBN 0072375477.

Humphries, Marc. 2013. Rare Earth Elements: The Global Supply Chain. CRS Report for Congress.7-5700:www.crs.gov. R41347.

Perkin Elmer. 2000. An Introduction to Fluorescence Spectroscopy. Diakses di http://www.chem.uci.edu/~dmitryf/manuals/Fundamentals/Fluorescence%20Spectroscopy.pdf.

TC So, Peter & Chen Y Dong.2002. Fluorescence Spectrophotometry. Macmillan Publishers Ltd, Nature Publishing Group / www.els.net.

Valeur, Bernard and Mario N. Berberan-Santos. 2011. A Brief History of Fluorescence and Phosphorescence before the Emergence of Quantum Theory. Journal Chemiacal Education 2011, 88, 731 738.

Valeur, Bernard. 2001. Molecular Fluorescence: Principles and Applications. Wiley-VCH Verlag GmbH: ISBNs: 3-527-29919-X (Hardcover); 3-527-60024-8 (Electronic)

Fatimah_20214039Page 13