1 pengaruh laju penambahan doping fosfor terhadap struktur …digilib.unila.ac.id/59460/14/skripsi...
TRANSCRIPT
1
PENGARUH LAJU PENAMBAHAN DOPING FOSFOR TERHADAPSTRUKTUR KRISTAL DAN LUAS PERMUKAAN SPESIFIK
NANOTITANIA DENGAN METODE SOL GEL
(Skripsi)
Oleh
Vidi Nurhidayah
JURUSAN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG2019
ii
ABSTRAK
PENGARUH LAJU PENAMBAHAN DOPING FOSFOR TERHADAPSTRUKTUR KRISTAL DAN LUAS PERMUKAAN SPESIFIK
NANOTITANIA DENGAN METODE SOL GEL
OLEH
VIDI NURHIDAYAH
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan doping fosformenggunakan syringe pump dengan metode sol-gel. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaruh variasi laju penambahan doping fosfor terhadap strukturkristal dan luas permukaan spesifik TiO2. Laju penambahan doping yangdigunakan selama 0,4; 0,2; 0,13 dan 0,1ml/jam dengan doping yang digunakansebanyak 0,2 ml. Sampel TiO2 dikalsinasi pad suhu 450ºC selama 5 jam. Serbukdikarakterisasi dengan x-ray diffraction (XRD) dan surface area analyzer (SAA)dengan metode BET. Difraktogram XRD secara umum menunjukkan fasa strukturkristal nanotitania adalah anatase yang merupakan hasil sintesis TTIP sebagaisumber utama TiO2. Analisis ukuran partikel menggunakan data XRD pada TiO2
dengan laju yang berbeda-beda secara berturut-turut yaitu sebesar 10,13; 9,98;9,25; dan 10,33 nm. Masing-masing hasil uji BET pada setiap sampel berturut-turut yaitu 86,9; 87,4; 99,7; 96,3dan 96,2 m2/g. Hasil ukuran partikel yaitu sebesar9,25 nm dan luas permukaan maksimum pada metode BET yaitu sebesar 99,7m2/g pada laju penetesan 0,2 ml/jam.
Kata kunci: Luas permukaan, metode sol-gel, nanotitania, syringe pump.
i
iii
ABSTRACT
THE EFFECT OF THE ADDITION RATE OF PHOSPHORUS DOPINGTO THECRYSTAL STRUCTURE AND SPECIFIC SURFACE AREA OF
NANOTITANIA WITH SOL GEL METHOD
BY
VIDI NURHIDAYAH
The effect of the addition of phosphorus dopingto nanotitania has been carried outusing a syringe pump by sol-gel method. The purpose of this study is to determinethe effect of the addition rate of phosphorus doping to thecrystal structure andspecific surface area of TiO2. Doping increment rate used are 0,4; 0,2; 0,13 and0,1 ml/hours. TiO2 samples were calcined at 450ºC for 5 hours. The powder wascharacterized by x-ray diffraction (XRD) and surface area analyzer (SAA) by theBET method. XRD diffractogram shows that the nanotitania crystal structurephase is anatase which is the result of TTIP synthesis as the main source of TiO2.Particle size analysis using XRD data on TiO2 with different rates are 10.13; 9.98;9.25; and 10.33 nm. Respectively BET test results for each sample were 86.9;87,4; 99,7; 96,3and 96,2 m2/g. The average particle size is 9,25 nm and themaximum surface area in BET method was found 99,7 m2/g in the rate of 0,2ml/hours.
Keywords: Nanotitania, sol-gel method, surface area, syringe pump.
ii
PENGARUH LAJU PENAMBAHAN DOPING FOSFOR TERHADAP
STRUKTUR KRISTAL DAN LUAS PERMUKAAN SPESIFIK
NANOTITANIA DENGAN METODE SOL GEL
Oleh
Vidi Nurhidayah
(Skripsi)
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
PADA
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Vidi Nurhidayah, dilahirkan di Adiwarno pada 28
Desember 1996. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara dari pasangan
Bapak Nur Jaini dan Almh. Ibu Rutini. Penulis menyelesaikan pendidikan
Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Adiwarno yang diselesaikan pada tahun 2008.
Tahun 2011 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) /
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri1 Metro di Batanghari, sedangkan
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
2Metro diselesaikan pada tahun 2014.
Penulis diterima di Jurusan Fisika Universitas Lampung melalui program
perluasan akses pendidikan (SBMPTN) tahun 2015 lalu mendapatkan beasiswa
Bidikmisi pada tahun pertama perkuliahan. Tahun 2017 penulis melaksanakan
praktek kerja lapangan (PKL) di BALAI RISET STANDARISASI INDUSTRI
(BARISTAND), Bandar Lampung. Penulis juga melakukan pengabdian
masyarakat dengan mengikuti program kuliah kerja nyata (KKN) Universitas
Lampung tahun 2018 di Desa Catur Swako, Lampung Timur. Dalam bidang
organisasi penulis dipercaya sebagai anggota magang Bidang Kajian ROIS
FMIPA Unila (2015-2016), anggota bidang BBQ ROIS FMIPA Unila (2015-
2016), anggota Bidang Minat dan Bakat HIMAFI FMIPA Unila (2014-2015) dan
Anggota Tapak Suci Universitas Lampung (2015-2017).
vii
6
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah SWT, tulisan ini kupersembahkan kepada:
“Kedua orangtua yang sudah membesarkan, membimbing, mendidik danmendoakanku, terutama untuk almh. ibuku yang sudah memotivasiku untuk
menyelesaikan study ini.”
“Kakak, adik, seluruh keluargaku, saudara dan teman-teman seperjuanganyang selalu mendukungku.”
“Almamater Tercinta”
viii
7
MOTO
“Allah tidak pernah mempertanyakan kemampuan dan ketidakmampuan kita,melainkan kesediaan kita”. (Fletcher)
“Kebahagiaan akan datang kepada siapapun yang mampu bersabar danbersyukur”. (Penulis)
“Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving”.(Albert Einstein)
ix
8
KATAPENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Laju Penambahan Doping Fosfor terhadap Struktur
Kristal dan Luas Permukaan Spesifik Nanotitania dengan Metode Sol Gel”.
Penekanan skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi laju penambahan
doping fosfor menggunakan pompa injeksi terhadap ukuran partikel, struktur
kristal, dan luas permukaan yang dihasilkan dari proses sintesis TTIP dengan
metode sol-gel.
Penulis menyadari dalam penyajian skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya agar lebih
sempurna dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 10 Agustus 2019
Vidi Nurhidayah
x
9
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Laju Penambahan Doping Fosfor terhadap Struktur
Kristal dan Luas Permukaan Spesifik Nanotitania dengan Metode Sol Gel”.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
membantu penulis. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis
menghaturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. PosmanManurung, M.Si., PhD. sebagai pembimbing pertama
yang telah sabar membimbing, memberikan banyak motivasi, nasihat,
inspirasi serta ilmunya.
2. Bapak Drs. Ediman Ginting, M. Si. sebagai pembimbing kedua yang telah
memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Yanti Yulianti, S.Si., M.Si. sebagai pembahas yang telah memberikan
banyak koreksi selama penulisan skripsi.
4. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si. selaku Ketua Jurusan.
5. Bapak Drs. Suratman, M.Sc. selaku Dekan FMIPA Unila.
6. Kedua orangtua dan seluruh keluarga atas segalanya do’a dan dukungannya.
7. Ibu Winarsih yang telah memotivasi penulis dalam penelitian.
8. Delfi, Yunita, Sri, Puji, dan Anggi sebagai tim penelitian atas bantuan dan
kerjasamanya.
xi
ii
9. Sahabat-sahabatku: Fani Amirul Ikhwan, Okta, Sisil, Ana Fitria, Yuliana
Merfu’ah, Diah Purwarini, M. Dika Nugroho yang telah memotivasi.
10. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2015 atas segala bantuan dan
kekeluargaan yang tercipta serta adik-adik angkatan 2016 dan 2017.
11. Semua pihak yang tidak bias penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
membantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Semoga Allah SWT
selalu membalas dengan hal yang lebih baik.
Bandar Lampung, 10 Agustus 2019
Vidi Nurhidayah
xii
ii
DAFTAR ISI
HalamanABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT.................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
PERNYATAAN.............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
PERSEMBAHAN........................................................................................... viii
MOTTO .......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR.................................................................................... x
SANWACANA ............................................................................................... xi
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3C. Batasan Masalah................................................................................... 3D. Tujuan Penelitian.................................................................................. 4E. Manfaat Penelitian................................................................................ 4
xiii
iii
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nanopartikel ......................................................................................... 5B. Titanium Dioksida (TiO2) .................................................................... 6C. Titanium Isopropoksida (TTIP) ........................................................... 9D. Sintesis Nanopartikel dengan Metode Sol-Gel .................................... 10E. Fosfor ................................................................................................... 12F. Kalsinasi ............................................................................................... 13G. Indentifikasi Struktur dan Fasa Kristal................................................. 14H. Analisis Luas Permukaan Spesifik Material ........................................ 18
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 20B. Alat dan Bahan ..................................................................................... 20C. Prosedur Penelitian............................................................................... 21
1. Sintesis P-doping TiO2 .................................................................... 222. Kalsinasi .......................................................................................... 233. Karakterisasi P-doping TiO2............................................................ 23
D. Diagram Alir ........................................................................................ 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil Sintesis Sampel ........................................................................... 30B. Hasil Identifikasi Struktur dan Fasa Kristal ......................................... 32
1. Hasil Difaktogramm Sampel TiO2 .................................................. 322. Hasil Plot Penghalusan Sampel TiO2 .............................................. 35
C. Hasil Analisis Luas Permukaan............................................................ 40
V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan .......................................................................................... 44B. Saran..................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
4
DAFTAR GAMBAR
HalamanGambar 2.1. Struktur kristal fasa anatase TiO2 ............................................. 7
Gambar 2.2. Struktur kristal TiO2 (rutil) ....................................................... 8
Gambar 2.3. Tahapan proses sol gel.............................................................. 11
Gambar 2.4. Fosfor ........................................................................................ 12
Gambar 2.5. Proses terbentuknya sinar-X..................................................... 15
Gambar 2.6. Spektrum energi sinar-X........................................................... 16
Gambar 2.7. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang ......................... 17
Gambar 2.8. Tipikal kurva BET .................................................................... 19
Gambar 3.1. X’PERT powder PANalytical diffractometers ......................... 24
Gambar 3.2. Alat analisis luas permukaan spesifik....................................... 28
Gambar 3.3. Diagram alir sintesis P-doping TiO2 ........................................ 29
Gambar 4.1. Sintesis Sampel.......................................................................... 30
Gambar 4.2. Sampel ....................................................................................... 31
Gambar 4.3. Difaktogram sampel A, B, C dan D dengan panjang gelombangsinar-X sebesar 1,54056 Å.......................................................... 33
Gambar 4.4. Plot keluaran penghalusan difaktogram..................................... 36
Gambar 4.5. Sel parameter ............................................................................. 39
Gambar 4.6. Grafik plot BET sampel A, B, C, D dan E ................................ 41
Gambar 4.7. Luas permukaan nanotitania dengan variasi laju penetesandoping fosfor............................................................................... 42
xv
5
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Variasi laju penambahan doping fosfor pada setiap sampel .......... 22
Tabel 4.1. Informasi keluaran hasil refinement ............................................... 38
Tabel 4.2. Perhitungan ukuran kristal sampel TiO2 dari hasil XRD ............... 38
xvi
6
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman, nanopartikel menjadi perhatian para peneliti
untuk dikembangkan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Nanopartikel
adalah koloid padat yang memiliki ukuran dengan kisaran 1-100 nm
(Hosokawa et al., 2007). Material dalam skala nano dapat meningkatkan sifat
fisik, mekanik, dan kimia tanpa harus merusak struktur atomnya. Penelitian
Willem dan Wildenberg (2005), mengatakan bahwa karakteristik spesifik dari
nanopartikel bergantung pada ukuran, distribusi, morfologi dan fasanya.
Pemanfaatan nanopartikel memiliki kapasitas yang jauh lebih besar dengan
melibatkan luas permukaan. Nanopartikel juga memiliki reaktivitas yang jauh
lebih tinggi karena atom-atomnya mempunyai peluang lebih besar untuk
berinteraksi dengan material lain (Saxton, 2007). Hal ini juga berlaku dalam
pengembangan nanotitania. Dilihat dari struktur atomnya, titanium dioksida
(TiO2) merupakan salah satu jenis nanomaterial yang menarik untuk diteliti
saat ini.
TiO2 merupakan salah satu bahan semikonduktor berbasis oksida
(Prasetyowati, 2012) dan dapat aktif apabila dipancarkan cahaya, serta
bersifat setengah penghantar diantara isolator dan konduktor. Perbedaan fasa
xvi
2
juga mempengaruhi karakteristik TiO2 dalam aktivitas katalis. Meskipun
harga band gap TiO2 jenis anatase lebih tinggi yaitu sebesar 3,2 eV
dibandingkan rutile sebesar 3,1 eV. Anatase diketahui sebagai kristal titania
yang lebih fotoaktif daripada rutile (Hanaor et al., 2011).
Beberapa metode yang digunakan dalam pembuatan nanotitania diantaranya
metode mikroemulsion (Hseieh et al., 2008), pengendapan (presipitasi)
(Parida, et al., 2009), hidrotermal (Lu et al., 2008), dan sol-gel (Guan et al.,
2001). Metode sol gel merupakan metode yang mudah dilakukan, ramah
lingkungan, biaya relatif murah dan proses sintesis monodisperse yang
homogen.
Pembentukan nanotitania dengan metode sol-gel dapat diperoleh dari bahan
awal (prekursor) titanium isopropoksida (Reyes et al., 2008). Modifikasi
nanotitania dengan bahan awal titanium isopropoksida dapat dilakukan
dengan cara menambahkan fosfor sebagai dopan. Fosfor merupakan unsur
nonlogam golongan nitrogen dengan nomor atom sebesar 15. Fosfor memiliki
titik lebur 44ºC, titik didih 277ºC dan kerapatan 1822,9 kg/m3. Fosfor berasal
dari bahasa Latin yaitu phosphoros yang berarti pembawa terang karena
keunikannya yaitu bercahaya dalam gelap.
Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017) penambahan dopan fosfor dengan
metode sol gel pada TiO2 menggunakan mikropipet secara perlahan,
mengakibatkan penurunan intensitas. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat
kristalinitas menurun, dan ukuran partikel TiO2 menjadi semakin kecil dari
(16,77 ± 3,5) nm menjadi (7,5 ± 1,1) nm. Pada penelitian ini, digunakan
3
fosfor sebagai dopan yaitu sebanyak 0,2 mL dengan variasi waktu
penetesannya yaitu 0,5; 1,0; 1,5 dan 2 jam menggunakan syringe pump.
Penetesan dopan dengan syringe pump secara perlahan dilakukan
menggunakan metode sol gel yang bertujuan untuk menghasilkan tetesan
yang lebih konstan pada reaksi hidrolisis, serta untuk mengetahui perbedaan
pembentukan fasa dan tingkat kristalin TiO2 saat menggunakan dan tidak
menggunakan syringe pump dengan karakterisasi XRD (X-ray diffraction)
dan SAA (Surface Area Analyzer) dengan metode BET (Brunner Emmett
Teller) untuk mengukur ukuran pori dan luas permukaan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh variasi laju penambahan doping P selama 0,5; 1; 1,5
dan 2 jam menggunakan syringe pump terhadap struktur kristal TiO2?
2. Bagaimana pengaruh variasi laju penambahan doping P selama 0,5; 1; 1,5
dan 2 jam menggunakan syringe pump terhadap luas permukaan spesifik
TiO2?
C. Batasan Masalah
Agar permasalahan yang dikemukakan lebih terarah, penulis membatasi
masalah pada:
1. Metode yang digunakan dalam mensintesis TTIP dengan penambahan
doping P adalah melalui metode sol-gel.
4
2. Penambahan tetesan TTIP dengan menggunakan syringe pump dan tanpa
syringe pump.
3. Variasi waktu syringe pump dalam penelitian ini adalah 0,5; 1; 1,5 dan 2
jam.
4. TTIP yang didoping fosfor dengan variasi waktu syringe pump
dikarakterisasi menggunakan XRD dan luas permukaan dengan SAA
menggunakan metode BET.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh variasi laju penambahan doping P selama 0,5; 1;
1,5 dan 2 jam menggunakan syringe pump terhadap struktur kristal
TiO2.
2. Mengetahui pengaruh variasi laju penambahan doping P selama 0,5; 1; 1,5
dan 2 jam menggunakan syringe pump terhadap luas permukaan spesifik
TiO2.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:
1. Sebagai bahan acuan untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya,
terutama pada TTIP dengan doping P.
2. Sebagai aplikasi ilmu fisika khususnya pada bidang fisika material dan
ilmu pengetahuan pada umumnya.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nanopartikel
Nanomaterial merupakan suatu pondasi nanosains dan nanoteknologi yang
memiliki potensi untuk merevolusi cara di mana bahan dan produk yang
berdampak komersial yang signifikan dimasa mendatang dalam dunia
teknologi seperti elektronik, kedokteran dan bidang lainya (Alagarasi, 2011).
Pengembangan metoda sintesis nanopartikel merupakan salah satu bidang
yang menarik minat peneliti dalam pembuatan nanopartikel dengan ukuran
yang kurang dari 100 nm yang memiliki sifat kimia dan fisika yang lebih baik
dibandingkan dengan material sejenis yang memiliki ukuran lebih besar
(Hosokawa et al., 2007).
Material yang dapat menghasilkan berstruktur nano merupakan partikel-
partikel penyusunnya harus diatur sedemikian rupa sehingga partikel-partikel
tersebut bergabung menjadi material yang berukuran besar. Sifat material
berstruktur nano sangat bergantung pada ukuran maupun distribusi ukuran,
komponen kimiawi unsur-unsur penyusun material tersebut, keadaan
dipermukaan dan interaksi antar atom penyusun material nanostruktur.
Keterkaitan sifat parameter-parameter memungkinkan sifat material memiliki
sifat stabilitas termal yang sangat tinggi (Nabok, 2000; Enggrit, 2011).
6
B. Titanium Dioksida (TiO2)
Titanium merupakan sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Ti dan nomor atom 22 yaitu logam transisi yang ringan, kuat, tahan
terhadap korosi sehingga banyak digunakan untuk mesin turbin, industri
kimia, serta tahan panas (1680ºC–3260ºC) (Carp et al., 2004). TiO2
merupakan nanomaterial yang bersifat semikonduktor yang dapat
menghantarkan listrik, sifat logam yang kuat, ringan dan memiliki kerapatan
yang rendah (Fitriana, 2014). TiO2 merupakan senyawa yang tersusun atas
ion Ti4+ dan O2- dalam oktahedron. Keelektronegatifan atom Ti dan atom O
dalam skala Pauling adalah 1,54 dan 3,44 (Setiawati et al., 2006).
TiO2 mempunyai 3 macam struktur kristal, yaitu anatase, rutil, dan brookit
(Fujishima et al., 1999). Sifat lain TiO2 yang dihasilkan dari proses sintesis
merupakan memiliki beberapa fasa tambahan sebagai bentuk tegangan tinggi,
seperti monoklinik baddelite orthrombik α-PbO2 yang keduanya ditemukan di
Ries Crater, Bavaria (Goresy et al., 2011).
Anatase merupakan bentuk yang paling sering digunakan karena memiliki
luas permukaan serbuk yang lebih besar serta ukuran partikel yang lebih kecil
dibandingkan rutil. Fasa anatase mulai muncul pada rentang suhu 400–650°C
dan cenderung bertransformasi menjadi rutil pada suhu 915°C (Afrozi, 2010).
Fase rutil dipreparasi dengan kalsinasi anatase pada suhu tinggi. Fasa rutil
TiO2 menunjukkan fotoaktivitas yang lebih rendah daripada fasa anatase.
Selain itu, band gap energi anatase lebih besar daripada rutil sehingga
memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi. Namun, beberapa sumber
7
ab
c
PowderCell 2 .0
melaporkan bahwa preparasi rutil pada suhu rendah telah berkembang dan
menghasilkan fotoaktivitas yang cukup tinggi (Palmisano, 2007). Pada fasa
brookite dengan struktur kristalnya ortrombik yang menyebabkan sulit untuk
dipreparasi sehingga biasanya hanya kristal pada fasa rutil dan anatase yang
umum digunakan pada untuk berbagai aplikasi industri.
Kristal titania memiliki unit sel tetragonal dan struktur yang terdiri dari ikatan
oktahedral. Pada anatase, setiap oktahedral berhimpitan dengan delapan
oktahedral tetangga dengan cara masing-masing empat diberbagai tepi dan
empat lagi di berbagai sudut. Sementara rutile, setiap oktahedral
bersinggungan dengan sepuluh oktahedral lainya dengan cara masing-masing
dua diberbagai tepi dan delapan berbagai sudut. Struktur kristal dalam fasa
anatase ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Struktur kristal fasa anatase TiO2. Sumber: Software yangdigunakan untuk menggambar PCW versi 2.3 yangmenunjukkan bulatan biru (Ti+4) dan bulatan merah (O2-)anatase (Djerdj dan Tonejc, 2006)
b
ca
8
ab
c
PowderCell 2 .0
Dalam Gambar 2.1 menunjukkan struktur kristal TiO2 fasa anatase. Ti+4
ditunjukkan dengan bulatan besar yang berwarna biru (10 atom) dan O2-
ditunjukkan dengan bulatan kecil yang berwarna merah (18 atom). Gambar
fasa anatase di atas disebut juga ditetragonal karena bidangnya dapat dibagi
dua menjadi tetragonal. Struktur kristal dalam fasa rutil yang ditunjukkan
dalam Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur kristal TiO2 (rutil). Model TiO2 yang digunakan adalahTiO2 sistem tetragonal dengan parameter kisi a = b = 4,594 Ådan c = 2,959 Å (Kennedy and Stampe, 1991). Software yangdigunakan untuk membuat pemodelan adalah PCW (Howardet al., 1991)
Gambar 2.2 menunjukkan struktur kristal TiO2 fase rutil, Ti+4 ditunjukkan
bulatan besar berwarna biru dan 1,35 Å untuk O-2 oleh bulatan kecil berwarna
merah. Struktur kristal rutil pertama kali ditemukan oleh Vegard pada tahun
1916 (Thomas dan Zhou, 1992). Setiap atom titanium dikelilingi oleh 6 atom
oksigen diperkirakan pada enam sudut yang teratur dan setiap atom oksigen
dengan tiga atom titanium diperkirakan pada sudut tiga sama sisi.
c
ab
9
C. Titanium Isopropoksida (TTIP)
TTIP merupakan suatu cairan berwarna jerami yang memiliki titik didih
238ºC pada suhu kamar dengan Standard Temperature and Pressure (STP).
Titanium isopropoksida, juga sering disebut sebagai titanium
tetraisopropoxide adalah senyawa kimia dengan rumus Ti{OCH(CH3)2}4
yang mempunyai molekul tetra hedral diamagnetik dan salah satu struktur
alkoksida yang kompleks. Alkoksida berasal dari alkohol bulkier seperti
isopropanol. Biasanya titanium alkokisida ini digunakan dalam sintesis bahan
ilmu organik. Titanium isopropoksida merupakan suatu monomer dalam
pelarut nonpolar. Adapun proses dekomposisi TTIP dapat dijelaskan dengan
reaksi sebagai berikut:
Ti(OC3H7)4 → Ti(OC3H7)4-x + x (OC3H7) (< 350K) (2.1)
OC3H7 → C3H6O + H (600 K) (2.2)
OC7H7 → C3H6 + OH (620 K) (2.3)
2Ti(OC3H7) → 2Ti + HOC3H7 + OC3H6 (890 K) (2.4)
Ti(OC3H7) → (Ti – OH) + C3H6 (930 K) (2.5)
2TiOH + O2 → 2TiO2 + H2 (>1000 K) (2.6)
Pada persamaan reaksi pertama (persamaan reaksi 2.1) tampak putusnya
beberapa ikatan Ti-O pada TTIP sehingga dihasilkan ligan-ligan isopropoxy.
Pada reaksi dua (persamaan reaksi 2.2), ligan isopropoxy mengalami proses
dekomposisi menjadi aseton dan hidrogen pada temperatur 600 K. Pada
temperatur 620 K, ligan isopropoxy mengalami dekomposisi menjadi
propylene dan hydroxyl (persamaan reaksi 2.3). Sedangkan TTIP yang belum
10
terdekomposisi pada persamaan 2.1, akan mengalami proses dekomposisi
pada temperatur yang lebih tinggi. Pada temperatur 890 K, TTIP yang belum
terdekomposisi sempurna akan mengalami dekomposisi menjadi titanium,
isopropanol dan aseton (persamaan reaksi 2.4). Selanjutnya pada temperatur
930 K, TTIP yang belum terdekomposisi sempurna akan mengalami
dekomposisi menjadi titanium hydroxyl dan propylene (persamaan reaksi
2.5). Pada tahap akhir pendekomposisian terjadi pada temperatur lebih dari
1000 K, titanium hydroxyl bereaksi dengan oksigen sehingga dihasilkan
titanium oksida dan hidrogen (Cho et al., 2001).
D. Sintesis Nanopartikel dengan Metode Sol-Gel
Beberapa metode proses sintesis nanotitania dengan metode sol-gel dilakukan
karena ukuran dari partikel, ketebalan film dan porositas dapat dikontrol
dengan menyesuaikan beberapa parameter seperti temperatur hidrotermal,
kondisi sintering dan konsentrasi sol. Dalam hal ini, proses sol-gel memiliki
keuntungan seperti sifat kemurnian, homogenitas, struktur mikro yang dapat
dikontrol, proses pengolahan yang mudah, suhu rendah, dan kemampuan
untuk melapisi substrat (Alphonse, 2010). Selain itu, investasi peralatan untuk
proses sintesis dengan metode sol-gel relatif lebih murah dibanding teknik
deposisi secara fisika (Yuwono et al., 2010).
Sol merupakan suspensi koloid dari partikel solid dalam suatu liquid yang
mana fasa yang tersebar sangatlah kecil (antara 1-100 nm) sehingga gaya
gravitasinya dapat diabaikan dan interaksinya didominasi oleh gaya-gaya
11
jarak pendek seperti gaya tarik Van Der Waals dan muatan pada permukaan.
Inersia dari fasa yang tersebar begitu kecil sehingga menunjukan pergerakan
Brownian (Brownian diffusion), yaitu suatu pergerakan molekul secara acak
yang dipengaruhi oleh momentum tumbukan dari molekul-molekul media
suspensinya. Sedangkan gel merupakan padatan yang tersusun dari fasa cair
dan padat dimana kedua fasa ini saling terdispersi dan memiliki struktur
jaringan internal. Proses sol-gel di definisikan sebagai proses pembentukan
senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah
(Ferdiansyah, 2009). Pada proses tersebut terjadi perubahan fasa dari suspensi
koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel) yang akhirnya akan berubah
menjadi padatan nanostruktur. Pada proses sol-gel prekursor logam yang
reaktif seperti metal alkoksida terhidrolisis dengan air, dan senyawa yang
terhidrolisis dibiarkan mengalami kondensasi satu sama lain untuk
membentuk endapan nanopartikel metaloksida. Endapan tersebut nantinya
dibiarkan untuk mengering dan perlu dilakukan kalsinasi pada temperatur
tinggi untuk membentuk nanopartikel metal oksida yang kristalin (Skandan
dan Singhal, 2006). Berikut merupakan metode sol gel yang ditunjukkan pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Tahapan proses sol gel (Researchgate, 2013)
PengeringanPengegelanKondensasi
Bahan awal Sol Gel Jaringan koloidgel
12
Metode sol-gel merupakan metode pengendapan hidrolitik dari titanium
alkoksida atau garam titanium. TTIP merupakan yang umum dilakukan
sebagai prekursor. Penggunaan TTIP ini karena dapat memberikan suatu
monomer yang beberapa kasus dapat larut kedalam bermacam-macam pelarut
khususnya alkohol. Alkohol dapat mengontrol hidrolisis dan kondensasi
dalam proses sol-gel.
E. Fosfor
Fosfor diproduksi dengan mereduksi kalsium fosfat atau Ca3(PO4)2 dengan
batuan kuarsa dan batu bara. Alotrop fosfor meliputi fosfor putih, fosfor
merah, dan fosfor hitam. Fosfor putih adalah molekul dengan komposisi P4
(Gambar 2.4). Fosfor putih memiliki titik leleh rendah (44,1ºC) dan larut
dalam benzen atau karbon disulfida. Karena fosfor putih piroforik dan sangat
beracun, fosfor putih harus ditangani dengan hati-hati.
Gambar 2.4. Struktur fosfor putih (El Tamiz. 2018)
Fosfor merah berstruktur amorf dan strukturnya tidak jelas. Komponen
utamanya diasumsikan berupa rantai yang dibentuk dengan polimerisasi
molekul P4 sebagai hasil pembukaan satu ikatan P-P. Fosfor merah tidak
bersifat piroforik dan tidak beracun, dan digunakan dalam jumlah yang sangat
13
banyak untuk memproduksi korek, dsb. Sedangkam fosfor hitam merupakan
isotop yang paling stabil dan didapatkan dari fosfor putih pada tekanan tinggi
(sekitar 8 GPa). Fosfor hitam memiliki kilap logam dan berstruktur lamelar.
Walaupun fosfor hitam bersifat semikonduktor pada tekanan normal, fosfor
hitam menunjukkan sifat logam pada tekanan tinggi (10 GPa) (Saito, 1996).
F. Kalsinasi
Kalsinasi merupakan pemanasan suatu zat padat sampai suhu di bawah titik
leleh, serta mengakibatkan adanya keadaan penguraian oleh panas atau fase
transisi selain dari pelelehan. Yang termasuk pada jenis reaksi ini adalah
disosiasi panas, transisi fase polimorfik, dan rekristalisasi termal (Hadyana,
2002). Proses kalsinasi dapat menghilangkan zat-zat yang tidak dibutuhkan
seperti H2O dan gas CO2 (James, 1988). Selain hal tersebut, pada suatu reaksi
suhu kalsinasi mampu mempengaruhi laju reaksi. Semakin besar suhu
kalsinasi maka kecepatan laju reaksi semakin cepat (Handini et al., 2011).
Besar suhu kalsinasi dalam suatu penelitian, tidak hanya mempengaruhi
pertumbuhan fasa kristal melainkan juga besar luas permukaan suatu bahan
(Tursiloadi et al., 1997; Sunarno dan Yenti, 2013). Penelitian yang telah
dilakukan yaitu kenaikan temperatur hidrotermal yang diikuti dengan
kalsinasi pada temperatur 450°C mempengaruhi ukuran partikel N-TiO2
antara lain adanya peningkatan ukuran partikel pada fase rutil dan adanya
penurunan ukuran partikel pada fase anatase. Selain itu, kenaikan temperatur
hidrotermal yang diikuti dengan kalsinasi pada temperatur 450°C juga
14
menyebabkan perubahan rasio fase anatase dan rutil. Rasio fase rutil
mengalami penurunan pada sintesis dengan temperatur hidrotermal 120°C
namun mengalami kenaikan pada sistesis dengan temperatur hidrotermal
150°C, sedangkan rasio fase anatase menurun seiring dengan naiknya
temperatur hidrotermal. Kenaikan temperatur hidrotemal yang diikuti dengan
proses kalsinasi pada temperatur 450°C juga menyebabkan parameter kisi
cenderung naik. Kenaikan temperatur hidrotermal yang diikuti dengan
kalsinasi pada temperatur 450°C menyebabkan energi celah pita cenderung
menurun. Kenaikan temperatur hidrotermal yang diikuti dengan kalsinasi
pada temperatur 450°C menyebabkan ukuran pori menjadi lebih seragam,
selain itu kenaikan temperatur hidrotermal juga menyebabkan luas
permukaan spesifik semakin besar (Susilowati, 2017).
G. Identifikasi Struktur dan Fasa Kristal
Indentifikasi struktur dan fasa kristal suatu sampel dapat dilakukan
menggunakan metode difraksi sinar-X. Sinar-X merupakan radiasi
elektromagnetik yang mirip dengan sinar tampak, tetapi panjang
gelombangnya lebih pendek. Sinar-X telah ditemukan pada tahun 1985 oleh
fisikawan Jerman Roentgen. Secara keseluruhan besar panjang gelombang
sinar-X antara 0,5 - 2,5 dalam satuan angstrom (Å) atau 10-10
m (Cullity,
1977). Pembentukkan sinar-X dapat diterangkan dengan baik menggunakan
teori atom yang dikemukakan oleh Bohr, yaitu sebuah elektron menempati
orbit yang jelas dan pasti dalam gerakannya mengelilingi inti atom (Akhadi,
2006).
15
Teori atom Bohr memudahkan perhitungan adanya garis dalam spektrum
unsur. Elektron bagian dalam orbit atom akan menyerap energi dari luar
apabila dipanaskan, serta akan kehilangan energi dan kembali ke orbit semula
apabila didinginkan. Sinar-X terbentuk melalui proses elektron atom yang
berada pada kulit K terionisasi sehingga tereksitasi. Kekosongan kulit K
segera diisi oleh elektron dari kulit di luarnya. Jika kekosongan pada kulit K
diisi oleh elektron dari kulit L, maka akan dipancarkan sinar-X karakteristik
Kα. Jika kekosongan itu diisi oleh elektron dari kulit M, maka akan
dipancarkan sinar-X karakteristik Kβ. Oleh sebab itu, apabila spektrum sinar-
X dari suatu atom berelektron banyak diamati, maka akan terlihat pula garis-
garis tajam berintensitas tinggi yang dihasilkan oleh transisi Kα, Kβ dan
seterusnya. Jadi sinar-X karakteristik timbul karena adanya transisi elektron
dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Proses terbentuknya sinar-X (Akhadi, 2006).
Pada Difraksi sinar-X terdapat dua macam spektrum, yaitu spektrum yang
lebar untuk spektrum bremsstrahlung dan dua buah atau lebih garis tajam
untuk sinar-X karakteristik seperti pada Gambar 2.6.
16
Gambar 2.6. Spektrum energi sinar-X (Azhienbl, 2012)
Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang atom paralel a dan a1 yang
dipisahkan oleh jarak d pada Gambar 2.7. Dua berkas sinar-X i1 dan i2
bersifat paralel, monokromatik, dan koheren dengan panjang gelombang λ
datang dengan sudut θ. Jika kedua berkas sinar tersebut berturut-turut
terdifraksi oleh M dan N menjadi i1’ dan i2’ yang masing-masing membentuk
sudut θ terhadap bidang dan bersifat paralel, monokromatik dan koheren,
perbedaan panjang antara i1 – M – i1’ dengan i2 – N – i2’ adalah sama dengan
n kali panjang gelombang, maka persamaan difraksi dapat dituliskan sebagai
berikut:
n λ = ON + NP atau
n λ = d sin θ + d sin θ = 2 d sin θ (2.7)
Inte
nsita
s
Panjang gelombang
17
Gambar 2.7. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang (Cullity, 1977).
Persamaan (2.8) lebih dikenal dengan Hukum Bragg (Cullity, 1977), yaitu:= (2.8)
dimana:
= panjang gelombang sinar-X (Cu=1,5418 Å)
= sudut difraksi yang menggambarkan posisi puncak (º)
= jarak antara bidang (nm).
Sedangkan untuk mengetahui ukuran kristal yang terbentuk, dihitung
berdasarkan hukum Scherrer (Cullity, 1977), yaitu:= (2.9)
dimana:
L = ukuran kristal
K = tetapan Scherrer (biasanya 0,9)
= panjang gelombang (Å)
= FWHM (Full Width at Half Maximum) (rad)
= sudut Bragg (Monshi et al., 2012).
18
Difraksi sinar-X digunakan dalam sebuah penelitian untuk mengidentifikasi
tingkat kristalinitas suatu padatan dengan melakukan analisis sesuai dengan
tingkatankristalinitasnya. Fase suatu bahan berupa fasa murni dan fasa kristal
dapat ditentukan setelah diamati oleh XRD menggunakan difraktometer
serbuk (Nopianingsih, 2015).
H. Analisis Luas Permukaan Spesifik Material
Analisis luas permukaan spesifik material dilakukan menggunakan alat berupa
Surface Area Analyzer (SAA) (Wogo et al., 2011). Luas permukaan diperoleh
dari adanya interaksi zat padat dengan zat yang mengelilinginya, seperti cairan
dan gas. Luas permukaan dapat dihasilkan dari ukuran kristal yang direduksi,
seperti proses penggerusan dan penghalusan yang baik akan menghasilkan
bahan berpori. Hal yang paling penting dalam menentukan ukuran luas
permukaan adalah gas molekul yang diserapnya. Luas permukaan diperoleh
dari analisis benda padat secara fisika dari gas yang diserap permukaan padat
dan dijumlahkan keseluruhan gas yang diserap bidang molekular pada
permukaan (Naderi, 2015).
Prinsip kerja SAA didasarkan pada siklus adsorpsi dan desorpsi isotermis gas
N2 oleh sampel berupa serbuk pada suhu N2 akan cair. Dengan cara sejumlah
volume gas nitrogen yang diketahui dimasukkan ke dalam tabung sampel,
maka sensor tekanan akan menghasilkan data tekanan proses yang bervariasi.
Data volume gas yang dimasukkan dengan jumlahnya telah diketahui dan
data hasil kenaikan tekanan dibuat ke dalam persamaan dalam teori BET
(Rosyid et al., 2012).
19
1 [−1]
Kemiringan = (c-1)/Vmc
Teori BET telah dikenalkan sejak tahun 1938 oleh Stephen Brunauer, Paul
Hugh Emmett, dan Edward Teller. Teori BET menjelaskan mengenai
fenomena adsorpsi molekul gas di permukaan zat padat (melekatnya molekul
gas pada permukaan zat padat). Banyaknya molekul gas yang diadsorpsi
tergantung dengan luas permukaan zat padatnya. Oleh karena itu teori BET
dapat digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu zat padat. Selain
itu, metode BET juga dapat digunakan untuk menentukan porositas suatu zat
padat yang berpori (Abdullah, 2009).
Teori BET dilandasi oleh beberapa hal, antara lain:
a) Molekul dapat teradsorpsi pada permukaan zat padat hingga beberapa
lapis. Teori ini lebih umum dari teori adsorpsi satu molekul dari Langmuir.
b) Dianggap juga tidak ada interaksi antar molekul gas yang teradsorpsi pada
permukaan zat padat.
c) Teori adsorpsi satu lapis dari Langmuir dapat diterapkan untuk masing-
masing lapis gas.
Hasil dari uji dapat menentukan nilai kemiringannya dengan membentuk
kurva seperti Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Tipikal kurva BET (Khairurrijal, 2009)
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desembar 2018 sampai Februari 2019
di Laboratorium Fisika Inti, Jurusan Kimia UGM, Jurusan Fisika UNP dan
Lab. kimia anorganik/kimia fisik jurusan Kimia FMIPA Universitas
Lampung.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Neraca digital
2. Batang magnet
3. Pipet makro
4. Spatula
5. Gelas beaker
6. Gelas petri
7. Oven
8. Lemari asam
9. Aluminium oil
10. Plastik wrapping
11. Mortar pestle
12. Tungku (furnace)
13. Crucible
14. Magnetic stirrer
15. Stopwatch
16. Kertas lakmus
17. Syiringe pump
18. XRD X’PERT powder
PANalytical diffractometers
19. SSA
21
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Tween 80 (C H O H)2. Air deioniza
3. Isopropil alkohol (C H OH)4. Asam klorida (HCL)
5. Titanium Isopropoksida (TTIP)
6. Asam fosfat (H PO )7. Asam asetat (CH COOH)
C. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini, langkah awal yang dilakukan adalah mensterilkan semua
gelas ukur, cawan petri, pengaduk dan penutup gelas dalam larutan HCl yang
dicampur air deionisasi dengan konsentrasi 10% dalam ember tertutup selama
± 8 jam. Kemudian angkat dan biarkan sampai kering dengan sendirinya
selama ± 12 jam. Dalam penelitian ini digunakan 5 sampel. Sampel dibuat
dengan variasi waktu penambahan doping fosfor. Pada sampel A penambahan
doping dilakukan dengan menggunakan mikropipet secara tetes demi tetes,
sedangkan pada sampel B, C, D, dan E penambahan doping fosfor dilakukan
dengan variasi waktu penambahan doping menggunakan pompa injeksi.
Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas beberapa tahap antara
lain sintesis TiO2, kalsinasi, uji karakterisasi sampel menggunakan XRD dan
uji luas permukaan. Adapun komposisi dan variasi waktu penambahan
doping pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1
22
Tabel 3.1. Variasi waktu penambahan doping fosfor pada setiap sampel
NamaSampel
Tween80 (g)
I-PrOH(mL)
TTIP(mL)
H3PO4
(mL)
Lajupenambahandoping (jam)
A 11 60 7 0,2 -
B 11 60 7 0,2 0,5
C 11 60 7 0,2 1,0
D 11 60 7 0,2 1,5
E 11 60 7 0,2 2,0
1. Sintesis P-doping TiO2
Sebelum mensintesis TiO2 semua bahan diukur massa dan volumenya.
Pada penelitian ini diperoleh 5 sampel yaitu sampel A, B, C, D dan E
menggunakan metode sol-gel. Sampel diperoleh melalui pencampuran
antara tween-80 yang berfungsi sebagai surfaktan, titanium isopropoksida
sebagai sumber titania, asam asetat untuk membantu pembentukan gel, dan
isopropyl alcohol sebagai pelarut yang direaksikan dengan larutan H3PO4
sebagai sumber doping fosfor. Tween-80 11 g dicampur dengan isopropyl
alcohol 60 mL di dalam sebuah gelas beker dan diaduk selama ± 15
menit. Setelah itu, ditambahkan asam asetat 2 mL kemudian diaduk
selama ± 15 menit dan dilanjutkan dengan pemberian TTIP 7 mL tetes
demi tetes (dropwise). Larutan ini terus diaduk selama ± 30 menit,
kemudian larutan tersebut (TiO2) ditambahkan doping berupa asam fosfat
(H PO ) 0,2 mL secara langsung tanpa menggunakan pompa injeksi
(sampel A), selanjutnya penambahan doping dengan variasi laju
penambahan 0,5 jam, 1 jam, 1,5 jam, dan 2 jam yang disebut sebagai
sampel B, C, D, dan E. Pengadukan dilanjutkan selama 24 jam sehingga
23
semua bahan homogen kemudian dilakukan pengeringan menggunakan
oven pada suhu ± 80°C selama 24 jam.
2. Kalsinasi
Kalsinasi dilakukan untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dibutuhkan
dalam bubuk P-doping TiO2. Kalsinasi dilakukan menggunakan furnace
nabertherm yang dilengkapi dengan pengaturan suhu otomatis dengan
sistem digital. Semua sampel dimasukkan ke dalam furnace dengan
terlebih dahulu menyusun setiap sampel. Pengaturan suhu diawali dari
suhu kamar 30ºC ke 250ºC selama 1 jam kemudian pada suhu 250ºC
ditahan selama 2 jam, dilanjutkan penambahan suhu dari 250ºC ke 450ºC
selama 1 jam kemudian pada suhu 450ºC ditahan selama 5 jam. Selesai
proses kalsinasi bahan dikeluarkan dari alat dan dipindahkan ke dalam
mortal untuk digerus hingga menghasilkan serbuk halus berwarna putih
dan siap ke tahapan selanjutnya yaitu karakterisasi.
3. Karakterisasi P-doping TiO2
Karakterisasi merupakan tahap yang digunakan untuk mengetahui sifat
fisik dan kimia dari sampel hasil preparasi. Pada penelitian ini sampel
dikarakterisasi menggunakan XRD dan SSA.
a. Identifikasi Struktur dan Fasa Kristal
Identifikasi fasa dan struktur TiO2 dilakukan dengan teknik difaksi
sinar-X (XRD) menggunakan X’PERT powder PANalytical
diffractometers seperti terlihat pada Gambar 3.1.
24
Gambar 3.1. X’PERT powder PANalytical diffractometers (Sari, 2017).
Setelah pengujian selesai diperoleh data hasil difraksi dalam bentuk soft
data dan diolah dengan menggunakan software PCPDFWIN untuk
melihat fasa yang terbentuk dalam sampel. Selanjutnya, penghalusan
data dilakukan menggunakan perangkat lunak Rietica dengan metode
Rietveld. Tingkat kristalinitas partikel TiO2 dilakukan dengan
membandingkan intensitas dan pelebaran puncak difraksi dari sampel
dengan menggunakan persamaan Scherrer (Cullity, 1978).
Karakterisasi XRD ini dilakukan pada sampel A, C, dan E. Faktor-
faktor yang menentukan dalam melakukan pencocokan antara data hasil
penelitian dengan data hasil perhitungan, diantaranya:
Profil ( Rp ) Rp= | |(3.1)
Intensitas pengamatan pada setiap pola difraksi disimbolkan dengan
dan intensitas perhitungan pada setiap pola difraksi disimbolkan
.
25
Weighted Profil (Rwp)
= Σ | − |Σ
/ (3.2)Dimana w adalah weight/bobot pada setiap pengamatan.
Bragg ( )= Σ| − |
Σ(3.3)
Dimana merupakan intensitas pengamatan terintegrasi refleksi k
dihitung pada akhir refinement setelah pembagian setiap antara
puncak kontribusi (dan latar belakang saat refinement) sesuai dengan
intensitas hasil perhitungan .
Expected ( )= N − PΣ / (3.4)
Dimana N adalah jumlah pengamatan (yaitu jumlah total ketika
refinement latar belakang) dan P adalah jumlah parameter yang
disesuaikan.
Goodnes of Fit ( )= Σ ( − )N − P = (3.5)
Dalam melakukan penghalusan difraktogram ini, menggunakan
metode Rietveld ini perlu diperhatikan nilai GoF (Goodness of Fit).
Huot and Černý (2016) mengatakan bahwa indikator yang baik
26
adalah GoF. Jika nilai GoF > 1 model struktural atau pemodelan
profil harus tetap ditingkatkan, tetapi nilai GoF < 2 ini sudah
memuaskan. Nilai GoF yang disimbolkan dengan 2 ≤ 4 pun sudah
dapat diterima (Kisi, 1994).
b. Analisis luas permukaan spesifik material
Analisis luas permukaan spesifik material dilakukan menggunakan alat
berupa SAA (Surface Area Analyzer). Luas permukaan diperoleh dari
adanya interaksi zat padat dengan zat yang mengelilinginya, seperti cairan
dan gas. Luas permukaan dapat dihasilkan dari ukuran kristal yang
direduksi, seperti proses penggerusan dan penghalusan yang baik akan
menghasilkan bahan berpori. Hal yang paling penting dalam
menentukan ukuran luas permukaan adalah gas molekul yang
diserapnya. Luas permukaan diperoleh dari analisis benda padat secara
fisika dari gas yang diserap permukaan padat dan dijumlahkan
keseluruhan gas yang diserap bidang molekular pada permukaan
(Naderi, 2015).
Uji luas permukaan material dilakukan pada sampel A, B, C, D, dan E.
Prinsip kerja SAA didasarkan pada siklus adsorpsi dan desorpsi
isotermis gas N2 oleh sampel berupa serbuk pada suhu N2 akan cair.
Dengan cara sejumlah volume gas nitrogen yang diketahui dimasukkan
ke dalam tabung sampel, maka sensor tekanan akan menghasilkan data
tekanan proses yang bervariasi. Data volume gas yang dimasukkan
dengan jumlahnya telah diketahui dan data hasil kenaikan tekanan
dibuat ke dalam persamaan dalam teori BET (Rosyid et al., 2012).
27
Teori BET telah dikenalkan sejak tahun 1938 oleh Stephen Brunauer,
Paul Hugh Emmett, dan Edward Teller. Teori BET menjelaskan
mengenai fenomena adsorpsi molekul gas di permukaan zat padat
(melekatnya molekul gas pada permukaan zat padat). Banyaknya
molekul gas yang diadsorpsi tergantung dengan luas permukaan zat
padatnya. Oleh karena itu teori BET dapat digunakan untuk
menentukan luas permukaan suatu zat padat. Selain itu, metode BET
juga dapat digunakan untuk menentukan porositas suatu zat padat yang
berpori (Abdullah, 2009).
Teori BET dilandasi oleh beberapa hal, antara lain:
a. Molekul dapat teradsorpsi pada permukaan zat padat hingga
beberapa lapis. Teori ini lebih umum dari teori adsorpsi satu molekul
dari Langmuir.
b. Dianggap juga tidak ada interaksi antar molekul gas yang teradsorpsi
pada permukaan zat padat.
c. Teori adsorpsi satu lapis dari Langmuir dapat diterapkan untuk
masing-masing lapis gas.
Berikut merupakan alat yang digunakan untuk analisis permukaan
sebuah sampel, yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.
28
Gambar 3.2. Alat analisis luas permukaan spesifik (Aneka kimia, 2011)
SAA metode BET dapat digunakan untuk melakukan pengukuran luas
permukaan, volume pori, dan rata-rata diameter pori zeolit sintesis dari
abu terbang batu bara (Zakaria et al., 2012).
Karakterisasi menggunakan alat SAA metode BET telah dilakukan
untuk menentukan luas permukaan zat padat. Dari hasil pengamatan
diketahui bahwa semakin meningkat total ukuran pori, maka luas
permukaannya juga akan meningkat. Luas permukaan juga dipengaruhi
suhu, yaitu ketika sampel diperlakukan proses hidrotermal selama 6 jam
yang menyebabkan bahan semakin mengkristal, sehingga volume pori
akan meningkat dan luas permukaannya akan semakin meningkat pula.
Kalsinasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besar luas
permukaan. Kalsinasi yang sempurna akan meninggalkan pori yang
terbuka sehingga luas permukaannya meningkat (Warsito et al., 2008).
Tampilan sistem
RTD
Sampel 1,2, 3 dan 4
Pemutar otomatis
RS 232 Port
Vacum
Lapisanpemanas
Pengatursuhu degas
Status dan tampilan
Tombol seleksianalisis
29
D. Diagram Alir
Penelitian ini diawali dengan tahap sintesis nanotitania terdoping sulfur
menggunakan metode sol gel. Kemudian dilanjutkan dengan kalsinasi dan
analisa data. Skema dari penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Diagram alir sintesis P-doping TiO2
Tween-80 11 gr + Isopropilalkohol 60 mL
- Diaduk selama ± 15 menit- Ditambahkan TTIP 15 mL,
diaduk selama ± 30 menit- Ditambahkan H3PO4 0,2 ml
dengan variasi laju 0,5; 1; 1,5;2 jam, diaduk selama 24 jam
Gel P-doping TiO2
Serbuk P-TiO2
Hasil
- Dikeringkan pada suhu ± 80ºCdalam oven selama ± 24 jam
Gel kering P-doping TiO2
- Digerus selama ± 30 menit- Dikalsinasi- Digerus selama ± 30 menit
- alsinasi
dengan
pengatur
- Karakterisasi struktur kristaldan uji luas permukaan
- alsinasi
dengan
peng
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh laju penambahan doping terhadap struktur kristal yang
diperoleh dari sampel TiO2 adalah anatase. Pada sampel C yaitu laju
penambahan doping selama 1 jam, diperoleh ukuran partikel paling kecil
± 9,25 nm. Pada proses akhir penghalusan pada difraksi sampel TiO2
menghasilkan nilai χ² yaitu sebesar 1,453.
2. Semakin kecil ukuran kristalit pada setiap fasa menghasilkan luas
permukaan spesifik yang semakin besar, luas permukaan spesifik terbesar
yaitu pada sampel C, dengan laju penambahan doping 0,2 ml/1 jam yaitu
sebesar 99,7 m2/g.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, untuk penelitian selanjutnya dapat
menggunakan metode lain dalam menyintesis nanotitania, serta dapat
dilakukan karakterisasi TEM untuk mendukung hasil ukuran partikel XRD.
45
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. dan Khairurrijal. 2009. Review: Karakterisasi Nanomaterial. JurnalNanosains dan Nanoteknologi. Vol. 2. No. 1. p. 1-9.
Afrozi, A. S. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Katalis Nanokomposit BerbasisTitania untuk Produksi Hidrogen dari Gliserol dan Air. Tesis. Jakarta:Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. p. 31.
Akhadi, M. 2006. Analisis Unsur Kelumit Melalui Pancaran Sinar-XKarakteristik. Buletin Alara. Vol. 8. No. 1. p. 11-19.
Alagarasi, A. 2011. Introduction to nanomaterials. National Centre for Catalysis166 Research (NCCR) internal bulletin (Unpublished). Chennai, India.Available online at: http://www.nccr.iitm.ac.in/2011.pdf
Alleman E., Gurny R., and Doelker, E. 1993. Drug-loaded Nanoparticles-Preparation Methods and Drug Targeting Issues. European Journal ofPharmaceutics and Biopharmaceutics. Vol. 39. p. 173-191.
Alphonse., Pierre., Varghese., Aneesha., Tendero., and Claire. 2010. StableHydrosols for TiO2 Coatings. Journal of Sol-Gel Science and Technology.Vol. 56. p. 250-263. ISSN 0928-0707.
Azhienbl. 2012. http://azhienbl.blogspot.com/2012/03/sinar-x-dalam-fisika.html,12 Januari 2019, 21:14.
Carp, O., Huisman, C. L., and Reller, A. 2004. Photoinduced Reactivity ofTitanium Dioxide. Progress in Solid State Chemistry. No. 32. p. 33-177.
Cho, S. I., Chung, C. H., and Moo, S. H. 2001. Temperatur ProgrammedDesorption Study on the Decomposition Mechanism of Ti(OC3H7)4 onSi(100). Journal of Electrochemical Society. Vol. 148. p. 599.
Cullity B. D. 1977. Element of X-Ray Diffraction Second Edition. California:Addison-Wesley Publishing Company, Inc. p. 3, 4, 82.
Djerdj, I. and Tonejc, A. M. 2006. Structural Investigation of NanocrystalllineTiO2 Samples. Journal of Alloys and Compounds, 413. p. 159-174.
46
El Tamiz. 2008. https://eltamiz.com/wp-content/uploads.2008/03/fosforo-blanco-P4.jpg, 11 Januari 2019, 20:27.
Enggrit, D. E. 2011. Preparasi Nanopartikel Titania Menggunakan AsetonBeramonia sebagai Media Reaksi serta Hasil Karakterisasinya. Tesis.Universitas Indonesia. Depok. p. 6.
Ferdiansyah, A. H. 2009. Aplikasi Lapisan Tipis Titanium Dioksida (TiO2)sebagai Agen Pembersih Mandiri pada Panel Kaca Bangunan. TeknikMetalurgi dan Material. Universitas Indonesia. Depok.
Fitriana, F. N. 2014. Sintesis Dan Karakterisasi Superkapasitor BerbasisNanokomposit TiO2 /C. Skripsi. Malang. Universitas Negeri Malang. p. 10.
Fujishima, A, K., Hashimoto, T., and Watanabe., 1999. TiO2 PhotocatalysisFundamentals and Aplications. Books. BKC inc. Japan. p. 176.
Goresy, A. I., Chen, M., Dubrovinsky, L., Gillet, P and Graup, G. 2001. AnUltradense Polymorph of Rutile with Seven Coordinated Titanium from RiesCrater. Science. No. 293. p. 1467-1470.
Guan, Z. S., Zhang, X. T., Ma, Y., Cao, Y. A. and Yao, J. N. 2001. PhotocatalyticActivity of TiO2 Prepared at Low Temperature by A Photo-Assisted Sol-GelMethod. Journal of Materials Research. Vol. 16. p. 907–909.
Hadyana, P. A. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka. p. 359.
Hanaor, Dorian, A. H., Sorrell, and Charles, C. 2011. Review of the anatase torutile phase transformation. Journal of Materials Science. Vol. 46. No. 4. p.855–874.
Handini, T., Indrati, Y. T., dan Purwoto. 2011. Penentuan Konstanta KecepatanKalsinasi Itrium Hidroksida Menjadi Itrium Oksida. Prosiding SeminarPenelitian dan Pengelolaan Perangkat Nuklir. ISNN 1410 – 8178.
Hosokawa, M., Nishino, K., Yokoyama, T. 2007. Nanoparticle TechnologyHandbook. Elsevier B.V: Oxford.
Howard, C. J., Sabine, T. M., and Dicson, F. 1991. Structure and TermalParameter for Rutile and Anatase. Acta Crystallographica. 4B. p. 462-468.
Hsieh, C.S., Zhu, H., Wei, T. Y., Chung, Z. J., Yang, W. D., and Ling, Y. H.2008. Applying the Experimental Statistical Method to Deal the PreparatoryConditions of Nanometric-sized TiO2 Powders from a Two-emulsion Process.Journal of the European Ceramic Society. Vol. 28. p. 1177–1183.
Huot, J., and Černý, R. 2016. Neutron Powder Diffraction. Neutron Scattering andOther Nuclear Techniques for Hydrogen in Materials. Neutron Scattering
47
Applications and Techniques. Springer International Publishing Switzerland,Iss. Chapter 3, p. 31-89.
James, S. R. 1988. The 22nd Edition of the Manual of Mineral Science. New YorkCity: John Wiley & Sons, 641 P.
Kisi, E. H. 1994. Rietveld Analysis of Power Diffraction Pattern. Material Forum.p. 135-153.
Khairurrijal. 2009. https://www.researchgate.net/2009/02/26844441_KarakterisasiNanomaterial, 14 Februari 2019, 21:13.
Lu, C. H., Wu, W. H. and Kale, R. B. 2008. Microemulsion-MediatedHydrothermal Synthesis of Photocatalytic TiO2 Powders. Journal ofHazardous Materials. Vol.154. p. 649–654.
Monshi, A., Foroughi, M. R., and Monshi, M. R. 2012. Modified ScherrerEquation to Estimate More Accurately Nano-Crystallite Size Using XRD.World Journal of Nano Science and Engineering. p. 154-160.
Nabok, A. 2000. Organic and Inorganic Nanostructures. Nanotecnology Series.Artech House.
Naderi, M. 2015. Surface Area: Brunauer-Emmett-Teller (BET). London.Elsevier. p. 586, 590.
Nopianingsih, N. N. S., Sudiarta, I. W., and Sulihingtyas, W. D. 2015. SintesisSilika Gel Terimobilisasi Difenilkabazon dari Abu Sekam Padi MelaluiTeknik Sol Gel. Jurnal Kimia 9. Vol. 2. p. 226-234.
Nolze, G and Kraus, W. 1999. Sofware Power Cell for Windows Versi 2.3Federal Institute for material Research and testing Berlin. Germany.
Ollis, D. F., Al-Ekabi. 1993. Photocatalytic Purification and Treatment of Waterand Air. Amsterdam. Elsevier. p. 321-335.
Palmisano. 2007. Optical Properties of TiO2 Suspensions: Influence of pH andPowder Concentration on Mean Particle Size. Journal of Industrial andEngineering Chemistry. Vol. 46. p. 7620-7626.
Parida, K. M. and Naik, B. 2009. Synthesis of Mesoporous TiO2 Spheres byTemplate Free Homogeneous Coprecipitation Method and TheirPhotocatalytic Activity under Visible Light Illumination. Journal of Colloidand Interface Science. Vol. 333. p. 269–276.
Prasetyowati, R. 2012. Sel Surya Berbasis Titania sebagai Sumber Energi ListrikAlternatif. Universitas Negeri yogyakarta. Yogyakarta.
48
Putri, K. C. 2017. Karakterisasi Dan Uji Absorbansi Nanotitania Dengan DopingFosfor (P) Terhadap Fenol. Tesis. Lampung. Universitas Lampung.
Reyes, C. D., Rodriguez, G. G., Espinosa, M. E. P., Cab, C., Coss, R. D andOskam, G. 2008. Phase-pure TiO2 Nanoparticles : Anatase, Brookite andRutile. Nanotecnology. Vol.19. p. 10-20.
Rilda, Y., Abdi, D., Syukri, A., Admin A., and Baharuddin, S. 2010. Efek DopingNi (II) pada Aktifitas Fotokatalitik dari TiO2 untuk Inhibisi BakteriPatogenik. Universitas Andalas. Padang. Makara Sains. Vol. 14 No. 1. p. 7-14.
Rosyid, M., Nawangsih, E., and Dewita. 2012. Perbaikan Surface Area AnalyzerNOVA-1000 (Alat Penganalisis Luas Permukaan Serbuk). Prosiding SeminarPenelitian dan Pengelolaan Perangkat Nuklir.
Saito, Taro. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Iwanami Shoten. Tokyo.
Sasikumara, C., Raoa, D. S., Srikantha. S., Ravikumarb, B., Mukhopadhyayc, N.,and Mehrotrab., 2004. Effect of Mechanical Activation on the Kinetics ofSulfuric Acid Leaching of Beach Sand Ilmenite from Orissa, India.Hydrometallurgy Journal. Vol. 75. p. 189-204.
Sari, L. M. 2017. Sintesis dan Karakterisasi Nanotitania yang didoping Fluormenggunakan Metode Sol-Gel. Tesis. Lampung. Universitas Lampung.
Saxton, J. 2007. Nanotecnology: The Future is Cooming Sooner than You Think.Economic Committe United States Congress. p. 1-4.
Setiawati, T. S., Amalia I. S., Sulistioso G. S., dan Wisnu A. A. 2006. SintesisLapisan Tipis TiO2 dan Analisis Sifat Fotokatalisnya. Jurnal Sains MaterialIndonesia. Edisi Khusus. p. 141-146.
Skadan, G. and Singhal, A. 2006. Perpectives on the Science and Technology ofNanoparticle Sinthesis. Nanomaterials Handbook. Taylor and Francis Group.p. 11.
Sunarno dan Yenti, R. 2013. Pembuatan Zeolit Sintesis dan Aplikasinya sebagaiKatalis pada Cracking Cangkang Sawit Menjadi Bio – Oil. JurnalTeknobiologi. p. 35 – 39.
Susilowati, P. 2017. Jurnal Kimia Dasar. Vol. 6. No. 1. p. 67-68.
Thomas, C., and Zhou, G. 1992. Crystallography in modern Chemistry. AWilleyInterscience. Publication. p.1-12.
49
Tursiloadi, S., Juliana, A. T., and Kresnadi, H. 1997. Pembuatan Material SistemAl2O3 – SiO2 Sebagai Bahan Penyangga Katalisator dengan Metoda Sol –Gel. Prosiding Pertemuan Ilmiah Sains Materi 1997.
Warsito, S., Sriatun, and Taslimah. 2008. Pengaruh Penambahan SurfaktanCetyltrimethylammonium bromide (n-CTMABr) pada Sintesis Zeolit-Y.Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Willems and Wildenberg V. D. 2005. Roadmap Report on Nanoparticle.Barcelona, Spain: W and W Españas.
Yuwono, A. H. 2010. Teknik Sintesis Bottom-Up: Fabrikasi Nanopartikel OksidaInorganik dengan Proses Sol-Gel dan Surfactant Templating, In WorkshopMNI. Departement Metalurgi dan Material. Universitas Indonesia.
Zakaria, A., Rohaeti, E., Batubara, I., Sutisna., dan Purwamargapratala, Y. 2012.Adsorpsi Cu(II) Menggunakan Zeolit Sintesisi dari Abu Terbang Batu Bara.Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmuwan Pengetahuan dan Teknologi Bahan2012.