uas audit sektor publik
DESCRIPTION
Uas Audit Sektor PublikTRANSCRIPT
AUDIT SEKTOR PUBLIK SEBAGAI
UPAYA MEMAKSIMALKAN KINERJA PEMERINTAH
Diajukan sebagai salah satu syarat pemenuhan ujian akhir semester
Mata Kuliah Audit Sektor Publik
Oleh:
Amilya Putri Rahmadanti (126020317011015)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2014
AUDIT SEKTOR PUBLIK SEBAGAI
UPAYA MEMAKSIMALKAN KINERJA PEMERINTAH
Dalam pemerintahan Reformasi dan Otonomi Daerah mulai ada perhatian
yang besar terhadap penilaian kelayakan praktik manajemen pemerintahan yang
mencakup perlunya dilakukan perbaikan sistem akuntansi manajemen, sistem
akuntansi keuangan, perencanaan keuangan dan pembangunan, sistem
pengwasaan dan pemeriksaan (Mardiasmo 2009). Tuntutan yang lebih besar dari
masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh lembaga-
lembaga sektor publik. Organisasi sektor publik saat ini tengah menghadapi tekanan
untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial, serta dampak
negatif atas aktivitas yang dilakukan. Perkembangan paradigma kepemerintahan di
berbagai negara yang bergeser dan berproses dari ruling government menuju ke
arah governance dan penciptaan administrasi pemerintah yang berhasil guna,
berdaya guna, dan berkeadilan telah membuka kesadaran bagi setiap orang,
terutama aparat pemerintah untuk senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya,
dengan memberikan pelayanan yang terbaik, secara transparan dan
berakuntabilitas.
Domain publik sendiri memiliki wilayah yang luas dan kompleks dibandingkan
dengan sektor swasta. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkana luasnya
jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, akan tetapi juga karena
kompleksnya lingkungan yang mempengarauhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Secara kelembagaan, domain publik antara lain: badan-badan pemerintah
(pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara
(BUMN dan BUMD), yayasan, organisasi politik dan organisasi massa, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), universitas, dan organisasi nirlaba lainnya. Sektor
publik dilihat dari variabel lingkungan dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya
ekonomi semata, akan tetapi faktor politik, sosial, budaya, dan historis yang memilki
pengaruh yang signifikan. Sektor publik itu tidak seragam atau heterogen adanya.
Sektor publik sendiri memiliki pengertian yang beragam sebagai suatu
konsekuensi dari luasnya wilayah sektor publik, setiap disiplin ilmu (ekonomi,
hukum, politik dan sosial) mempunyai pemahaman dan definisi yang berbeda-beda.
Organisasi sektor publik bergerak dalam lingkungan yang sangat kompleks dan
turbulence. Menurut Mardiasmo, dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik (2009:3)
mengatakan bahwa komponen lingkungan yang mempengaruhi organisasi sektor
publik meliputi faktor ekonomi, politik, kultur, dan demografi. Pengaruh yang begitu
banyak inilah yang menyebabkan sektor publik itu bergerak secara dinamis.
Perbedaan sifat dan karekteristik yang tampak antara sektor publik dan sektor
swasta:
Tabel 1
Perbedaan Sifat dan Karakteristik Organisasi Sektor Publik
Perbedaaan Sektor Publik Sektor Swasta
Tujuan Organisasi Nonprofit motive Profit motive
Sumber pendanaan
Pajak, retribusi, utang, obligasi
pemerintah, laba BUMN/BUMD,
penjualan aset, dsb
Pembiayaan internal:
Modal sendiri
Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban kepada
masyarakat (publik) dan
(DPR/DPRD)
Pertanggungjawaban
kepada pemegang
saham dan kreditor
Strukur Organisasi Birokratis, kaku, dan hierarkisFleksibel: datar, piramid,
fungsional, dsb.
Karakteristik
AnggaranTerbuka untuk publik Tertutup untuk publik
Sumber : Mardiasmo (2009)
Broadbent dan Guthrie (1992) memberikan kerangka identifikasi sektor publik
dari dua karakteristik, yaitu aktivitasnya dan kepemilikannya. Ditinjau dari
karakteristik aktivitas, sektor publik terdiri dari:
Aktivitas-aktivitas yang didanai oleh pemerintah dari hasil pungutan pajak
(termasuk hutang yang kemudian dilunasi dengan menggunakan pajak).
Aktivitas-aktivitas penyediaan layanan yang bersifat monopolistik yang
dipandang sebagai bagian dari infrastruktur masyarakat yang pendanaannya
sebagian disediakan oleh pemerintah.
Berbagai permasalahan yang terjadi dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan menjadi awal munculnya pendapat terkait diperlukannya audit pada
kinerja sektor publik. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi pemerintah
Indonesia sekarang ini adalah masalah korupsi. Berdasarkan survey terkait tingkat
korupsi yang dilakukan Transparency International dalam Corruption Perceptions
Index (2012), Indonesia menempati peringkat 118 dari 174 negara di dunia. Hasil
survey tersebut menunjukan tingginya tingkat korupsi di Indonesia. Latar belakang
inilah yang menyadarkan masyarakat terkait pentingnya audit pada sektor publik.
Pengertian audit sektor publik menurut Indra Bastian (2007) merupakan jasa
penyelidikan bagi masyarakat atas organisasi publik dan politikus yang sudah
mereka danai. Sedangkan pengertian audit sektor publik menurut I Gusti Agung Rai
(2008) yaitu kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang menyediakan pelayanan
dan penyediaan barang yang pembiayaannya berasal dari penerimaan pajak dan
penerimaan negara lainnya dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi
yang ditemukan dengan kriteria yang ditetapkan.
Dalam level teknis audit sektor publik sama dengan jenis audit lainnya.
Beberapa teknik audit sektor publik relatif kurang berkembang dibandingkan dengan
audit sektor swasta, contohnya teknik perencanaan dan sampel statistik. Namun,
tekanan untuk berubah telah membuat auditor sektor publik mengimbangi dan
kadang mengungguli sektor swasta. Di lain pihak, sektor publik mempunyai sejarah
yang panjang dalam pembangunan nasional, misalnya peranan auditor dalam
mendeteksi adanya kecurangan (audit investigasi).
Perbedaan yang paling mendasar antara audit sektor publik dan swasta
adalah pertimbangan kebijakan politik. Dalam akhir proses audit, khususnya dalam
audit keuangan, auditor akan menggunakan objektivitas terbaiknya dan rekomendasi
secara menyeluruh. Auditor yang kurang berpengalaman dalam sektor publik
biasanya memberikan rekomendasi yang kontroversial seperti meningkatkan harga
untuk mengimbangi kenaikan beban. Hal yang penting untuk membedakan audit
sektor publik dan swasta adalah perbedaan kepentingan antara kebijakan politik dan
rasional ekonomi, kebijakan politik biasanya diprioritaskan dalam sektor publik
setidaknya dalam jangka pendek.
Audit pada sektor swasta lebih ditentukan oleh interaksi antara pemilik
perusahaan dan manajemen perusahaan yang banyak ditentukan oleh kontrak-
kontrak yang terjadi di antara mereka. Sebaliknya, pada sektor publik interaksi
antara pemilik, dalam hal ini masyarakat yang diwakili oleh legislatif, dengan
manajemen sektor publik (pemerintah) diatur dengan jelas pada berbagai peraturan
perundang-undangan. Audit sektor publik juga sangat dipengaruhi oleh peraturan
perundang-undangan. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut terutama
mengatur hal-hal yang harus diaudit dan yang harus dilaporkan dalam laporan audit.
Oleh karena itu, audit sektor publik sangat menekankan aspek ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Juga, laporan audit sektor publik
menyediakan informasi lebih banyak daripada laporan audit pada sektor swasta. Hal
ini pada gilirannya akan menyebabkan lebih luasnya tanggung jawab auditor sektor
publik dibandingkan dengan rekan mereka pada sektor swasta.
Tabel 2
Perbedaan Antara Audit Sektor Privat dan Audit Sektor Publik di Indonesia
Uraian Audit Sektor Privat Audit Sektor Publik
Pelaksanaan auditKantor Akuntan Publik
(KAP)
Lembaga audit pemerintah dan
juga KAP yang ditunjuk oleh
lembaga audit pemerintah
Objek AuditPerusahaan/ entitas
swasta
Entitas, program, kegiatan, dan
fungsi yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan
negara, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
Standar audit yang
digunakan
Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP)
yang dikeluarkan oleh
IAI
Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) yang dikeluarkan
oleh BPK
Kepatuhan terhadap
peraturan
Tidak terlalu dominan
dalam audit
Merupakan faktor dominan
karena kegiatan di sektor publik
sangat dipengaruhi oleh
perundang-undanganperaturan dan perundang-
undangan
Untuk mengetahui kinerja organisasi maka setiap organisasi harus memiliki
kriteria keberhasilan berupa target-target tertentu yang hendak dicapai, dimana
tingkat pencapaian atas target tersebut didasarkan pada suatu konsep tertentu yang
sudah teruji validitasnya dalam melakukan pengukuran kinerja suatu organisasi.
Pengukuran kinerja organisasi publik merupakan suatu alat perencanaan dan sistem
pengendalian manajemen yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran
kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran
kinerja sektor publik dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran
kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan
sasaran program unit kerja. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk
pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja
sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan
memperbaiki komunikasi pelanggan.
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan
manajer dalam pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas disini bukan sekedar
kemampuan menunjukkan uang publik dibelanjakan, akan tetapi juga meliputi
kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara
ekonomies, efisien, dan efektif. Beberapa pendapat juga menyatakan bahwa
pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam organisasi
(Whitakker dan Simons dalam BPKP, 2000). Jadi pengukuran kinerja dapat
disimpulkan sebagai suatu metode atau alat yang digunakan untuk menilai
pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana strategis sehingga dapat
diketahui kemajuan organisasi serta untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas.
Teague dan Eilon (1973) dalam Wilson (2000:127), mengemukakan bahwa
menurut pandangan tradisional, pengukuran kinerja memiliki tiga tujuan penting
yaitu: menjamin pencapaian tujuan atau sasaran, mengevaluasi, mengendalikan dan
meningkatkan prosedur dan proses, serta untuk membandingkan dan menilai kinerja
organisasi, tim dan individu yang berbeda. Menurut Mahmudi (2007), tujuan
dilakukannya pengukuran kinerja organisasi sektor publik adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
pemberian reward dan punishment
5. Memotivasi pegawai
6. Menciptakan akuntabilitas publik
Kebanyakan organisasi swasta menggunakan laba sebagai ukuran
kinerjanya. Namun tidak demikian dengan organisasi publik, karena laba bukanlah
merupakan tujuan utama, namun organisasi lebih memusatkan perhatian pada
peningkatan pencapaian kesejahteraan rakyat. Disamping itu, output organisasi
publik umumnya bersifat intangible dan indirect, atau menurut Mardiasmo (2004),
karena sifat multidimensional kinerja organisasi sektor publik, maka tidak ada
indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara
komprehensif. Artinya ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja
organisasi sektor publik, perlu dikembangkan ukuran kinerja yang bersifat
nonfinansial.
Menurut Mulyadi dan Setyawan (1999), ukuran keuangan tidak dapat
menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menjadi
pedoman bagi suatu organisasi kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi
jangka pendek. Sehingga dalam mengukur kinerja sektor publik tidak cukup hanya
melakukan analisis kuantitatif tetapi juga dengan melakukan analisis kulitatif (Bourn,
2007). Beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah seringkali tidak
berorientasi kepada keuntungan, melainkan kesejahteraan masyarakat (contohnya:
pembangunan jembatan, waduk, irigasi, dsb). Apabila dilihat dari tujuan dan sumber
pendanaannya maka terdapat 2 tipe organisasi sektor publik (Mahsun, 2009) yaitu:
1. Pure non profit organization, tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau
menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk melayani dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini
berasal dari pajak, retribusi, dan pemenerimaan pemerintah lainnya.
2. Quasi non profit organization, tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau
menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk melayani dan
memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi ini berasal
dari investor pemerintah/swasta dan kreditor.
Ukuran kinerja digunakan oleh pihak legislatif untuk menentukan kelayakan
biaya pelayanan (cost of service) yang akan dibebankan kepada masyarakat
pengguna jasa publik. Sehingga pemerintah mempunyai kewajiban untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik atau memberikan banyak
pelayanan dengan biaya murah (do more with less). Masyarakat tentu tidak ingin
terus menerus ditarik pungutan, namun tidak ada peningkatan kualitas pelayanan
yang mereka terima. Dengan memiliki pemahaman yang memadai tentang ukuran-
ukuran kinerja yang khas berlaku di sektor public, auditor akan dapat mengevaluasi
kinerja yang dilakukan pemerintah secara tepat dan informasi yang dihasilkan akan
benar-benar bermanfaat bagi pengambilan keputusan pemerintah serta sebagai alat
pengawasan dari masyarakat luas. Sistem pengukuran kinerja finansial organisasi
publik juga ini lebih dirancang untuk memenuhi kebutuhan shareholders, daripada
untuk menyediakan informasi dalam membantu pengelolaan suatu organisasi.
Suatu sistem pengukuran kinerja organisasi publik yang harus dapat
meningkatkan perhatian dan kesejajaran, mempermudah komunikasi, dan
menyiapkan suatu visi yang jauh ke depan (a forward-looking vision), sehingga
semua orang dapat termotivasi untuk mengubah perilaku mereka agar sejalan
dengan tujuan organisasi publik. Suatu sistem pengukuran yang baik haruslah
menyeluruh atau komprehensif, termasuk pengukuran-pengukuran penting dari
seluruh bidang operasional maupun dari semua jenis pengukuran. Sistem tersebut
juga harus termasuk pengukuranpengukuran finansial maupun non finansial,
indikator-indikator dari hasil di masa lampau dan prediktor-prediktor dari kinerja di
masa datang, dan pengukuran-pengukuran yang mencakup faktor waktu, biaya dan
kualitas. Namun dewasa ini semua harapan terkait sistem pengukuran kinerja yang
ideal pada sektor publik masih menghadapi beberapa kendala. Mahsun (2009)
menyatakan beberapa kendala yang dihadapi dalam pengukuran kinerja organisasi
sektor publik, antara lain:
1. Tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba. Tujuan organisasi sektor
publik adalah peningkatan pelayanan publik dan penyediaan barang
publik.
2. Sifat output adalah kualitatif, intangible dan indirect. Output yang
dihasilkan dari kegiatan organisasi publik pada umumnya bersifat
kualitatif, tidak berwujud dan tidak langsung dirasakan pada saat itu
sehingga kinerja organisasi lebih sulit diukur.
3. Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung
(discretionary cost centre). Dalam konsep akuntansi
pertanggungjawaban, organisasi sektor publik merupakan sebuah
entitas yang harus diperlakukan sebagai pusat pertanggungjawaban
(responsibility centre). Sedangkan disisi lain karateristik input (biaya)
yang terjadi sebagian besar tidak dapat ditelusur secara langsung
dengan outputnya, sebagaimana sifat biaya kebijakan (discretionary
cost). Hal ini menyebabkan sulitnya ditetapkan standar tolok ukur
kinerja.
4. Tidak beroperasi berdasarkan market force sehingga memerlukan
instrumen pengganti mekanisme pasar. Organisasi sektor publik tidak
beroperasi sebagaimana adanya market competition sehingga tidak
semua output yang dihasilkan tersedia di pasar. Oleh karena itu tidak
ada pembanding yang independen maka dalam pengukuran kinerja
diperlukan instrumen pengganti mekanisme pasar.
5. Berhubungan dengan kepuasan pelanggan (masyarakat). Organisasi
sektor publik menyediakan jasa pelayanan bagi masyarakat yang sangat
heterogen, dengan demikian mengukur kepuasan masyarakat yang
mempunyai kebutuhan dan harapan yang beraneka ragam adalah
pekerjaan yang tidak mudah.
Berbagai macam tantangan dan kendala dialami oleh seorang auditor dalam
melaksanakan tugasnya. Khususnya terkait dengan auditor sektor publik akan
sangat erat dengan praktek korupsi yang marak terjadi di kalangan penjabat
pemerintah. Usaha-usaha untuk memberikan “tawaran” yang berhubungan dengan
audit akan semakin gencar diberikan. Menurut pendapat saya terdapat faktor utama
yang dalam upaya pemberantasan penyalahgunaan keuangan negara yaitu adalah
integritas dari seorang auditor itu sendiri. Sepandai apapun seseorang, apabila tidak
memiliki integritas dalam jiwanya, maka ilmu yang dimiliki dapat digunakan tanpa
rasa tanggung jawab. Integritas ini juga menjadi salah satu aspek penting yang
ditekankan dalam stadart audit baik sektor privat maupun publik.
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran
tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang
sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan
personal ketika memberikan layanan profesional kepada instansi tempat auditor
bekerja dan kepada auditannya. Misalnya, auditor seringkali menghadapi situasi di
mana terdapat berbagai alternatif penyajian informasi yang dapat menciptakan
gambaran keuangan atau kinerja yang berbeda-beda. Dengan berbagai tekanan
yang ada untuk memanipulasi fakta-fakta, auditor yang berintegritas mampu
bertahan dari berbagai tekanan tersebut sehingga fakta-fakta tersaji seobyektif
mungkin. Auditor perlu mendokumentasikan setiap pertimbangan-pertimbangan
yang diambil dalam situasi penuh tekanan tersebut. Dengan demikian integritas
merupakan hal yang wajib dimiliki oleh setiap auditor sektor publik.
Isu lain yang sedang hangat menjadi perbincangan adalah sejauh mana
kontribusi audit sektor publik sebagai alat peningkatan kualitas kinerja organisasi
pemerintahan. Auditor dirasa memiliki sedikit berkontribusi pada peningkatan
organisasi dan tantangan untuk menemukan cara-cara baru untuk memberikan
pelayanan publik yang memenuhi kebutuhan masyarakat dengan lebih baik (Bourn,
2007). Pendapat lain menyatakan auditor terlalu sibuk dengan hal-hal kecil analisis
keuangan dan konservatisme bawaan mereka mengarahkan mereka untuk fokus
pada pengurangan biaya dan untuk risiko ayat daripada memperjuangkan cara-cara
baru dan inovatif dalam melakukan sesuatu (Bourn, 2007).
Tentu auditor memiliki ruang lingkup yang cukup untuk mempengaruhi hasil
dan perilaku dalam cara mereka memberikan legitimasi bagi tindakan tertentu
(Bourn, 2007). Beberapa cara yang dapat diberikan auditor untuk meningkatkan
kontribusi alat peningkatan kualitas kinerja organisasi pemerintahan menurut Sir
John Bourn (2007) antara lain: pertama, merubah paradigma yang awalnya auditor
hanya sebagai orang yang mencari-cari kesalahan auditan menjadi auditor yang
dapat berperan sebagai patner dan konsultan yang auditan dapat manfaatkan untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Kedua, auditor dapat menganalisis lebih dalam
terkait penilaian kinerja yang dilakukan pada sektor publik sehingga tidak berfokus
pada kinerja yang dapat diukur secara kuantitatif saja, tapai juga
mempertimbangkan penilaian-penilaian kualitatif yang mendasari pengambilan suatu
kebijakan pemerintah tsb. Dengan demikian peran auditor sebagai aspek penunjang
peningkatan kinerja organisasi pemerintah dapat lebih dirasakan.
Fenomena lain yang kerap kali muncul dimana semakin besarnya usaha
untuk memperbaiki kinerja sektor publik semakin banyak pula muncul kasus-kasus
terkait korupsi, keluhan masyarakat terkait pelayanan yang diberikan pemerintah
dan berbagai masalah lainnya. Pertanyaan besar pun akhirnya muncul, sejauh mana
keberhasilan auditor dalam menyelesaikan permasalaan pada manajemen
pemerintahan? Apakah organisasi, mekanisme dan pelaksanaan audit di lembaga
pemerintahan di Indonesia saat ini perlu disempurnakan agar lebih efektif dan
efisien? Istilah pemeriksaan seringkali diidentikkan dengan istilah audit. Menurut
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksaan adalah proses identifikasi
masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif dan
profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Dalam akhir proses audit, khususnya dalam audit keuangan pada sektor
publik, auditor akan menggunakan objektivitas terbaiknya dan rekomendasi secara
menyeluruh. Sistem audit di Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut: sistem audit
ekstern dan audit intern pemerintah. Audit ekstern pemerintah meliputi kegiatan
pengawasan yang dilakukan oleh DPR, BPK serta oleh masyarakat. Sedangkan
audit intern pemerintah dilakukan oleh BPKP, Itjend Dep./Unit Pengawasan LPND
serta oleh Bawasda. Saat ini telah terbentuk Kompartemen Akuntan Sektor Publik
(KASP), yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan profesi akuntansi sektor
publik, yang didalamnya terdapat pengembangan profesi auditing sektor publik.
Profesi Akuntansi sektor publik saat ini mencakup pengembangan profesi auditing
pada sektor keuangan negara atau pemerintahan. Terkait dengan audit pengelolaan
keuangan negara, sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001, maka
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) akan menjadi ”supreme audit institution” yang
harus mengambil bagian terdepan dalam melakukan perbaikan dan penyempurnaan
peraturan perundangan yang berlaku. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui
bahwa organisasi dan mekanisme terkait pelaksanaan audit di lembaga
pemerintahan di Indonesia saat ini sudah mencakup berbagai fungsi yang
komperhensif dimana antara satu lebaga dan lembaga lain saling melakukan
pengawasan terhadap jalannya manajemen pemerintahan.
Aspek yang perlu disempurnakan terkait pelaksanaan audit di lembaga
pemerintahan di Indonesia saat ini agar lebih efektif dan efisien. Pelaksanaan audit
di sektor publik harus terikat dengan peraturan-peraturan yang dibuat oleh
pemerintah. Pada kenyataannya kondisi di masing-masing daerah berbeda satu
sama lain. Permasalahan inilah yang dihadapi auditor di lapangan yang
membutuhkan penyesuaian-penyesuaian antara praktek yang ada dan ketentuan
sesuai peraturan yang berlaku. Tekadang kondisi dilapangan membutuhkan
penanganan segera yang lebih efektif dan efisien namun konsekuensinya hal
tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Bourn, S. J. (2007). Public Sector Auditing: Is it Value for Money. England: John
Wiley & Sons Ltd.
Broadbent, J., & Guthrie, J. (1992). Changes in the Public Sector: A Review of
Recent “Alternative” Accounting Research. Accounting, Auditing &
Accountability Journal, 5.
Bastian, Indra. (2007). Audit Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat.
Mahsun, M, (2009), Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE, Yogyakarta.
Mahmudi. (2007). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Mardiasmo (2009), Akuntansi Sektor Publik, Andi Offset, Yogyakarta.
Mulyadi dan Setyawan, Johny. (1999) Sistem Perencanaan Dan Pengendalian
Manajemen, Aditya Medi, Yogyakarta
UU No.15 Tahun (2004) tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
Rai, I Gusti Agung. (2008). Audit Kinerja Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat.
Wilson, Alan. (2000). The Use of Performance Information in the Management of
Service Delivery. Marketing Intelligence & Planning. 127-134