tutorial klinik tumbuh kembang
TRANSCRIPT
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
GIZI BURUK TIPE MARASMUS +
HIDROSEFALUS + BBLR
Oleh:
Ahmad Yusron
Cininta A. Savitri
Pembimbing:
dr. Fatchul Wahab, Sp.A
LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNMUL – RSUD A. W. SJAHRANIE
SAMARINDA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi
(zat gizi), atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud
bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi
tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus),
dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak
balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut
(busung lapar).
Gizi buruk masih merupakan masalah serius di Indonesia, walaupun
pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas
menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS
sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi 7,2% pada tahun 1992 dan
mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Gizi buruk ini sering disebut
juga kurang energi protein (KEP) berat. Terdapat 3 bentuk KEP berat secara
klinis yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor. Hal ini dapat
terjadi karena asupan kalori yang inadekuat (kurangnya asupan energi dan
protein dalam makanan yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi). Data
dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan
karena gizi buruk, 19% diare, 19% Infeksi Saluran Pernafasan Akut, 18%
perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32% penyebab lain.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus tutorial ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan
yang terdapat pada kasus.
3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang
didapat.
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien :• Nama : An. L
• Umur : 2 bulan
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Bulungan
• Anak ke : 2 dari 2 bersaudaraIdentitas Orang Tua
• Nama Ayah : Tn.K• Umur : 34 tahun • Alamat : Bulungan• Pekerjaan : Tani• Pendidikan Terakhir : SMP• Ayah perkawinan ke : 1
• Nama Ibu : Ny.M• Umur : 30 tahun • Alamat : Bulungan• Pekerjaan : IRT• Pendidikan Terakhir : SD• Ibu perkawinan ke : 1
AnamnesisAlloanamnesis dilakukan terhadap ibu dan ayah pasien pada tanggal 27
Agustus 2012 pukul 13.00 WITA. Pasien masuk RS tanggal 12 Agustus 2012 .
Keluhan utama Kepala membesar
R i wayat Penyakit Sekarang Kepala pasien mulai membesar sejak pasien berusia 3 minggu, yang
diketahui saat pasien pergi ke posyandu dan diukur lingkar kepala yaitu 34 cm.
Pada saat lahir lingkar kepala pasien 31 cm. Pembesaran kepala ini tidak disertai
penurunan kesaradaran ataupun kejang. Sebelumnya pasien sering muntah-
muntah setiap setelah minum ASI, berisi susu, tidak terdapat darah, tidak
menyemprot. Setelah pasien sering muntah pasien tidak dapat menyusu ASI
karena tidak dapat menyedot dan sulit menelan sehingga asupan makanan pasien
sangat berkurang. Pasien juga mengalami batuk dan pilek selama dirawat di
rumah sakit
Riwayat penyakit dahulu :
Pada saat lahir pasien tidak langsung menangis
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.
Riwayat Kehamilan• Pemeliharaan Prenatal : pernah• Periksa di : posyandu• Penyakit kehamilan : batuk dan pilek
• Obat-obatan yang sering diminum : tablet penambah darah dan vitamin.Riwayat Kelahiran :
• Lahir di : Rumah sakit• di tolong oleh : bidan• Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan• Jenis partus : Spontan• Pemeliharaan postnatal : Ya • Periksa di : di Posyandu• Keluarga berencana : Tidak
Pertumbuhan dan perkembangan anak :• Berat badan lahir : 2400 gram• Panjang badan lahir : 47 cm• Miring : -• Tengkurap : -• Tersenyum : -• Duduk : -• Gigi keluar : -• Merangkak : -• Berdiri : -• Berjalan : -• Berbicara dua suku kata : -• Masuk TK : -• Masuk SD : -
Riwayat Makan Minum anak :• ASI : Ya, 0 bulan• Dihentikan : 4 minggu• Alasan : tidak bisa menghisap ASI• Susu sapi/buatan : Ya• Jenis susu buatan : SGM BBLR• Takaran : 20 cc• Frekuensi : 8 kali• Buah : -• Bubur susu : -• Tim saring : -• Makanan padat dan lauknya : -
Riwayat Imunisasi :
ImunisasiUsia Saat Imunisasi
I II III IV
BCG - //////// /////// ///////
Polio - - - -
Campak - ///////// //////// ///////
DPT - - - ///////
Hepatitis B - - - ///////
Pemeriksaan FisikDilakukan pada tanggal : 28 Agustus 2012 (pukul 14.00 WITA)Antropometri
• Berat badan : 2,2 kg • Panjang Badan : 51 cm• Lingkar Kepala : 42 cm• Lingkar Lengan Atas : 6,5 cm
Tanda Vital• Nadi : 148 x/menit (reguler,isi cukup, kuat angkat) • Frekuensi napas : 32 x/menit• Suhu aksiler : 36.5 ⁰C
Keadaan Umum• Kesan sakit : Sakit sedang• Kesadaran : compos mentis• Status Gizi : Rumus Behrman: BB ideal : (n + 9)/2 = 2= (2+9)/2 = 5,5 kgStatus gizi: BB sekarang/BB ideal x 100% = 2,2 kg/5,5 kg x 100% = 40%
Kepala • Rambut : belum tumbuh• Mata : cowong (+), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-),
pupil 3mm/3mm anisokor, Reflek cahaya +/+ • Hidung : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-).• Telinga : Bersih, Bau (-), sakit (-)• Mulut : selaput putih pada lidah
Leher • pembesaran kelenjar : (-) • kaku kuduk : (-)
KulitKering dengan turgor menurunDada
• Inspeksi : diam simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal (-)retraksi interkostal (-), terlihat jelas intercosta.
• Palpasi : krepitasi (-)• Perkusi : sonor• Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung • Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat• Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra• Perkusi : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra
Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra• Auskultasi : S1/S2 tunggal, suara tambahan (-)
Abdomen• Inspeksi : cekung, venektasi (-)• Palpasi : organomegali (-)
• Perkusi : Timpani• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas• Akral Hangat, sianosis (-), edema (-), KGB inguinal (-)
Pemeriksaan Penunjang• Hemoglobin : 11,5 g/dl• Leukosit : 6.200 /ul• Trombosit : 117.000 /ul• Hematrokit : 32,8 %• GDS : 68• BT : 3’• CT : 11’
Foto CT-Scan dan MSCT Tanggal
Diagnosis Kerja Sementara : Gizi Buruk tipe marasmusDiagnosis lain : HidrosefalusUsul Pemeriksaan : -
Penatalaksanaan :• Pro VP Shunt• Ds ¼ NS 230 cc/24 jam• ASI 8 x 20 cc• Vitamin A 600 mg• Vitamin C 30 mg• Vitamin E 30 mg• Asam Folat 2 mg
Prognosis
Dubia
Follow Up :
21-8-2012 S: Batuk berdahak (+), kejang (-), P: F100 5 x 500; Diet
Muntah (-), Demam (-)
O: BB= 18 kg, N:108 x/mnt, RR: 22
x/mnt, temp: 36,9 C, rh (-/-), wh (-/-),
LK : 54 cm, LL : 15 cm, PB : 122 cm
A: Meningitis TB + Gizi Buruk tipe
marasmus + post VP Shunt a/i
hidrosefalus
Sonde 3x500, Zinkid
1x1; DMP 0-0-1 ¾ cth;
Ambroxol 3x1 cth;
Ceftriaxone 1x1 gr iv,
Ranitidin 2 x ½ amp;
Dexa 3 x ½ ampul;
Antrain 3 x ½ amp;
22-8-2012 S: batuk dahak (-), muntah (-),Kejang (-)
O: BB: 18 kg, N: 98x/mnt, RR: 24
x/mnt, t: 36,7 C, ronki (-/-), wheezing
(-/-), LK : 54 cm, LL : 15 cm, PB : 122
cm
A: Meningitis TB + Gizi Buruk tipe
marasmus + post VP Shunt a/i
hidrosefalus
P: F100 5 x 500; Diet
Sonde 3x500 cc, Zinkid
1x1; DMP 0-0-1 ¾ cth;
Ambroxol 3x1 cth;
Ceftriaxone 1x1 gr iv,
Ranitidin 2 x ½ amp;
Dexa 3 x ½ ampul;
Antrain 3 x ½ amp;
23-8-2012 S: batuk dahak (+), demam (-), muntah
(-)
O: BB: 18 kg, N: 100 x/mnt, RR: 28
x/mnt, t: 36,9 C, ronki -/-, wheezing -/-,
LK : 54 cm, LL : 15 cm, PB : 122 cm
A: Meningitis TB + Gizi Buruk tipe
marasmus + post VP Shunt a/i
hidrosefalus
P: F100 5 x 500; Diet
Sonde 3x500 cc, Zinkid
1x1; DMP 0-0-1 ¾ cth;
Ambroxol 3x1 cth;
Ceftriaxone 1x1 gr iv,
Ranitidin 2 x ½ amp;
Dexa 3 x ½ ampul;
Antrain 3 x ½ amp;
Lumbal Pungsi
24-8-2012 S: batuk dahak (+), muntah (-), demam
(-)
O: BB: 19 kg, N: 110 x/mnt, RR: 30 x/mnt, t: 37 C, ronki -/-, wheezing -/-, LK : 54 cm, LL : 15 cm, PB : 122 cm
A: Meningitis TB + Gizi Buruk tipe marasmus + post VP Shunt a/i hidrosefalus
P: F100 5 x 500; Diet
Sonde 3x 500 cc
Ranitidin 2 x ½ amp;
Dexa 3 x ½ ampul;
Antrain 3 x ½ amp;
Parasetamol 3 x 2cth;
INH 1 x 150 mg;
Rifampisin 1 x 225 mg;
Pirazinamid 1 x 375 mg;
Streptomisin 1 x 500mg
Inj. IM
25-8-2012 S: batuk dahak (+), muntah (-), demam
(-)
O: BB: 19 kg, N: 92 x/mnt, RR: 30 x/mnt, t: 37 C, ronki -/-, wheezing -/-, LK : 54 cm, LL : 15 cm, PB : 122 cm
A : Meningitis TB + Gizi Buruk tipe marasmus + post VP Shunt a/i hidrosefalus
P:Prednison 3 x 1;
Antasida 3 x 1 cth; Diet
3200 kkal/hari; F100 5 x
500cc ; Diet sonde 3 x
500; INH 1 x 150 mg;
Rifampisin 1 x 225 mg;
Pirazinamid 1 x 375 mg;
Streptomisin 1 x 500mg
Inj. IM
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. GIZI BURUK
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi
(zat gizi), atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-
duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah
standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar
dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat berat atau akut.
1. Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat
lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah
patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare),
pembesaran hati, Iga gambang dan perut cekung, serta otot paha mengendor
(baggy pant). Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar.
Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh
a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
c) Wajah membulat dan sembab
d) Pandangan mata anak sayu
e) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
2. Patofisiologi Gizi Buruk
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia
bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana
makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan
kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen
ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun
senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada
sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya
terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai.
Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut
adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena
kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan
protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan
lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL
dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan,
pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor
tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium
berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel
dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang
rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu,
karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan
hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain
faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa
sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar
sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas
susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan
sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan
yang kurang akan menimbulkan marasmus
3. Dampak Gizi Buruk
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena
kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan
mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan
memporak-porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme
maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi
(mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula
dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan
tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik
akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam
jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun
perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance
anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya
dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan
mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu
pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi
patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan
bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang
adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan
integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa
percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.
4. Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian
secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian
status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
1) Penilaian secara langsung
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang
sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai
indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan
keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan
memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak,
misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status
gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current
Nutritional Status)
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa
lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan
Bengoa (1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu
(Supariasa,dkk 2002).
2) Penilaian Secara Tidak Langsung
1. Survei konsumsi makanan
2. Statistik vital
3. Faktor ekologi
5. Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya
KEP. Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP
III disebut KEP berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan
gabungan keduanya. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan
yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara relatif berbeda,
hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan
hasil penelitian empiris dan keadaan klinis.
Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
Tahun 1999 dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal,
KEP I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang
digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut umur.
Klasifikasi KEP menurut Depkes RI
Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)
Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U
Normal Gizi Baik 80 % – 120 % Median BB/U
KEP I Gizi Sedang 70 % – 79,9 % Median BB/U
KEP II Gizi Kurang 60 % – 69,9 % Median BB/U
KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U
Sumber: Depkes RI(1999:26)
Sedangkan Klasifikasi Kurang Energi Protein menurut standar WHO
Klasifikasi
Malnutrisi sedang Malnutrisi Berat
Edema Tanpa edema Dengan edema
BB/TB -3SD s/d -2 SD < -3 SD
TB/U -3SD s/d -2 SD < -3 SD
6. Terapi Penyakit
Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu
fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di
rumah sakit ada 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemi
2. Atasi/cegah hiportemia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrient mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase.
Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun
Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan
a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah
rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah,
suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan
usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak
dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok.
Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa
dan segera rujuk ke RSU kabupaten.
b. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360
C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan
adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi
selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal,
dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu
dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini
dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap
setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap
dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh
kembali pada keadaan hipothermia. Tidak dibenarkan penghangatan anak
dengan menggunakan botol berisi air panas.
c. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP
berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah :
Ada riwayat diare sebelumnya
Anak sangat kehausan
Mata cekung
Nadi lemah
Tangan dan kaki teraba dingin
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah
jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan
tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok
makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus
untuk KEP disebut ReSoMal.
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk
dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak
dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer
Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
KEP berat/gizi buruk yang dirujuk ke RSU harus dilakukan
tindakan pra rujukan untuk mengatasi hipoglikemi, hipotermi, dan
dehidrasi.
d. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Jangan obati edema dengan pemberian diuretika.
Berikan :
- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X
(dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula
atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak
mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium)
dalam bentuk makanan lumat/lunak
e. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan
adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada
semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas
dengan dosis sebagai berikut :
Umur Atau Berat Badan
KOTRIMOKSASOL(Trimetoprim + Sulfametoksazol) Beri 2 Kali Sehari Selama 5 Hari
AMOKSISILIN Beri 3 Kali
Sehari Untuk 5 Hari
Tablet dewasa80 mg trimetoprim + 400 mg sulfametoksazol
Tablet Anak20 mg trimetoprim + 100 mg sulfametoksazol
Sirup/5ml40 mg trimetoprim + 200 mg sulfametoksazol
Sirup
125 mgper 5 ml
2 sampai 4 bulan(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml4 sampai 12 bulan(6 - < 10 Kg)
½ 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5 thn(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml
Catatan :
Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi,
maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah.
Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan
sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5
mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah
sakit , bila diare berlanjut atau memburuk, anak segera dirujuk ke rumah sakit.
f. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan
dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk
memenuhi metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang
dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa
agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai
berikut :
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila
anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti
dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan
kebutuhan anak
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2
jam)
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula
tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas )
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi
setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4
jam
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita
dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang
kemudian berat badan naik
g. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per
100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein
2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit
formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali
pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. Frekwensi nafas
2. Frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut
nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas
dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi
menyeluruh.
Tahapan Pemberian Diet
Fase stabilisasi : Formula who 75 atau pengganti
Fase transisi : Formula who 75 formula who 100 atau pengganti
Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti)
Makanan keluarga
h. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan
mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan
preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai
naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
Tambahan multivitamin lain
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi
folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
Umur Dan Berat Badan
Tablet Besi/FolatSulfas Ferosus 200 Mg + 0,25 Mg Asam Folat Berikan 3 Kali Sehari
Sirup BesiSulfas Ferosus 150 Ml Berikan 3 Kali Sehari
6 sampai 12 bulan(7 - < 10 Kg)
¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat
dengan dosis tunggal sebagai berikut :
Umur Atau Berat Badan Pirantel Pamoat (125mg/Tablet)(Dosis Tunggal)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A.
i. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental
dan perilaku, karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain
dsb)
j. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat
dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di
desa.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh
PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan
(lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan
secara teratur di posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien
yang padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
B. HIDROSEFALUS
1. Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang
berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS)
secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi
akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang
subarachnoid.
Hidrocefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirkan CSS. Harus dibedakan dengan pengumpulan cairan local tanpa
tekanan intrakranial yang meniggi seperti pada pelebaran ruangan CSS akibat
tertimbunnya CSS yang menempati ruangan, sesudah terjadinya atrofi otak. Pada
hidrosefalus terjadi pembesaran ventrikulus otak sebagai akibat peningkatan
jumlah cairan serebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsinya. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan
hidrodinamik CSS. Kondisi seperti cerebral atrofi juga mengakibatkan
peningkatan abnormal CSS dalam susunan saraf pusat (SSP). Dalam situasi ini,
hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi secara pasif
dengan CSS. Kondisi seperti itu bukan hasil dari gangguan hidrodinamik dan
dengan demikian tidak diklasifikasikan sebagai hidrosefalus.
Hidrosefalus mengakibatkan bertambahnya CSS dengan atau pernah
dengan tekanan intracranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya CSS. Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal.
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan
otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.
Gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal) akibat
hidroseflus menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya
akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya hidrosefalus pada bayi dan anak dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Penyebab bawaan (kongenital):
1) Stenosis akuaduktus silvii (10%)
Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60%-
90%). Akuaductus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau
abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus
terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir.
2) Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom
arnold-chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata
dan cerebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum
sehungga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3) Malformasi Dandy-Walker (2-4%)
Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan
akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel IV yang
dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar
didaerah posterior.
4) Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan 2
5) Agenesis Foramen Monro
6) Toksoplasmosis kongenital
7) Sindroma Bickers-Adams
b. Penyebab dapatan:
1) Tumor (20%), misalnya meduloblastoma, astrositoma, kista, abses atau
hematoma
2) Perdarahan intraventrikular
3) Infeksi
Infeksi dapat terjadi perlekatan meningen sehingga dapat terjadi
obliterasi ruangan subarakhnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran LCS terganggu oleh obstruksi
mekanik eksudat purulen di akuaductus sylvii atau sisterna basalis. Lebih
banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis pembesaran kepala dapat
terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari
meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan
arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Misalnya: Meningitis
bakterial
4) Peningkatan tekanan sinus venosus (akondroplasia, kraniostenosis atau
trombosis venous)
5) Iatrogenik: Hipervitaminosis A dapat menyebabkan peningkatan sekresi
cairan serebrospinal atau meningkatkan permeabilitas sawar darah otak,
sehingga menimbulkan hidrosefalus.
Secara terperinci penyebab dari hidrosefalus adalah sebagai berikut :
1. Hidrosefalus kongenital (congenital Hydrocephalus) pada bayi dan anak-
anak dapat disebabkan oleh :
Malformasi batang otak menyebabkan stenosis dari akuaduktus
Sylvius
Malformasi Dandy-Walker
Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan tipe 2
Agenesis dari foramen Monroe
Kongenital toksoplasmosis
Sindrom Bickers-Adams
2. Hidrosefalus akuisita (aquired Hydrocephalus) pada bayi dan anak-anak
dapat disebabkan oleh :
Massa lesi: biasanya tumor/neoplasma (misalnya, medulloblastoma,
astrocytoma), tetapi kista, abses, atau hematom juga dapat menjadi
penyebab hidrosefalus ini.
Perdarahan: perdarahan intraventrikular dapat dikaitkan dengan
prematur, cedera kepala, atau pecahnya suatu malformasi vaskular.
Infeksi: Meningitis
Idiopatik
3. Hidrosefalus pada orang dewasa dapat disebabkan oleh :
Perdarahan subarachnoid (SAH), menghalangi dan membatasi
penyerapan dari CSS.
Hidrosefalus idiopatik.
Tumor bisa menyebabkan penyumbatan di sepanjang jalur CSS.
Tumor yang paling sering berhubungan dengan hidrosefalus adalah
ependymoma, papiloma pleksus choroid, adenoma hipofisis,
hipotalamus atau glioma saraf optik, dan metastasis tumor.
Meningitis
3. Patofisiologi
CSS dihasilkan oleh plexus choroideus dan mengalir dari ventrikel lateral
ke dalam ventrikel III, dan dari sini melalui aquaductus masuk ke ventrikel IV. Di
sana cairan ini memasuki spatium liquor serebrospinalis externum melalui
foramen lateralis dan medialis dari ventrikel IV. Pengaliran CSS ke dalam
sirkulasi vena sebagian terjadi melalui villi arachnoidea, yang menonjol ke dalam
sinus venosus atau ke dalam lacuna laterales; dan sebagian lagi pada tempat
keluarnya nervi spinalis, tempat terjadinya peralihan ke dalam plexus venosus
yang padat dan ke dalam selubung-selubung saraf (suatu jalan ke circulus
lymphaticus).
Hidrocefalus terjadi karena obstruksi aliran cairan serebrospinal, gangguan
absorpsi CSS, dan produksi CSS yang berlebihan. Banyak faktor penyebab
terjadinya hidrosefalus, termasuk tumor, malformasi vaskuler, dan trauma serebri.
Sekresi total CSS dalam 24 jam adalah sekitar 500-600cc, sedangkan
jumblah total CSS adalah 150 cc, berarti dalam 1 hari terjadi pertukaran atau
pembaharuan dari CSS sebanyak 4-5 kali/hari.Pada neonatus jumlah total CSS
berkisar 20-50 cc dan akan meningkat sesuai usia sampai mencapai 150 cc pada
orang dewasa. Hidrosefalus timbul akibat terjadi ketidak seimbangan antara
produksi dengan absorpsi dan gangguan sirkulasi CSS. Selain akibat gangguan
pada produksi, absorpsi, dan sirkulasi,hidrosefalus juga dapat timbul akibat
Disgenesis serebri dan atrofi serebri.
Pada prinsipnya hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidak
seimbangan antara produksi, obstruksi dan absorpsi dari CSS. Adapun keadaan-
keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan tersebut
adalah:
1. Disgenesis serebri
Sekitar 46% hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan yang
terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral akibat
kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan penimbunan CSS
sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak. Salah satu contoh jelas
adalah hidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan pertumbuhan hemisferium
serebri.
2. Produksi CSS yang berlebihan
Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab tersering
adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis ini dapat disembuhkan.
3. Obstruksi aliran CSS
Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini. Obstruksi dapat
terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat disebabkan beberapa
kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid post trauma atau meningitis, di mana
pada kedua proses tersebut terjadi inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan
sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau foramina pada ventrikel IV. Sisterna
basalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang mengakibatkan
hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat menekan dari arah
belakang yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi
secara intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri
yang bersangkutan.
4. Absorpsi CSS berkurang
Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi CSS,
selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan
kejadian tersebut adalah: Post meningitis, Post perdarahan subarachnoid, Kadar
protein CSS yang sangat tinggi.
5. Akibat atrofi serebri
Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul penimbunan
CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses atrofi tersebut.
4. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
5. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus
eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas
permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang
mengalami obstruksi pada aliran likuor.
6. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-
faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak
aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua.
5. Gejala Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS. Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis
dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus
kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40
cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya
disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1. Fontanel anterior yang sangat tegang.
2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
5. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah
lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler
(bradikardia, aritmia respirasi).
Gejala pada bayi dan anak:
1. Bayi
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan
gejala :
a. Kepala makin membesar
b. Vena-vena kepala prominen
c. Ubun-ubun melebar dan tegang
d. Sutura melebar
e. “Cracked-pot sign”, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau
buah semangka pada perkusi kepala
f. Perkembangan motorik terlambat
g. Perkembangan mental terlambat
h. Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
i. “Cerebral cry”, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
j. Nistagmus horisontal
k. “Sunset phenomena”, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh
tekanan dan penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas
iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam.
2. Anak:
Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial:
a. Muntah proyektil
b. Nyeri kepala
c. Kejang
d. Kesadaran menurun
e. Papiledema
6. DIAGNOSIS
- Gambaran Klinik
Gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab,
lokasi obstruksi, durasi dan perlangsungan penyakit. Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi dari peningkatan TIK. Rincian gambaran
klinik adalah sebagai berikut :
a. Neonatus
Gejala hidrosefalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang-kadang
kesadaran menurun kearah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang
yang bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya
belum tampak, sehingga apabila dijumpai gejala-gejala sepeti diatas, perlu
dicurigai hidrosefalus.
b. Anak-anak
Pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu
manifestasi peningkatan TIK. Lokasi nyeri tidak khas. Kadang-kadang
muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia)
dan jarang diikuti penurunan Visus.
Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara
berjalan. Hal ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks
parietal sebagai akaibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang
medial lebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan pola berjalan yang
khas.
Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses
belajar. Apabila dilakukan pemeriksaan psikometrik akan terlihat adanya
labilitas emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi.
Pada anak dibawah enam tahun, termasuk neonatus, akan tampak
pembesaran kepala karena sutura belum menutup secara sempurna.
Pembesaran kepala ini harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan
mengukur lingkar kepala. Kepala yang besar (makrosefal) belum tentu
disebabkan oleh hidrosefalus tetapi bisa disebabkan oleh kraniostosis.
Fontanela anterior tampak menonjol, pada palpasi terasa tegang dan
padat. Tidak ditemukannya fontanela yang menonjol bukan berarti tidak
ada hidrosefalus. Pada umur satu tahun, fontanela anterior sudah menutup
atau oleh karena rongga tengkorak yang melebar maka TIK secara relatif
akan mengalami dekompresi.
Perkusi pada kepala anak memberi sensai yang khas. Pada
hidrosefalus akan terdengar suara yang sangat mirip dengan suara ketuk
pada semangka masak. Pada anak lebih tua akan terdengar suara kendi
retak (cracked-pot). Hal ini menggambarkan adanya pelebaran sutura.
Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila bayi
menangis. Peningktan TIK akan mendesak darah vena dari alur normal di
basis otak menuju ke sistem kolateral.
Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas,
yang disebut sebagai setting-sun sign : skelera yang berwarna putih akan
tampak diatas iris. Paralisis nervus abdusens, yang sebenarnya tidak
menunjukkan letak lesi, sering dijumpai pada anak yang lebih tua atau
pada orang dewasa. Kadang-kadang terlihat nistagmus dan strabismus.
Pada hidrosefalus yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi
papil.
c. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu
gangguan visus, gangguan motorik/bejalan dan kejang terjadi pada 1/3
kasus hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologi pada
umumnya tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan
atau paralisis nervus abdusens.
d. Hidrosefalus tekanan normal
Hidrosefalus ini dicirikan dengan trias demensia, gangguan berjalan
dan inkontinensia urin. Hal ini terutama pada penderita dewasa. Gangguan
berjalan dicirikan oleh berjalan lambat, langkah pendek dengan
pengurangan ketinggian langkah dan ataksia dimana kaki diletakkan di
permukaan jalan dengan kekuatan yang bervarisasi. Pada saat mata
tertutup akan tampak jelas ketidakstabilan postur tubuh. Tremor dan
gangguan gerakan halus jari-jari tangan akan mengganggu tulisan tangan
penderita.
- Gambaran Radiologi
1. Foto Polos Kepala
Foto polos kepala dapat memberikan informasi penting seperti ukuran
tengkorak, tanda peningkatan TIK, massa pada fossa cranii serta
kalsifikasi abnormal. Hidrosefalus pada foto polos kepala akan
memberikan gambaran ukuran kepala yang lebih besar dari orang
ormal, pelebaran sutura, erosi dari sella tursica, gambaran vena-vena
kepala tidak terlihat dan memperlihatkan jarak antara tabula eksterna
dan interna menyempit. Selain itu, untuk kasus yang sudah lama
sering ditemukan gambaran impressiones digitate akibat peningkatan
TIK.
Gambar. Foto kepala pada
anak dengan hidrosefalus.
Tampak kepala yang
membesar kesemua arah.
Namun, tidak terlihat vena-
vena kepala pada foto diatas.
2. USG
o Pada 6-12 bulan pertama kehidupan, diagnosis hidrosefalus dapat
ditegakkan degan USG. Pada USG akan tampak dilatasi dari
ventrikel tetapi USG sangat jarang digunakan dalam mendiagnosis
hidrosefalus. Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih
terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system
ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan
USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di
dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
3. CT Scan
Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat menentukan ukuran dari
ventrikel. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan
lokasi dan ukuran dari tumor tersebut. Pada pasien dengan
hidrosefalus akan tampak dilatasi dari ventrikel pada foto CT Scan
serta dapat melihat posisi sumbatan yang menyebabkan terjadinya
hidrosefalus. Dengan CT-Scan saja hidrosefalus sudah bisa
ditegakkan. Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan
adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat
terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang
besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan
densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan
dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang
subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
a.
b. C.
Gambar. (a) dan (b) CT Scan kepala potongan axial pada pasien hifrosefalus, dimana tampak dilatasi kedua ventrikel lateralis. (c) CT scan kepala potongan
axial pada anak umur 7 tahun, tampak fossa posterior dan hypoplastic cerebellar hemispheres (hydrosepalus non komunikans).
4. MRI
Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat
adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari
hidrosefalus tersebut. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat
ditentukan lokasi dan ukuran dari tumor tersebut. Selain itu pada MRI
potongan sagital akan terlihat penipisan dari korpus kalosum.
Gambar. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans akibat
obstruksi pada foramen Luschka dan magendie. Tampak dilatasi dari ventrikel
lateralis dan quartus serta peregangan korpus kalosum.
5. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah
pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter
yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo
dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
6. Lingkar Kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan
lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart
(jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada
anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh
karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis
maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting
untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
7. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras
lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior
langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung
difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang
melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan
mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki
fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
8. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau
meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan
kemungkinan ada infeksi sisa
7. DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan gambaran radiologi, hidrosefalus memiliki gambaran yang hampir
sama dengan holoprosencephaly, hydraencephaly dan atrofi cerebri.
1. Holoprosencephaly
Holoprosencephaly muncul karena kegagalan proliferasi dari jaringan otak
untuk membentuk dua hemisfer. Salah satu tipe terberat dari
holoprosencephaly adalah bentuk alobaris karena biasa diikuti oleh
kelainan wajah, ventrikel lateralis, septum pelusida dan atrofi nervus
optikus. Bentuk lain dari holoprosencephaly adalah semilobaris
holoprosencephaly dimana otak cenderung untuk berproliferasi menjadi
dua hemisfer. Karena terdapat hubungan antara pembentukan wajah dan
proliferasi saraf, maka kelainan pada wajah biasanya ditemukan pada
pasien holoprosencephaly.
2. Hydranencephaly
Hydranencephaly muncul karena adanya iskemik pada distribusi arteri
karotis interna setelah struktur utama sudah terbentuk. Oleh karena itu,
sebagian besar dari hemisfer otak digantikan oleh CSS. Adanya falx
cerebri membedakan antara hydranencephaly dengan holoprosencephaly.
Jika kejadian ini muncul lebih dini pada masa kehamilan maka hilangnya
jaringan otak juga semakin besar.
Biasanya korteks serebri tidak terbentuk, dan diharapkan ukuran kepala
kecil tetapi karena CSS terus di produksi dan tidak diabsorbsi sempurna
maka terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan ukuran kepala
bertambah dan terjadi ruptur dari falx serebri.
3. Atrofi Serebri
Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti dengan
dilatasi ventrikel karena penuaan. Tetapi Atrofi didefinisikan sebagai
hilangnya sel atau jaringan, jadi atrofi serebri dapat didefinisikan sebagai
hilangnya jaringan otak (neuron dan sambungan antarneuron). Biasanya
disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti multiple sklerosis,
korea huntington dan Alzheimer. Gejala yang muncul tergantung pada
bagian otak yang mengalami atrofi. Dalam situasi ini, hilangnya jaringan
otak meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.
8. PENATALAKSANAAN
Terapi medikamentosa :
o Asetazolamid- dosis: 2mg/kgbb/hr,diberikan 3 kali dosis
Obat ini diberikan untuk mengurangi cairan.
o Furosemid – 1 mg/kgbb/hr,diberikan 3 hingga 4 kali dosis
Fungsi : Memobilasi cairan ekstrasel dengan menghambat reabsorbsi
Na dan air
Efek samping : lemah,haus,konstipasi,pandangan kabur
o Diazepam (per oral) – 0,3mg/kg BB/kali
Fungsi :Menghambat gejala kejang pada tubuh
Efek samping diazepam – mengantuk, hipotensi, penekana pusat
pernapasan, laringospasme dan henti jantung.
Terapi Operatif
Operasi merupakan pilihan terapi
Punksi Lumbal ulangan dapat dilakukan pada pasien hidrosefalus
setelah perdarahan interventrikular
Choroid plexectomy
Membuka stenosis dari aquaductus cerebri sylvii
Shunt merupakan terapi yang banyak dilakukan pada kebanyakan
orang. Hanya 25% pasien dapat diobati tanpa melakukan shunt.
Prinsip dari shunt adalah membentuk hubungan atau saluaran antara
ventrikulus dengan rongga plura atau peritoneum.
Ventriculoperitoneal (VP) Shunt adalah yang paling banyak
digunakan.
Ventriculoatrial (VA) Shunt dikenal juga sebagai vascular shunt,
prinsipnya menghubungkan ventrikel, vena jugularis dan vena cava
superior ke atrium kanan. Prosedur ini dilakukan pada pasien dengan
kelainan abdominal seperti peritonitis.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural,
obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
9. KOMPLIKASI
1. Peningkatan TIK
2. Infeksi malfungsi pirau
3. Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik
4. IQ menurun
5. Hernia serebri
6. Kejang
7. Renjatan
10. PROGNOSIS
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh
karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus)
sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal. Pada kelompok yang
dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai
fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah
penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan
kelompok multidisipliner.
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada
atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari
hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi (zat
gizi), atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa
protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi 3 yakni gizi buruk
yang terjadi karena kekurangan energi karbohidrat atau kalori (disebut Marasmus),
gizi buruk yang terjadi akibat kekurangan energi kalori dan protein (disebut
Marasmus-Kwarsiorkor), dan gizi buruk yang terjadi karena kekurangan energi
protein (disebut Kwarsiorkor). Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah
lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).
Pada pasien ditemukan kondisi keadaan gizi buruk tipe Marasmus. Hal ini
berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
a. AnamnesisFakta Teori
1. Pasien tidak dapat meminum ASI karena
didapat menghisap dan sulit menelan
2. Pada pasien tidak didapatkan keluhan mual
dan diare yang lama. Namun pasien sempat
muntah setiap setelah minum ASI
3. Pada pasien terjadi hidrosefalus.
1. Masukan makanan yang kurang, seperti jenis
makanan dan jumlah makanan yang dimakan.
2. Biasanya berhubungan dengan adanya
gangguan penerimaan makanan, pencernaan
makanan, ataupun penyerapan makanan
seperti anoreksia, muntah atau diare yang
lama.
3. Ada tidaknya penyakit penyerta yang
mungkin diderita sebelumnya.
b. Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
1. Tidak terlihat lemak dan otot dibawah kulit (tulang terbungkus kulit).
2. Iga Gambang dan perut cekung.3. Otot paha mengendor (baggy pant)4. Berat badan pasien < 60% (40 % termasuk
dalam gizi buruk)
1. Muka seperti orangtua (berkerut).2. Tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit)3. Rambut mudah patah dan kemerahan4. Gangguan kulit5. Gangguan pencernaan (sering diare)6. Pembesaran hati7. Iga gambang dan perut cekung8. Otot paha mengendor (baggy pant)9. Anak tampak sering rewel dan banyak
menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
10. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya.
11. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.
Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
- Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak.
- Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
- Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.
Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
- Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian
ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.
- Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup.
- Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
- Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan.
- Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang
kurang akan menimbulkan marasmus
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif
yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Hidrosefalus
mengakibatkan bertambahnya CSS dengan tekanan intracranial (TIK) yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Penyebab hidrosefalus
pada anak biasanya karena :
Massa lesi: biasanya tumor/neoplasma (misalnya, medulloblastoma,
astrocytoma), tetapi kista, abses, atau hematom juga dapat menjadi
penyebab hidrosefalus ini.
Perdarahan: perdarahan intraventrikular dapat dikaitkan dengan prematur,
cedera kepala, atau pecahnya suatu malformasi vaskular.
Infeksi: Meningitis
Idiopatik
a. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik.
Fakta Teori
1. Muntah2. Tampak pembesaran kepala.3. Tidak ada kejang.4. Tidak ada perubahan cara berjalan.5. Tidak pernah mengalami keterlambatan
dalam proses belajar.
1. anak mengeluh nyeri kepala.2. Kadang-kadang muntah di pagi hari. Muntah
menyemprot.3. penglihatan ganda (diplopia).4. perubahan cara berjalan.5. mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan
proses belajar.6. tampak pembesaran kepala.7. Perkusi pada kepala anak mirip dengan suara
ketuk pada semangka masak.8. Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol.9. Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan
gambaran setting-sun sign.10.Kejang11.Penurunan kesadaran12.Papil edema.
Status Gizi
Berdasarkan Lingkar Kepala
Berdasarkan Panjang Badan / Umur
Berdasarkan Berat Badan / Umur
Perhitungan Kebutuhan Gizi
Fase Rehabilitasi (An. L/2 bulan/BB 2,2 kg)
Kebutuhan kalori = 150-220 kkal/kgBB/hari 330-484 kkal/hari
Kebutuhan protein = 4-6 gr/kgBB/hari 8,8-13,2 gr/hari
Kebutuhan cairan 150-200 ml/kgBB/hari 330-440 ml/hari
_______
Formulasi F-100
Rencana pemberian 5 x 1, sebanyak 500 ml
Total pemberian F-100 = 2500 ml
Kalori dalam F-100 = 1000 kkal/1000 ml
10001000
= x2500
x = 2500 kkal/hari
Protein dalam F-100 = 29 gr/1000 ml
29
1000= x
2500 x = 72,5 gr/hari
Diet PASI
Rencana pemberian 8 x 20 cc
Kalori dalam diet sonde = 1.300 kkal/ hari
4.1 Prognosis
Prognosis pada pasien ini Dubia, dengan perawatan dan penanganan yang tepat, prognosisnya menjadi lebih baik.