turun 1
DESCRIPTION
hdndnmdmmdTRANSCRIPT
-
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman 128-137 ISSN : 1410-0177
128
PENGARUH AIR PERASAN BENGKUANG (Pachyrhizus erosus (L.) Urb.)
TERHADAP KADAR GULA DARAH MENCIT PUTIH JANTAN DIABETES
Helmi Arifin, Ann Merry C, Asram Ahmad
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
ABSTRACT
Telah dilakukan penelitian tentang air perasan umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus
(L.) Urb.) terhadap kadar gula darah mencit putih jantan diabetes yang diinduksi dengan
aloksan dosis 200 mg/kg BB. Air perasan umbi bengkuang diberikan secara oral dengan dosis
10, 20 dan 30 ml/kg BB selama 21 hari. Parameter yang diukur adalah kadar glukosa darah,
berat badan, volume air minum, dan volume urin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air
perasan umbi bengkuang dengan dosis 30 ml/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa darah
mencit diabetes secara bermakna (P
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
129
efek samping yang relatif besar. Oleh
karena itu masyarakat selalu berupaya
mencari alternatif pengobatan lain
misalnya pengobatan dengan bahan alam,
selain mudah didapat, harga relatif murah,
juga efek samping yang lebih kecil,
dibandingkan dengan obat sintetik
(Sunarsih, et al., 2007). Salah satu bahan
alam yang dapat mengobati penyakit
diabetes adalah bengkuang (Pachyrhizus
erosus (L.) Urb.) (Hastawan, 2009).
Bengkuang (Pachyrhizus erosus
(L.) Urb.) merupakan tanaman merambat
yang telah dibudidayakan terutama untuk
mengambil umbinya (Feri, 2008).
Tumbuhan ini membentuk umbi akar
(cormus) berbentuk bulat atau membulat
seperti gasing dengan berat dapat
mencapai 5 kg (Anonim, 2009).
Bengkuang mengandung
pachyrhizon, rotenon, vitamin B1, dan
vitamin C (Administrator, 2008). Selain
itu, bengkuang juga mengandung mineral
tinggi seperti fosfor, zat besi, serta
kalsium. Secara tradisional diketahui
bahwa umbi bengkuang dapat menurunkan
kadar gula darah penderita diabetes (Feri,
2008), penggunaan ini dilakukan dengan
meminum air perasan umbi bengkuang dua
kali sehari secara rutin (Hastawan, 2009).
Menurut literatur, umbi bengkuang juga
berkhasiat sebagai obat beri-beri, eksim,
sariawan, wasir, dan penghalus kulit
(Jayadi, 2009). Daunnya berkhasiat
sebagai obat demam, sedang bijinya
berkhasiat sebagai obat sakit kulit
(Anonim, 2009).
Pada penelitian ini ditentukan
pengaruh pemberian air perasan umbi
bengkuang pada mencit putih jantan yang
diinduksi dengan aloksan. Parameter-
parameter yang diamati adalah penentuan
glukosa darah, volume urin, volume air
minum, dan berat badan mencit diabetes
sebelum dan selama dirawat dengaan air
perasan bengkuang.
METODA PENELITIAN
Alat, Bahan dan Hewan Percobaan
Alat :
Alat yang digunakan berupa pisau, pipet
tetes, alat injeksi yang dilengkapi dengan
jarum oral, beaker glass, gelas ukur,
gunting bedah, timbangan analitik, kapas,
kertas saring, pinset, timbangan hewan
(triple bean balance model 700 s), kandang
metabolik, alat pengukur glukosa darah
Advantage glucose meter (Roche) dan strip
test (Accu-check Advantages II).
Bahan :
Bahan-bahan yang digunakan adalah umbi
bengkuang (Pachyrhizus erosus, (L.)
Urb.), aloksan, glukosa, glibenklamid,
alkohol, dan aqua destilata.
Hewan Percobaan :
Mencit putih jantan berumur 2-3 bulan
dengan berat 25 30 gram
Persiapan sediaan uji dan hewan percobaan
Sebanyak 15 g umbi bengkuang segar yang
telah dicuci bersih diparut, lalu diperas dan
diambil airnya. Pembuatan air perasan ini
dilakukan setiap hari. Air perasan umbi
bengkuang yang diberikan pada mencit
dengan tiga variasi dosis yaitu sebesar 10
ml/kgBB, 20 ml/kgBB dan 30 ml/kgBB.
Volume pemberian sebesar 0,6 ml, maka
untuk dosis 10 ml/kgBB dan 20 ml/kgBB
diencerkan dengan aqua destilata volume
pemberiannya sampai 0,6 ml.
Sebelum perlakuan, hewan
diaklimatisasikan dalam kondisi
laboratorium selama satu minggu dengan
diberikan makanan dan minuman yang
cukup. Mencit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mencit yang sehat
dengan tingkah laku normal dan tidak
mengalami perubahan berat badan lebih
dari 10 %.
http://id.wikipedia.org/wiki/Carolus_Linnaeushttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ignatz_Urban&action=edit&redlink=1
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
130
Penginduksian Diabetes
Mencit yang diinduksi diabetes
sebelumnya dipuasakan selama 18 jam (air
minum tetap diberikan), diinjeksi dengan
larutan aloksan tetrahidrat (yang dibuat
baru) secara intraperitonial dengan dosis
200 mg/kgBB (Davis & Granner, 2002).
Mencit diberi makan pelet dan minum
yang mengandung glukosa 10 % selama 2
hari setelah pemberian aloksan. Hari ke-3
dan seterusnya glukosa 10 % diganti
dengan air minum biasa dan mencit
dipindahkan ke kandang metabolik yang
tiap kandang berisi satu ekor mencit. Pada
hari ke-3 itu juga ditentukan kadar glukosa
darah mencit, apabila positif diabetes
langsung diberi air perasan tanaman obat.
Mencit yang digunakan adalah bila kadar
gula darahnya 200 mg/dL.
Penentuan Glukosa dan Protein Urin
Penentuan kadar glukosa darah mencit
dilakukan pada hari ke-7, 14 dan 21 setelah
pemberian air perasan dengan cara :
menggosokkan kapas yang telah diberi
alkohol di sekitar ekor mencit, potong
sedikit bagian ujungnya dan tarik perlahan.
Sentuhkan tetesan darah pada strip test
yang telah dipasang pada alat advantage
glucose meter (roche) hingga menutupi
permukaan reagen yang ada pada strip test,
dimana kadar glukosa darah akan terbaca
dalam waktu 26 detik.
Pengujian Efek Antidiabetes
Enam kelompok mencit masing-
masing terdiri dari 5 ekor, diperlakukan
sebagai berikut : Kelompok 1 adalah
mencit kontrol negatif yang hanya
diberikan aqua destilata, kelompok 2
adalah mencit diabetes yang diinduksi
dengan aloksan, kelompok 3, 4 dan 5
merupakan kelompok mencit diabetes yang
diberi air perasan dengan tiga variasi dosis,
dua kali sehari selama 21 hari secara oral,
mulai pada hari dimana hewan dinyatakan
diabetes. Kelompok 6 adalah mencit
pembanding yang diberikan glibenklamid
dengan dosis 5-20 mg pada manusia
(Vogel, 2002, Ganiswara, 2005). Jika dosis
ini dikonversikan untuk pemakaian pada
mencit adalah 5 mg x 0,0026 = 0,013
mg/20 gramBB atau 0,65 mg/kgBB.
Pengukuran Volume Urin
Pengukuran jumlah urin yang dihasilkan
mencit dilakukan dengan mengukur
volume urin yang dikumpulkan setiap 24
jam. Volume urin yang dihasilkan tiap
mencit diukur dengan gelas ukur setiap
hari pada hari ke-7, 14 dan ke-21. Untuk
memudahkan pengumpulan urin mencit
dimasukkan ke dalam kandang metabolik
yang pada bagian dasarnya diberi
penyaring agar didapatkan urin yang
bersih.
Pengukuran Konsumsi Air Minum
Pengukuran konsumsi air minum
dilakukan dengan cara memberikan air
minum pada mencit dengan volume
terukur kemudian setelah 24 jam volume
sisa air minum yang tertinggal diukur
kembali. Selisih volume air yang diberikan
dengan air yang tertinggal dihitung sebagai
volume air minum. Konsumsi air minum
diukur setiap harinya pada hari ke-7, 14
dan ke-21.
Pengukuran Berat Badan
Penimbangan berat badan mencit
dilakukan pada hari ke-7, 14 dan 21 yaitu
sejak mencit dinyatakan diabetes hingga
hari terakhir perlakuan dengan
menggunakan timbangan triple bean
balance model 700 (orkus scale
corporation).
Analisa Data
Data hasil penelitian dianalisa
secara statistik dengan ANOVA dua arah
untuk parameter kadar glukosa darah, berat
badan, konsumsi air minum 24 jam dan
volume urin 24 jam. Jika hasil analisa
bermakna kemudian dilanjutkan dengan
Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncans
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
131
multiple range test) dan kebermaknaan
diambil pada tingkat kepercayaan 95 %.
Data ini dianalisa dengan menggunakan
software statistic SPSS 17.0 for Windows
Evaluation Version.
HASIL DAN DISKUSI
Diabetes melitus adalah penyakit
gangguan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak, sehingga timbul
keadaan hiperglikemia yang disebabkan
karena penyerapan glukosa ke dalam sel
terhambat serta metabolismenya terganggu
(Mansjoer, 1999). Keadaan diabetes yang
berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya beberapa penyakit ikutan
(komplikasi) seperti strok, neuropati
autonomik yang mengakibatkan simptom
kardiovaskular, nefropati (dapat
menimbulkan kegagalan ginjal), disfungsi
saluran cerna, gangguan genitourinari dan
seksual, neuropati perifer dengan risiko
ulser pada kaki (dapat menimbulkan
amputasi) dan retinopati yang dapat
menyebabkan terganggu/hilang
penglihatan. Gejala kardiovaskular dapat
berupa hipertensi, arterosklerosis,
mikroangiopati, kegagalan jantung
kongestif dan penyakit pembuluh darah
perifer. Kemungkinan terjadinya penyakit
kardiovaskular adalah tiga kali ganda pada
penderita diabetes dibandingkan dengan
orang normal. Frekuensi penyakit diabetes
dan hipertensi akan bertambah sejalan
dengan bertambahnya umur (Arifin, 2004).
Diagnosis diabetes ditetapkan dengan
adanya gejala khas berupa polifagia,
poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan
menurun (Robbin, 1995), dimana
beberapa diantaranya merupakan
parameter dalam penelitian ini.
Hewan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
mencit, adapun alasan pemakaian
mencit sebagai hewan percobaan sebab
mencit mudah ditangani, relatif murah,
kecil, kandang tidak terlalu besar,
omnivora, sistim operasi mudah
(Thompson, 1990).
Pada pengujian efek antidiabetes
ini mencit dipuasakan selama 18 jam agar
penyerapan obat tidak terhambat oleh
makanan sehingga efek tidak terganggu,
dimana pada perut kosong obat akan
bekerja lebih cepat jika dibandingkan perut
berisi makanan (Sartono, 2002). Kemudian
dilakukan penginduksian diabetes melitus
menggunakan zat diabetogenik aloksan
tetrahidrat dengan dosis 200 mg/kg BB
secara intraperitonial (Chen, 2001).
Pemilihan aloksan sebagai penginduksi
diabetes melitus karena aloksan bersifat
selektif merusak sel-sel pulau langerhans
pankreas dan kerjanya berlangsung secara
cepat (Wade & Weller, 1986). Aloksan
merusak sel pankreas dengan cara
menimbulkan terbentuknya radikal bebas
dan H2O2 yang menyebabkan fragmentasi
DNA pada pulau langerhans pankreas
sehingga terjadi penurunan jumlah sel
pankreas yang mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin (N. Takasu,
et al., 1991).
Pada awal setelah penginduksian
mencit dengan aloksan (1-4 jam) akan
terjadi efek hiperglikemia awal disebabkan
oleh tingginya kadar glukosa darah
sedangkan jumlah insulin yang
disekresikan tidak mencukupi kebutuhan.
Setelah itu terjadi efek hipoglikemia (24-
48 jam), disebabkan oleh penurunan kadar
glukosa darah akibat pembebasan insulin
secara besar-besaran dari sel beta pankreas
kemudian diikuti efek hiperglikemia secara
permanen setelah lewat 48 jam disebabkan
kerusakan sel beta pankreas yang
permanen (Rerup, 1970). Untuk
menghindari terjadinya konvulsi akibat
hipoglikemia yang mengakibatkan
kematian maka diberikan larutan glukosa
10 % sebagai pengganti air minum selama
dua hari setelah penyuntikan aloksan
(Hashimoto, 1969; Chen, 2001).
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
132
Tingkat diabetes yang ditimbulkan
aloksan tergantung pada tingkat kerusakan
sel pankreas pada masing-masing hewan
percobaan. Pada diabetes ringan kadar
glukosa darah berkisar antara 200-400
mg/dl, diabetes sedang mempunyai kadar
glukosa darah berkisar antara 400-600
mg/dl, sementara pada diabetes berat kadar
glukosa darahnya lebih dari 600 mg/dl
(Hashimoto, 1969; Chen, et al., 2001).
Pada penelitian ini diabetes yang
ditimbulkan oleh aloksan terhadap mencit
putih jantan adalah diabetes ringan hingga
sedang dengan kadar glukosa darah yang
berkisar antara 206 600 mg/dl.
Kadar glukosa darah mencit
ditentukan dengan menggunakan alat
Advantage Glucose Meter (Roche) dan
strip test (Accu-check Advantages II)
Keuntungan menggunakan alat ini adalah
kerjanya sederhana, spesifik,
membutuhkan sedikit darah (1-2 tetes),
dapat mengukur kadar glukosa darah
dengan cepat dan tepat pada range 10-600
mg/dl (Soemardji, 2004). Prinsip kerja alat
ini berdasarkan reaksi enzimatis sebagai
berikut : glukosa dengan adanya O2
dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase
yang terdapat dalam strip test membentuk
asam glukoronat dan hidrogen peroksida.
Selanjutnya hidrogen peroksida yang
terbentuk akan mengoksidasi ortho toluidin
yang dikatalis oleh enzim peroksidase
menghasilkan warna biru. Intensitas warna
biru dari ortho toluidin yang teroksidasi
inilah yang diukur oleh alat yang setara
dengan kadar glukosa darah (Guyton &
Hall, 1997).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa air perasan umbi bengkuang
(Pachyrhizus erosus (L.) Urb.) pada
dosis 10 ml/kgBB, 20 ml/kgBB dan 30
ml/kgBB dapat menurunkan kadar
glukosa darah mencit diabetes yang
diinduksi dengan aloksan. Efek
hipoglikemik dari ketiga dosis yang
digunakan terlihat setelah 21 hari
pemberian air perasan, dimana efek
hipoglikemik yang paling besar dicapai
pada pemberian air perasan dengan
dosis 30 ml/kgBB, disini kadar glukosa
normal mencit belum tercapai ini
diperkirakan karena waktu pemberian
sediaan yang belum cukup sehingga
obat belum mencapai hasil yang
maksimal diperkirakan apabila ekstrak
diberikan dalam waktu yang lebih lama
kadar glukosa normal mencit dapat
tercapai.
Gambar1. Diagram batang pengaruh dosis dan lama pemakaian air perasan umbi
bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urb.)
terhadap kadar gula darah mencit putih jantan
diabetes
Pada penelitian yang telah
dilakukan terlihat hasil yang
menunjukkan dimana kelompok mencit
normal mengalami peningkatan kadar
glukosa darah yang tidak berarti
selama masa perlakuan sebab mencit
normal ini tidak diinduksi dengan
aloksan sehingga tidak mengalami
kerusakan pada sel pankreas,
sehingga kadar glukosa darah mencit
ini tetap normal selama masa
perlakuan, tapi pada hari ke-14
perlakuan terlihat kadar glukosa darah
mencit kelompok ini mengalami
sedikit penurunan, hal ini mungkin
terjadi karena mencit selama masa
perlakuan mengalami keadaan stres
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
133
yang bisa berpengaruh terhadap kadar
gula darah mencit tersebut.
Selama penelitian berlangsung
terlihat dari pengamatan secara visual
bahwa mencit normal pergerakannya
normal, suka membersihkan diri, urin
jernih, tidak ada buih, dan tak ada
endapan. Sedangkan mencit diabetes
pergerakannya kurang, tidak suka
membersihkan diri, urin keruh,
berwarna kuning, berbusa dan ada
endapan.
Pada penelitian yang dilakukan
terhadap mencit kelompok diabetes
terlihat bahwa kadar glukosa darah
mencit diabetes ini jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan mencit normal.
Tingginya kadar glukosa darah mencit
diabetes ini disebabkan karena mencit
kelompok ini telah diinduksi dengan
aloksan, yang merupakan penginduksi
diabetes yang spesifik terhadap sel-sel
merusak sel-sel pankreas dengan cepat,
berpengaruh terhadap produksi insulin,
dimana insulin ini sangat berperan
penting dalam membantu pemasukan
glukosa kedalam sel, dengan
berkurangnya produksi insulin maka
glukosa akan terus berada dalam darah
sehingga menyebabkan kadar glukosa
darah mencit kelompok ini mengalami
peningkatan (Arifin, 2002).
Pada pemberian pembanding
(glibenklamid dosis 0,65 mg/kgBB),
kadar glukosa darah mencit tidak
menunjukkan penurunan yang berarti
bila dibandingkan dengan mencit
normal. Hal ini disebabkan
glibenklamid tidak bekerja
memperbaiki sel
rusak akibat imbasan aloksan, tetapi
menstimulasi pelepasan insulin dari sel
Hardman, Limbird, 2001). Berdasarkan
data tersebut diduga mekanisme kerja
air perasan umbi bengkuang dalam
menurunkan kadar glukosa darah
mencit berbeda dengan glibenklamid.
Mekanisme penurunan kadar
glukosa darah mencit diabetes pada
penelitian ini belum dapat diramalkan.
Penurunan kadar glukosa darah oleh
obat-obat hipoglikemik melalui
beberapa cara seperti peningkatan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
peningkatan sensitifitas insulin
terhadap reseptornya, bekerja
mengurangi glukoneogenesis dihati,
atau melalui penghambatan absorbsi
glukosa dari saluran cerna
(Tjokroprawiro, 1996).
Glukosa yang hilang bersama
urin akan menyebabkan berkurangnya
penggunaan glukosa sebagai sumber
energi, dimana pasien akan mengalami
keseimbangan negatif, karena setiap
gram glukosa yang diekskresi
menyebabkan tubuh kehilangan 4
kalori. Akibatnya pusat nafsu makan di
hipotalamus akan teransang (Guyton &
Hall, 1997). Untuk memenuhi energi
tubuh maka lemak dan protein pada
jaringan otot dan adiposa di
katabolisme secara berlebihan.
Akibatnya terjadi penurunan berat
badan seperti yang terlihat pada
penelitian ini.
Gambar 2. Diagram batang pengaruh
dosis dan lama pemakaian air perasan umbi
bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urb.)
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
134
terhadap berat badan mencit putih jantan
diabetes
Selama 21 hari perlakuan,
terjadi perubahan terhadap berat badan
mencit. Mencit normal dan mencit
diabetes yang diinduksi aloksan
mengalami peningkatan berat badan,
sedangkan mencit pembanding berat
badannya relatif konstan. Mencit
diabetes yang diberi air perasan pada
dosis 10, 20 dan 30 ml/kg BB
mengalami perubahan berat badan
yang naik turun. Air perasan yang
diujikan dapat menurunkan kadar
glukosa darah mencit namun tidak
dapat memperbaiki berat badan mencit.
Hal ini mungkin disebabkan oleh
kandungan air perasan yang
menyebabkan perubahan nafsu makan
mencit sehingga terjadi perubahan
berat badan yang tidak beraturan.
Berdasarkan pengujian secara statistik
terlihat bahwa berat badan mencit pada
tiap-tiap dosis memperlihatkan
pengaruh secara bermakan (P < 0,05)
sedangkan lama pemberian tidak
memperlihatkan pengaruh yang
bermakna (P > 0,05).
Pada keadaan normal, lebih dari
99 % glukosa yang memasuki
glomerolus direabsorbsi oleh tubulus
proksimal ginjal yang bertanggung
jawab bagi kembalinya glukosa ini ke
sirkulasi (Baron, 1995). Nilai ambang
glukosa yang dapat diserap secara
sempurna oleh tubulus ginjal adalah
180 mg/dl (Mutscherl, 1991). Bila
kadar glukosa darah melebihi nilai
ambang ginjal, maka glukosa akan
diekskresikan melalui urin (glukosuria)
akibat peningkatan filtrasi di
glomerolus. Selain itu peningkatan
glukosa darah dapat menyebabkan
peningkatan tekanan osmosis dengan
ekskresi air, glukosa, dan elektrolit
(Guyton & Hall, 1997). Hal ini akan
menyebabkan dehidrasi sel jaringan
sehingga timbul rasa haus yang
berlebihan dan terjadi peningkatan
konsumsi air minum (Robbin, 1995;
Sherwood, 2001).
Gambar 3. Diagram batang pengaruh
dosis dan lama pemakaian air perasan umbi
bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urb.)
terhadap konsumsi air minum 24 jam mencit
putih jantan diabetes
Peningkatan konsumsi air
minum pada kelompok mencit diabetes
disebabkan oleh patologi diabetes yang
menyebabkan proses urinasi sebagai
kompensasi faktor fisiologis dalam
mengurangi kadar glukosa dalam darah
serta mengontrol tekanan darah. Untuk
mengganti volume cairan tubuh yang
dikeluarkan sebagai akibat proses
urinasi tersebut maka secara otomatis
tubuh akan menjadi haus dan dahaga
dan akan sering minum dengan volume
yang banyak pula. Hal ini terlihat
dengan meningkatnya pengambilan air
minum pada kelompok mencit diabetes
(Arifin, 2004). Pada kelompok hewan
diabetes yang diberi perlakuan air
perasan umbi bengkuang (Pachyrhizus
erosus (L.) Urb.) ternyata konsumsi air
minum ini terlihat adanya proteksi
dengan menurunnya konsumsi air
minum pada kelompok ini.
Pada penelitian ini terlihat
bahwa mencit diabetes mengalami
peningkatan konsumsi air minum jauh
diatas konsumsi air minum mencit
normal disebabkan telah terjadinya
keadaan diabetes pada tubuh mencit.
Berdasarkan pengamatan selama
penelitian terlihat bahwa kelompok
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
135
mencit yang diberi air perasan tanaman
obat pada dosis 10 ml/kgBB terjadi
penurunan konsumsi air minum secara
terus menerus selama masa
pengamatan. Pada dosis 20 ml/kgBB
terjadi peningkatan konsumsi air
minum pada hari ke-14, namun pada
hari terakhir terlihat adanya proteksi
dengan menurunnya konsumsi air
minum mencit. Sedangkan pada dosis
30 ml/kgBB konsumsi air minum
mencit terlihat lebih tidak stabil
dimana pada hari ke-14 pemberian
konsumsi air minum mencit menurun
dan meningkat kembali pada hari ke-
21 pemberian air perasan, sehingga
diperkirakan dosis pemberian ekstrak
yang paling aktif dalam menurunkan
konsumsi air minum mencit diabetes
adalah pada dosis 10 ml/kgBB.
Berdasarkan pengujian secara statistik
terlihat bahwa volume air minum tiap-
tiap dosis memperlihatkan pengaruh
secara bermakna (P < 0,05) sedangkan
lama pemberian tidak memperlihatkan
pengaruh yang bermakna (P > 0,05).
Adapun peningkatan pengeluaran
urin disebabkan oleh kerja ginjal yang
lebih aktif, apabila kadar gula didalam
darah tinggi maka ginjal akan
mengeluarkan gula berlebihan tersebut
melalui urin, sehingga mencit yang
menderita diabetes akan mengeluarkan
urin yang banyak, dan pada urin mencit
yang menderita diabetes ini akan ditemui
banyak semut sebab glukosa dikeluarkan
melalui urin (Arifin, 2002).
Gambar 4. Diagram batang pengaruh dosis
dan lama pemakaian air perasan umbi bengkuang
(Pachyrhizus erosus (L.) Urb.) terhadap volume
urin 24 jam mencit putih jantan diabetes
Pengeluaran urin yang banyak ini
akan menyebabkan mencit yang diabetes
menjadi dahaga dan sering minum,
sehingga mecit yang menderita diabetes
cenderung banyak minum. Pada penelitian
ini volume urin mencit diabetes meningkat
dibandingkan dengan mencit normal.
Pemberian air perasan umbi bengkuang
pada dosis 10 ml/kgBB, 20 ml/kgBB, dan
30 ml/kgBB tidak memperlihatkan
penurunan volume urin 24 jam mencit
diabetes secara nyata. Berdasarkan
pengujian secara statistik terlihat bahwa
volume urin 24 jam mencit pada tiap-tiap
dosis memperlihatkan pengaruh secara
bermakana (P < 0,05) sedangkan lama
pemberian tidak memperlihatkan pengaruh
yang bermakna (P > 0,05).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
tentang pengaruh air perasan umbi
bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urb.)
terhadap kadar gula darah mencit putih
jantan diabetes, maka didapat kesimpulan
sebagai berikut :
1. Air perasan umbi bengkuang
(Pachyrhizus erosus (L.) Urb.) dengan
dosis 10, 20 dan 30 ml/kgBB dapat
menurunkan kadar glukosa darah mencit
diabetes yang diinduksi dengan aloksan.
Penurunan kadar glukosa darah yang
tertinggi yaitu pada dosis 30 ml/kgBB.
Dari pengujian statistik terlihat bahwa
faktor perlakuan (dosis pemberian)
mempengaruhi kadar glukosa darah mencit
putih jantan secara bermakna (P < 0,05).
2. Air perasan umbi bengkuang
(Pachyrhizus erosus (L.) Urb.) pada dosis
yang digunakan tidak dapat memperbaiki
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
136
berat badan mencit diabetes yang diinduksi
dengan aloksan.
3. Air perasan umbi bengkuang
(Pachyrhizus erosus (L.) Urb.) dapat
menurunkan konsumsi air minum, tetapi
tidak dapat memperbaiki volume urin
mencit diabetes yang diinduksi dengan
aloksan.
SARAN
Disarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk meneliti mekanisme
kerja dari air perasan umbi bengkuang
(Pachyrhizus erosus (L.) Urb.) dalam
menurunkan glukosa darah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Administrator. 2 November 2008. Manfaat
Bengkuang, diakses 22 April 2009 dari
http://www.masenchipz.com,
Anonim. 18 Februari 2009. Bengkuang,
diakses 22 April 2009 dari
http://www.tanamanobat.org,
Arifin, H. 2002. Pengaruh Diabetes Ke Atas
Tekanan Darah, Kadar Jantung dan
Aktiviti Saraf Sinipatetik Renal dalam
Tikus Normal dan Hipertensif. (Tesis
Doktor Falsafah). Malaysia.
Arifin, H., Mellisa, Almahdy A. 2004. Efek
antidiabetes ekstrak etanol daun
Eugenia cumini L. Jurnal JUMPA, 13,
1, 32-37.
Chen H., Feng R., Guo Y., Sun L., Jiang J.
2001. Hypoglycemic Effect Of
Aqueous Extract Of Rhizoma
Polygonati odorati in Mice & Rats. J.
Ethnopharmacol, 74, 225-229.
Davis, N.S. & Granner, K.D. 2002. Insulin,
Oral Hypoglycemic Agents, and The
Pharmacology of The Endocrine
Phancreas. In Goodman & Gillman.
The Pharmalogycal Basis of
Therapeutics (10nd ed). New York:
Medical Publishing Division.
Feri. 10 Juni 2008. Bengkuang Berkhasiat
Sebagai Obat, diakses 10 Juni 2009
dari http://feriweb.wordpress.com.
Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan
Terapi. (Edisi 4). Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Goodman, G.A., Hardman, J. G and Limbird,
L. E. 2001. Goodman & Gilmans The
Pharmacological Basis of
Therapeutics. New York: McGraw-
Hill.
Guyton, A.C. 1987. Fisiologi Manusia dan
Mekanisme Penyakit. Penerjemah: P.
Andrianto. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Guyton, A.C & Hall. J. 1997. Anatomi
Fisiologi Kedokteran. (Edisi 9).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Hashimoto, Y. 1969. Effect of Alloxan
Diabetes Induced in Spontaneously
Hypertensive Rats. Japanese
Circulation Journal, 33, 1315-1334.
Hastawan, M. 22 Januari 2009. Antioksidan
Tingkatkan Pamor Bengkuang, diakses
22 April 2009 dari
http://www.cybermed.cbn.net.id,
Jayadi. 1 Juni 2009. Khasiat Bengkuang
Sebagai Obat, diakses 10 Juni 2009
dari http://www. jurnalbogor.com.
Mansjoer, A. (Ed.). 1999. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI.
Murray, R.K., et al. 2003. Harpers
Biochemistry. Penerjemah; Hartono A
dalam Biokimia Harper. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mutscherl, E. 1991. Dinamika Obat. (Edisi 5).
Penerjemah; M.B. Widianto & A.S.
Ranti. Bandung: Penerbit ITB.
N, Takasu, Komiya I., Asawa T., Nagasawa
Y., Yamada. 1991. Streptozocin- and
Alloxan-Induced H2O2 Generation
and DNA Fragmentation in Pancreatic
http://www.masenchipz.com,/http://www.tanamanobat.org/http://feriweb.wordpress.com/http://www.cybermed.cbn.net.id/http://www/
-
Helmi A., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
137
islets. H2O2 as Mediator for DNA
Fragmentation. Japan: Department of
Gerontology, Endocrinology, and
Metabolism, School of Medicine,
Shinshu University, Nagano-ken,
Pubmed Journal, 40, 9, 1141-1145.
Rerup, C.C. 1970. Drugs Producing Diabetes
Through Damage of the Insulin
Secreting Cells. Pharmacological
Reviews, 22 ,4, 485-515.
Robbin, K. 1995. Buku Ajar Patologi I. (Edisi
4). Penerjemah: Kartohardjo, S.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sartono. 2002. Racun dan keracunan. Jakarta:
Widya Medika.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari
Sel ke Sistem. Penerjemah: Bramh U.
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Soemardji, A. 2004. Penentuan Kadar Gula
Darah Mencit Secara Cepat: Untuk
diterapkan dalam Penapisan Aktivitas
Antidiabetes In Vivo. Acta
Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX,
115-116.
Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktifitas Anti
Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat.
Jurnal Cermin Dunia Kedokteran,
140, 8-12.
Thompson E.P. 1990. Bioscreening of Drug,
evaluation Technique &
Pharmacology. New York: Weinheim
Basel Cambridge.
Tjay, H.T. & Rahardja, K. 2002. Obat-obat
Penting. (Edisi 5). Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Tjokroprawiro, A. 1996. Diabetes Mellitus,
Klasifikasi, Diagnosis, dan Dasar-
dasar Terapi. (Edisi 3). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Vogel, H.G (Ed.). 2002. Drug Discovery and
Evaluation Pharmacological Assay
(2nd ed). New York: Springer-Verlag.
Wade, A., & Weller, P. 1986. Pharmaceutical
Excipient. (Edisi 2). London: The
Pharmaceutical Press.