tumpang sari
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bercocok tanam, terdapat beberapa pola tanam agar efisien dan memudahkan
kita dalam penggunaan lahan, dan untuk menata ulang kalender penanaman. Pola tanam
sendiri ada tiga macam, yaitu : monokultur, polikultur (tumpangsari), dan rotasi tanaman.
Ketiga pola tanam tersebut memiliki nilai plus dan minus tersendiri. Pola tanam memiliki arti
penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan pola tanam ini berarti memanfaatkan dan
memadukan berbagai komponen yang tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan
penyakit, keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia,
biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada
daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang
ditanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan.
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan
dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman.
Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif
seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang
umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu
diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan
air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan
ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang
ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan (penyerapan
hara dan air) pada suatu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya
dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran yang relatif dalam
dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal.
1.2 Tujuan
~ Mengetahui dan memahami macam-macam pola tanaman
~ Mengetahui dan memahami pola tanam berdasarkan kondisi lahan
~ Mengetahui dan memahami penetapan awal musim pada tumpang sari
~ Mengetahui contoh-contoh pola tanam
~ Mengetahui keuntungan dan kelemahan pola tanam tumpangsari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Tanam
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau
berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda
umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh:
jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.
Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau
waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang
panen disisipkan kacang panjang.
Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tanaman dan
tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan
efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran
seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2.2 Pola Tanam Rotasi
Pola tanam rotasi merupakan pola tanam yang dikembangkan dengan cara mengganti setiap
musim tanaman budidaya yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian.
2.3 Teknik Pola Tanam Pergiliran Tanaman Pada Pertanian
1. Polikultur (Tumpangsari)
Polikultur (disebut Juga tumpangsari) adalah penanaman dua tanaman secara
bersama-sama atau dengan interval waktu yang singkat, pada sebidang lahan yang sama.
Tumpangsari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman
semusim dengan tanaman tahunan. Tumpangsari ditujukan untuk memanfaatkan lingkungan
(hara, air dan sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh produksi maksimum.
Sistem tumpangsari dapat diatur berdasarkan:
- Sifat-sifat perakaran
- Waktu penanaman
Tujuan dari pada tanaman tumpangsari adalah:
- Memanfaatkan tempat-tempat yang kosong
- Menghemat pengolahan tanah
- Memanfaatkan kelebihan pupuk yang diberikan kepada tanaman utamanya
- Menambah penghasilan tiap kesatuan luas tanah
- Memberikan penghasilan sebelum tanaman utama menghasilkan.
Pengukuran sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindarkan persaingan unsur
hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam ditumpangsarikan
dengan tanaman yang berakal dangkal. Tanaman monokotil yang pada umumnya mempunyai
sistem perakaran yang dangkal, karena berasal dari akar seminal dan akar buku. Sedangkan
tanaman dikotil pada umumnya mempunyai sistem perakaran dalam, karena memiliki akar
tunggang. Dalam pengaturan tumpang sari tanaman monokotil dengan tanaman dikotil dapat
dilakukan kalau dipandang dari sifat perakarannya, misalnya tumpang sari jagung dengan
jeruk manis. Jeruk manis dapat tumbuh dengan baik, sedangkan tanaman jagung tumbuh
subur tanpa mengganggu kehidupan jeruk manis.
Pengaturan tumpang sari harus diingat bahwa tanaman selalu mengadakan kompetisi
dengan tanaman semusim yang dapat saling menguntungkan, misalnya antara kacang-
kacangan dengan jagung. Jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kacang-kacangan,
karena kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.
Pergiliran Tanaman (Rotasi Tanaman)
Rotasi atau pergiliran tanaman ialah pengaturan susunan urutan-urutan pertanaman
yang sistematis pada suatu tempat tertentu. Lamanya rotasi itu biasanya antara dua sampai
lima tahun. Apabila rotasinya dilakukan dalam waktu satu tahun, biasanya disebut tanaman
pengisi (succession cropping). Sebagai contoh rotasi, misalnya ialah kentang-kubis-pupuk
hijau-kentang.
Tujuan dari pada rotasi ini adalah:
- Memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.
- Memberantas nematoda-nematoda jahat dan penyakit yang dapat hidup lama di dalam
tanah, yang sulit diberantas dengan cara lain.
- Menambah penghasilan tiap kesatuan luas tanah.
- Merotasi tanaman budidaya.
- Menjaga kesuburan lahan atau memperbaiki tekstur tanah.
- Menghindari peledakan hama atau penyakit tanaman.
- Penyesuaian lahan dengan setiap musimnya.
- Cara pergiliran tanaman pada pertanian organik tidak dilaksanakan pada seluruh
satuan luas yang bersamaan, melainkan perbaris atau bedengan dan saling berdekatan.
Pemilihan jenis tanaman rotasi adalah penting sekali. Kesalahan penggunaan jenis
tanaman rotasi dapat menurunkan hasil tanaman berikutnya, yang tidak mustahil malah
merupakan tanaman inang (host plant) bagi penyakit-penyakit yang justru akan diberantas.
Sebagai contoh dapat dikemukakan, bahwa hasil tanaman kubis akan rendah apabila ditanam
sesudah kedelai, akan tetapi dapat tinggi sesudah jagung, padahal kedelai bersifat
menyuburkan tanah.
Tetapi sebaliknya tanaman selada, tomat, dan bawang merah, hasilnya akan rendah
apabila ditanam sesudah jagung. Tanah-tanah yang mengandung nematoda tidak boleh
ditanamiTephrosiaa sp, karena bersifat sebagai tanaman inang. Tanamilah dengan jenis-jenis
pupuk hijau lainnya.
2.4 Pola Tanam Berdasarkan Kondisi Lahan
1. Lahan Kering (tegalan)
Di lahan kering, palawija dapat ditanam secara monokultur atau tumpangsari.
Ada dua alternatif pelaksanaannya. Alternatif pertama, awal musim hujan, lahan dapat
ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali. Penanaman dilakukan secara
monokultur atau tumpangsari dengan saat tanam yang bersamaan. Saat akhir atau
pertengahan musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek atau berumur
panjang sebanyak satu kali tanam. Pelaksanaannya dilakukan secara monokultur atau
tumpangsari dengan waktu tanam yang bersamaan. Alternatif kedua, pada awal musim hujan,
lahan ditanami jagung. Kurang lebih 3 sampai 4 minggu sebelum panen, singkong ditanami
di antara tanaman jagung.
2. Lahan Sawah Tadah Hujan
Di lahan tadah hujan, palawija bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada
dua alternatif untuk pelaksanaannya. Alternatif pertama, pada awal musim hujan sampai
pertengahan musim huajn, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau
pertengahan musim hujan, lahan ditanami palawija secara monokultur sebanyak satu kali.
Sedangkan alternatif kedua pada awal musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak satu kali.
Pada akhir atau pertengahan musim hujan sampai musim kemarau lahan dapat ditanami
palawija secara tumpangsari. Tumpangsari dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama
adalah tumpangsari dua tanaman berumur pendek. Misalnya, jagung dengan kacang kedelai,
kacang tanah atau kacang hijau. Pada metode ini waktu tanam dilakukan bersamaan.
Demikian pula waktu panennya. Karena terdapat tanaman lain, maka jarak tanam jagung
harus lebih lebar. Cara kedua dilakukan antara dua tanaman dengan umur berbeda. Misalnya,
ubi kayu dengan kacang tanah, kedelai atau kacang hijau. Metode ini waktu tanamnya
bersamaan. Ketika tanaman yang berumur pendek sudah dipanen, singkong masih dibiarkan
tumbuh sampai saatnya panen. Dengan cara ini, jarak tanam singkong harus lebih lebar.
3. Lahan Sawah Beririgasi
Di lahan sawah, palawija umumnya ditanami secara monokultur dengan pola tanam
sebagai berikut. Pada awal musim hujan sampai akhir musim hujan, lahan ditanami padi
sebanyak dua kali tanam. Pada musim kemarau, lahan dapat ditanami palawija berumur
pendek sebanyak satu kali.
Kerugian pola lahan sawah beririgasi tanam ini adalah
- Pola pergiliran tanaman pada setiap daerah berbeda sebab masing masing daerah
mempunyai kondisi iklim, tanah dan kecocokan tanaman untuk pergiliran yang berbeda pula
sehingga tidak bisa di samaratakan.
4. Lahan Rawa Pasang Surut
Sebelum ditanam palawija, lahan rawa harus diolah dengan sistem sarjan. Pada sistem
ini, sebagian lahan ditinggikan untuk ditanami palawija atau tanaman lain yang tidak tahan
genangan air. Bagian yang lebih tinggi ini disebut guludan. Bagian yang lain, dibuat lebih
rendah untuk ditanami padi. Bagian yang rendah ini disebut tabukan. Perbandingan luas
tabukan dan guludan pasang tertinggi. Bagian guludan tidak boleh dilampaui air. Sementara
itu, permukaan tanah tidak lebih rendah dari lapisan pirit. Lapisan ini merupakan akumulasi
bahan-bahan beracun, sehingga bila terangkat ke permukaan akan sangat mengganggu
pertumbuhan tanaman.
Di lahan rawa, palawija juga ditanami secara monokultur atau tumpang sari.
Aturannya sebagai berikut. Di lahan di bagian tabukan, ditanami padi dua kali setahun.
Sedangkan di bagian guludan pada awal dan akhir musim hujan ditanami palawija berumur
pendek (jagung dan kacang-kacangan). Atau, pada awal musim hujan ditanami palawija
berumur pendek dan akhir musim hujan ditanami singkong.
2.5 Penetapan Awal Musim
Awal musim ditentukan jika curah hujan dalam satu dekade dan tiap dekade berikutnya lebih
besar dari 50 mm untuk musim hujan sedangkan untuk musim kemarau kurang dari 50 mm.
Lebih mudahnya dalam tiga dekade harus lebih besar dari 150 mm untuk musim hujan dan
kurang dari 150 mm untuk musim kemarau. Dari data curah hujan pada tabel ceraca air yang
disesuaikan dengan kriteria diatas maka awal musim hujan jatuh pada bulan nopember
dekade pertama. Penetapan ini dikarenakan curah hujan pada bulan nopember dekade
pertama dan dua dekade berikutnya masing-masing melebihi kriteia diatas 50 mm yaitu
berturut-turut 56.31 mm, 61.81 mm, dan 74.31 mm sedangkan curah hujan sebelumnya masih
rendah yaitu 45.37 mm. Penetapan awal musim kemarau jatuh pada bulan april dekade
pertama. Penetapan ini dikarenakan curah hujan pada bulan april dekade pertama dan dua
dekade sesudahnya masing-masing sesuai kriteia yaitu berturut-turut 42.14 mm, 37.64 mm,
dan 28.64 mm sedangkan curah hujan sebelumnya masih tinggi yaitu 60.86 mm.
2.6 Contoh Pola Tanam
Pola tanam dapat disusun sesuai kebutuhan petani. Pemilihan jenis tanaman budidaya
umumnya disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Diketahuinya ketersediaan air disuatu daerah
dengan adanya neraca air maka penentuan pola
tanam dalam satu tahun dapat diatur sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Penentuan pola tanam sangat dipengaruhi ketersediaan air. Maka dari itu, ketika waktu defisit
air penentuan pola tanam akan berbeda jika air dapat ditambahkan ataupun tidak dapat
diberikan penambahan air. Berikut akan diberikan lima contoh model pola tanam:
1. Padi - Padi - Padi
Jika air saat terjadi defisit dapat disediakan maka dapat dilakukan penanaman padi sepanjang
tahun. Namun jika air sulit tersedia ketika defisit air maka masih memungkinkan dilakukan
penanaman padi sepanjang tahun namun dengan beberapa kriteria. Jika dalam satu tahun
akan ditanam padi sebanyak tiga kali maka varietas padi yang digunakan adalah varietas
genjah agar umurnya lebih pendek sehingga saat surplus air dapat dimanfaatkan penanaman
hingga panen. Awal bulan nopember merupakan awal musim hujan namun pada dekade
pertama masih terjadi defisit air. Maka penanaman padi kesatu dapat mulai. Jika persiapan
hingga panen memerlukan waktu empat bulan maka saat penanaman padi kedua yaitu pada
bulan maret masih terdapat air namun bulan april hingga juni terjadi defisit air. Maka varietas
padi yang ditanam mengunakan padi lahan kering. Penanaman padi ketiga pada bulan juli
jika tetap tidak dapat diusahakan pengairan maka padi yang ditanam menggunakan varietas
lahan kering.
2. Padi - Padi - Palawija
Penanaman dengan pola tanam padi-padi-palawija dapat dimulai dengan penanaman padi
pertama saat awal musim yaitu awal nopember. Persiapan dimulai bulan oktober sehingga
pada awal musim penanaman telah siap. Pada bulan pebruari penanaman padi kedua dapat
dilaksanakan sehingga pada waktu defisit air yaitu pada bulan juni hingga oktober dapat
digunakan untuk penanaman palawija dan pengolahan tanah.
3. Padi - Padi - Bero
Untuk memperbaiki keadaan tanah maka disamping dilakukan penanaman dapat juga
dilakukan pemberoan. Jika padi ditanam dua kali seperti pola tanam padi-padi-palawija maka
waktu penanaman palawija dapat digunakan untuk pemberoan dan pengolahan tanah. Waktu
penanaman padi dapat disamakan dengan pola tersebut.
4. Padi - Palawija - Bero
Menurut rekomendasi Oldeman, pola tanam yang sesuai untuk tipe iklim ini yaitu hanya
mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air
irigasi. Pola tanam ini sesuai dengan rekomendasi Oldeman maka penanaman padi dapat
dilakukan saat terjadi surplus air yaitu pada bulan nopember hingga maret. Dengan waktu
lima bulan ini maka pertumbuhan padi dapat dioptimalkan. Sedangkan penanaman palawija
ini dapat disesuaikan dengan jenis palawija dengan kebutuhannya terhadapa air. Jika palawija
yang ditanam tidak terlalu tahan kekeringan maka penanamannya dapat dilakukan bulan
maret disesuaikan saat surplus air sehingga waktu untuk penanaman padi lebih dimajukan
dan sisanya untuk palawija. Jika palawija yang ditanam tahan terhadap kekeringan maka
penanamannya dapat dilakukan bulan april kemudian dilakukamn pemberoan.
Padi - Padi
Jika penanaman padi akan dilaksanakan dua kali dalam satu tahun tanpa kegiatan lagi. Maka
penanaman padi pertama dilakuka saat surplus air yaitu bulan nopember hingga maret.
Sedangkan penanaman padi kedua dapat digunakan padi lahan kering yang ditanam setelah
padi kedua. Varietas padi dapat menggunakan varietas berumur panjang karena dalam satu
tahun hanya dilakukan dua kali penanaman.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Keuntungan Pola Tanam Tumpangsari
Keuntungan pola tanam tumpang sari inter cropping antara lain:
· Efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena persiapan tanam, pengerjaan tanah,
pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya lebih mudah dimekanisir
· Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan mengatur jarak diantara dan
didalam barisan
· Menghsilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar
· Perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang
ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah
· Resiko kegagalan panen berkurang bila di bandingkan dengan monokultur
· Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena
penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien
· Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis terhadap
serangan hama dan penyakit.
3.2 Kelemahan Pola Tanam Tumpangsari
Kelemahan pola tanam tumpang sari inter cropping antara lain:
Persaingan dalam hal unsur hara
Dalam pola tanam tumpangsari, akan terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara antar
tanaman yang ditanam. Sebab, setiap tanaman memiliki jumlah kebutuhan unsur hara yang
berbeda-beda, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu tanaman akan
mengalami defisiensi unsur hara akibat kkalah bersaing dengan tanaman yang lainnya.
Pemilihan komoditas
Diperlukan wawasan yang luas untuk memilih tanaman sela sebagai pendamping dari
tanaman utama, karena tidak semua jenis tanaman cocok ditanam berdampingan. Kecocokan
tanaman-tanaman yang akan ditumpangsarikan dapat diukur dari kebutuhan unsur haranya,
drainase, naungan, penyinaran, suhu, kebutuhan air, dll.
Permintaan Pasar
Pada pola tanam tumpangsari, tidak selalu tanaman yang menjadi tanaman sela,
memiliki permintaan yang tinggi. Sedangkan, untuk memilih tanaman sela yang cocok
ditumpangsarikan dengan tanaman utama, merupakan usaha yang tidak mudah karena
diperlukan wawasan yang lebih luaslagi. Maka dari itu, diperlukan strategi pemasaran yang
tepat agar hasil dari tanaman sela tersebut dapat mendatangkan keuntungan pula bagi petani.
Memerlukan tambahan biaya dan perlakuan
Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu
diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya
ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit.
Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat penanaman
sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini
dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal.
Kesuburan tanah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindar
persiangan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman.
Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara
tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang
mempunyai perakaran relatif dangkal.
Sebaran sinar matahari penting, hal ini bertujuan untuk menghindari persiangan antar
tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan
tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang ditumpangsarikan. Tinggi dan lebar tajuk antar
tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari,
lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh
terhadap hasil secara keseluruhan.
Antisipasi adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi resiko
serangan hama maupun penyakit pada pola tanam tumpangsari. Sebaiknya ditanam tanam-
tanaman yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak menjadi inang dari
hama maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teknik pergiliran tanaman ada dua macam, yaitu polikultur (tumpangsari) dan
pergiliran tanaman (rotasi tanaman). Polikultur (disebut Juga tumpangsari) adalah penanaman
dua tanaman secara bersama-sama atau dengan interval waktu yang singkat, pada sebidang
lahan yang sama. Tumpangsari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di
antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tumpangsari ditujukan untuk
memanfaatkan lingkungan (hara, air dan sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh
produksi maksimum. Keuntungan pola tanam tumpang antara lain : efisiensi tenaga lebih
mudah dicapai karena persiapan tanam, pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan
pemungutannya lebih mudah dimekanisir; banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi
dengan mengatur jarak diantara dan didalam barisan; menghsilkan produksi lebih banyak
untuk di jual ke pasar; perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga
tanaman yang ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah; resiko
kegagalan panen berkurang bila di bandingkan dengan monokultur; kemungkinan merupakan
bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena penggunaan tanah dan sinar matahari
lebih efisien; banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis
terhadap serangan hama dan penyakit. Sedangkan kelemahan dalam pola tanama
tumpangsari, antara lain : Persaingan dalam hal unsur hara; sulit dalam memilih komoditas
yang cocok dijadikan sebagai tanaman sela; sulit dalam menyesuaikan atara tanaman sela
dengan permintaan pasar; memerlukan tambahan biaya dan perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Jumin, Hasan Basri. 1998. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta : Rajawali.
Marzuki, H. A. Rasyid, Soeprapto. 2004. Bertanam Kacang Hijau. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Najiyati, Sri. 1992. Palawija, Budidaya, dan Analisis Usaha Tani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sunaryo, Hendro. 1984. Pengantar Pengetahuan Dasar Hortiklutura (Produksi Hortikultura I).
Bandung : Sinar Baru Bandung.
Tim Penulis PS. 1993. Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Tembakau. Jakarta :
Penebar Swadaya.