tumor of pleura
DESCRIPTION
medical caseTRANSCRIPT
TUMOR PLEURA
Mesothelioma
Wa Ode Azzahra Mustari, Asirah Aris
I. PENDAHULUAN
Lapisan Visceral dan parietal pleura yang berada dalam thoraks adalah membran
serosa yang berasal dari mesoderm. Lapisan ini menutupi paru-paru. , fissure
interlobaris, costa, diaphragma, dan mediastinum. Tumor pleura meliputi beberapa
bentuk histologis berupa jinak dan ganas. Sekitar 90% tumor pleura berasal dari tumor
metastasis dan hanya 10% yang benar-benar berasal dari tumor pleura itu sendiri.
Menurut type histologik dari tumor pleura primer antara lain mesothelioma malignant,
tumor pleura fibrosa, lymphoma, liposarcoma pleura, dan beberapa tipe penyebab
lain.1,2,3
Tumor primer pleura jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa. Kanker
metastasis merupakan penyebab utama neoplasma pada pleura, yang paling banyak
adalah diffuse mesothelioma ganas. Ada beberapa jenis tumor yang jauh lebih jarang.
Baik ganas maupun jinak dimana hanya dapat terdiagnosis secara patologi. Meskipun
jarang, sangat penting untuk mengetahui neoplasma yang paling umum pada pleura
dan perbedaannya dengan tumor metastatik dan diffuse mesothelioma ganas, dari
masing-masing Karena perbedaan signifikansi dari prognosis dan terapi. Tumor pleura
dapat berupa tumot primer ataupun sekunder. Tumor primer sangat jarang sedangkan
tumor sekunder bukan merupakan keganasan yang umum. Yang paling utama dan
satu-satunya keganasan pada pleura adalah mesothelioma4
Mesothelioma adalah suatu tumor jinak atau ganas yang mempengaruhi
mesothelium, yaitu suatu membran yang menutup sebagian besar organ-organ dalam
tubuh. Kebanyakan kasus mesothelioma dimulai pada pleura (lapisan sekitar paru-
paru) atau peritoneum (lapisan sekitar abdomen).5
1
Mesothelioma benign dapat juga disebut fibroma, dan mesothelioma yang
bersifat ganas disebut sebagai mesothelioma malignan. Suatu mesothelioma dapat
dinamakan berdasarkan dimana tempat terjadinya. Sebagai contoh, mesothelioma
pleura malignan adalah kanker yang terdapat pada lapisan sekitar paru-paru.
Kebanyakan orang-orang yang dengan mesothelioma malignan bekerja pada tempat-
tempat yang banyak pertikel asbesnya, sehingga mereka menghirup partikel tersebut.
Suatu mesothelioma benign tidak ada kaitan dengan paparan asbes5.
Mesothelioma malignan adalah suatu tumor yang agresif pada permukaan
lapisan serosa, seperti pada pleura dan peritoneum. Awalnya Tumor ini jarang terjadi,
tapi sekarang insidensnya meningkat diseluruh dunia, kemungkinan sebagai suatu hasil
paparan yang luas dari asbes.6
Mesothelioma maligna adalah tumor agresif yang berasal di membrane serosal
yang melapisi dada dan rongga perut. Lebih dari 90% dilaporkan kasus mesothelioma
sebagai tumor pleura. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang penting
selama beberapa tahun terakhir, dengan laporan dari Australia yang merupakan salah
satu insiden tertinggi7,8 . Terjadinya mesothelioma ganas biasanya berhubungan
dengan paparan mineral serat seperti asbes dan erionit.9,10
Asbes adalah kumpulan alami Kristal silikat terhidrasi yang tahan terhadap suhu
tinggi dan kelembaban. Serat asbes yang biopersistent (dipertahankan dalam tubuh
manusia) dan dapat dideteksi sebagai 'asbes body' di paru-paru bertahun-tahun setelah
terhirup11 . Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencatat asbes sebagai salah satu
karsinogen paling penting ditempat kerja dan pada tahun 2010 estimasi global
meningkat terhadap penyakit yang berhubungan dengan asbes terhadap 107.000
kematian per tahun12.
II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Peningkatan insidens mesothelioma malignan diseluruh dunia mencapai
puncaknya pada 10 hingga 20 tahun terakhir. Insidens puncak dari penyakit ini telah
terjadi di United States, sedangkan untuk Eropa dan Australia tidak terprediksi terjadi
2
pada 10 hingga 15 tahun terakhir. Selanjutnya, dijepang dan Negara-negara selain
Negara-negara eropa yang banyak menggunakan asbes`insidensnya terjadi setelah
Negara-negara dari benua eropa tersebut. Terdapat penundaan koresponding pada
antisipasi insiden puncak mesothelioma. Dalam beberapa dekade terdapat perhatian
yang penting bahwa peningkatan penggunaan asbes pada negara-negara berkembang
menyebabkan meningkatnya jumlah kasus dari mesothelioma malignan kecuali kalau
pada tempat tersebut kontrol kesehatan untuk para pekerjanya baik13.
Tujuh persatu juta orang di Jepang telah didiagnosa dengan mesothelioma ganas
dibandingkan dengan 40 orang per juta di Australia. Perbedaan ini terutama
disebabkan jumlah asbes 'dikonsumsi' diperiode tertentu14.
Australia, sebagai salah satu konsumen terbesar asbes di seluruh dunia pada
pasca Perang Dunia Periode II, memiliki salah satu insiden tertinggi mesothelioma
ganas. Sekitar 660 kasus baru mesothelioma ganas yang menyebabkan kematian dan
didokumentasikan pada tahun 2007, Penyakit ini mendekati jumlah kematian yang
disebabkan oleh multiple myeloma dan kanker ovarium. Ada juga variasi regional
dalam kejadian mesothelioma ganas. Sebagai contoh, di Australia kejadian yang
dilaporkan tertinggi telah pada pria di Australia Barat. Variasi ini sebagian besar
disebabkan paparan terkait dengan krosidolit pertambangan di Wittenoom15.
Tidak hanya para penambangnya yang terpapar kuat dengan asbes, tapi asbes
yang halus digunakan sebagai pengganti dari rumput untuk menutup halaman sekolah
dan tempat bermain di kota. Menyebabkan terjadinya mesothelioma masif yang
kebanyakan bermain pada daerah tersebut adalah anak-anak. Sesudah itu, penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh asbes terdapat pada para pekerja yang terekspos
kemudian dipabrik-pabrik dan penggunaan produk-produk dari asbes, seperti pada
tukang pipa, tukang kayu, pertahanan diri , dan instalator isolasi asbes. Kelompok
ketiga, laporan sekitar 20 hingga 30 persen dari kasus-kasus mesothelioma malignan,
terdiri atas siapa saja yang secara kebetulan terpapar oleh asbes yang banyak dimana
serat-serat asbes tersebut terlepas ke udara (atmosphere) di negara - negara industri.
Terdapat beberapa laporan dari kelompok familial mesothelioma malignan, termasuk
3
satu kelompok menunjukkan suatu kemungkinan pola autosomal dominan pada subjek
studi di Cappadocia, Turkey13.
III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
A. ETIOLOGI
Asbes merupakan karsinogen utama yang dikaitkan dengan mesothelioma
malignan. Mesothelioma malignan jarang terjadi sebelum penggunaan asbes. Pada
tahun 1960 bukti awal yang menguatkan dari suatu hubungan antara mesothelioma
malignan dengan paparan asbes akibat pekerjaan dan traumatic dilaporkan, hal ini
berdasarkan data dari afrika selatan Terdapat dua bentuk utama dari asbes; panjang dan
seratnya tipis yang diketahui sebagai amphiboles merupakan satu tipe yang disebut
blue asbestos, dan serat yang ringan dan lembut yang disebut sebagai chrysotile atau
white asbestos. Masih menjadi suatu perdebatan apakah hanya serat amphibole
menyebabkan mesothelioma malignan atau apakah serat chrysotile juga dapat
menyebabkan mesothelioma. hubungan antara chrysotile dengan mesothelioma
malignan merupakan suatu hal yang terjadi karena kontaminasi chrysotile dengan
amphibole tremolite; akan tetapi, bukti yang ada sekarang, khususnya dari studi
miskroskopik electron, memberikan gambaran bahwa chrysotile sendiri dapat
menyebabkan mesothelioma malignan, meskipun kejadiannya lebih sedikit daripada
mesothelioma yang disebabkan oleh amphibole 13,16.
Virus simian 40 (SV40), suatu virus DNA, telah di implikasikan sebagai suatu
cofactor dalam menyebabkan mesothelioma malignan. Virus ini merupakan suatu virus
onkogenik potensial pada manusia dan sel-sel hewan pengerat yang menghambat
tumor-suppressor gen; rangkaian SV40 DNA telah ditemukan pada otak dan tumor
tulang, lymphoma dan mesothelioma malignan, begitupun pada proliferasi mesothelial
atypical dan lesi non invasive superficial dari mesothelium. Ada beberapa bukti bahwa
SV40 telah tertular pada manusia pada injeksi dari vaksin poliomyelitis 35 hingga 50
tahun yang lalu. Keterlibatan dari SV40 pada pathogenesis mesothelioma malignan
telah menjadi hal yang kontroversi, dan peranannya tidak jelas dan tidak terbukti. Pada
4
kasus-kasus yang jarang terjadi, mesothelioma malignan disebabkan oleh radiasi atau
satu dari sejumlah kecil faktor-faktor yang lain13.
B. PATOFISIOLOGI
Normalnya sel – sel mesothelial memudahkan pergerakan bebas dari permukaan
pleural selama respirasi oleh glycoprotein yang bersifat pelicin . Sel – sel ini siap untuk
berproliferasi dalam merespon luka dan faktor pertumbuhan. Asbes rupanya bermutasi
pada kira-kira 2 milyar sel mesothelial pada orang dewasa.
Ada empat proses utama dimana asbes berpengaruh terhadap pleura. Pertama,
serat-serat asbes dapat mengiritasi pleura. Bentuk serat asbes, khususnya perbandingan
panjang dan lebarnya, menentukan penetrasi kedalam paru-paru dan kemungkian dapat
menyebabkan kanker. Serat-serat yang menetrasi paru-paru dapat mengiritasi pleura
dan menyebabkan penyakit yang dimanifestasikan sebagai luka parut (plaque) atau
suatu proses frank malignan (mesothelioma malignan). Kedua, serat-serat asbes dapat
memutuskan atau menembus sel-sel spindle mitosis dan mengganggu proses mitosis
sel, menyebabkan uneuploid dan bentuk lain dari kerusakan kromosom Ketiga, asbes
membentuk generasi iron-related reactive oxygen species yang menyebabkan
kerusakan DNA. Keempat, asbes menyebabkan phosphorilasi dari Mitogen-Activated
Protein (MAP) kinases dan dari Extracellular signal-Regulated Kinases (ERK)1 dan 2.
Phosphorilasi kinases ini meningkatkan ekspresi dari respon proto-oncogenes yang
mengkode anggota Fos-Jun dan activator protein 1 families 13.
Serat asbes dapat terinhalasi masuk ke dalam parenkim paru dan bila tersimpan
dan tertahan di situ, maka akan berkembang menjadi fibrosis interstisial dan alveolar
yang difus. Di dalam jaringan paru serat asbes dapat dibungkus atau tidak dibungkus
oleh kompleks besi-protein. Bila serat dibungkus oleh kompleks besi-protein, maka
keadaannya kurang berbahaya. Jika tidak terdapat gambaran fibrosis di dalam paru,
keberadaan serat di dalam jaringan paru hanya mengindikasikan adanya pajanan,
bukan penyakit17.
5
Mekanisme kerja asbes dalam saluran pernapasan: Serat-serat dengan diameter
kurang dari 3 milimikron yang terinhalasi akan menembus saluran napas dan tertahan
dalam paru-paru. Sebagian besar serat yang masuk ke paru-paru dibersihkan dari
saluran napas melalui ludah dan sputum. Sedangkan dari serat-serat yang tertahan
dalam saluran napas bawah dan alveoli, sebagian serat pendek akan difagosit oleh
makrofag dan dibawa ke kelenjar limfe, limpa, dan jaringan lain. Sebagian serat yang
menetap pada saluran napas kecil dan alveoli (khususnya amfibol) akan dilapisi oleh
kompleks besi-protein dan menjadi badan-badan asbes atau badan feruginosa. Diduga
krisolit menghilang dari tubuh secara bertahap, tetapi bukti tentang hal ini hanya
sedikit sekali18. serat asbes cukup besar. Secara perlahanlahan akan timbul fibrosis paru
interstisial difus dan progresif, dengan lesi-lesi linier individual lambat laun menyatu.
Fibrosis pleura ringan sampai berat seringkali ditemukan, dan kadangkala tampak
plakplak pleura hialin atau kalsifikasi, yang tidak harus berkaitan dengan asbes18.
Orang-orang yang terpajan debu serat-serat asbes dapat tertelan bersama ludah
atau sputum. Kadangkala air, minuman atau makanan dapat mengandung sejumlah
kecil serat tersebut. Sebagian serat yang tertelan agaknya menembus dinding usus,
tetapi migrasi selanjutnya dalam tubuh tidak diketahui. Setelah suatu masa laten-jarang
di bawah 20 tahun, dapat mencapai 40 tahun atau lebih setelah pajanan pertama, dapat
timbul mesotelioma maligna pleura dan peritoneum. Mekanisme karsinogenesis tidak
diketetahui18. Kadang-kadang, serat yang lain, misal talk yang terbungkus oleh besi-
berikatan dengan protein, dapat menimbulkan badan asbes17.
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. ANATOMI PLEURA
Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,
mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura
parietal19,20. Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua
pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan
selama proses respirasi19,21.
6
1) 2)
Gambar 1. Apical pleura
Gambar 2. Stomach bubble (1), anterior, retrosternal, and costal pleural margin,
forming three interfaces(2), cardiac incisura(3), left posteriorncostophrenic sulcus
(4), right posterior costophrenicus sulcus(5)
Dikutip dari kepustakaan 40
Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang
embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan
organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai
dengan proses perkembangan anatomis dan fi siologis suatu organisme.7-9 Pleura
viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fi sura interlobaris,
sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan
tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal (gambar 1)19.
7
Gambar 3. Pleura viseral dan parietal serta struktur sekitar pleura( dikutip dari
kepustakaan 19 dan 20)
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura
viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi
pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi sarafsaraf interkostalis dan nervus
frenikus serta mendapat aliran darah sistemik.3 Pleura visceral dan pleura parietal
terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.
Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/ mL, terdiri dari makrofag (75%),
limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas20,22,23,24.
Cairan pleura normal mengandung protein 1 – 2 g/100 Ml25. Elektroforesis
protein cairan pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan
kadar protein serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih
tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 – 25% lebih
tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih
rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 – 9% sehingga pH cairan pleura
8
lebih tinggi dibandingkan pH plasma21. Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor
aktif mesotel26. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma21.
B. FISIOLOGI PLEURA
Suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan jaringan elastis.
Melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura
visceralis). Di antara pleura parietalis dan visceralis terdapat suatu lapisan tipis cairan
pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama
pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru43.
Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh
tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta
keseimbangan elektrolit.14 Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini
menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura21,28.
Tekanan pleura secara fi siologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan cairan
pleura dan tekanan permukaan pleura.4 Tekanan cairan pleura mencerminkan dinamik
aliran cairan melewati membran dan bernilai sekitar -10 cmH2O. Tekanan permukaan
pleura mencerminkan keseimbangan elastik recoil dinding dada ke arah luar dengan
elastic rekoil paru ke arah dalam.
Nilai tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih
negatif di apeks paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada
dengan paru dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura secara
vertikal; perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan apeks paru dapat
mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolus relatif rata di seluruh jaringan paru normal
sehingga gradien tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan
pleura21.
V. DIAGNOSIS
9
A. GAMBARAN KLINIS
Delapan puluh persen pasien dengan mesothelioma malignan pleura adalah laki-
laki, dan umumnya pasien-pasien tersebut dengan efusi pleura diikuti dengan sesak
nafas dan juga sering disertai dengan nyeri pada dinding dada. (lebih dari 60 persen
pasien). Kombinasi dari suatu efusi pleura yang tidak jelas dan nyeri pleura akan
menimbulkan kecurigaan pada mesothelioma malignan, meskipun bila pemeriksaan
sitologi mendapatkan hasil yang negatif. Berat badan yang menurun dan kelelahan
terjadi kemudian pada perkembangan dari mesothelioma pleural tapi hal ini jarang
terjadi, pada kasus ini pasien yang mengalaminya kurang dari 30 persen. Walaupun
suatu diagnosis sitologi dapat diperoleh dengan cepat, mesothelioma malignan
biasanya tidak didiagnosa hingga dua atau tiga bulan setelah permulaan gejala;
keterlambatan dari diagnosis ini khususnya sering didapatkan dirumah sakit karena
penyakit ini gejalanya tidak umum. Mesothelioma kadang-kadang ditemukan tanpa
sengaja pada pemeriksaan radiography rutin dada13,29.
Gambaran yang paling sering ada pada pasien-pasien dengan mesothelioma
malignan peritoneal adalah distensi karena asites, nyeri abdomen dan kadang-kadang
gangguan organ, seperti obstruksi usus. Selain pada pleura dan peritoneum,
mesothelioma dapat terjadi pada permukaan lapisan serosa lainnya seperti pericardium
dan tunika vaginalis. Karena mesothelioma malignan berkembang secara tersembunyi
dalam rongga tubuh, pasien biasanya datang ke dokter dengan tumor yang cukup luas.
Akan tetapi, metastasis jarang menyebabkan kematian. Invasi local, yang umum
menyebabkan pembesaran nodul limphe dan dapat mengakibatkan obstruksi pada vena
cava superior, tamponade jantung, perluasan (ekstensi) subcutaneus (Gambar.1A) dan
tekanan spinal cord. Penyebaran miliari pada mesothelioma malignan dapat juga
terjadi. Kontralateral paru atau cavitas peritoneum ditulari oleh mesothelioma pleura
pada 10 hingga 20 persen kasus13,29.
Mesotelioma kadang-kadang terdiagnosa secara tidak sengaja, sebelum muncul
gejala. Kadang tumor ditemukan pada pemeriksaan rutin rontgen toraks. Namun, bila
gejala sudah ada, maka tampak nafas pendek, lemah, berat badan menurun, nafsu
10
makan hilang, dada sakit, nyeri pungung bawah, batuk yang menetap, sulit menelan,
dimana gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri atau gabungan dengan yang lain.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan efusi pleura30.
B. GAMBARAN RADIOLOGI
1. PENCITRAAN DENGAN SINAR X
Radiografi dada konvensional secara tipikal menunjukkan efusi pleura dan
kadang-kadang menunjukkan suatu massa pleura. Pasien-pasien yang pada awalnya
terdapat suatu tumor lanjut memiliki suatu bagian yang melingkari tumor tersebut;
luas, berlobus, massa tumor pleura. Plaque ( lembar-lembar fibrosis pleural yang jinak)
adalah suatu tanda paparan serat asbes tapi bukan merupakan suatu pelopor untuk
mesothelioma malignan13 .
Kelainan radiologis yang paling sering ditemukan awalnya adalah
ketidakteraturan pleura dan efusi pleural unilateral pada pada foto polos thoraks.
Temuan lain kadang-kadang ditemukan pada rontgen dada meliputi kerusakan osseus,
reaksi periosteal, atau pengapuran. Massa pleura Terisolasi tanpa efusi jarang dan
terjadi dalam waktu kurang dari 25% dari pasien pada pemeriksaan radiografi awal30.
Review dari roentgenograms dada awal menunjukkan 3 pola : Efusi pleura,
Penebalan pleura secara tidak teratur, dan lesi massa yang muncul pada paru dari
pleura. Beberapa kasus kecil diantaranya mengalami efusi pleura bilateral yang terjad
selama penyakit berlangsung. Terdapat gambaran opafikasi pada seluruh hemithoraks.
Beberapa hanya setengah dari hemithoraks. Efusi pleura biasanya terlokalisasi, tumor
dapat terlihat mengisi daerah parsial pleura sepanjang lateral dinding dada dan pleura
visceral32.
11
Gambar 4. There is a large pleural effusion in the right lung secondary to a mesothelioma. The nodular pleura is not seen; diagnostic pneumothoraks would be needed to demonstrate it. The patient also had a pulmonary hypertrophic osteoarthrophaty (dikutip dari kepustakaan 41)
Gambar 5. Foto polos menunjukkan sisi kiri efusi pleura pada pasien yang memiliki mesothelioma ganas (dikutip dari kepustakaan 3)
12
Gambar 6. Mesothelioma dengan asbestosis (dikutip dari kepustakaan 32)
.
Gambar 7. Pleural mesothelioma appearing as nodular pleural masses (diambil dari kepustakaan 42)
13
Gambar 8. Mesothelioma dengan asbestosis (dikutip dari kepustakaan 32)
2. COMPUTED TOMOGRAPHY
Computed Tomographic (CT) Scan sering memperlihatkan suatu efusi pleura
yang berdiri sendiri (74 persen kasus) atau massa awal pleura (92 persen kasus) dengan
atau tanpa penebalan septum interlobular (86 persen kasus). Invasi pada dinding dada
terlihat hanya pada 18 persen pasien saja, biasanya setelah intervensi. CT scan juga
digunakan untuk mengedentifikasi tanda-tanda dari paparan serat asbes, seperti plaque
(terdapat pada 20 persen kasus). Tidak diketahui mengapa beberapa bentuk
mesothelioma malignan sebagian besar menghasilkan massa yang terlokalisir
sebaliknya pertumbuhan yang lain sebagai suatu bagian dari tumor membungkus paru-
paru13.
14
Gambar 9. CT imaging demonstrating medial pleural mass and small pleural effusion in a patient who had MPM. (B) CT image demonstrating diffuse pleural thickening in a patient who had MPM (dikutip dari kepustakaan 33,34,35).
Gambar 10. Pleural effusion in a 70-year-old man with a history of asbestos exposure and known left-sided MPM. Axial contrast material–enhanced CT scans obtained at different levels show unilateral pleural effusion (P) with extensive calcified pleural plaques (arrows). (diambil dari kepustakaan 33)
15
Gambar 11. Chest wall invasion in a 60-year-old man with a history of asbestos exposure and MPM. Axial contrast-enhanced CT scan shows diffuse chest wall involvement by the tumor (arrows). Obliteration of extrapleural fat planes and invasion of intercostal muscles are also seen. Such diffuse chest wall involvement is classified as T4 disease (unresectable). (diambil dari kepustakaan 33,35)
3. MRI
Pada pasien dengan ptoensi untuk dilaksanakan operasi, MRI dapat membantu
memperlihatkan stadium dari mesothelioma. Pada mesothelioma ganas Magnetic
Resonance Imaging (MRI) berguna dalam menentukan luas dari mesothelioma
malignan, khususnya ketika tumor menyebar ke struktur local seperti pada tulang rusuk
dan diafragma. Alat ini juga sangat membantu dalam perencanaan radiotherapy untuk
penyakit yang terlokalisir, seperti spinal cord mesothelioma. Mesothelioma ganas
biasanya memberikan gambaran iso- atau sedikit hyperintense.
16
Gambar 12 MR imaging evaluation of MPM in a 63-year-old man. (a, b) Coronal (a) and contrastenhanced fat-saturated (b) T1-weighted MR images show a large, enhancing right apical mass (M) with invasion of the chest wall (arrows in a). An enhancing right major fissure is also seen (arrowheads in b). (c, d) Sagittal T1-weighted (c) and coronal T2-weighted (d) MR images show the mass (M) with involvement of the diaphragmatic pleura (arrows). However, there is no invasion of the diaphragmatic muscle itself, which is visualized as an intact black line above the liver (arrowheads).
4. POSITRON EMISSION TOMOGRAPHY
Positron-emission tomography (PET) digunakan untuk membedakan massa
pleura jinak dari yang massa yang ganas. Alat ini juga berguna untuk mendeteksi
penyakit ekstrathoraks, khususnya keterlibatan nodul limpha, dan karena itu alat
tersebut dapat digunakan untuk menentukan staging dari suatu tumor. Pola-pola yang
berbeda dapat dengan cepat terlihat, beberapa hal sebagai informasi tambahan dapat
diketahui mengenai luas dari suatu penyakit yang tidak terlihat dari CT scan
(Gambar.4). keterlibatan nodul lymphatic hypermetabolik sering terlihat pada nodul
lymphatic yang terlihat normal pada CT scan. Menilai stndar yang tinggi yang
17
berhubungan dengan suatu prognosis yang buruk dan juga membantu untuk
membedakan tumor dari fibrosis dan necrosis pada beberapa pasien.disarankan agar
hasil dari PET digabungkan dengan CT scan memperoleh hasil yang lebih akurat pada
kemungkinan respon dengan kemoterapy daripada hasil yang diperoleh dari CT scan
atau PET saja; akan tetapi, saran ini membutuhkan evaluasi yang lebih jauh pada
pemeriksaan yang beranekaragam.
Gambar 13. Anterior (a) and posterior (b) coronal fused PET-CT images show the hypermetabolic tumor encasing the left lung and infiltrating into the lung parenchyma and along the fissure. The tumor is also seen to contact but not invade the diaphragm and pericardium. (dikutip dari kepustakaan 35)
VI. DIFFERENTIAL DIAGNOSAA. TUMOR MEDIASTINUM
18
Gambar 14. Massa mediastinum anterior yang terdeteksi pada rontgen dada rutin pada wanita 61 tahun. Histologi mengungkapkan thymoma. Sebuah rontgen posteroanterior mengungkapkan massa aspek kiri mediastinum anterior. Cabang-cabang arteri pulmonalis kiri (panah) yang divisualisasikan melalui misa, dan arteri pulmonalis terletak baik dalam perbatasan-massa overlay (dikutip dari kepustakaan 37)
Gambar 15. Tumor mediastinum (dikutip dari kepustakaan 35)
Pada x-ray di sebelah kiri ada lesi yang memiliki perbatasan akut dengan
mediastinum. Ini dapat merupakan massa paru. Pada foto dada di sebelah kanan
menunjukkan lesi dengan sudut tumpul ke mediastinum. Ini meruapakan massa
mediastinum. Karena ada siluet-tanda dengan perbatasan jantung kanan - yang terletak
anterior maka dapat terlihat, massa terletak di dalam mediastinum anterior35
19
B. TUMOR PARU
Gambar 16. Bronchogenic carcinoma (dikutip dari kepustakaan 45)
Gambar 17. kanker paru (dikutip dari kepustakaan 44)
VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PAA. ANALISIS SITOLOGI
20
Bukti sitologi dari mesothelioma malignan pada pleura atau cairan asites
ditemukan pada 33 hingga 84 persen kasus. Pada beberapa pasien, ketika tidak ada
efusi maka sampel yang digunakan untuk mendiagnosis suatu mesothelioma malignan
didapat dari fine needle aspiration. Penanda dari suatu kelompok histochemikal
penting untuk diagnosis banding mesethelioma 10 malignan. Langkah pertama, suatu
penanda seperti calretinin atau Wilm’s tumor 1 antigen (WT1) digunakan untuk
menentukan apakah jaringan tersebut mesothelial. langkah kedua adalah untuk
menggunakan suatu penanda seperti epithelial membrane antigen (EMA; juga dikenal
sebagai CA15-3 dan mucin-1) untuk menentukan apakah jaringan tersebut malignan.
Pewarnaan untuk EMA pada suatu distribusi peripheral yang tebal merupakan tanda
dari suatu mesothelioma malignan (Gambar.3C). dari dua anti-EMA antibody, E29
secara signifikan specifikasinya lebih besar daripada MC-5. Menurut para ahli, analisis
sitologi cukup untuk menegakkan suatu diagnosis pada sekitar 80 persen kasus
mesothelioma malignan13.
B. ANALISIS HISTOPATOLOGI
Karena penemuan sitologi tidak meyakinkan atau cairan asites dan pleura
semuanya tidak ada , maka biopsy tumor sering dibutuhkan,. Closed biopsy (contoh.,
dengan penggunaan jarum abram) kemungkinannya kecil daripada biopsy
thoracoscopic langsung untuk memperoleh hasil yang positif. Tanda
immunohistochemical dapat terlihat, contoh, adanya antigen membrane epithelial pada
aspek luminal tumor sangat penting untuk proses diagnosis.
Tanda cytokeratin membantu untuk memperkuat invasi dan untuk membedakan
mesothelioma malignan antara sarcoma dan melanoma. Mesothelioma malignan
dibedakan dari adenocarsinoma dengan menggunakan antibody spesifik. Mesothelioma
malignan dikarakteristikkan dengan adanya tanda EMA, calretinin, WTI, cytokeratin
5/6, HBME-1 (suatu antibody sel mesothelial), mesothelin (lebih dari 85 persen
epithelioid mesothelioma malignan positif untuk mesothelin) dan tidak adanya tanda
untuk antigen seperti carcinoembrionic antigen; thyroid transcription factor-1;
21
glycoprotein tumor B72.3, MOC-31, Ber-EP4; dan epithelial glycoprotein BG8.
Selanjutnya, tumor-tumor lain dapat diketahui dengan adanya antibody (contoh.,
karcinoma ovarium untuk mesothelin dan WTI).
Mikroskop electron adalah suatu metode tambahan yang berguna untuk
membedakan mesothelioma malignan dari adenocarsinoma atau untuk membedakan
desmoplastik atau sarcomatoid mesothelioma dari pleuritis fibrous. Mesothelioma in
situ (proliferasi mesothelial atypical) diduga sebagai lesi yang paling awal muncul,
berhubungan dengan lesi dysplastic cervical13.
Gambar 8. Malignant mesothelioma, epithelioid type. A The tumour consists of a sheet of epithelioid cells with abundant eosinophilic cytoplasm and vesicular nuclear chromatin with prominent nucleoli. From Travis et al. {2024}. B Papillary proliferation of epithelioid cells. From Travis et al. {2024}. C Tubulopapillary pattern. From Travis et al. {2024}. D Microcystic (adenomatoid pattern). From Travis et al. {2024}.
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. PENANDA SERUM
22
Serum mesothelin-related protein (SMRP) adalah suatu bentuk soluble (dapat
larut) dari mesothelin. Level SMRP tinggi pada 84 persen pasien dengan mesothelioma
malignan dan kurang dari 2 persen pasien dengan penyakit pleura atau penyakit paru
lainnya. (Table 2). Lebih dari 60 persen pasien dengan mesothelioma malignan telah
meninggikan Level SMRP pada waktu diagnosis. Pengukuran level SMRP sangat
bagus digunakan sebagai suatu tambahan untuk pemeriksaan cytopathological dan
histopathological pada diagnosis mesothelioma malignan; sampel awal thoracoscopic
penting. Sejak level SMRP meningkat dengan progresi mesothelioma dan menurun
dengan regresi atau dengan reseksi tumor, hal tersebut berguna dalam memonitor
terapi. Level SMRP dapat berguna dalam penyaringan untuk mesothelioma malignan;
beberapa orang yang telah terpapar serat asbes dan yang level SMRPnya meningkat
mengalami mesothelioma malignan satu hingga tujuh tahun setelah tes darah13.
Penanda serum yang potensial lainnya yang sekarang sedang dianalisa termasuk
CA 125, CA 15-3, dan asam aluronik. Osteopontin juga sekarang telah dipergunakan
sebagai suatu penanda dari mesothelioma malignan. Penanda ini memiliki suatu peran
dalam analisa pasangan untuk mengembangkan spesifikasi atau sensitivitas dari
pengukuran SMRP13.
2. TES DARAH LAIN
Pasien-pasien dengan mesothelioma malignan, khususnya dengan penyakit
progresif, sering mempunyai ciri-ciri yang non spesifik anemia dari penyakit
malignan : thrombocytosis, peningkatan nilai sedimen eritrosit, dan peningkatan level
gamma globulin. Sering didapatkan hasil yang abnormal pada tes fungsi hati, dan
hipoalbuminemia sering terjadi dengan penyakit lanjut dan memperbesar untuk
menandai udem peripheral13.
VIII. PENATALAKSANAAN
A. PEMBEDAHAN
23
Operasi terbukti paling berguna sebagai terapi paliatif sebagai contoh untuk
control local efusi yang rekuren. Operasi debulking digunakan dibeberapa Pusat
kesehatan. Pengalaman terbaru telah menunjukkan bahwa thoracoscopic pleuroctomy
dengan bantuan video memungkinkan untuk dilakukan. Hasil kesepakatan dari Pusat
kesehatan bahwa pembedahan debulking atau reseksi radikal (pneumonectomy
ekstrapleural) menunjukkan hasil yang terbaik bila dikombinasikan dengan kemoterapi
adjuvant, radioterapi, immunoterapi atau pengobatan lain36,38.
Terdapat dua prosedur pembedahan cytoreductive, extraplural pneumonectomy
(EPP) atau pleural pneumonectomy dan pleurectomy/decortication, telah digunakan
pada terapi mesothelioma pleura malignan. EPP adalah suatu prosedur cytoreductive
yang lebih efektif karena 18 dekortikasi tumor dari fissura dan jaringan-jaringan
sekitarnya selama pleurectomy mungkin sulit. Hasil yang diperlihatkan pada
pleurectomy/decortication pada suatu keadaan multimodalitas mengindikasikan suatu
kelangsungan hidup rata-rata antara 9 dan 21 bulan dan angka kematian berkisar dari
1,5% hingga 5%. Berdasarkan pada percobaan yang dipublikasikan oleh Sabiston
sekitar kontroversi penggunaan EPP, melaporkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi
dengan tidak berdampak pada kelangsungan hidup pasien ketika digunakan sebagai
suatu single modality therapy. Dengan kemajuan manajemen perioperatif dan
perkembangan pendekatan multimodalitas, kelangsungan hidup lebih panjang dapat
terwujud, namun, dengan EPP angka mortalitas perioperatif kurang dari 3%37.
Pada tahun 1980 hingga tahun 1997 dan diriliskan kembali pada tahun 1999 di
Brigham’s hospital dan women’s hospital, didapatkan suatu rangkaian dari 183 pasien
yang melakukan trimodality therapy untuk mesothelioma pleura malignan. Pasien-
pasien tersebut melakukan EPP yang dilanjutkan dengan kemoterapi
(carboplatin/paclitaxel) dan radioterapi (55 Gy). Hasil dari rangkaian ini
mengidentifikasi suatu bagian yang baik bagi pasien-pasien dengan epithelial
histology, batas reseksi bebas tumor, dan nodus limpatikus ekstrapleural yang negatif.
Kelompok pasien ini mempunyai kelangsungan hidup 5 tahun sebanyak 46% dan
kelangsungan hidup rata-rata 51 bulan. Terdapat pendekatan kemoterapi yang
24
ditemukan dengan adanya beberapa agen yang sementara menjalani uji klinis sebagai
single modality dan adjuvant therapy . Cisplatin diberikan pada waktu EPP atau
pleurectomy/decortication yang digunakan secara klinik dibawah protokol36.
Walaupun secara keseluruhan didapatkan perbaikan dalam kelangsungan hidup
dengan multimodality therapy, hanya 15% hingga 25% dari pasien-pasien yang akan di
EPP. Maka, strategi pengobatan terbaru sementara dikembangkan bagi tumor lokal
yang agresif ini dengan menggunakan suatu pendekatan intracavitary. Strategi ini
termasuk kemoterapi intracavitary, terapi fotodinamik, immunoterapi, terapi gen dan
terapi vaksinasi36,37 .
Pasien-pasien dengan tumor stage I atau II yang fungsi parunya tidak
mentoleransi (tahan) terhadap extrapleural pneumonectomy dapat di palliatif dengan
thoracoscopic talc pleurodesis atau dengan pleurectomy/decortications38.
Penatalaksanaan lainnya seperti : kemoterapi, radioterapi, imunoterapi, terapi
paliatif.
IX. PROGNOSIS
Daya tahan rata-rata pasien dengan mesothelioma malignan dari sejak ditegakkan
diagnosis adalah 12 bulan, prognosisnya lebih jelek pada pasien laki-laki dan pasien
yang mengidap penyakit ekstensif dengan status keadaan umum yang jelek (menurut
Eastern Cooperative Oncology Group or Karnovsky scores), peningkatan jumlah
leukosit, anemia, thrombositosis, hasil histology sarcomatoid, atau peningkatan nilai
rasio pada PET. Ekspresi pada beberapa penanda biokimia (cyclooxygenase-2 dan
VEGF) dan hypermethylation gen P16, vaskularisasi yang meningkat dan adanya virus
SV40 pada tumor, juga memberikan prognosis yang lebih buruk39.
25