tulisan bab 2 – penduduk masyarakat dan kebudayaan
TRANSCRIPT
BAB 2 – PENDUDUK MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
Penduduk Masyarakat dan kebudayaan adalah satu hal yang tidak bisa di pisahkan karena di
mana manusia itu hidup dan menetap dapat di pastikan manusia akan hidup sesuai dengan
kebudayaan yang ada di daerah yang di tinggalinya.
Masyarakat yang merupakan makhluk sosial yang berinteraksi satu sama lain dan mengadakan
suatu kebiasaan-kebiasaan dengan komunitasnya yang terus mereka kembangankan dan
lestarikan secara turun temurun sehingga kebiasaan-kebiasaan itu sudah menjadi suatu warisan
dari generasi sebelumnya dan akan terus berkembang selama genrasi-generasi selanjutnya tetap
menjaga dan melestarikan kebudayaan.
Setiap manusia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda itu di sebabkan mereka memiliki
komunitas tersendiri di wilayahnya sehingga apabila kita amati manusia di belahan dunia
manapun memiliki kebudayaannya masing-masing tak terkecuali di indonesia yang memiliki
banyak keberagaman budaya. Perbedaan kebudayaan ini sangatlah wajar karna perbedaan yang
dimiliki seperti faktor Lingkungan, faktor alam, manusia itu sendiri dan berbagai faktor lainnya
yang menimbulkan Keberagaman budaya tersebut
Pembentukan kebudayaan ini sebenarnya di sebabkan karena manusia di hadapkan pada suatu
persoalan yang meminta pemecahan suatu masalah, sehingga dalam rangka usahanya itu maka
manusia harus bisa memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan
berbagai cara. Nah hal-hal yang dilakukan oleh manusia inilah yang menjadi kebudayaan.
Masyarakat Indonesia dalam hal kebudayaan saat ini mengalami berbagai rintangan dan
halangan untuk menerima serbuan kebudayaan asing yang masuk lewat Globalisasi (perluasan
cara-cara sosial melalui antar benua). Dalam hal ini teknlogi informasi dan komunikasi yang
masuk ke Indonedia turut merobah cara kebudayaan Indonesia tersebut baik itu kebudayaan
nasional maupun kebudayaan murni yang ada di setiap daerah di Indonesia. Dalam hal ini sering
terlihat ketidakmampuan manusia di Indonesia untuk beradaptasi dengan baik terhadap
kebudayaan asing sehingga melahirkan perilaku yang cenderung ke Barat-baratan (westernisasi).
Hal tersebut terlihat dengan seringnya remaja/i Indonesia keluar-masuk pub, diskotik dan tempat
hiburan malam lainnya berikut dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya dan
sering melahirkan komunitas tersendiri terutama di kota-kota besar dan metropolitan. Dalam hal
ini terjadinya berbagai kasus penyimpangan seperti penyalah gunaan zat adiktif, berbagai bentuk
kategori pelacuran dan ‘western’ lainnya tak lepas dari ketidak mampuan manusia Indonesia
dalam beradaptasi sehingga masih bersikap ‘conform’ dan ‘latah’ terhadap kebudayaan asing
yang melenyapkan inovasi dalam beradaptasi dengan budaya asing sehingga melahirkan bentuk
akulturasi. Bila dikaji dengan teliti hal tersebut mungkin dikarenakan ciri-ciri manusia Indonesia
lama yang masih melekat seperti percaya mitos dan mistik, sikap suka berpura-pura, percaya
takhyul yang dimodifikasi, konsumerisme, suka meniru, rendahnya etos kerja dan lain
sebagainya bisa jadi mengakibatkan terhambatnya akulturasi (percampuran dua/lebih
kebudayaan yang dalam percampurannya masing-masing unsurnya lebih tampak). Sikap
etnosentrime (kecenderungan setiap kelompok untuk percaya begitu saja akan
keunggulan/superioritas kebudayaannya sendiri dan sikap senosentrisme (sikap yang lebih
menyenangi pandangan/produk asing) merupakan hal selanjutnya yang dapat menghambat
terwujudnya kebudayaan nasional untuk kemajuan bangsa dan negara.
Sepertinya, sudah saatnya manusia Indonesia berikut dengan berbagai kebudayaan daerahnya
yang ada melakukan suatu bentuk adaptasi yang sifatnya inovasi/pembaruan dengan budaya
Barat/asing seperti dalam hal kesenian dimana instrumen musik tradisional dipadukan dengan
instrumen modern (alat-alat band dengan teknologi komputernya) maupun perawatan berbagai
benda kebudayaan dengan teknologi asing yang ada sehingga akulturasi dapat diwujudkan.
Selain itu, pengaruh media komunikasi seperti Televisi, radio, Internet sangat besar
dampaknya dalam hal cara pandang manusia Indonesia terhadap ras. Sinetron-sinetron maupun
film yang ditayangkan di Televisi dan bioskop yang memvisualisasikan dan mensosialisasikan
gaya hidup ras Caucasoid (orang Eropah) turut mempengaruhi cara pandang manusia Indonesia
terhadap budayanya sehingga tidak timbul kesadaran untuk mempelajari tindakan sosial dan
sebaliknya. Dalam hal ini manusia Indonesia sepertinya lebih mengagung-agungkan/memuja ras
Caucasoid berikut dengan gaya hidupnya dan menjadikannya sebagai kelompok acuan
(umumnya oleh kaum perempuan) sehingga secara tak langsung mempengaruhi akal dan
intelegensi, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku manusia Indonesia sehingga terkendala dalam
memajukan kebudayaannya sendiri.