tugas review

6
REVIEW

Upload: puteri

Post on 04-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas review

TRANSCRIPT

REVIEWUU No. 41 tahun 1999 yaitu tentang kehutanan yang terdiri dari 17 bab dan 84 pasal. Isi dari UU No. 41 tahun 1999 secara garis besar yaitu Dalam UU No.41tahun 1999 tentang kehutanan tidak dijelaskan tentang perijinan pertambangan di kawasan hutan sehingga membuat ketidakpastian hukum untuk investor pertambangan dan menyulitkan pemerintah untuk mengembangkan investasi . Untuk itu dibuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 yang kemudian ditetapkan sebagai UU No. 19 tahun 2004. Dalam UU No. 19 tahun 2004 terdapat pasal tambahan baru yaitu pasal 83a dan 83b pada bab penutup di UU No. 41 tahun 1999 yang menjelaskan tentang berlakunya perijinan untuk melakukan pertambangan di kawasan hutan sampai berakhirnya izin yang diberikan. Dalam UU No. 41 tahun 1999 pasal 1 angka 3 tentang Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Frasa ditunjuk dan atau ditetapkan mempunyai makna yang berbeda antara pemerintah pusat dan pemerintadaerah karena menurut pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Kehutanan dan penegak hukum mengartikan bahwa penunjukan sama dengan penetapan kawasan hutan sehingga mengakibatkan secara legal seluruh wilayah kabupaten Kapuas, Kalimnatan Tengah merupakan kawasan hutan termasuk saran dan prasaran yang ada di kabuapaten Kapuas. Untuk itu, kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah tidak dapat menjalankan otonomi daerah yang seluas-luasnya dalam hal pemberian izin dan perpanjangan izin usaha karena seluruh wilayahnya termasuk kawasan hutan yang terlebih dahulu harus meminta izin kepada Kementrian Kehutanan. Dengan adanya berbagai tafsir tentang ditunjuk dan atau ditetapkan membuat ketidakpstian dalam hukum dalam menentukan kawasan hutan di wilayah Kalimantan Tengah. Penunjukkan kawasan hutan merupakan kegiatan persiapan pengukuhan kawasan hutan sedangkan penetapan adalah kegiatan tahap akhir pengukuhan kawasan hutan di mana sudah terdapat kepastian hukum mengenai status, batas dan luas suatu kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap. Pada akhirnya, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45 Tahun 2011 memutuskan bahwa frasa ditunjuk dan atau ditetapkan melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai hukum yang mengikat. Masyarakat adat di sekitar kawasan hutan melakukan pengujian UU NO. 41 tahun 1999 Pasal 1 Angka 6 sepanjang kata negara, Pasal 4 ayat (3) sepanjang frasa dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, juncto Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3) sepanjang frasa dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya, dan ayat (4), serta Pasal 67 ayat (1) sepanjang frasa sepanjang menurut kenyatannya masih ada dan diakui keberadaanya, ayat (2), dan ayat (3) sepanjang frasa dan ayat 2, UU Kehutanan dinilai oleh masyarakat adat bertentangan dengan semangat dan jiwa serta pasal-pasal dalam UUD 1945. Selain itu juga merugikan masyarakat adat di sekitar hutan karena mereka mengalamihambatan dalam menjalan tugas dan peranannyauntuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, kehilangan wilayah hutan adatnya sehingga tidak memiliki akses untuk memanfaatkan dan mengelola wilayah hutan adatnya yang mengakibatkan hilangny sumber pekerjaan dan sumber penghidupan. Pasal-pasal yang diujikan di UU NO. 41 tahun 1999 menurut masyarakat adat tidak mengikat hukum sehingga dilakukannya pengujian pasal tersebut. Pada akhirnya Mahkamah konstitusi dalam putusan MK No.35 tahun 2012 memutuskan bahwa UU Kehutanan pasal 1 angka 6 bertentangan dengan Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Pasal 1 angka 6 diubah sehingga berbunyi Hutan adat adalah hutan yang beradadalam wilayah masyarakat hukum adat dan sebelum putusan MK pasal 1 angka 6 berbunyi Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pasal 4 ayat 3 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat jika tidak dimaknai penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Pasal 5 ayat 1 juga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat jika tidak dimaknai sebagai Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat. Menurut UU No.41 tahun 1999 hutan adat termasuk hutan negara dan setelah putusan Mahkamah Konstitusi No.35 tahun 2012 menyatakan bahwa hutan adat bukan termasuk hutan negara dan tetap merupakan hutan adat bukan termasuk dalam hutan negara maupun hutan hak. UU No. 41 tahun 1999 pasal 5 ayat 3 berbunyi Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya dan setelah putusan MK berubah menjadi Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang ersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya. Semua pasal yang dilakukan pengujian bertentangan dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengika kecuali pasal 5 ayat 4 dan pasal 67 ayat 1, 2, 3, 4 tidak dikabulkan permohonan pengujiannya karena tidak bertentangan dengan Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

UNDANG-UNDANG ATAU PERATURAN KEHUTANANTUGAS 1REVIEW

Nama: Puteri Tiya PratamaningrumNIM : 13/344833/SV/03348

PROGRAM DIPLOMA III PENGELOLAAN HUTANSEKOLAH VOKASIUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA2014