tugas presentasi kasus diare

Upload: utiya-nur-laili

Post on 08-Mar-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SDFSFCD

TRANSCRIPT

TUGAS PRESENTASI KASUS

Diare Akut Tanpa Dehidrasi

dr. Supriyanto, Sp. A

Disusun Oleh:

Kunangkunang PBG1A009091KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012BAB I

PENDAHULUAN

70 % kematian balita di disebabkan oleh diare, pnemonia dan malnutrisi (Soepardi, et al., 2011). Menurut Profil Kesehatan Jawa Tengah, 40 % penderita diare adalah balita, hal ini menunjukan balita adalah kelompok usia dengan kejadian diare tertinggi (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2007). Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3x/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi yaitu makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, kondisi defisiensi imun, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi (Abdoerrachman, 2007).

Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari semuanya itu, penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi. Di Amerika terdapat lebih dari 50 juta orang menderita intoleransi laktosa (Sinuhaji, 2006).Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu respon tubuh terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk mengekskresikan mikroorganisme keluar tubuh, tidak sepenuhnya benar. Terapi kausal tentunya diperlukan pada diare akibat infeksi, dan rehidrasi oral maupun parenteral secara simultan dengan kausal memberikan hasil yang baik terutama pada diare akut yang menimbulkan dehidrasi sedang sampai berat. Selain itu juga diperlukan terapi simtomatik untuk menghentikan diare atau mengurangi volume feses, karena berulang kali buang air besar merupakan suatu keadaan/kondisi yang menggganggu akitifitas sehari-hari.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal (Sutadi, 2003).Definisi lain dari diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3x/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari (World Gastroenterology Organization global guidelines, 2005).B. Etiologi dan Predisposi

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain (Sudoyo, 2009).Infeksi1. Enteral Bakteri: Shigella sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entero colytica, Compylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, V.NAG., Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus dll.

Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.

Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.

Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.

Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.

Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome. Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea

Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis. Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi.

V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.

Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, Cytomegalovirus (CMV), echovirus. Virus-virus tersebut merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%).

Rotavirus: yang sering dijumpai adalah serotype 1,2,8,dan 9 : terdapat pada manusia, Sedangkan serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia, serta serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.

Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person. Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa.

Parasit: - protozoa: Entemoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, Balantidium coli.Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.

Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.

Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.

Worm: A.lumbrocoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S.strercoralis, cestodiasis dll.

Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare.

Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..

Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.

Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

Fungus: Kandida/moniliasis

2. Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Travelers diarrhea: E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.

Makanan:

Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemoliticus lyticus dll.

Alergi: susu sapi, makanan tertentu.

Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa), disakarida (sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asma amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.

Imunodefisiensi: hipogmaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit graulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombinationa.Terapi obat, antibiotic, kemoterapi, antacid dll.

Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.

Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomic (neuropati diabetic)

Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi, intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi obat-obatan, dan juga faktor psikis

C. Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai berikut (Corwin, 2009): 1. Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan efek dalam absorbsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa/galaktosa.

2. Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya basorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbs garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).

3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.

4. Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.

5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.

6. Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada usus halus.

7. Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit crohn).

8. Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri noninvasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, lalu membentuk adenosisn monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ino klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi eleh mneingginya absorsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus.

D. Penegakan Diagnosis

1. AnamnesisHal-hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis diare anatara lain (IDAI, 2010):

a. Lama diare.b. Frekuensi diare dalam sehari.c. Warna dan konsistensi tinja.d. Ada tidaknya lendir atau darah dalam tinja.e. Nyeri perut.

f. Demam.

g. Gejala syok akibat diare seperti muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakir, sesak nafas, kejang, kembung.

h. Jumlah cairan dan makanan yang masuk.

i. Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelum diare.

j. Ada tidaknya penderita diare di sekitar anak.

Anamnesis bertujuan mengarahkan penyebab diare dan mendeteksi komplikasi yang mungkin timbul. Berikut ini adalah perbandingan gejala diare berdasarkan penyebabnya (Suraatmaja, 2007):

2. Pemeriksaan Fisik

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan fisik (IDAI, 2010):a. Keadaan umum, kesadaran, tanda vital.

b. Tanda utama: keadaan umum gelisah/ cengang atau lemah/ letargi/ koma, rasa haus, turgor kulit abdomen menurun.

c. Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut dan lidah.

d. Berat badan.

e. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit seperti: nafas kussmaul, kembung, kejang.f. Dapat dilakukan penilaian dehidrasi berdasarkan kriteria berikut:

1) Tanpa dehidrasi (Kehilangan cairan < 5% berat badan):

a) Tidak ada tanda utama dan tanda tambahan.

b) Keadaan umum baik, sadar.

c) Ubun-ubun besar tidak cekung, kelopak mata tidak cekung, air mata ada , mukosa bibir dan mulut basah.

d) Turgor abdomen baik.

e) Bising usus normal.

f) Akral hangat.

2) Dehidrasi sedang ( Kehilangan cairan 5-10% berat badan):

a) Ada 2 tanda utama dan 2 atau lebih tanda tambahan.

b) Keadaan umum gelisah atau cengeng.

c) Ubun-ubun besar sedikit cekung, kelopak mata sedikit cekung, air mata berkurang , mukosa bibir dan mulut sedikit kering.

d) Turgor berkurang.

e) Akral hangat.

3) Dehidrasi berat (Kehilangan cairan > 10% berat badan):

a) Ada 2 tanda utama dan 2 atau lebih tanda tambahan.

b) Keadaan umum lemah, letargi, koma.

c) Ubun-ubun besar sangat cekung, kelopak mata sangat cekung, air mata tidak ada , mukosa bibir dan mulut sangat kering.

d) Turgor sangat kurang.

e) Akral dingin.

3. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan kecuali apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amebiasis (IDAI, 2010).b. Analisa gas darah dan elektrolit jika curiga adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (IDAI, 2010).4. Kriteria Diagnosis Seuai dengan definisi diare, dapat disebut diare jika (Abdoerrachman, 2007):

a. Buang air besar berbentuk cair atau setengah cair.

b. Kandungan air tinja meningkat dari biasa lebih dari 200 gr atau 240 ml/24 jam.

c. Frekuensi > 3x/hari.Sehingga dapat disebut diare juka terjadi perubahan konsistensi dan frekuensi buang air besar.

E. Penatalaksanaan1. Medikamentosa

Sebagian diare menyebabkan dehidrasi, sehingga penanganan dehidrasi harus segera dilakukan. Penangan dehidrasi dilakukan menurut derajat dehidrasi:a. Tanpa dehidrasi: cairan rehidrasi dengan menggunakan oralit sebesar 5-10 ml/kgBB setiap diare atau berdasarkan usia untuk usia < 1 tahun sebanyak 5-100ml, usia 1-5 tahun 100-200ml, usia > 5 tahun tidak dibatasi atau semaunya. Jika anak masih minum ASI, ASI harus tetap diberikan. Rehidrasi dapat dilakukan dengan cairan rumah tangga sesuai keinginan anak.

b. Dehidrasi sedang: cairan rehidrasi oral hipoosmolar diberikan sebanyak 75 ml/kgBB selam 3 jam untuk menganti cairan yang telah hilang dan 5-10 ml/ kgBB setiap selesai diare. Apabila anak muntah dapat dilakukan rehidrasi parenteral dengan RL atau KaEN atau NaCl. Jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan dan dievaluasi secara berkala. Berat badan 3-10 kg diberi 200ml/kgBB/hari, berat badan 10-15 kg diberi 175 ml/kgBB/hari, dan berta > 15 kg diberi cairan 135 ml/kgBB/hari.c. Dehidrasi berat: rehidrasi parenteral dengan RL atau RA dengan ketentuan:

1) Usia < 12 bulan: 30 ml/kgBB selama 1 jam pertama kemudian dilanjutkan 70 ml/kgBB selama 5 jam berikutnya.

2) Usia > 12 bulan: 30 ml/kgBB selama setengah jam pertama kemudian dilanjutkan 70 ml/kgBB selama dua setengah jam berikutnya.

Zinc terbukti dapat menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja, sehingga menurunkan resiko dehidrasi pada anak. Suplementasi zinc dapat diberikan selama dengan dosis 10 mg per hari bagi anak dibawah 6 bulan dan dosis 20 mg per hari bagi anak diatas 6 bulan. Lama pemberian zinc adalah 10-14 hari meskipun anak sudah tidak mengalami diare (IDAI, 2010).Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, misalnya diare disebabkan oleh bakteri seperti disentri atau kolera. Antibiotik yang diberikan sesuai dengan sensitivitas setempat.(IDAI, 2010). Beberapa antibiotik yang sering digunakan adalah Trimetoprim 5-10mg/kg/hari, Sulfametoksasol 25-50mg/kg/hari pada Shigella, dan Metronidasol 30mg/kg/hari pada amebiasis. Jika diare disebabkan oleh parasit dapat diberikan antiparasit seperti metronidazol (Sari, et al. 2006).2. Nonmedikamentosaa. Diet:

1) Pasien tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah hebat

2) Pasien dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, makanan mudah dicerna.

3) Jika bayi masih minum ASI, lanjutkan pemberian ASI.4) Kebutuhan kalori harus tercukupi

Tabel 2. Kebutuhan Kalori

b. Edukasi (IDAI, 2010):

1) Meminta orang tua segera membawa anaknya ke pelayanan kesehatan jika ditemukan tinja berdarah, makan/ minut sedikit, sangat haus, diare makin sering dan belum membaik dalam 3 hari.

2) Mengajarkan orang tua cara membuat oralit yang benar.

3) Langkah preventif diare seperti: ASI tetap diberikan, kebersihan perorangan, kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban, imunisasi campak, memberikan makanan penyapihan yang benar, air minum yang bersih, selalu memasak makanan.

F. Prognosis

1. Ad vitam : ad bonam

2. Ad sanam : ad bonam

3. Ad fungsionam : ad bonamG. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada diare anak (Sari, et al, 2006):

1. Asidosis

2. Syok hipovolemik

3. Hipoksia

4. Gagal ginjal akut

5. Malabsorpsi

6. Hiponatremi

7. Ileus paralitik

8. MalnutrisiBAB III

KESIMPULAN1. Diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.2. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan anak terhadap diare adalah pemberian ASI, status gizi, status imun, higiene dan sanitasi.

3. Sebagian besar diare menyebabkan dehidrasi, sehingga penatalaksanaan rehidrasi harus dilakukan.4. Terapi kausatif pada diare disesuaikan dengan etiologi diare.

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta : FKUICorwin, Elisabeth J. 2009. Buku saku Patofisiologi. Jakarta : EGCDinas Kesehatan Jawa Tengah. 2007. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Diunduh di http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20jateng%202006.pdf . Tanggal 5 Desember 2012.

IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Sari, Dina., Hanifah Mirzanie., Desy Kurniawaty., Leksana. 2006. Buku Saku Anak Pediatricia. Jogjakarta: Tosca Ent.

Sinuhaji, Atan Baas. 2006. Intoleransi Laktosa. Dalam Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan

Soepardi, Jane, Rosita., Brahim., Sitohang., Zulkarnaen. 2011. Situasiderajatkesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna PublishingSuraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Denpasar: UNUDSutadi, Sri Maryani. 2003. Diare. Dalam Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan