tugas perbaikan

2
Karakteristik Novel Angkatan 20-30an Karya-karya sastra yang lahir pada periode 1920-1930an sering disebut sebagai karya sastra Angkatan Dua Puluhan atau Angkatan Balai Pustaka. Disebut Angkatan Dua Puluhan sebab novel yang pertama kali terbit adalah pada tahun 1920, yakni novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Disebut juga Angkatan Balai Pustaka area karya-karyanya banyak yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Peran Balai Pustaka dalam menghidupkan dan memajukan perkembangan sastra Indonesia memang sangat besar. Penerbitan pertamanya adalah buku novel Azab dan Sengsara dan kemudian berpuluh-puluh novel lain diterbitkan pula termasuk buku-buku sastra daerah. Selain disebut Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Dua Puluhan disebut juga Angkatan Siti Nurbaya karena novel yang paling laris dan digemari masyarakat pada masa itu adalah novel Siti Nurbaya karangan Marah Rusli. Novel-novel yang lahir pada periode tersebut memiliki persamaan-persamaan umum, yakni banyak yang bertemakan masalah adat dan kawin paksa. Novel-novel tersebut juga banyak yang berlatar daerah Minangkabau. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh latar belakang pengarangnya mayoritas berasal dari daerah Sumatera Barat. Ciri lainnya dapat dilihat pada cuplikan berikut. Pada malam itulah Hanafi baru dapat “menguak” utangnya kepada ibunya, yaitu utang yang kira-kira belum akan langsung terbayar, meskipun ia memperbuat mahligai tinggi bagi ibunya. Hanafi mengakulah sekarang bahwa ibunya bukan orang bodoh, oleh karena itulah timbullah sebab adab dan cinta kepada orang itu. Sebab selamanya itu, ibunya hanya memperturutkan saja segala kehendaknya dengan tidak melakukan kekerasan sekali juga. (Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928) Novel tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Dari bahasanya saja tampak bahwa novel tersebut merupakan karya tempo dulu. Banyak kata dan kalimat yang tidak dipahami. Walaupun sama-sama menyatakan hubungan penyebaban, maksud dari kalimat-kalimat itu susah dicerna. Selain kata-katanya banyak yang telah usang, novel tahun 20-30an sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang bersifat klise (sering dipakai). Susunan kata yang sejenis banyak digunakan oleh pengarang-pengarang dalam berbagai karyanya. Kata-kata itu misalnyapada satu hari, tatkala itu, wajahnya bermuram durja, berbagai-bagai kelakuan mereka, wajahnya cantik jelita, dsb.

Upload: aris

Post on 17-Dec-2015

372 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

matematika

TRANSCRIPT

Karakteristik Novel Angkatan 20-30anKarya-karya sastra yang lahir pada periode 1920-1930an sering disebut sebagai karya sastraAngkatan Dua PuluhanatauAngkatan Balai Pustaka. Disebut Angkatan Dua Puluhan sebab novel yang pertama kali terbit adalah pada tahun 1920, yakni novelAzab dan Sengsarakarya Merari Siregar. Disebut juga Angkatan Balai Pustaka area karya-karyanya banyak yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Peran Balai Pustaka dalam menghidupkan dan memajukan perkembangan sastra Indonesia memang sangat besar. Penerbitan pertamanya adalah buku novel Azab dan Sengsara dan kemudian berpuluh-puluh novel lain diterbitkan pula termasuk buku-buku sastra daerah.Selain disebut Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Dua Puluhan disebut jugaAngkatan Siti Nurbayakarena novel yang paling laris dan digemari masyarakat pada masa itu adalah novelSiti Nurbayakarangan Marah Rusli.Novel-novel yang lahir pada periode tersebut memiliki persamaan-persamaan umum, yakni banyak yang bertemakan masalah adat dan kawin paksa. Novel-novel tersebut juga banyak yang berlatar daerah Minangkabau. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh latar belakang pengarangnya mayoritas berasal dari daerah Sumatera Barat.

Ciri lainnya dapat dilihat pada cuplikan berikut.

Pada malam itulah Hanafi baru dapat menguak utangnya kepada ibunya, yaitu utang yang kira-kira belum akan langsung terbayar, meskipun ia memperbuat mahligai tinggi bagi ibunya. Hanafi mengakulah sekarang bahwa ibunya bukan orang bodoh, oleh karena itulah timbullah sebab adab dan cinta kepada orang itu. Sebab selamanya itu, ibunya hanya memperturutkan saja segala kehendaknya dengan tidak melakukan kekerasan sekali juga.

(Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928)

Novel tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Dari bahasanya saja tampak bahwa novel tersebut merupakan karya tempo dulu. Banyak kata dan kalimat yang tidak dipahami. Walaupun sama-sama menyatakan hubungan penyebaban, maksud dari kalimat-kalimat itu susah dicerna.

Selain kata-katanya banyak yang telah usang, novel tahun 20-30an sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang bersifat klise (sering dipakai). Susunan kata yang sejenis banyak digunakan oleh pengarang-pengarang dalam berbagai karyanya. Kata-kata itu misalnyapada satu hari, tatkala itu, wajahnya bermuram durja, berbagai-bagai kelakuan mereka, wajahnya cantik jelita,dsb.

Ciri lainnya bahwa novel tahun 20-30an banyak yang menggunakan bahasa percakapan sehari-hari. Hal ini berbeda dengan karya-karya pada periode sebelumnya yang bahasanya itu lebih kaku. Perhatikan kutipan berikut.

Hanafi menyesali dirinya tidak berhingga-hingga. Maka ditutupnyalah mukanya dengan kedua belah tangannya, lalu menangis mengisak-isak sambil berseru dalam hatinya. Oh, Corrie, Corrie istriku! Di manakah engkau sekarang? Lihatlah suamimu menyadari untung, lekaslah kembali, supaya kita menyambung hidup kembali seperti dulu.

(Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928)

Bahasa percakapan sehari-hari dalam cuplikan di atas, antara lain tampak pada perkataan tokoh Hanafi. Kata-kata tersebut merupakan ragam bahasa percakapan. Hal ini terutama pada kata seruohyang sampai sekarang pun kita sering menggunakannya ketika bercakap-cakap.

Maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri novel angkatan 20-30an adalah sebagai berikut.Tema : permasalahan adat, romantisme, kawin paksaPengarang : berlatar belakang MinangkabauBahasa : bersifat klise, percakapan sehari-hari