tugas pengetahuan bahan agroindustri

59
Tugas Mata Kuliah Pengetahuan Bahan AgroIndustri (PBA) “ Kelapa Sawit ” DI SUSUN OLEH: Dose n : DR. IR. KURNIA HERLINA DEWI, M.SI Nama : Muhammad Vyirnando NPM : E1G013026 Hari : Kamis dan selasa Jam : 10.00-11.40 Judu l : SNI INDUSTRI KELAPA SAWIT i | E1G – 013 – 026

Upload: edomvy

Post on 21-Dec-2015

247 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bahan-bahan

TRANSCRIPT

Page 1: tugas pengetahuan bahan agroindustri

Tugas Mata Kuliah Pengetahuan Bahan AgroIndustri (PBA)

“ Kelapa Sawit ”

DI SUSUN OLEH:

Dosen : DR. IR. KURNIA HERLINA DEWI, M.SI

Nama : Muhammad Vyirnando

NPM : E1G013026

Hari : Kamis dan selasa

Jam : 10.00-11.40

Judul : SNI INDUSTRI KELAPA SAWIT

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2015

i | E1G – 013 – 026

Page 2: tugas pengetahuan bahan agroindustri

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan tugas mata kuliah

pengetahuan bahan agroindustri ini dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul Pengetahuan

Bahan Agroindustri “Kelapa Sawit”, semoga dapat memberikan manfaat yang besar dan

menambah pengetahuan tentang bahan agroindustri terutama bagi saya penulis dan semua

pembaca, untuk mempelajari standar Nasional Indonesia (SNI), dimulai dari buah segar

kelapa sawit (TBS), minyak mentah kelapa sawit/crude palm oil (CPO) serta minyak goreng

kelapa sawit.

Apabila ada kesalahan, kekurangan dan terlalu berlebihan baik dalam penulisan

maupun penyusunan, saya sebagai penulis sangat mengharapkan saran dan masukan dari

pembaca sekalian demi kemajuan karya tulis kami berikutnya.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa syukur dan

semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Bengkulu, 24 Februari 2015

“Penulis”

ii | E1G – 013 – 026

Page 3: tugas pengetahuan bahan agroindustri

DAFTAR ISI

Halaman

Cover/ halaman sampul .............................................................................................

Kata pengantar .......................................................................................................... i

Daftar isi..................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ................................................................................................... 2

BAB II Pembahasan .................................................................................................. 3

2.1. Standar industri TBS......................................................................................... 3

2.2. Metode pengamatan TBS.................................................................................. 5

2.3. SNI CPO............................................................................................................ 6

2.4. Metode pengamatan CPO................................................................................. 7

2.5. SNI minyak goreng sawit.................................................................................. 15

2.6. Metode pengamatan minyak goreng................................................................. 16

Daftar pustaka............................................................................................................ 36

BAB III penutup......................................................................................................... 35

3.1. Kesimpulan...................................................................................................... 35

3.2. Saran................................................................................................................. 35

Tabel.1 Hasil Pengamatan SNI Industri Kelapa Sawit.............................................. 1

iii | E1G – 013 – 026

Page 4: tugas pengetahuan bahan agroindustri

BAB I PENDAHULUAN

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis) berasal dari Guinea di pesisir Afrika Barat,

kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara dan Amerika Latin

sepanjang garis equator (antara garis lintang utara 15o dan lintang selatan 12o). Kelapa sawit

tumbuh baik pada daerah iklim tropis, dengan suhu antara 24 oC - 32 oC dengan kelembaban

yang tinggi dan curah hujan 200 mm per tahun. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80%

perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kandungan minyak dalam perikarp

sekitar 30% – 40%.Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan

sifatnya, yaitu, Minyak sawit (CPO), yaitu minyak yang berasal dari sabut kelapa sawit, dan

Minyak inti sawit (CPKO), yaitu minyak yang berasal dari inti kelapa sawit

Minyak sawit kasar (CPO) mengandung sekitar 500-700 ppm karoten, dimana

komponen utamanya adalah α dan β-Karoten(±90 %) dan merupakan bahan pangan karoten

alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah kekuningan/oranye. Minyak sawit ini

diperoleh dari ekstraksi mesokarp buah kelapa sawit dan mengandung sedikit air serta serat

halus yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang.

Dengan adanya air dan serat halus tersebut menyebabkan minyak sawit mentah tidak dapat

langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan. Minyak sawit mentah atau

Crude Palm Oil (CPO) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena

memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup tinggi.

Minyak goreng umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit

dapat digunakan untuk menggoreng karena struktur minyaknya yang memiliki ikatan rangkap

sehingga minyaknya termasuk lemak tak jenuh yang sifatnya stabil. Selain itu pada minyak

kelapa sawit terdapat asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Kelebihan

minyak kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng adalah kandungan asam oleat yang

relatif tinggi yaitu sekitar 40 %. Asam oleat merupakan asam lemak yang mengandung satu

ikatan rangkap sehingga selama proses penggorengan relatif lebih stabil dibandingkan dengan

minyak yang mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap lebih dari satu seperti minyak

kedelai.

Parameter yang akan diamati yaitu stadar industri buah sawit segar (TBS) dan Standar

Nasional Indonesia (SNI) dari:

1. Buah segar kelapa sawit (standar TBS pada industri).

2. SNI minyak mentah kelapa sawit/crude palm oil (CPO).

3. SNI minyak goreng kelapa sawit.

2 | E1G – 013 – 026

Page 5: tugas pengetahuan bahan agroindustri

BAB II PEMBAHASAN

1.1. Standar Industri Buah Segar Kelapa Sawit/ Grading ( Sortasi Tandan Buah Segar

kelapa sawit pada industri).

1.1.1. Ukuran Buah

Buah yang diterima pada industri kelapa sawit yaitu buah dengan bobot lebih dari 7

kg. TBS yang kurang dari 7 kg sering disebut buah pasir atau juga buah sawit belajar pada

umur 3 – 3,5 tahun. Buah-buah abnormal berupa buah kartasi dan buah sawit jantan adalah

Buah yang berat nya dibawah 7kg/janjang sehinnga tidak di produksi karena tingkat

persentase minyaknya sangat rendah, akan mngakibatkan loses (kerugian) yang tinggi pada

industri.

1.1.1. Warna Buah

Warna buah sawit yang diterima pabrik yaitu warna daging buahnya/(mesocarbnya),

berwarnakuning oranye sampai oranye tua. Jika sawit berwarna putih sampai kuning muda

maka digolongkan masih mentah, dan Buah mentah (unripe) merupakan tandan buah segar

(TBS) dengan kriteria tidak ada fraksi yang membrondol dan biasanya kulit buah luar

(eksocarp) berwarna hitam sedikit coklat atau hitam keungu-unguan, buah seperti ini akan

dikembalikan kepada petani atau toke sawit, jika buah berasal dari pabrik maka pemanen akan

di potong bonus bulanannya/(preminya). Dan juga buah busuk yang ditandai dengan warna

hitam baik daging buah (mesocarb) dan kulit buah (eksokarp) sawit jenis ini mengandung

asam lemak bebas (ALB) sangat tinggi dan tidak mengandung minyak, selain itu bau khas

dari buah sawit akan semakin menyengat. Buah seperti ini juga tidak diterima di pabrik

karena juga menyebabkan loses. Buah mentah dan buah busuk keduanya sama-sama memiliki

rendemen minyak yang sedikit, dan mengandung (asam lemak bebas) ALB yang tinggi yang

dapat mencemari minyak sawit yang baik (TBS yang matang sempurna).

1.1.2. Kadar Kotoran

Kadar kotoran pada tandan buah sawit standar industri adalah 0 sampai 0,015% atau

hampir tidak terdapat kotoran sama sekali, yang dimaksud kotoran yaitu seperti, tanah,

rumput kering, kayu, lumpur, dll, yang menempel pada TBS. Tangkai buah sawit yang terlalu

panjang dihitung sebagai kadar kotoran juga yang dapat menyebabkan loses, oleh karena itu

tangkai tandan buah sawit tidak boleh terlalu panjang.

1.1.3. Kadar Air

Kadar air yang masih di toleransi oleh pabrik adalah 0,15% yang merupakan kadar air

alami yang terkandung dalam buah sawit, apabila kadar air melebihi standar, maka

3 | E1G – 013 – 026

Page 6: tugas pengetahuan bahan agroindustri

kemungkinan buah sawit telah di basahi atau di siram dengan air tujuannya adalah menambah

berat TBS atau kehujanan sewaktu TBS di perjalanan jadi bobot TBS akan di potong

persentase bobot air. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan loses karena pabrik

tidak memperoleh CPO sesuai dengan pembelian TBS dan juga kadar air yang tinggi dapat

meningkatkan ALB Minyak mentah kelapa sawit CPO. Kadar air dapat diukur dengan alat

pengukur (Ka)/tester kadar air.

1.1.4. Waktu simpan (limit)

Buah sawit yang sudah di panen sebaiknya langsung di timbang dan diolah di pabrik

karena jika ditimbun atau disimpan lebih dari 48 jam akan meningkatkan kandungan ALB

pada CPO dan juga mengurangi rendemen minyak sawit yang menimbulkan loses perusahaan.

1.1.5. Buah duraBuah dari pohon dura tidak diterima pabrik karena bercangkang tebal dan rendemen hasil minyaknya kurang.

Pengelompokan TBS di pabrik dibagi menjadi beberapa tingkat kematangan (fraksi),

yaitu:

Fraksi Jumlah brondolan Nilai

00 Tidak ada -5

0 1 s.d 2 butir/kg tandan -1

1 > 2 butir/kg tandan s.d 25 % buah lapisan luar 1

2 25 – 50 % buah lapisan luar 2

3 50 – 75 % buah lapisan luar 3

4 75 – 100 % buah lapisan luar 1/3

5 100 % buah lapisan luar dan dalam ikut rontok 1/3

Sumber: Pt Nadenggan, Medan

4 | E1G – 013 – 026

Page 7: tugas pengetahuan bahan agroindustri

1.2. Metode Pengamatan / Prosedur Analisa Tandan Buah Segar Kelapa

Sawit Pada Industri

1.2.1. Ukuran Buah

Sortasi buah dilakukan pada stasiun penerimaan atau loading ramp. Setelah buah

ditimbang lalu akan disortasi oleh kariawan yang telah terlatih di pabrik. Sortasi dilakukan

secara manual oleh karawan pabrik, jika ditemukan buah pasir atau TBS yang bobotnya

kurang dari 7 kg akan dinaikan lagi ke mobil dan akan ditimbang kembali beserta dengan

mobil untuk dibawa pulang kembali oleh toke sawit.

1.2.2. Warna Buah

Warna buah diamati oleh kariawan pabrik jika daging buah mesocarb berwarna putih

atau masih mentah maka buah di kembalikan pada petani.

1.2.3. Kadar Kotoran

pengamatan kadar kotoran pada buah sawit dilakukan secara manual oleh kariawan

jika buah secara visual terlihat kotor melebihi standar yang telah ditentukan, jika ditemukan

maka buah dikembalikan pada petani atau dipotong sejumlah persentase kadar kotoran.

1.2.4. Kadar Air

kadar air pada tandan buah sawit dilakukan menggunakan alat penguji kadar air,

dengan cara menguji secara acak sampel tandan segar buah kelapa sawit. Jika kadar air

melebihi parameter yang telah ditentukan oleh pabrik maka TBS dikembalikan kepada petani

atau dipotong dengan persentase kandungan air pada TBS.

1.2.5. Waktu simpan (limit)

Buah yang telah disimpan lebih dari 48 jam maka tangkai akan berwarna hitam dan

buah semakin layu bahkan banyak yang memberondol selain itu bau khas dari buah sawit

akan semakin menyengat. Jika kariawan menemukan buah yang telah ditimbun selama lebih

dari 48 jam, maka buah dikembalikan lagi kepada petani.

1.2.6. Buah duraBuah dura memiliki ciri-ciri daging buah mesocarb tipis tetapi ukuran kernel sangat

besar. jika ditemkan buah dura oleh kariawan maka buah akan di kembalikan lagi kepada petani.

5 | E1G – 013 – 026

Page 8: tugas pengetahuan bahan agroindustri

1.3. Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Mentah Kelapa Sawit

(CPO)

1.3.1. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

Kadar asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) maksimum 0,5 (% fraksi masa). Kadar

asam lemak bebas dihitung sebagai persentase berat (b/b) dari asam lemak bebas yang

terkandung dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat molekul asam lemak bebas

tersebut dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat).

1.3.2. Warna

warna yang ditetapkan oleh SNI adalah Jingga kemerah-merahan. Pengujian penetuan

warna dilakukan secara fisual oleh panelis yang terlatih dengan kasat mata.

1.3.3. Kadar air

Kadar air maksimum yang di tetapkan oleh SNI adalah 0,5 (% fraksi masa) dalam ilmu

kimia, fraksi massa adalah rasio dari suatu substansi dengan massa terhadap massa

campuran total , yang didefinisikan sebagai:

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode pemanasan dengan oven

atau dengan hot plate. Prinsip perhitungan persentase kandungan air adalah selisih berat

contoh sebelum dan sesudah pemanasan

1.3.4. Kadar kotoran

SNI menetapkan kadar kotoran maksimum 0,5 (% fraksi masa). Kadar kotoran dihitung

sebagai bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang tidak larut dalam n-heksan

atau light protalium.

1.3.5. Bilangan yodium

SNI menetapkan bilangan yodium yaitu dari 50 sampai 55 (gram yodium/100 gram).

Bilangan yodium dinyatakan sebagai gram yodium yang di serap/100 gram

minyak/CPO.Bilangan yodium adalah ukuran derajat ketidakjenuhan. Lemak yang tidak jenuh

dengan mudah dapat bersatu dengan yodium (dua atom yodium ditambahkan pada setiap

ikatan rangkap dalam minyak). Semakin banyak yodium yang digunakan semakin tinggi

derajat ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak

tidak jenuh dan demikian pula derajat ketidakjenuhan (bilangan yodium) dari minyak.

1.3.6. Pengemasan

Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dikemas dalam bentuk curah (bulk) atau mobil

tengki (road tangker). SNI menetapkan wadah yang dipakai harus terbuat dari bahan yang

tidak mempengaruhi isi dan melindungi produk dari kontaminasi luar.

6 | E1G – 013 – 026

Page 9: tugas pengetahuan bahan agroindustri

1.4. Metode Pengamatan / Prosedur Analisa stadarisasi CPO

1.4.1. Penentuan kadar asam lemak bebas

2.4.1.1 Prinsip

Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai presentase berat (b/b) dari asam lemak bebas yang

terkandung dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat molekul asam lemak bebas

tersebut dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat).

2.4.1.2 Bahan kimia

a. Larutan titar terdiri dari :

1. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N Larutkan 40 gram natrium hidroksida dalam 1

liter air suling. Standardisasi.

2. Larutan kalium hidroksida (KOH) 0,1 N Larutkan 56 gram kalium hidroksida dalam 1 liter

air suling. Standardisasi.

3. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,25 N Larutkan 100 gram natrium hidroksida dalam 1

liter air suling. Standardisasi. Standardisasi larutan titar NaOH 0,1 N / NaOH 0,25 N /

KOH 0,1 N / dilakukan dengan menggunakan Kalium hidrogen pfalate sebagai berikut :

Keringkan Kalium hidrogen ptalate dalam oven pada suhu sekitar 120°C selama 2 jam,

kemudian masukkan dalam desikator, diamkan sampai dingin.

Timbang 0,4 gram ± 0,02 gram untuk 0,1 N NaOH dan 0,1 N KOH atau 1,0 gram untuk

0,25 N NaOH ke dalam Erlenmeyer 250 ml, tambah 50 ml air suling dan beberapa tetes

larutan indkator fenolftalein.

Panaskan di atas penangas air sambil digoyang-goyang samapi larut semua. Titrasi

dengan larutan titar hingga timbul warna merah muda (merah jambu) yang stabil.

Normalitas larutan NaOH / KOH =W x1000V x 204,2

dengan :

W adalah berat kalium hidrogen ftalat (g)

V adalah volume larutan titar yang digunakan (ml)

204,2 adalah berat equvalen kalium hidrogen ftalat.

b. Pelarut : Isopropanol atau etanol 95 % yang dinetralkan. Isopropanol atau etanol 95 %

dipanaskan diatas pemanas (hot plate) sampai mendidih Tambahkan kira-kira 0,5 ml indikator

fenolftalein, kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga timbul warna meah muda

(merah jambu) yang stabil.

c. Larutan indikator fenolftalein 1 % dalam isopropanol atau alkohol 95 %.

d. Air suling.

7 | E1G – 013 – 026

Page 10: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.4.1.3. Peralatan

a. Erlenmeyer 250 ml;

b. Gelas ukur 50 ml;

c. Penangas air atau pemanas dengan pengatur suhu;

d. Buret dengan skala pembacaan 0,05 ml sampai 0,1 ml;

e. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;

f. Desikator.

2.4.1.4. Cara kerja

a. Panaskan contoh uji pada suhu 60°C sampai 70°C, aduk hingga homogen.

b. Timbang contoh uji sesuai tabel dibawah ini ke dalam Erlenmeyer 250 ml :

Tabel 2 Berat contoh uji yang ditimbang berdasarkan % asam lemak bebas.

% Asam lemak bebas Berat contoh ± 10 % (g)< 1,8 10 ± 0,02

1,8 – 6,9 5± 0,01> 6,9 2,5 ± 0,01

c. Tambahkan 50 ml pelarut yang sudah dinetralkan.

d. Panaskan di atas penangas air atau pemanas dan atur suhunya pada 40°C sampai contoh

minyak larut semuanya.

e. Tambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1-2 tetes.

f. Titrasi dengan larutan titar sambil digoyang-goyang hingga mencapai titik akhir yang

ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda (merah jambu) yang stabil untuk

minimal selama 30 detik.

g. Catat pengunaan ml larutan titar.

h. Lakukan analisa sekurang-kurangnya duplo, perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh

melebihi 0,05 %.

2.4.1.5. Penyajian hasil uji

Persentase asam lemak dihitung sebagai asam palmitat berdasarkan rumus di bawah ini dan

dinyatakan dalam 2 desimal.

% Asam lemak bebas =2,56 x N xV

W

dengan :

V adalah volume larutan titar yang digunakan (ml);

N adalah normalitas larutan titar;

W adalah berat contoh uji (g);

25,6 adalah konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat.

8 | E1G – 013 – 026

Page 11: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.4.2. Penentuan warna

Penentuan warna secara visual dengan kasat mata.

2.4.3. Penentuan kadar air

2.4.3.1. Metode oven

2.4.3.1.1. Prinsip

Kadar air dihitung sebagai berat yang hilang setelah contoh uji dipanaskan pada suhu 103°C ±

2°C selama 3 jam atau 130°C ± 2°C selama 30 menit.

2.4.3.1.2. Peralatan

a. Wadah

Wadah adalah cawan aluminium atau gelas bertutup dengan diameter 8 cm sampai 9 cm,

tinggi 4 cm sampai 5 cm atau gelas piala (breaker glass) 100 ml dengan diameter 5,5 cm

sampai 7,0 atau cawan petri dengan diameter 9,0 cm;

b. Desikator;

c. Oven pengering dengan pemanas listrik dilengkapi dengan termometer;

d. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg.

2.4.3.1.3. Cara kerja

a. Keringkan wadah yang akan dipakai dalam oven pada suhu 103°C untuk sedikitnya 15

menit, dinginkan dalam desikator, lalu timbang.

b. Lelehkan contoh minyak dengan pemanasan pada suhu 50°C sampai 20°C, dan aduk rata.

c. Timbang 5 gram sampai 10 gram contoh uji minyak yang sudah dilelehkan tersebut ke

dalam wadah yang sudah dikeringkan tadi. Masukkan wadah dengan contoh uji tersebut ke

dalam desikator hingga suhu minyak mencapai suhu ruang, kemudian timbang.

d. Panaskan dalam oven pada suhu 130°C ± 2°C selama 30 menit, kemudian segera masukkan

ke dalam desikator, dinginkan selama 15 menit, lalu timbang.

e. Ulangi pemanasan dalam oven selama 30 menit, pendingin dalam desikator dan

penimbangan beberapa kali, sampai selisih berat antara 2 penimbangan berturut-turut tidak

melebihi 0,02 % dari berat contoh uji.

2.4.3.1.4. Penyajian hasil uji

Kadar air dihitung berdasarkan rumus dibawah ini dan dinyatakan dalam 3 desimal.

% Kadar air = W X W 1

W 2

dengan :

W adalah berat wadah (g)

W1 adalah berat wadah dengan contoh (g)

W2 adalah berat wadah contoh uji setelah dikeringkan (g)

9 | E1G – 013 – 026

Page 12: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.4.3.2. Metode pemanasan (Hot plate)

2.4.3.2.1. Peralatan

a. Pemanas (Hot plate) dilengkapi dengan pengatur panas;

b. Wadah

Wadah adalah cawan aluminium atau gelas dengan kapasitas 300ml atau gelas

piala(breaker glass) 100 ml dengan diameter 5,5 cm sampai 7,0;

c. Desikator;

d. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg.

2.4.3.2.2. Cara kerja

a. Timbang dengan teliti 10 gram sampai 20 gram contoh uji ke dalam wadah yang telah

diketahui beratnya.

b. Panaskan wadah tersebut sambil digoyang-goyang perlahan-lahan sampai tidak ada

percikaan air lagi. Suhu pemanasan tidak boleh lebih dari 130°C.

c. Bila titik akhir telah tercapai, panaskan sebentar hingga mengeluarkan asap.

d. Masukkan dan diamkan lagi dalam desikator selama ± 15 menit, lalu timbang beratnya.

e. Ulangi perlakuan pada butir c dan d beberapa kali sampai selisih berat antara 2 x

penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,02 % dari berat contoh uji.

2.4.3.2.3. Penyajian hasil uji

Kadar air dihitung berdasarkan rumus dibawah ini dan dinyatakan dalam 3 desimal.

% Kadar air = W X W 1

W 2

dengan :

W adalah berat wadah (g)

W1 adalah berat wadah dengan contoh (g)

W2 adalah berat wadah contoh uji setelah dikeringkan (g)

2.4.4. Penentuan kadar kotoran

2.4.4.1. Prinsip

Kadar kotoran dihitung sebagai bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang

tidak larut dalam n-heksan atau light petroleum.

2.4.4.2. Bahan kimia

Pelarut n-heksan atau petroleum ether dengan titik didih 40°C sampai 60°C.

2.4.4.3. Peralatan

a. Alat penyaring;

1. Kertas saring Whatman No. 41 atau No. 1, atau kertas Barcham Green No. 801;

2. Cawan Gooch dan fiber glass, cawan silica atau cawan kaca masir.

10 | E1G – 013 – 026

Page 13: tugas pengetahuan bahan agroindustri

b. Gelas piala (breaker glass) 100 ml;

c. Oven pengering dengan pemanas listrik dilengkapi dengan termometer;

d. Desikator;

e. Penangas air dengan pengatur suhu;

f. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;

g. Corong gelas;

h. Pompa vacum.

2.4.4.4. Cara kerja

a. Gunakan contoh uji hasil penentuan kadar air yang sudah diketahui beratnya.

b. Cuci alat penyaring yang akan dipakai dengan pelarut, keringkan dalam oven pada suhu

103°C selama 30 menit, dinginkan dalam desikator selama 15 menit, timbang.

c. Tambahkan 50 ml pelarut ke dalam contoh tesebut dan panaskan pada penangas air sambil

digoyang-goyang sampai minyak larut semua.

d. Saring melalui alat penyaring yang telah disiapkan sebelumnya

e. Lakukan pencucian beberapa kali dengan menggunakan pelarut setiap kalinya 10 ml sampai

alat penyaringnya bersih dari minyak.

f. Keringkan alat penyaring dengan seluruh isinya dalam oven pada suhu 103°C ± 2°C selama

30 menit. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, timbang beratnya.

g. Ulangi pengeringan, pendinginan dan penimbangan seperti di atas hingga selisih 2 x

penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,01 % dari berat contoh uji.

2.4.4.5. Penyajian hasil uji

Hasil uji dihitung berdasarkan rumus dibawah ini dan dinyatakan dalam 3 desimal.

% Kadar kotoran = 100W 1−W 2W 1−W

Keterangan :

W adalah berat wadah (g)

W1 adalah berat wadah dengan contoh (g)

W2 adalah berat wadah contoh uji setelah dikeringkan (g)

2.4.5. Penentuan bilangan Yodium

2.4.5.1. Prinsip

Bilangan yodium dinyatakan sebagai gram yodium yang diserap per 100 gram minyak.

2.4.5.2. Bahan kimia

a. Sikloheksan, proanalisis;

b. Asam Asetat glasial;

c. Air suling;

11 | E1G – 013 – 026

Page 14: tugas pengetahuan bahan agroindustri

d. Larutan kalium yodida (KI) 10 % (w/v)

Larutkan 10 gram kalium yodida, pa dalam 100 ml air suling;

e. Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

− Timbang ke dalam labu ukur 1 liter 24,8 gram natrium tiosulfat pentahidrat, larutkan

dengan air suling sampai tanda garis (tera)

− Standardisasi larutan natrium tiosulfat 0,1 N

− Keringkan kalium dikromat (K2Cr2O7) dalam oven pada suhu 103°C ± 2°C selama 2 jam,

dinginkan dalam desikator.

− Timbang 0,16 gram sampai 0,2 gram ke dalam Erlenmeyer bertutup asah 250 ml.

− Larutkan dengan 25 ml air suling, tambahkan 5 ml hidrogen klorida (HCl) pekat dan 10 ml

larutan kalium yodida 10 %. Kocok dan simpan dalam tempat gelap selama 5 menit.

− Tambahkan 50 ml air suling, titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna

kuning muda.

− Tambahkan 1 sampai 2 tetes larutan indikator kanji, lanjutkan titrasi sampai warna biru

hilang.

Normalias larutan Na2S2O3 =20 ,394 X N x V

v

Keterangan :

N adalah normalitas larutan natrium tiosulfat;

W adalah berat kalium dikromat (ml);

V adalah volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan (ml);

20,394 adalah konstanta

f. Indikator larutan kanji 1 % (w/v)

1 gram serbuk kanji dididihkan dengan 100 ml air suling selama 3 menit, simpan

dalambotol berwarna coklat dan diamkan sampai dingin.

g. Larutan wijs (siap pakai atau dibuat sendiri)

Siap pakai

Dapat dibeli dari chemical supplier.

Buat sendiri

- Timbang ke dalam botol gelas berwarna coklat 1,5 liter sebanyak 9 gram yodium

triklorida (ICl3). Larutkan dengan pelarut yang terdiri dari campuran700 ml asam

asetat glasial dan 300 ml cyclohexan.

- Ambil 5 ml larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 5 ml larutan kedalam

yodida 10 % dan 30 ml air suling. Tambahkan beberapa tetesindikator kanji, lalu

titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N. Catatvolume penggunaan larutan titar.

12 | E1G – 013 – 026

Page 15: tugas pengetahuan bahan agroindustri

- Tambahkan 10 gram yodium ke dalam botol berwarna coklat tersebut, kocokkuat-kuat

hingga yodium larut semua. Lakukan titrasi sesuai butir 2Volume pemakaian larutan

titar natrium tiosulfat 0,1 N ini harus samadengan 1,5 kali pemakaian larutan titar pada

butir 2. Bila tidak,tambahkan sedikit lagi yodium ke dalam botol coklat, sehingga

volumepemakaian larutan titar melebihi sedikit 1,5 kalinya. Diamkan lalu tuanglarutan

wijs yang jernih itu ke dalam botol gelas berwarna coklat.

2.4.5.3. Peralatan

a. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;

b. Erlenmeyer bertutup asah 250 ml atau 500 ml;

c. Pipet gondok 10 ml, 25 ml;

d. Labu ukur 1 liter;

e. Gelas ukur 25 ml, 50 ml;

f. Buret 50 ml dengan skala pembacaan 0,1 ml.

2.4.5.4. Cara kerja

a. Lelehkan contoh uji pada suhu 60°C sampai 70°C, dan aduk hingga rata.

b. Timbang 0,4 gram sampai 0,6 gram contoh uji tersebut ke dalam Erlenmeyer bertutup asah

250 ml atau 500 ml.

c. Tambahkan 15 ml sikloheksan untuk melarutkan contoh uji tersebut.

d. Tambahkan 25 ml laruan Wijs dengan menggunakan pipet gondok (jangan di pipet dengan

mulut), tutup Erlenmeyer tersebut dengan penutupnya. Kocok kemudian simpan dalam

tempat/ruang gelap selama 30 menit atau 3 menit bila ditambahkan merkuri asetat.

e. Tambahkan 10 ml larutan KI 10 % dengan pipet gondok dan 50 ml air suling.

f. Tutup Erlenmeyer tersebut, kocok, kemudian lalukan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat

0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi kuning muda.

g. Tambahkan 1-2 ml indikator kanji, lanjutkan titrasi sampai warna birunya hilang setelah

dikocok kuat-kuat.

h. Lakukan penetapan sekurang-kurangnya duplo. Perbedaan antara kedua hasil uji tidak

boleh lebih besar dari 0,5.

i. Lakukan penetapan blanko dengan cara yang sama

2.4.5.5. Penyajian hasil

Bilangan yodium dihitung berdasarkan rumus di bawah ini dan dinyatakan dalam 1 desimal :

Bilangan Yodium =12,69 x N x V

W

Keterangan :

N adalah normalitas larutan natrium tiosulfat 0,1 N;

13 | E1G – 013 – 026

Page 16: tugas pengetahuan bahan agroindustri

V2 adalah volume natrium tiosulfat yang digunakan pada penetapan blanko (ml);

V1 adalah volume natrium tiosulfat yang digunakan pada penetapan contoh (ml);

W adalah berat contoh uji (g);

12,69 adalah konstanta untuk menghitung bilangan yodium.

2.4.6. Pengemasan

Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dikemas dalam bentuk curah (bulk) atau mobil

tangki (road tanker). Wadah yang dipakai harus dibuat dari bahan yang tidak mempengaruhi

isi dan melindungi produk dari kontaminasi luar.

2.4.7. Syarat penandaan

Pada setiap pengriman, dilengkapi dengan dokumen berisi keterangan sebagai berikut :

- Nama dan alamat perusahaan ;

- Nama barang;

- Tempat tangki timbun di pelabuhan (Shore tank);

- Tanggal pengiriman;

- Berat bersih;

- Tempat/negara tujuan;

- Keterangan-keterangan lain yang diperlukan.

2.4.8. Rekomendasi

Rekomendasi suhu minyak CPO pada waktu akan dimuat/dibongkar (loading/dicharge)

adalah 45°C sampai 55°C, suhu selama perjalanan (voyage) adalah maksimum 40°C.

14 | E1G – 013 – 026

Page 17: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.5. Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Goreng Kelapa Sawit

2.5.4. Hiegene

Cara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan

penanganannyasesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang Pedoman Cara Produksi Pangan

Olahanyang Baik.

2.5.5. Pengemasan

Produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau

mempengaruhi isi,aman selama penyimpanan dan pengangkutan.

2.5.6.Syarat penandaan

Syarat penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang label dan iklan pangan.

2.5.7.Bau

Jika tercium bau khas minyak goreng sawit, maka hasil dinyatakan “normal”; dan jika

tercium selain bau khas minyak goreng sawit, maka hasil dinyatakan “tidak normal”

2.5.8.Rasa

Jika terasa khas minyak goreng sawit, maka hasil dinyatakan “normal”; dan jika tidak

terasa khas minyak goreng sawit, maka hasil dinyatakan “tidak normal”..

2.5.9.Warna

Jika terlihat warna kuning hingga kuning pucat atau warna lain sesuai dengan jenis

minyaknya maka hasil dinyatakan ”normal”; Jika terlihat warna lain selain warna diatas, maka

hasil dinyatakan ”tidak normal”,

2.5.10. kadar air dan bahan penguap

Kadar air yang ditentuka oleh standar SNI yaitu maksimal 0,15 % (b/b).

2.5.11. Cemaran logam

Kadium (Cd) maksimal 0,2 miligram/kilogram minyak goreng, timbal (Pb) maksimal

0,1 miligram/kilogram, timah (Sn) masimal 40 miligram / 250 kilogram, merkuri maksimal

0,05 miligram/kilogram, cemaran arsen (As) maksimal 0,1 miligram/kilogram.

2.5.12. Bilangan asam

Bilangan adalah kandungan KOH dalam minyak goreng. Maksimal bilangan asam

dalam minyak goreng adalah 0,6 mg KOH setiap gram minyak goreng.

2.5.13. Asam linolenat (C:18:3)

Asam linolenat (C 18: 3) dalam komposisi asam lemak minyak maksimal 2 %.

15 | E1G – 013 – 026

Page 18: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.6. Metode Pengamatan/Prosedur Analisa/Cara Uji Standarisasi Minyak

Goreng Kelapa Sawit

2.6.4.Persiapan contoh

Persiapan contoh terdiri atas persiapan contoh untuk uji organoleptik dan uji kimia.

Pengambilan contoh uji organoleptik dilakukan pertama, kemudian dilanjutkan dengan

pengambilan contoh untuk uji kimia.

2.6.5.Persiapan contoh untuk uji organoleptik

Buka kemasan contoh minyak goreng dan ambil contoh secukupnya kemudian

tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering.

2.6.6.Persiapan contoh untuk uji kimia

Buka kemasan contoh minyak goreng dan ambil contoh sebanyak 250 g sampai dengan

500 g kemudian tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering.

2.6.7. Bau

2.6.7.1. Prinsip

Pengamatan contoh uji dengan indera penciuman yang dilakukan oleh panelis yang

terlatih atau kompeten untuk pengujian organoleptik.

2.6.7.2. Cara kerja

a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;

b) Cium contoh uji untuk mengetahui baunya; dan

c) Lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga ahli.

2.6.7.3. Cara menyatakan hasil

a) Jika tercium bau khas minyak goreng, maka hasil dinyatakan “normal”; dan

b) Jika tercium selain bau khas minyak goreng, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.

2.6.8. Warna

2.6.8.1. Prinsip

Pengamatan contoh uji dengan indera penglihatan yang dilakukan oleh panelis yang

terlatih atau kompeten untuk pengujian organoleptik.

2.8.8.2. Cara kerja

a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;

b) Amati contoh uji untuk mengetahui warnanya; dan

c) Lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga ahli.

2.8.8.3. Cara menyatakan hasil

a) Jika terlihat warna kuning hingga kuning pucat atau warna lain sesuai dengan jenis

minyaknya maka hasil dinyatakan ”normal”;

16 | E1G – 013 – 026

Page 19: tugas pengetahuan bahan agroindustri

b) Jika terlihat warna lain selain warna pada huruf a) di atas, maka hasil dinyatakan ”tidak

normal”.

2.8.9.Kadar air dan bahan menguap

2.8.9.1. Prinsip

Kadar air dan bahan menguap dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama

pemanasan dalam oven pada suhu (130 ± 1) °C.

2.8.9.2. Peralatan

a) Oven terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;

b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;

c) desikator yang berisi desikan; dan

d) pinggan alumunium bertutup diameter 50 mm, tinggi 20 mm.

2.8.9.3. Cara kerja

a) Panaskan pinggan beserta tutupnya dalam oven pada suhu (130 ± 1) °C selama kurang

lebih 30 menit dan dinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai dengan 30 menit,

kemudian timbang dengan neraca analitik (W0);

b) Masukkan 5 g contoh ke dalam pinggan, tutup, dan timbang (W1);

c) Panaskan pinggan yang berisi contoh tersebut dalam keadaan terbuka dengan meletakkan

tutup pinggan disamping pinggan di dalam oven pada suhu (130 ± 1) °C selama 30 menit

setelah suhu oven (130 ± 1) °C;

d) Tutup pinggan ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke dalam desikator dan

dinginkan selama 20 menit sampai dengan 30 menit sehingga suhunya sama dengan suhu

ruang kemudian timbang (W2);

e) Lakukan pekerjaan c) dan d) hingga diperoleh bobot tetap; dan

f) Hitung kadar air dan bahan menguap dalam contoh.

2.8.9.4. Perhitungan

Kadar air dan bahan penguap (%) =W 1−W 2W 1−W 0

x 100 %

Keterangan:

W0 adalah bobot pinggan kosong dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g);

W1 adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh sebelum dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g);

W2 adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh setelah dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g).

2.8.9.5. Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 10 % dari nilai rata-rata hasil kadar air dan

bahan menguap. Jika kisaran lebih besar dari 10 %, maka uji harus diulang kembali.

17 | E1G – 013 – 026

Page 20: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.8.10. Bilangan asam

2.8.10.1. Prinsip

Pelarutan contoh dalam pelarut organik dan dinetralkan dengan larutan basa (kalium

hidroksida atau sodium hidroksida).

2.8.10.2. Peralatan

a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;

b) buret 10 mL atau 50 mL, terkalibrasi; dan

c) Erlenmeyer kapasitas 250 mL.

2.8.10.3. Pereaksi

a) Etanol 95 % netral; etanol 95 % ditambah dengan beberapa tetes indikator fenolftalein dan

di titar dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda;

b) Indikator fenolftalein (pp) 1 % dalam etanol 95 %; larutkan 1,0 g fenolftalein dengan

etanol 95 % ke dalam labu ukur 100 mL kemudian tepatkan sampai tanda garis; dan

c) Larutan standardisasi Kalium Hidroksida, KOH 0,1 N atau larutan Natrium Hidroksida,

NaOH 0,1 N.

2.8.10.4. Cara kerja

a) Timbang 10 g sampai dengan 50 g contoh (W) ke dalam Erlenmeyer 250 mL.

b) Larutkan dengan 50 mL etanol hangat dan tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein sebagai

indikator;

c) Titrasi larutan tersebut dengan Kalium Hidroksida atau Sodium Hidroksida 0,1 N (N)

sampai terbentuk warna merah muda. (Warna merah muda bertahan selama 30 detik.)

d) Lakukan pengadukan dengan cara menggoyangkan Erlenmeyer selama titrasi.

e) Catat volume larutan KOH atau NaOH yang diperlukan (V).

2.8.10.5. Perhitungan

Bilangan asam mgKOH/g = 56,1 x V x N

W

Keterangan:

V adalah volume larutan KOH atau NaOH yang diperlukan, dinyatakan dalam mililiter

(mL);

N adalah normalitas larutan KOH atau NaOH, dinyatakan dalam normalitas (N)

W adalah bobot contoh yang diuji, dinyatakan dalam gram (g).

2.8.10.6. Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 10 % dari nilai rata-rata hasil bilangan asam. Jika

kisaran lebih besar dari 10 %, maka uji harus diulang kembali.

18 | E1G – 013 – 026

Page 21: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.8.11. Bilangan peroksida

2.8.11.1. Prinsip

Kalium iodida yang ditambahkan berlebih ke dalam contoh akan bereaksi dengan

peroksida yang ada pada lemak atau minyak. Banyaknya iod yang dibebaskan dititrasi dengan

larutan standar tiosulfat menggunakan indikator kanji.

2.8.11.2. Peralatan

a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian minimal 0,1 mg;

b) Erlenmeyer 250 mL bertutup asah;

c) pipet gondok 25 mL, terkalibrasi;

d) labu takar 100 mL, terkalibrasi;dan

e) pipet volume 1 mL.

2.8.11.3. Pereaksia) Larutan asam asetat-Isooktan

buat campuran asam asetat glasial dan isooktan 3:2 (v/v)

b) Larutan kalium iodida jenuh

larutkan kalium iodida p.a dalam air suling yang baru mendidih hingga kondisi jenuh (adanya

kristal KI yang tidak larut). Larutan ini harus disiapkan setiap kali akan melakukan

pengujian.

c) Larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N timbang 24,9 gram natrium tiosulfat kemudian

larutkan dengan air suling bebas CO2 dalam gelas piala. Masukkan ke dalam labu ukur 1 L

kemudian tera dan impitkan, tetapkan normalitas larutan tersebut.

d) Penetapan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N

- Timbang 0,05 sampai dengan 0,1 gram kalium iodat (KIO3) kering, larutkan ke dalam

Erlenmeyer 250 mL dengan air suling sebanyak 50 mL, tambahkan 10 mL kalium iodida

20 % dan 2,5 mL HCl 4 N, iod yang dibebaskan dititar dengan natium tiosulfat0,1 N yang

akan distandardisasi sampai larutan berwarna kuning, tambahkan 2 sampai dengan 3 mL

larutan kanji 1 % dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.Kerjakan duplo.

Hitung normalitas natrium tiosulfat sampai 4 desimal dengan menggunakan rumus :

N (gram ek/L) = w

V x Eq

Keterangan:

N adalah normalitas natrium tiosulfat, dinyatakan dalam gram ekivalen per liter (gram ek/L)

W adalah bobot kalium iodat, dinyatakan dalam miligram (mg)

V adalah volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi, dinyatakan dalam

milliliter (mL)

19 | E1G – 013 – 026

Page 22: tugas pengetahuan bahan agroindustri

Eq adalah berat equivalen dari kalium iodat

Timbang 0,16 sampai dengan 0,22 g kalium dikromat (K2Cr2O7) yang sudah dihaluskan dan

dikeringkan (pada suhu 110 °C) ke dalam Erlenmeyer 500 mL, dan larutkan dengan 25 mL air

suling.Tambahkan 5 mL HCl pekat dan 20 mL larutankalium iodida jenuh kemudian

diaduk.Titar dengan natrium tiosulfat 0,1 N yang akan distandardisasi sampai warna kuning

larutan hampir hilang. Tambahkan 1 sampai dengan 2 mL larutan kanji 1% dan titrasi

dilanjutkan sampai warna biru hilang. Kerjakan duplo.

N = 20,394 xW

V

Keterangan:

N adalah konsentrasi natrium tiosulfat, dinyatakan dalam normalitas (N)

W adalah bobot kalium dikromat, dinyatakan dalam miligram (mg)

V adalah volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi, dinyatakan dalam

mililiter (mL)

20,394 adalah konstanta.

Apabila perbedaan hasil diantara dua penetapan lebih dari 0,0004 maka lakukan triplo.

e) larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N; lakukan pengenceran larutan standar natrium

tiosulfat 0,1 N untuk mendapatkan konsentrasi 0,01 N;

f) indikator larutan kanji 1 %; 1 g serbuk kanji dididihkan dengan 100 mL air suling dalam

gelas piala.

2.8.11.4. Cara kerja

a) Timbang dengan teliti (5 ± 0,05) g contoh (W) kedalam Erlenmeyer asah 250 mL yang

mkering;

b) Tambahkan 50 mL larutan asam asetat glasial-isooktan, tutup erlenmeyer dan aduk hingga

larutan homogen;

c) Tambahkan 0,5 mL larutan kalium iodida jenuh dengan menggunakan pipet ukur,

kemudian kocok selama 1 menit;

d) Tambahkan 30 mL air suling kemudian tutup Erlenmeyer dengan segera. Kocok dan titar

dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N hingga warna kuning hampir hilang, kemudian

tambahkan indikator kanji 0,5 mL dan lanjutkan penitaran, kocok kuat untuk melepaskan

semua iod dari lapisan pelarut hingga warna biru hilang;

e) Lakukan penetapan duplo;

f) Lakukan penetapan blanko;dan

g) Hitung bilangan peroksida dalam contoh.

20 | E1G – 013 – 026

Page 23: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.8.11.5. Perhitungan

Bilangan peroksida dinyatakan sebagai milliekivalen O2 per kg lemak yang dihitung

menggunakan rumus :

Bilangan peroksida (mek O2/kg) = 1000 x N x (V 0−V 1)

W

Keterangan:

N adalah normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N, dinyatakan dalam normalitas,

(N);

Vo adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang diperlukan pada penitaran contoh,

dinyatakan dalam mililiter (mL);

V1 adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang diperlukan pada penitaran

blanko,dinyatakan dalam mililiter (mL);

W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).

2.8.12. Minyak pelikan

2.8.12.1. Prinsip

minyak mineral bersifat tidak dapat disabunkan dalam larutan basa alkohol-air.

2.8.12.2. Peralatan

a) Erlenmeyer;

b) penangas air;

c) pendingin tegak, dan

d) pipet.

2.8.12.3. Pereaksi

a) Etanol 95 %; dan

b) Larutan KOH 0,5 N dalam etanol.

2.8.12.4. Cara kerja

a) Ambil dengan seksama 1 mL contoh dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian

tambahkan 1 mL KOH 0,5 N dan 25 mL etanol 95 %, didihkan dengan menggunakan

pendingin tegak, kocok sekali-kali hingga terbentuk penyabunan (lebih kurang 5 menit);

b) tambahkan 25 mL air, jika larutan menjadi keruh menandakan adanya minyak pelikan.

2.8.12.5. Cara menyatakan hasil

a) Jika larutan menjadi keruh, maka hasil dinyatakan “positif”; dan

b) jika larutan tidak menjadi keruh, maka hasil dinyatakan “negatif”.

21 | E1G – 013 – 026

Page 24: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.8.13. Asam lemak linolenat (C18:3)

2.8.13.1. Prinsip

Penentuan komposisi asam lemak dalam minyak dengan cara pemisahan masing-masing

komponen secara gas kromatografi dengan menggunakan FID detektor.

2.8.13.2. Peralatan

a) Kromatografi gas dengan detektor nyala api (FID) dan integrator;

b) Kolom kapiler INNOWAX dengan : isi biscynopropil polusiloxane dengan ketebalanmlapisan: 0.2

μm, panjang 30 m, dan diameter 0,25 μm fused silica;

c) timbangan analitik;

d) pipet ukur 1 mL dan 5 mL;

e) pear Shape Glass (botol contoh);

f) syringe 10 μL;

g) vial tertutup;

h) pipet tetes; dan

i) kertas saring Whatman no. 41

2.8.13.3. Pereaksi

a) n - Heptan/n - Heksan khusus untuk kromatografi gas;

b) KOH 2 N dalam methanol; timbang 11,2 g KOH dan larutkan sampai 100 mL dengan metanol

c) Pereaksi BF3 – Metanol;

d) Natrium hidroksida (NaOH) – 0,5 N dalam metanol; timbang 20 gram NaOH, larutkan dalam 1 liter

metanol

e) Natrium klorida (NaCl), jenuh dalam air; Larutkan NaCl kedalam 100 mL air aduk hingga larut,

lakukan penambahan NaCl berulang-ulang hingga larutan tidak dapat melarutkan lagi NaCl

f) Petroleum eter 40 °C - 60 °C;

g) Natrium Sulfat (Na2SO4) – Anhidrat; Panaskan pada suhu 100 °C selama 1 jam

h) Standar mixed Asam Lemak; dan

i) Larutan Indikator MM-1 % dalam alkohol 60 %

2.8.13.4. Prosedur

Suhu detektor : 250 °C

Suhu injektor : 200 °C

Suhu oven :

Rate (°C / menit) Suhu (°C) Hold Time (menit)0 100,00 0,00

3,00 150,00 0,003,00 250,00 0,000.00 0,0 0,00

Suhu FID : 250 °C

Gas pembawa : Helium

22 | E1G – 013 – 026

Page 25: tugas pengetahuan bahan agroindustri

Kecepatan Alir : 30 ml/menit

Gas pembakar : Udara tekan dan hidrogen

2.8.13.5. Persiapan contoh cara 1

Penimbangan contoh jumlahnya tidak ditentukan, tetapi perlu diketahui untuk

menentukan ukuran labu dan jumlah yang akan digunakan seperti tabel berikut ini :

Contoh (mg) Kapasitas labu (mL) NaOH 0,5 N (mL) BF3 – Metanol (mL)

100 - 250 50 4 5250 - 500 50 6 7500 - 750 125 8 9

750 – 1 000 125 10 12

a) Timbang contoh, masukan ke dalam labu didih 250 mL;

b) tambahkan pereaksi NaOH 0,5 N-Metanol dan BF3-Metanol sesuai tabel diatas, kemudian

didihkan di atas penangas air selama 2 menit dengan kondensor atau pendingin tegak;

c) tambahkan 5 mL Heptan melalui kondensor, kemudian didihkan kembali selama 1 menit,

lepaskan labu didih dari kondensor, kemudian pada saat masih hangat tambahkan 30 mL

larutan NaCl jenuh, labu didih ditutup dan larutan digoyangkan dengan hati-hati selama 1

menit. Penambahan larutan NaCl jenuh harus cukup untuk mendapatkan proses pemisahan

yang sempurna;

d) masukan larutan ke dalam labu kocok, tambahkan 50 mL petroleum eter kemudian kocok

selama 3 menit;

e) lakukan penambahan petroleum eter dengan penambahan 3 x 50 mL;

f) pisahkan lapisan bagian atas (larutan petroleum yang mengandung asam lemak), dan cuci

larutan petroleum eter dengan air suling hingga bebas basa;

g) masukan larutan petroleum eter yang mengandung metil ester ke dalam labu didih berdasar

bulat, kemudian uapkan larutan dengan vakum evaporator hingga kering;

h) larutkan residu dengan 1 ml petroleum eter;

i) larutan siap untuk diinjeksikan ke dalam alat KG.

2.8.13.5. Persiapan contoh cara 2 (Bilangan asam <2)

a) Panaskan contoh minyak sampai cair, lalu saring dengan Whatman No. 41;

b) timbang dengan teliti 0,2 g contoh dalam botol contoh;

c) tambahkan 5 ml n-Heptan/n-Heksan, kocok hingga contoh larut sempurna;

d) tambahkan 0,2 ml KOH 2 N dalam metanol, tutup botol contoh, lalu kocok selama 1 menit;

e) diamkan selama kurang lebih 30 menit hingga terbentuk dua lapisan yang terpisah;

f) ambil dengan syringe lapisan bagian atas sebanyak 1 μL, kemudian injeksikan contoh

tersebut ke dalam kromatograf gas sesudah dikondisikan.

23 | E1G – 013 – 026

Page 26: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.8.13.6. Cara perhitungan

Berdasarkan % Iuas puncak

2.8.14. Kadmium (Cd) dan timbal (Pb)

2.8.14.1. Prinsip

Destruksi contoh dengan cara pengabuan kering pada suhu 450 °C yang dilanjutkan

dengan pelarutan dalam larutan asam. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal 228,8 nm untuk

Cd dan 283,3 nm untuk Pb.

2.8.14.2. Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) beserta kelengkapannya (lampu katoda Cd dan Pb)

terkalibrasi (sebaiknya menggunakan SSA tungku grafit);

b) tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;

c) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;

d) pemanas listrik;

e) penangas air;

f) pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi;

g) labu ukur 1 000 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi;

h) gelas ukur 10 mL;

i) gelas piala 250 mL;

j) botol polipropilen;

k) cawan porselen/platina/kuarsa 50 mL sampai dengan 100 mL; dan

l) kertas saring tidak berabu dengan spesifikasi particle retention liquid 20 μm sampai dengan

25 μm.

2.8.14.3. Pereaksi

a) Asam nitrat, HNO3 pekat;

b) Asam klorida, HCl pekat;

c) Larutan asam nitrat, HNO3 0,1 Ngaris.

d) Larutan asam klorida, HCl 6 N; encerkan 500 mL HCl pekat dengan aquabides dalam labu

ukur 1 000 mL sampai tanda garis.

e) Larutan baku 1 000 μg/mL Cd; larutkan 1,000 g Cd dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas

piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian encerkan dengan

aquabides sampai tanda garis, atau bisa digunakan larutan baku Cd 1000 μg/mL siap pakai.

24 | E1G – 013 – 026

Page 27: tugas pengetahuan bahan agroindustri

f) Larutan baku 200 μg/mL Cd; pipet 10 mL larutan baku 1000 μg/mL Cd ke dalam labu ukur

50 mL kemudian encerkan dengan aquabides sampai tanda garis kemudian dikocok.

Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi 200 μg/mL Cd.

g) Larutan baku 20 μg/mL Cd; pipet 10 mL larutan baku 200 μg/mL Cd ke dalam labu ukur

100 mL kemudian encerkan dengan aquabides sampai tanda garis kemudian dikocok.

Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi 20 μg/mL Cd.

h) larutan baku kerja Cd; pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL,

0,5 mL, 1 mL; 2 mL; 4 mL; 7 mL dan 9 mL larutan baku 20 μg/mL kemudian tambahkan 5

mL larutan HNO3 1 atau HCl 6 N, dan encerkan dengan aquabides sampai tanda garis

kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 μg/mL; 0,1 μg/mL; 0,2

μg/mL; 0,4 μg/mL; 0,8 μg/mL; 1,4 μg/mL dan 1,8 μg/mL Cd.

i) Larutan baku 1000 μg/mL Pb; larutkan 1,000 g Pb dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas

piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 1 000 mL kemudian encerkan dengan

aquabides sampai tanda garis, atau bisa digunakan larutan baku Pb 1 000 μg/mL siap

pakai.

j) Larutan baku 50 μg/mL Pb; dan pipet 5,0 mL larutan baku 1 000 μg/mL Pb ke dalam labu

ukur 100 mL dan encerkan dengan aquabides sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan

baku kedua ini memiliki konsentrasi Pb 50 μg/mL.

k) Larutan baku kerja Pb; pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL,

0,2 mL; 0,5 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL dan 4 mL larutan baku 50 μg/mL kemudian

tambahkan 5 mL larutan HNO3 1 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan aquabides sampai

tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 μg/mL; 0,1

μg/mL; 0,25 μg/mL; 0,5 μg/mL; 1,0 μg/mL; 1,5 μg/mL dan 2,0 μg/mL Pb.

2.8.14.4. Cara Kerja

a) Timbang 10 g sampai dengan 20 g contoh (W) dengan teliti dalam cawan porselen/ platina/

kuarsa;

b) tempatkan cawan berisi contoh uji di atas pemanas llistrik dan panaskan secara bertahap

sampai contoh uji tidak berasap lagi;

c) lanjutkan pengabuan dalam tanur (450 ± 5) °C sampai abu berwarna putih, bebas dari

karbon;

d) apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan, basahkan

dengan beberapa tetes air dan tambahkan tetes demi tetes HNO3 pekat kirakira 0,5 mL

sampai dengan 3 mL;

25 | E1G – 013 – 026

Page 28: tugas pengetahuan bahan agroindustri

e) keringkan cawan di atas pemanas llistrik dan masukkan kembali ke dalam tanur pada suhu

(450 ± 5) °C kemudian lanjutkan pemanasan sampai abu menjadi putih. Penambahan

HNO3 pekat dapat diulangi apabila abu masih berwarna keabu-abuan;

f) larutkan abu berwarna putih dalam 5 mL HCl 6 N, sambil dipanaskan di atas pemanas

llistrik atau penangas air sampai kering, kemudian larutkan dengan HNO3 0,1 N 20 mL –

30 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian tepatkan hingga tanda garis

dengan aquabides (V), jika perlu, saring larutan menggunakan kertas saring ke dalam botol

polipropilen;

g) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti

contoh;

h) baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan SSA

pada panjang gelombang maksimal sekitar 228,8 nm untuk Cd dan 283,3 nm untuk Pb;

i) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μg/mL) sebagai sumbu X dan absorbans

sebagai sumbu Y;

j) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C); dan

k) hitung kandungan logam dalam contoh.

2.8.14.5. Perhitungan

Kandungan logam (mg/kg) = CW

x V

Keterangan:

C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per

milliliter (μg/mL);

V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL); dan

W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).

2.8.14.6. Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan logam. Jika

kisaran lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.

2.8.15. Timah (Sn)

2.8.15.1. Prinsip

Contoh didestruksi dengan HNO3 dan HCl kemudian tambahkan KCl untuk

mengurangi gangguan. Sn dibaca menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada

panjang gelombang maksimal 235,5 nm dengan nyala oksidasi N2O-C2H2.

26 | E1G – 013 – 026

Page 29: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.8.15.2. Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) beserta kelengkapannya (lampu katoda Sn)

terkalibrasi;

b) tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;

c) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;

d) pemanas llistrik;

e) penangas air;

f) labu ukur 1 000 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi;

g) pipet ukur 10 mL dan 5 mL berskala 0,1 mL, terkalibrasi;

h) Erlenmeyer 250 mL;

i) gelas ukur 50 mL; dan

j) gelas piala 250 mL.

2.8.15.3. Pereaksi

a) Larutan kalium klorida, 10 mg/mL K; larutkan 1,91 g KCl dengan air menjadi 100 mL.

b) Asam nitrat pekat, HNO3 pekat;

c) Asam klorida pekat, HCl pekat;

d) Larutan baku 1 000 μg/mL Sn; dan larutkan 1,000 mg Sn dengan 200 mL HCl pekat dalam

labu ukur 1 000 mL, tambahkan 200 mL air suling, dinginkan pada suhu ruang dan

encerkan dengan air suling sampai tanda garis.

e) larutan baku kerja Sn. pipet 10 mL HCl pekat dan 1,0 mL larutan KCl ke dalam masing-

masing labu ukur 100 mL. Tambahkan masing-masing 0 mL; 0,5 mL; 1,0 mL; 1,5 mL;

2,0 mL dan 2,5 mL larutan baku 1000 μg/mL Sn dan encerkan dengan air suling sampai

tanda garis. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 μg/mL; 5 μg/mL; 10 μg/mL;

15 μg/mL; 20 μg/mL dan 25 μg/mL Sn.

2.8.15.4. Cara kerja

a) Timbang 10 g sampai dengan 20 g (W) dengan teliti ke dalam Erlenmeyer 250 mL,

tambahkan 30 mL HNO3 pekat dan biarkan 15 menit;

b) panaskan perlahan selama 15 menit di dalam lemari asam, hindari terjadinya percikan yang

berlebihan;

c) lanjutkan pemanasan sehingga sisa volume 3 mL sampai dengan 6 mL atau sampai contoh

mulai kering pada bagian bawahnya, hindari terbentuknya arang;

d) angkat Erlenmeyer dari pemanas llistrik, tambahkan 25 mL HCl pekat, dan panaskan

selama 15 menit sampai letupan dari uap Cl2 berhenti;

e) tingkatkan pemanasan dan didihkan sehingga sisa volume 10 mL sampai dengan 15 mL;

27 | E1G – 013 – 026

Page 30: tugas pengetahuan bahan agroindustri

f) tambahkan 40 mL air suling, aduk, dan tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL, bilas

Erlenmeyer tersebut dengan 10 mL air suling (V);

g) tambahkan 1,0 mL KCl, dinginkan pada suhu ruang, tepatkan dengan air suling sampai

tanda garis dan saring;

h) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti

contoh;

i) baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan SSA

pada panjang gelombang maksimal 235,5 nm dengan nyala oksidasi N2O-C2H2;

j) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μg/mL) sebagai sumbu X dan absorbans

sebagai sumbu Y;

k) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);

l) lakukan pengerjaan duplo; dan

m) hitung kandungan Sn dalam contoh.

2.8.15.5. Perhitungan

Kandungan timah (Sn) (mg/kg) = = CW

x V

Keterangan:

C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter

(μg/mL)

V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL);

W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).

2.8.15.6. Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan timah (Sn).

Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.

2.8.16. Merkuri (Hg)

2.8.16.1. Prinsip

Reaksi antara senyawa merkuri dengan NaBH4 atau SnCl2 dalam keadaan asam akan

membentuk gas atomik Hg. Jumlah Hg yang terbentuk sebanding dengan absorbans Hg yang

dibaca menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tanpa nyala pada panjang

gelombang maksimal 253,7 nm.

2.8.16.2. Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang dilengkapi lampu katoda Hg dan generator

uap hidrida (HVG);

b) microwave digester;

c) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;

28 | E1G – 013 – 026

Page 31: tugas pengetahuan bahan agroindustri

d) pemanas llistrik;

e) pendingin terbuat dari borosilikat, diameter 12 mm sampai dengan 18 mm, tinggi 400 mm

diisi dengan cincin Raschig setinggi 100 mm, dan dilapisi dengan batu didih berdiameter

4 mm di atas cincin setinggi 20 mm;

f) tabung destruksi;

g) labu destruksi 250 mL berdasar bulat;

h) labu ukur 1 000 mL, 500 mL, 100 mL dan 50 mL terkalibrasi;

i) gelas ukur 25 mL;

j) pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi; dan

k) gelas piala 500 mL

2.8.16.3. Pereaksi

a) Larutan asam sulfat, H2SO4 9 M;

b) larutan asam nitrat, HNO3 7 M;

c) campuran HNO3 : HClO4 (1:1);

d) hidrogen peroksida, H2O2 pekat;

e) larutan natrium molibdat, NaMoO4.7H2O 2 %;

f) larutan pereduksi; campurkan 50 mL H2SO4 dengan 300 mL air suling dalam gelas piala

500 mL dan dinginkan sampai suhu ruang kemudian tambahkan 15 g NaCl, 15 g

hidroksilamin sulfat, dan 25 g SnCl2. Pindahkan kedalam labu ukur 500 mL dan

encerkan dengan air suling sampai tanda garis.

g) larutan natrium boronhidrida, NaBH4; larutkan 3 g serbuk NaBH4 dan 3 g NaOH dengan

air suling dalam labu ukur 500 mL.

h) larutan pengencer; masukkan 300 mL sampai dengan 500 mL air suling kedalam labu ukur

1 000 mL dan tambahkan 58 mL HNO3 kemudian tambahkan 67 mL H2SO4. Encerkan

dengan air suling sampai tanda garis dan kocok.

i) larutan baku 1 000 μg/mL Hg; larutkan 0,135 4 g HgCl2 dengan kira-kira 25 mL air suling

dalam gelas piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian encerkan

dengan air suling sampai tanda garis.

j) larutan baku 1 μg/mL Hg; pipet 1 mL larutan baku 1 000 μg/mL Hg ke dalam labu ukur 1

000 mL dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis kemudian kocok.

Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi 1 μg/mL.

k) larutan baku kerja Hg; dan pipet masing-masing 0,25 mL; 0,5 mL; 1 mL; dan 2 mL larutan

baku 1 μg/mL ke dalam labu ukur 100 mL terpisah dan encerkan dengan larutan

pengencer sampai tanda garis. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0,002 5

μg/mL; 0,005 μg/mL; 0,01 μg/mL; 0,02 μg/mL Hg. Dan batu didih.

29 | E1G – 013 – 026

Page 32: tugas pengetahuan bahan agroindustri

2.8.16.4. Cara kerja

2.8.16.4.1. Pengabuan basah

a) Timbang 5 g contoh (W) dengan teliti ke dalam labu destruksi dan tambahkan 25 mL

H2SO4 9 M, 20 mL HNO3 7 M, 1 mL larutan natrium molibdat 2 %, dan 5 butir sampai

dengan 6 butir batu didih;

b) hubungkan labu destruksi dengan pendingin dan panaskan di atas pemanas llistrik selama 1

jam. Hentikan pemanasan dan biarkan selama 15 menit;

c) tambahkan 20 mL campuran HNO3 : HClO4 (1:1) melalui pendingin;

d) hentikan aliran air pada pendingin dan panaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap

putih. Lanjutkan pemanasan selama 10 menit dan dinginkan;

e) tambahkan 10 mL air suling melalui pendingin dengan hati-hati sambil labu digoyang-

goyangkan;

f) didihkan lagi selama 10 menit;

g) matikan pemanas dan cuci pendingin dengan 15 mL air suling sebanyak 3 kali kemudian

dinginkan sampai suhu ruang;

h) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 100 mL secara kuantitatif dan

encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);

i) pipet 25 mL larutan di atas ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan larutan

pengencer sampai tanda garis;

j) siapkfan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti

contoh;

k) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan contoh, dan larutan

blako pada alat HVG;

l) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA

tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm;

m) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μg/mL) sebagai sumbu X dan absorbans

sebagai sumbu Y;

n) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);

o) lakukan pengerjaan duplo; dan

p) hitung kandungan Hg dalam contoh.

2.8.16.4.2. Destruksi menggunakan microwave digester atau destruksi sistem tertutup

a) Timbang 1 g contoh (W) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 5 mL HNO3, 1 mL

H2O2 kemudian tutup rapat;

b) masukkan ke dalam microwave digester dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian

alat;

30 | E1G – 013 – 026

Page 33: tugas pengetahuan bahan agroindustri

c) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 50 mL secara kuantitatif dan

encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);

d) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti

contoh;

e) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan

blanko pada alat HVG;

f) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA

tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm;

g) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μg/mL) sebagai sumbu X dan absorbans

sebagai sumbu Y;

h) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);

i) lakukan pengerjaan duplo; dan

j) hitung kandungan Hg dalam contoh.

2.8.16.5. Perhitungan

Kandungan merkuri (Hg) (mg/kg) = CW × V x Fp

Keterangan:

C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per

mililiter (μg/mL);

V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL);

W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);

fp adalah faktor pengenceran.

2.8.16.6. Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan

merkuri (Hg). Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.

2.8.17. Cemaran arsen (As)

2.8.17.1. Prinsip

Contoh didestruksi dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As5+ direduksi

dengan KI menjadi As3+ dan direaksikan dengan NaBH4 atau SnCl2 sehingga terbentuk

AsH3 yang kemudian dibaca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang

gelombang maksimal 193,7 nm.

2.8.17.2. Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang dilengkapi dengan lampu katoda As dan

generator uap hidrida (HVG) terkalibrasi;

31 | E1G – 013 – 026

Page 34: tugas pengetahuan bahan agroindustri

b) tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;

c) microwave digester;

d) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;

e) pemanas listrik;

f) burner atau bunsen;

g) labu Kjeldahl 250 mL;

h) labu berbahan borosilikat berdasar bulat 50 mL;

i) labu ukur 50 mL, 100 mL, 500 mL, dan 1 000 mL terkalibrasi;

j) gelas ukur 25 mL;

k) pipet volumetrik 25 mL terkalibrasi;

l) pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi;

m) cawan porselen 50 mL; dan

n) gelas piala 200 mL.

2.8.17.3. Pereaksi

a) Asam nitrat, HNO3 pekat;

b) asam sulfat, H2SO4 psekat;

c) asam perklorat, HClO4 pekat;

d) ammonium oksalat; (NH4)C2O4 jenuh

e) hidrogen peroksida, H2O2 pekat;

f) larutan natrium borohidrida, NaBH4 4%; larutkan 3 g NaBH4 dan 3 g NaOH dengan air

suling sampai tanda garis kedalam labu ukur 500 mL.

g) larutan asam klorida, HCl 8 M; larutkan 66 mL HCl pekat kedalam labu ukur 100 mL dan

encerkan dengan air suling sampai tanda garis.

h) larutan timah (II) klorida, SnCl2.2H2O 10%; timbang 50 g SnCl2.2H2O ke dalam gelas

piala 200 mL dan tambahkan 100 mL HCl 37%. Panaskan hingga larutan jernih dan

dinginkan kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 500 mL dan encerkan dengan air

suling sampai tanda garis.

i) larutan kalium iodida, KI 20%; timbang 20 g KI ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan

dengan air suling sampai tanda garis (larutan harus dibuat langsung sebelum digunakan).

j) larutan Mg(NO3)2 75 mg/mL; Larutkan 3,75 g MgO dengan 30 mL H2O secara hati-hati,

tambahkan 10 mL HNO3, dinginkan dan encerkan hingga 50 mL dengan air suling;

k) larutan baku 1 000 μg/mL As; larutkan 1,320 3 g As2O3 kering dengan sedikit NaOH 20

% dan netralkan dengan HCl atau HNO3 1:1 (1 bagian asam : 1 bagian air). Masukkan ke

dalam labu ukur 1 000 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis.

32 | E1G – 013 – 026

Page 35: tugas pengetahuan bahan agroindustri

l) larutan baku 100 μg/mL As; pipet 10 mL larutan baku As 1 000 μg/mL ke dalam labu ukur

100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku kedua ini

memiliki konsentrasi 100 μg/mL As.

m) larutan baku 1 μg/mL As; dan pipet 1 mL larutan baku As 100 μg/mL ke dalam labu ukur

100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku ketiga ini

memiliki konsentrasi 1 μg/mL As.

n) larutan baku kerja As. pipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; 4,0 mL dan 5,0 mL

larutan baku 1 μg/mL As ke dalam labu ukur 100 mL terpisah dan encerkan dengan air

suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi

0,01 μg/mL; 0,02 μg/mL; 0,03 μg/mL; 0,04 μg/mL dan 0,05 μg/mL As.

2.8.17.4. Cara kerja

2.8.17.4.1. Pengabuan basah

a) Timbang 5 g sampai dengan 10 g contoh (W) kedalam labu Kjeldahl 250 mL, tambahkan 5

mL sampai dengan 10 mL HNO3 pekat dan 4 mL sampai dengan 8 mL H2SO4 pekat

dengan hati-hati;

b) setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan HNO3 pekat sedikit demi sedikit sehingga

contoh berwarna coklat atau kehitaman;

c) tambahkan 2 mL HClO4 70 % sedikit demi sedikit dan panaskan lagi sehingga larutan

menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan

HClO4, tambahkan lagi sedikit HNO3 pekat),

d) dinginkan, tambahkan 15 mL H2O dan 5 mL (NH4)2C2O4 jenuh;

e) panaskan sehingga timbul uap SO3 di leher labu;

f) dinginkan, pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 50 mL dan encerkan dengan air

suling sampai tanda garis (V);

g) pipet 25 mL larutan diatas dan tambahkan 2 mL HCl 8 M, 0,1 mL KI 20 % kemudian

kocok dan biarkan minimal 2 menit;

h) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti

contoh;

i) tambahkan larutan pereduksi (NaBH4) ke dalam larutan baku kerja As, larutan contoh, dan

larutan blanko pada alat HVG;

j) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA

tanpa nyala pada panjang gelombang maksimal 193,7 nm;

k) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μg/mL) sebagai sumbu X dan absorbans

sebagai sumbu Y;

l) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);

33 | E1G – 013 – 026

Page 36: tugas pengetahuan bahan agroindustri

m) lakukan pengerjaan duplo; dan

n) hitung kandungan As dalam contoh.

2.8.17.1.1. Destruksi menggunakan microwave digester atau destruksi sistem tertutup

a) Timbang 0,5 g contoh (W) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 5 mL HNO3, 1 mL

H2O2 kemudian tutup rapat;

b) Masukkan ke dalam microwave digester dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian

alat;

c) Setelah dingin, pindahkan larutan destruksi ke dalam labu ukur 25 mL secara kuantitatif

dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);

d) Pipet 10 mL larutan destruksi ke dalam labu borosilikat berdasar bulat 50 mL, tambahkan 1

mL larutan Mg(NO3)2, Uapkan di atas pemanas llistrik hingga kering dan arangkan.

Abukan dalam tanur dengan suhu 450 °C (± 1 jam);

e) Dinginkan, larutkan dengan 2,0 mL HCl 8 M, 0,1 mL KI 20 % dan biarkan minimal 2

menit. Tuangkan larutan tersebut ke dalam tabung contoh pada alat;

f) Siapkan NaBH4 dan HCl dalam tempat yang sesuai dengan yang ditentukan oleh alat;

g) Tuangkan larutan baku kerja As 0,01 μg/mL; 0,02 μg/mL; 0,03 μg/mL; 0,04 μg/mL; 0,05

μg/mL serta blanko ke dalam 6 tabung contoh lainnya. Nyalakan burner atau bunsen

serta tombol pengatur aliran pereaksi dan aliran contoh;

h) Baca nilai absorbans tertinggi larutan baku kerja As dan contoh dengan blanko sebagai

koreksi; Buat kurva kalibrasi antara konsentrasi As (μg/mL) sebagai sumbu X dan

absorbans sebagai sumbu Y; Plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva

kalibrasi (C); Lakukan pengerjaan duplo; dan Hitung kandungan As dalam contoh.

2.8.17.5. Perhitungan

Kandungan cemaran arsen (As) (mg/kg) = CW

× V x Fp

Keterangan:

C adalah konsentrasi cemaran As dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per

milliliter (μg/mL)

V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL);

W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);

fp adalah faktor pengenceran.

2.8.17.6. Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan

arsen (As). Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.

34 | E1G – 013 – 026

Page 37: tugas pengetahuan bahan agroindustri

BAB III PENUTUP

1.2. KESIMPULAN

Untuk meningkatkan pendapatan industri, kualitas dari bahan baku sangatlah

menentukan oleh karena itu perlunya kita mempelajari pengetahuan bahan agroindustri, agar

kita dapat meningkatkan atau menambah fungsi suatu bahan yang dapat memberikan nilai

tambah kepeda industri. Pemilihan input sangat penting dilakukan karena akan mempengaruhi

atau berdampak terhadap output dan juga pendapatan industri. Untuk mendapatkan Kualitas

dan kuantitas output yang baik, perlu dilakukan pemilihan bahan industri kelapa sawit, bahan

mentah (tandan buah segar kelapa sawit) bahan setengah jadi (minyak sawit mentah CPO)

sampai menentukan mutu dari bahan jadi (minyak goreng kelapa sawit) yang akan di

pasarkan.

1.3. SARAN

Bagi para pembaca, saya harapkan apabila ada kesalahan, kekurangan atau terlalu

berlebihan agar dapat memberikan masukan dan saran demi kemajuan penulisan berikutnya.

Saran dapat disalurkan melalui e-mail [email protected], dan nomor handphone

yaitu 08789470946. Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi

pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada

kami.

35 | E1G – 013 – 026

Page 38: tugas pengetahuan bahan agroindustri

DAFTAR PUSTAKA

Barus, Morina. 2000. Kajian Pengendalian Mutu Minyak Sawit Pada Pt Nadenggan, Medan:

Masters Thesis, IPB.

Budiyanto. 2013. Pengelolahan Minyak Nabati, Bengkulu: Fakultas Petanian,

UNIVERSITAS BENGKULU.

Standar Nasional Indonesia, Minyak Goreng (SNI 3741:2013).

Standar Nasional Indonesia, Minyak Sawit Mentah/Crude Palm Oil CPO (SNI 01-2901-

2006).

36 | E1G – 013 – 026