tugas pelayanan farmasi

25
TUGAS PELAYANAN FARMASI MAKALAH KONSTIPASI disusun oleh : Kelas B 2012 1. Ulfah Julda Arifin FA/09133 2. Mas Ajie Alamsyah FA/09166 3. Ulfa Aulia Azmi FA/09196 4. Aulia Prehastiwi FA/09229 5. Gita Ayu Aprina FA/09262 6. Dhania Novitasari FA/09292 7. Nurfina Dian K FA/09325 Dosen Pembimbing : Dr. Satibi, S.Si, M.Si, Apt FAKULTAS FARMASI UGM YOGYAKARTA

Upload: aulia-prehastiwi

Post on 08-Nov-2015

253 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

konstipasi

TRANSCRIPT

TUGAS PELAYANAN FARMASI

MAKALAH KONSTIPASI

disusun oleh :Kelas B 20121. Ulfah Julda ArifinFA/091332. Mas Ajie Alamsyah FA/09166

3. Ulfa Aulia AzmiFA/091964. Aulia Prehastiwi FA/09229

5. Gita Ayu Aprina FA/09262

6. Dhania Novitasari FA/092927. Nurfina Dian K FA/09325

DosenPembimbing: Dr. Satibi, S.Si, M.Si, AptFAKULTAS FARMASI UGM

YOGYAKARTA

2013PENDAHULUAN1. Definisi

Konstipasi adalah kondisi sulit atau jarang untuk defekasi. Karena frekuensi defekasi berbeda pada setiap individu, definisi ini bersifat subjektif dan dianggap sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada individu. Pada umumnya, pengeluaran defekasi kurang dari satu setiap 3 hari yang dianggap mengindikasikan konstipasi. (Corwin, 2001). Konstipasi juga dapat diartikan sebagai proses diperlambatnya pengosongan feses yang kering dan keras yang disebabkan oleh waktu untuk melewati usus lebih lambat atau terganggunya refleks pengosongan feses dari usus.2. Patofisiologi

Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan limbah sisa makanan, atau tinja. Konstraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah rectum. Begitu mencapai rectum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu banyak air. Hal ini terjadi karena konstraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan dan malas, menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama (Lennard-Jones 1998 ; Ramkumar 2001 ; Shafik 1993 ; Velio 1996).

Secara patofisiologis, konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit pada kolon atau pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal. Konstipasi dengan penyebab apapun dapat mengalami eksaserbasi akibat sakit kronik yang menimbulkan gangguan fisis atau mental dan mengakibatkan inaktivitas atau immobilitas fisis (Asdie, 1995).

Faktor-faktor konstribusi lainnya dapat mencakup kurangnya serat dalam makanan, kelemahan otot yang menyeluruh dan mungkin pula stress serta anxietas. Pada pasien yang ditemukan dengan gejala konstipasi yang terjadi baru baru saja, harus dicari kemungkinan adanya lesi obstruktif kolon.

Konstipasi sering terjadi pada orang tua dimungkinkan karena hasil dari asupan makanan yang tidak tepat seperti kurang serat dan air, turunnya kekuatan otot dinding abdomen, dan turunnya aktivitas fisik. Seperti yang telah disebutkan di atas, menurunnya frekuensi motilitas otot tidak selalu terjadi karena penambahan usia (Dipiro,2008).

Penggunaan obat yang dapat menghambat fungsi neuron dan muskular dari gastro intestinal tract (GIT), khususnya pada bagian kolon dapat menyebabkan konstipasi. Obat-obat yang sering menginduksi konstipasi diantaranya adalah opiat, berbagai macam agen yang memiliki sifat antikolinergik, dan antasida yang mengandung aluminium atau kalsium. Efek konstipasi yang ditimbulkan tergantung dari dosis, semakin tinggi dosis yang dipakai maka efek konstipasi semakin sering. Golongan opiat mempunyai efek diseluruh bagian usus, namun efek paling menonjol terjadi pada kolon. Mekanisme utama opiat dalam menginduksi konstipasi adalah dengan mengurangi frekuensi pergerakan usus dan akhirnya akan memperpanjang masa transit tinja dalam usus. Semakin lama tinja tertahan di dalam usus, maka akan terjadi peningkatan absorbsi elektrolit dan menyebabkan konsistensi tinja semakin keras dan akhirnya susah untuk dikeluarkan. Opiat yang digunakan secara peroral memberikan efek inhibitor yang lebih besar daripada yang digunakan secara parenteral (Dipiro,2008). Menurut Tjay Tjay & Rahardja, ada bermacam-macam penyebab konstipasi, yang terpenting diantaranya adalah: Faktor makanan

Kurang mengkonsumsi serat gizi dan atau kurang minum air. Serat dari sayur-sayuran dan buah-buahan memperbesar isi usus, sehingga meningkatkan peristaltik.

Adanya penyakit organic, gangguan metabolic atau endokrin, misalnya:

Obstruksi usus yaitu terjadinya penyempitan pada dinsing usus akibat divertikel, penyepitan dan tumor.

Gangguan motilitas akibat penyakit-penyakit tertentu antara lain hiperkalasiemia, hiportirosis, colitis, dan IBS (Irritable Bowel Syndrome)

Penggunaan obat-obat tertentu

Sebagai efek samping dari penggunaan obat-obat tertentu seperti morfin dan derivate-derivatnya, antikolinergika (a.l atropine), antidepresiva, dan beberapa garam logam (bismuth, besi, kalsium), juga diuretika kuat dapat mencetuskan sembelit karena menarik air dan mengeringkan feses.

Ketegangan saraf dan emosi

Pada orang yang marah atau cemas mengalami kejang pada ususnya. Peristaltic usus terhenti dan usus besar dapat kesempatan untuk menyerap kembali air pada isis usus.

Kehamilan

Dimana kadar progesterone yang meningkat mampu menghambat kontraksi dari otot polos usus sehingga peristaltik berkurang.

3. Gejala klinis

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah:

a. rasa penuh dibagian lambung

b. mual

c. feses keras serta defekasi sulit

d. sakit perut

e. kurang nafsu makan

f. malaise

g. perasaan tidak nyaman di mulut.

4. Diagnosis

a. Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar tidak didapatkan kelainan yang jelas. Walaupun demikian, pemeriksaan fisis yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan-kelainan yang berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi usus besar. b. Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan. Selanjutnya palpasi pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut. Palpasi lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon, adanya tumor atau aneurisma aorta. Pada perkusi dicari antara lain pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asietes, atau adanya massa feses. Auskultasi antara lain untuk mendengarkan suara gerakan usus besar, normal atau berlebihan misalnya pada jembatan usus. Pemeriksaan daerah anus memberikan petunjuk penting, misalnya adakah wasir, prolaps, fisur, fistula, dan massa tumor di daerah anus dapat mengganggu proses BAB.

c. Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk mengetahui ukuran dan kondisi rektum serta besar dan konsistensi feses. Colok dubur dapat memberikan informasi tentang : Tonus rectum

Tonus dan kekuatan sfingter

Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis Adakah timbunan massa feses Adakah massa lain (misalnya hemoroid) Adakah darah Adakah perlukaan di anus d. Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor-faktor resiko penyebab konstipasi, misalnya glukosa darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia yang berhubungan dengan keluarnya darah dari rektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan keganasan.

e. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi, terutama yang terjadinya akut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adakah impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium Enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan. Pemeriksaan intensif ini dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.

f. Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anaorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung.

g. Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal. pemerikasaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respon sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomik maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik. 5. Terapi

a. Tujuan

Mengidentifikasi penyebab konstipasi Mencegah terjadinya konstipasi Mengurangi gejala konstipasi Memulihkan fungsi normal saluran pencernaan b. Terapi Non Farmakologis

Modifikasi gaya hidup

Untuk menormalisaasikan buang air yang terganggu, maka perlu sekali untuk memperhatikan beberapa aturan hidup sederhana. Tindakan utama mencakup perubahan-perubahan kebiasaan hidup dan aturan-aturan diet yang semuanya bertujuan meningatkan peristlaltik usus. Yang terpenting diantaranya adalah sebagai berikut:

Membiasakan untuk banyak minum air putih. Untuk laki laki, rata rata 2,9 liter per hari (12 gelas), sedangkan untuk wanita 2,2 liter per hari (9 gelas). Cairan seperti air putih, dapat menambah jumlah air yang masuk ke dalam kolon, sehingga dapat memperbesar bentuk feses dan membuat pergerakan usus menjadi lebih mudah. Cairan lain seperti kopi dan soft drinks, yang mengandung kafein, mempunyai efek dehidrasi, sehingga perlu dikurangi konsumsinya. Biasanya, setiap pagi minum satu gelas air jeruk atau air hangat sebelum sarapan pagi. Makan cukup sayuran dan buah-buahan yang kaya akan serat (bisa dimakan sebagai lalapan), minimal 200 gram sehari.

Melakukan aktivitas fisik yang cukup setiap hari, misalnya olahraga atau bila tidak sempat juga berjalan cepat atau naik sepeda.

Pergi ke toilet setiap hari pada wktu tertentu, misal setelah sarapan pagi , walaupun keinginan buang belum ada atau belum mendesak.

Desakan buang air haruslah segera dipenuhi, bila tidak ada hasrat akan lenyap dan tinja akan dipadatkan lebih lanjut karena penyerapan air oleh dinding usus.

Kakus jongkok lebih meningkatkan refleks hajat daripada toilet duduk

(Tjay et al., 1993)Meskipun tidak banyak bukti yang menunjukkan bahwa orang yang menderita konstipasi mengkonsumsi lebih sedikit serat makanan dibandingkan dengan orang tidak pernah mengalami konstipasi, namun banyak pasien konstipasi yang memperlihatkan responnya terhadap peningkatan asupan serat makanan hingga mencapai jumlah antara 20 dan 30 gram/hari. Suplementasi serat dapat meningkatkan berat tinja serta frekuensi defekasi dan menurunkan waktu transit gastrointestinal. Efek serat yang menghasilkan masa dalam kotoran dapat berhubungan dengan peningkatan retensi air maupun dengan proliferasi bakteri kolon yang memproduksi gas di dalam tinja. Suplementasi serat bukan terapi yang tepat bagi pasien dengan lesi obstruktif traktus gastrointestinal atau bagi pasien penyakit megakolon atau megarektum (Asdie, 1995).

Pembedahan

Pada beberapa pasien konstipasi tindakan pembedahan diperlukan. Hal ini karena adanya obstruksi saluran gastrointestinal sehingga diperlukan reseksi usus. Selain itu pembedahan juga diperlukan pada kasus konstipasi yang disebabkan oleh pheokromositoma. Terapi biofeedback

Penderita dengan konstipasi kronik akibat disfungsi anorektal dapat dicoba dengan pengobatan biofeedback untuk mengembalikan otot yang mengendalikan gerakan usus. Biofeedback menggunakan sensor untuk memonitor aktivitas otot yang pada saat yang sama dapat dilihat di layar komputer sehingga fungsi tubuh dapat diikuti dengan lebih akurat. Seorang ahli kesehatan yang professional, dapat menggunakan alat ini untuk menolong penderita mempelajari bagaimana cara menggunakan otot tersebut (Lennard-Jones 1998 ; Ramkumar 2001).

c. Terapi Farmakologis

Bila penambahan serat pada diet, disamping peningkatan aktivitas gerak badan dalam waktu satu minggu belum memberikan efek yang baik, maka dapat dipertimbangkan untuk mencoba suatu obat pencahar lunak, yang dapat dibeli bebas, untuk beberapa hariGolongan obat yang dapat diberikan untuk konstipasi adalah (Yulinah et al., 2008):

Senyawa yang dapat melunakkan feses dalam 1-3 hari. Yang masuk dalam golongan ini adalah metal selulosa, emolien laktulosa, sorbitol, dan manitol.

Senyawa yang dapat menghasilkan feses lunak atau semifluid dalam 6-12 jam. Yang masuk dalam golongan ini adalah bisakodil, fenolftalin, kaskara sarada, senna, dan magnesium sulfat dosis rendah.

Senyawa yang mempermudah pengosongan usus dalam 1-6 jam. Yang masuk dalam golongan ini adalah magnesium sitrat, magnesium hidroksida, magnesium sulfat, natrium fosfat, bisakodil, dan polietilen glikol.Berikut adalah pilihan terapi untuk konstipasi :

Pilihan pertama. Untuk memperlunak tinja adalah sirup laktulosa (Dupholax, Constipen), 2x sehari 1 sendok makan (15ml) sesudah makan pagi selama 2 hari, kemudian 1x sehari 15 ml. Zat disakarida sintetis ini, semacam gula, tidak diserap dalam usus halus karena tak adanya enzim untuk merombaknya. Baru dalam usus besar diuraikan oleh bakteri menjadi antara lain, asam asetat dan laktat, yang merangsang dinding usus dan selain itu juga menarik air dengan jalan osmosis. Efeknya baru tampak setelah beberapa hari. Wanita hamil dan yang menyusui boleh menggunakannya.

Pilihan kedua adalah O.W.A bisakodil (Dulcolax, Toilax, Nelax) yang malam hari diminum 1-2 tablet dari 5 mg atau digunakan sebagai supositoria 10 mg, Biasanya obat ini sudah memberikan efek 6-8 jam berikutnya. Wanita hamil harus berhati-hati menggunakan obat ini dalam bentuk tablet atau suppositoria, karena dapat menimbulkan kejang-kejang perut. Pilihan ketiga. Selain itu, masih tersedia beberapa sediaan dengan khusus memperlunak tinja, yaitu semacam turunan sorbitol (Sorbitol), yang sering digunakan sebagai pengganti gula bagi penderita kencing manis. Begitupunla zat-zat dengan aktivitas permukaan (detergensia), yang bekerja dengan jalan meningkatkan masuknya air kedalam tinja, yaitu garam laurilsulfat ( Microlax) dan garam sulfosuksinat ( tablet Laxadine). Parafin cair. Akhirnya dapat disebut parafin cair, suatu minyak mineral, yang biasanya dikombinasikan dengan fenolftalein (sirup Laxadine). Sediaan ini tidak dapat dianjurkan berhubung dengan risiko kekurangan akan vitamin-vitamin A,D, E,dan K yang terlarut dalamnya. Sebagian kecil dapat pula diserap oleh usus dan akhirnya mengendap di antara lain hati dan impa. Parafin yang secara tak sengaja masuk ke dalam saluran nafas dapat mengakibatkan sejenisradang paru-paru yang berbahaya. Lagipula fenolftalein, yang berkhasiat merangsang terhadap usus-besar, adakalanya dapat menimbulkan reaksi-reaksi alergi hebat pada kulit. Air kemih dan tinja (alkalis) dapat diwarnai merah. Berhubung efek-efek buruk tersebut, pencahar ini tidak boleh digunakan oleh wanita hamil dan yang menyusui.Perhatian: Pada hakikatnya obat-obat ini janganlah diminum lebih lama dari 3-4 hari, kemudian menunggu satu minggu untuk melihat apakah pola hajat sudah menjadi normal kembali. Kalau tidak, maka sebaiknya pergi ke dokter untuk memeriksa lebih lanjut, karena mungkin terdapat gangguan yang lebih serius.KASUS & PEMBAHASAN1. Kasus

Seorang pria 60 tahun sudah dua hari tidak dapat buang air besar dan perlu mengejan kuat untuk buang air besar. Sebelumnya, ia makan salak habis 6 buah. Hal tersebut pernah dialaminya 3 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat alergi terhadap obat, tetapi yang bersangkutan tidak mau minum tablet atau kapsul. Dia memerlukan pengatasan untuk keluhannya tersebut. Pilihkan obat dan edukasi untuknya!

2. Analisis Kasus

Saat menanggapi keluhan pasien diperlukan teknik tahapan bertanya yang sistematis sehingga farmasis memperoleh informasi yang lengkap dan dapat mengambil keputusan dengan tepat. Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah metode WWHAM yaitu: W (Who is it for?) Siapa yang sakit?

Pertama kali harus ditanyakan siapa yang sakit, usia berapa, apakah dalam keadaan hamil/menyusui. Bila yang datang adalah pasien sendiri, bisa dilihat penampilan fisiknya untuk membantu penilaian kondisi pasien (ruam kulit, pucat, keringat berlebihan dan lain-lain).

Dalam kasus ini, yang mengalami keluhan adalah seorang pria berusia 60 tahun.

W (What are symptoms?) Apa gejalanya?

Perlu ditanyakan gejala atau keluhan penderita, dan apoteker harus mengetahui gejala-gejala yang perlu diwaspadai. Dengan memperhatikan gejala yang perlu diwaspadai, dapat ditentukan dengan tepat apakah pasien harus diberi rekomendasi, atau dirujuk ke dokter.Dalam kasus ini, pasien tidak dapat buang air besar dan perlu mengejan kuat untuk buang air besar. Pasien diduga mengalami konstipasi. Penyebabnya kemungkinan adalah faktor makanan. Diketahui bahwa pasien sebelumnya makan salak dan menghabiskan 6 buah.

H (How long have the symptoms?) Berapa lama gejala diderita?Farmasis perlu menanyakan jangka waktu gejala yang dikeluhkan pasien, bagaimana perkembangan kondisi pasien saat ini, apakah pasien juga menderita penyakit lain. Lamanya keluhan yang dialami pasien dapat digunakan untuk menentukan tingkat keparahan penyakit yang akan menunjukkan tindakan terapi lebih lanjut.

Dalam kasus ini, pasien sudah mengalami kesulitan buang air besar selama dua hari, dan pernah mengalami gejala yang sama 3 bulan yang lalu.

A (Actions taken so far?) Tindakan apa yang sudah dilakukan?Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui apakah pasien sudah minum obat untuk mengatasi keluhan yang dirasakan sehingga bisa dijadikan referensi untuk pemilihan obat berikutnya. Perlu ditanyakan tindakan pengobatan yang sudah dilakukan pasien.Dalam kasus ini, tidak dijelaskan tindakan pasien untuk mengatasi gejala yang dialaminya, yang berarti bahwa pasien belum mengambil tindakan apapun untuk mengatasi masalah konstipasinya.

M (Medications they are taking?) - obat apa yang sudah digunakan?Pertanyaan ini ditujukan untuk mengetahui apakah pasien saat ini sedang menggunakan obat lain karena dapat mempengaruhi pemilihan obat untuk pasien dan juga apakah pasien sudah mengkonsumsi obat tertentu untuk mengatasi masalahnya ini. Dalam kasus ini, Pasien belum menerima terapi obat/farmakologi untuk meringankan/mengobati penyakit yang dialami. Selain itu pasien tidak memiliki alergi terhadap suatu obat, hanya saja pasien tidak mau minum obat dengan bentuk sediaan tablet atau kapsul.3. Terapi farmakologi yang Apoteker rekomendasikan untuk mengatasi gangguan pasien di atas (meliputi obat-obat bebas/OTC) Dari gejala yang dialami pasien, kemungkinan pasien mengalami konstipasi yang disebabkan karena factor usia dipicu dengan adanya konsumsi buah salak, kurangnya mengkonsumsi cairan (minum) dan makanan berserat. Faktor usia mempengaruhi proses defekasi seseorang dikarenakan semakin bertambah usia, terjadi adanya penurunan fungsi fungsi organ dalam tubuh dalam kasus konstipasi ini yang berkaitan adalah motilitas usus.

Motilitas usus berkaitan dengan proses terjadinya defekasi, dimana motilitas usus digambarkan sebagai gerakan peristaltic akibat adanya masa tinja di dalam rectum sehingga terjadi proses defekasi. Selain itu di usia lanjut kasus konstipasi juga dipicu kerena kurangnya aktif bergerak. Konsumsi air minum mempengaruhi penyerapan air dalam kolon, apabila prosentase konsumsi air minumnya dalam sehari sedikit maka prosentase air sisa setelah penyerapan di kolon juga sedikit sekali menyebabkan konsistensi feses menjadi padat (keras).

Faktor konsumsi buah salak mempengaruhi konstipasi karena dimungkinkan seseorang tersebut mengkonsumsi dalam jumlah terlalu banyak dan caranya kurang tepat yaitu dengan cara mengupas atau membuang kulit ari pada buah salak tersebut. Padahal pada kulit ari tersebut banyak mengandung serat yang justru dapat membantu memperlancar proses defekasi ( buang air besar ).

Pasien juga dimunginkan karena kurangnya diimbangi dengan makanan berserat, dimana serat yang banyak terdapat di buah-buahan dan sayur yang secara kimiawi terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pectin dan lignin didalam usus zat-zat ini hampir tidak dirombak atau dicerna karena tidak ada enzim yang sesuai sehingga sebagian besar dikeluarkan dengan tinja dalam keadaan tidak berubah. Isi usus yang banyak mengandung serat, serat ini akan menstimulasi peristaltic usus untuk terjadi proses defekasi. Selain itu dengan adanya serat tersebut terjadi pembentukan beberapa asam lemak dari bakteri usus yang berfungsi sebagai pencahar dengan jalan rangsangan langsung terhadap dinding usus serta melalui proses penarikan air sehingga konsistensi tinja menjadi lunak.

Dalam kasus ini pasien mengalami konstipasi akut karena keluhan baru berlangsung kurang dari 4 minggu. Pengobatan utama untuk konstipasi akut seperti yang dialami pasien, utamanya adalah pengaturan gaya hidup dan pengaturan pola makan. Terapi farmakologi sendiri bersifat tambahan apabila dengan pengaturan diatas belum memeberikan hasil yang baik.Beberapa alternative obat untuk mengatasi kasus konstipasi yaitu :a. Sirup laktulosa Sirup laktulosa berfungsi untuk memperlunak tinja, bekerja dalam waktu 48 jam, diminum 2x sehari 1 sendok makan (15ml) sesudah makan pagi selama 2 hari, kemudian 1x sehari 15 ml. Zat disakarida sintetis ini berupa gula yang tidak diserap dalam usus halus karena tak adanya enzim untuk merombaknya. Baru dalam usus besar diuraikan oleh bakteri menjadi antara lain, asam asetat dan laktat, yang merangsang dinding usus dan selain itu juga menarik air dengan jalan osmosis. Efeknya baru tampak setelah beberapa hari. Wanita hamil dan yang menyusui boleh menggunakannya. Sediaan yang beredar yaitu Dupholax (kimia Farma, sirup 3,4 g/5ml) dan Constipen.b. Bisakodil (Obat Wajib Apotik) Bisakodil merupakan obat untuk mempermudah pengosongan usus dalam 1-6 jam. penggunaannya malam hari diminum 1-2 tablet dari 5 mg atau digunakan sebagai supositoria 10 mg untuk pagi hari, biasanya obat ini sudah memberikan efek 6-8 jam berikutnya. Wanita hamil harus berhati-hati menggunakan obat ini dalam bentuk tablet atau suppositoria, karena dapat menimbulkan kejang-kejang perut. Sediaan yang beredar yaitu Bisakodil (generic) tablet 5mg, Dulcolax 5mg tab dan 5mg atau 10mg suppositoria, Laxamex 5mg tab, Melaxan 5mg tab, Prolaxan 5mg tab, Toilax, Nelax.c. Turunan SorbitolTurunan sorbitol (Sorbitol) berfungsi untuk memperlunak tinja, sorbitol sering digunakan sebagai pengganti gula bagi penderita kencing manis. Penggunaan secara oral sebanyak 30-50 g/hari. Begitupunla zat-zat dengan aktivitas permukaan (detergensia), yang bekerja dengan jalan meningkatkan masuknya air kedalam tinja, yaitu garam laurilsulfat ( Microlax) dan garam sulfosuksinat ( tablet Laxadine).

d. Parafin cairParafin cair adalah suatu minyak mineral, yang biasanya dikombinasikan dengan fenolftalein (sirup Laxadine). Sebaiknya sediaan ini tidak digunakan dalam jangka panjang dan kontraindikasi dengan anak usia < 3 tahun. Sediaan yang beredar yaitu Parafin liquidum (generic)Larutan (B) dan Laxadin (Yuparin) Sirup (B).

e. Dantron

Dantron adalah obat konstipasi untuk pelayanan geriatric, profilaksis dan pengobatan konstipasi pada pasien gagal jantung dan thrombosis koror (kondisi dimana gerakana usus harus bebas dari tegangan. Dantron bekerja dalam 1 12 jam. Pemakaiannya untuk dewasa 25-27 mg sebelum tidur dan untuk anak-anak 25 mg sebelum tidur. Harus dihindari untuk wanita hamil dan menyusui, efek sampingnya berupa urin berwarna merah. Sediaan yang beredar yaitu Dantron (generic) 150mg tablet.f. Natrium Dukosat (Na dioktil sulfosuksinat)Obat ini berupa sediaan oral yang bekerja dalam 1 2 hari untuk konstipasi. Pemakaiannya yaitu 500mg sehari dalam dosis terbagi dan jangan diberikan bersamaan dengan paraffin cair. Sediaan yang beredar yaitu Laxatab (yuparin) 50mg tablet.

g. Isphagula sekam

Isphagula sekam merupakan obat konstipasi yang pemakaiannya 1 sachet dalam 1 gelas air 1 3 kali sehari,sebelum atau sesudah makan. Efek samping sediaan ini yaitu perut kembung, obstruksi saluran cerna, hipersensitivitas. Sediaan yang beredar yaitu Metamucil serbuk 7g dan 11 g, Mucofalk serbuk 5g, Mulax serbuk 7g.

h. Garam MagnesiumGaram Magnesium sebagai obat konstipasi berupa magnesium hidroksida, sedang untuk pengsongan usus yang cepat sebelum dilakukan pembedahan berupa magnesium sulfat. Efek samping obat ini berupa kolik. Pemakaiannya bila perlu 2- 4 g sebagi 8 % suspense dalam air. Sediaan yang beredar yaitu Garam Inggris serbuk, Garam Inggris Cap Gajah serbuk.

Pada hakikatnya obat-obat ini janganlah diminum lebih lama dari 3-4 hari, kemudian menunggu satu minggu untuk melihat apakah pola hajat sudah menjadi normal kembali. Kalau tidak, maka sebaiknya pergi ke dokter untuk memeriksa lebih lanjut, karena mungkin terdapat gangguan yang lebih serius

Pada Kasus ini mengingat pasien tidak mau menggunakan sediaan berupa tablet dan kapsul serta pasien berusia lanjut maka dapat dipilihkan obat Parafin Cair, sirup Laktulosa, Isphagula sekam, dan garam magnesium.4. Terapi non farmakologi yang Apoteker rekomendasikan untuk mengatasi gangguan pasien di atasa. Perubahan Gaya HidupPenyebab umum dari konstipasi adalah diet yang rendah serat, seperti terdapat pada sayuran, buah, dan biji-bijian, dan tinggi lemak seperti dalam keju, mentega, telur, dan daging. Mereka yang makan makanan yang kaya serat biasanya lebih jarang yang mengalami konstipasi. Adapun beberapa makanan berserat yang dianjurkan untuk menanggulangi konstipasi yaitu :

Beberapa jenis makanan yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan serat tubuh dalam sehari adalah:1. Konsumsilah whole grains 2. Konsumsi sereal atau makanan tinggi serat untuk sarapan3. Makanlah buncis beberapa kali seminggu. Buncis atau kacang-kacangan mengandung cukup banyak serat dibandingkan sayuran lain yang sejenis. Buncis dan kacang-kacangan juga dilengkapi dengan berbagai protein nabati4. Konsumsi buah beberapa kali setiap hari5. Konsumsilah sayuran beberapa kali setiap harinya

b. Banyak minum dan olah ragaMinuman seperti air dan jus, menambah jumlah air yang masuk ke dalam kolon dan memperbesar bentuk tinja, dan membuat gerakan usus menjadi lebih perlahan-lahan dan lebih mudah. Penderita yang mengalami masalah konstipasi, seyogyanya minum cukup air setiap harinya, sekitar 8 gelas perhari. Kurang olah raga dapat menimbulkan konstipasi, tanpa diketahui penyebab sebenarnya. Sebagai contoh, konstipasi sering terjadi pada penderita setelah mengalami kecelakaan atau pada saat penderita diharuskan tirah baring dalam waktu yang lama karena penyakitnya.DAFTAR PUSTAKA

Asdie, Ahmad H., 1995, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 1, Edisi 13, hal.255-257, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa Brahm U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteram,, EGC, JakartaDipiro, J.T., et al. 2008. Pharmacotherapy Handbook. Sixth edition, The Mc.Graw Hill Company, USALennard-Jones JE, 1998, Constipation. In Sleisenger and Fordtranss Gastrointestinal and Liver Disease. Pathophysiology / Diagnosis / management. Vol 1, 6th Ed, Ed by M Feldman et al, WB Saunders CO, Philadelphia Toronto, p 174-197

Ramkumar DP and Rao SSC, 2001, Functional anorectal disorder. In Evidence- Based Gastroenterology, Ed by EJ Irvine and RH Hunt, BC decker Inc, Hamilton London, p 207 222 Tjay, Tan H., Rahardja, Kirana, 1993, Swamedikasi, Edisi Pertama, hal.101-108, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.Tjay T.H & Rahardja K, 2007, Obat Obat Penting. Khasiat, Penggunaan, dan Efek Efek Sampingnya, PT Gramedia, Jakarta.Yulinah, Elin dkk, 2008, ISO Farmakoterapi, hal.372-377, PT ISFI Penerbitan, Jakarta. Yogyakarta, 26 November 2014Ulfah Julda ArifinFA/09133Mas Ajie Alamsyah FA/09166

Ulfa Aulia AzmiFA/09196Aulia Prehastiwi FA/09229

Gita Ayu Aprina FA/09262

Dhania Novitasari FA/09292Nurfina Dian K FA/09325