tugas karet

Upload: alina-merdeka-putri

Post on 18-Jul-2015

305 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

A. PENDAHULUAN

A.1 Arti Penting Tanaman Karet Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Bersama dengan dua negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak tahun 1920-an telah menjadi pemasok utama karet dunia. Puncak kejayaan karet di Indonesia terjadi antara tahun 1926 sampai menjelang Perang Dunia II. Ketika itu Indonesia merupakan pemasok utama karet alam di pasar internasional. Setelah kemerdekaan Indonesia, harga karet di pasar dunia mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh hukum permintaan dan penawaran. Ketika penawaran tinggi harga jatuh, dan sebaliknya. Melemahnya nilai tukar mata uang di negara-negara produsen terhadap dolar AS mendorong para produsen karet di negara-negara tersebut menjual persediaan karetnya untuk menikmati moment tersebut. Akibatnya, persediaan karet internasional melimpah dan menyebabkan harga anjlok. Persediaan karet di pasar dunia dipengaruhi oleh kondisi alam, terutama hujan dan banjir. Hujan berlebihan dan menimbulkan banjir mengakibatkan produksi karet turun. Pada saat seperti itu biasanya harga di pasar internasional naik. Meskipun ekspor karet terus mengalami fluktuasi, komoditas ini tetap memberi arti cukup besar bagi perolehan devisa nonmigas. Diluar perannya sebagai penyumbang devisa nonmigas, karet juga telah menghidupi jutaan rakyat yang bekerja disektor ini karena sebagian besar perkebunan karet diusahakan oleh rakyat. A.2 Upaya Peningkatan Produksi Karet Sejak diperkenalkannya karet sintetis pada tahun 1950-an, kebutuhan karet alam mengalami penurunan karena banyak fungsi karet alam yang tergantikan oleh karet sintetis. Apalagi karet sintetis juga dapat diproduksi dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan tanpa mempengaruhi harga. Namun. Bagaimanapun keunggulan karet alam tetap belum bisa ditandingi oleh karet sintetis, terutama daya elastisitas dan plastisitasnya. Misalnya pembuatan ban radial yang meskipun bahan bakunya karet sintetis tetap harus dicampur dengan karet alam. Bahkan ban pesawat terbang sepenuhnya memakai karet alam. Semakin meningkatnya kebutuhan akan karet alam di dunia, sangat menguntungkan bagi Indonesia karena peluang untuk mengisi pasar internasional semakin terbuka. Untuk meraih posisi itu, para petani karet Indonesia harus mulai berbenah mengenai teknik budidaya dan penangan pasca panennya sehingga produktivitas dan kualitasnya

meningkat.Upaya tersebut harus dilakukan secara terpadu, berkelanjutan dan konsisten. Aspek yang ditangani tidak hanya terkait aspek teknis, tetapi yang lebih penting adalah aspek non teknis. a. PEREMAJAAN Peremajaan dan intensifikasi perlu dijadikan acuan dalam meningkatkan produksi karet Indonesia, walaupun pengembangan baru secara selektif juga dapat dilakukan, terutama oleh petani karet. Pilihan jenis klon karet yang digunakan perlu lebih diarahkan kepada penggunaan klon generasi ke empat yang dapat memproduksi latek dan kayu karet yang lebih tinggi dibandingkan dengan klon-klon yang telah dirilis sebelumnya, sehingga produsen karet dapat menghasilkan latek dan kayu sekaligus sebagai produk utama. Tingkat produktivitas perkebunan karet rakyat masih relative rendah (kurang lebih 800 kg/ha/tahun) apabila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan Negara dengan swasta dimana masing-masing berturut-turut telah mencapai 1.327kg/ha/tahun dan 1.565 kg/ha/tahun pada tahun 2010. Bahkan di antara Negara-negara produsen karet alam dunia seperti Thailand, India, Malaysia dan Vietnam, produktivitas perkebunan karet di Indonesia adalah yang terendah. Secara umum faktor-faktor penyebab rendahnya produktivitas perkebunan karet di Indonesia adalah mayoritas petani belum menggunakan bahan tanam karet klon karet unggul (okulasi) dan belum menerapkan standar budidaya serta pemeliharaan kebun karet serta teknologi pasca panen yang direkomendasikan. Terdapat areal kebun karet tua cukup luas yang perlu segera diremajakan. Sementara itu bahan tanam karet klon unggul dan teknologi budidaya karet telah cukup tersedia. Dalam hal ini Pusat Penelitian Karet telah menghasilkan berbagai klon karet unggul generasi ke empat yang memiliki keunggulan selain hasil lateks nya tinggi (>2500kg/ha/tahun) juga berpotensi menghasilakn kayu log lebih besar dari 300 m3/ha/siklus. Beberapa klon karet seri IRR (Indonesian Rubber Research) yang direkomendasikan antara lain: IRR 112, IRR 118, IRR 119 dan IRR 220.

Untuk memenuhi kebutuhuan bibit dalam rangka peremajaan dan perluasan tanaman karet dapat dilibatkan petani karet untuk menjadi penangkar bibit di bawah bimbingan dan binaan Dinas Perkebunan dan lembaga penelitian. Selain itu tersedia berbagai pola/skim peremajaan yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat program peremajaan karet rakyat. Sebagai contoh adalah program peremajaan dengan pola kemitraan antara PTPN III dengan petani di Aceh yang memanfaatkan Program Revitalisasi Perkebunan melalui skim pendanaan dari Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan. Program peremajaan karet rakyat juga dilakukan dengan memanfaatkan sumber pendanaan dari Pemerintah Daerah seperti yang dilakukan di Provinsi Jambi, dari program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan besar seperti yang telah diterapkan di beberapa perusahaan tambang minyak, gas, dan pabrik karet remah/anggota GAPKINDO di Sumatera Selatan. Untuk program peremajaan melalui Program Revitalisasi Perkebunan, unit cost pembangunan kebun agar dapat disesuaikan dengan kondisi lahan yang akan dikembangkan agar tidak memberatkan developer (mitra petani). Selain itu perlu dipertimbangkan pola manajemen kebun kemitraan yang paling sesuai (misalnya pola mini estate) untuk menjamin keberhasilan pembangunan, pemeliharaan kebun, penjualan hasil dan pengembalian kredit petani. Pada peremajaan karet rakyat, untuk menjamin pendapatan petani selama masa tanam belum menghasilkan, petani dapat memanfaatkan lahan diantara barisan tanaman karet dengan penanaman berbagai pola tanaman sela karet. Selain program peremajaan, juga terbuka peluang untuk memperluas areal perkebunan karet, terutama untuk perkebunan rakyat, antara lain melalui pola HTI Karet. Kementerian Kehutanan telah mencadangkan kawasan hutan produksi seluas 11.831.711 hektar yang tersebar di 26 Provinsi sebagai areal usaha pemanfaatan hasil hutan kayu/HTI (IUPHHKHTI). Sekitar 10% sampai dengan 15% dari luas tersebut dapat ditanami tanaman karet sebagai tanaman unggulan dan atau tanaman kehidupan masyarakat setempat. Namun upaya

perluasan perlu kehati-hatian, jangan sampai terjadi over produksi yang mengakibatkan harga kembali rendah. b. MUTU KARET Salah satu masalah terkait daya saing indutri karet alam Indonesia adalah rendah dan beragamnya mutu bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan petani. Hal ini antara lain disebabkan perilaku petani dan pedagang perantara yang belum menerapkan standar teknis pengolahan yang direkomendasikan terutama yang terkait dengan penggunaan bahan pembeku, kebersihan bahan olah dan alat serta cara penyimpanan bokar. Subsistem pemasaran dan pengolahan kurang insentif bagi petani untuk meningkatkan mutu bokar. Faktor lain yang diduga menyebabkan rendahnya mutu bokar adalah adanya persaingan yang ketat antara pabrik pengolahan karet crumb rubber untuk memperoleh bahan baku sebagai dampak dari adanya kelebihan kapasitas terpasang pabrik crumb rubber di Indonesia. Pada tahun 2010 terdapat 125 pabrik crumb rubber di Indonesia, dengan kapasitas terpasang sekitar 3,9 juta ton; sementara produksi karet alam Indonesia pada periode yang sama adalah sekitar 2,5 juta ton, berarti terdapat kelebihan kapasitas pabrik sekitar 1,4 juta ton. Kelebihan kapasitas pabrik tidak dapat serta merta diatasi dengan jalan meningkatkan produksi karet alam Indonesia, tanpa disertai dengan upaya peningkatan pangsa pasar di pasar karet alam dunia. Selain itu peningkatan produksi yang tajam tanpa diikuti dengan peningkatan konsumsi yang nyata dipastikan dapat menyebabkan penurunan harga karet alam yang sangat tidak dikehendaki oleh para pelaku, khususnya pekebun. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan adalah izin investasi pembangunan pabrik crumb rubber disarankan dimasukkan dalam Daftar Negatif Investasi atau Negative List Investment (moratorium) sampai ketersediaan bahan baku nasional seimbang dengan kapasitas terpasang, dan/atau pada kondisi dimana permintaan karet alam dunia seimbang dengan produksinya. Di samping itu, perluasan perkebunan karet diprioritaskan bagi petani, karena perkebunan karet adalah tulang punggung ekonomi pedesaan. Namun demikian, sebelum kebijakan ditetapkan, diperlukan up dating data produksi bahan baku dari tingkat kabupaten sampai

tingkat nasional dan mempelajari ramalan supply-demand jangka pendek serta jangka panjang agar dapat digunakan oleh pengambil keputusan. A.3. Kendala Peningkatan Produksi Pengelolaan perkebunan karet sering mengalami kendala, antara lain masalah organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terutama masalah penyakit. Hampir seluruh bagian tanaman karet menjadi sasaran infeksi dari sejumlah penyakit tanaman, mulai dari jamur akar, penyakit bidang sadap, jamur upas sampai pada penyakit gugur daun. Penyakit karet telah mengakibatkan kerugian ekonomis dalam jumlah miliaran rupiah karena tidak hanya kehilangan produksi akibat kerusakan tanaman tetapi juga mahalnya biaya yang diperlukan dalam pengendaliannya. Diperkirakan kehilangan produksi setiap tahunnya akibat kerusakan oleh penyakit karet mencapai 5-15%. Sesuai dengan undang-undang tentang sistem budidaya tanaman nomor 12 tahun 1992 dan peraturan pemerintah no 6 tahun 1995 bahwa kegiatan perlindungan tanaman merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat yang dilaksanakan dengan mengimplementasikan pengendalian hama terpadu (PHT) yang aman terhadap manusia dan lingkungan. Kendala lainya adalah banyaknya tanaman karet yang kondisinya sudah tua atau rusak (berusia di atas 20 tahun). Selain itu, tingkat produktivitas tanaman masih rendah, karena sebagian besar berasal dari benih sapuan, bukan klon unggul. Terutama di perkebunan rakyat, penggunaan benih klon unggul rata-rata baru mencapai 40%.

B. OPTUret adalah larva serangga berordo Coleoptera, uret yang merusak tanaman karet terdiri dari spesies Lepidiota stigma F. , Helotrichia serrata, H. sufoflava, H. essa, Anomala varians, Leucopholis sp dan Exopholis sp. Warna uret putih dan bentuknya seperti huruf C. Kumbang memiliki moncong dan tanduk. Uret merusak akar dan bagian tanaman yang ada di dalam tanah. Tanaman yang terserang berwarna kuning, layu dan akhirnya mati. Daur hidup L.stigma adalah 13 bulan 27 hari, mulai dari stadia telur larva pra pupa 12 hari, stadia pupa 1 bulan, serta masa penerbangan 3 bulan. Kumbang betina dewasa akan meletakkan telurnya pada tanaman penutup tanah (Cover crop) dan mulsa (Kalshoven, 1981). Kedalaman peletakan telur berkisar antara 50-60 cm dibawah permukaan tanah. Peletakan telur pada awal musim hujan dan menetas dua minggu setelah peletakan telur. Telurnya berbentuk lonjong atau oval, berwarna putih panjangnya berkisar 2,0-4,25 mm dan lebarnya antara 1,2-2,95 mm. Setelah telur menetas, selanjutnya larva akan memakan sisa-sisa bahan organik dan akar tanaman yang dekat dengan permukaan tanah. Jika kondisi ekstrim kering dapat mematikan telur. Larva instar III adalah paling rakus, mengingat kebutuhan dan untuk persiapan siklus hidup berikutnya yaitu stadia pupa. Biasanya larva memakan akar pada lingkungan yang lembab. Kadangkala larva masih ditemukan pada kedalaman 50 cm. Umumnya famili Scarabaeidae memiliki tiga instar larva sebelum menjadi kumbang dewasa. Pada instar dua, larva mulai makan bagian tanaman yang hidup di dalam tanah yaitu akar. Setelah 4 minggu, pupa berubah menjadi imago atau kumbang. Kumbang yang baru muncul dari pupa tetap tinggal dalam tanah selama beberapa hari menunggu hujan pertama tiba (Kalshoven, 1981). Sesaat setelah hujan pertama tiba, kumbang muncul dari dalam tanah. Perkawinan segera terjadi, baik dipermukaan tanah maupun pada tanaman inang yang ada disekitarnya.

Pada saat itu kumbang sangat banyak hinggap pada daun dan ranting tanaman. Periode penerbangan serangga dewasa di mulai pada bulan Oktober dan berakhir pada Bulan Desember. Kumbang berukuran panjang 3,5-5 cm, tertutup oleh sisik berwarna coklat kelabu yang tebal dengan karakteristik bintik putih yang terletak pada bagian belakang elytia. Kumbang aktif pada malam hari dan tertarik lampu. Tanaman yang menjadi inangnya adalah dadap, Crotalaria dan apabila hinggap pada daun asam, kumbang betina terangsang untuk meletakkan telur (Kalshoven, 1981). Dalam sistem Klasifikasi L. stigma termasuk dalam Filum Arthropoda, Klas Insecta, Ordo Coleoptera, Famili Scarabaeidae, Genus Lepidiota, Spesies Lepidiota stigma F (Kalshoven, 1981). Genus Lepidiota berukuran besar, panjang tubuhnya kurang lebih 7.5 cm. Tubuhnya memanjang silindris berbentuk sabit, mempunyai kepala dengan mandibula kuat. Tungkaitungkai yang kuat lebih banyak digunakan untuk menggali tanah daripada berjalan. Badannya berwarna putih bagian belakang gemuk sehingga mirip sebuah kantung (Wiriatmodjo, 1979). Untuk membedakan uret L. stigma dengan uret lain dapat dilakukan dengan melihat pola perambutan pada ujung abdomen bagian ventral (Kalshoven, 1981). Perkembangan hidup uret yaitu telur- larva (Uret)-Pupa-Imago(Kumbang). Kumbang hanya sedikit memakan daun-daunan dan tidak banyak merusak dibanding dengan uretnya. Pengendalian diarahkan pada sistem bercocok tanam yang lebih baik, seperti pemupukan yang seimbang agar vigor tanaman baik. Tanaman yang vigornya baik toleran terhadap serangan hama uret. Uret merupakan hama penting yang banyak menyerang karet dilahan kering. Serangan hama Uret dapat menyebabkan tanaman kerdil dan roboh . Lantaran bagian tanaman yang diserang akarnya, sehingga akibat serangan hama ini menyebabkan penurunan hasil. Selama ini, berbagai usaha pengendalian telah dilakukan untuk menekan populasi Uret, baik secara mekanik, kultur teknis, kimia, maupun hayati.

C. UPAYA PENGENDALIAN OPT PADA TANAMAN KARET Pengendalian yang dapat dilakukan petani terhadap hama ini antara lain dengan memutuskan siklus hidup hama ini, yaitu dengan pemusnahan langsung uret dan mengumpulkan kumbang dilapang (gropyokan). Hal ini memungkinkan dapat dilakukan karena diketahui hama ini pada pagi dan siang hari tidak aktif. Sehingga ketika dikumpulkan tidak akan melawan atau berterbangan. Cara gropyokan dapat dengan mengoyang-goyangkan pohon tempat hama, hinggap, kumbang akan berjatuhan dan berserrakan dalam tanah, sehingga dengan mudah dapat dikumpulkan. Setelah terkumpul dimusnahkan. Upaya pengendalian hama uret pada tanaman karet dapat dilakukan dengan cara diantara nya : 1. MEKANIK. Pengendalian secara mekanik umumnya dilakukan di daerah yang banyak tersedia tenaga kerja. Metode yang dipakai berupa penggunaan alat pembalik tanah. Tanah di balik pada kedalaman 25 cm, harapannya sebagian besar uret yang bersarang di kedalaman tersebut akan muncul ke permukaan tanah. Secara tidak langsung proses pembalikan tanah ini, akan terjadi penurunan kelembaban tanah, sehingga sebagian uret akan mati dengan sendirinya. Demikian halnya dengan telurtelur yang terbawa naik kepermukaan tanah, terkena sinar matahari langsung dan gagal menetas. Bisa juga saat pengerjaan tanah atau dikenal dengan walikgulid sebelum tanam, uret dikumpulkan kemudian dimusnahkan.

2. KULTUR TEKNIS. Usaha pengendalian secara kultur teknis, dilakukan sanitasi yaitu membersihkan tempat-tempat yang memungkinkan digunakan untuk tempat berbiak, berlindung dan bersembunyi. Uret ini dalam hidupnya sangat menyukai tempat yang banyak mengandung bahan organik, baik itu limbah pertanian maupun kotoran binatang (Kalshoven, 1981). Sasaran pokok dari usaha sanitasi pengendalian hama uret adalah menghilangkan limbah pertanian dan kotoran hewan.

.3. PESTISIDA KIMIA.

Biasanya menggunakan insektisida sintesis, antara lain Bhe dan lindane. Dari hasil uji insektisida yang mengandung bahan aktif Bhe, Diazinon dan Kuilnafas dengan dosis masingmasing 10 gram formulasi perlubang (dengan ukuran 1x1x0,6 cm3) dapat menyebabkan kematian uret pada kedalaman tanah 10-40 cm sebesar 40,22 dan 18 persen untuk urutan bahan aktif diatas (Priatno, 1987).4. MUSUH ALAMI.

Pada

dasarnya,

pengendalian

hayati

dengan

musuh

alami

cukup

banyak

jenisnya.Beberapa mikroorganisme dapat berperan sebagai musuh alami hama uret, antara lain kelompok jamur, bakteri, virus dan nematoda. Kelompok jamur yang banyak digunakan dalam pengendalian hama uret pada tanaman pangan dan perkebunan adalah Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Spicaria sp dan Fusarium nygamai, kelompok bakteri Bacillus gigas, Nematoda entomopathogen juga berpotensi sebagai agens hayati hama uret yaitu jenis Steinernema dan Heterorhabditis. Selain itu dari kelompok virus juga berpotensi sebagai agens hayati hama uret. Serangga parasitoid dan predator juga berpotensi menjadi agens hayati hama uret. Salah satu parasitoid hama uret adalah dari Ordo Hymenoptera, yaitu Campsomeris sp. parasit lalat Procena masicera (Kalshoven, 1981). Selain itu, dapat juga dengan pestisida botani yaitu menggunakan pestisida berbahan baku tanaman misalnya tanaman mimba, tembakau, tembelekan dan mindi. Tanaman-tanaman ini mengandung racun alami yang dapat digunakan untuk bahan baku pestisida botani.

D. PENGENDALIAN KIMIAWI OPT TANAMAN KARET 1. Jenis pestisida yang digunakan pada pengendalian uret pada tanaman karet adalah pestisida Nabati. Hasil fermentasi atau dari senyawa kimia sintetis. 2. Nama Merek Dagang : PESTONA( Pestisida Organik Nasa) Nama kimia : 3. Rumus Kimia 4. Bentuk formulasi 5. Cara Kerja : : Cair : PESTONA tidak membunuh hama secara cepat, tetapi

berpengaruh pada daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, hambatan pembentukan serangga dewasa, menghambat komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu berperan sebagai zat pemandul, mengganggu proses perkawinan serangga hama, menghambat peletakkan telur dan dapat bekerja secara kontak dan sistemik. PESTONA memiliki daya kerja dalam mengurangi nafsu makan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) atau mencegah OPT merusak tanaman lebih banyak, walaupun jarang menyebabkan kematian segera pada serangga/hama. 6. Konsentrasi : PESTONA merupakan formula organik pengendali bagi

beberapa hama penting pada tanaman pangan, hortikultura dan tahunan. Produk ini dibuat dari hasil ekstraksi dari berbagai bahan alami yang mengandung bahan aktif : Azadirachtin, Alkaloid, Ricin (asam ricin), Polifenol, Eugenol, Sitral, Nikotin, Annonain dll. Kandungan lainnya adalah Atsiri Oil, Eucalyptus Oil, Solvent Extraction. 7. Dosis : 5 cc - 10 cc / 1 liter air (7-10 tutup/tangki). minimal 3 (tiga)

kali penyemprotan/penggemborkan per musim. 8. Cara Aplikasi : dengan cara menyemprotkan dan mengemborkan pada

tanaman yang terkena serangan hama secara merata. Untuk hasil yang maksimal sebaiknya tanaman disemprot/digembor sesering mungkin, minimal 3 (tiga) kali penyemprotan/penggemborkan per musim. Sebaiknya waktu

penyemprotan/penggemborkan pada sore hari.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2011. Tingkatkan Daya Saing Karet Nasional.

http://fp2sb.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1397:tingkatkandaya-saing-karet-nasional&catid=125:artikel&Itemid=825. Diakses tanggal 4 april 2012 Anonim. 2011. Peluang dan Tantangan Usaha Agroindustri Karet. http://binaukm.com/2011/09/peluang-dan-tantangan-usaha-agroindustri-karet/. Diakses tanggal 4 April 2012 Judawi, Sri Dewi, dkk. 2006. Pedoman Pengendalian OPT Tanaman Karet. http://tipspetani.blogspot.com/2010/05/pedoman-pengendalian-opt-tanaman-karet.html. diakses tanggal 4 April 2012. Setiawan, Didit Heru dan Agus Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. PT Agromedia Pustaka : Jakarta. Ananda, Kuswari, Rasdiman dan Rosyid. 1975. Identifikasi macam-macam Uret dari Familia Rotilidae dan Melolonthidae di tanah Tegal Kalasan dan Boyolali. Laboratorium Entomologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 28 hal. Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia.Revised by van Deer Laan. PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. 701 hal. Priatno, 1987. Penerapan Konsepsi Pengendalian Terpadu dalam menanggulangi uret L stigma (P) di pertanaman Kakao. Balai penelitian perkebunan Jember. Hal 598-601. Widodo, Hakim, Arjanto, Isra, Dwi priyantie, Sri Rahayu dan Effendi. 1993. Pemanfaatan Bioinsektisida sebagai alternative pengelolaan Organisme pengganggu Tanaman. Seminar munas dan Purinas ISMPT di Fakultas pertanian universitas Gadjah mada. 19 April 1993.