tugas hukum lingkungan - studi kasus

17
Tugas Mata Kuliah Hukum Lingkungan STUDI KASUS TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK Oleh: Branta Wijaya Tamba 207141015 Diajukan kepada PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

Upload: aditya-setiawan

Post on 07-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

tugas hukum lingkungan

TRANSCRIPT

Tugas Mata Kuliah Hukum Lingkungan

STUDI KASUS TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

Oleh:

Branta Wijaya Tamba

207141015

Diajukan kepada

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS TARUMANAGARAJAKARTATAHUN 20154

PERTANYAAN:1. Apakah SK no 14 tahun 2004 dapat dijadikan sebagai obyek sengketa TUN? Jelaskan dengan menggunakan dasar UU PTUN dan UU PPLH.2. Jika dikaitkan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, asas apa yang relevan? Jelaskan.

JAWABAN:1. Apakah SK no 14 tahun 2004 dapat dijadikan sebagai obyek sengketa TUN? Jelaskan dengan menggunakan dasar UU PTUN dan UU PPLH.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Dalam pasal 48 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara {UU PTUN} disebutkan:

Syarat Material/Substansial:Syarat material (substansial) suatu gugatan Tata Usaha Negara,meliputi:1.Obyek GugtanDasar gugatannya: Keputusan TUN berupa-Penetapan tertulis Pejabat TUN (menyangkut formalnya dalam pembuktian shingga memo/nota dapat memenuhi syarat tertulis, asalkan jelasPejabat yang mengeluarkan, isinya kepada siapa ditujukan.-Berisikan tindakan hukum TUN (Mengeluarkan keputusan/Beschikking yang bersifatKonkret(nyata tidak abstrak,misalnya keputusan pengosongan rumab,ijin usaha atau pemecatan pegawai).Individual(yang dituju perorangan. kalaupun umum maka nama-nama disebutkan).Final(sudah definitive sehingga menimbulkan akibat hukum, kalau masih memerlukan persetujuan atasan atau instansi lain belum menunjukkan hak dan kuwajiban).-Objek gugatan harus disebutkan secara jelas di dalam surat gugatan. Misalnya dalam Perkara Tata Usaha Negara No. 01/G/l 994/PTUN-MDN, tanggal 14 November 1994, objek gugatanya adalah Sertifikat Tanali Hak Guna Bangunan (HGB) No. 22 tertanggal 7 Januari 1982 atas nama M.KADIRAN.2.Posita.GugatanPosita atau dasar-dasar gugatan, benisikan dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan. yang diuraikan secara ringkas dan sederhana.Posita ini,meliputi:

Fakta Hukum Fakta Hukum berisi fakta-fakta secara kronologis tentang adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat maupun dengan objek.gugatan. Dalam fakta hukum ini juga harus diuraikan kapan keputusan yang menjadi obyek gugatan dikeluarkan, atau diberitahukan kepada penggugat atau kapan mulai merasa kepentingan terganggu karena adanya keputusan tersebutKualifikasi Perbuatan Tergugat, Dalam gugatan harus diuraikan secara ringkas dan tegas serta jelas tentang kualifikasi kesalahan dari tergugat. Sebagaiman dimaksud dalam pasal 53 (2) UU no 5 tahun 1986 Jo II No 9 tahun 2004 misalkan dalam perkara tata usaha Negara no 01/G/1994/ PTUN MDN merumuskan kualifikasi perbuatan / kesalahan tergugat, sebagai berikut:Bahwa Perbuatan tergugatr menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No 22 tahun 1982 atas nama rektor universitas Grahandika sedangkan tanah tersebut selama ini dikuassi oleh penggugat.tanpa adanya ganguan dari pihak manapun adalah jelas sesuatu yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang sewenag-wenang yang sangat merugikan penggugat

Uraikan Kerugian PenggugatSeandainya akibat perbuatan tergugat menerbitkan keputusan yang disengketakan itu telah menimbulkan kerugian bagi penggugat, maka hal itu dapat digugat dalam Gugatan Tata Usaha Negara sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1991 ganti rugi itu maksimum sebesar Rp. 15.000.000,-. (Lima Belas Juta Rupiah), oleh karenanya diuraikan secara rinci tentang kerugian yang timbul tersebut.

PetitumAdalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh penggugat untuk diputuskan oleh hakim. Petitum itu umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut :-Mengabulkan/ menerima gugatan Penggugat seluruhnya-Menyatakan perbuatan Tergugat adalah perbuatan yang sewenwg-wenang atau pernbutan yang bertentangan dengan Undang- Undang-Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan No. Tanggal yang dikeluarkan oleh tergugat:-Menghukun tergugat untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp. Kepada Penggugat (Jika ada)-Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini untuk semua tingkatan

Petitum (apa yang menjadi tuntutan/ yang diminta)Ada 3 (tiga) alternatif:1.Pembatalan atau menyatakan tidak sah SK yang dikeluarkan Tergugat.2.Ganti rugi3.Rehabilitasi4.Bisa mengajukan penangguhan pelaksanaan SK

Dalam hal ada gugatan privisi maka hal tersebut harus diuraikanterlebih dahulu setelah identitas para pihak dan objek gugatan diuraikan. Gugaatn provisi itu dapat menyangkut tindakan tertentu yaitu: menunda pelaksanaan keputusan Usaha Negara yang disengketakan sampai ada putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Atau untuk megizinkan penggugat berperkara secara prodeo atau Cuma-Cuma.atau mungkin juga untuk meminta suatu perkara diperiksa dengan acara cepat, Untuk itu harus dikemukakan:

{1} dalam suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif Sengketa tata usaha negara tertentu, maka Sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.{2} pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan Sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat {1} jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.berdasar penjelasan pasal 48 di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ada 2 jalur berperkara dalam Peradilan tata usaha negara a. Untuk keputusan tata usaha negara yang tidak mengenal penyelesaian melalui upaya administratif, gugatan langsung diajukan kepada pengadilan tata usaha negara {tingkat pertama} sedangkan bagi keputusan tata usaha negara yang mengenal upaya administratif, penyelesaian perkaranya akan dilakukan melalui jalur upaya administratif yang tersedia.Bagi sengketa Tata Usaha Negara yang mengenal upaya administratif, di sini telah terjadi loncatan jenjang Pemerikasaan di pengadilan. Dalam hal ini penyelesaian melalui upaya administratif adalah langkah pertama yang harus ditempuh, apabila penyelesaian ini tidak memuaskan selanjutnya langsung diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.Dengan bergesernya posisi tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut, maka telah terjadi penyimpangan terhadap asas pemeriksaan perkara yang berjenjang, kecuali apabila pemeriksaan sengketa melalui upaya administratif itu dianggap sebagai pemeriksaan di pengadilan tingkat pertama {wicipto, 1994:185}.Sedangkan Sjachran Basah {SF. Marbun, 1988:82} tentang pergeseran posisi ini menyatakan bahwa telah terjadi loncatan yang dapat berakibat kerugian kesempatan untuk memperoleh saluran Peradilan Administrasi Murni. Justisiabelen kehilangan satu kesempatan dalam mencari kebenaran dan keadilan menurut hukum atau terlepas satu perlindungan hukum untuknya. Dalam pasal 1 diatur bahwa yang dimaksud Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.Melalui definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa SK Nomor 14 Tahun 2004 merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, dimana dia dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, yang substansi materinya berisi tindakan hukum untuk wajib menolak permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan, dengan ditujukan kepada salah satunya adalah Gubernur Provinsi Jawa Barat (konkret, individual, dan final).Perizinan lingkungan adalah sarana yuridis administrasi untuk mencegah dan menanggulangi (pengendalian) pencemaran lingkungan. Jenis dan prosedur perizinan lingkungan masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri, sehingga menjadi hambatan bagi kegiatan dunia industri. Izin sebagai sarana hukum merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemegang ijin dilarang melakukan tindakan menyimpanng dari ketentuan-ketentuan tersebut dan juga sebagai instrument yang paling penting.Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan pemohon melakukan tindakan-tindakan spesifik yang sebenarnya dilarang. Dengan kata lain izin adalah suatu perkenaan dari suatu larangan.Melalui perizinan, seorang warga negara diberikan suatu perkenaan untuk melakukan sesuatu aktivitas yang semestinya dilarang. Ini berarti, yang esensial dari perijinan adalah larangan suatu tindakan, kecuali diperkenakan dengan izin. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan perizinan mutlak dicantumkan keluasan perkenaan yang dapat diteliti batas-batasnya bagi setiap kegiatan.

2. Jika dikaitkan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, asas apa yang relevan? Jelaskan.Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu:a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.c. Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.d. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.e. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.f. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.Terhadap kasus ini asas yang relevan adalah: a. Asas Kepastian Hukum.Bahwa BP Patim Gading yang melakukan mitra kerjasama dengan PT Suka Makmur dan PT Mulia Sentosa keduanya telah mengantongi Surat MenLH No. b.1234/II/04/1997 tanggal 15 Mei 1997 yang menyatakan bahwa AMDAL Regional telah layak, maka hendaknya demi kepastian hukum, untuk kegiatan yang masih merupakan satu kesatuan konstruksi tersebut tidak boleh diperlakukan berbeda melalui adanya surat nomor 14 tahun 2004 di Provinsi DKI Jakarta.b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara.Bahwa dalam kasus ini BP Patim Gading sebagai badan pelaksana yang ditunjuk oleh Gubernur Jawa Barat telah melakukan pelaksanaan dari Kepres Nomor 1 Tahun 1995. Dalam pelaksanaannya BP Patim Gading bermitra dengan PT Suka Makmur dan PT Mulia Sentosa, yang pada saat telah dilakukan proses pelaksanaan kegiatan dinyatakan keberatan oleh Menteri Lingkungan Hidup berkaitan dengan substansinya untuk menjaga kelangsungan dan melestarikan lingkungan hidup. Terhadap hal ini seharusnya Menteri Lingkungan Hidup dapat melakukan upaya-upaya preventif dari awal, agar penyelenggaraan negara menjadi tertib dan tidak terjadi ketidakpastian hukum, dimana pada awalnya kegiatan tersebut telah melalui proses izin tetapi kemudian diajukan keberatannya oleh Menteri Lingkungan Hidup.