tugas cerpen bahasa indonesia
DESCRIPTION
cerpenTRANSCRIPT
Bruukkk.. suara tersebut berasal dari seorang siswi yang di dorong ke pojok kelas oleh
beberapa teman sekelasnya. Sekarang dia jatuh tersungkur.
“apa lihat-lihat? Gara-gara kamu aku dapat nilai jelek di ujian matematika” kata salah seorang anak
perempuan.
“ma..ma..maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu” jawab anak yang di dorong tadi.
“hah.. alasan. Kamu udah berencana untuk tidak memberikan jawabanmukan?” tanya anak
perempuan lain dengan menarik kerah gadis tersebut.
“bukan begitu. Pengawas ujian saat itu selalu berkeliling. Jadi aku tidak berani untuk memberikan
jawaban kepadamu” jawab gadis tersebut dengan wajah ketakutan.
“oke. Kali ini kamu aku maafkan. Tetapi, lain kali kamu harus memberikan jawabanmu apapun yang
terjadi” kata anak perempuan seraya melepaskan kerah gadis tersebut dan kemudian pergi
meninggalkan tempat tersebut diikuti anak perempuan lainnya.
Saat kejadian tersebut terjadi, banyak murid yang berada di dalam kelas. Namun, mereka
tidak menengahinya karena mereka yang menolong akan ikut menjadi korban bully geng “The
Flowers”. Geng tersebut memiliki ketua yang bernama Riska dan mempunyai 5 anggota. Mereka
ditakuti oleh semua murid di sekolah. Siapapun yang berani melawan geng tersebut akan berakhir
dikucilkan oleh semua murid.
Kejadian yang menimpa Dinda, anak yang didorong tadi sudah menjadi hal yang biasa dilihat
oleh teman-teman sekelasnya. Meskipun Dinda adalah anak yang tergolong cantik dan pintar tapi dia
tidak mempunyai seorang teman pun di sekolahnya. Setiap bel istirahat berbunyi, dia langsung pergi
ke taman kecil di belakang sekolah.
Di taman, Dinda duduk dengan mata yang tertuju pada bunga-bunga yang tertata rapi. dia
mengambil bekal yang berada di sampingnya dan membukanya. Saat memakan bekal yang dibawanya
mata Dinda meneteskan air mata.
“Indah ya, bunganya” kata seseorang.
Suara tersebut membuat Dinda menoleh ke belakang. Didapatinya seorang anak laki-laki
bertubuh tinggi dan tampan sedang berjalan ke arahnya. Kemudian duduk disamping Dinda.
“Kenapa makan disini sendirian?” tanya anak laki-laki itu.
“Apa?” jawab Dinda tidak percaya kalau ada murid yang berbicara dengannya.
Anak laki-laki tersebut tersenyum,” Aku bertanya. Kenapa kamu makan sendirian disini?”
“Ah...itu. tidak apa-apa kok” kata Dinda
Anak laki-laki tersebut mengangkat tangannya dan bermaksud bersalaman dengan
Dinda.”Perkenalkan. Namaku Gio. Aku baru pindah hari ini”
Dinda dengan ragu-ragu menyalami Gio.
“Namaku Dinda”
“Dinda. Nama yang bagus.”
Dinda berpikir pantas kalau Gio mengajaknya bicara. Karena Gio belum tahu kenyataan yang
sebenarnya mengenai dia yang dikucilkan di sekolah dan tidak ada yang boleh berbicara dengannya.
Namun, ini adalah satu-satunya kesempatan Dinda untuk berbicara dengan murid lain. Apabila dia
menyia-nyiakan kesempatannya kali ini. Dinda tidak akan pernah bisa berbicara dengan murid lain.
Kemudian, Dinda mencari kalimat-kalimat yang akan menjadi bahan bicara.
“kamu kelas berapa?” tanya Gio mencairkan suasana. Hal tersebut membuat Dinda kaget
karena secara tidak sengaja Gio menghentikan pertanyaan yang akan diucapkan Dinda.
“kelas XI-IPA 2”
“wah.... kebetulan sekali. Aku akan pindah ke kelas tersebut”
Ekspresi wajah Dinda menunjukkan bahwa dia tidak percaya.
“Benarkah?”
“iya,”
“kalau begitu, selamat datang di kelas XI-IPA 2” kata Dinda dengan tersenyum.
“terimakasih” Gio membalas senyum Dinda. Kemudian Gio berdiri dan berkata, “Kalau
begitu, ayo kita ke kelas. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu teman-teman sekelas”
Dinda sedih karena teman yang dimilikinya saat ini akan segera hilang ketika dia pergi ke
kelas. Dinda bingung ingin menjawab bagaimana. Dan kalimat yang keluar akhirnya, “Kamu duluan
saja. Aku masih ingin disini.”
Gio mengangguk dan berkata, “kalau begitu aku duluan ya”.
“iya” jawab Dinda.
Kemudian Gio pergi meninggalkan Dinda sambil tersenyum dan melambaikan tangan. Dalam
sendirinya, Dinda kemudian menangis. Tak lama kemudian dia memutuskan untuk kembali ke
kelasnya.
Di depan pintu kelas Dinda mengamati teman-temannya sedang asyik dengan urusannya
masing-masing. Terlihat Gio dikelilingi oleh geng The Flowers. Saat melihat Gio, Gio juga melihat
Dinda diikuti dengan tatapan sinis dari geng The Flowers. Kemudian Riska berbisik kepada Gio, dan
Dinda pun berjalan menuju bangkunya.
Seperti yang diperkirakan oleh Dinda di taman saat pertama kali bertemu dengan Gio. Setelah
hari itu, Gio tidak pernah berbicara lagi dengannya. Ketika Dinda di-bully oleh Riska dan
kelompoknya, Gio hanya melihat Dinda sebentar dan kemudian pergi dari situ.
Butiran air turun satu-persatu ke bumi dan semakin deras. Terlihat sekolah Dinda sudah sepi
dikarenakan bel pulang sudah berbunyi 1 jam yang lalu. Dinda berjalan menyusuri lobby dan
dilihatnya Gio sedang berdiri di depan pintu Lobby menunggu hujan. Gio memajukan salah satu
kakinya agar terkena hujan, kemudian menariknya lagi. Begitu terus sampai beberapa kali. Dinda
ternyum melihat tingkah Gio. Ditangan Dinda terdapat sebuah payung.
“Gio, ini”
Hal tersebut lantas membuat Gio kaget dan kemudian menoleh ke belakang. Didapatinya
Dinda dengan menyodorkan sebuah payung kepadanya. Tangan Gio sedikit terangkat, namun turun
kembali. Dia terlihat gugup dan takut.
“Aku tidak mau, kamu pakai sendiri saja” kata Gio dengan nada tinggi.
Mata Gio terbelalak saat melihat mata Dinda berkaca-kaca. Kemudian Dinda berkata,”kenapa
kamu begini? Apakah karena teman-teman yang lain menjauhiku. Lantas hal tersebut membuatmu
juga menjauh?”
Kaki Gio perlahan mundur dan sekarang Gio sudah terkena air hujan. Dinda menyodorkan
payungnya lagi. “Pakailah.”
“kamu. Berhentilah seperti ini. Saat aku menjauhimu, seharusnya kamu membenciku dan
pergi” kata Gio dengan nada tinggi.
Dinda kemudian meneteskan air mata dan berkata, “ kamu basah kuyup karena aku. Maafkan
aku.” Saat ini wajah Gio mandakan kalau dia merasa bersalah kemudian Dinda melanjutkan
bicaranya, “Tidak apa-apa, aku menangis bukan karena aku sedih. Tapi karena angin yang membuat
mataku berair.”
Kemudian Dinda menundukkan kepala dan berjalan melewati Gio. Gio tetap pada posisinya
dalam waktu yang cukup lama dan akhirnya meneteskan air mata.
Keesokan harinya, Riska sedang membuka kaleng soda yang dibelikan Dinda. Namun, isi
soda tersebut menyembur keluar dengan sendirinya dan membuat baju dan tangan Riska basah.
Diapun langsung menggebrak meja dan berjalan menemui Dinda yang sedang membaca komik.
Kerah Dinda langsung ditarik oleh Riska dan berkata,”Maksud kamu apa? Kamu gak senang aku
suruh membelikan soda? Lihat ini aku jadi basah”
“Ma..maaf aku tidak sengaja mengocoknya saat aku membawanya tadi,” jawab Dinda dengan
mata menunduk.
Gio melihat kejadian tersebut dan tetap diam di bangkunya.
“Alasan, mana sodanya tadi?” Riska sambil menyodorkan tangannya ke gengnya. Sekarang ia
sudah menggengam kaleng soda yang dibelikan Dinda dan bersiap menuangkannya ke kepala Dinda.
Tiba-tiba tangan Riska dihentikan oleh tangan seseorang dan orang tersebut adalah Gio.
“Gio, apa-apaan kamu? Kamu mau bernasib sama dengan dia?”
Tanpa sepatah kata Gio langsung menarik tangan Dinda dan membawa Dinda keluar kelas.
Kejadian tersebut membuat orang yang menyaksikan tidak percaya.
Gio dan Dinda berhenti di taman belakang sekolah.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Gio khawatir.
“aku baik-baik saja,” jawab Dinda.
“Karena disini tidak ada orang dan membuat angin berhembus kencang kenapa tidak
membuat matamu berair?” kata Gio dengan tersenyum.
Mata Dinda kemudian berair dan akhirnya dia pun menangis. “Benar. Aku tidak menangis.
Tetapi, ini karena mataku berair” kata Dinda sambil terisak-isak.
“Din, maukah kamu menjadi pacarku?” kata Gio tiba-tiba. Membuat mata Dinda terbelalak
dan berhenti menangis. Beberapa detik berlalu namun Dinda belum menjawab.
“Aku tahu, ini terlalu cepat. Aku juga tidak mengerti mengapa aku seperti ini. Melihatmu
seperti tadi membuatku tidak tahan dan ingin melindungimu,” kata Gio.
Dinda masih mencerna kalimat-kalimat Gio dan kemudian berkata, “aku mau”
Lantas keduanya pun tersenyum.