tugas burahmi coumponding
TRANSCRIPT
BAB I
LARUTAN
Definisi
Larutan didefinisikan sebagai sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
dapat larut biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau
penggunaannya, tidak dimasukan ke dalam golongan produk lainnya. Yang termasuk larutan
adalah larutan oral, sirup dan eliksir.
Jenis larutan
1. Berdasarkan pemakaian:
a. Larutan oral
Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat dengan/ tanpa aroma, pemanis,
pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air yang pemakaiannya melalui
oral.
b. Larutan topical
Adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain
seperti etanol dan poliol yang pemakaiannya untuk bagian luar tubuh.
2. Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut
a. Spirit
Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalcohol dari zat yang mudah menguap,
dari bahan-bahan yang berbau harum.
b. Tinctur
Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan
atau senyawa kimia
Keuntungan dan kerugian larutan
Adapun keuntungan larutan adalah :
1. Mudah ditelan oleh anak-anak dan orang tua
2. Absorpsi oleh gastrointestinal cepat karena tidak perlu melarutkan lagi
3. Sediaannya sudah homogen jadi tidak perlu dikocok lagi
Kerugian dari larutan adalah ;
1. Rasa tidak enak sukar ditutupi
2. Kurang stabil dibanding sediaan padat karena biasanya pembawanya air
3. Sukar dibawa
1
4. Butuh alat untuk mendapatkan dosis yang sesuai
5. Ketepatan takaran/ dosis tergantung pada ketelitian pasien
Kelarutan suatu zat yang tidak diketahui secara pasti dapat dinyatakan dengan istilah
sebagai berikut:
Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut < 1Mudah larut 1- 10
Larut 10-30Agak sukar larut 30-100
Sukar larut 100-1000Sangat sukar larut 1000-10000Praktis tidak larut >10000
Jenis-jenis pelarut
Pelarut untuk sediaan oral antara lain:
1. Air suling (USP) H2O
Air suling merupakan air yang 100 kali lebih bebas dari kotoran zat-zat padat yang larut
daripada air. Air suling digunakan dalam pembuatan bentuk-bentuk sediaan yang
mengandung air, kecuali untuk pemberian parenteral (injeksi).
2. Alkohol (USP : Etil alcohol, etanol, C2H5OH
Alkohol mengandung 94,9–96% C2H5OH v/v ditetapkan pada 15,56 oC. Standar suhu dari
pemerintah amerika serikat untuk penentuan alkohol. Alkohol dehidrat (USP) mengandung
tidak kurang dari 99,5% C2H5OH v/v. Sesudah air, alcohol adalah pelarut yang paling
bermanfaat dalam farmasi yang digunakan sebagai pelarut utama untuk senyawa organic.
Pelarut yang terdiri dari air-alkohol dapat membentuk senyawa hidroalkoholik yang
melarutkan zat-zat yang dapat larut dalam alcohol dan yang dapat larut dalam air.
3. Alkohol encer (NF)
Alkohol encer adalah suatu pelarut hidroalkoholik yang berguna dalam berbagai proses dan
penyiapan sediaan farmasi. Alkohol encer dibuat dengan mencampur volume yang sama dari
alcohol (USP).
4. Gliserin (USP : Gliserol) CH2OH.CHOH.CH2OH
Gliserin adalah cairan seperti sirup jernih dengan rasa manis, dapat bercampur dengan air dan
alcohol. Sebagai suatu pelarut dapat disamakan dengan alcohol, tetapi karena kekentalannya
zat terlarut dapat larut perlahan-lahan didalamnya kecuali kalau dibuat kurang kental dengan
pemanasan. Gliserin bersifat pengawet dan sering digunakan sebagai stabilisator dan sebagai
2
pelarut pembantu dalam hubungannya bersama dengan air atau alcohol. Digunakan dalam
banyak preparat untuk obat dalam.
5. Propilen glikol (USP) CH3CH(OH)CH2OH
Propilen glikol adalah suatu cairan kental dapat bercampur dengan air dan alcohol. Suatu
pelarut yang berguna dengan pemakaian yang luas dan sering menggantikan gliserin dalam
formula-formula farmasi modern.
Formula
R/ zat aktif
Pengental
Anti caplocking agent
Dapar
Pengawet
Antioksidan
Pemanis
Pewarna
Pewangi
Pembasah (jika perlu)
Solubilizer (jika perlu)
Bahan pembantu
1. Anti caplocking
Untuk mencegah kristalisasi gula di cap botol maka umumnya digunakan alkohol
polyhydric seperti sorbitol, gliserol, atau propilenglikol.
2. Pewangi
Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat agar obat dapat
diterima oleh pasien terutama anak-anak. Dalam pemilihan pewangi perlu
dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan berapa usia pengkonsumsinya. Anak-
anak lebih menyukai rasa manis atau buah-buahan sedangkan orang dewasa lebih
menyukai rasa asam. Flavour seperti asam sitrat garam dan momosodium glutamat
kadang-kadang juga digunakan. Flavouring agent dapat tidak stabil secara kimiawi
karena oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan adanya pengaruh pH
3. Zat pewarna
Zat pewarna ditambahkan untuk menutupi penampilan yang tidak menarik atau
meningkatkan penerimaan pasien. Zat warna yang ditambahkan harus sesuai dengan
3
flavour sediaan tersebut. Zat warna harus nontoksik, noniritan dan dapat tersatukan
dengan zat aktif serta zat tambahan lainnya.
Dalam pemilihan zat warna harus dipertimbangkan juga masalah:
a. Kelarutan
b. Stabilitas
c. Ketercampuran
d. Konsentrasi zat warna dalam sediaan
4. Pengawet
Pengawet yang digunakan harus nontoksik, tidak berbau, stabil dan dapat bercampur
dengan komponen formula lain yang digunakan selama pengawet ini bekerja dalam
melawan mikroba potensial spectrum luas. Alasan penggunaan bahan pengawet
kombinasi untuk meningkatkan kemampuan spektrum anti mikroba, efek yang sinergis
memungkinkan penggunaan pengawet dalam jumlah kecil sehingga kadar toksisitasnya
menurun pula dan mengurangi kemungkinana terjadinya resistensi.
Kriteria untuk pengawet:
a. Harus efektif melawan mikroorganisme spectrum luas
b. Harus stabil secara fisik, kimia, dan secara mikrobiologi selama life-time produk
c. Harus nontoksik, cukup larut, dapat tercampurkan dengan komponen formula lain,
pada konsentrasi yang digunakan mempunya rasa dan bau yang dapat diterima
pengguna.
5. Pemanis
Pemanis yang digunakan dalam sediaan diantaranya: glukosa, sukrosa, sorbitol,
manitol, xytol, garam Na dan Ca dari sakarin, aspartam, thaumatin.
6. Antioksidan
Antioksidan yang ideal bersifat: nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi rendah,
larut dalam fase pembawa dan stabil.
Contoh antioksidan adalah: asam askorbat, asam sitrat, Na metabisulfit, Na sulfite
7. Dapar
Zat yang range pH stabilitasnya kecil, maka harus di dapar dengan dapar yang sesuai dengan
memperhatikan :
a. ketercampuran dengan kandungan larutan
b. inert
c. tidak toksik
4
d. kapasitas dapar yang bersangkutan.
Larutan yang mengandung asam kuat atau basa kuat adalah larutan yang mempunyai
kapasitas dapar. Kebanyakan dapar terdiri dari campuran asam lemah dan garamnya atau
basa lemah dan garamnya. Buffer/ dapar adalah suatu material yang ketika dilarutkan
dalam suatu pelarut, senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika suatu asam atau
basa ditambahakn. Buffer yang sering digunakan adalah: karbonat, sitrat, glukonat, laktat,
posfat atau tartrat.
Kriteria untuk buffer adalah:
a. mempunyai kapasitas yang cukup dalam rentang pH yang diinginkan.
b. aman untuk penggunaan jangka panjang.
c. memiliki sedikit/ tidak ada efek yang mengganggu stabilitas sediaan jadi.
d. dapat menerima flavouring dan warna dari produk.
Masalah dan pemecahan masalah
Beberapa masalah yang timbul dalam pengembangan formua larutan dan pemecahan
masalahnya:
1. Dalam dosis yang digunakan zat aktif dapat larut sempurna dalam air sehingga dapt dibuat
sediaan sirup.
2. Zat aktif dengan rasa pahit atau rasa yang tidak enak dalam keadaan terlarut akan lebih
terasa, sehingga kurang dapat diterima oleh pasien, maka ditambahkan pemanis dan pewangi
untuk memperbaiki rasa dan bau.
3. Zat aktif stabil pada pH tertentu. Oleh karena itu diperlukan dapar untuk mempertahankan
pH sediaan.
4. Untuk mencegah caplocking karena sirupus simpleks maka ditambahkan sorbitol/gliserin,
propilenglikol 10%.
5. Sebagai pemanis dapat digunakan sirupus simpleks yang berfungsi sebagai pengental dan
pengawet.
6. Sediaan sirup mengandung air dan gula sehingga merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme sehingga perlu ditambahkan pengawet.
Evaluasi sediaan larutan
1. Evaluasi fisika
a. Evaluasi organoleptik (bau, warna dan rasa)
b. Evaluasi sediaan (etiket, brosur, wadah)
c. Evaluasi kejernihan
5
d. pH
e. berat jenis
f. viskositas
2. Evaluasi kimia
Identifikasi dan penetapan kadar.
3. Evaluasi biologi
a. Jumlah cemaran mikroba.
b. Untuk sdiaan antibiotic dilakukan penetapan potensi antibiotic secara mikrobiologi
c. Uji efektivitas pengawet.
A. SIRUP
Definisi
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa
penambahan bahan pewangi dan zat obat. Menurut FI IV sirup adalah larutan oral yang
mengandung sukrosa atau gula lain dengan kadar tinggi. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam
air dikenal sebagai sirupus simpleks.
Macam-macam sirup
Ada tiga macam sirup, yaitu:
1. Sirupus simplek mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v
2. Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat tambahan dan
digunakan untuk pengobatan.
3. Sirup bukan obat/ sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi
atau zat penyedap lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa yang
tidak enak dan bau obat yang tidak enak
Pembuatan sirup
Kecuali dikatakan lain, sirup dibuat sebagai berikut:
1. Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.
2. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang
busa yang terjadi, kemudian diserkai.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sediaan larutan:
1. Kelarutan zat aktif
2. Kestabilan zat aktif dalam larutan
3. Dosis takaran
4. Penyimpanan
6
Contoh formula sirup :
Sirop dekstromethorpan
Zat gram
Dekstrometorphan hidrokloridum 15 mg
Sirupus simpleks ad 5 ml
B. ELIKSIR
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan untuk
penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan. Eliksir bukan obat
yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa obat
yang dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang
kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan akibatnya kurang efektif
dibanding sirup dalam menutupi rasa senyawa obat. Walaupun demikian, karena sifat
hidroalkohol eliksir lebih mampu mempertahankan komponen-komponen larutan yang larut
dalam air dan yang larut dalam alcohol daripada sirup.
Perbandingan alcohol yang ada pada eliksir sangat berbeda karena masing-masing
komponen eliksir mempunyai sifat kelarutan dalam alcohol dan air yang berbeda. Tiap eliksir
memerlukan campuran tertentu dari alcohol dan air untuk mempertahankan semua komponen
dalam larutan. Disamping alcohol dan air, pelarut-pelarut lain seperti gliserin dan
propilenglikol sering digunakan dalam eliksir sebagai pelarut pembantu.
Eliksir biasanya dibuat dengan larutan sederhana dengan pengadukan dan atau
dengan pencampuran dua atau lebih bahan-bahan cair. Komponen yang larut dalam alcohol
dan dalam air umumnya dilarutkan terpisah dalam alcohol dan air yang dimurnikan berturut-
turut. Kemudian larutan air ditambahkan kelarutan alcohol, dan sebaliknya, untuk
mempetahankan kekuatan alcohol yang setinggi mungkin selamanya sehingga pemisahan
yang minimal dari komponen yang larut dalam alcohol terjadi. Bila dua larutan selesai
dicampur, campuran dibuat sesuai volume dengan pelarut atau pembawa tertentu.
Contoh : eliksir parasetamol
zat gram
acetaminophenoum 120 mg
glycerolum 2,5 ml
propylenglycolum 500l
7
Sorbitoli solutio 70 % 1,25 ml
aethanolum 500 l
Zat tambahan yang cocok secukupnya
Aqua destillata 5 ml
Cara Penimbangan Zat Cair
Zat cair atau cairan biasanya ditimban dalam botol yang digunakan sebagai wadah yang
diberikan. Mula-mula dicari tutup gabus yang cocok, dengan mencoba tutup ini dengan
memegang leher botol dan menekan tutup gabusnya dengan ibu jari pada mulut botolnya. Lalu
botol beserta gabus diletakan dibagian piring timbangan sebelah kanan dan di bagian piring
timbangan sebelah kiri diletakan butir-butir gotri sebagai tara, selanjutnya disamping kotak tara
pada piring timbangan sebelah kiri diletakan anak timbangan sesuai dengan cairan yang akan
ditimbang, lalu cairan diisikan pada botol sampai berat yang ditentukan. Jika ingin menimbang
campuran cairan, maka caranya adalah dengan menimbang cairan berurutan di dalam botol,
dimulai dengan cairan yang tidak mudah menguap, dan yang jumlahnya sedikit. cairan yang
mudah menguap ditambahkan terakhir untuk menghindari kekurangan karena penguapan dan
menghindari kekurangan karena penguapan dan menghindarai pengotoran pada isi cairan dari
botol persediaan.
Cara Menghitung Kelarutan
Daftar kelarutan (1 gram zat dalam X ml pelarut) zat organik dalam air dan alkohol.
Nama Obat Air Alkohol
Atropini sulfat 0,5 5
Codeinum 120 3
Codeini sulfas 30 1280
Codeini Phosphas 2,5 325
Orphini sulfas 16 565
Luminal 1000 8
Luminal Natrium 1 10
Procaini Hydrochloridum 1 15
Sulfadiazinum 13000 Agak sukar larut
Natrii sulfadizinum 2 Sedikit larut
8
BAB II
EMULSI
Definisi
Menurut FI IV emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk cairan kecil. Secara umum emulsi didefinisikan sebagai suatu
dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi
keseluruh pembawa yang tidak bercampur dan dimantapkan dengan penambahan suatu
emulgator.
Keuntungan dan kerugian sediaan emulsi
Keuntungan :
1. Untuk pemakaian oral
a. Bahan obat yang mempunyai rasa tidak menyenangkan, dapat dibuat terasa lebih enak
pada pemberian oral bila diformulasikan menjadi emulsi
b. Menutupi rasa yang tidak enak
c. Sediaan emulsi lebih mudah dicerna atau diabsorpsi karena ukuran minyak bisa
diperkecil
d. Meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katalisator bila ditambahkan dalam emulsi
e. Ketersediaan hayati lebih baik khususnya M/A karena sudah dalam bentuk terlarut.
2. Untuk penggunaan topikal
a. Dalam membuat sediaan emulsi dapat diatur untuk mendapatkan sifat emolient.
b. Untuk penggunaan topical emulsi mudah dicuci.
c. Pembuat emulsi dapat mengontrol penampilan, viskositas dan derajat kekasaran dari
emulsi kosmetik maupun emulsi dermatologis.
3. Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran yang homogen.
4. Meningkatkan stabilitas obat yang mudah terhidrolisa dalam air.
Kerugiaan :
1. Membutuhkan teknik pemprosesan khusus dalam proses pembuatannya
2. Keseragaman dosis kurang terjamin
3. Stabilitas lebih rendah secara kimia maupun secara mikrobiologi
Komponen emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu;
9
1. Komponen dasar
Merupakan komponen atau bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi
Komponen dasar emulsi dapat dibagi menjadi fase terdispers, yaitu zat cair yang terbagi-bagi
menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain(fase internal) dan fase kontinyu yaitu zat cair
dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar/ pendukung dari emulsi tersebut (fase
eksternal)
2. Komponen tambahan
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih
baik, antara lain bahan penambah rasa, Bau, warna, antioksidan dan pengawet
Prinsip pembuatan emulsi:
a. Tahap pemecahan fase terdispersi menjadi partikel/globul halus didalam fase pendispersi
membutuhkan energi, misal dengan pengocokan (tergantung waktu dan kecepatan)
b. Tahap stabilisasi: penambahan emulgator dapat mencegah koalesensi yang menyebabkan
pemisahan.
Jenis-jenis emulsi
1. Emulsi minyak dalam air (M/A)
Emulsi dimana fase dalamnya minyak dan fase luarnya air (Fase minyak terdispersi dalam
fase air)
2. Emulsi air dalam minyak (A/M)
Emulsi dimana fase dalamnya air dan fase luarnya minyak (fase air terdispersi dalam fase
minyak)
3. Multiple emulsi (A/M/A)
Merupakan emulsi system kompleks, dimana system tersebut mirip jenis emulsi A/M, M/A
atau M/A/M, A/M/A
Penentuan tipe emulsi
1. Uji pengenceran
Emulsi M/A dapat diencerkan dengan pelarut aqueous, sedangkan emulsi A/M tidak dapat
dilarutkan dengan pelarut aqueous
2. Uji pewarnaan
Emulsi M/A : jika dicampur dengan pewarna larut air (amaranth) lalu dilihat dibawah
mikroskop, maka fase pendispersi akan terlihat berwarna sedangkan emulsi A/M : jika
dicampur dengan pewarna larut kimia, misal (sudan III), lalu dilihat dibawah mikroskop
maka fase pendispersinya akan terlihat berwarna,
10
3. Uji fluoresensi
Sampel emulsi yang akan diuji dipaparkan pada sinar UV, kemudian dilihat dibawah
mikroskop. Jika kebanyakan minyak berfluoresensi dibawah lampu UV, maka emulsi A/M
menunjukkan fluoresensi pada fase kontinyunya dan emulsi M/A berfluoresensi hanya pada
globulnya saja.
4. Uji konduktivitas (penghantaran listrik)
Emulsi M/A dapat menghantarkan arus listrik sedangkan emulsi A/M tidak dapat
menghantarkan arus listrik.
Pengawet emulsi dan antioksidan
1. Emulsi mengandung komponen seperti karbohidrat, protein, sterol yang mempermudah
perkembangan mikrobabutuh pengawet seperti nipagin, nipasol, dan natrium benzoate.
2. Minyak dan emulsi menjadi tengik butuh antioksidan seperti butilhidroksi anisol
(BHA), butilhidroksi toluena (BHT).
Stabilitas emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila:didiamkan fase dalam membentuk koalesensi atau
agrerat tetesan. Bila agregat tetesan naik ke permukaan atau ke dasar emulsi membentuk
lapisan pekat fase dalam. Bila semua atau sebagian cairan fase dalam tidak teremulsi membentuk
lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi.
Emulgator
Emulgator atau zat pengemulsi merupakan bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi
A. Persyaratan emulgator
1. Mampu menjaga stabilitas emulsi hingga mencapai shelf life (usia simpan)
2. Dapat bercampur dengan bahan obat atau bahan tambahan lainnya.
3. Tidak mengganggu stabilitas dan efektifitas bahan obat.
4. Tidak toksik dalam batas penggunaan.
5. Bau, rasa, warna lemah.
B. Mekanisme kerja emulgator
1. Menurunkan tegangan permukaan antarmuka minyak dan air, stabilisasi termodnamika.
2. Pembentukan lapisan film antar permukaanmembentuk halangan mekanikmencegah
koalesensi.
3. Absorpsi permukaan tetesan
11
4. Pembentukan lapisan rangkap elektrik membentuk halangan elektrik mencegah
partikel berdekatan.
C. Macam-macam emulgator
1. Emulgator alam : gelatin, gom arab, lemak bulu domba, tragakan.
2. Emulgator sintetik : sorbitan, kolesterol, poliglikol, polysorbat atau surfaktan lain yang
cocok.
D. Perhitungan Hydrophylic-Lipophylic Balance (HLB)
1. Tergantung HLB jenis minyak
Tipe a/m = HLB pengemulsi 3-6
Tipe m/a = HLB pengemulsi 8-18
2. HLB dapat dicapai dengan penggunaan emulgator tunggal atau campuran
Contoh : tween 80 dan span 80
Pembuatan emulsi
Emulsi tidak terbentuk secara spontan ketika cairan dicampurkan, tapi membutuhkan
pemasukan energi untuk “memecah” cairan, menghasilkan peningkatan luas permukaan fase
internal. Pemasukan energi ini dapat berupa pengadukan mekanik, vibrasi ultrasonik atau panas.
Umumnya emulsi dapat disiapkan secara manual atau mekanikal. Teknik yang digunakan
biasanya melibatkan penggunaan mortal dan alu, mixer elektrik, hand homogenizer, pengocokan,
sonifikasi dan dengan beaker.
a. Continental Method (Dry Gum Method)
Rasio minyak : air : emulsifier untuk membentuk emulsi primer umumnya 4:2:1. Metode ini
melibatkan pencampuran hidrokoloid dengan minyak dengan pencampuran cepat dalam
waktu yang singkat, diikuti dengan penambahan seluruh air sekaligus dengan pengadukan
yang sangat cepat sampai terdengar bunyi dan menandakan telah terbentuk emulsi primer.
Sisa air yang dibutuhkan ditambahkan perlahan dengan perlahan sampai selesai
b. Metode botol (pengocokan)
Dapat digunakan pada pembuatan emulsi mengandung minyak menguap dan minyak yang
tidak kental. Metode ini merupakan variasi dry gum method dan melibatkan pencampuran
serbuk (emulsifier) dan minyak dalam botol diikuti dengan pengocokan yang kencang. Air
ditambahkan sekaligus dan campuran dikocok dengan cepat untuk membentuk emulsi primer
(rasio 4:2:1)
c. Metode beaker
12
Digunakan dengan bahan pengemulsi sintetik. Bahan-bahan dibagi menjadi 2 yaitu minyak
dan air. Kedua fase dipanaskan masing-masing sekitar 60-70 oC, jika diperlukan. Fase
internal ditambahkan ke fase internal dengan pengadukan (string). Kemudian didinginkan
dan diaduk secara berkala sampai dingin.
Formula Emulsi Oral
Zat gram
Minyak mineral 500 ml
Akasia 125 g
Sirup 100 ml
Vanili 40 mg
Alcohol 60 ml
Air yang dimurnukan secukupnya ad 1000 ml
13
BAB III
SUSPENSI
Definisi
a. Suspensi Cair
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Suspensi merupakan sediaan
farmasi yang menurut bentuk sediaannya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu suspensi
cair dan suspensi kering (rekonstitusi). Adapun definisi suspensi cair adalah sebagai berikut :
Menurut Farmakope Indonesia IV
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam fase
cair, sedangkan suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk
penggunaan oral.
Menurut Farmakope Indonesia III
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Menurut United States Pharmakopeia XXVII
Suspensi oral adalah sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel padat terdispersi dalam
suatu pembawa cair dengan flavouring agent yang cocok yang dimaksudkan untuk
pemberian oral.
Suspensi topikal adalah sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel padat terdispersi
dalam suatu pembawa cair yang dimaksudkan untuk pemakaian topikal.
Suspensi otic adalah sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel mikro dengan maksud
ditanamkan di luar telinga.
Menurut Formularium Nasional edisi 2
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk
halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan
pembawa yang ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa
serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.
14
b. Suspensi Kering (rekonstitusi)
Suspensi kering adalah suspensi yang harus disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan. Digunakan untuk zat aktif yang tidak stabil dalam pembawa air. Kestabilan zat
aktif dapat dipertahankan karena kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat
dipersingkat dengan mendispersikan zat padat dalam medium pendispersi pada saat akan
digunakan. Definisi suspensi cair adalah sebagai berikut :
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV
Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau yang
dikonstitusi dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut air yang sesuai sebelum
digunakan.
Menurut British Pharmacopeia
Suspensi kering (dry powders and granules for reconstitution) adalah campuran serbuk atau
granul untuk kemudian direkonstitusi. Bentuk ini digunakan terutama bila stabilitas obat
dalam air terbatas.
Menurut United States Pharmakopeia XXVII
Suatu suspensi yang direkonstitusikan adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang
akan didispersikan dengan air pada saat akan digunakan. Dalam USP tertera sebagai ‘for oral
suspension’. Bentuk suspensi ini digunakan terutama untuk obat yang mempunyai stabilitas
terbatas di dalam pelarut air, contohnya golongan antibiotik.
Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Suspensi secara Umum
Keuntungan :
1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima pemberian sediaan padat seperti
tablet, terutama anak-anak.
2. Homogenitas tinggi
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet adau sediaan padat lainnya, karena luas
permukaan kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat.
4. Dapat menutupi rasa tidak enak.
5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Kerugian :
1. Kestabilan rendah sehingga akan terjadi pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi dan
lainnya.
15
2. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi seperti cacking,
flokulasi-deflokulasi, terutama jika jika terjadi fluktuasi atau parubahan temperature.
3. Jika membentuk cacking akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun.
4. Alirannya menyebabkan susah dituang.
5. Ketepatan dosis lebih rendah daripada sediaan larutan.
6. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan.
Macam-Macam Suspensi
a. Berdasarkan Penggunaan
1. Suspensi oral, sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan
oral.
2. Suspensi topikal, sediaan cair yang mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.
3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi
dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata. Adapun syarat suspensi ini adalah
partikelnya harus dalam bentuk termikronisasi dan tidak boleh digunakan bila terjadi
massa yang mengeras atau penggumpalan.
b. Berdasarkan Penggunaan
1. Susu, suspensi dengan pembawa yang mengandung air dan ditujukan untuk pemakaian
oral. Contohnya : susu magnesia.
2. Magma, suspensi zat padat organic dalam air seperti Lumpur, jika zat padatnya
mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi yang menghasilkan konsistensi
seperti gel dan sifat reologi tiksotropik. Contohnya : magma bentonit.
3. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit. Contoh :
lotio kalamin.
c. Berdasarkan Sifat
1. Suspensi Deflokulasi, dimana dalam sistem ini partikel terdeflokulasi mengendap
perlahan dan akhirnya membentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.
a. Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi
bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.
16
b. Gaya tolak menolak diantara dua partikel menyebabkan masing-masing partikel
menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.
c. Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi
partikel yang halus sangat lambat.
d. Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen
pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
e. Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena
terbentuk masa yang kompak.
f. Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak
dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paronya.
2. Suspensi Flokulasi, dimana dalam sistem ini partikel terflokulasi terikat lemah sehingga
cepat mengendap tetapi pada penyimpanan tidak terbentuk cake dan bersifat mudah
tersuspensi kembali.
a. Partikel sistem flokulasi terbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya
sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel sehingga ukuran agregat
relatif besar.
b. Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan
flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-
macam.
c. Keunggulannya : sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah
diredispersi.
d. Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
e. Flokulasi dapat dikendalikan dengan kombinasi ukuran partikel, penggunaan
elektrolit untuk kontrol potensial zeta dan penambahan polimer mempengaruhi
hubungan partikel dalam suspensi.
Jenis Sediaan Suspensi Rekonstitusi
Ada 3 jenis sediaan suspensi rekonstitusi, yaitu :
1. Suspensi rekonstitusi yang berupa campuran serbuk
Formulasi berupa campuran serbuk merupakan cara yang paling mudah dan sederhana.
Proses pencampuran dilakukan secara bertahap apabila ada bahan berkhasiat dalam
komponen yang berada dalam jumlah kecil. Penting untuk diperhatikan, alat pencampuran
untuk mendapatkan campuran yang homogen.
17
Keuntungan formulasi bentuk campuran serbuk antara lain alat yang dibutuhkan
sederhana, hemat energi dan tidak banyak, jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia
karena tidak digunakannya pelarut dan pemanasan saat pembuatan serta dapat dicapai dalam
keadaan kelembaban yang sangat rendah. Sedangkan kerugiannya adalah homogenitas
kurang baik, sulit untuk menjamin distribusi obat yang homogen ke dalam campuran,
kemungkinan adanya ketidakseragaman ukuran partikel dan aliran serbuk kurang baik.
2. Suspensi rekonstitusi yang digranulasi
Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan untuk memperbaiki sifat aliran
serbuk dan mengurangi volume sediaan yang voluminous dalam wadah. Dengan cara
granulasi ini, zat aktif dan bahan-bahan lain dalam keadaan kering dicampur sebelum
diinkorporasi atau disuspensikan dalam cairan penggranulasi. Granulasi dilakukan
menggunakan air atau larutan pengikat dalam air. Dapat juga digunakan pelarut non-air
untuk bahan berkhasiat yang terurai dengan adanya air.
Keuntungan cara granulasi adalah memiliki penampilan yang lebih baik daripada
campuran serbuk, memiliki sifat aliran yang lebih baik, tidak terjadi pemisahan, tidak terlalu
banyak menimbulkan debu selama pengisian. Sedangkan kerugiannya yaitu melibatkan
proses yang lebih panjang serta dibutuhkan peralatan yang lebih banyak, adanya panas dan
kontak dengan pelarut dapat menyebabkan terjadinya resiko instabilitas zat aktif, sulitnya
menghilangkan sesepora cairan penggranul dari bagian dalam granul dimana dengan adanya
sisa cairan penggranul kemungkinan dapat menurunkan stabilitas cairan, eksipien yang
ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi.
3. Suspensi rekonstitusi yang merupakan cairan campuran antara granul dan serbuk
Pada cara ini komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif yang tidak stabil
terhadap panas atau flavour dapat ditambahkan sesudah pengeringan granul untuk mencegah
pengaruh panas. Pada tahap awal dibuat granul dari beberapa komponen, kemudian dicampur
dengan serbuk (fines). Kerugian dari cara ini adalah meningkatnya resiko tidak homogen,
untuk menjaga keseragaman ukuran partikel harus dikendalikan.
Perbandingan ketiga jenis suspensi rekonstitusi
Jenis suspensi Keuntungan Kerugian
Campuran serbuk Lebih ekonomis, resiko ketidakstabilan lebih rendah.
Terjadi mixing dan segregasi, kehilangan selama proses.
Campuran granul Penampilan lebih baik, karakteristik aliran lebih baik, segregasi dan debu
Harga lebih mahal, efek panas dan cairan penggranulasi pada obat
18
dapat ditekan. dan eksipien.Kombinasi antara serbuk dan granul
Harga lebih murah, dapat menggunakan senyawa yang tidak tahan panas.
Dapat terjadi segregasi campuran yang granular dan non-granular.
Syarat Suspensi
a. Menurut Farmakope Indonesia IV
1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat
antimikroba.
3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.
4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
b. Menurut Farmakope Indonesia III
1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap.
2. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali.
3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi.
4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi, agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid
tetap.
c. Menurut Formularium Nasional edisi 2
Pada pembuatan suspensi untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik
lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan
diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda.
Penggunaan Suspensi dalam Farmasi
1. Beberapa orang terutama anak-anak sukar menelan obat yang berbentuk tablet atau zat padat,
oleh karena itu diusahakan dalam bentuk larutan. Jika zat berkhasiat memiliki kelarutan
dalam air yang terbatas, maka sediaan dibentuk menjadi suspensi.
2. Mengurangi proses penguraian aktif dalam air. Untuk zat yang sangat mudah terurai dalam
air, dibuat bentuk yang tidak larut. Dengan demikian penguraian dapat dicegah. Contoh :
untuk menstabilkan oksitetrasiklin HCl di dalam sediaan cair, dipakai garam kalsium karena
sifat oksitetrasiklin yang mudah sekali terhidrolisis dalam air.
3. Kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mengencerkan zat
padat medium dispersi pada saat akan digunakan. Contoh : Ampisilin dikemas dalam bentuk
granul, kemudian pada saat akan dipakai disuspensikan dahulu dalam medium pendispersi.
19
Dengan demikian maka stabilitas ampisilin untuk 7 hari pada temperature kamar masih dapat
dipenuhi.
4. Apabila zat aktif sangat tidak stabil dalam air, maka digunakan medium non-air sebagai
medium pendispersi. Contoh : Injeksi penisilin dalam minyak dan penoxypenisilin dalam
minyak kelapa untuk oral.
5. Sediaan suspensi yang terdiri dari partikel halus yang terdispersi dapat menaikkan luas
permukaan di dalam saluran pencernaan sehingga dapat mengabsorpsi toksin-toksin atau
menetralkan asam yang diproduksi oleh lambung. Contoh : Kaolin Mg Karbonat, Mg
Trisilikat (antasida).
6. Sifat adsorpsi daripada serbuk halus yang terdispersi dapat digunakan untuk sediaan yang
berbentuk inhalasi. Zat yang mudah menguap seperti mentol, oleum eucalyptus, ditahan
dengan menambah Mg Karbonat yang dapat mengadsorpsi tersebut.
7. Dapat menutup rasa zat berkhasiat yang tidak enak/pahit dengan lebih baik dibandingkan
dalam bentuk larutan. Untuk suspensi kloramfenikol dipakai kloramfenikol palmitat yang
rasanya tidak pahit.
8. Suspensi BaSO4 untuk kontras dalam pemeriksaan X-Ray.
9. Suspensi untuk sediaan bentuk aerosol.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam suspensi
1. Kecepatan sedimentasi (Hukum Stokes)
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan
supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap maka :
Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat
menggunakan sorbitol atau sukrosa, sehingga berat jenis medium meningkat
Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan menggunakan blender-
koloid mill
Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent
2. Pembasahan sarbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan dipakai wetting agent atau surfaktan, missal :
SPAN dan TWEEN
3. Floatasi (terapung),
Disebabkan oleh perbedaan densitas, partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap
pada permukaan, adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan humektan.
20
Humektan adalah zat yang digunakan untuk membasahi zat padat. Mekanisme humektan
adalah mengganti lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah
terbasahi. Contoh : Gliserin, propilenglikol.
4. Pertumbuhan kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi perubahan
suhu dapat terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi dengan penambahan surfaktan.
Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal. Hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya kristalisasi :
Menggunakan partikel dengan range ukuran yang sempit
Memilih bentuk kristal obat yang stabil
Mencegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran
partikel
Menggunakan pembasah
Menggunakan koloidal pelindung, seperti gelatin, gom dan lainnya yang akan
membentuk lapisan pelindung pada partikel
Viskositas ditingkatkan
Mencegah perubahan suhu yang ekstrim
Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal antara lain adalah keadaan super jenuh,
pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat, sifat aliran pelarut yang dapat
mengkristalkan zat aktif dalam ukuran dan bentuk yang variasi, keberadaan co-solutes, co-
solvent dan absorben, kondisi saat proses pembuatan.
5. Pengaruh gula (sukrosa)
Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik
Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent. Bila batas ini
dilalui polimer akan menurun
Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat
Gula cair 25% mudah ditumbuhi mikroorganisme, diperlukan pengawet (tidak lebih dari
30%)
21
+ Wetting agent
Dispersi homogen
6. Metode dispersi : flokulasi dan deflokulasi
Partikel
Sifat-Sifat yang Diinginkan dalam Suatu Suspensi Farmasi yang Baik
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suspensi farmasi
yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dari komponen-komponen formulasi,
kelanggengan sediaan dan bentuk estetika dari sediaan merupakan sifat-sifat yang diinginkan
dalam semua sediaan farmasi dan sifat-sifat lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi
adalah :
1. Suspensi harus tetap homogen dalam suatu periode, paling tidak pada periode antara
pengocokan dan penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.
2. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali pada
saat pengocokan
3. Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi.
Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat penuangan dari
wadah
4. Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil akhir yang
baik dan homogen
5. Mudah dalam pemakaian
6. Memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap pertumbuhan mikroba
22
Suspending agent(non elektrolit)
+ zat untuk flokulasi + zat untuk flokulasi
Suspensi deflokulasi
Suspensi terflokulasi
Suspensi terflokulasi + suspending agent
7. Tidak toksis
8. Tidak menghambat absorpsi atau efek farmakologi dari zat aktif
9. Dapat tercampur dengan zat aktif
Formula Umum Suspensi Farmasi
Pada umumnya formula umum suspensi farmasi terdiri atas :
1. Zat aktif
2. Bahan tambahan, meliputi :
Bahan pensuspensi (suspending agent)
Bahan pembasahan (wetting agent)/humektan
Pemanis
Pewarna
Pewangi
Pengawet
Dapar atau acidifier
Antioksidan
Anticaking
Flokulating agent
Antibusa (antifoaming)
3. Bahan pembawa : Air, sirup dan lain sebagainya
Bahan Tambahan Sediaan Suspensi :
1. Bahan suspensi (suspending agent)
Fungsi untuk memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel dan mencegah
penggumpalan resin dan bahan berlemak. Cara kerja suspending agent adalah meningkatkan
kekentalan; kekentalan yang berlebihan akan mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan.
Suspensi yang baik mempunyai kekentalan yangsedang dan partikel yang terlindung dari
gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel, biasanya
muatan partikel ada pada media air atau sediaan hidrofil.
Faktor pemilihan suspending agent :
a. Penggunaan bahan (oral/topical)
b. Komposisi kimia
c. Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)
d. Produk, sumber, inkopabilitas dari suspending agent.
23
Contoh suspending agent
a. Golongan polisakarida : acacia gom, tragakan, alginat starc
b. Golongan selulosa larutan air : metil selulosa, hidroksi metil selulosa, Na-CMC,avicel
c. Golongan tanah liat : bentonit, alumunium magnesium silikat, hectocrite, veegom
d. Golongan sintetik : carboner, carboksipolimetilen, koloidal silicon diokside
2. Bahan Pembasah (Wetting Agent)/Humektan
Fungsi untuk menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan
meningkatkan disperse bahan yang tidak larut. Surfaktan yang dapat memperkecil sudut
kontak antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif
digunakan untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan negative. Sedangkan
surfaktan nonionik lebih baik untuk pembasah karena mempunyai range pH yang cukup
besar dan mempunyai toksisitas yang rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah
karena bila terlalu tinggi dapat terjadi solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak
enak.
Cara kerjanya ialah dengan menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat,
sehingga zat padat + humektan lebih mudah kontak dengan pembawa.
Contoh pembasah : Gloserin, propilenglikol, polietilenglikol, dll
3. Pemanis
Fungsi untuk memperbaiki rasa dari persediaan. Masalah yang perlu diperhatikan pada
perbaikan rasa obat adalah :
a. Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa
lebih suka sirup dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa lebih pahit
seperti kopi., dll.
b. Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama dengan orang sehat. Rasa
yang dapat diterima untuk jangka pendek, mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk
pengobatan jangka panjang.
c. Rasa obat bias berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru dibuatberasa lebih
enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam jangka waktu tertentu. Kemungkinan
dapat berubah.
d. Zat pemanis yang dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalor
tinggi, tidak dapat digunakan dalam formulasi sediaan untuk pengobatan penderitaan
diabetes.
24
Catatan :
Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 20-25%
Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5%, sakarin 0.05%
Kombinasi sorbitol : sirupus simpleks = 30%b/v : 10% b/v ad 20-25% b/v total
pH > 5 dipakai sorbitol; karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan
menyebabkan perubahan volume
Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi
Pewarna dan Pewangi
Pewarna dan pewangi harus serasi.
Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint
Pahit : Wild Cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit, Mint spiceanisi
Manis : Buah-buahan berry, vanili
Asam : Citrus, Licorice, Rootbeer, Raspberry
Pengawet
Pengawet sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung bahan alam, atau
bila mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh mikroba). Selain itu
pengawet diperlukan juga bila sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple dose).
Pengawetan yang sering digunakan antara lain :
Metil/propel paraben (2:1 ad 0,1-0,2% total)
Asam benzoat/Na benzoat
Chlorbutanol/chloreksol (untuk obat luar/mengiritasi)
Senyawa ammonium (ammonium klorida kuartener) OTT dengan metil selulosa
Antioksidan
Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat aktif yang mudah
terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada dosis rendah. Cara kerja antioksidan
adalah memblokir reaksi oksidatif yang berantai pada tahap awal dengan memberikan atom
hydrogen. Hal ini merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya peroksidan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan :
Efektif dalam konsentrasi rendah
Tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara yang berbahaya
Segera larut atau terdispersi dalam medium
Tidak menimbulkan warna, bau dan rasa yang tidak dikehendaki
Kompatibel dengan konstituen lain dalam sediaan
25
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan : Golongan kuinol : hidrokuinon, tokoferol,
hidroksikraman, hidroksi kumeran, BHA, BHT, golongan kathekol, senyawa mengandung
Pendapar
Fungsi dari pendapar antara lain sebagai pengatur pH, memperbesar potensi pengawet
dan peningkat kelarutan. Kriteria dapar yang baik adalah mempunyai kapasitas yang cukup untuk
mempertahankan pH, memiliki pKa yang mendekati nilai pH yang diinginkan dan tidak
bermasalah dalam inkopatibilitas dan toksisitas. Contoh dapar yang lazim digunakan : dapar
sitrat, dapar fosfat, dapar asetat.
Jenis Dapar pKa Penggunaan
Dapar fosfat pKa1 = 2,15pKa2 = 7,20
Sediaan oral, parenteral dan optalmik
Dapar sitrat pKa1 = 3,128pKa2 = 4,761pKa3 = 7,20
Sediaan oral, parenteral dan optalmik
Dapar asetat pKa = 4,74 Sediaan oralDapar karbonat pKa1 = 6,34
pKa2 = 10,36Sediaan oral
Dapar borat pKa = 9,24 Sediaan optalmik
Acidifier
Acidifier berfungsi sebagai pengatur pH, peningkat kestabilan suspensi, memperbesar
potensial pengawet dan peningkat kelarutan. Contoh acidifier yang sering digunakan adalah asam
Flokulating Agent
Adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel berhubungan secara bersama
membentuk suatu agregat. Floculating agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat
mengendap tetapi mudah terdispersi kembali. Floculating agent dapat dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu :
a. Surfaktan
Surfaktan ionik dan nonionik dapat digunakan sebagai Floculating agent. Konsentrasi yang
digunakan berkisar 0,001 sampai 1 % b/v. Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara
kimia lebih kompatibel dengan bahan lainnya yang ada dalam formula. Konsentrasi yang
tinggi dari surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, membentuk busa dan caking.
b. Polimer hidrofilik
Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul yang tinggi dengan rantai karbon panjang
termasuk beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan sebagai suspending agent.
Hal ini disebabkan adanya percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel
26
dalam sistem dan dapat terabsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan
kedudukan mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer seperti xantin gom digunakan
sebagai Floculating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismuth subkarbonat serta obat
lain. Polimer hidrofilik yang berperan sebagai koloid hidrofil yang mencegah caking dapat
juga berfungsi untuk membentuk agregat longgar. Penggunaan tunggal surfaktan atau
bersama koloid protektif dapat membentuk suatu sistem flokulasi yang baik.
c. Clay
Clay pada konsentrasi sama atau lebih besar dari 0,1% diketahui dapat berperan sebagai
Floculating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau berbasis
sirup. Bentonit digunakan sebagai Floculating agent pada pembuatan suspensi bismuth
subnitrat pada konsentrasi 0,7%.
d. Elektrolit
Kemampuan elektrolit untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung dari valensi
ionnya. Meskipun lebih efektif, elektrolit dengan valensi tiga lebih jarang digunakan
daripada elektrolit bervalensi satu. Penambahan elektrolit yang berlebihan atau muatan yang
berlawanan dapat menyebabkan partikel memisah dan membentuk sistem flokulasi sehingga
menurunkan kebutuhan konsentrasi surfaktan.
Evaluasi Sediaan
Pengujian sediaan suspensi meliputi :
1 Pengujian organoleptik yang meliputi warna, bau dan rasa sediaan.
2 Pengukuran pH sediaan
3 Pengukuran diameter partikel dan distribusi partikel secara mikroskopik
4 Uji kemampuan redispersibilitas
Dilakukan terhadap formula yang telah disimpan selama satu minggu. Pengamatan dilakukan
dengan cara mengocok sediment secara konstan. Banyaknya kocokan sampai suspensi
menjadi homogen kembali, dihitung.
5 Pengujian berat jenis
6 Homogenitas
7 Pengukuran volume sedimentasi
8 Sifat aliran dan viskositas
Contoh Formula
27
1. Formula suspensi AntasidaZat Komposisi (gram)
Al(OH) gelMg(OH)2
6,006,00
Na benzoate 0,5Na sakarin 0,005Minyak permen 0,005Sorbitol 1,400Air 92
BAB VI
28
PULVIS DAN PULVERES SERBUK
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukan. Pada pembuatan serbuk
kasar, terutama simplisia nabati, digerus lebih dahulu sampai derajat halus tertentu setelah itu
dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 50oC.
A. Cara Meracik Obat Menurut FI III
Cara Pembuatan atau meracik serbuk
Serbuk diracik dengan cara mencampur bahan obat satu persatu, sedikit demi
sedikit dan dimulai dari bahan obat yang jumlahnya sedikit kemudain diayak, biasanya
menggunakan pengayak No. 60 dan dicampur lagi
1. Jika serbuk mengandung lemak, maka harus diayak dengan No. 44.
2. Jika bobotnya kurang dari 50mg atau jumlah tersebuttidak dapat
ditimbang harus dilakukan pengenceran menggunakan zat
tambahan yang cocok.
3. Jika obat berupa serbuk kasar, terutama simplisia nabati serbuk
digerus lebih dahulu sampai derajat halus sesuia yang tertera pada
pengayak dan derajat halus serbuk setelah di keringkan pada suhu
tidak lebih dari 50 C.
4. Jika obat berupa cairan misalnya tingtur dan ekstrak cair,
pelarutnya diuapkan hingga hamper kering, dan serbukan dengan
zat tambahan yang cocok.
5. Obat bermasa lembek misalnya, ekstrak kental, dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai secukupnya dan diserbukan dengan zat
tambahan yang cocok.
6. Jika serbuk obat mengandung bagian yang mudah menguap,
dikeringkan dengan pertolongan kapur tohor atau bahan penegring
lain yang cocok.
29