tugas bintal

10
BAB I PENDAHULUAN Akhir-akhir ini, muncul fenomena yang cukup merisaukan kita berkaitan dengan maraknya bermunculan klinik-klinik pusat pengobatan alternatif. Sebagian besar yang dikembangkan justru metode pengobatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah Islamiyah dan tauhid. Dan lebih berbahaya lagi karena para ”penghusada” tersebut membingkai kegiatannya dengan performance (tampilan fisik) layaknya para KYAI, lengkap dengan serban dan gamisnya pada saat menyelenggarakan praktek-praktek penyembuhan tadi sehingga sepintas membedakan mana yang KYAI dan mana yang DUKUN cukup sulit pada saat ini, karena serbannya relatif mirip. Menjadi tanda tanya besar juga, jika kita lihat kemudian di daerah-daerah pedesaan , justru ada tokoh agama...bahkan menggelari dirinya sendiri dengan label KYAI, tetapi sekaligus menyelenggarakan praktik perdukunan tersebut melalui produk yang disebut sebagai pengobatan alternatif tadi. Dan praktek ini, terjadi di mana-mana. KYAI nyambi me-dukun, Ustadz justru mengajarkan bid‟ah dan khurafat. Padahal, idealnya posisi seorang Ulama di tengah-tengah ummat adalah untuk membersihkan aqidah ummat dari hal-hal yang salah. Melakukan purifikasi (pemurnian) dalam segala hal termasuk di dalam ikhtiar mencari kesembuhan terhadap segala macam penyakit yang ada. Apa yang dikembangkan oleh para “ahli” pengobatan-pengobatan aternatif ini, meskipun menggunakan ayat-ayat Al-Qur‟an – sesungguhnya, merupakan praktek yang tidak berdasar yang tidak ditemukan

Upload: ega-prasetya

Post on 29-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS BINTAL

BAB I

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini, muncul fenomena yang cukup merisaukan kita berkaitan dengan

maraknya bermunculan klinik-klinik pusat pengobatan alternatif. Sebagian besar yang

dikembangkan justru metode pengobatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah

Islamiyah dan tauhid. Dan lebih berbahaya lagi karena para ”penghusada” tersebut

membingkai kegiatannya dengan performance (tampilan fisik) layaknya para KYAI, lengkap

dengan serban dan gamisnya pada saat menyelenggarakan praktek-praktek penyembuhan tadi

sehingga sepintas membedakan mana yang KYAI dan mana yang DUKUN cukup sulit pada

saat ini, karena serbannya relatif mirip.

Menjadi tanda tanya besar juga, jika kita lihat kemudian di daerah-daerah pedesaan , justru

ada tokoh agama...bahkan menggelari dirinya sendiri dengan label KYAI, tetapi sekaligus

menyelenggarakan praktik perdukunan tersebut melalui produk yang disebut sebagai

pengobatan alternatif tadi. Dan praktek ini, terjadi di mana-mana. KYAI nyambi me-dukun,

Ustadz justru mengajarkan bid‟ah dan khurafat. Padahal, idealnya posisi seorang Ulama di

tengah-tengah ummat adalah untuk membersihkan aqidah ummat dari hal-hal yang salah.

Melakukan purifikasi (pemurnian) dalam segala hal termasuk di dalam ikhtiar mencari

kesembuhan terhadap segala macam penyakit yang ada. Apa yang dikembangkan oleh para

“ahli” pengobatan-pengobatan aternatif ini, meskipun menggunakan ayat-ayat Al-Qur‟an –

sesungguhnya, merupakan praktek yang tidak berdasar yang tidak ditemukan sumbernya di

dalam Al-Qur‟an dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Al-Qur‟an itu adalah firman Allah SWT yang berisikan hukum-hukum Allah. Sebagai

pembeda antara perkara yang hak dan perkara yang batil (hudalinnas wa bayyinati Rabbi

minal huda wal furqan). Apa yang kita saksikan sekarang adalah desain pendangkalan

pemaknaan Al-Qur‟an. Kita dapat melihat bahwa Al-Qur‟an tidak pernah dikaji dan hanya

sekedar dijadikan pajangan saja. Trend ini sudah berlangsung sangat lama. Yang paling

mutakhir, ayat-ayat Qur‟an disalah gunakan untuk “penyembuhan.”

Page 2: TUGAS BINTAL

BAB II

PRINSIP-PRINSIP PENGOBATAN DALAM ISLAM

Al-Qur‟an adalah obat untuk jiwa yang gelisah seperti yang dijelaskan di dalam Surat:

Ar-Ra’d: 28. Artinya: Mereka itu orang yang beriman, yang berhati tenang karena selalu

ingat kepada Allah. Ketahuilah, dengan Zikir kepada Allah, hati menjadi tenang {QS. Ar-

Ra’d: 28}

Dan ketika, kita mengalami gangguan sakit fisik – maka Nabi Muhammad Saw mengajarkan

kepada kita untuk berobat atau berikhtiar mengupayakan kesembuhannya. Dan ini adalah

prinsip sunnatullah.

“Afatanada? Kola: Na‟am. Yaa‟ibadallahi tadaawaw. Fainnallaha lam yadha‟ daa‟an illa

wadha‟alahu syifaa‟an ghayra daa‟in wahidin huwal haramu (Mereka bertanya, „Ya

Rasulullah, apakah kami berobat?‟ beliau menjawab, „Ya, wahai hamba-hamba Allah.

Sesungguhnya Allah meletakkan penyakit dan diletakkan pula penyembuhannya, kecuali satu

penyakit yaitu penyakit ketuaan (pikun)).”{HR.Ashabussunnah}

Keharaman memberikan jasa pengobatan tanpa kompetensi seperti yang kita temukan

dan lihat dalam banyak praktek pengobatan alternatif – kompetensi berarti memang orang

yang dididik secara khusus tentang ilmu kesehatan, seperti dokter, paramedis ataupun

seorang ahli farmasi. Adapun praktek seperti yang banyak dilakukan oleh para Kyai – Ustadz

yang merangkap menjadi penyembuh alternatif tadi sementara mereka tidak pernah sekolah

atau kuliah dalam bidang kesehatan, kedokteran dan farmasi, keharamannya dapat kita lihat

di dalam hadist berikut ini:

“Man tathobbaba wa lam yu‟lam minhu tibbun fahuwa dhaaminun (Barangsiapa

mengobati sedang dia tidak dikenal sebagai ahli pengobatan maka dia bertanggung

jawab).”{HR.Ibnu Majah}

Jika kita lihat ayat di atas (Q.S:2:165), apa yang diperingatkan Allah SWT tersebut ,

ternyata saat ini benar-benar banyak terjadi di mana para ”murid” atau “pasien” yang berhasil

disembuhkan dengan istidradj1,kemudian mengidolakan, bertaqlid bahkan ”memuja” para

dukun-dukun tersebut. Dalam dataran praktis kita bisa melihat betapa akrabnya mayoritas

masyarakat kita ini dengan mistikisme-klenik tersebut. Pilihan lurah, melibatkan dukun/

paranormal. Pemilihan Kepala Daerah juga sama. Mencari jodoh karena tidak kunjung laku,

juga memanfaatkan jasa dukun. Bahkan para mahasiswa – yang disebut sebagai kaum

terpelajar ini, ketika akan menjalani ujian pendadaran skripsi atau ujian thesis-nya juga pergi

kedukun agar lancar padahal dukunnya saja sekolah tidak tamat SD.

Page 3: TUGAS BINTAL

Saat ini, orang yang sakit, bukannya mencari tahu hasil diagnosis medis tetapi justru

meyakini sakit tersebut hasil guna-guna yang dikirim oleh lawan politiknya misalnya.

Bahkan, beberapa teman sejawat (dokter) dan bekerja di institusi dengan setting Islam, justru

ketika anak-anaknya sakit malah sibuk blusukan mencari paranormal hingga ke luar kota.

Atau kalau anaknya menangis terus tanpa henti, orang tuanya (yang dokter tadi) yang

seharusnya berfikir ilmiah dan rasional, malah sibuk membuat atau mencari orang ”pintar”

yang bisa menuliskan rajah agar si anak tidak rewel lagi. Tidak sedikit pula orang-orang

bergelar profesor bahkan memakai kalung-kalung semacam jimat yang diyakini bisa

menetralisir energi negatif pada dirinya sebagai “sebab” munculnya berbagai keluhan

penyakit. Padahal setiap jenis penggunaan kalung, rajah, mantra-mantra (termasuk mayoritas

metode ruqyah yang dikembangkan pada saat ini) adalah perbuatan syirik. Dan syirik adalah

dosa yang tidak berampun, mesikpun pada sisi yang lain kita melihat mereka masih

mengerjakan sholat, berpuasa, naik haji bolak-balik dan seterusnya.

Nabiullah Muhammad Saw bersabda:

“Innarruka wattamaa‟ima wattuwalata syirkun (Sesungguhnya pengobatan dengan

mantra-mantra, kalung gelang penangkal sihir dan guna-guna adalah syirik).”{HR.Ibnu

Majah}

Fakta seperti ini menunjukkan bahwa aqidah mayoritas masyarakat kita belum lurus

sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Jika kaum terpelajar saja dan memiliki ruang

interaksi harian di tengah-tengah lingkungan yang Islami saja bisa terkontaminasi oleh

pemikiran-pemikiran seperti itu, apalagi masyarakat kita yang masih sangat awam

pengetahuannya tentang Islam.

Adapun sumber aqidah Islam adalah Al-Qur‟an dan sunnah. Ini menunjukkan bahwa

apa saja yang disampaikan Allah SWT dalam Al-Qur‟an dan oleh Rasulullah dalam

sunnahnya wajib kita imani (yakini dan amalkan). Dan apapun yang tidak bersumber kepada

Al-Qur‟an dan sunnah termasuk ke dalam kelompok perbuatan bid‟ah (nambah-nambahi).

Dan setiap yang bid‟ah adalah sesat. Defenisi aqidah yang paling tepat untuk menjadi

panduan bagi ummat Islam modern, seperti yang disampaikan oleh Abu Bakar Jabir al-

Jazairy:

Al-Aqidatu hiya majmu‟atun min qadhaayaal haqqil badihiyyatil musallamati

bil‟aqli. Wassam‟i wal fitrath. Ya‟qidu „alayhal‟insaanu qolbahu, wayusyna „alayhaa

shodruhuu jaaziman bishihatihaa, qaathi‟an bi wujuudihaa watsubuutihaa laa yaraa

khilaafahaa annahuu yashihhu aw yakuunu „abadan (Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang

dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran)

Page 4: TUGAS BINTAL

itu dipatrikan di dalam hati, diyakini kesahihan dan keberadaannya dan ditolak segala sesuatu

yang bertentangan dengan kebenaran itu).”Sehingga, aqidah di dalam prinsip kesehatan itu

harus selalu bersifat ilmiah dapat diukur (rasional) dan diterima oleh akal sehat dan segala

metode yang bertentangan dengan prinsip kebenaran itu harus ditolak.

Nabi Saw menggariskan hal ini melalui sabdanya:

”Inna-asdakal hadiisi kitaabullah. Wa-ahsanal hadyi hadyu muhammadin. Wasarral-

umuri muhdasatuhaa. Wakulla muhdasatin bid‟ath. Wakulla bid‟atin dolaalath. Wakulla

dolalatin finnaar (Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-

baik jalan hidup adalah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama

ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan tiap bid‟ah adalah

sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka).”(H.R.MUSLIM)

Dan bid‟ah itu tidak dapat dipahami secara parsial, sebagaimana masyarakat kita

memahami konteks bid‟ah itu ke dalam klasifikasi bid‟ah hakiki dan bid‟ah khasanah.

Bid‟ah itu semuanya sesat dengan bersumberkan pada hadiest di atas. Dan bid‟ah itu

meliputi setiap amalan, perkataan dan perbuatan seperti yang diatur di dalam hadiest:

“Man ahdatsa fii amrina laysa minhum fahuwa raddun. Artinya: (Barangsiapa

menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka

tertolak).”{HR.Bukhari}.

dalam banyak praktik pengobatan alternatif tadi, para dukun, para-normal, kahin atau

“kyai” gadungan tadi seperti yang sudah sedikit kita ulas, rata-rata mengoplos/ mencampur

antara mantra-mantra dan ayat-ayat tertentu dari Al-Qur‟an, sebelum memulai

pengobatannya atau disyaratkan bagi para pasien sebelum mengkonsumsi obat-obatan yang

diberikan kepada mereka. Atau ada juga pasien yang metode pengobatannya “diijazahi”

dengan mantra-mantra dan rajah dalam bahasa (dan huruf) arab. Ini salah satu kegiatan

bid‟ah yang paling banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Begitu juga dengan

pengobatan menggunakan jimat-jimat , Qur‟an stambul2 , batu merah delima, tasbih bertuah

dan seterusnya. Sesuatu yang jelas-jelas tidak ada daliel dan contohnya di dalam penggunaan

metode seperti itu – bahkan ada begitu banyak hadiest yang menunjukkan kepada keharaman

pengobatan dengan menggunakan kalung-kalung dan alat-alat lainnya -- sehingga dapat kita

simpulkan secara tegas bahwa setiap metode penggunaan yang menggunakan mantra dan

rajah-rajah itu adalah metode pengobatan bid‟ah.

Adapun kaitannya dengan masalah pengobatan alternatif tadi, ada beberapa hadist

yang mengingatkan kita untuk tidak mendekat kepada model pengobatan seperti yang

Page 5: TUGAS BINTAL

dijelaskan di atas. Untuk itu beberapa prinsip pengobatan menurut standar Islam harus kita

ketahui , yakni :

1. Tidak berobat dengan zat yang diharamkan

Nabi Muhammad bersabda:

”Innallaha lam yaj‟al sifaa‟akum fiimaa hurrima‟alaykum

(Allah tidak menjadikan penyembuhanmu dengan apa yang diharamkan atas

kamu).” {H.R.Al-BAIHAQI}.

Prinsip ini menunjukkan bahwa berobat dengan menggunakan zat-zat yang

diharamkan sementara kondisinya tidak benar-benar darurat3 maka penggunaan zat

tersebut diharamkan. Misal pengobatan (therapy) dengan meminum air seninya

sendiri, therapy hormon dengan menggunakan lemak babi. Atau mengobati gatal

ditubuh dengan memakan kadal, mengobati mata rabun dengan memakan kelelawar

dan seterusnya. Dan yang paling populer pada saat ini, dan sering kita lihat di acara-

acara kuliner ekstreem adalah memakan daging ular kobra untuk mengobati penyakit

asma. Di dalam pelaksanaan ibadah haji, setiap calon jama‟ah haji wajib diberi vaksin

meningitis yang di dalamnya ada kandungan unsur enzim babi (porcein). Ketika

belum ditemukan alternatif vaksin lainnya, maka klasifikasi penggunaan vaksin ini

bersifat darurat karena implikasi penyakit ini yang sangat berbahaya. Namun ketika

sudah ada alternatif penggunaan vaksin lainnya, maka penggunaan vaksin tersebut

menjadi diharamkan. Demikian juga bagi orang yang akan berhaji untuk ke-sekian

kalinya, baik sebagai jama‟ah biasa, tim kesehatan ataupun pemandu haji maka

penggunaan vaksin ini sudah diharamkan karena berhaji untuk yang ke sekian kali

menunjukkan kondisi yang sudah tidak darurat lagi berdasarkan kaidah: keadaan

darurat menyebabkan perkara yang dilarang menjadi boleh (ad-Dharurat tabihu al-

mahzhurat). Sehingga tanpa kondisi yang darurat, maka yang haram atau tidak

diperbolehkan tetap menjadi sesuatu yang diharamkan. Ber-haji wajib bagi setiap

muslim satu kali seumur hidupnya.

2. Berobat kepada ahlinya (ilmiah)

Prinsip ini menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan harus ilmiah. Yang

dimaksudkan ilmiah dalam hal ini dapat diukur. Seorang dokter dalam

mengembangkan pengobatannya , dapat diukur kebenaran metodologinya oleh dokter

lainnya. Sementara seorang dukun dalam mengobati pasiennya, tidak dapat diukur

metode yang digunakannya oleh dukun yang lain. Sistem yang tidak dapat diukur

Page 6: TUGAS BINTAL

disebut tidak ilmiah dan tidak metodologist. Dalilnya adalah hadist yang diriwayatkan

oleh Imam Ibnu Majah di atas.

3. Tidak menggunakan mantra (sihir)

Bagian ini yang harus benar-benar kita hindari dalam mendatangi para

penghusada alternatif tersebut. Butuh memperhatikan dengan seksama, apakah

pengobatan yang dilakukan itu menggunakan sihir atau tidak.

Nabi Muhammad bersabda:

”Innarruka wattamaa‟ima wattuwalata syirkun (sesungguhnya pengobatan

dengan mantra-mantra, kalung-gelang penangkal sihir dan guna-guna adalah

syirik).”{H.R.IBNU MAJAH.

Tiga prinsip inilah yang kiranya harus ditransformasikan kepada masyarakat

secara umum. Untuk kaum terpelajar dan berduit (bisa memilih model pengobatan

yang dia kehendaki), mungkin tidak terlalu sulit untuk mengharapkan mereka dapat

menerima konsep ini mengingat mayoritas mereka mengenal konsep di atas yang

sudah mereka dapatkan saat kuliah dulu. Hanya saja paradigma tradisional yang sudah

mereka warisi dari nenek moyang mereka, mempersulit proses penerimaan konsep di

atas. Untuk mereka, yang bisa kita lakukan hanyalah berdo‟a semoga mereka

mendapatkan hidayah dari Allah .

Tetapi, ada juga sebagian masyarakat kita yang mendatangi model-model

pengobatan seperti itu karena disebabkan tidak memiliki cukup biaya untuk menjalani

pengobatan secara medis. Maka konsep ini butuh ditanamkan erat-erat ke dalam diri

mereka, agar jangan sampai ketidak berdayaan itu membuat mereka mengorbankan

aqidah mereka. Semoga dengan teguhnya kita memegang prinsip-prinsip pengobatan

yang Islami ini dapat menjadi entry-point bagi kita semua untuk ber-Islam secara

kaffah.

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,

dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh

yang nyata bagimu. {Q.S.Al-BAQARAH:208}

Masyarakat kita harus disadarkan terus dari bahaya bid‟ah ini. Termasuk juga

bid‟ah di dalam bidang kesehatan. Bukankah setiap bid‟ah itu sesat dan setiap yang

sesat itu pasti merugikan sehingga tempatnya adalah di neraka.Seseorang yang

mengaku penghusada alternatif, menyalah gunakan ayat-ayat Al-Qur‟an untuk

mendukung upayanya menyesatkan ummat adalah seorang penipu yang harus

Page 7: TUGAS BINTAL

diwaspadai. Sayangnya, industri media kita justru memberi ruang untuk hal-hal

bid‟ah seperti ini.

“Man ghasya ummati fa‟alayhi la‟natullahi wal malaa‟ikatihi wannaasi

ajma‟in. Kila Ya Rasulullahi, Wamaa ghassyu ummatika? Kola: Ayyabtadi‟a

bid‟atan yahmilunnaas „alayhi

Barangsiapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan

seluruh manusia. Ditanyakan, „Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan ummatmu