tugas bintal
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini, muncul fenomena yang cukup merisaukan kita berkaitan dengan
maraknya bermunculan klinik-klinik pusat pengobatan alternatif. Sebagian besar yang
dikembangkan justru metode pengobatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah
Islamiyah dan tauhid. Dan lebih berbahaya lagi karena para ”penghusada” tersebut
membingkai kegiatannya dengan performance (tampilan fisik) layaknya para KYAI, lengkap
dengan serban dan gamisnya pada saat menyelenggarakan praktek-praktek penyembuhan tadi
sehingga sepintas membedakan mana yang KYAI dan mana yang DUKUN cukup sulit pada
saat ini, karena serbannya relatif mirip.
Menjadi tanda tanya besar juga, jika kita lihat kemudian di daerah-daerah pedesaan , justru
ada tokoh agama...bahkan menggelari dirinya sendiri dengan label KYAI, tetapi sekaligus
menyelenggarakan praktik perdukunan tersebut melalui produk yang disebut sebagai
pengobatan alternatif tadi. Dan praktek ini, terjadi di mana-mana. KYAI nyambi me-dukun,
Ustadz justru mengajarkan bid‟ah dan khurafat. Padahal, idealnya posisi seorang Ulama di
tengah-tengah ummat adalah untuk membersihkan aqidah ummat dari hal-hal yang salah.
Melakukan purifikasi (pemurnian) dalam segala hal termasuk di dalam ikhtiar mencari
kesembuhan terhadap segala macam penyakit yang ada. Apa yang dikembangkan oleh para
“ahli” pengobatan-pengobatan aternatif ini, meskipun menggunakan ayat-ayat Al-Qur‟an –
sesungguhnya, merupakan praktek yang tidak berdasar yang tidak ditemukan sumbernya di
dalam Al-Qur‟an dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Al-Qur‟an itu adalah firman Allah SWT yang berisikan hukum-hukum Allah. Sebagai
pembeda antara perkara yang hak dan perkara yang batil (hudalinnas wa bayyinati Rabbi
minal huda wal furqan). Apa yang kita saksikan sekarang adalah desain pendangkalan
pemaknaan Al-Qur‟an. Kita dapat melihat bahwa Al-Qur‟an tidak pernah dikaji dan hanya
sekedar dijadikan pajangan saja. Trend ini sudah berlangsung sangat lama. Yang paling
mutakhir, ayat-ayat Qur‟an disalah gunakan untuk “penyembuhan.”
BAB II
PRINSIP-PRINSIP PENGOBATAN DALAM ISLAM
Al-Qur‟an adalah obat untuk jiwa yang gelisah seperti yang dijelaskan di dalam Surat:
Ar-Ra’d: 28. Artinya: Mereka itu orang yang beriman, yang berhati tenang karena selalu
ingat kepada Allah. Ketahuilah, dengan Zikir kepada Allah, hati menjadi tenang {QS. Ar-
Ra’d: 28}
Dan ketika, kita mengalami gangguan sakit fisik – maka Nabi Muhammad Saw mengajarkan
kepada kita untuk berobat atau berikhtiar mengupayakan kesembuhannya. Dan ini adalah
prinsip sunnatullah.
“Afatanada? Kola: Na‟am. Yaa‟ibadallahi tadaawaw. Fainnallaha lam yadha‟ daa‟an illa
wadha‟alahu syifaa‟an ghayra daa‟in wahidin huwal haramu (Mereka bertanya, „Ya
Rasulullah, apakah kami berobat?‟ beliau menjawab, „Ya, wahai hamba-hamba Allah.
Sesungguhnya Allah meletakkan penyakit dan diletakkan pula penyembuhannya, kecuali satu
penyakit yaitu penyakit ketuaan (pikun)).”{HR.Ashabussunnah}
Keharaman memberikan jasa pengobatan tanpa kompetensi seperti yang kita temukan
dan lihat dalam banyak praktek pengobatan alternatif – kompetensi berarti memang orang
yang dididik secara khusus tentang ilmu kesehatan, seperti dokter, paramedis ataupun
seorang ahli farmasi. Adapun praktek seperti yang banyak dilakukan oleh para Kyai – Ustadz
yang merangkap menjadi penyembuh alternatif tadi sementara mereka tidak pernah sekolah
atau kuliah dalam bidang kesehatan, kedokteran dan farmasi, keharamannya dapat kita lihat
di dalam hadist berikut ini:
“Man tathobbaba wa lam yu‟lam minhu tibbun fahuwa dhaaminun (Barangsiapa
mengobati sedang dia tidak dikenal sebagai ahli pengobatan maka dia bertanggung
jawab).”{HR.Ibnu Majah}
Jika kita lihat ayat di atas (Q.S:2:165), apa yang diperingatkan Allah SWT tersebut ,
ternyata saat ini benar-benar banyak terjadi di mana para ”murid” atau “pasien” yang berhasil
disembuhkan dengan istidradj1,kemudian mengidolakan, bertaqlid bahkan ”memuja” para
dukun-dukun tersebut. Dalam dataran praktis kita bisa melihat betapa akrabnya mayoritas
masyarakat kita ini dengan mistikisme-klenik tersebut. Pilihan lurah, melibatkan dukun/
paranormal. Pemilihan Kepala Daerah juga sama. Mencari jodoh karena tidak kunjung laku,
juga memanfaatkan jasa dukun. Bahkan para mahasiswa – yang disebut sebagai kaum
terpelajar ini, ketika akan menjalani ujian pendadaran skripsi atau ujian thesis-nya juga pergi
kedukun agar lancar padahal dukunnya saja sekolah tidak tamat SD.
Saat ini, orang yang sakit, bukannya mencari tahu hasil diagnosis medis tetapi justru
meyakini sakit tersebut hasil guna-guna yang dikirim oleh lawan politiknya misalnya.
Bahkan, beberapa teman sejawat (dokter) dan bekerja di institusi dengan setting Islam, justru
ketika anak-anaknya sakit malah sibuk blusukan mencari paranormal hingga ke luar kota.
Atau kalau anaknya menangis terus tanpa henti, orang tuanya (yang dokter tadi) yang
seharusnya berfikir ilmiah dan rasional, malah sibuk membuat atau mencari orang ”pintar”
yang bisa menuliskan rajah agar si anak tidak rewel lagi. Tidak sedikit pula orang-orang
bergelar profesor bahkan memakai kalung-kalung semacam jimat yang diyakini bisa
menetralisir energi negatif pada dirinya sebagai “sebab” munculnya berbagai keluhan
penyakit. Padahal setiap jenis penggunaan kalung, rajah, mantra-mantra (termasuk mayoritas
metode ruqyah yang dikembangkan pada saat ini) adalah perbuatan syirik. Dan syirik adalah
dosa yang tidak berampun, mesikpun pada sisi yang lain kita melihat mereka masih
mengerjakan sholat, berpuasa, naik haji bolak-balik dan seterusnya.
Nabiullah Muhammad Saw bersabda:
“Innarruka wattamaa‟ima wattuwalata syirkun (Sesungguhnya pengobatan dengan
mantra-mantra, kalung gelang penangkal sihir dan guna-guna adalah syirik).”{HR.Ibnu
Majah}
Fakta seperti ini menunjukkan bahwa aqidah mayoritas masyarakat kita belum lurus
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Jika kaum terpelajar saja dan memiliki ruang
interaksi harian di tengah-tengah lingkungan yang Islami saja bisa terkontaminasi oleh
pemikiran-pemikiran seperti itu, apalagi masyarakat kita yang masih sangat awam
pengetahuannya tentang Islam.
Adapun sumber aqidah Islam adalah Al-Qur‟an dan sunnah. Ini menunjukkan bahwa
apa saja yang disampaikan Allah SWT dalam Al-Qur‟an dan oleh Rasulullah dalam
sunnahnya wajib kita imani (yakini dan amalkan). Dan apapun yang tidak bersumber kepada
Al-Qur‟an dan sunnah termasuk ke dalam kelompok perbuatan bid‟ah (nambah-nambahi).
Dan setiap yang bid‟ah adalah sesat. Defenisi aqidah yang paling tepat untuk menjadi
panduan bagi ummat Islam modern, seperti yang disampaikan oleh Abu Bakar Jabir al-
Jazairy:
Al-Aqidatu hiya majmu‟atun min qadhaayaal haqqil badihiyyatil musallamati
bil‟aqli. Wassam‟i wal fitrath. Ya‟qidu „alayhal‟insaanu qolbahu, wayusyna „alayhaa
shodruhuu jaaziman bishihatihaa, qaathi‟an bi wujuudihaa watsubuutihaa laa yaraa
khilaafahaa annahuu yashihhu aw yakuunu „abadan (Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang
dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran)
itu dipatrikan di dalam hati, diyakini kesahihan dan keberadaannya dan ditolak segala sesuatu
yang bertentangan dengan kebenaran itu).”Sehingga, aqidah di dalam prinsip kesehatan itu
harus selalu bersifat ilmiah dapat diukur (rasional) dan diterima oleh akal sehat dan segala
metode yang bertentangan dengan prinsip kebenaran itu harus ditolak.
Nabi Saw menggariskan hal ini melalui sabdanya:
”Inna-asdakal hadiisi kitaabullah. Wa-ahsanal hadyi hadyu muhammadin. Wasarral-
umuri muhdasatuhaa. Wakulla muhdasatin bid‟ath. Wakulla bid‟atin dolaalath. Wakulla
dolalatin finnaar (Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-
baik jalan hidup adalah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama
ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan tiap bid‟ah adalah
sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka).”(H.R.MUSLIM)
Dan bid‟ah itu tidak dapat dipahami secara parsial, sebagaimana masyarakat kita
memahami konteks bid‟ah itu ke dalam klasifikasi bid‟ah hakiki dan bid‟ah khasanah.
Bid‟ah itu semuanya sesat dengan bersumberkan pada hadiest di atas. Dan bid‟ah itu
meliputi setiap amalan, perkataan dan perbuatan seperti yang diatur di dalam hadiest:
“Man ahdatsa fii amrina laysa minhum fahuwa raddun. Artinya: (Barangsiapa
menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka
tertolak).”{HR.Bukhari}.
dalam banyak praktik pengobatan alternatif tadi, para dukun, para-normal, kahin atau
“kyai” gadungan tadi seperti yang sudah sedikit kita ulas, rata-rata mengoplos/ mencampur
antara mantra-mantra dan ayat-ayat tertentu dari Al-Qur‟an, sebelum memulai
pengobatannya atau disyaratkan bagi para pasien sebelum mengkonsumsi obat-obatan yang
diberikan kepada mereka. Atau ada juga pasien yang metode pengobatannya “diijazahi”
dengan mantra-mantra dan rajah dalam bahasa (dan huruf) arab. Ini salah satu kegiatan
bid‟ah yang paling banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Begitu juga dengan
pengobatan menggunakan jimat-jimat , Qur‟an stambul2 , batu merah delima, tasbih bertuah
dan seterusnya. Sesuatu yang jelas-jelas tidak ada daliel dan contohnya di dalam penggunaan
metode seperti itu – bahkan ada begitu banyak hadiest yang menunjukkan kepada keharaman
pengobatan dengan menggunakan kalung-kalung dan alat-alat lainnya -- sehingga dapat kita
simpulkan secara tegas bahwa setiap metode penggunaan yang menggunakan mantra dan
rajah-rajah itu adalah metode pengobatan bid‟ah.
Adapun kaitannya dengan masalah pengobatan alternatif tadi, ada beberapa hadist
yang mengingatkan kita untuk tidak mendekat kepada model pengobatan seperti yang
dijelaskan di atas. Untuk itu beberapa prinsip pengobatan menurut standar Islam harus kita
ketahui , yakni :
1. Tidak berobat dengan zat yang diharamkan
Nabi Muhammad bersabda:
”Innallaha lam yaj‟al sifaa‟akum fiimaa hurrima‟alaykum
(Allah tidak menjadikan penyembuhanmu dengan apa yang diharamkan atas
kamu).” {H.R.Al-BAIHAQI}.
Prinsip ini menunjukkan bahwa berobat dengan menggunakan zat-zat yang
diharamkan sementara kondisinya tidak benar-benar darurat3 maka penggunaan zat
tersebut diharamkan. Misal pengobatan (therapy) dengan meminum air seninya
sendiri, therapy hormon dengan menggunakan lemak babi. Atau mengobati gatal
ditubuh dengan memakan kadal, mengobati mata rabun dengan memakan kelelawar
dan seterusnya. Dan yang paling populer pada saat ini, dan sering kita lihat di acara-
acara kuliner ekstreem adalah memakan daging ular kobra untuk mengobati penyakit
asma. Di dalam pelaksanaan ibadah haji, setiap calon jama‟ah haji wajib diberi vaksin
meningitis yang di dalamnya ada kandungan unsur enzim babi (porcein). Ketika
belum ditemukan alternatif vaksin lainnya, maka klasifikasi penggunaan vaksin ini
bersifat darurat karena implikasi penyakit ini yang sangat berbahaya. Namun ketika
sudah ada alternatif penggunaan vaksin lainnya, maka penggunaan vaksin tersebut
menjadi diharamkan. Demikian juga bagi orang yang akan berhaji untuk ke-sekian
kalinya, baik sebagai jama‟ah biasa, tim kesehatan ataupun pemandu haji maka
penggunaan vaksin ini sudah diharamkan karena berhaji untuk yang ke sekian kali
menunjukkan kondisi yang sudah tidak darurat lagi berdasarkan kaidah: keadaan
darurat menyebabkan perkara yang dilarang menjadi boleh (ad-Dharurat tabihu al-
mahzhurat). Sehingga tanpa kondisi yang darurat, maka yang haram atau tidak
diperbolehkan tetap menjadi sesuatu yang diharamkan. Ber-haji wajib bagi setiap
muslim satu kali seumur hidupnya.
2. Berobat kepada ahlinya (ilmiah)
Prinsip ini menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan harus ilmiah. Yang
dimaksudkan ilmiah dalam hal ini dapat diukur. Seorang dokter dalam
mengembangkan pengobatannya , dapat diukur kebenaran metodologinya oleh dokter
lainnya. Sementara seorang dukun dalam mengobati pasiennya, tidak dapat diukur
metode yang digunakannya oleh dukun yang lain. Sistem yang tidak dapat diukur
disebut tidak ilmiah dan tidak metodologist. Dalilnya adalah hadist yang diriwayatkan
oleh Imam Ibnu Majah di atas.
3. Tidak menggunakan mantra (sihir)
Bagian ini yang harus benar-benar kita hindari dalam mendatangi para
penghusada alternatif tersebut. Butuh memperhatikan dengan seksama, apakah
pengobatan yang dilakukan itu menggunakan sihir atau tidak.
Nabi Muhammad bersabda:
”Innarruka wattamaa‟ima wattuwalata syirkun (sesungguhnya pengobatan
dengan mantra-mantra, kalung-gelang penangkal sihir dan guna-guna adalah
syirik).”{H.R.IBNU MAJAH.
Tiga prinsip inilah yang kiranya harus ditransformasikan kepada masyarakat
secara umum. Untuk kaum terpelajar dan berduit (bisa memilih model pengobatan
yang dia kehendaki), mungkin tidak terlalu sulit untuk mengharapkan mereka dapat
menerima konsep ini mengingat mayoritas mereka mengenal konsep di atas yang
sudah mereka dapatkan saat kuliah dulu. Hanya saja paradigma tradisional yang sudah
mereka warisi dari nenek moyang mereka, mempersulit proses penerimaan konsep di
atas. Untuk mereka, yang bisa kita lakukan hanyalah berdo‟a semoga mereka
mendapatkan hidayah dari Allah .
Tetapi, ada juga sebagian masyarakat kita yang mendatangi model-model
pengobatan seperti itu karena disebabkan tidak memiliki cukup biaya untuk menjalani
pengobatan secara medis. Maka konsep ini butuh ditanamkan erat-erat ke dalam diri
mereka, agar jangan sampai ketidak berdayaan itu membuat mereka mengorbankan
aqidah mereka. Semoga dengan teguhnya kita memegang prinsip-prinsip pengobatan
yang Islami ini dapat menjadi entry-point bagi kita semua untuk ber-Islam secara
kaffah.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu. {Q.S.Al-BAQARAH:208}
Masyarakat kita harus disadarkan terus dari bahaya bid‟ah ini. Termasuk juga
bid‟ah di dalam bidang kesehatan. Bukankah setiap bid‟ah itu sesat dan setiap yang
sesat itu pasti merugikan sehingga tempatnya adalah di neraka.Seseorang yang
mengaku penghusada alternatif, menyalah gunakan ayat-ayat Al-Qur‟an untuk
mendukung upayanya menyesatkan ummat adalah seorang penipu yang harus
diwaspadai. Sayangnya, industri media kita justru memberi ruang untuk hal-hal
bid‟ah seperti ini.
“Man ghasya ummati fa‟alayhi la‟natullahi wal malaa‟ikatihi wannaasi
ajma‟in. Kila Ya Rasulullahi, Wamaa ghassyu ummatika? Kola: Ayyabtadi‟a
bid‟atan yahmilunnaas „alayhi
Barangsiapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan
seluruh manusia. Ditanyakan, „Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan ummatmu