tugas b.ind puisi kontemporer.docx
TRANSCRIPT
Nama : Ayu Rizki Ramadhani
Kelas: XII IPA 1
B. Indonesia
s e p i s a u p i
Sutardji Calzoum Bachri
s e p i s a u l u k a
s e p i s a u d u r i
s e p i k u l d o s a
s e p u k a u s e p i
s e p i s a u d u k a
s e r i s a u d i r i
s e p i s a u s e p i
s e p i s a u
n y a n y i
s e p i s a u p a
s e p i s a u p i
s e p i s a p a n y a
s e p i k a u s e p i
s e p i s a u p a
s e p i s a u p i
s e p i k u l s i r i
k e r a n j a n g
d u r i
s e p i s a u p a
s e p i s a u p i
s e p i s a u p a
s e p i s a u p i
s e p i s a u p a
s e p i s a u p i
s a m p a i
p i s a u N y a
k e d a l a m
n y a n y i
Makna pengarang :
Sepisau luka sepisau duri merupakan bentuk luka yang yang teramat sangat yang pernah
dialami, penggambaran dari dosa yang telah dilakukan dan membuat penyesalan yang
mendalam, kerena dosa yang telah dilakukan membuat perenungan dalam kesendirian, ketika
kesendirian itu yang dirasakan hanyalah penyesalan sepisaupa sepisaupi pelukisan akan pisau
dan sepi seolah-olah kesendirian yang menyakitkan, sepisapanya sepikau sepi disini tak adalagi
sapaan kerena kesepian yang telah dialami, sepisaupa sepisaupi pengulangan kata ini adalah
penguatan tentang kesepian, sepikul diri keranjang duri adalah siksaan kesepian yang dialami
sendiri dan harus ditanggung olehnya tanpa seorangpun yang membantu, sepisaupa sepisaupi
penguatan kesepian yang dialami terulang-ulang sampai akhir yang selalu mendramatisir kisah
kesendirian ini, sampai pisauNya ke dalam nyanyi kesedihan akan kesepian selalu menghantui
diri selamanya seakan-akan irama kesepian bagai lagu dalam hati.
Makna menurut saya:
Dalam puisinya “sepisaupi” penyair memain-mainkan kata sepi dan pisau. Di dalam puisi
ini permainan bunyi sangat diperhatikan seperti halnya di dalam mantra, karena ada kata
“sepi” dan “pisau”. Maka timbul kata sepisaupi. Kata luka dihubungkan dengan duri,
maka jadilah baris puisi sepisau luka sepisau duri. Bait ini berkaitan dengan duka, sepi,
dan luka hati. Kata sepisau dikaitkan juga dengan sepukau dan serisau yang semua
berkaitan dengan sedih (luka dan duri). Namun kemudian kesedihan itu menjelma
menjadi nyanyi.
Pada bait-bait berikut, penyair mempermainkan kata “sepi” dan diakhiri dengan
pernyataan sampai pisaunya ke dalam nyanyi. Hal ini berarti bila seseorang berdendang
dalam sepi, maka Tuhan akan membuat kita menyanyi.
Jika manusia merenung dalam sepi, susah payah kita dalam mempertanyakan
Tuhan akan mendapat jawaban yang membahagiakan
Analisis:
Nilai keindahan/estetis pada puisi tersebut ditampilkan dengan permainan kata yang
memakai vokal /i/, /u/, dan /a/ sehingga menimbulkan rasa gembira, riang, ringan dan tinggi.
Dengan konsonan /s/ dan /p/ menimbulkan suasana yang kacau dan tidak teratur pada puisi
tersebut. Perwujudan nilai keindahan juga muncul dari pengulangan-pengulangan kata
sepisaupa dan sepisaupi. Selain itu pemunculan nilai keindahan juga dilakukan dengan
pengulangan afiks se- dan adanya penekanan pada sepisaupa dan sepisaupi.
Dari segi unsur bentuk, keindahan puisi tersebut terlihat pada perualangan bunyi yang
ditimbulkan dari rima. Rima puisi ini digarap sangat mengesankan oleh Sutardji, dengan
menggunakan pola rima a a, yaitu di setiap akhir larik puisi ini diakhiri dengan bunyi i. Sehingga
menimbulkan suasana bunyi yang merdu dan indah.
Permainan kata yang dilakukan Sutardji banyak kita dapati dalam puisi ini. Yang paling
menonjol adalah pada kata sepisaupi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kata ini
merupakan hasil dari penggabunngan beberapa kata. Kata tersebut yaitu /sepi/, /pisau/, /api/.
Jika kita perhatikan setiap kata tersebut mengandung vokal i.
Selain itu puisi ini banyak menggunakan bunyi konsonan s dan p. Efek /s/ dan /p/ pada
“sepisaupi” menimbulkan efek magis dan efek penggunaan fonem tersebut berpengaruh pada
pengucapan puisi yang dibaca dengan cepat dan terdengar seperti mantra. Pengulangan bunyi
vokal yang sama pada kata atau perkataan yang berurutan dalam baris-baris puisi menimbulkan
kesan kehalusan, kelembutan, kemerduan atau keindahan bunyi. Terdapat pada kata,
Sepisaupa
Sepisaupi
Sepisapanya
Pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi biasanya pada awal kata atau
perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan keindahan bunyi.
Terdapat pada kata,
sepisaupa
sepisapanya
nyanyi
Unsur Nada dan Suasana puisi yang terlukiskan pada puisi tersebut adalah suasana magis. Efek
magis ditimbulkan Sutardji melalui pengulangan kata serta pengobrak-abrikan kata dalam puisi
sepisaupi ini. Kata sepisaupi jika didengarkan seperti mantra. Hal itu dikarenakan
penggabungan kata-kata sepi dan pisau jika dibaca tanpa putus kita akan dapat menangkap
makna dari sepi dan pisau itu. Efek /s/ dan /p/ pada “sepisaupi” menimbulkan efek magis, dan
efek penggunaan fonem tersebut berpengaruh pada pengucapan puisi yang dibaca dengan
cepat dan terdengar seperti mantra.
Efek magis yang murni pada puisi tersebut juga dapat kita lihat dari pengulangan-
pengulangan (repetisi) seperti pada mantra. Sepisau, sepisaupa, sepisaupi, begitu banyak
diulang-ulang dalam puisi ini. Bila diperhatikan lebih lanjut, efek yang diperoleh dari perulangan
kata-kata yang tidak jelas artinya ini seakan-akan menunjukkan sesuatu yang gaib. Dalam puisi,
untuk memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk
membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan serta untuk menarik
perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran). Hal tersebut juga
dapat dilihat dari bait kedua yang isinya tak jauh beda, yaitu menceritakan tentang sebuah
penderitaan “sepikul diri keranjang duri”. Larik tersebut mengandung majas hiperbola, yang
digunakan untuk memperkuat makna penderitaan yang luar biasa.
Bait pertama puisi di atas menampilkan larik yang jelas. Penyair melukiskan dengan
kata-kata yang jelas tentang hadirnya kesepian dalam daging. Kesepian yang ujungnya tajam
sekali dan menikam bagai pisau. Sebuah tragedi yang harus dipikul manusia sejak dosa
pertama.
Bahasa nonsen dalam wujud kata asing yang tidak dikenali pada puisi di atas terdapat
pada bait kedua dan ketiga yang ditampilkan melalui kata-kata sepisaupa,
sepisaupi,sepisaupanya, dan sepikau. Kata-kata tersebut menghadirkan penyimpangan arti
tentang seorang hamba Tuhan yang mengalami keperihan yang mendalam ketika menghadapi
sepi. Dengan kata lain, kata-kata tersebut dihadirkan penyair sebagai ekspresi kesakitannya
(kesekaratan) menghadapi sepi, timbul tenggelam antara sadar dan tidak.
Bait kedua merupakan penegasan dari situasi kesekaratan sebelumnya. Namun, bait
terakhir ini ditutup dengan larik akhir yang jelas /sampai pisauNya ke dalam nyanyi/. Tuhan
akhirnya diterima kehadirannya, betapa pun Dialah yang menjadi sebab kehadiran derita
kesepian tersebut.