tugas appendiks
DESCRIPTION
-TRANSCRIPT
1.1 Appendiks
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15
cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal, kedudukan
tersebut memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya.
1.2 Appendisitis
1.2.1 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasia jaringa limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E.histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
1.2.2 Patofisiologi
Pada dasarnya patofisiologi yang terjadi adalah karena obstrusksi lumen
apendiks yang kemudian diikuti terjadinya infeksi. Obstruksi yang disebabkan
karena hiperplasia jaringan limfoid folikel submukosal lebih sering terjadi pada
anak-anak, sehingga dikenal juga sebagai apendisitis kataral. Pada orang dewasa
lebih sering disebabkan oleh fecalith atau feses yang stasis.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas apendiks terbatas sehingga meningkatkan tekanan di dalam lumen.
Dengan peningkatan tekanan pada obstruksi mengakibatkan pertumbuhan bakteri
yang cepat. Cairan mukus yang terbanyak berubah menjadi pus (nanah)
menyebabkan makin meningkatkan tekanan luminal. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran apendiks dan nyeri viseral yang lokasinya di regio epigastrium atau
periumbilikal. Terus berlangsungnya peningkatan tekanan tersebut menghambat
pada aliran limfe sehingga mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Fase ini
dikenal sebagai apendisitis akut. Peritonium parietal menjadi iritasi dan nyeri
terlokalisasi pada kuadran kanan bawah. Keadaan ini merupakan nyeri klasik
abdomen yang menjalar pada pasien dengan apendisitis.
Peningkatan tekanan yang terus berlangsung menyebabkan obstruksi pada
pembuluh vena, sehingga terjadi edema dan iskemik pada apendiks. Pada fase ini
invasi bakteri terjadi pada dinding apendiks yang dikenal sebagai apendisitis akut
supuratif. Akhirnya, dengan peningkatan tekanan yang terus berlangsung,
sumbatan pada pembuluh vena dan pembuluh arteri juga terganggu akan
mengarahkan terjadiny gangren dan perforasi. Jika proses perforasi berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks untuk
membentuk dinding yang mengelilingi perforasi yang terjadi hingga menjadi
suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Nyeri mungkin mengalami
perbaikan, tapi gejala tidaklah hilang seluruhnya. Pasien mungkin masih
merasakan nyeri kuadran kanan bawah, penurunan nafsu makan, perubahan pola
defekasi (contoh, diare, konstipasi), atau demam subfebril yang intermiten. Jika
infiltrat apendikularis gagal terjadi untuk membatasi perforasi, maka peritonitis
difus akan terjadi.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, serta dinding apendiks lebih tipis. Keadaan itu ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang dewasa perforasi terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
1.2.3 Penegakkan Diagnosis Appendisitis di Fasilitas Kesehatan Layanan Primer
Alvarado Score
Pada pemeriksaan klinis dalam keadaan gawat darurat, untuk menegakkan diagnosis
Appendisitis di fasilitas kesehatan layanan primer, juga dapat digunakan Alvarado Score sebagai
berikut:
Manifestasi Klinis Skor
Gejala Nyeri Berpindah 1
Penurunan Nafsu Makan (Anorexia) 1
Mual dan Muntah 1
Tanda Nyeri pada Kuadran Kanan Bawah 2
Nyeri Lepas Tekan 1
Peningkatan Suhu 1
Temuan Laboratoris Leukositosis 2
Pergeseran neutrophil ke kiri 1
Total Poin 10
Derajat Skoring:
a. 9-10: Hampir pasti didiagnosis Appendisitis, harus dibawa ke ruang operasi
b. 7-8 : Sangat mungkin Appendisitis akut
c. 5-6 : Curiga Appendisitis, namun tidak dapat didiagnosis Appendisitis, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosis pasti
d. 0-4 : Bukan Appendisitis (namun bukan mustahil)
Anamnesis
a. Nyeri samar serta tumpul yang merupakan nyeri visceral disekitar umbilicus atau
epigastrium bagian bawah
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin
hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi
dari lumen apendiks, karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan,
ataupun hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna
Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik
yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut
timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka
nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal
b. Nyeri alih ke titik Mc. Burney dengan sifat nyeri yang dirasakan semakin tajam dan
jelas lokasinya sehingga merupakan nyeri somatic setempat
Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya
akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri
somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat
nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan
kaki.
c. Adanya mual serta muntah
d. Nafsu makan menurun (Anorexia)
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya akibat rangsangan
nervus vagus, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini tidak ada
maka diagnosis apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai
dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya
sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan
vesika urinaria.
Pemeriksaan Fisik
a. Demam
Demam yang timbul tidak terlalu tinggi, yaitu suhu berkisar 37,50 - 38,50C, apabila suhu
lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
b. Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+)
bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
c. Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus.
d. Palpasi
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :
1. Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney
dan ini merupakan tanda kunci diagnosis
2. Nyeri lepas tekan (+) Blumberg Sign
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan
melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik
Mc Burney.
3. Defens muscular (+)
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale.
4. Rovsing sign (+)
Penekanan perut sebelah kiri menyebabkan nyeri sebelah kanan, karena tekanan
merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan peritoneum sekitar
appendik yang meradang (somatik pain). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di
kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri
bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan
5. Psoas sign (+)
Psoas Sign terjadi pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum.
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang
terjadi pada apendiks
Terdapat 2 cara pemeriksaan :
a. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulatio coxae kanan menyebabkan nyeri perut kanan bawah.
b. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri
perut kanan bawah
6. Obturator Sign (+)
Menggerakan fleksi & endorotasi articulatio coxae pada posisi telentang
menyebabkan nyeri (+)
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan
kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan
peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium
1.2.4 Pemeriksaan Penunjang di Fasilitas Kesehatan Layanan Primer
1. Laboratorium
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai
leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang
karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan
memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit dibedakan dengan
apendisitis. Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang
karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah
adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis
menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%.
Tes laboratorium untuk appendisitis bersifat kurang spesifik., sehingga
hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkkan
diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mm dengan
pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran
lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk
appendicitis acute. Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam
diagnosis appendisitis akut adalah C-reactive protein (CRP). Pertanda
respon inflamasi akut (acute phase response) dengan menggunakan CPR
telah secara luas digunakan di negara maju. Nilai senstifitas dan spesifisits
CRP cukup tinggi, yaitu 80 - 90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP
mudah untuk setiap Rumah Sakit di daerah, tidak memerlukan waktu yang
lama (5 -10 menit), serta murah. Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan
sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan
nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada anak dengan keluhan nyeri
abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi
saluran kencing. Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan menempel
pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan
jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang.
2. Foto Polos abdomen
Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak
membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan
bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada
20% kasus. Jika peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus
pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan
seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari
udara. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan
kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak
pada penderita apendisitis akut, bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto
abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Terkadang
udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya.
Jika telah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong
pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang
sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak
preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi
ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya
permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya
obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran
yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang
menyumbat pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan appendisitis.
Foto polos abdomen supine pada abses appendik terkadang memberi pola
bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (decubitus),
kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya
dari appendik. Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa
untuk mencari appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.
1.2.5 Tata Laksana di Fasilitas Kesehatan Layanan Primer
1. Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat)
a. Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)
b. Diet rendah serat
c. Antibiotika spektrum luas
d. Monitor : Infiltrat, tanda2 peritonitis (perforasi), suhu
tiap 6 jam, LED
2. Tindakan Operatif
a. Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses
atau perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan
sekitar 20%. Pada apendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.
b. Apendisitis kronis: direncanakan apendektomi elektif
c. Apendisitis akut: direncanakan apendektomi segera
d. Peripendikuler abses: insisi, drainase
e. Periapendikuler infiltrate: pertama dirawat konservatif, medikamentosa
yang adekut, bila massa mengecil ukuran < 3 cm dan menghilang
dilakukan apendektomi dengan insisi paramedian
f. Apendisitis perforate disertai tanda-tanda peritonitis local: dilakukan
apendektomi dengan insisi gradiron atau paramedian.
g. Bila ditemukan tanda-tanda peritonitis umum dilakukan laparotomi
dengan insisi median
Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi
ringan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk
mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi anestesi. Pada apendisitis akut
dengan komplikasi berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan yang
lebih intensif, karena biasanya keadaan anak sudah sakit berat. Timbul
dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga
abdomen dan febris. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-
kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan. Pipa nasogastrik
dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi abdomen
dan mencegah muntah. Jika anak dalam keadaan syok hipovolemik maka
diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara
intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai
indikasi. Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali
kebutuhan dan kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki
urin output sebanyak 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan
acetaminophen suppositoria (60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C pada
saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan untuk
mengontrol demam.
Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan
apendisitis, antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi
apendisitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai
pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada
biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna
untuk kasus-kasus perforasi apendisitis . Antibiotika diberikan selama 5 hari
setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi
antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas
diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin
(100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam dosis
terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan
menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi. Metronidasol aktif terhadap
bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan
jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin.