tugas aphasia dan apraksia cika

38
TUGAS NEURO ANATOMI DAN PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR AFASIA DAN APRAKSIA OLEH: PPDS 1 dr. An Nisaa’ Novrizka Sari PEMBIMBING dr. Sri Budhi Rianawati, Sp. S (K) LABORATORIUM ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR

Upload: an-nisaa-novrizka

Post on 14-Dec-2015

118 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Neurologi

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

TUGAS NEURO ANATOMI DAN PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

AFASIA DAN APRAKSIA

OLEH:

PPDS 1

dr. An Nisaa’ Novrizka Sari

PEMBIMBING

dr. Sri Budhi Rianawati, Sp. S (K)

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2015

PEMERIKSAAN AFASIA

Page 2: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Afasia merupakan hilangnya atau terganggunya fungsi berbahasa akibat adanya

kerusakan pada bagian otak khususnya di hemisfer serebral. Lesi di tempat tertentu akan

memberikan gambaran afasia yang berbeda pula sesuai dengan letak kerusakannya.

Apfasia biasanya akan membaik dalam waktu beberapa minggu setelah serangan dan

akan memberikan peningkatan secara bertahap pada 1 tahun pertama.

1. Anatomi dan Fisiologi gangguan berbahasa:

1.1 Hemisfer Dominan dan Kidal/ tidak kidal

Untuk mengetahui hemisfer otak yang dominan dari seseorang, dilihat dari

kebiasaan tangan yang digunakan untuk beraktivitas. 90-99% dari manusia

menggunakan tangan kanan lebih dominan dibandingkan tangan kiri. Pada ±90%

dominan tangan kanan dan 60% dominan tangan kiri, aphasia terjadi setelah adanya

lesi pada hemisfer kiri. Pada beberapa individu didapatkan dominan campuran kedua

sisi hemisfer, yaitu sekitar 15-20%. Namun, pada sebagian kecil dominan tangan

kanan memiliki hemisfer kanan sebagai hemisfer dominannya. Gangguan berbahasa

yang terjadi pada dominan tangan kanan dan lesi terletak pada hemisfer otak sebelah

kanan maka disebut dengan crossed aphasia, namun kasus ini jarang terjadi. Pada

pasien dengan stroke hemiparese kiri, pemulihan afasianya lebih baik pada pasien

dominan tangan kiri dibandingkan dengan pasien dominan tangan kanan.

Terdapat cara lain untuk menentukan dominasi salah satu sisi hemisfer, yaitu

dengan tes Wada. Tes Wada adalah menginjeksi Barbiturat pada salah satu hemisfer

otak untuk menghilangkan fungsi kognisi salah satu sisi otak. Tes Wada dilakukan

dengan memasukkan kateter dari arteri femoralis ditelusuri sampai arteri carotis

interna. Setelah kateter sampai pada arteri carotis interna, barbiturat diinjeksikan.

1

Page 3: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

1.2 Macam Berbahasa

Bahasa merupakan fungsi dari korteks serebri. Kemampuan untuk berbahasa

tidak hanya dilakukan oleh otot motorik, namun juga fungsi pengenalan dan

interpretasi dari memori yang teretensi, di-recall dan divisualisasikan yang

dipengaruhi juga oleh ekspresi seseorang.

Hecker menjelaskan terdapat sembilan macam modalitas dari fungsi luhur,

diantaranya: memori, bahasa, praksis, visuospasial, atensi dan konsentrasi, kalkulasi,

judgement dan praksis, reasoning, serta abstaksi. Dimana bahasa merupakan bagian

dari fungsi luhur yang merupakan mekanisme untuk menyampaikan keinginan dan ide

melalui simbol suara (auditoris), tulisan (grafik) maupun gerak (gesture dan

pantomim).

Verbal merupakan penyampaian informasi melalui kata-kata baik lisan

maupun non-lisan. Bahasa verbal dalam komunikasi dibedakan menjadi vokal dan

non-vokal. Verbal vokal termasuk bahasa yang kita ucapkan, sedangkan verbal non-

vokal termasuk komunikasi tertulis melalui bahasa isyarat, pengejaan dengan jari,

Braille, dan lain sebagainya.

2

Page 4: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Non-verbal merupakan bentuk komunikasi yang tidak melibatkan penggunaan

kata melalui pembicaraan maupun tulisan, sehingga dalam prakteknya, komunikasi

non-verbal menggunakan suara, ruang, objek, gerakan, waktu, dan lima panca indera

untuk menyampaikan maksudnya. Komunikasi non-verbal berfokus pada gerak fisik

dan manipulasinya sehingga sering disebut sebagai communicative behaviour, yang

terdiri atas:

Vokalik (penggunaan suara, namun bukan dalam bentuk kata)

Proksemik (penggunaan spasial, seperti orangtua berdiri di sebelah anaknya)

Artefak (objek yang memberikan informasi tentang sesuatu, misal pakaian

milik seseorang, buku, dll)

Gerakan (misal kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, dll)

Kronemik (penggunaan waktu, misal datang tepat waktu/lebih awal

menginformasikan bahwa orang tersebut menghargai pihak lainnya)

Panca indera (penggunaan panca indera untuk menunjukkan maksud, misal

ketika tidak senang maka menambahkan banyak cabe pada masakan

sehingga orang yang memakannya menjadi kepedasan)

1.3 Macam dan istilah Afasia

Gangguan dalam berbicara di bidang neurologi terdiri dari afasia dan disartria.

Afasia merupakan gangguan dalam berbahasa, sedangkan disartria adalah gangguan

dalam produksi suara (artikulasi). Gangguan berbahasa adalah gangguan dalam

menyampaikan memahami pembicaraan (auditoris), gerakan (gesture), maupun

tulisan yang sebelumnya intak, karena kerusakan pada otak. Gangguan dalam

berbahasa disebut dengan afasia.

3

Page 5: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Afasia dapat dibedakan menjadi afasia fluent dan afasia non fluent. Terdapat

delapan jenis sindroma afasia yang umum. Sindroma afasia itu, yaitu afasia Broca,

afasia Global, afasia Wernicke, afasia konduksi, afasia transkortikal campuran, afasia

transkortikal motorik, afasia transkortikal sensorik, dan anomic

1.4 Proses berbahasa Verbal

Proses berbahasa verbal dimulai ketika seseorang mendengarkan perintah,

informasi bahasa tiba pada area Wernicke. Yang terletak dekat korteks auditoris

primer (gyrus Heschl’s) pada girus temporalis transversalis. Impuls kemudian

dilanjutkan melewati girus parietalis melalui fasikulus arkuatus ke area Broca. Pada

area ini impuls dieksekusi, diterjemahkan dan dirubah menjadi gerakan motorik

pada lidah, bibir, laring dah faring.

Proses berbahasa verbal juga dimulai ketika seseorang membaca dengan

suara keras. Pada saat membaca, impuls visual diterima melalui retina dan diteruskan

ke korteks visual primer (area 17) dan sekunder (area 18 dan 19) pada lobus oksipital

kedua hemisfer otak. Kedua regio otak tersebut kemudian mengirimkan impuls ke

area asosiasi lobus parietal kiri (daerah oval, sekitar girus angularis), yang

mengkonversikan teks menjadi bahasa. Impuls yang berasal dari lapang pandang

4

Page 6: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

mata kiri yang mana diterima korteks otak kanan, harus terlebih dahulu melalui

korpus kalosum bagian posterior untuk mencapai pusat bahasa. Impuls tersebut

kemudian dilanjutkan melalui fasikulus arkuatus menuju area Broca, dieksekusi,

diterjemahkan dan dirubah menjadi gerakan motorik pada lidah, bibir, laring dah

faring.

1.5 Kortek pusat berbahasa

Secara klasik, pusat berbahasa terletak pada daerah sekitar sulcus sylvii pada

hemisfer dominan. Seperti yang dijelaskan di atas, sebagian besar manusia memiliki

korteks dominan pada hemisfer kiri. Berdasarkan studi meta-analisis yang diakukan

pada tahun 2012 oleh Dewitt dan Rauschecker, ditemukan bahwa area yang

mempengaruhi fungsi persepsi berbahasa pada girus temporalis superior selain bagian

posterior (area Wernicke). Berdasarkan studi ini fungsi untuk penyusunan fonem

terletak pada bagian tengah dari girus temporalis superior, sedangkan penyusunan

kata-kata terletak pada bagian anterior dari girus temporalis superior.

Struktur anatomi khusus yang mengatur fungsi berbahasa, antara lain area

Broca, area Wenicke, fasikulus arkuatus, Girus Angularis dan Exner’s Center.

5

Page 7: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Gambar 1 Skema struktur utama pada proses berbahasa. (W: Wernicke;B:Brocca;

A: Angularis; EC:Exner’s writting center; SP: Superior parietal lobus; PCG: Post

central gyrus; T: Pars Triangularis). Sumber: Kaufman’s Clinical Neurology for

Psychiatrics, 7th Ed. 2013. Elsevier Inc.

a. Area Broca

Area Broca terletak pada girus frontalis inferior hemisfer dominan di depan area motorik

primer untuk wajah, bibir dan lidah. Broca terletak pada Area 44 dan berfungsi untuk

merencanakan kata-kata dan mengkoordinasikan gerakan otot bibir, wajah dan lidah.

b. Area Wernicke

Area Wenicke terletak pada girus temporalis superior bagian posterior pada hemisfer

dominan. Wernicke terletak pada daerah 22. Area ini berfungsi untuk komprehensi dari

kata-kata. Gangguan pada area Wernicke akan menyebabkan terganggunya pemahaman

terhadap kata-kata.

c. Fasikulus Arkuatus

Fasikulus arkuatus merupakan serabut asosiasi penting yang menghubungkan antara area

Wernicke dan area Broca, serabut ini membentuk huruf C dan mengelilingi sulkus Sylvii.

Kerusakan pada area ini dapat menyebabkan afasia konduksi.

d. Girus Angularis

6

Page 8: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Girus Angularis terletak pada area 22 di lobus parietalis inferior hemisfer dominan. Area

ini berfungsi untuk mengubah impuls bahasa visual, taktil, dan gesture menjadi impuls

auditoris yang dikenali oleh area Wernicke. Tulisan yang dibaca diubah menjadi impuls

auditorik pada area ini.

e. Exner’s Center

Area Exner adalah area untuk perencanaan menulis. Area Exner terletak pada lobus

frontalis sisi dominan, di superior dari area 8 dan di anterior dari area motorik untuk

gerakan tangan.

Area berbahasa divaskularisasi oleh arteri cerebri media. Arteri cerebri media pada

segmen kedua (M2) terbagi menjadi divisi superior dan inferior. Divisi superior

memvaskularisasi area bahasa anterior, sedangkan divisi inferior memvaskularisasi area

bahasa posterior. Segmen M2 melanjutkan diri sebagai segmen M3 untuk memvaskularisasi

daerah korteks.

2. Teknik pemeriksaan Afasia

7

Page 9: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Penilaian afasia dilakukan pada penderita dengan kecurigaan lesi pada hemisfer

dominan dari otak. Syarat dilakukan pemeriksaan ini adalah pasien kesadaran penuh dan tidak

didapatkan gangguan emosional. Pada penderita yang menguasai beberapa bahasa/ polygot,

fungsi berbahasa diperiksa pada semua bahasa yang dikuasainya. Terdapat enam komponen

yang harus diperiksa dalam menilai fungsi berbahasa, yaitu kelancaran (fluency), pemahaman

(comprehension), pengulangan (repetition), penamaan (naming), membaca (reading), dan

menulis (writing).

Terdapat beberapa instrumen yang dipakai untuk standardisasi pemeriksaan afasia.

Instrumen itu antara lain Boston Diagnostic Aphasia Examination, Western Aphasia Battery,

dan lain-lain.

a. Kelancaran (Fluency)

Fungsi : memeriksa kelancaran berbicara.

Cara : pasien ditanya nama, alamat, berada dimana, dan sebagainya.

Pemeriksa menganalisis apakah pasien menjawab dengan lancar, tidak terbata-bata, dan

spontan.

Hati-hati :

oemotional speech: non fluent aphasia kadang juga bisa memaki saat marah

oautomatic speech: dapat mengucapkan 1 kata, fragmen kata, stereotipi, kadang dapat

mengucapkan respon sosial umum seperti, “halo”, dapat pula berkata 123, abc,

maupun lagu umum.

Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan kelancaran berbicara:

a. Parafasia

o fonemik: bunyinya mirip (kursi à kuni), kelainan di anterior

o semantik: (jam à bulat), kelainan di posterior: perisylivian

b. Neologisme: membentuk kosakata baru

8

Page 10: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

c. Gangguan berat, px tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun

Pada pasien dengan gangguan kelancaran berbicara kadang masih dapat menggunakan

pantomim, mimik, angguk.

b. Pemahaman (Comprehension)

Cara:

o Pemeriksa memberikan perintah sederhana:“buka mata”, “tutup mata”, “tunjukkan

gigi”

o Bila tidak bisa: beri pertanyaan tertutup, dicoba pada beberapa pertanyaan agar tidak

bias

o Sering terjadi gangguan pemahaman kalimat pasif. “singa dibunuh oleh harimau.

Binatang apa yang mati?”

Gangguan komprehensif

o Bahasa lisan

o Bahasa tulisan

Pada pasien dengan gangguan kelancaran berbicara kadang masih dapat menggunakan

pantomim, mimik, angguk.

Pemeriksaan yang sering menyebabkan bias:

o Pasien dengan gangguan pemahaman tidak boleh diperiksa dengan perintah rumit

seperti, “ambil kertas dengan tangan kanan, lipat jadi dua, serahkan dengan tangan

kiri” (merupakan pemeriksaan status mental)

o Pasien dengan gangguan pemahaman mungkin dapat meniru gerakan pemeriksa,

sepeti meletakkan telunjuk ke hidung, menjulurkan lidah (bukan fungsi berbahasa

tetapi fungsi di bawah pemahaman)

o Perlu diperiksa disorientasi kanan dan kiri, bagian dari Gertsmann syndrome karena

gangguan pada daerah posterior

9

Page 11: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

c. Pengulangan (Repetition)

Cara:

o Diminta mengulang kata atau beberapa kata

o Diminta untuk menirukan urutan angka, tetapi ada satu angka yang sengaja

dilewati agar tidak terjadi automatic speech

o Diminta untuk mengulang kalimat kompleks

Gangguan pengulangan sering terjadi pada gangguan kelancaran dan pengulangan,

sehingga sehingga dilakukan untuk skrining afasia. Ganguan pengulangan dapat berupa

pengabaian kata, parafasia, maupun gangguan urutan kata. Pemeriksaan normal pada

afasia anomik, transkortikal dan subkortikal

d. Penamaan (Naming)

Cara:

o Pemeriksa menanyakan nama benda sederhana dengan menunjukkan pada pasien,

seperti pulpen, kertas, koin, atau kunci. Bila pasien tidak dapat menyebutkan,

ditanyakan fungsi benda tersebut.

o Perintah menamai warna primer (merah, biru, kuning)

o Pemeriksa menanyakan nama benda dengan diberi pilihan pada kertas afasia

kadang dapat menunjuk dengan tepat.

o Diminta untuk menunjukkan benda yang disebut pemeriksa: “jendela”

o FAS test: sebutkan kata yang mengandung F/A/S

o Responsive naming: “dimana guru bekerja?”

Penamaan merupakan satu-satunya modalitas yang terganggu pada afasia anomik,

namun tidak spesifik Kemampuan pasien juga dipengaruhi oleh pendidikan dan

kebudayaan pasien.

e. Membaca (Reading)

10

Page 12: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Cara:

o Pasien diminta menjawab perintah tertulis yang diberikan pemeriksa secara per oral

o Bila tidak dapat, pasien diberi pertanyaan tertulis dengan jawabab ya/ tidak

Kelainan fungsi membaca: aleksia (pada kelainan kogenital disebut sebagai

disleksia). Aleksia dapat terjadi dengan disertai agrafia maupun tanpa agrafia. Aleksia

juga dapat disertai hemianopsia maupun tidak. Kemampuan tergantung pendidikan dan

kebudayaan pasien.

Hati-hati:

o Pemeriksaan untuk membaca bukan perintah untuk membacakan tulisan.

Membacakan tulisan merupakan kemampuan untuk copying-repetition-

transcribing, yang dapat normal pada pasien afasia

f. Menulis (Writing)

Cara:

o Pasien diminta menulis spontan, berupa kata, kalimat, atau paragraf

o Pasien diminta menulis diktasi pemeriksa. Hal ini juga menilai repetisi stimulus

verbal

o Pasien Menulis sesuai contoh

Dapat terganggu bila ada gangguan naming/ parafasia

Menilai koneksi reseptive language area dengan exner writing center

o Menilai naming: ditunjukkan benda, diminta menulis apa namanya

Kelainan dalam kemampuan menulis disebut agrafia. Pasien yang tidak memahami

bicara juga terganggu fungsi menulisnya. Gangguan dalam kelancaran bicara namun

dengan fungsi menulis normal disebut verbal apraxia.

11

Page 13: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

3. Analisa pemeriksaan Afasia

12

Page 14: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

a. Sindroma Afasia Umum

1. Afasia Broca

Nama lain: non fluent, motorik, anterior, prerolandik, eksekutif

Lokasi gangguan: Area bahasa perisylvii anterior pada daerah posterior frontalis inferior.

Ciri:

13

Page 15: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

- Bicara spontan tidak lancar, hanya sedikit (beberapa kata, kalimat pendek, susunan

kalimat terganggu. Kadang disebut telegraphic speech.

- kesalahan parafasia fonemik, misalnya pasien berkata “parket” meskipun maksudnya

karpet.

- Pemahaman baik

- Tidak dapat mengulang

- Dapat identifikasi obyek, tetapi tidak dapat menamai

- Tidak dapat membaca keras.

- Tidak dapat menulis, meskipun pada tangan non paresis. Bila fungsi menulis normal,

disebut verbal apraksia.

Kelainan yang dijumpai pada area Broca:

Apraxia of Speech (AOS), disebut juga apraksia verbal, mini-Broca, Broca area’s

aphasia, disartria kortikal atau baby-Broca. AOS merupakan kelainan pada area Broca

dimana kelainan pada kontrol berbicara, bukan berbahasa. Pasien mengalami

gangguan kelancaran berbicara (tetapi fungsi bicara emosi dan autonom normal,

kemampuan penyusunan kalimat juga baik), pemahaman baik, pengulangan terbatas,

dan fungsi menulis baik.

Sindroma Infark Area Broca: ditandai dengan mutisme yang segera membaik menjadi

apraksia, gangguan kelancaran berbicara tanpa gangguan berbahasa.

Berdasarkann gambaran imaging dan patologi klinik terbaru, kelainan pada area Broca lebih

dominan berupa AOS ataupun sindroma infark area Broca, sedangkan afasia Broca muncul

apabila terjadi gangguan pada area Broca disertai gangguan pada substansia alba di

bawahnya. Pasien dengan lesi luas biasanya dapat mengalami afasia Broca persisten.

2. Afasia Wernicke

14

Page 16: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Nama lain: afasia fluent, reseptive, sensoris, posterior, atau post rolandic

Lesi: Regio posterior lobus Temporalis Superior yang mengenai korteks asosiasi auditoris,

girus angularis dan girus supramarginal.

Ciri:

- Kelancaran berbicara dengan parafasia dan neologisme

- Gangguan pemahaman

- Gangguan membaca

- Sering disertai gangguan lapang pandang, tanpa hemiparese.

- Pasien dapat teragitasi, dengan bicara yang tidak jelas, sehingga sering dianggap

sebagai kelainan psikotik.

Kelainan ringan pada pemahaman, berupa sedikit parafasia, disebut mini Wernicke. Kelainan

berat disebut Jargon afasia.

Gambar 8. Area lesi afasia Broca (warna merah muda), afasia Wernicke (warna coklat),

dan afasia global (dibatasi garis putus-putus). Sumber: Campbell, William W. DeJong’s The

Neurologic Examination 7th Edition. 2013. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.

3. Afasia Global

Nama lain: afasia total, ekspresif-reseptif, atau afasia komplit.

Lesi: luas, pada seluruh area bahasa peri-sylvii, atau lesi terpisah yang mengenai lobus

frontalis inferior posterior dan lobus temporalis superior posterior. Disebabkan oklusi arteri

carotis interna atau pada proksimal arteri cerebri media.

Ciri:

15

Page 17: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

- Gangguan kelancaran dan gangguan pemahaman

- Disertai hemipegi dan gangguan lapang pandang

Lesi afasia global dapat meninggalkan gejala sisa yang mirip afasia Broca.

4. Afasia Konduksi

Lesi: jaras yang menghubungkan Wernicke dengan Broca. Sering pada substansia alba pada

girus supramarginal yang mengenai fasukulus arkuatus maupun fasikulus penghubung antar

pusat bahasa anterior-posterior lainnya. Dapat terjadi pada kelainan korteks saja, bila terjadi

emboli pada ujung arteri cerebri media.

Ciri:

- Gangguan pengulangan, dengan fungsi lain relatif normal.

- Terdapat gangguan komprehensif ringan, tidak seperti afasia Wernicke

- Bicara lancar, tetapi dengan parafasia

- Kesulitan membaca keras

- Kesulitan menulis dengan ejaan

- Kadang terdapat hemiparese ringan

Afasia konduksi sering disebabkan oleh emboli pada cabang terminal arteri serebri media.

Gambar 9. Area lesi afasia konduksi (area warna biru)

5. Afasia Anomik

16

Page 18: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Nama lain: afasia amnestik, atau afasia nominal

Lesi: dapat nonlocalizing syndrome, diduga pada bagian inferior lobus temporal, namun bila

disertai gangguan sindroma Gertsmann, maka lesi pada girus angularis.

Ciri: Pada afasia anomik, hanya terdapat gangguan penamaan dimana fungsi-fungsi lain

masih baik. Pasien berbicara lancar, memiliki pemahaman yang baik, dan mampu mengulang

kata. Kalimat yang terucap oleh pasien mungkin terasa kurang berisi dan berputar-putar, hal

ini mungkin disebabkan karena kesulitan dalam menemukan kata yang diinginkan.hanya

gangguan penamaan tanpa defisit fungsi bahasa lainnya.

Afasia anomik merupakan afasia yang paling sering ditemukan, namun juga merupakan jenis

afasia yang paling tidak spesifik

Gangguan penamaan ringan disebut dysnomia.

6. Afasia Transkortikal

Lesi: border zone infarction, semua lobus frontal, temporal maupun fasikulus arkuatus

normal.

Ciri: pasien afasia dengan fungsi pengulangan yang baik. Pasien hanya mengulang-ngulang

kata-kata pemeriksa. Pasien mungkin masih memiliki kemampuan pengulangan yang sangat

baik, sehingga selalu mengulang apapun yang ia dengar (echolalia). Afasia transkortikal

dibagi menjadi tiga:

- Afasia transkortikal campuran: komprehensif jelek, fluency jelek

- Afasia trankortikal motorik: komprehensif baik, fluency jelek

- Afasia transkortikal sensoris: komprehensif jelek, fluency baik

17

Page 19: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Gambar 10. Afasia transkortikal. TCM = transkortikal motorik, MTC = transkortikal

campuran, TCS = transkortikal sensorik, con = afasia konduksi. Sumber: Campbell,

William W. DeJong’s The Neurologic Examination 7th Edition. 2013. Philadelphia, Lippincott

Williams & Wilkins.

g. Afasia Subkortikal

Lesi vaskuler pada thalamus, nucleus caudatus, putamen,, substansia alba peri ventrikel, atau

capsula interna pada hemisfer dominan. Pada single-photon emission CT, didapatkan

hipoperfusi kortikal.

a. Anterior syndrome (afasia striatocapsular atau afasia caudatus)

- Bicara disartria lambat

- Kalimat baik, tidak telegrafik

- Pemahaman baik

- Gangguan penamaan

- Repetisi baik

- Disertai hemiplegi

b. Posterior syndrome (afasia thalamus)

- Bicara lancar tanpa disartria

- Pemahaman jelek

- Penamaan jelek

18

Page 20: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

- Repetisi baik

- Disertai hemiplegi

h. Gangguan Bahasa Pada Hemisfer Non Dominan

Gangguan bahasa pada hemisfer non dominan menyebabkan gangguan dalam

memberikan irama, penekanan, emosi pada kata-kata. Kelainan berupa hiperprosodi,

hipoprosodi, atau aprosodi. Pasien juga mengalami gangguan dalam memahami

pengertian implisit.

Tabel 2 Jenis Afasia Menurut Benson, Geschwind pada Boston Aphasia Research Centers

Jenis Afasia Fluently Compre-

Hensive

Repetition Naming Reading Writing Lesi

Motorik/

Broca/

Ekspresif

Tak

Lancar

Baik Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Frontal

Inferior

Posterior

Wernicke/

Reseptif

Lancar

Isi jelek

Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Temporal

Superior

posterior

Global Tak

Lancar

Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Fronto

Temporal

Konduksi Lancar Baik Terganggu Bervariasi Baik Baik Fasikulus

arkuatus girus

supramarginal

Anomik Lancar Baik Baik Terganggu Baik Terganggu Girus angular

Temporal

superior

posterior

Transkortikal

motorik

Tak

Lancar

Baik Baik Terganggu Bervariasi Terganggu Peri-silvian

anterior

Transkortikal

sensorik

Lancar Terganggu Baik Terganggu Terganggu Terganggu Peri-silvian

posterior

Transkortikal

campuran

Terganggu Terganggu Baik Terganggu Terganggu Terganggu

Apraksia

Verbal

Terganggu Baik Terganggu Terganggu Terganggu Baik

19

Page 21: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

PEMERIKSAAN APRAKSIA

Apraksia adalah ketidakmampuan melakukan suatu keahlian atau gerakan-gerakan

kompleks, walaupun tidak terdapat paralisis ataupun gangguan fungsi motorik.

1. Anatomi dan Fisiologi Apraksia

1.1 Proses/ jalur fungsi luhur motorik

Lesi pada berbagai area korteks (girus supramarginal, regio lobus parietalis dan

oksipitalis, korteks premotor, dan area Broca 44-45), serabut asosiasi yang menghubungkan

seluruh area kortikal ini, dan lesi korpus kalosum dapat menyebabkan beberapa jenis apraksia.

Diantaranya adalah ketidakmampuan gerak yang sudah pernah dipelajari, dengan manifestasi

bervariasi dari kecerobohan menulis dan menggambar hingga agrafia, yakni suatu kondisi

dimana subjek tidak dapat menulis.

Gambar 8. Area asosiasi lobus parietalis, oksipitalis, dan temporalis. Ketiga lobus ini

berhubungan di regio girus angularis. Area Broca dan Wernicke ditunjukkan tampak pula

jaras asosiasi sekunder tersier, dan dari area asosiasi tersier ke area korteks premotor untuk

20

Page 22: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

bahasa dan untuk wajah serta tangan.

Yang kedua, adalah ketidakmampuan melakukan serangkaian gerak motorik yang

kompleks (sering disebut apraksia transmisif), misal subjek yang biasanya bisa menyikat gigi

sendiri, menyisir rambut sendiri, mencuci muka, menali sepatu, tidak bisa melakukan itu

semua dalam rangkaian spesifik ketika diperintahkan (lesinya di girus supramarginalis).

Yang ketiga, hilangnya kemampuan artikulasi (kadang disebut afasia oral) dengan

tidak adanya abnormalitas pada otot-otot bicara seperti ldah, bibir, laring, dan palatum.

Subjek hanya menggunakan sedikit kata dalam percakapan dan mengalami salah eja pada

kata-kata yang umum digunakan atau mengulangi kata-kata tersebut berulang kali (lesinya di

area Broca 44 dan 45 dan di regio lainnya).

1.2 Macam Apraksia dan Letak Topis Gangguan

Apraksia ideomotor: Apraksia yang paling umum terjadi. Pada apraksia ini terjadi

ketidakmampuan mengubah sebuah ide menjadi suatu aksi. Contohnya, pasien

dengan apraksia ideomotor tidak dapat melakukan pantomim walaupun ia

memahami perintah dan memiliki kemampuan fisik yang normal. Letak lesinya

adalah pada lobus frontal atau lobus parietal hemisfer kiri. Beberapa peneliti

mengatakan bahwa apraksia jenis ini terjadi karena ada lesi yang memutus

hubungan antara area kognitif atau bahasa dengan area motorik.

Apraksia ideasional: Pada apraksia ini, lesi di temporoparietal hemisfer dominan

merusak perencanaan dan inisiasi aktivitas motorik yang kompleks. Pasien tidak

dapat melakukan serangkaian langkah-langkah atau mungkin tetap dapat

melakukannya namun tidak memahami makna atau tujuan gerakan tersebut.

Misalnya, pasien tidak bisa diminta berpura-pura melipat surat dan

menempatkannya ke dalam amplop lalu menulis alamat pada amplop tersebut dan

21

Page 23: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

menempel perangko. Berlawanan dengan apraksia ideomotor yang berhubungan

dengan afasia nonfluent, apraksia jenis ini hampir tidak terpisahkan dari dementia.

Bahkan, apraksia ideasional adalah khas dari dementia frontotemporal yang

merefleksikan disfungsi eksekutif.

Apraksia bucofasial: Ketidakmampuan untuk melakukan perintah berupa gerakan

kompleks yang melibatkan bibir, mulut, muka, tanpa ada kelemahan dari bibir,

mulut, dan muka.

22

Page 24: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Apraksia simpatetik: Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan motorik yang

kompleks pada anggota gerak yg normal (non paretic limb).

Apraksia kinetik ekstremitas: Ketidakmampuan untuk melakukan/ kontrol

gerakan motorik halus. Jarang ditemukan.

Apraksia konstruksional: Ketidakmampuan memahami hubungan spasial.

Apraksia komseptual: Gangguan pengetahuan tentang cara menggunakan/memilih

benda dengan benar.

Dressing apraksia: Kehilangan kemampuan berpakaian dengan benar. Bagian dari

neglect syndrome.

2. Teknik Pemeriksaan Apraksia

Liepmann mengelompokan berbagai jenis apraksia secara sistematis.

Klasifikasinya tetap digunakan hingga saat ini, membagi apraksia menjadi apraksia

ideasional dan apraksia ideomotor yang terutama mengenai sistem motorik. Dalam

pemeriksaa apraksia, pasien harus memiliki kemampuan komperhensi yang utuh dan

mampu kooperatif dan attentif terhadap perintah. Pada ideomotor, biasanya

pemeriksaan dimulai dengan memeriksa gerakan buccofacial dan gerakan tungkai

pasien. Setelah itu, pemeriksa menyuruh pasien melakukan pantomim, pertama pada

objek yang pura-puranya ada, lalu berikutnya pada objek yang sesungguhnya. Pasien

apraksia tidak dapat melakukan perintah yang belum dicontohkan oleh pemeriksa,

dan hanya bisa melakukan perintah bila objek yang diberikan benar-benar ada.

3. Analisis Pemeriksaan Apraksia (ciri tiap jenis apraksia)

Apraksia ideomotor: tidak dapat melakukan perintah kompleks, namun bisa

menirukannya. Contoh : Tes menyisir rambut, cara menyisir rambut dengan

memakai jari-jari tidak dengan sisir.

23

Page 25: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

Apraksia ideasional: tidak dapat melakukan beberapa rangkaian aktivitas yang tepat

untuk menuju ke suatu tujuan. Misalnya dapat melakukan satu bagian perintah dari

serangkaian yang ada, namun tidak dapat melakukan seluruh rangkaian tersebut

dengan benar. Tes : mengirim surat tapi tidak bisa urut-urutannya.

Apraksia buccofasial: Tidak mampu mengerjakan perintah yang melibatkan area

buccofacial. Gerakan spontan (+). Tes: bersiul, batuk, mengeluarkan lidah,

mengerutkan bibir.

Apraksia simpatetik: Penderita mengerti perintah & tidak ada kelemahan pada

tangan satu sisi tapi tidak bisa melakukan krn hemisfer motorik sisi kontrallateral

tidak menerima impuls perintah. Tes: pasien diperintah untuk melambaikan tangan

yang sehat ( pd pasien hemiplegi / hemiparese). Interpretasi: px tidak bisa

melambaikan tangan walaupun tidak ada kelemahan motorik.

Apraksia konstruksional: Keterampilan visuospasial terganggu. Tidak bisa

menggambar bangun ruang (1,2, atau 3 dimensi). Test pemeriksaan sederhana:

gambar segiempat, menggambar 2/3 dimensi, ex: rumah dengan atap dan cerobong

asap.

Apraksia konseptual: Tidak dapat menginat kembali spesifikasi alat dan cara

menggunakannya. Tidak mampu mendeskripsikan fungsi suatu alat.

Dressing apraksia: Dites dengan cara memakai baju à Tampak ada bagian tubuh

yang tidak tertutupi baju. Tali sepatu tidak tertali dengan baik.

24

Page 26: Tugas Aphasia Dan Apraksia CIKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Biller, Jose. 2011. DeMyer’s The Neurologic Examination, 6th Ed. McGraw-Hill.

USA.

2. Daroff, Robert B. 2012. Bradley’s Neurology in Clinical Practice, 6th Ed. ch12A:

131-148. Elsevier Inc. USA.

3. Kaufman, David M. 2013. Kaufman’s Clinical Neurology for Psychiatrics, 7th Ed.

ch8: Aphasia and Anosognosia. Elsevier Inc. USA.

4. Campbell, WilliamW. 2013. De Jong’s the Neurologic Examination:

Incoporation the Fundamental of Neuroanatomy and

Neurophysiology 7ed. Lipincott William & Wilkins. USA.

5. Buck, Rossy et VanLear, Arthur C. 2002. Verbal and Nonverbal Communication:

Distinguishing Symbolic, Spontaneous, and Pseudo-spontaneous Nonverbal

Behaviour. Journal of Communication, p522-541. International Communication

Association.

6. Purves, Dale et al. 2003. Neuroscience, 3rd Ed. Sinauer Associates Inc. Publisher.

Sunderland, Massachusetts.

7. Benson, D. Frank. 1996. Aphasia: A Clinical Perspective. Oxford University Press.

England.

8. Noback, Charles R. 2005. The Human nervous System, Structure and Function, 6th

Ed. Humana Press. Totowa, New Jersey.

9. Baehr, M. Dan Frostcher, M. 2005. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology 4th Ed.

Georg Thieme Verlag, Stuttgart.

25