tugas agama

18
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menghindari adanya kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran khususnya dan bidang teknologi pada umumnya. Akibat kemajuan teknologi yang tak terbayangkan dalam menyongsong milenium baru ini, menjadi penyebab terjadinya perubahan perubahan di berbagai bidang dan struktur masyarakat baik secara cepat atau lambat. Demikian pula semakin banyak penemuan-penemuan di berbagai bidang khususnya dalam hal ini di bidang medis. Dengan perkembangan diagnosa suatu penyakit dapat lebih sempurna dilakukan dan pengobatan penyakitpun dapat berlangsung dengan cepat. Dengan peralatan, rasa sakit si pasien diharapkan dapat diperingan agar kehidupan seseorang dapat diperpanjang untuk jangka waktu tertentu dengan respirator. Perkembangan teknologi dibidang medis ini dengan harapan agar dokter diberi kesempatan untuk mengobati si pasien sebagai upaya bagi si pasien untuk sembuh menjadi lebih besar, namun ada kalanya menimbulkan kesulitan di kalangan dokter sendiri. Seperti penggunaan alat

Upload: fajriansyah

Post on 20-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Stikes Strada Kediri

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Agama

I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menghindari adanya kemajuan

dan perkembangan di bidang kedokteran khususnya dan bidang teknologi pada umumnya.

Akibat kemajuan teknologi yang tak terbayangkan dalam menyongsong milenium baru ini,

menjadi penyebab terjadinya perubahan perubahan di berbagai bidang dan struktur masyarakat

baik secara cepat atau lambat. Demikian pula semakin banyak penemuan-penemuan di berbagai

bidang khususnya dalam hal ini di bidang medis.

Dengan perkembangan diagnosa suatu penyakit dapat lebih sempurna dilakukan dan

pengobatan penyakitpun dapat berlangsung dengan cepat. Dengan peralatan, rasa sakit si pasien

diharapkan dapat diperingan agar kehidupan seseorang dapat diperpanjang untuk jangka waktu

tertentu dengan respirator. Perkembangan teknologi dibidang medis ini dengan harapan agar

dokter diberi kesempatan untuk mengobati si pasien sebagai upaya bagi si pasien untuk sembuh

menjadi lebih besar, namun ada kalanya menimbulkan kesulitan di kalangan dokter sendiri.

Seperti penggunaan alat respirator yang dipasang untuk menolong pasien, di mana jantung

pasien berdenyut namun otaknya tidak berfungsi dengan baik.

Selain kasus tersebut di atas banyak lagi masalah yang dihadapi dokter dalam mengobati

pasien, seperti halnya pasien yang tidak mungkin lagi diharapkan sembuh atau hidup sehat

karena belum ditemukan obatnya, sehingga pasien merasakan sakit yang terus menerus, dalam

hal ini apakah dokter harus menghilangkan nyawa pasien atau euthanasia dengan teknik yang

ada atau membiarkan pasien begitu saja atau menyuruh pulang kembali ketengah keluarganya.

Menyadari hal itu kewajiban dokter adalah menghormati dan melindungi setiap insan dengan

menjalankan tugasnya semata-mata hanya untuk menyembuhkan dan meng pasien dengan ilmu

pengetahuan yang dimilikinya dan berdasarkan sumpah jabatan dan kode etik kedokteran.

Page 2: Tugas Agama

II

ISI

1. Pengertian Euthanasia

Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan

thanatos, yang berarti “kematian”. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-

rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar

kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga

berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat

menjelang kematiannya.

Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan

euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien

dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada

saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir,

yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan

lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang

diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi

sakit yang memang sudah parah.

Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa

sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin

yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan

takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi

adapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang

menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan.

Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim

dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara

Page 3: Tugas Agama

dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan

menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi.

Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter

menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih

mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan

pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang

sangat tinggi.

Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang

sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk

sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati

maka dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya

dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya.

Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan

merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun

dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala.

Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu

meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain

yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan

nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun.

2. Pandangan Syariah Islam Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala

persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik

euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.

A. Euthanasia Aktif

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam

kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk

meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan

pasien sendiri atau keluarganya.

Page 4: Tugas Agama

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan

pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri.

Firman Allah SWT :

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu:

janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua

orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,

Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati

perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi,

dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan

dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya

kamu memahaminya. (QS. Al-An’am : 151)

Firman Allah SWT lainnya yang artinya :

“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain),

kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan

euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja

(al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.

Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan

Page 5: Tugas Agama

mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena

membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :

“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang

dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)

Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash

(dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua

pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan.

Firman Allah SWT :  “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari

saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan

hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan

cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)

Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di

antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-

Maliki, 1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang

perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25

gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975

gram perak).

Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan

melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya.

Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek

lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat

kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah)

dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa.

Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu

musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri

yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan

musibah yang menimpanya itu.”.

Page 6: Tugas Agama

B. Euthanasia Pasif Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik

menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter

bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan

sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien,

misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.

Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah Islam?

Jawaban untuk pertanyaan itu, bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum

berobat (at-tadaawi) itu sendiri. Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau

makruh? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati

atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada

yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti

dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.:

“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia

ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)

Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat.

Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya

tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah

ushul :

Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab

“Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan.” (An-

Nabhani, 1953)

Page 7: Tugas Agama

Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat. Dalam

hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib. Bahkan,

qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas

tidak bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat.

Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang

perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata,”Sesungguhnya aku

terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh].

Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku!” Nabi SAW berkata,”Jika kamu mau,

kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada

Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Perempuan itu berkata,”Baiklah aku akan

bersabar,” lalu dia berkata lagi,”Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku

kambuh], maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Nabi

SAW lalu berdoa untuknya.

Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits ini digabungkan

dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini

menjadi indikasi (qarinah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan

perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandub), bukan wajib.

Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk

dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien. Jika memasang alat-alat ini

hukumnya sunnah, apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis

keadaannya?

Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan

bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan

pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada

dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan

yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak

memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ

vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan

kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada

pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah.

Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan

Page 8: Tugas Agama

mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—

hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat

tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat

dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu. Namun untuk bebasnya tanggung

jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi

adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak

mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa Wallahu

a’lam.I

III

KESIMPULAN

Pengertian Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”,

dan thanatos, yang berarti “kematian. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma

atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau

penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat

kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.

Euthanasia terbagi menjadi dua macam yaitui, Euthanasia Aktif dan Euthasia Pasif.

Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan

I Http://www.google.com.Banimushtafa.multply.27 Oktober 2009.Euthanasia. Http://Banimushtafa.multply.com/jurnal/item/7- Euthanasia.

Page 9: Tugas Agama

suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Adapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter

menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak

mungkin lagi dapat disembuhkan.

MAKALAH AGAMA

EUTHANASIA MENURUT ISLAM

Page 10: Tugas Agama

PENYUSUN :

FAJRIANSYAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSTIKES SURYA MITRA HUSADA

KEDIRI2013

DAFTAR PUSTAKA

1. Http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/26/Euthanasia menurut-hukum-islam/ .

2. Http://Banimushtafa.multply.com/jurnal/item/7- Euthanasia.

Page 11: Tugas Agama

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………...i

Page 12: Tugas Agama

DAFTAR ISI………………………………………………….ii

I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah…………………………..1

II PEMBAHASAN MASALAH1. Pengertian Euthanasia.........................................22. Euthanasia Menurut Pandangan Islam................

III KESIMPULAN…………………………………………….IV DFTAR PUSTAKA..............................................................

KATA PENGANTAR

Page 13: Tugas Agama

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

dengan judul EUTHANASIA MENURUT PANDANGAN ISLAM.

Makalah ini diajukan sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Tengah Semester 1

tahun 2009/2010. Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah banyak mendapat

dorongan dan bantuan dari rekan-rekan mahasiswa, maka dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan sangat berterimakasih.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk

perbaikan dan kesempurnaan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua penyelenggara perawatan

khususnya dan pembaca pada umumya.

Kediri, 19 November 2009

PENULIS