tugas agama
DESCRIPTION
tugas agama iskamTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan para ahli yang selanjutnya dikaitkan dengan
berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, social, budaya, pendidikan, agama dan lain
sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia selain sebagai subjek (pelaku), juga sebagai
objek (sasaran) dari berbagai kegiatan tersebut. Termasuk dalam kajian Ilmu Pendidikan Islam.
Pemahaman terhadap manusia menjadi penting agar proses pendidikan tersebut dapat
beerjalan dengan efektif dan efisien.
Pengetahuan tentang asal kejadian manusia adalah amat penting dalam merumuskan
tujuan pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru harus dijadikan pangkal tolak dalam
menetapkan pandangan hidup bagi orang Islam. Pandangan tentang kemakhlukan manusia
cukup menggambarkan hakikat manusia. Manusia adalah makhluk (ciptaan) Allah adalah salah
satu hakikat wujud manusia.
Hakikat-hakikat ilmiah yang disinggung Al Quran, dikemukakan dengan redaksi yang singkat
dan sarat makna, sekaligus tidak terlepas dari ciri umum redaksinya yakni memuaskan orang
kebanyakan dan para pemikir. Orang kebanyakan memahami redaksi tersebut ala kadarnya,
sedangkan para pemikir melalui renungan dan analisis untuk mendapatkan makna-makna yang
tidak terjangkau oleh kebanyakan orang.
Salah satunya adalah proses penciptaan manusia. Al Quran berbicara panjang lebar tentang manusia
dan salah satu yang diuraikan adalah reproduksi manusia serta tahapan-tahapan yang dilalui hingga
terciptalah manusia yang sungguh sempurna. Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan bagaiman
proses terciptanya manusia dari awal (sari pati) hingga berbentuk masuia sempurna. Yang disampaikan
Al Quran tidak berbeda dengan apa sudah diteliti oleh ahli dalam idang tersebut. Hal ini menunjukan
bahwa kebenaran Al Quran yang turun 14 abad yang lalu sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu Biologi.
Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur‟an mengungkapkan pendapat Alexis
Carrel tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia bahwa Sebenarnya
manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya,
kendatipun kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuwan,
filosof, sastrawan dan para ahli bidang keruhanian sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya
mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara
utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun
pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya, kebanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh mereka yang mempelajari manusia -kepada diri
mereka- hingga kini masih tetap tanpa jawaban.”
Lalu bagaimana penjelasan-penjelasan para ahli tafsir terkait dengan ayat-ayat tentang
penciptaan manusia. Apakah informasi yang diberikan oleh Al Quran adalah akurat dan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Di dalam makalah sederhana ini, kami akan sedikit
memaparkan keterangan-keterang terkait dengan persoalan di atas dan kemudian kami simpulkan
dalam bentuk analisis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an
Apa Hakikat manusia dalam perspektif Al-Qur‟an? Di dalam Al-Qur‟an, manusia
merupakan salah satu subjek yang dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-usul dengan
konsep penciptaannya, kedudukan manusia dan tujuan hidupnya. Hal tersebut merupakan sesuatu
yang wajar karena al-Qur‟an memang diyakini oleh kaum muslimin sebagai firman Allah SWT
yang ditujukan kepada dan untuk manusia.
Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia, yaitu:
a) Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam insan, ins, nas atau
unas.
b) Menggunakan kata basyar.
c) Menggunakan kata Bani adam dan Dzuriyat Adam.
Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia, tetapi secara khusus memiliki
pengertian yang berbeda:
Al-Insân
Al-Insân terbentuk dari kata – ينَس� .yang berarti lupa نسي Kata insan bila dilihat asal
kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan minta izin. Atas dasar ini, kata tersebut
mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan
penalarannya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat
mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika akan
menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Kata al-insân dinyatakan dalam al-Qur‟an sebanyak
73 kali yang disebut dalam 43 surat. Penggunaan kata al-insân pada umumnya digunakan pada
keistimewaan manusia penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan
dengan proses penciptaannya.. Keistimewaan tersebut karena manusia merupakan makhluk
psikis disamping makhluk pisik yang memiliki potensi dasar, yaitu fitrah akal dan kalbu. Potensi
ini menempatkan manusia sebagai makhluk Allah SWT yang mulia dan tertinggi dibandingkan
makhluk-Nya yang lain.
Al-nâs
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai
makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24). Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus
mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Kata an-nas digunakan untuk seluruh manusia
secara umum tanpa melihat statusnya apakah beriman atau kafir. Penggunaan kata al-nâs lebih
bersifat umum dalam mendefinisikan hakikat manusia dibanding dengan kata al-insân. Jika kita
kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita
(Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan
terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak
boleh saling menjatuhkan.Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-
naas.
Kata al-nâs juga dipakai dalam Al-Qur‟an untuk menunjukkan bahwa karakteristik
manusia senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun telah dianugerahkan Allah SWT
dengan berbagai potensi yang bisa digunakan manusia untuk mengenal Tuhannya, namun hanya
sebagian manusia saja yang mau mempergunakannya, sementara sebagian yang lain tidak, justru
mempergunakan potensi tersebut untuk menentang ke-Mahakuasa-an Tuhan. Dari sini terlihat
bahwa manusia mempunya dimensi ganda, yaitu sebagai makhluk yang mulia dan yang tercela.
Bani Adam
Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam atau keturunan
Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal keturunannya (Quraish
Shihab, 1996: 278). Dalam Al-Qur’an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam
7ayat(AbdulMuktiRo’uf,2008:39).
Menurut Thabathaba’i dalam Samsul Nizar (2001: 52), penggunaan kata bani Adam menunjuk
pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan
berpakaian guna manutup auratnya. Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan
terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran. Ketiga, memanfaatkan
semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu
adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan
Adam dibanding makhluk-Nya yang lain. Lebih lanjut Jalaluddin (2003: 27) mengatakan konsep
Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai
kemanusian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani Adam,
adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya, yang
juga mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta
mengedepankan HAM. Karena yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta.
B. Penafsiran Para Mufassir Tentang Ayat-Ayat Pencitaan Manusia
Tafsi Al Qusyairi:
Falyandhuril….. dari apa tuhannya menciptakannya, perhatikanlah dengan melalui proses
perfikir yang mendalam.
Khuliqa……yang dituangkan, yang dicurahkan dan itu adalah mani, adapun yang di maksud
adalah air dari laki-laki dan air dari perempuan, karena anak adalah makhluk dari keduanya.
Makna Ijmaliy QS Shad 71-72
Dua ayat ini memaparkan tentang keinginan Allah untuk menciptakan manusia pertama, yaitu
Adam. Dan kemudian Allah memerintahkan kepada malaikat untuk tunduk kepada manusia
bilamana penciptaan sudah selesai dan sempurna. Adalah sebuah perintah untuk ta’at, tidak
hasad dan sombong sebagaimana iblis yang tidak mau patuh kepada Allah.
Tafsir Ar Razi:
Ar Razi menjelaskan bahwa ayat ini secara umum mengandung kisah keinginan Allah untuk
menciptakan manusia. Dan larangan untuk berbuat hasad dan sombong sebagaimana dilakukan
oleh Iblis ketika diperintahkan untuk sujud kepada Adam. Dan agar selalu berhati-hati terhadap
kedua sifat ini. Dari ayat diatas, ada dua hal yang menjadi perhatian Ar Razi, yaitu:
QS Az-Zumar ayat 6
Dia menciptakan kamu dari seorang diri Kemudian dia jadikan daripadanya isterinya dan dia
menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. dia menjadikan
kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan[3]. yang (berbuat)
demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan
selain Dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?
Makna Ijmaly QS Az-Zumar 6
Ayat ini memberikan penjelasan kepada manusia bahwa manusia itu awalnya berasal dari satu
jiwa, yaitu Adam, dari Adam ini diciptakanlah Hawa dan dari keduanyalah lahir manusia-
manusia baru. Proses penciptaan manusia baru ini berlangsung di dalam perut wanita, dengan
melalui beberapa fase yang membutuhkan waktu kurang kebih 9 bulan.
Ayat ini juga berisi tentang anugerah Allah kepada manusia dengan menciptakan delapan hewan
ternak.
Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Katsir menjelaskan maksud lafadz khalaqakum min an-nafsi al wahidah dalam tafsirnya
bahwa manusia yang berbeda postur tubuhnya, sidik jari, warna kulit, bahasa yang diucapkan
sebenarnya adalah satu keturunan karena berasal dari satu bapak yaitu adam, dan dari adam ini
Allah menciptakan wanita sebagai istri yaitu hawa.
Maksud lafadz wa anzala lakum minal an’ami tsamaniya azwaj Allah telah menciptakan bagi
kita manusia empat pasang hewan ternak sebagaimana telah Allah jelaskan di dalam surat Al-
An’am ayat 143. Hewan-hewan itu antara lain sepasang kambing, sepasang domba, sepasang
sapi atau lembu dan sepasang unta.Maksud lafadz Fi dhulumatin tsalats yakni kegelapan rahim,
kegelapan mashimah- pelindung dan penguat pada anak- atau air ketuban, kegelapan perut ibu.