tugas

Upload: yasmindp

Post on 09-Jan-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

EPIDURAL ANESTESIA

TRANSCRIPT

ANESTESIA EPIDURAL

BAB I PENDAHULUAN

Anestesi neuraksial merupakan bagian dari anestesi regional yang dapat dilakukan pada daerah tulang belakang, epidural, dan daerah tulang ekor. Anestesi neuraksial bukan fenomena baru dan sering dipakai sebagai alternatif dari anestesi umum. Pembedahan pada daerah dibawah leher dapat dilakukan dengan metode anestesi ini. Pada penelitian sebelumnya dikatakan blok pada neuraxial dapat mengurangi mortilitas akibat tindakan anestesi, khususnya anestesi umum. Blok neuraksial bahkan telah terbukti mengurangi kejadian trombosis vena, mual muntah pasca operasi dan emboli paru dan juga meminimalkan kebutuhan transfusi dan gangguan pernapasan setelah operasi perut dan dada bagian atas. Sebuah penelitian juga telah mencatat blok neuraxial memiliki manfaat positif pada jantung seperti mengurangi iskemia pasca operasi.

Meskipun terdapat beberapa keuntungan dari blok neuraksial, efek samping dan komplikasi dapat terjadi. Komplikasi tersebut antara lain dapat mengakibatkan blok saraf permanen dan bahkan kematian. Untuk itu, anestesi neuraxial terutama anestesi epidural akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Spinal

Daerah epidural tersusun atasbagian dasaroleh membran sacrococcygeal, bagian posteriordibatasi oleh ligamentum flavum dan daerah anterior dari lamina dan processus articularis,bagian anterior dibatasi oleh ligamentum longitudinal posterior yang membungkus tulang vertebra dan discus intervertebralis.Bagian lateraldibatasi oleh foramen intervertebralis dan pedikel.

Ruang epidural berisi jaringan lemak, pembuluh darah, jaringan ikat, nervus spinalis, dan dural sac. Di dalam kanalis spinalis terdapat anterior dan posterior arteri spinalis yang membentuk arcade dan memperdarahi setiap bagian dari tulang belakang melalui foramen interventrikularis. Vena yang melewati daerah epidural disebut pleksus venosus Batsons. Vena ini berhubungan dengan vena iliaka dan vena azygos dikarenakan vena ini tidak memiliki katub. Vena tersebut juga berhubungan dengan vena thorasik dan vena abdominal. Vena pada foramen intervertebralis, berlanjut pada pelvis yaitu pada pleksus vena sacralis.

Kanalis spinalis beserta isinya memiliki persarafan sendiri. Dura anterior paling banyak memiliki persarafan dan pada anestesi spinal daerah ini yang paling sering terblok. Pasokan saraf pada kanalis spinalis adalah melalui cabang langsung dari rantai simpatis dan melalui saraf sinu-vertebral yang berasal dari rami komunikans. Periosteum adalah daerah paling sensitif terhadap nyeri sedangkan ligamentum flavum tidak.2.2Anestesia EpiduralAnestesi epidural merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial, dimana penggunaannya lebih luas dari pada anestesia spinal. Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak, servikal atau sacral (yang lazim disebut blok caudal). Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada anestesia operatif, analgesia untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk penanggulangan nyeri kronis.

Ruang epidural berada diluar selaput dura. Radiks saraf berjalan di dalam ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula spinalis, dan selanjutnya menuju kearah luar.

Onset dari epidural anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat simpatis dan serat motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia post operasi.2.3Teknik Anestesi Epidural 2.3.1 Persiapan alat dan obat

a. Obat anestesi lokalb. Jarum Epidural:

- Jarum ujung tajam (Crawford), digunakan ntuk dosis tunggal- Jarum ujung khusus (Tuohy), digunakan sebagai pemandu memasukan kateter ke ruang epidural. Jarum ini biasanya ditandai setiap cm

c. Aseptik dan antiseptik: betadine, alkohol

d. Lain-lain: kasa steril, plester, spuit, handscoen

2.3.2 Persiapan pasien

Untuk persiapan pada pasien dilakukan monitoring tanda vital serta berikan informasi kepada pasien agar tetap tenang selama proses anestesi

2.3.3 Langkah- langkah Anestesi Epidural

1. Posisikan pasien duduk atau Left Lateral Decubitus (LLD) seperti pada posisi anestesi spinal.

2. Tentukan lokasi penusukan, biasanya pada ketinggian L3-L4 karena jarang antara ligamentum flavum- durameter pada ketinggian ini merupakan yang terlebar.3. Untuk menentukan ruang epidural digunakan 2 teknik, yaitu

a. Teknik loss of resistance

Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi udara atau Nacl sebanyak 2-3 ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat penyuntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau Nacl disuntikkan perlahan-lahan secara terputus- putus sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras 9ligamentum flavum) yang disusul oleh hilangnya resistensi. Ssetelah yakin jarum berada di epidural, lakukan uji dosis (test dose)

b.Teknik hanging drop

Pada teknik ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi Nacl sampai terlihat ada tetes Nacl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan- lahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnya tetes Nacl ke ruang epidural. Setelah yakin jarum berada di epidural, lakukan uji dosis (test dose).

4. Uji dosis (test dose).

Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada di ruang epidural dan untuk dosis berulang melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml lidokain 1,5% yang sudah bercampur adrenalin 0,05 mg/ml 1:200.000. Tentukkan: 1) Tidak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau kateter benar. 2) Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruang subarachnoid terlalu dalam. 3) Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk ke vena epidural.

5. Cara penyuntikan

Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan obat anestetik lokal secara bertahap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu cepat dapat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dan gangguang sirkulasi pembuluh darah epidural.

6. Uji keberhasilan epidural

Tentukan keberhasilan epidural:

Block simpatis ditandai dengan perubahan suhu

Block sensorik dinilai dengan pinprick test

Block motorik dinilai dengan Bromage Scale:

Melipat lututMelipat jari

Blok tidak ada++++

Blok parsial+++

Blok hampir lengkap-+

Blok lengkap--

Tabel. Bromage Scale2.4Obat-obat anestesi epiduralObat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan, apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplementasi pada anestesi umum, atau untuk lokal analgesia. Antisipasi terhadap lamanya prosedur akan memerlukan suntikan tunggal short atau long acting anestesi atau membutuhkan pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi kerja pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%, 3% kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama termasuk bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain.

Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan melalui kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap, berdasarkan pengalaman praktisi terhadap penggunaan obat tersebut, atau apabila telah menunjukan regresi blok. Waktu regresi dua segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat anestesi lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatom. Bila telah terjadi regresi dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak sepertiga sampai setengah dari dosis inisial.

Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset yang cepat, durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin bertumpang tindih dengan efek efek epidural dari opiat. Dulunya formulasi dari kloroprokain dengan preservatif bisulfit dan EDTA tampaknya menjadi suatu permasalahan. Preparat bisulfit menimbulkan neurotoksik bila disuntikan intratekal dengan volume yang besar. Sedangkan formulasi EDTA menimbulkan nyeri pinggang yang berat (diperkirakan karena terjadinya hipokalemia lokal). Saat ini preparat kloroprokain sudah bebas preservatif dan tidak menimbulkan komplikasi tersebut.

Bupivakain, yang merupakan salah satu anestesi lokal golongan amide dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi menimbulkan toksisitas sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk menggunakan formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi 0,75 % tidak dianjurkan pada anestesi obstetri. Penggunaannya pada masa lalu dilaporkan menimbulkan cardiac arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena. Kasulitan dalam melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian sebagai akibat ikatan dengan protein yang sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam lemak, mengakibatkan akumulasi dalam sistim hantaran jantung sehingga timbul refractory re-entrant arrhythmias.. S-enantiomer dari bupivakain : levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi saraf tetapi tidak menimbulkan efek toksik secara sistemik. Ropivakain, kurang toksik dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama dengan bupivakain. 2.5Indikasi anestesi epidural

2.5.1 Anestesi epidural

a. Ortopedi - Operasi dari tungkai bawah, termasuk pinggul, lutut, dan daerah panggul

b. Bedah vaskuler - tungkai bawah, amputasi

c. Kebidanan - bedah caesar

d. Kandungan - Operasi organ panggul perempuan

e. Urologi - Prostat dan kandung kemih operasi

f. Bedah umum - operasi bawah perut, termasuk usus buntu, operasi usus, perbaikan hernia

2.5.2 Anestesi epidural dalam kombinasi dengan anestesi spinal

Kombinasi ini disebut epidural spinal sebagai gabungan (CSE). Semua indikasi yang disebutkan di atas untuk tunggal anestesi epidural juga dapat dilakukan dengan CSE.

2.5.3 Anestesi epidural dalam kombinasi dengan anestesi umum

Semua indikasi yang disebutkan di atas untuk tunggal anestesi epidural juga dapat dilakukan dengan CSE.

a. Bedah anak - prosedur penis, perbaikan hernia inguinalis, ekstremitas prosedur ortopedi yang lebih rendah

b. Thoracotomy Bedah toraks, bypass jantung, operasi jantung lainnya

Analgesia epidural dikombinasikan dengan anestesi umum mengurangi kejadian pneumonia pasca operasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik yang menjalani operasi perut besar. 2.5.4 Analgesia epidural Analgesia pasca operasi berkepanjangan diperoleh infus terus menerus atau pasien yang dikendalikan dari anestesi lokal, opioid, adjuvant, atau kombinasi keduanya

2.5.5 Epidural untuk kronis manajemen nyeri a. Disk herniasi, degenerasi, dan spondylosis

b. Radiculopathy -Cervical, dada, lumbosakral

c. Stenosis tulang belakang dan facet arthropathy2.6Kontraindikasi

NoKontra indikasi relatifKontra indikasi absolut

1Neuropati periferSepsis

2mini-dose heparinBakteremia

3Demensia atau psikosisInfeksi kulit pada lokasi injeksi

4Aspirin atau pengobatan anti platelet lainnyaHipovolemia berat

5Penyakit sistem saraf pusatKoagulopati

6Penyakit jantungDalam pengobatan dengan antikoagulan

7Pasien tidak kooperatifPeningkatan TIK

8Pasien menolak

Tabel. Kontra indikasi anestesi epidural2.7Komplikasi Anestesi Epidural

Komplikasi anestesi epidural hampir sama dengan komplikasi anestesi spinal. Hal yang membedakannya hanya tingkat kehebatannya dan insidennya.

Jarum atau kateter pada anestesi subaraknoid dapat memasuki pembuluh darah dan suntikan sistemik sehingga dapat menyebabkan hipotensi yang tiba-tiba akibat terjadinya blockade simpatis. Jika dura ditembus secara tidak sengaja, tetapi tidak diketahui, maka dosis anestesi lokal yang disuntikkan berkali-kali pada anestesi spinalis subaraknoid dapat menyebabkan blok spinal menyeluruh, hipotensi, ketidaksadaran, dan apnoe akibat blockade dari nervus phrenicus. Dura yang dapat ditembus oleh jarum besar untuk kateterisasi dapat menyebabkan kebocoran LCS sehingga terjadi nyeri kepala. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi akibat penggunaan kateter adalah terbentuknya epidural hematom, absees, dan juga cedera neurologis. Komplikasi lain yang ditimbulkan oleh anestesi epidural adalah Post Dural Puncture Headache (PDPH). PDPH disebabkan oleh leakage transdural dari CSF yang lebih besar dari produksi CSF. Blokade spinal total juga menjadi komplikasi lainnya yang diakibatkan oleh penyebaran obat ke daerah intrathecal yang disebabkan karena jumlah obat yang banyak. Infeksi akibat insersi kateter juga dapat terjadi. BAB IIIKESIMPULAN

Epidural anesthesia merupakan salah satu neuraxial anestesi yang banyak digunakan saat ini. Ruang epidural berada diluar selaput dura. Radiks saraf berjalan di dalam ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula spinalis, dan selanjutnya menuju kearah luar. Indikasi dari dilakukannya epidural anestesi antara lain operasi- operasi yang dilakukan dibawah leher. Selain itu, juga dapat digunakan untuk manajemen nyeri post operatif dan juga dapat dikombinasikan dengan anestesi umum. Terdapat pula berbagai kontra indikasi baik relatif dan absolut terhadap pemberian anestesi epidural. Selain itu, terdapat pula beberapa efek samping berbahaya sampai menyebabkan kematian pada anestesi epidural tersebutDAFTAR PUSTAKA1. Bauer M, George EJ. 2012. Recent Advance in Epidural Analgesia. Anesthesiology Research and Practice Journal Vol 2012. 2. Groen GJ. 2005. Applied Epidural Anatomy. Contin Educ Anaesth Crit Care Pain(June 2005)5(3):98-100.doi:10.1093/bjaceaccp/mki0263. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. 2nd ed. Jakarta. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.4. Soenarto RF, Chandra S (Ed). Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: FKUI.

5. Chawla J. Epidural Nerve Block, diakses pada tanggal 5 September 2015, pukul: 21.00 via: http://emedicine.medscape.com/article/149646-overview#a2.6. Claerhout AJ, Johnsom M. 2004. Anticoagulation and Spinal and Epidural Anesthesia. Aana Journal. Vol 72, No. 3

8