traveller's note majalah travelounge juni 2013

1
traveller’s note P erjalanan saya kali ini mengarah ke ranah Minang. Kebetulan kerabat saya asli Minang dan dia tinggal di Sawah- lunto. Cerita dia mengenai Sawahlunto membuat saya memutuskan memilih kota itu sebagai destinasi liburan singkat di awal 2013. Tiba di Bandara Internasional Minangk- abau, saya naik bus DAMRI ke Kota Padang, lalu menggunakan mobil travel ke Sawahlunto, yang bisa dicapai dalam tiga jam. Saya menginap di Hotel Ombilin Heritage, yang terletak di pusat kota. Hotel Ombilin Heritage atau Wisma Ombilin dibangun pada 1918 dengan nama Hotel Ombilin. Sempat dijadikan asrama tentara Belanda dan kantor Polisi Militer Sawah- lunto. Selesai beristirahat sejenak, saya memulai perjalanan keliling kota. Tepat di seberang Wisma Ombilin terdapat bangunan anggun berwarna putih bergaya Eropa, tak lain Gedung Pusat Kebu- dayaan Sawahlunto. Pada zaman dahulu, dinamai Gedung Societet, yang berfungsi sebagai tempat pesta para pejabat Belanda. Kini, tempat perte- muan masyarakat dan pertunjukan kesenian. Dari Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto, saya menuju bangunan berwarna merah muda DUA hari pun terasa tidak cukup untuk menelusuri jejak sejarah kota ini. 95 kilometer sebelah timur Kota Padang 80 kilometer selatan Kota Bukittinggi BELAJAR SEJARAH DI SAWAHLUNTO Naskah & Foto: Gandung Aryopratomo yang menjulang ke atas. Lokasinya tidak terlalu jauh. Bangunan tersebut merupakan ikon Kota Sawahlunto, yakni kantor perusahaan tambang Ombilin, yang kini ditempati oleh PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin. Dibangun pada 1916, kantor itu digunakan sebagai tempat merumuskan beragam hal tentang pertambangan batu bara. Setelah mengambil beberapa foto, saya melan- jutkan jalan-jalan sore menuju Masjid Agung Nurul Islam tak jauh dari Terminal Sawahlunto. Dulu merupakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dibangun pada 1894 dengan meman- faatkan aliran air Sungai Batang Lunto. Namun menurunnya debit air menyebabkan berkurang- nya tenaga listrik, sehingga PLTU tersebut tidak berfungsi lagi. Pada 1952, dialihfungsikan menjadi sebuah masjid. Hari kedua, saya berjalan ke daerah bukit bekas area penyaringan batu bara. Jaraknya hanya 10 menit berjalan kaki dari Hotel Ombilin. Terdapat tiga tabung berukuran raksasa menjulang ke atas. Ketiga tabung raksasa itu disebut silo, yakni tem- pat penyimpanan batu bara. Ketiga silo ini masih berdiri kokoh seolah menggambarkan kejayaan tambang masa lalu Sawahlunto. Saya kemudian beranjak menuju Museum Kereta Api Sawahlunto. Bangunannya didirikan pada 1918 dan di dalamnya dapat ditemui berbagai peralatan perkeretaapian, foto-foto stasiun pada masa lampau, dan mini theatre. Saat ini, stasiun itu melayani perjalanan Kereta Wisata Danau Singkarak rute Padangpanjang-Sawahlunto dan kereta legendaris Mak Itam rute Sawahlunto- Muaro Kalaban. Destinasi selanjutnya adalah Galeri Tambang Batu Bara Sawahlunto, berupa bangunan mo- dern minimalis yang menampilkan foto-foto pertambangan batu bara di Sawahlunto beserta peralatannya. Sebelumnya, tempat ini merupa- kan lokasi penumpukan batu bara hasil galian di lubang tambang yang ada di dekatnya, yang bernama Lubang Suro. Dibuka oleh buruh paksa (orang rantai) yang dikomandoi oleh Mbah Suro, Lubang Suro merupakan lubang tambang batu bara pertama di Sawahlunto (1898). Kemudian, saya menuju Museum Goedang Ransoem, tak jauh dari Lubang Suro. Awalnya, merupakan dapur umum yang dibangun pemerin- tah kolonial Belanda pada 1918 untuk mendistri- busikan makanan bagi para pekerja tambang dan pasien rumah sakit. Di kompleks ini juga terdapat Galeri Etnografi, yang menampilkan budaya ma- syarakat Sawahlunto. Museum Goedang Ransum menjadi akhir dari perjalanan saya di sini. n SEBELUMNYA, TEMPAT INI MERUPAKAN LOKASI PENUMPUKAN BATU BARA HASIL GALIAN DI LUBANG TAMBANG YANG ADA DI DEKATNYA, YANG BERNAMA LUBANG SURO. DIBUKA OLEH BURUH PAKSA (ORANG RANTAI) YANG DIKOMANDOI OLEH MBAH SURO. DARI KIRI KE KANAN. Gedung Pusat Kebu- dayaan Sawahlunto, bekas kantor perusa- haan tambang Ombilin, dan Museum Kereta Api Sawahlunto. 4 travelounge OntimE Juni, 2013 Juni, 2013 OntimE travelounge 5

Upload: gandung-aryopratomo

Post on 22-Mar-2016

223 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tulisan mengenai objek-objek wisata bersejarah di Kota Batubara Sawahlunto, Sumatera Barat

TRANSCRIPT

Page 1: Traveller's Note Majalah Travelounge Juni 2013

traveller’snote

Perjalanan saya kali ini mengarah ke ranah Minang. Kebetulan kerabat saya asli Minang dan dia tinggal di Sawah-lunto. Cerita dia mengenai Sawahlunto membuat saya memutuskan memilih

kota itu sebagai destinasi liburan singkat di awal 2013. Tiba di Bandara Internasional Minangk-abau, saya naik bus DAMRI ke Kota Padang, lalu menggunakan mobil travel ke Sawahlunto, yang bisa dicapai dalam tiga jam.

Saya menginap di Hotel Ombilin Heritage, yang terletak di pusat kota. Hotel Ombilin Heritage atau Wisma Ombilin dibangun pada 1918 dengan nama Hotel Ombilin. Sempat dijadikan asrama tentara Belanda dan kantor Polisi Militer Sawah-lunto. Selesai beristirahat sejenak, saya memulai perjalanan keliling kota. Tepat di seberang Wisma Ombilin terdapat bangunan anggun berwarna putih bergaya Eropa, tak lain Gedung Pusat Kebu-dayaan Sawahlunto. Pada zaman dahulu, dinamai Gedung Societet, yang berfungsi sebagai tempat pesta para pejabat Belanda. Kini, tempat perte-muan masyarakat dan pertunjukan kesenian.

Dari Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto, saya menuju bangunan berwarna merah muda

Dua hari pun terasa tidak cukup untuk menelusuri jejak sejarah kota ini.

95 kilometer sebelah timur Kota Padang

80 kilometer selatan Kota Bukittinggi

Belajar Sejarah di SawahluntoNaskah & Foto: Gandung Aryopratomo

yang menjulang ke atas. Lokasinya tidak terlalu jauh. Bangunan tersebut merupakan ikon Kota Sawahlunto, yakni kantor perusahaan tambang Ombilin, yang kini ditempati oleh PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin. Dibangun pada 1916, kantor itu digunakan sebagai tempat merumuskan beragam hal tentang pertambangan batu bara.

Setelah mengambil beberapa foto, saya melan-jutkan jalan-jalan sore menuju Masjid Agung Nurul Islam tak jauh dari Terminal Sawahlunto. Dulu merupakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dibangun pada 1894 dengan meman-faatkan aliran air Sungai Batang Lunto. Namun menurunnya debit air menyebabkan berkurang-nya tenaga listrik, sehingga PLTU tersebut tidak berfungsi lagi. Pada 1952, dialihfungsikan menjadi sebuah masjid.

Hari kedua, saya berjalan ke daerah bukit bekas area penyaringan batu bara. Jaraknya hanya 10 menit berjalan kaki dari Hotel Ombilin. Terdapat tiga tabung berukuran raksasa menjulang ke atas. Ketiga tabung raksasa itu disebut silo, yakni tem-pat penyimpanan batu bara. Ketiga silo ini masih berdiri kokoh seolah menggambarkan kejayaan tambang masa lalu Sawahlunto.

Saya kemudian beranjak menuju Museum Kereta Api Sawahlunto. Bangunannya didirikan pada 1918 dan di dalamnya dapat ditemui berbagai peralatan perkeretaapian, foto-foto stasiun pada masa lampau, dan mini theatre. Saat ini, stasiun itu melayani perjalanan Kereta Wisata Danau

Singkarak rute Padangpanjang-Sawahlunto dan kereta legendaris Mak Itam rute Sawahlunto-Muaro Kalaban.

Destinasi selanjutnya adalah Galeri Tambang Batu Bara Sawahlunto, berupa bangunan mo-dern minimalis yang menampilkan foto-foto pertambangan batu bara di Sawahlunto beserta peralatannya. Sebelumnya, tempat ini merupa-kan lokasi penumpukan batu bara hasil galian di lubang tambang yang ada di dekatnya, yang bernama Lubang Suro. Dibuka oleh buruh paksa (orang rantai) yang dikomandoi oleh Mbah Suro, Lubang Suro merupakan lubang tambang batu bara pertama di Sawahlunto (1898).

Kemudian, saya menuju Museum Goedang Ransoem, tak jauh dari Lubang Suro. Awalnya, merupakan dapur umum yang dibangun pemerin-tah kolonial Belanda pada 1918 untuk mendistri-busikan makanan bagi para pekerja tambang dan pasien rumah sakit. Di kompleks ini juga terdapat Galeri Etnografi, yang menampilkan budaya ma-syarakat Sawahlunto. Museum Goedang Ransum menjadi akhir dari perjalanan saya di sini. n

Sebelumnya, tempat ini merupakan lokaSi penumpukan batu bara haSil galian di lubang tambang yang ada di dekatnya, yang bernama lubang Suro. dibuka oleh buruh pakSa (orang rantai) yang dikomandoi oleh mbah Suro.

dari kiri ke kanan. Gedung Pusat kebu-dayaan Sawahlunto, bekas kantor perusa-haan tambang Ombilin, dan Museum kereta api Sawahlunto.

4 travelounge OntimE Juni, 2013 Juni, 2013 OntimE travelounge 5