traumatologi forensik
DESCRIPTION
traumatologi forensikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang akan berkedudukan sebagai individu dan
sebagai makhluk sosial. Pada umumnya, manusia akan mengembangkan pola kehidupan
dan tingkah laku sesuai dengan kaidah - kaidah yang berlaku dalam pergaulan hidup
dimana mereka bertempat tinggal. Namun demikian, seiring dengan perkembangan
dalam kehidupan masyarakat sering terdapat keadaan - keadaan yang mengakibatkan
penyimpangan atau pelanggaran terhadap kaidah- kaidah hukum.
Pelanggaran - pelanggaran tersebut akan mengakibatkan keresahan di dalam
masyarakat, karena mereka merasa keamanannya terancam dan terganggu, sehingga
masyarakat pun menginginkan tindakan secara tegas terhadap setiap pelanggar hukum.
Dalam usaha pencegahan pelanggaran kaidah - kaidah hukum, timbul aturan-aturan
hukum yang bertujuan untuk menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Sedangkan
aturan-aturan hukum tersebut dibuat oleh pejabat negara yang mempunyai kewenangan
untuk membuat suatu Undang-undang atau peraturan lainnya. Untuk itu penegakan
hukum dilakukan oleh aparatur negara yang telah ditunjuk negara dengan segala
kemampuan untuk dapat memaksakan, menegakkan dan menindak terhadap setiap
pelanggar kaidah-kaidah hukum yang telah digariskan oleh negara.
Sebagai salah satu bagian dari alat bukti khususnya surat, keberadaan Visum et
Repertum sungguh sangat penting.Hal ini dikarenakan ada bagian-bagian dalam hal
pembuktian yang tidak dapat dilakukan oleh penyidik khususnya penyidik Polri tanpa
bantuan dari orang yang ahli di bidangnya terutama bidang kedokteran. Sebagaimana
yang kita ketahui bersama, bidang kedokteran forensik sangat diperlukan dalam hal
tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan
utamanya tentu saja selaras dengan fungsi utama proses peradilan pidana yaitu mencari
kebenaran sejauh yang dapat dilakukan oleh manusia dengan tetap menjaga dan
menghormati hak dari tersangka maupun hak dari seorang terdakwa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario 2
Mahasiswa Yang Malang
Beberapa waktu lalu seorang mahasiswa bernama M yang menghebohkan akibat di hajar
oleh sekelompok pria yang berprofesi sebagai tentara, Akibat kejadian tersebut seluruh
tubuh M mengalami memar dan kebiruan sehingga membuat M tak sadarkan diri dan di
bawa ke rumah sakit. Menurut pemeriksaan dokter B bahwa M mengalami Luka Abrasi
di punggung kanan, Kontusio di daerah pelipis serta beberapa Laserasi di pipi kanan dan
kepala bagian belakang. Selain itu M mengalami perdarahaan hebat akibat luka firearm
wound di dada bagian kanan yang diprediksikan sekitar 15 meter sehingga M perlu
dilakukan operasi emergency untuk mengeluarkan peluru mengingat keadaan umum M
yang semakin menurun. Setelah operasi selesai keadaan M mengalami stabil dan mulai
sadarkan diri, Mengetahui hal tersebut keluarga M tidak bisa menerima anaknya
diperlakukan seperti itu, dan langsung meminta dokter untuk membuat Laporan terhadap
kejadian tersebut. Tetapi dokter tidak bisa melayani permintaan Visum tersebut.
Sehingga keluarga tersebut merasa bahwa dokter takut terhadap kelompok pria yang
sudah memukuli anaknya. Kenapa Dokter menolak untuk dilakukan Visum?
2.2 Terminologi
a. Luka abrasi adalah keadaan dimana terdapat kerusakan pada bagian epidermis.
Luka ini terjadi karena gesekan pada pada permukaan kulit lapisan luar, membran
mukosa atau kulit terkikis sedikit.
b. Luka laserasi adalah luka robek terjadi kerusakan jaringan yang dapat disebabkan
misalnya oleh pecahan gelas, kaca atau benda tajam. Luka ini akan mudah
terkontaminasi dan timbul infeksi.
c. Luka kontusio adalah luka memar yang tidak menimbulkan kerusakan pada
permukaan kulit akan tetapi adanya injury pada struktur internal. Luka ini biasa
terjadi karena benturan benda tumpul.
2
2.3 Permasalahan
1. Kenapa dokter dapat memperkirakan jarak tembak 15 m?
Jawab:bisa dilihat dari hasil Vet,dimana dilihat dari jenis peluru yang dipake
sama tersangka.
Luka akibat tembakan senjata api.
Luka tembak jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak
peluru,sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru
dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar.LTM jarak sangat dekat
dibentuk oleh komponen anak peluru,butir mesiu,jelaga dan panas/api.
LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut diatas
(yang akan masuk kesaluran luka) an jelas laras. Saluran luka akan
berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak
masuk sebagai luka lecet jenis tekan,yang terjadi sebagai akibat tekanan
terbalik dari udara hasil ledakan mesiu.
Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban yang
tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat,apabila diatas permukaan
kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal,ikat pinggang,helm
dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang tidak
habis terbakar,jelaga dan tertahan oelh penghalang tersebut.
Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan
ditemukan luka tembak keluar (LTK).LTK umumnya lebih besar dari
LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru,bergoyangnya anak peluru
dan terikatnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK.
LTK mungkin lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada
luka tembak tempel/kontak atau pada anak peluru yang telah kehabisan
tenaga pada saat akan keluar meniggalkan tubuh. Disekitar LTK mungkin
pula dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda
yang keras,misalnya ikat pinggang atau korban sedang bersandar pada
dinding.
2. Tujuan keluarga meminta visum?
Jawab :untuk dijadikan barang bukti untuk menuntut pelaku.
3. kenapa dokter menolak untuk memberikan visum?
3
Jawab:karena posisi pasien saat dibawa sebagai pasien bukan tersangka.dan
apabila dibuat visum saat menunggu adanya surat prmintaan dari penyidik maka
visum dikatakn tidak syah.
4. Tujuan dilakukan visum
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti)
yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat
persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena
termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat
kesimpulan VeR yang lebih baru
5. Mekanisme abrasi, kontusio dan laserasi
Abrasi
Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya
pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan
epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan.
Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua
tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana
epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada
luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata
telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik.
Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini
(beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai
4
beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut
dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang
luas.
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat
diklasifikasikan sebagai luka lecet gores (Scratch), luka lecet serut
(Scrape), luka lecet tekan (impact abrasion) dan luka lecet berbekas
(patterned abrasion).
a. Luka lecet gores ( Scratch)
Diakibatkan oleh benda runcing ( misalnya kuku jari yang menggores
kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di
depannya dan mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga
dapat menunjukan arah kekerasan yang terjadi.
b. Luka lecet serut (Scraping )
Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya
dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan
dengan melihat letak tumpukan epitel.
c. Luka lecet tekan ( Impact abrasion)
Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit
adalah jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu
sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih
memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk
yang khas, misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan
sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan pada mayat
adalah daerah kulit yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari
sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta
terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.
Kontusio
Kontusio Superfisial
Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan
dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya. Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan
darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup,
5
dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda
tumpul.
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar
terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher,
atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak
seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih
luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya
“memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.
Gambar . Battle sign. Tampak luka memar di belakang dan
dibawah telinga yang terletak di prosesus mastoid yang disebabkan oleh
darah yang berakumulasi secara gravitasi disebabkan oleh fraktur basis
cranii. (Dikutip dari kepustakaan forensic for med student)
Gambar . Racoon eyes. Tampak luka memar di sekitar jaringan
ikat longgar daerah mata disebabkan oleh fraktur basis cranii. (Dikutip
dari kepustakaan forensic for med student)
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi
mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah
“perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban
terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru
tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk
perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua
kembang ban yang berdekatan.Perubahan warna pada memar
berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut
bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada
standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat
secara pemeriksaan fisik.
Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial
(Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas
( Patterned/ imprint).
1. Luka memar superfisial
Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh
akumulasi darah secara subkutan.
Gambar . Luka memar pada lengan. Awalnya, luka memar
memberikan warna merah kebiruan namun seiring berjalannya waktu
6
sel darah merah akan rusak, melepaskan billirubin dan heme yang
memberikan gambaran kuning-kecoklatan yang dapat terlihat satu
minggu kemudian. (Dikutip dari kepustakaan forensic pathology)
2. Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih
dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan
1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.
Gambar . Gambar diatas merupakan luka memar dengan beberapa
warna, dimana terdapat warna kekuningan yang difus pada pinggirnya
menandakan bahwa luka memar sudah terjadi sebelum foto ini
diambil. (Dikutip dari kepustakaan forensic for med student)
3. Luka memar berbekas
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh,
biasanya objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada
permukaan kulit.
Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari
pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan
sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh
benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga
merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan
jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar,
disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih
rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan
jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan.
Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet
membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi
dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang
paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal
kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah
awal kekerasan.
7
2.4 Learning Objektif
1. Menjelaskan tentang Visum et repertum
2. Menjelaskan tentang Traumatologi forensic
3. Menjelaskan tentang Aspek medikolehal visum et repertum
4. Menjelaskan tentang Aspek medikolehal luka
Penyelesaian
1. Visum Et Repertum
1) Pengertian
Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata “visual”
yang berarti melihat dan “repertum” yaitu melaporkan. Sehingga jika
digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan
sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli)
yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan
atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan
pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya (Soeparmono,2002).
Dalam Stbl tahun 1937 No 350 dikatakan bahwa “visa et reperta para dokter yang
dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan
pelajarannya di Indonesia.
Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04/UM/01.06 tahun 1983
pada pasal 10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman
disebut sebagai Visum et Repertum. Pendapat seorang dokter yang dituangkan
dalam sebuah Visum et Repertum sangat diperlukan oleh seorang hakim dalam
membuat sebuah keputusan dalam sebuah persidangan.Hal ini mengingat,
seorang hakim sebagai pemutus perkara pada sebuah persidangan,tidak dibekali
dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kedokteran forensik ini. Dalam hal
ini, hasil pemeriksaan dan laporan tertulis ini akan digunakan sebagai petunjuk
sebagaimana yang dimaksud pada pasal 184 KUHAP tentang alat bukti. Artinya,
hasil Visum et Repertum ini bukan saja sebagai petunjuk dalam hal membuat
terang suatu perkara pidana namun juga mendukung proses penuntutan dan
pengadilan.
2) Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek :
1) Visum et Repertum Korban Hidup
8
Visum et Repertum
Visum et Repertum diberikan kepada korban setelah diperiksa
didapatkan lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan atau aktivitasnya.
Visum et Repertum Sementara
Misalnya visum yang dibuat bagi si korban yang sementara masih
dirawat di rumah sakit akibat luka-lukanya akibat penganiayaan.
Visum et Repertum Lanjutan
Misalnya visum bagi si korban yang lukanya tersebut (Visum et
Repertum Sementara) kemudian lalu meninggalkan rumah sakit
ataupun akibat luka-lukanya tersebut si korban kemudian
dipindahkan ke rumah sakit atau dokter lain ataupun meninggal
dunia.
2) Visum et Repertum pada mayat
Visum pada mayat dibuat berdasarkan otopsi lengkap atau dengan kata
lain berdasarkan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada mayat.
3) Visum et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
4) Visum et Repertum Penggalian Mayat
5) Visum et Repertum Mengenai Umur
6) Visum et Repertum Psikiatrik
7) Visum et Repertum Mengenai Barang Bukti
Misalnya berupa jaringan tubuh manusia, bercak darah, sperma dan
sebagainya. (Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana,2008)
3) Dasar Hukum
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan
tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia
baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan
interpretasinya, dibawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.
Menurut Budiyanto dkk (Ilmu Kedokteran Forensik,1997) , dasar hukum
Visum et Repertum adalah sebagai berikut :
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
9
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
Selanjutnya, keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan
kepada seorang korban (baik korban hidup maupun tidak hidup) semata, akan
tetapi untuk kepentingan penyidikan juga dapat dilakukan terhadap seorang
tersangka sekalipun seperti VeR Psikiatris. Hal ini selaras dengan apa yang
disampaikan dalam KUHAP yaitu :
Pasal 120 (1) KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab, maka
pelaku dapat dikenai pidana. Sebagai perkecualian dapat dibaca dalam Pasal 44
KUHP sebagai berikut:
1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya
(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke
storing), tidak dipidana.
2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena
penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan
dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu
percobaan.
3) Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa yang
terganggu karena penyakit, sangat dibutuhkan kerjasama antar pihak yang terkait,
yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter jiwa atau kesehatan jiwa), yang dalam
persidangan nanti muncul dalam bentuk Visum et Repertum Psychiatricum,
10
digunakan untuk dapat mengungkapkan keadaan pelaku perbuatan (tersangka)
sebagai alat bukti surat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik
pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik
yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu
penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal
bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa
manusia. Oleh karena Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai
pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai
negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum , karena mereka hanya
mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP). Sanksi hukum bila dokter
menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
4) Peran dan Fungsi
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis
dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses
pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana
VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang
di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti.Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani
ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan
11
para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum
dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat
meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum
dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian
ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa
atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai
dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna
untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai
alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari
tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional
Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et
repertum.
5) Struktur dan Isi
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai
berikut:
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan
temuan pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada
lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik
POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat
diberi visum et repertum masing-masing asli
12
Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun.
2. Traumatologi Forensik
1) Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan
listrik atau gigitan hewan.
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Didalam
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada
hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan
jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi
luka.
2) Etiologi
2.1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2.2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
2.3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)
3) Klasifikasi Jenis Luka Berdasarkan Jenis Benda.
3.1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury).
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka
lecet, memar dan luka robek atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila
kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya dapat pula
menyebabkan patah tulang.
a. Luka lecet (abrasion):
Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas
hanya pada lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Walaupun
kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet mempunyai
arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari
luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:
Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat
dalam tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang
dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang
sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.
13
Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang
menyebabkan luka, seperti :
i. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan,
akan tampak sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-
coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai
dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang
sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti
jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan
dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”,
khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher
korban.
ii. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban
terlindas oleh ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang
terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari
ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam
keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban
tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang
sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari,
informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban
sangat bermanfaat di dalam penyidikan.
iii. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata
menempel pada tubuh korban, akan memberikan gambaran
kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang
tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras
tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk
moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.
iv. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual
strangulation), atau yang lebih dikenal dengan istilah
pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan
luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit;
dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan
apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan,
tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati
khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet
14
seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini
pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku
yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan
kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus
bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian
digantung.
v. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban
bersentuhan dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet
tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.
Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat
dimana kulit ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka;
bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah
kekerasan yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke
kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh korban
diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang
mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan
mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu
korban diseret.
b. Luka memar (contusion)
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah
dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan
pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul.
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi
pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher,
atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak
seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali
lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan
berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan
gravitasi. Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan
informasi mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal
dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya
bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang
terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan
15
menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai
dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.
Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan
rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar yang
memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak
menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat
menggambarkan ukuran lebar dari alat pengukur yang mengenai
tubuh korban.
c. Luka robek, retak, koyak (laceration)
Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda
tumpul dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya
hingga melampaui elastisitas kulit atau otot, dan lebih dimungkinkan
bila arah dari kekerasan tumpul tersebut membentuk sudut dengan
permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. Dengan demikian bila
luka robek tersebut salah satu tepinya terbuka ke kanan misalnya,
maka kekerasan atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika
membuka ke depan maka kekerasan benda tumpul datang dari arah
belakang.
Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat benda
tumpul dengan demikian dapat sangat membantu penyidik khususnya
sewaktu dilakukannya rekonstruksi; demikian pula sewaktu dokter
dijadikan saksi di meja hakim.
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda
tumpul dapat dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan benda
tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar
luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat
jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka,
akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah
yang berambut, di sekitar luka robek ssring tampak adanya luka lecet
atau luka memar. Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan
rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan kematian, maka
jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka
dengan benda tumpul.
16
3.2. Jenis luka akibat benda tajam.
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda
yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang
bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau, dan sebagainya hingga
keeping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.
Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat
alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat
benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan
oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun
tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada
umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.
a. Luka iris / luka sayat (incised wound)
Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh
karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan
kemudian digeserkan sepanjang kulit.
b. Luka tusuk (stab wound)
Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau
tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong
pada permukaan tubuh. Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir,
tanduk kerbau. Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat
menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau
bermata satu atau bermata dua.
c. Luka bacok (chop wound)
Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau
agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang
cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.
d. Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca)
Kekerasan oleh benda yang mudah Kekerasan oleh benda yang mudah
pecah (misalnya kaca), dapat mengakibatkan luka-luka campuran;
yang terdiri atas luka iris, luka tusuk, luka lecet. Pada daerah luka atau
sekitarnya biasanya tertinggal fragmenfragmen dari benda yang
mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil
maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas luka lecet
17
dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian
rupa sehingga jika pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.
3.3. Luka akibat tembakan senjata api
Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen
anak peluru, sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak
peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar. LTM jarak sangat
dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan
panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut
di atas (yang akan masuk ke saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka
akan berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka
tembak masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai akibat
tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.
Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban yang
tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat, apabila di atas permukaan
kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang,
helm dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang
tidak habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh penghalang tersebut.
Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan
ditemukan luka tembak kleuar (LTK). LTK umumnya lebih besar dari
LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru
dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK. LTK mungkin
lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka tembak
tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada
saat akan keluar meninggalkan tubuh. Di sekitar LTK mungkin pula
dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda
yang keras, misalnya ikat pinggang, atau korban sedang bersandar pada
dinding.
3.4. Jenis luka akibat suhu / temperatur
a. Benda bersuhu tinggi.
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka
bakar yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian
suhu serta lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat panas atau
18
membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III atau IV.
Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II atau III.
Gas panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV.
b. Benda bersuhu rendah.
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian
tubuh yang terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau
hidung.
Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat, selanjutnya akan
terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah
tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi
gangren.
3.5. Luka akibat trauma listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar
sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya
pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya
tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan (keadaan
kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena
kontak. Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa
kerusakan lapisan kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya
terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis. Sering ditemukan
adanya metalisasi. Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering
ditemukannya luka. Bahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu
yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut
terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak
membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan.
Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA.
Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot
pernapasan atau pusat pernapasan. Sedang faktor yang sering
memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya arus
listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari
adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya
19
lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari
berhubungan dengan listrik.
3.6. Luka akibat petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya
dapat mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke
tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-
luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat panas
berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang
mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul. Dapat terjadi
kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat,
menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek
ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati
sering ditemukan adanya arborescent mark (percabangan pembuluh darah
terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam
yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian
korban terbakar atau robek-robek.
3.7. Jenis luka akibat zat kimia korosif
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai
tubuh manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia
tersebut, yaitu :
a. Golongan Asam.
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :
Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.
Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam
asetat.
Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.
Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga
mengakibatkan luka, ialah:
Mengekstraksi air dari jaringan.
Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.
Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.
20
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di
atas ialah:
Terlihat kering.
Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric
acid berwarna kuning kehijauan.
Perabaan keras dan kasar.
b. Golongan Basa.
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain :
KOH
NaOH
NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:
Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk
alkaline albumin dan sabun.
Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat
ini :
Terlihat basah dan edematus
Berwarna merah kecoklatan
Perabaan lunak dan licin.
3. Aspek medikolehal visum et repertum
Pasal 133 KUHAP
› Ayat 1
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2)Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat
21
3)Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan
penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan
yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Pasal 11 KUHAP
› Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam pasal 7
ayat(1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan
pelimpahan wewenang dari penyidik
4. Aspek medikolehal luka
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran Forensik
sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan
352 serta Bab IX pasal 90.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara
paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu
terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(3) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
22
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
BAB III
23
Abdul Mun’im Idries, 2009. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik.
Abdul Mun’im Idries, 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan.
Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54.
Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum Et Repertum. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang : 2003.
Dahlan, Sofwan. Traumatologi. 2004 Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik.. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.
Dedi Afandi,2008.Visum et Repertum Pada Korban Hidup.
Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara:
Jakarta 1997. Hal 85-129.
Juliana Lubis, 2008. Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Luka, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
Soeparmono,2002. Kedokteran Forensik di Indonesia.
Sri Ingeten,2008. Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana.
Widy Hargus,2006.Peranan Visum et Repertum dalam Pembuktian Tindak Pidana
Penghilangan nyawa orang dengan Racun.
25