traumatik amputasi 2
DESCRIPTION
Makalah Tinjauan Pustaka Traumatik AmputasiTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma merupakan sebuah akibat dari sebuah proses yang berimpilkasi terhadap fisik,
mental, ataupun psikologi bagi orang yang mengalami kejadian tersebut. Sedangkan amputasi
bermakna sebuah tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan seseorang dari
kematian dengan cara yang menyebabkan cacat yang menetap pada diri pasien, (de Jong et al,
2001). Trauma dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada pembuluh darah dan dapat
mengakibatkan iskemia pada jaringan sekitarnya inilah yang menjadi pertimbangan untuk
dilakukannya tindakan amputasi pada kasus trauma.
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung. Amputasi dapat
diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau
dengan kata lain suatu tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh (Burner,1988;807).
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan
teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh
atau merusak organ tubuh yang lain, seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan
amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen,
sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem kardiovaskuler. Lebih lanjut hal ini dapat
menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan
penurunan produktifitas.
2.3 Bagian Tubuh Yang Bisa Mengalami Amputasi
Pembatasan anatomi dalam amputasi ditentukan oleh derajat keparahan dari penyebab
tersebut. Batasan pada cedera ditentukan berdasarkan perdarahan yang adekuat. Umumnya
amputasi akan dilakukan sedistal mungkin dari bagian ekstremitas dengan tujuan revalidasi dan
penggunaan protesis. Adapun bagian tubuh yang bisa diamputasi, yaitu:
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
2.4 Epidemiologi Amputasi
Jumlah orang yang mengalami amputasi selalu meningakat tiap tahunnya. Diperkirakan lebih
dari 300.000 warga amerika hidup dengan riwayat pernah mengalami tindakan amputasi. Penyakit
pembuluh darah merupakan penyebab tersering pada pasien yang berusia lanjut sedangkan
penyebab nomor satu merupakan trauma yang berakibat terganggunya vaskularisasi dan iskemia
pada jaringan sekitar. Untuk di Indonesia studi untuk prevalensi masih belum menemukan angka
pasti untuk jumlah tindakan amputasi.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul setelah tindakan amputasi yaitu timbulnya sensasi
nyeri yang dikenal dengan nyeri phantom sebagai akibat terjadinya peradangan pada saraf yang
mengalami amputasi. Gangguan percaya diri mungkin timbul sebagai akibat dari tindakan amputasi
memiliki peluang untuk timbul pada awal pascaoperasi.
2.6 Penatalaksanaan di Lapangan
Tindakan yang dilakukan bila terjadi korban yang terindikasi amputasi yaitu jaga primary
survey, terdiri dari jaga jalan nafas tetap paten, jika terjadi sumbatan hilangkan sumbatan tersebut.
Bila tidak bernafas berikan nafas buatan. Cek sirkulasi apakah adekuat atau tidak. Bila tidak adekuat
hentikan perdarahan yang terjadi, segera pasang infus dan berikan cairan pengganti. Bila terjadi
perdarahan yang masif segera persiapkan untuk transfusi darah. Setelah kondisi korban telah stabil
segera kirim ke rumah sakit untuk tatalaksana berikutnya.
2.7 Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukansebagai salah satu
tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki
kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
Segera setelah korban tiba di rumah sakit, cek primary survey korban. Pasang infus untuk
menjaga sirkulasi yang adekuat. Tindakan amputasi sangat bergantung dengan organ yang akan
diamputasi.
Amputasi dilakukan dengan 2 metode yaitu :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang memburuk. Bentuknya benar-benar
terbuka dan dipasang drainasi agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi. Dapat
dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat
yang sama.
2. Metode tertutup
Pada metode ini kulit tepi ditarik padaatas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
diamputasi. Dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk
menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan
tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka
operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese (bila memungkinkan).
2.8 Komplikasi
Sering kali setelah tindakan amputasi dilakukan akan timbul beberapa komplikasi,
diantaranya, yaitu, hematoma, infeksi, luka yang nekrosis, nyeri, serta masalah dermatologi pada
area sekitar bekas tindakan amputasi.
1. Hematoma ukuran kecil dapat terjadi sebelum penutupan luka terjadi. Menggunakan
teknik irigasi ketika operasi berlangsung ataupun menggunakan perban yang agak kaku
dapat meminimalkan pembentukan hematom. Hematoma yang terbentuk dapat
menggangu penyembuhan luka dan menjadi wadah yang ideal untuk perkembangbiakan
agen infeksi. Hematoma yang terbentuk dan menimbulkan tertundanya proses
penyembuhan luka baik ditemukannya fokus infeksi atau tidak maka segera lakukan
perawatan pasien layaknya pasien trauma dan segera bawa ke ruang operasi untuk
mendapat tindakan bedah segera.
2. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekananpada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehinggamenurunkan
kecepatan metabolisme basal.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar
darianabolisme maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal
inimenyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial padabagian
tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitasmenyebabkan sumber
stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yangakan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambatpengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.
4. Sistem respirasia.
Penurunan kapasitas paru, pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka
kontraksi ototintercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasimaksimal dan ekspirasi paksa.
5. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasioventilasi
dengan perfusi setempat jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan
metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
6. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehinggasekresi
mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggugerakan siliaris
normal.
7. Sistem Kardiovaskuler
Peningkatan denyut nadi terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik
endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai
padapasien dengan immobilisasi.
8. Penurunan stroke volume
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
9. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang daripada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah,volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saatdiastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darahmenurun, akibatnya klien merasakan
pusing pada saat bangun tidur serta dapatjuga merasakan pingsan.
10. Sistem Muskuloskeletal
Penurunan kekuatan otot dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula
dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan
otot.
11. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
12. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanyaketerbatasan
gerak.
13. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaanorganik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadikeropos.
14. Sistem Pencernaana.
AnoreksiaAkibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresikelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan
15. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam kolon menjadikan feses
lebih keras dan sulit buang air besar.
16. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvisrenal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan akumulasi endapan urine di renal pelvis
akan mudah membentuk batu ginjal. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan
berkembang biaknya kumandan dapat menyebabkan ISK.
17. Sistem integumen
Tirah baring yang lama maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokongakan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan.
Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hiperemis dan akan normal kembali jika
tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.