transpor materi dan energi pada organisme.doc
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Biologi Umum Tahun 2011TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi adalah kapasitas atau kemampuan untuk melaksanakan kerja yaitu
untuk memindahkan materi melawan gaya yang melawannya, seperti gravitasi dan
gesekan. Dengan kata lain, energi adalah kemampuan untuk mengatur ulang suatu
kumpulan materi. Energi terdapat dalam berbagai bentuk dan kerja kehidupan
tergantung pada kemampuan sel untuk mentransformasi energi dari suatu bentuk ke
bentuk lainnya (Campbell, 2004).
Untuk dapat hidup, makhluk hidup dituntut untuk melakukan banyak hal,
seperti makan, adaptasi, menanggapi rangsang dan sebagainya. Setelah melakukan
banyak hal tersebut, makhluk hidup perlu untuk mengeluarkannya dalam bentuk
metabolisme agar bisa tetap meneruskan hidupnya. Metabolisme merupakan salah
satu ciri hidup suatu individu yang hidup di bumi ini. Kita dapat menganggap
metabolisme suatu sel sebagai suatu peta jalan yang rumit yang terdiri dari ribuan
reaksi kimia yang terjadi dalam sel tersebut. Reaksi kimia ini tersusun dalam jalur-
jalur metabolisme yang bercabang sedemikian rumitnya untuk mengubah molekul-
molekul melalui suatu rangkaian tahapan-tahapan reaksi. Enzim mengarahkan aliran
materi melalui jalur-jalur metabolisme dengan cara mempercepat setiap tahapan
reaksi secara selektif. Mekanisme yang mengatur enzim-enzim menyeimbangkan
antara penerimaan dan penawaran metabolis, serta mengalihkan kekurangan dan
kelebihan bahan – bahan kimiawi (Weistz, 1961).
Pada tumbuhan, protoplasma sel mempunyai plasma dan pada hewan berupa
selaput sel yang mampu mengatur sel secara selektif aliran cairan dari lingkungan
suatu sel ke dalam sel atau sebaliknya. Terdapat dua proses fisiokimia yang penting,
yaitu difusi dan osmosis, dengan adanya proses osmosis suatu selaput dinyatakan
permeable, semipermiable, atau impermiable. Sistem transportasi pada tumbuhan
melibatkan proses difusi, osmosis, dan transpor aktif (Salisbury, 1995).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses difusi dan osmosis
pada organisme hidup serta memahami penyebabnya; mengetahui proses terjadinya
plasmolisis dan deplasmolisis pada sel-sel tumbuhan serta memahami penyebabnya;
mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya krenasi dan hemolisis sel darah
manusia serta penyebabnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Setiap organisme multiseluler pasti memerlukan air dan zat hara dari
lingkungannya dan melepaskan zat sisa metabolisme ke lingkungannya. Air dan zat
hara yang diperlukan tersebut tidak dapat diperoleh secara langsung oleh semua
organ. Oleh karena itu perlu adanya sistem yang mengangkut zat tersebut dari organ
penyerapan zat ke alat-alat tubuh yang memerlukan. Pada tumbuhan protoplasma
selnya mempunyai plasma, sedangkan pada sel hewan pada plasma selnya terdapat
selaput sel. Plasma sel ataupun selaput sel ini memiliki kemampuan mengatur aliran
cairan dari lingkungan suatu sel baik ke dalam sel maupun keluar sel secara selektif.
Terdapat dua proses fisiokimia yaitu difusi dan osmosis (Kimball, 1992).
Difusi adalah penyebaran molekul-molekul zat secara lebar, baik zat padat,
zat cair maupun gas, ke segala arah yang digerakkan oleh energi kinetik yang
menyebabkan molekul zat selalu dalam keadaan bergerak. Molekul-molekul zat itu
saling tarik-menarik atauu saling tolak-menolak. Difusi berlangsung dari larutan
yang berkadar tinggi ke larutan yang berkadar rendah, sehingga kadar larutan
tersebut merata. Kecepatan difusi tergantung pada tekanan, konsentrasi zat terlarut
dan suhu (Kimball, 1992).
Naiknya suhu juga menaikkan laju difusi, ini terjadi karena naiknya suhu
mematahkan ikatan hidrogen pada air, sehingga zat terlaru dapat berdifusi lebih
cepat. Kekentalan air menurun, sedangkan permeabilitas air terhadap zat terlarut
naik. Karena partikel yang kurang masih mempunyai rerata lebih tinggi pada suhu
tertentu, maka partikel itu akan berdifusi lebih cepat dari pada partikel yang lebih
besar bila semua faktor lain tetap (Salisbury, 1995).
Osmosis merupakan proses perpindahan suatu zat atau molekul-molekul air
dari larutan berkonsentrasi rendah (hipotonik) ke larutan berkonsentrasi tinggi
(hipertonik) dengan melewati sekat atau selaput semi permeabel, sehingga kedua
larutan menjadi isotonis. Dengan kata lain osmosis merupakan peristiwa perembesan
molekul air melintasi suatu selaput yang memisahkan dua larutan, yaitu larutan
hipotonik (I) dan larutan hipertonik (II) yang berlangsung dari larutan I ke larutan II.
Perbedaan kepekatan sitoplasma suatu sel dengan lingkungannya dapat menyebabkan
perubahan bentuk atau kerusakan sel tersebut (Salisbury, 1995).
Alat ukur osmosis disebut osmometer. Umumnya osmometer adalah perkakas
laboratorium, tetapi sel hidup dapat pula dianggap sebagai sistem osmotik. Pada
osmometer biasanya tekanan timbul secara hidrostatik dengan cara menaikkan
larutan dalam tabung melawan gravitasi. Sedangkan pada sel, dinding yang tegarlah
yang menyebabkan naiknya tekanan. Meningkatnya tekanan akan menaikkan
potensial air, sehingga potensial air dalam sistem osmotik akan mulai naik menuju
nol (Salisbury, 1995).
Garam, gula, dan zat-zat lain yang larut dalam cairan di dalam tiap sel
memberi cairan intraseluler suatu tekanan osmotik. Jika suatu sel ditempatkan dalam
cairan yang mempunyai tekanan osmotik sama maka tidak akan terjadi kelebihan air
yang masuk dan keluar, dan sel tidak akan membengkak atau mengerut. Jika cairan
sekitarnya mengandung lebih banyak zat yang larut daripada cairan di dalam sel,
maka air akan cenderung keluar dari sel dan sel itu akan mengerut. Cairan demikian
disebut hiperosmotik terhadap sel. Jika cairan sekitarnya mengandung lebih sedikit
zat yang larut daripada cairan dalam sel, maka cairan cenderung masuk dalam sel dan
sel akan membengkak. Cairan ini disebut hiposmotik terhadap terhadap sel. Banyak
sel mempunyai kemampuan untuk memompa air atau molekul yang larut tertentu
masuk atau keluar sel dengan demikian dapat mempertahankan keadaan didalam sel
dengan lingkungan sekitarnya (Ville, 1984).
Pada sel tumbuhan, larutan yang hipertonik dan hipotonik ikut mempengaruhi
keadaan sel. Jika suatu sel tumbuhan diletakkan di suatu lingkungan yang bersifat
hipertonik terhadap sitosol sel, maka air yang terkandung di dalam sel itu akan
merembes keluar dari sel sehingga protoplasma mengkerut dan akhirnya terlepas dari
sel. Peristiwa ini disebut dengan plasmolisis. Bentuk sel dapat kembali ke bentuk
semula jika lingkungan sel diganti dengan larutan yang bersifat hipotonik terhadap
sitosol sel. Peristiwa ini disebut dengan deplasmolisis (Winatasasmita, 1986).
Sedangkan pada sel hewan, larutan hipertonik dan hipotonik juga
mempengaruhi keadaan sel. Sel darah merah akan tetap dalam bentuknya jika
diletakkan pada lingkungan yang bersifat isotonik (seimbang) dengan sitoplasmanya.
Tapi jika berada di lingkungan yang hipertonik, air yang terdapat pada sel darah
merah akan keluar menuju konsentrasi yang lebih tinggi, sehingga sel darah merah
mengerut. Peristiwa ini dikenal dengan krenasi. Dan jika berada di lingkungan yang
hipotonik, maka sel akan membengkak karena air di lingkungan masuk ke sel,
Kemudian pecah dan mengakibatkan keluarnya hemoglobin yang berwarna merah,
peristiwa ini disebut hemolisis (Winatasasmita, 1986).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 27 Oktober 2011 pukul
08.00 - 10.00 WITA, bertempat di Laboratorium Dasar Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuam Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas kimia (50 ml),
pipet tetes, penunjuk waktu (arloji/stopwatch), cawan petri, jarum, sudip, mikroskop,
kaca benda, kaca penutup, pisau silet dan blood lanset.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air, larutan
metilen blue, kristal CuSO4, mentimun, kentang, daun Rhoe discolor, larutan Sukrosa
0,20 M, kertas saring/penghisap, darah, larutan NaCl 0,3 N, larutan HCl 0,1 N,
alkohol 70% dan kapas.
3.3 Prosedur Kerja
A. Proses Difusi dan Osmosis
Metode kerja yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
I. Proses Difusi
1. Larutan metilen blue diteteskan pada gelas kimia yang telah berisi air, kristal
CuSO4 dimasukkan pada gelas kimia lainnya.
2. Perubahan yang terjadi diamati, saat penetesan dianggap sebagai waktu T0
dan saat tercapainya keadaan homogen atau T1.
3. Langkah 1-2 diulangi dan setelah penetesan metilen blue kemudian kristal
CuSO4 dimasukkan, segera diaduk. Hasil pengamatan dibandingkan.
II. Proses Osmosis
1. Larutan garam dapur disiapkan dengan menambahan 3 sendok makan garam
dapur dalam 100 mL air kemudian dimasukkan ke dalam cawan A (larutan
garam), air dimasukkan ke dalam cawan B.
2. Irisan mentimun dan umbi kentang dibuat setebal 3-4 mm.
3. Dua iris mentimun dan 2 iris kentang dimasukkan ke dalam masing-masing
cawan (A dan B). Dibiarkan selama 15 menit, diangkat dengan jarum dan
perubahan yang terjadi diamati.
4. Setelah diamati, irisan mentimun dan kentang dikembalikan ke dalam cawan,
diteruskan sampai 30 menit.
5. Hasil pengamatan dibandingkan, bagaimana kekerasan yang menunjukkan
turgor, kedua macam bahan dipijit.
B. Proses Plasmolisis dan Deplasmolisis
Metode kerja yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Permukaan bagian bawah daun Rhoe discolor disayat.
2. Sayatan tersebut diletakkan pada kaca benda yang telah terisi akuades, ditutup
dengan kaca penutup, dan diamati di bawah mikroskop.
3. Larutan sukrosa diteteskan pada salah satu tepi kaca penutup. Pada tepi yang
lain ditempelkan kertas saring atau pengisap, sehingga akuades akan tertarik
dari medium sayatan digantikan larutan sukrosa.
4. Hasil diamati dengan mikroskop selama lima menit, perubahan yang terjadi
dicatat terutama proses plasmolisis.
5. Langkah 3 diulangi, medium larutan sukrosa diganti dengan akuades,
terjadinya deplasmolisis diamati dan dicatat.
C. Proses Krenasi dan Hemolisis Sel Darah
Metode kerja yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Darah manusia diteteskan pada dua buah kaca benda masing-masing satu
tetes.
2. Dua tetes larutan NaCl 0,3 M diteteskan pada kaca benda pertama untuk
pengamatan proses krenasi.
3. Dua tetes larutan HCl 0,1 M ditambahkan pada kaca benda kedua untuk
pengamatan proses terjadinya hemolisis.
4. Masing-masing kaca benda ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati
di bawah mikroskop.
5. Beberapa sel darah merah hasil pengamatan digambar dan diberi keterangan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapat hasil sebagai
berikut:
A. Proses Difusi dan Osmosis
Tabel 1. Hasil pengamatan proses difusi.
No.Perlakuan To
Ti diaduk(detik)
Ti tanpa diaduk(menit)
Jumlah
1. Aquades dan metilen blue
0 08, 4 27, 30 3 tetes
2. Aquades dan kristal CuSO4
0 28, 4 41, 23 1 sudip
Tabel 2. Hasil pengamatan proses osmosis.
No.Waktu(menit)
Kentang Mentimun
AirLarutan Garam
AirLaruran Garam
1. 0 Keras Keras Keras Keras 2. 15 Agak lemah Keras Agak lemah Keras 3. 30 Lemah Lebih keras Lemah Lebih keras
B. Proses Plasmolisis dan Deplasmolisis
Gambar 1. Sel daun Rhoe discolor ditetesi aquades (keadaan awal) dengan perbesaran 100x.
Keterangan :
Berwarna hijau
Stomata
Protoplasma
Dinding sel
Gambar 2. Sel daun Rhoe discolor ditetesi larutan sukrosa 0,2 N (keadaan plasmolisis) dengan perbesaran 100x.
Gambar 3. Sel daun Rhoe discolor ditetesi aquades kemudian diserap dengan kertas saring (keadaan deplasmolisis) dengan perbesaran 100x.
Keterangan :
1. Berwarna merah muda
keunguan
2. Klorofil
3. Stomata
4. Dinding sel
5. Protoplasma (agak mengkerut)
Keterangan :
1. Berwarna merah muda
keunguan
2. Klorofil
3. Stomata
4. Dinding sel
5. Protoplasma
6. Berwarna hitam
7. Berwarna putih
C. Proses Krenasi dan Hemolisis
Gambar 4. Eritrosit ditetesi larutan NaCl 0,3 N (keadaan krenasi) dengan perbesaran 400x.
Keterangan :
1. Eritrosit mengkerut/menggumpal
Gambar 5. Eritrosit ditetesi larutan HCl 0,1 N (keadaan hemolisis) dengan perbesaran 400x.
Keterangan :
1. Eritrosit pecah
2. Hemoglobin keluar
4.2 Pembahasan
Transpor pasif merupakan transport ion, molekul, dan senyawa yang tidak
memerlukan energi dalam prosesnya. Transpor pasif terdiri dari difusi dan osmosis.
Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari
bagian berkonsentrasi tinggi (hipertonik) ke bagian yang berkonsentrasi rendah
(hipotonik). Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien
konsentrasi. Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara
merata atau mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap
terjadi walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi. Sedangkan osmosis adalah proses
molekul zat berdifusi melewati membran yang bersifat selektif permeabel. Dalam
sistem osmosis, dikenal larutan hipertonik (larutan yang mempunyai konsentrasi
terlarut tinggi), larutan hipotonik (larutan dengan konsentrasi terlarut rendah), dan
larutan isotonik (dua larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut sama). Jika
terdapat dua larutan yang tidak sama konsentrasinya, maka molekul air melewati
membran sampai kedua larutan seimbang.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, difusi terjadi karena ada perbedaan
konsentrasi di dalam suatu larutan. Pada percobaan proses difusi digunakan 3 tetes
metilen blue dan 1 sudip kristal CuSO4 pada masing-masing gelas kimia (50 ml)
yang sebelumnya telah diisi aquades. Perbedaan waktu antar zat untuk larut dalam
aquades adalah yang diamati dalam percobaan ini. Pada percobaan pertama proses
difusi, kedua campuran zat dibiarkan larut atau homogen dengan sendirinya dan
didapatkan hasil 27 menit 30 detik untuk metilen blue dan 41 menit 23 detik untuk
kristal CuSO4 agar dapat larut dalam aquades. Pada percobaan kedua proses difusi,
kedua campuran zat diaduk setelah dimasukkan ke gelas kimia dan didapatkan hasil
8,4 detik untuk metilen blue dan 28,4 detik untuk kristal CuSO4 agar dapat larut
dalam aquades. Dari percobaan ini dapat dilihat bahwa selain perbedaan konsentrasi
di dalam suatu larutan, wujud zat yang dilarutkan dan gerakan dari luar zat (diaduk)
juga mempengaruhi kecepatan difusi. Zat yang berwujud cairan akan lebih cepat
larut dibandingkan dengan zat yang berwujud padatan karena interaksi antarpartikel
di dalam zat cair lebih lemah dibandingkan dengan zat padat sehingga lebih
memudahkan partikel zat cair untuk larut atau homogen di dalam zat pelarut.
Gerakan dari luar yang diberikan oleh praktikan dalam percobaan kedua difusi juga
mempengaruhi kecepatan difusi. Semakin banyak gerakan dari luar yang didapatkan
oleh zat telarut maka semakin cepat pula proses difusi terjadi.
Osmosis merupakan proses perembesan molekul zat dari larutan hipotonik
menuju larutan hipertonik melalui selaput membran. Pada percobaan proses osmosis
digunakan sampel irisan mentimun dan kentang yang diletakkan di dalam 2 cawan
petri yang sebelumnya pada cawan 1 dimasukkan air dan pada cawan 2 dimasukkan
larutan garam dapur (campuran 3 sendok makan garam dapur dan 100 ml aquades).
Pada percobaan ini didapatkan hasil pada 15 menit pertama kentang dan mentimun
pada larutan garam tetap keras sedangkan pada air menjadi agak lemah. Pada 15
menit selanjutnya kentang dan mentimun pada larutan garam menjadi lebih keras
sedangkan pada air menjadi lemah. Ini disebabkan larutan garam hipertonik terhadap
cairan di dalam sel sehingga cairan di dalam sel berosmosis menuju larutan garam
dan menyebabkan tekstur kentang dan mentimun menjadi lebih keras. Sebailknya, air
hipotonik terhadap cairan di dalam sel mentimun dan kentang sehingga air
berosmosis menuju cairan sel dan menyebabkan teksturnya menjadi lembek atau
lunak.
Plasmolisis adalah proses terlepasnya protoplasma dari dinding sel jika
lingkungan sel hipertonik terhadap sel. Sedangkan deplasmolisis adalah proses
kembali seperti semulanya sel yang mengalami plasmolisis karena lingkungan sel
hipotonik terhadap sel. Pada percobaan proses plasmolisis dan deplasmolisis ini
digunakan sampel sayatan permukaan bagian bawah daun Rhoe discolor yang
berwarna ungu. Pertama-tama sampel diletakkan pada kaca benda yang telah ditetesi
aquades dan diamati dibawah mikroskop untuk mengamati keadaan awal sel daun
Rhoe discolor. Pada pengamatan ini dapat dilihat bahwa sampel masih dalam
keadaan normal karena aquades isotonik terhadap sampel. Selanjutnya larutan
sukrosa diteteskan pada salah satu tepi kaca penutup dan kertas saring ditempelkan
pada tepi yang lain sehingga aquades tertarik dari sampel dan digantikan oleh larutan
sukrosa. Pada percobaan ini sel mengalami perubahan yakni warna ungu pada sampel
tampak berkurang dan tidak memenuhi isi sel sebab rongga sel menjadi kecil dan
tebal. Hal ini diakibatkan konsentrasi cairan di luar sel hipertonik terhadap sel
sehingga cairan protoplasma sel sedikit demi sedikit keluar dan terlepas dari dinding
sel. Keadaan ini disebut plasmolisis. Percobaan selanjutnya aquades diteteskan pada
salah satu tepi kaca penutup dan kertas saring ditempelkan pada tepi yang lain
sehingga larutan sukrosa akan tertarik dan digantikan oleh aquades. Pada percobaan
ini sel mengalami deplasmolisis yakni warna ungu pada sel yang pada percobaan
sebelumnya tampak berkurang kembali seperti semula. Hal ini diakibatkan
konsentrasi cairan di luar sel hipotonik terhadap sel sehingga cairan protoplasma sel
sedikit demi sedikit masuk ke dinding sel dan mengisi kekosongan pada percobaan
sebelumnya. Keadaan ini disebut deplasmolisis.
Krenasi adalah peristiwa pengkerutan sel darah merah (eritrosit) pada cairan
hipertonik. Sebaliknya, hemolisis adalah peristiwa pecahnya sel darah merah
(eritrosit) pada cairan hipotonik. Pada percobaan proses krenasi dan hemolisis ini
digunakan sampel darah salah satu praktikan yang diteteskan pada dua buah kaca
benda masing-masing satu tetes. Pada kaca benda 1 ditambahkan 2 tetes larutan NaCl
0,3 N dan pada kaca benda 2 ditambahkan 2 tetes larutan HCl 0,1 N. Pada kaca
benda 1 terjadi perubahan pada eritrosit yakni warna darah menjadi agak gelap
karena eritrosit menggumpal atau mengkerut. Penggumpalan atau pengkerutan ini
disebabkan oleh mengalir keluarnya cairan pada eritrosit menuju larutan NaCl 0,3 N
yang hipertonik terhadap eritrosit sehingga eritrosit tidak dapat mempertahankan
bentuknya (mengkerut). Peristiwa ini disebut krenasi. Pada kaca benda 2 terjadi
perubahan yakni eritrosit pecah sehingga hemoglobin yang berwarna merah keluar.
Hal ini disebabkan oleh larutan HCl 0,1 N yang hipotonik terhadap eritrosit sehingga
cairan yang ada di luar sel merembes masuk menyebabkan sel membengkak dan
kemudian pecah karena kapasitas sel untuk menampung cairan yang masuk tidak
cukup banyak sehingga hemoglobin yang ada di dalam sel keluar. Peristiwa ini
disebut hemolisis.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpuan yang dapat diambildari praktikum kali ini adalah:
1. Difusi adalah proses penyebaran molekul zat dari konsentrasi tinggi
(hipertonik) ke konsentasi rendah (hipotonik) tanpa melalui selaput atau
membran. Sedangkan osmosis adalah proses masuknya suatu zat dari larutan
dengan konsentrasi rendah (hipotonik) menuju larutan dengan konsentrasi
tinggi (hipertonik) melalui selaput atau membran.
2. Plasmolisis adalah peristiwa terlepasnya protoplasma dari dinding sel karena
sel berada dalam larutan hipertonik. Sedangkan deplasmolisis adalah
peristiwa kembali ke keadaan semula dari proses plasmolisis karena sel
berada di lingkungan yang hipotonik.
3. Krenasi adalah pengkerutan sel darah merah yang berada dalam larutan
hipertonik. Sedangkan hemolisis adalah pembengkakan sel darah merah yang
berada dalam larutan hipotonik, diikuti dengan pecahnya sel dan keluarnya
hemoglobin.
5.2 SaranSaran saya untuk praktikum selanjutnya adalah praktikan dapat menguasai
bahan dengan baik, membawa peralatan dan bahan yang diperlukan dalam praktikum
sesuai dengan panduan praktikum, lebih seksama dalam menganalisa hasil praktikum
dan lebih meningkatkan kerjasama antar praktikan dan asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A. 2004. Biologi Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kimball, J. W. 1992. Biologi Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Salisbury, F. B. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB.
Ville. 1984. Biologi Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Weistz, P. B. 1961. Element Of Biology. New York: Mc Graw Hill Book Company Inc.
Winatasasmita. 1986. Fisiologi Hewan dan Tumbuhan. Jakarta: Penerbit Karunika