transparansi kunci pemberantasan korupsi (2012 08 14 hal 19)

1
HARIAN PELITA RABU | 15 AGUSTUS 2012/26 RAMADHAN 1433 H 19 SAMBUNGAN pang itu karena ternyata ban- yak pihak asing dan komprador- nya di dalam negeri yang berupaya terus menerus untuk “menggaga- lkan” cita-cita keemasan Indone- sia tersebut. Memang ancaman dan gangguan menuju cita-cita keemasan Indo- nesia itu terjadi di semua lini ke- hidupan. Kalau kita instropeksi secara lebih bijaksana dan men- dalam seperti misalnya di bidang ideologi, maka diakui atau tidak sekarang ini masih cukup kuat pengaruh kelompok radikal kan- an (fundamentalisme, radikalisme agama, terorisme, dan fanatisme sempit), kelompok radikal kiri sep- erti munculnya anak-anak atau cucu-cucu eks PKI yang eksisten- sinya semakin menguat pasca- keputusan Komnas HAM yang me- nyatakan peristiwa 1965 adalah pelanggaran HAM be- rat, masih kuatnya keinginan un- tuk mempelajari ideologi lainnya di luar Pancasila, masih adanya ke- lompok yang bercita-cita “ganti sistem-ganti rezim”, kelompok yang juga masih ingin memperjuangkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh dengan sistem khila- fah (dimana kelompok ini selalu menjudge bahwa segala kesalahan yang terjadi sekarang ini disebab- kan karena pemerintah dan negara ini tidak mau menerapkan ideologi mereka) serta menyebarnya kelompok radikal kiri dalam semua lini kehidupan masyarakat. Se- lain itu, ada kelompok radikal lain- nya seperti kelompok post power síndrome dan kelompok “tiji tibeh atau mati siji mati kabeh atau mati satu mati semua” yang masih ak- tif melakukan beraneka-ragam ke- hidupan. Dampak lanjutan dari perso- alan ideologi yang belum tuntas ini adalah munculnya aksi-ak- si sweeping dengan kekerasan, terorisme mengatasnamakan agama, fanatisme sempit serta konflik-konflik bernuansa SARA misalnya terkait keberadaan tem- pat ibadah “ilegal”ataupun Ah- madiyah serta berbagai aliran se- sat lainnya. Di bidang politik misalnya, juga masih diwarnai dengan carut-marut persaingan politik yang tidak sehat. Bahkan, an- tara legislatif-yudikatif-ekseku- tif juga terjadi “perebutan hege- moni pengaruh”, walaupun yang paling kental kentara adalah an- tara legislatif dengan eksekutif. Hal ini disebabkan karena sela- ma ini pendulum politik di In- donesia berada di eksekutif, dan sejak era reformasi tampaknya pendulum tersebut mulai berger- ak ke wilayah legislatif. Partai- partai baru juga bermunculan dengan membawa pesan ideolo- gi yang berlain-lainan, partai-par- tai yang lama beberapa dianta- ranya masih mengalami “konflik internal”. Potret buram juga terjadi di kalangan “oposisi” dimana sampai saat ini mereka tidak dapat bersatu-padu, bahkan be- berapa perpecahan dan konflik internal terjadi di beberapa or- ganisasi buruh. Terakhir dengan jelas tergam- bar bagaimana bentrokan anta- ra massa Forum Betawi Rem- pug (FBR) vs Pemuda Pancasila di Depok dan lain-lain, yang ko- non penyulutnya adalah masalah yang sepele. Kelompok NGO juga bebera- pa di antaranya terus menerus mengkritisi kinerja pemerin- tah baik melalui kegiatan dis- kusi, jumpa pers sampai men- gadakan survei, bahkan bebera- pa NGO pun sudah terlibat terla- lu serius dengan beberapa perso- alan nasional dan mereka “cen- derung menggurui” seperti tam- pak dalam penanganan kasus Ahmadiyah, kasus Cikeusik, ka- sus di Papua sampai perdebatan yang alot dan panas dan bahkan terkesan beberapa NGO menolak RUU Kamnas serta RUU Tentara Cadangan atau Wajib Militer, karena dinilai akan memberan- gus kehidupan civil society di In- donesia. Di bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, bagaimana kita menyaksikan “kesibukan” aparat penegak hu- kum untuk menangani masalah korupsi, dimana korupsi yang paling hot disorot oleh masyara- kat sekarang ini adalah kelanju- tan kasus “whistle blower” Naza- ruddin dan sejumlah “pelaku ko- rupsi” lainnya. Di sisi yang lain, dalam pemberantasan korup- si kita juga disuguhi oleh adanya fakta “rebutan kewenangan” an- tara Polri vs KPK, terkait dengan penanganan kasus korupsi Sim- ulator SIM, dimana suara mayor- itas yang berkembang di masyarakat menyatakan bahwa sebaiknya permasalahan ini di- tangani oleh KPK. Di bidang ekonomi, kita juga menyaksikan bagaimana kedo- dorannya ekonomi mikro di Indo- nesia yang terlindas praktik penerapan ACFTA (ASEAN Chi- na Free Trade Agreement) dan sebentar lagi dengan penera- pan ASEAN Economic Commu- nity yang akan dimulai pada ta- hun 2015. Ancaman terberat kita saat ini adalah terjadinya berb- agai praktik ilegal dalam rang- ka mencuri dan menjual sumber daya alam Indonesia secara mu- rah dan itu terjadi di Papua, Su- lawesi, Kalimantan, Sumatera, NTB bahkan Jawa. Walaupun pertumbuhan eko- nomi Indonesia menurut data BPS pada triwulan pertama ta- hun 2012 masih mencapai 6,4 persen, namun ke depan pemer- intah harus memiliki kebijakan dan sikap politik yang tegas dalam hal ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketersediaan air bersih; karena tidak menutup kemungkinan an- caman dan point perseteruan antarbang- sa ke depan akan berkisar pada masalah ini, dimana indikasi awalnya sudah ditandai dengan “perebutan sebagai aktor utama” yang bermain di pentas global geopolitik dan geoekonomi yang notabene ujung-ujungnya adalah mencari “oil atau minyak” atau dengan kata lain mencari ener- gi untuk ketahanan energi mere- ka ke depan. Setelah minyak di- peroleh, persaingan ke depan di- perkirakan mengarah ke rebut- an sumber-sumber pangan dan air bersih. Di bidang sosial budaya, kita juga dihadapkan kepada ber- bagai permasalahan kesehat- an dengan merebaknya sejumlah penyakit menular dan berbahaya di sejumlah daerah, kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, mutu pendidikan yang belum baik dan sejumlah indikator lainnya ter- kait dengan MDG’s (Milenium Development Goals). Tidak hanya itu saja, masih menguatnya fan- atisme sempit, radikalisme mas- sa serta tanda-tanda terjadinya social disobeydience” sebagai re- Membaca Beragam Ancaman ke Depan Indonesia Harus Bangun Ekonomi Inklusif Transparansi Menjadi Kunci Pemberantasan Korupsi Bencana Akibat Siklon Tropis Meningkat Sebesar 878 Persen formal. Sementara dari kelom- pok miskin, 70-80 persen juga mengalami hal yang sama. “Ini adalah bentuk eksklusi- fitas ekonomi kita, pembangu- nan yang inklusif akan membu- ka semua akses keuangan un- tuk semua orang karena ada ko- relasi positif antara akses terha- dap lembaga keuangan dengan kesejahteraan,” katanya. Indeks ketimpangan (gini) dalam keterangan Muliaman juga semakin memburuk. Se- banyak 20 persen orang terkaya di Indonesia memiliki 48 persen harta di negara ini sementara 40 persen orang miskin hanya me- miliki 16 persen. Menurut Mulyaman Hadad, Bung Hatta selalu menempatkan rakyat sebagai subyek yang se- lalu diperjuangkannya. Pereko- nomian Indonesia harus berori- entasi pada kesejahteraan kolek- tif rakyat, bukan hanya mengun- tungkan segelintir orang. “Saya ingin dikubur di tem- pat rakyat biasa, yang nasibnya saya perjuangkan seumur hid- up saya,“ kata Mulyaman me- nirukan kata-kata Bung Hatta. Baginya, pertumbuhan eko- nomi Indonesia harus diarah- kan lebih inklusif supaya raky- at Indonesia mempunyai akses terhadap modal, di mana akses masyarakat terhadap permoda- lan dinilai masih sangat minim. Bahkan ada masyarakat yang akses mereka terhadap modal tertutup sama sekali. Di sisi lain, dia juga men- dukung pemikiran Hatta yang menempatkan negara sebagai aktor yang kuat dalam pem- bangunan. Namun dia mengin- gatkan bahwa negara juga bisa gagal sehingga dipikirkan ulang peran negara dalam ekonomi. “Sebelum krisis Yunani, kita tidak pernah berpikir bahwa negara bisa gagal karena salah urus, kasus di Eropa itu mem- buat kita harus kembali mere- fleksikan pemikiran Hatta khu- susnya pada bagian bagaima- na negara bisa berperan dalam pembangunan,” kata Muliaman D Hadad. Sementara itu, Sri-Edi Swa- sono menegaskan, gagasan eko- nomi Bung Hatta menolak pen- guasaan aset-aset negara oleh asing. Investor asing boleh di- gunakan guna mendorong ke- mandirian nasional, bukan un- tuk menguasai dan mengang- kangi negara. “Investor asing tidak boleh menguasai atau ngangkangi. Investasi asing harus berusaha mendorong kemandirian nasi- onal,” katanya. Ketua Program Studi Magis- ter Filsafat STF Driyarkara Her- ry Priyono menyatakan, Bung Hatta bukan tidak memahami genius pasar. Dia ingin mengem- balikan pasar pada fitrahnya di mana pasar bukan hanya seba- tas kalkulasi melibat-gandakan modal, tapi pasar menjadi sum- ber kehidupan warga (ekonomi substantif). “Sebagai seorang ekonom, Bung Hatta bukannya tidak pa- ham genius pasar. Bung Hat- ta bukan anti-pasar, tapi ingin mengembalikan pasar yang se- jati pada fitrahnya,” ungkapnya. Bung Hatta lahir di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902, dan meninggal dunia di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun. Dia dike- nal sebagai pejuang, negarawan, ekonom, dan juga Wakil Pres- iden Indonesia yang pertama. Bersama Ir Soekarno, Bung Hatta memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjaja- han Belanda sekaligus mem- proklamirkannya pada 17 Agus- tus 1945. Hatta juga pernah menjabat sebagai Perdana Men- teri dalam Kabinet Hatta I, Hat- ta II, dan RIS. Bung Hatta mun- dur dari jabatan Wakil Presiden pada tahun 1956. (cr-15) utara. Sekitar 65 persen siklon tropis terbentuk di daerah anta- ra 10°-20° dari ekuator. Sangat jarang terbentuk di daerah lint- ang 0°-10°. Berdasarkan data selama 42 tahun terakhir, ke- jadian siklon tropis di wilayah yang dekat dengan Indonesia, di Selatan terjadi pada Februari (23 persen), Maret (22 persen), Januari (21 persen), Desember (14 persen), dan April (11pers- en). Sedangkan berdasarkan data 56 tahun kejadian siklon tropis di utara terbanyak pada Agustus (20 persen), September (18 persen), Juli (15persen), dan Oktober (15 persen). Artinya, ancaman banjir dan tanah longsor serta cuaca eks- trem yang dapat menimbulkan kecelakaan perairan laut masih berpotensi hingga September mendatang. Sebab keberadaan siklon tropis di Utara Indonesia masih berpotensi cukup besar. Menurut Sutopo, di bulan Agustus, dengan rata-rata ke- jadian sebanyak 5,2 kali sik- lon tropis per tahun, kondisi ekstrim maksimum pernah ter- jadi pada tahun 1960 (13 kali kejadian siklon tropis dalam sebulan). Pada bulan Agustus yang merupakan bulan paling sibuk bagi pertumbuhan siklon tropis di wilayah ini, dari 323 kejadian terdapat 107 kejadian yang berkembang menjadi ba- dai tropis dan 81 di antaranya berkembang lebih jauh menjadi hurricane. Memang Indonesia, siklon tro- pis tidak terbentuk di Indone- sia. Atau Indonesia tidak akan dilalui langsung oleh siklon tro- pis. Namun imbas dari siklon tersebut sangat nyata. Khu- sus berpengaruh pada cuaca buruk dan menimbulkan ben- cana. Tercatat pada Juni-Agus- tus 2012 ini, beberapa kejadi- an banjir dan longsor, seperti di Padang, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Ambon, Luwu, Sar- mi, Sangihe, dan sebagainya dipengaruhi oleh keberadaan siklon tropis atau depresi tro- pis di sekitar wilayah Indone- sia. Demikian pula dengan ke- celakaan laut akibat gelombang tinggi sehingga beberapa kapal tenggelam. “Hal ini perlu kita waspadai bersama. Bahwa suatu fakta alam sudah berubah sehingga ancaman bencana menjadi nya- ta dan meningkat. Ibarat pepa- tah ‘alam takambang jadi guru’. Hendaknya bencana alam men- jadi pengalaman bersama dalam membentuk karakter bang- sa yang tangguh menghadapai bencana,” kata Sutopo. (be) berakar dan telah menjadi bu- daya. Padahal untuk kemajuan suatu bangsa di zaman modern, budaya korupsi dan pungutan liar menjadi penghabat yang sangat besar untuk kemajuan. Hampir semua negara maju di dunia de- wasa ini, sangat rendah tingkat korupsi dan pungutan liarnya. Hal ini disebabkan oleh dua faktor uta- ma yaitu: 1) Sistem yang transpar- an, 2) Pemimpin yang kuat dan di- siplin serta antikorupsi. Sebetulnya Indonesia, mem- punyai potensi yang sangat be- sar untuk menjadi bangsa yang maju, sejahtera, aman, dan sen- tosa. Olehnya bangsa ini membu- tuhkan pemimpin yang kuat dan anti-korupsi. Artinya; pemimpin yang benar-benar berjuang un- tuk kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Yang bertekad membumihanguskan korupsi dan pungli (pungutan liar) dengan cara memperbaiki sistem pemerintah- an menjadi transparan, dan ter- kontrol, sehingga orang akan sulit melakukan korupsi, karena den- gan sistem yang transparan dan terkontrol maka orang yang ko- rupsi akan langsung ketahuan. Transparansi sistem keungan negara, bisa dilihat pada negara maju, seperti contohnya; Ameri- ka Serikat: Pengelolaan keuangan dan sistem perpajakan, sangat transparan. Sehingga dalam men- gawasi bukan saja tugas pemerin- tah, tetapi masyarakat secara ke- seluruhan. Semua pejabat pub- lik, mulai tingkat terendah hing- ga presiden diawasi secara lang- sung oleh masyakat. Hal ini karena sistem transpar- ansi keuangan dan perpajakan begitu modern. Semua transak- si keuangan, pembayaran pajak, sampai pemenangan tender ser- ta distribusi pembangunan dan penggajian dilakukan secara on- line dan transparan. Sehingga terjadi kebocoran sekecil apapun, cepat terdeteksi, sehingga bisa di- lakukan pencegahan. Demikian pula hukum ditegakkan secara maksimal tanpa pandang bulu dan strata sosial. Dengan kondi- si tersebut, keungan negara bisa diberdayakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan nasional, sehingga Amerika Seri- kat, menjadi negara maju dan su- perpower seperti sekarang ini. Be- lajar dari kondisi tersebut, sudah saatnya Indonesia menerapkan sistem keuangan yang transpar- an. Untuk mencegah terjadinya kebocoran keuangan negara aki- bat korupsi. Efek dari tidak adanya korupsi, akan menyebabkan keseimban- gan dan pemerataan pembangu- nan. Sehingga akan terbuka la- pangan pekerjaan yang mencuku- pi, sehingga setiap orang di Tanah Air akan mempunyai pekerjaan, yang pada akhirnya akan menin- gkatkan kesejahteran seluruh ma- syarakat Indonesia. Meski Edukatif, Serial Drama “Omar” Picu Kontroversi kan adegan yang menampakkan kesalahan, keterbatasan, rivalitas, kemarahan, dan kelaparan akan mengubah adanya fase baru di dunia Islam.” Empat Khalifah KEBANYAKAN tayangan ini mengambil tempat syuting di Ma- roko, menghabiskan dana pulu- han juta dolar dan didanai oleh konglomerat media asal Arab Sau- di berbasis di Dubai, MBC Group. Tayangan ini mendapatkan apresiasi dari sejumlah pengamat film, dengan tuturnya, efek visu- al dalam peperangan yang meli- batkan gajah dan ratusan figu- ran lainnya serta kostumnya yang tampak alamiah menggambarkan pada kondisi saat itu. Namun bagi sebagian pemirsa, nilai-nilai yang disuguhkan tidak sebanding dengan kenyataan ses- ungguhnya dalam menggambar- kan Khalifah Umar dan ketiga khalifah lainnya. Keempat orang penting itu adalah pemimpin Is- lam pertama kali setelah wafat- nya Rasulullah. Dalam sejarah, ulama cende- rung menghindari penggamba- ran tokoh sahabat dalam sejum- lah karya seni, dan sebagian lagi malah melarang hal itu, karena ada kekhawatiran pemujaan yang berlebihan, itulah mengapa sejum- lah masjid cenderung menghiasi nuansa geometris ketimbang gam- bar-gambar manusia atau hewan. Memang benar, sebelumnya sudah ada karya film yang men- gisahkan seputar perjuangan sah- abat Nabi, namun kalangan yang memproduksi itu adalah penga- nut Syiah. Serial Omar ini diang- gap sebagai serial pertama yang di- produksi oleh Muslim Sunni yang menjadi mayoritas di wilayah Te- luk dan Afrika Utara yang dalam sejarahnya sangat ketat dalam hal menggambarkan sahabat Nabi. “Visualisasi sahabat Nabi adalah tindakan yang mengagetkan ma- syarakat Arab,” kata seorang profe- sor Sosiologi UAE University Suaad al-Oraimi. Mufti besar Arab Sau- di dengan keras mengkritik visu- alisasi itu, termasuk syeikh al- Azhar juga mempunyai pendapat yang sama. “Mereka para khalifah sudah di- janjikan sebagai penghuni surga…. kehidupannya tidak bisa digam- barkan oleh seorang aktor,” kata Mufti Besar Dubai Ahmed al-Had- dad kepada Reuters. Pembela NAMUN tayangan itu tidaklah sepi pembelaan, meski demikian, Saif al-Sahabani, seorang kolum- nis dari Arab Saudi menilai visu- alisasi seorang sahabat Nabi tidak dilarang hukum syariah. “Pertun- jukan itu menunjukkan adanya gap antara Arab dan kesadaran Islam secara kolektif, khususnya mereka yang berkukuh pada tra- disi ketimbang pemikiran mereka.” Sahabani mendukung upaya itu, sebagaimana ulama kenamaan asal Qatar, Yusuf al-Qaradawi, Yu- suf al-Qaradawi merupakan sosok yang turut mengedit naskah seri- al itu. Sebagian penonton meno- lak kritik itu, karena mereka me- lihat hal itu sebagai serangan terh- adap kebebasan individu. “Berilah ruang pada pendapat ekstrimis itu…siapa Anda yang bisa meng- adili kami hanya karena menonton serial Omar?” kata Yasmine Med- hat, seorang warga Mesir. Sang sutradara, Hatem Ali me- nyatakan, timnya telah menerima kritik sejak episode pertama dari 30 episode yang akan ditayang- kan. “Kami sudah siap dengan ini semua,” katanya. “Tayangan Omar ini memberikan suri teladan ten- tang tokoh Islam, jika ada pandan- gan tidak setuju, saya sulit mema- haminya.” Ali menambahkan, serial drama Omar tidak ada kaitannya dengan gerakan revolusi Islamis setahun yang lalu, dan sejarah ini tidak bisa dijadikan acuan bagaimana Muslim memerintah sebuah nega- ra. Namun dia mengakui inti ceri- tanya menyentuh isu kekinian yang berlangsung di dunia Arab. Seperti peran perempuan dalam Islam, pemerintahan yang bersih, dan penerapan syariah. “Saya tidak membela penerapan syariah,” katanya, “Namun Omar ini adalah suri teladan yang men- arik sehingga masyarakat bisa be- lajar banyak.” (m faridu ashrih) u Sambungan dari hal 1 u Sambungan dari hal 1 u Sambungan dari hal 1 u Sambungan dari hal 1 u Sambungan dari hal 1 fleksi kekecewaan terhadap kin- erja aparat negara. Di bidang pertahanan dan ke- amanan, kita juga masih dihadapkan dengan persoa- lan perbatasan dengan sejumlah negara, bahkan beberapa negara tetangga telah melakukan tinda- kan tidak terpuji terkait masalah perbatasan ini. Tidak kalah se- runya adalah penanganan pem- berantasan terorisme, walaupun dinilai berhasil namun penang- gulangan pemberantasan teror- isme akan semakin kuat jika kita memperkuat semua stakeholder terkait masalah ini mulai dari in- telijen, TNI maupun Polri. Kita ti- dak bisa merasa jumawa atau- pun digdaya berani melawan ter- orisme sendirian tanpa bantu- an pihak lainnya, apalagi perger- akan terorisme diyakini semakin sulit terdeteksi pasca tertangkap- nya Umar Patek. Mereka masih menebarkan ancaman tersendiri, karena mereka memanfaatkan security gap” untuk melancar- kan serangan baliknya lagi. Persoalan lainnya adalah mod- ernisasi alutsista di Indonesia dan bagaimana alutsista ini bisa menjadi faktor deterence bagi pi- hak lawan untuk berbuat aneh- aneh terhadap Indonesia. Pemerintahan SBY-Boediono telah berkomitmen untuk terus menambah anggaran pertahanan negara, dimana anggaran pertah- anan itu sendiri sekarang sudah mencapai lebih dari Rp72 trili - un per tahun. Presiden SBY juga berharap agar dana tersebut di- pergunakan untuk memperkuat dan memodernisasi alutsista dan meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan satu catatan be- sar agar dihindari berbagai ben- tuk penyimpangan yang terjadi, karena sudah bukan rahasia umum lagi jika dalam setiap pen- gadaan alutsista ada kemungki- nan terjadinya “hal-hal aneh”. Mungkin ke depan, KPK juga perlu memeriksa “kebersihan” dalam tubuh institusi keamaan diIndonesia. Inti persoalan-persoalan yang telah diuraikan di atas pada dasarnya adalah masih ter- dapatnya permasalahan integra- si dan integritas ke-Indonesia- an kita. Integritas yang mestin- ya sudah dalam persoalan lagi ternyata saat ini masih terjadi dan bahkan munculnya kemba- li dominasi etnis-etnis kedaerah- an yang sering ditunjukkan pada pemilihan kepala daerah, misal- nya haruslah putra daerah me- mimpin daerah asal masing-ma- sing. Sedangkan integritas harus ke-Indonesia-an nyatanya justru telah berubah ke arah pragma- tisme sempit baik untuk kepent- ingan pribadi maupun kelom- poknya. Dua hal tersebut harus didorong agar semua kita me- miliki national pride yaitu bang- sa Indonesia sehingga ketika kita berjabat-tangan dengan bang- sa-bangsa lain dengan tegas kita menyebutkan Idonesia. Dan untuk mewujudkan hal tersebut kita semua tidak bisa mengabaikan landasan ideal kita yaitu Pancasila. Itulah ancaman dan tantangan Kemerdekaan kita saat ini. Mari- lah bergandengan-tangan mem- bantu pemerintah menyelesaikan- nya. Bukan sebaliknya menjadi pen- gacau, trouble makers ataupun komprador asing. Dirgahayu In- donesiaku. (tim pelita) 2012_08_14 HAL 01.indd 19 8/15/2012 12:13:43 AM

Upload: tarunaikrar

Post on 26-Jul-2015

132 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Transparansi Kunci Pemberantasan Korupsi (2012 08 14 Hal 19)

Harian PelitaRABU | 15 AGUSTUS 2012/26 RAMADHAN 1433 H 19

SAMBUNGAN

pang itu karena ternyata ban-yak pihak asing dan komprador-nya di dalam negeri yang berupaya terus menerus untuk “menggaga-lkan” cita-cita keemasan Indone-sia tersebut.

Memang ancaman dan gangguan menuju cita-cita keemasan Indo-nesia itu terjadi di semua lini ke-hidupan. Kalau kita instropeksi secara lebih bijaksana dan men-dalam seperti misalnya di bidang ideologi, maka diakui atau tidak sekarang ini masih cukup kuat pengaruh kelompok radikal kan-an (fundamentalisme, radikalisme agama, terorisme, dan fanatisme sempit), kelompok radikal kiri sep-erti munculnya anak-anak atau cucu-cucu eks PKI yang eksisten-sinya semakin menguat pasca-keputusan Komnas HAM yang me-nyatakan peristiwa 1965 adalah pelanggaran HAM be-rat, masih kuatnya keinginan un-tuk mempelajari ideologi lainnya di luar Pancasila, masih adanya ke-lompok yang bercita-cita “ganti sistem-ganti rezim”, kelompok yang juga masih ingin memperjuangkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh dengan sistem khila-fah (dimana kelompok ini selalu menjudge bahwa segala kesalahan yang terjadi sekarang ini disebab-kan karena pemerintah dan negara ini tidak mau menerapkan ideologi mereka) serta menyebarnya kelompok radikal kiri dalam semua lini kehidupan masyarakat. Se-lain itu, ada kelompok radikal lain-nya seperti kelompok post power síndrome dan kelompok “tiji tibeh atau mati siji mati kabeh atau mati satu mati semua” yang masih ak-tif melakukan beraneka-ragam ke-hidupan.

Dampak lanjutan dari perso-alan ideologi yang belum tuntas ini adalah munculnya aksi-ak-si sweeping dengan kekerasan, terorisme mengatasnamakan agama, fanatisme sempit serta konflik-konflik bernuansa SARA misalnya terkait keberadaan tem-pat ibadah “ilegal”ataupun Ah-madiyah serta berbagai aliran se-sat lainnya.

Di bidang politik misalnya, juga masih diwarnai dengan carut-marut persaingan politik yang tidak sehat. Bahkan, an-tara legislatif-yudikatif-ekseku-tif juga terjadi “perebutan hege-moni pengaruh”, walaupun yang paling kental kentara adalah an-tara legislatif dengan eksekutif. Hal ini disebabkan karena sela-ma ini pendulum politik di In-donesia berada di eksekutif, dan sejak era reformasi tampaknya pendulum tersebut mulai berger-ak ke wilayah legislatif. Partai-partai baru juga bermunculan dengan membawa pesan ideolo-gi yang berlain-lainan, partai-par-tai yang lama beberapa dianta-ranya masih mengalami “konflik internal”.

Potret buram juga terjadi di kalangan “oposisi” dimana sampai saat ini mereka tidak dapat bersatu-padu, bahkan be-berapa perpecahan dan konflik internal terjadi di beberapa or-ganisasi buruh.

Terakhir dengan jelas tergam-bar bagaimana bentrokan anta-ra massa Forum Betawi Rem-pug (FBR) vs Pemuda Pancasila di Depok dan lain-lain, yang ko-non penyulutnya adalah masalah yang sepele.

Kelompok NGO juga bebera-pa di antaranya terus menerus mengkritisi kinerja pemerin-

tah baik melalui kegiatan dis-kusi, jumpa pers sampai men-gadakan survei, bahkan bebera-pa NGO pun sudah terlibat terla-lu serius dengan beberapa perso-alan nasional dan mereka “cen-derung menggurui” seperti tam-pak dalam penanganan kasus Ahmadiyah, kasus Cikeusik, ka-sus di Papua sampai perdebatan yang alot dan panas dan bahkan terkesan beberapa NGO menolak RUU Kamnas serta RUU Tentara Cadangan atau Wajib Militer, karena dinilai akan memberan-gus kehidupan civil society di In-donesia.

Di bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, bagaimana kita menyaksikan “kesibukan” aparat penegak hu-kum untuk menangani masalah korupsi, dimana korupsi yang paling hot disorot oleh masyara-kat sekarang ini adalah kelanju-tan kasus “whistle blower” Naza-ruddin dan sejumlah “pelaku ko-rupsi” lainnya. Di sisi yang lain, dalam pemberantasan korup-si kita juga disuguhi oleh adanya fakta “rebutan kewenangan” an-tara Polri vs KPK, terkait dengan penanganan kasus korupsi Sim-ulator SIM, dimana suara mayor-itas yang berkembang di masyarakat menyatakan bahwa sebaiknya permasalahan ini di-tangani oleh KPK.

Di bidang ekonomi, kita juga menyaksikan bagaimana kedo-dorannya ekonomi mikro di Indo-nesia yang terlindas praktik penerapan ACFTA (ASEAN Chi-na Free Trade Agreement) dan sebentar lagi dengan penera-pan ASEAN Economic Commu-nity yang akan dimulai pada ta-hun 2015. Ancaman terberat kita saat ini adalah terjadinya berb-

agai praktik ilegal dalam rang-ka mencuri dan menjual sumber daya alam Indonesia secara mu-rah dan itu terjadi di Papua, Su-lawesi, Kalimantan, Sumatera, NTB bahkan Jawa.

Walaupun pertumbuhan eko-nomi Indonesia menurut data BPS pada triwulan pertama ta-hun 2012 masih mencapai 6,4 persen, namun ke depan pemer-intah harus memiliki kebijakan dan sikap politik yang tegas dalam hal ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketersediaan air bersih; karena tidak menutup kemungkinan an-caman dan point perseteruan antarbang-sa ke depan akan berkisar pada masalah ini, dimana indikasi awalnya sudah ditandai dengan “perebutan sebagai aktor utama” yang bermain di pentas global geopolitik dan geoekonomi yang notabene ujung-ujungnya adalah mencari “oil atau minyak” atau dengan kata lain mencari ener-gi untuk ketahanan energi mere-ka ke depan. Setelah minyak di-peroleh, persaingan ke depan di-perkirakan mengarah ke rebut-an sumber-sumber pangan dan air bersih.

Di bidang sosial budaya, kita juga dihadapkan kepada ber-bagai permasalahan kesehat-an dengan merebaknya sejumlah penyakit menular dan berbahaya di sejumlah daerah, kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, mutu pendidikan yang belum baik dan sejumlah indikator lainnya ter-kait dengan MDG’s (Milenium Development Goals). Tidak hanya itu saja, masih menguatnya fan-atisme sempit, radikalisme mas-sa serta tanda-tanda terjadinya “social disobeydience” sebagai re-

Membaca Beragam Ancaman ke Depan

Indonesia Harus Bangun Ekonomi Inklusif

Transparansi Menjadi Kunci Pemberantasan Korupsi

Bencana Akibat Siklon Tropis Meningkat Sebesar 878 Persen

formal. Sementara dari kelom-pok miskin, 70-80 persen juga mengalami hal yang sama.

“Ini adalah bentuk eksklusi-fitas ekonomi kita, pembangu-nan yang inklusif akan membu-ka semua akses keuangan un-tuk semua orang karena ada ko-relasi positif antara akses terha-dap lembaga keuangan dengan kesejahteraan,” katanya.

Indeks ketimpangan (gini) dalam keterangan Muliaman juga semakin memburuk. Se-banyak 20 persen orang terkaya di Indonesia memiliki 48 persen harta di negara ini sementara 40 persen orang miskin hanya me-miliki 16 persen.

Menurut Mulyaman Hadad, Bung Hatta selalu menempatkan rakyat sebagai subyek yang se-lalu diperjuangkannya. Pereko-nomian Indonesia harus berori-entasi pada kesejahteraan kolek-tif rakyat, bukan hanya mengun-tungkan segelintir orang.

“Saya ingin dikubur di tem-pat rakyat biasa, yang nasibnya saya perjuangkan seumur hid-up saya,“ kata Mulyaman me-nirukan kata-kata Bung Hatta.

Baginya, pertumbuhan eko-nomi Indonesia harus diarah-kan lebih inklusif supaya raky-at Indonesia mempunyai akses terhadap modal, di mana akses masyarakat terhadap permoda-lan dinilai masih sangat minim. Bahkan ada masyarakat yang akses mereka terhadap modal tertutup sama sekali.

Di sisi lain, dia juga men-dukung pemikiran Hatta yang menempatkan negara sebagai aktor yang kuat dalam pem-bangunan. Namun dia mengin-gatkan bahwa negara juga bisa gagal sehingga dipikirkan ulang peran negara dalam ekonomi.

“Sebelum krisis Yunani, kita tidak pernah berpikir bahwa negara bisa gagal karena salah urus, kasus di Eropa itu mem-buat kita harus kembali mere-

fleksikan pemikiran Hatta khu-susnya pada bagian bagaima-na negara bisa berperan dalam pembangunan,” kata Muliaman D Hadad.

Sementara itu, Sri-Edi Swa-sono menegaskan, gagasan eko-nomi Bung Hatta menolak pen-guasaan aset-aset negara oleh asing. Investor asing boleh di-gunakan guna mendorong ke-mandirian nasional, bukan un-tuk menguasai dan mengang-kangi negara.

“Investor asing tidak boleh menguasai atau ngangkangi. Investasi asing harus berusaha mendorong kemandirian nasi-onal,” katanya.

Ketua Program Studi Magis-ter Filsafat STF Driyarkara Her-ry Priyono menyatakan, Bung Hatta bukan tidak memahami genius pasar. Dia ingin mengem-balikan pasar pada fitrahnya di mana pasar bukan hanya seba-tas kalkulasi melibat-gandakan modal, tapi pasar menjadi sum-

ber kehidupan warga (ekonomi substantif).

“Sebagai seorang ekonom, Bung Hatta bukannya tidak pa-ham genius pasar. Bung Hat-ta bukan anti-pasar, tapi ingin mengembalikan pasar yang se-jati pada fitrahnya,” ungkapnya.

Bung Hatta lahir di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902, dan meninggal dunia di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun. Dia dike-nal sebagai pejuang, negarawan, ekonom, dan juga Wakil Pres-iden Indonesia yang pertama.

Bersama Ir Soekarno, Bung Hatta memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjaja-han Belanda sekaligus mem-proklamirkannya pada 17 Agus-tus 1945. Hatta juga pernah menjabat sebagai Perdana Men-teri dalam Kabinet Hatta I, Hat-ta II, dan RIS. Bung Hatta mun-dur dari jabatan Wakil Presiden pada tahun 1956. (cr-15)

utara. Sekitar 65 persen siklon tropis terbentuk di daerah anta-ra 10°-20° dari ekuator. Sangat jarang terbentuk di daerah lint-ang 0°-10°. Berdasarkan data selama 42 tahun terakhir, ke-jadian siklon tropis di wilayah yang dekat dengan Indonesia, di Selatan terjadi pada Februari (23 persen), Maret (22 persen), Januari (21 persen), Desember (14 persen), dan April (11pers-en). Sedangkan berdasarkan data 56 tahun kejadian siklon tropis di utara terbanyak pada Agustus (20 persen), September (18 persen), Juli (15persen), dan

Oktober (15 persen). Artinya, ancaman banjir dan

tanah longsor serta cuaca eks-trem yang dapat menimbulkan kecelakaan perairan laut masih berpotensi hingga September mendatang. Sebab keberadaan siklon tropis di Utara Indonesia masih berpotensi cukup besar.

Menurut Sutopo, di bulan Agustus, dengan rata-rata ke-jadian sebanyak 5,2 kali sik-lon tropis per tahun, kondisi ekstrim maksimum pernah ter-jadi pada tahun 1960 (13 kali kejadian siklon tropis dalam sebulan). Pada bulan Agustus yang merupakan bulan paling sibuk bagi pertumbuhan siklon

tropis di wilayah ini, dari 323 kejadian terdapat 107 kejadian yang berkembang menjadi ba-dai tropis dan 81 di antaranya berkembang lebih jauh menjadi hurricane.

Memang Indonesia, siklon tro-pis tidak terbentuk di Indone-sia. Atau Indonesia tidak akan dilalui langsung oleh siklon tro-pis. Namun imbas dari siklon tersebut sangat nyata. Khu-sus berpengaruh pada cuaca buruk dan menimbulkan ben-cana. Tercatat pada Juni-Agus-tus 2012 ini, beberapa kejadi-an banjir dan longsor, seperti di Padang, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Ambon, Luwu, Sar-

mi, Sangihe, dan sebagainya dipengaruhi oleh keberadaan siklon tropis atau depresi tro-pis di sekitar wilayah Indone-sia. Demikian pula dengan ke-celakaan laut akibat gelombang tinggi sehingga beberapa kapal tenggelam.

“Hal ini perlu kita waspadai bersama. Bahwa suatu fakta alam sudah berubah sehingga ancaman bencana menjadi nya-ta dan meningkat. Ibarat pepa-tah ‘alam takambang jadi guru’. Hendaknya bencana alam men-jadi pengalaman bersama dalam membentuk karakter bang-sa yang tangguh menghadapai bencana,” kata Sutopo. (be)

berakar dan telah menjadi bu-daya. Padahal untuk kemajuan suatu bangsa di zaman modern, budaya korupsi dan pungutan liar menjadi penghabat yang sangat besar untuk kemajuan. Hampir semua negara maju di dunia de-wasa ini, sangat rendah tingkat korupsi dan pungutan liarnya. Hal ini disebabkan oleh dua faktor uta-ma yaitu: 1) Sistem yang transpar-an, 2) Pemimpin yang kuat dan di-siplin serta antikorupsi.

Sebetulnya Indonesia, mem-punyai potensi yang sangat be-sar untuk menjadi bangsa yang maju, sejahtera, aman, dan sen-tosa. Olehnya bangsa ini membu-tuhkan pemimpin yang kuat dan anti-korupsi. Artinya; pemimpin yang benar-benar berjuang un-tuk kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Yang bertekad membumihanguskan korupsi dan pungli (pungutan liar) dengan cara memperbaiki sistem pemerintah-

an menjadi transparan, dan ter-kontrol, sehingga orang akan sulit melakukan korupsi, karena den-gan sistem yang transparan dan terkontrol maka orang yang ko-rupsi akan langsung ketahuan.

Transparansi sistem keungan negara, bisa dilihat pada negara maju, seperti contohnya; Ameri-ka Serikat: Pengelolaan keuangan dan sistem perpajakan, sangat transparan. Sehingga dalam men-gawasi bukan saja tugas pemerin-tah, tetapi masyarakat secara ke-seluruhan. Semua pejabat pub-lik, mulai tingkat terendah hing-ga presiden diawasi secara lang-sung oleh masyakat.

Hal ini karena sistem transpar-ansi keuangan dan perpajakan begitu modern. Semua transak-si keuangan, pembayaran pajak, sampai pemenangan tender ser-ta distribusi pembangunan dan penggajian dilakukan secara on-line dan transparan. Sehingga terjadi kebocoran sekecil apapun,

cepat terdeteksi, sehingga bisa di-lakukan pencegahan. Demikian pula hukum ditegakkan secara maksimal tanpa pandang bulu dan strata sosial. Dengan kondi-si tersebut, keungan negara bisa diberdayakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan nasional, sehingga Amerika Seri-kat, menjadi negara maju dan su-perpower seperti sekarang ini. Be-lajar dari kondisi tersebut, sudah saatnya Indonesia menerapkan sistem keuangan yang transpar-an. Untuk mencegah terjadinya kebocoran keuangan negara aki-bat korupsi.

Efek dari tidak adanya korupsi, akan menyebabkan keseimban-gan dan pemerataan pembangu-nan. Sehingga akan terbuka la-pangan pekerjaan yang mencuku-pi, sehingga setiap orang di Tanah Air akan mempunyai pekerjaan, yang pada akhirnya akan menin-gkatkan kesejahteran seluruh ma-syarakat Indonesia.

Meski Edukatif, Serial Drama “Omar” Picu Kontroversi

kan adegan yang menampakkan kesalahan, keterbatasan, rivalitas, kemarahan, dan kelaparan akan mengubah adanya fase baru di dunia Islam.”

Empat KhalifahKEBANYAKAN tayangan ini

mengambil tempat syuting di Ma-roko, menghabiskan dana pulu-han juta dolar dan didanai oleh konglomerat media asal Arab Sau-di berbasis di Dubai, MBC Group.

Tayangan ini mendapatkan apresiasi dari sejumlah pengamat film, dengan tuturnya, efek visu-al dalam peperangan yang meli-batkan gajah dan ratusan figu-ran lainnya serta kostumnya yang tampak alamiah menggambarkan pada kondisi saat itu.

Namun bagi sebagian pemirsa, nilai-nilai yang disuguhkan tidak sebanding dengan kenyataan ses-ungguhnya dalam menggambar-kan Khalifah Umar dan ketiga khalifah lainnya. Keempat orang penting itu adalah pemimpin Is-lam pertama kali setelah wafat-nya Rasulullah.

Dalam sejarah, ulama cende-rung menghindari penggamba-ran tokoh sahabat dalam sejum-lah karya seni, dan sebagian lagi malah melarang hal itu, karena ada kekhawatiran pemujaan yang berlebihan, itulah mengapa sejum-lah masjid cenderung menghiasi nuansa geometris ketimbang gam-bar-gambar manusia atau hewan.

Memang benar, sebelumnya sudah ada karya film yang men-gisahkan seputar perjuangan sah-abat Nabi, namun kalangan yang memproduksi itu adalah penga-nut Syiah. Serial Omar ini diang-gap sebagai serial pertama yang di-produksi oleh Muslim Sunni yang menjadi mayoritas di wilayah Te-luk dan Afrika Utara yang dalam sejarahnya sangat ketat dalam hal menggambarkan sahabat Nabi.

“Visualisasi sahabat Nabi adalah tindakan yang mengagetkan ma-syarakat Arab,” kata seorang profe-sor Sosiologi UAE University Suaad al-Oraimi. Mufti besar Arab Sau-di dengan keras mengkritik visu-alisasi itu, termasuk syeikh al-Azhar juga mempunyai pendapat yang sama.

“Mereka para khalifah sudah di-janjikan sebagai penghuni surga….kehidupannya tidak bisa digam-barkan oleh seorang aktor,” kata Mufti Besar Dubai Ahmed al-Had-dad kepada Reuters.

PembelaNAMUN tayangan itu tidaklah

sepi pembelaan, meski demikian, Saif al-Sahabani, seorang kolum-nis dari Arab Saudi menilai visu-alisasi seorang sahabat Nabi tidak dilarang hukum syariah. “Pertun-jukan itu menunjukkan adanya gap antara Arab dan kesadaran Islam secara kolektif, khususnya mereka yang berkukuh pada tra-disi ketimbang pemikiran mereka.”

Sahabani mendukung upaya

itu, sebagaimana ulama kenamaan asal Qatar, Yusuf al-Qaradawi, Yu-suf al-Qaradawi merupakan sosok yang turut mengedit naskah seri-al itu. Sebagian penonton meno-lak kritik itu, karena mereka me-lihat hal itu sebagai serangan terh-adap kebebasan individu. “Berilah ruang pada pendapat ekstrimis itu…siapa Anda yang bisa meng-adili kami hanya karena menonton serial Omar?” kata Yasmine Med-hat, seorang warga Mesir.

Sang sutradara, Hatem Ali me-nyatakan, timnya telah menerima kritik sejak episode pertama dari 30 episode yang akan ditayang-kan. “Kami sudah siap dengan ini semua,” katanya. “Tayangan Omar ini memberikan suri teladan ten-tang tokoh Islam, jika ada pandan-gan tidak setuju, saya sulit mema-haminya.”

Ali menambahkan, serial drama Omar tidak ada kaitannya dengan gerakan revolusi Islamis setahun yang lalu, dan sejarah ini tidak bisa dijadikan acuan bagaimana Muslim memerintah sebuah nega-ra. Namun dia mengakui inti ceri-tanya menyentuh isu kekinian yang berlangsung di dunia Arab. Seperti peran perempuan dalam Islam, pemerintahan yang bersih, dan penerapan syariah.

“Saya tidak membela penerapan syariah,” katanya, “Namun Omar ini adalah suri teladan yang men-arik sehingga masyarakat bisa be-lajar banyak.” (m faridu ashrih)

u Sambungan dari hal 1

u Sambungan dari hal 1

u Sambungan dari hal 1

u Sambungan dari hal 1

u Sambungan dari hal 1

fleksi kekecewaan terhadap kin-erja aparat negara.

Di bidang pertahanan dan ke-amanan, kita juga masih dihadapkan dengan persoa-lan perbatasan dengan sejumlah negara, bahkan beberapa negara tetangga telah melakukan tinda-kan tidak terpuji terkait masalah perbatasan ini. Tidak kalah se-runya adalah penanganan pem-berantasan terorisme, walaupun dinilai berhasil namun penang-gulangan pemberantasan teror-isme akan semakin kuat jika kita memperkuat semua stakeholder terkait masalah ini mulai dari in-telijen, TNI maupun Polri. Kita ti-dak bisa merasa jumawa atau-pun digdaya berani melawan ter-orisme sendirian tanpa bantu-an pihak lainnya, apalagi perger-akan terorisme diyakini semakin sulit terdeteksi pasca tertangkap-nya Umar Patek. Mereka masih menebarkan ancaman tersendiri, karena mereka memanfaatkan “security gap” untuk melancar-kan serangan baliknya lagi.

Persoalan lainnya adalah mod-ernisasi alutsista di Indonesia dan bagaimana alutsista ini bisa

menjadi faktor deterence bagi pi-hak lawan untuk berbuat aneh-aneh terhadap Indonesia.

Pemerintahan SBY-Boediono telah berkomitmen untuk terus menambah anggaran pertahanan negara, dimana anggaran pertah-anan itu sendiri sekarang sudah mencapai lebih dari Rp72 trili-un per tahun. Presiden SBY juga berharap agar dana tersebut di-pergunakan untuk memperkuat dan memodernisasi alutsista dan meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan satu catatan be-sar agar dihindari berbagai ben-tuk penyimpangan yang terjadi, karena sudah bukan rahasia umum lagi jika dalam setiap pen-gadaan alutsista ada kemungki-nan terjadinya “hal-hal aneh”.

Mungkin ke depan, KPK juga perlu memeriksa “kebersihan” dalam tubuh institusi keamaan diIndonesia.

Inti persoalan-persoalan yang telah diuraikan di atas pada dasarnya adalah masih ter-dapatnya permasalahan integra-si dan integritas ke-Indonesia-an kita. Integritas yang mestin-ya sudah dalam persoalan lagi

ternyata saat ini masih terjadi dan bahkan munculnya kemba-li dominasi etnis-etnis kedaerah-an yang sering ditunjukkan pada pemilihan kepala daerah, misal-nya haruslah putra daerah me-mimpin daerah asal masing-ma-sing. Sedangkan integritas harus ke-Indonesia-an nyatanya justru telah berubah ke arah pragma-tisme sempit baik untuk kepent-ingan pribadi maupun kelom-poknya. Dua hal tersebut harus didorong agar semua kita me-miliki national pride yaitu bang-sa Indonesia sehingga ketika kita berjabat-tangan dengan bang-sa-bangsa lain dengan tegas kita menyebutkan Idonesia.

Dan untuk mewujudkan hal tersebut kita semua tidak bisa mengabaikan landasan ideal kita yaitu Pancasila.

Itulah ancaman dan tantangan Kemerdekaan kita saat ini. Mari-lah bergandengan-tangan mem-bantu pemerintah menyelesaikan-nya.

Bukan sebaliknya menjadi pen-gacau, trouble makers ataupun komprador asing. Dirgahayu In-donesiaku. (tim pelita)

2012_08_14 HAL 01.indd 19 8/15/2012 12:13:43 AM