tradisi, makanan dan efek samping
TRANSCRIPT
![Page 1: Tradisi, makanan dan efek samping](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071721/55ae17b61a28ab73248b47cb/html5/thumbnails/1.jpg)
Tradisi, Makanan dan Efek Samping
Banyak orang yang tidak bisa mengingat masa kecilnya. Saya sendiri
sepertinya hanya bisa mengingat masa kecil saya mulai usia lima tahun. Ketika usia
tersebut, yang saya ingat hanya bermain, bermain dan bermain. Saat umur saya
menginjak sepuluh tahun, saya ingat bahwa saat itu saya sudah sekolah, hidup tidak
hanya diisi dengan bermain namun juga ada belajar. Namun yang terpenting di umur
sepuluh tahun tersebut ialah mengenai betapa berat badan saya tidak normal dan
melebihi batas dibandingkan dengan teman-teman seumur saya.
Lalu apa hubungannya? Baiklah, saya akan menjabarkan lebih jauh mengenai
asal usul keluarga saya. Kakek dan nenek saya dari pihak ayah dan ibu sama-sama
berasal dari ranah minang. Meskipun ayah dan ibu saya tidak lahir di Padang,
melainkan di Jakarta, namun ayah dan ibu masih sempat merasakan begitu kentalnya
budaya padang di keluarganya masing-masing.
Ayah saya, atau saya biasa memanggil beliau papa, dididik dalam tradisi
minang yang cukup kental. Hal itu berpengaruh pula dengan selera makan papa.
Nenek saya sangat ahli memasak makanan khas minang. Dengan enam orang anak
yang telah dilahirkan beliau, termasuk suaminya sendiri, yaitu kakek saya, dapat
dibayangkan betapa sibuknya nenek ketika memasak. Beliau harus memutar otak dan
pintar mengolah uang guna mencukupi kebutuhan keluarga. Alhamdulillah keluarga
papa saya cukup beruntung sehingga nenek saya selalu memasak makanan khas
minang hampir setiap hari. Dan untungnya lagi, hingga umur lebih dari 70 tahun
sekarang ini, nenek masih sanggup memasak makanan khas minang. Beliau sangat
ahli memasak rendang.
![Page 2: Tradisi, makanan dan efek samping](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071721/55ae17b61a28ab73248b47cb/html5/thumbnails/2.jpg)
Ibu saya, atau saya biasa memanggil beliau mama, juga dididik dalam tradisi
minang. Bahkan ibu dari mama, yaitu nenek, selalu menggunakan bahasa padang
dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun begitu, mama hanya mampu berkomunikasi
secara pasif. Mama tidak begitu pandai bila berbicara dalam bahasa padang, namun
cukup ahli untuk mengartikan apa yang nenek saya katakan. Seperti selayaknya gadis
jaman dahulu, mama dididik cukup keras. Tiap hari mama harus membantu nenek
untuk memasak dan berbelanja, apalagi mama merupakan anak bungsu di
keluarganya. Namun hal tersebut justru dijadikan kesempatan untuk belajar bagi
mama dan akhirnya, cuma mama yang dapat mewarisi segala keahlian nenek dalam
hal memasak dan meramu bahan masakan.
Sampai akhirnya mama dan papa bertemu, kemudian menikah hingga lahirlah
tiga anak, termasuk saya sendiri sebagai anak kedua. Mama dan papa mendidik kami
secara bebas namun bertanggung jawab. Begitu juga mengenai tugas sehari-hari di
rumah. Dapat dibayangkan betapa repotnya orang tua saya ketika mendidik anak-
anaknya ketika kecil.
Kembali lagi ketika umur saya sepuluh tahun, saat itu saya kelas 3 sd. Pada
saat itu saya sedang mengalami masa pertumbuhan, setidaknya itulah yang mama
pikirkan. Nafsu makan saya tidak dapat dikontrol. Apapun saya makan, terutama
masakan mama. Mama memang hobi memasak, baginya memasak merupakan
kewajiban yang menyenangkan. Ketika saya selalu berkata lapar dan meminta makan,
dengan senang hati mama akan memasak makanan yang enak-enak. Mulai dari
makanan khas minang, makanan khas jawa ataupun makanan impor semisal spaghetti
atau macaroni.
Saya sendiri paling senang dengan makanan khas padang. Banyak sekali yang
saya suka. Rendang, gulai, dendeng batokok, dan apapun yang dimasak balado. Saya
suka makanan tersebut semenjak saya kecil.
![Page 3: Tradisi, makanan dan efek samping](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071721/55ae17b61a28ab73248b47cb/html5/thumbnails/3.jpg)
Sebenarnya, tidak semua makanan yang enak itu menyehatkan. Saya akan
jabarkan sedikit mengenai beberapa makanan khas minang yang “enak” tapi belum
tentu “sehat”. Pertama, saya akan menjabarkan tentang rendang. Rendang merupakan
makanan yang terdiri dari beberapa bahan rempah seperti cabai, jahe, lengkuas,
kunyit, daun salam, sereh dan juga daun jeruk. Tidak ketinggalan juga bawang merah
dan bawang putih. Bahan utama rendang ialah daging sapi, khususnya daging sapi
khas dalam bila ingin menghasilkan kualitas yang terbaik. Kemudian, ditambah
santan. Santan merupakan bahan utama rendang dan juga bahan utama beberapa
masakan khas minang lainnya. Keseluruhan bahan tadi diolah sedemikian rupa
sehingga menghasilkan rendang yang biasa kita kenal sekarang. Rendang yang
berwarna coklat kehitaman dan disertai bumbu rendang yang mampu membuat lidah
bergoyang.
Dari rendang saja, kita dapat melihat sejatinya makanan tersebut tidak sehat
seutuhnya. Daging, yang merupakan bahan utama, memang mengandung protein
hewani yang sangat bagus untuk gizi sesorang. Namun jangan lupakan juga
kandungan lemak di dalamnya yang justru lebih banyak menghasilkan efek negative.
Rendang dimasak dan diolah menggunakan minyak goreng dengan jumlah yang
sangat banyak. Bayangkan bagaimana minyak tersebut bergabung dengan santan!
Kedua bahan tersebut bergabung dan menjadi lemak yang sangat rentan terhadap
penyakit kolesterol. Rendang tidak hanya dapat diduetkan dengan daging sapi.
Banyak orang bahkan ibu saya sendiri sering mengkombinasikan rendang dengan hati
sapi dan paru sapi. Soal rasa, jangan tanya, karena sebelas duabelas saja dengan
daging sapi. Namun yang perlu dikhawatirkan ialah bahan utama itu sendiri. Jelas
hati dan paru sapi mengandung banyak lemak.
Contoh lain yang akan saya angkat ialah gulai. Makanan khas minang banyak
sekali yang menggunakan bumbu gulai. Gulai itu sendiri merupakan gabungan dan
kolaborasi sempurna dari beberapa rempah seperti kunyit, jahe, lengkuas, bawang
merah dan bawang putih, ketumbar, cabai dan tentu saja santan. Meskipun gulai dapat
![Page 4: Tradisi, makanan dan efek samping](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071721/55ae17b61a28ab73248b47cb/html5/thumbnails/4.jpg)
dimasak dengan bahan utama seperti ayam, kepala ikan kakap, daun singkong, otak,
bahkan dengkul atau kaki sapi, kami awak minang biasa menyebutnya gulai tunjang.
Walaupun dalam mengolah gulai tidak terlalu menggunakan banyak minyak goreng
namun bukan berarti makanan tersebut tidak mengandung “bahaya”.
Apakah cukup dengan rendang dan gulai saja saya dapat menafsirkan bahwa
makanan padang tdak selalu sehat? Tentu saja tidak. Justru budaya kami yang
membuat hal itu semakin parah. Kami awak minang, khususnya keluarga besar saya,
mempunyai suatu tradisi yang biasa disebut makan basamo. Tradisi tersebut ialah
beberapa orang makan bersama, lesehan tentunya, dengan menggunakan suatu
wadah, piring besar atau bisa juga nampan yang sangat besar. Makan basamo ini
biasanya diadakan ketika ada event-event tertentu seperti pernikahan atau ketika
lebaran. Saya sendiri sejak kecil selalu senang dengan tradisi ini.
Apakah bahayanya? Manusia merupakan makhluk social. Bahkan ketika
makan pun manusia lebih senang makan dengan ditemani dengan sesamanya. Begitu
pula kami awak minang, makan bersama dengan keluarga besar tentu menjadi hal
yang seru. Dapat saya bayangkan bagaimana kami tertawa bersama, membagi lauk
yang ada dengan sesama dan segala kelucuan dan kenikmatan yang ada ketika makan
basamo tersebut. Segala hal tersebut membuat lupa. Lupa bahwa sesungguhnya perut
kita telah menampung makanan yang lebih dari cukup. Hal itu terpengaruh karena
ketika makan, kita seolah-olah tidak bisa berhenti karena ada rasa kebersamaan yang
tinggi. Coba bandingkan dengan makan sendirian, rasa-rasanya kita akan heran
sendiri bagaimana dapat menghabiskan makanan sebanyak itu.
Bahaya lainnya bagi kami awak minang ialah nasi. Apa enaknya makan
dengan lauk yang sangat menggiurkan tanpa ditemani nasi? Tentu saja tidak nikmat!
Kami benar-benar menganggap bahwa nasi merupakan makan pokok. Saya sendiri
ingat ketika kecil makan nasi dengan sambal pun sudah terasa nikmat. Itulah
bahayanya. Seperti yang telah diketahui bersama nasi merupakan sumber karbohidrat
![Page 5: Tradisi, makanan dan efek samping](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071721/55ae17b61a28ab73248b47cb/html5/thumbnails/5.jpg)
tinggi. Namun juga mengandung gula yang sangat banyak. Kebiasan makan nasi ini
yang membuat kebanyakan kami masyarakat minang menderita dibetes. Di keluarga
besar kami, diabetes sudah menjadi hal yang biasa.
Lantas, bagaimana jika pola makan yang sedemikian rupa serta asupan
makanan yang telah saya sebutkan di atas telah saya alami sejak umur lima tahun dan
berlanjut hingga sekarang? Pada umur sepuluh tahun saya mempunyai berat badan di
atas normal. Dan sekarang pun di umur saya yang hampir 20 tahun saya masih
terlihat gemuk meskipun bukan obesitas dan untungnya saya tidak menderita diabetes
ataupun kolesterol. Namun bagaimana sepuluh atau duapuluh tahun lagi? Siapa
berani jamin?
Dan ternyata pola makan yang tidak bagus serta dampaknya yang buruk
bukan hanya menimpa kesehatan fisik saja. Bagaimana dengan psikis? Jujur, ketika
saya berumur sepuluh tahun, saya tidak menderita obesitas ataupun diabetes. Namun
secara tidak langsung saya mengalami gangguan psikis. Saya selalu malu dan minder
karena hampir tiap hari dicemooh dan dijahili akibat berat badan saya yang berlebih.
Untungnya dukungan keluarga dan banyak dari teman saya yang melindungi saya
sehingga dampak buruk tersebut tidak berlanjut lebih jauh. Namun bagaimana dengan
anak-anak lain yang kurang beruntung?
Oleh karena itu saya ingin memberikan saran bahwasannya, pola makan dan
terutama kesehatan harus diperhatikan sejak kecil. Saya dididik untuk bebas, orang
tua saya tidak pernah melarang dan menanhan keinginan saya untuk mengkonsumsi
makanan apapun. Hal tersebut tidak sepenuhnya positif. Orang tua seharunya terus
memantau dan mengkontrol asupan gizi anaknya. Karena penyakit yang kita derita
saat ini bisa jadi akibat pola kesehatan yang buruk dari beberapa tahun ke belakang,
atau bahkan sejak kecil.
![Page 6: Tradisi, makanan dan efek samping](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071721/55ae17b61a28ab73248b47cb/html5/thumbnails/6.jpg)
Dan juga hal yang penting, jangan biarkan tradisi dan makanan daerah asal
kita memberikan dampak buruk bagi kesehatan fisik maupun rohani kita. Karena
sesungguhnya tradisi dan makanan tersebut tidak dapat disalahkan. Semua
dikembalikan kepada kita, manusia, untuk memilih apa yang baik dan buruk untuk
kelangsungan hidup kita sendiri.
![Page 7: Tradisi, makanan dan efek samping](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071721/55ae17b61a28ab73248b47cb/html5/thumbnails/7.jpg)
Biodata Singkat
Nama : Yufendriansyah Auriga
Tempat lahir : Jakarta
Tanggal lahit : 1 November 1991
Agama : islam
Alamat : Jl. H. Iming 20 01/02 beji, depok utara 16421
Nomor telefon : (021) 7756109
Nomor handphone : 083874603863
Email : [email protected]
Status : Mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)