tradisi kudangan perkawinan betawi dalam...

73
TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS KELURAHAN BENDA BARU KEC. PAMULANG) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh : MUHASIM 204044103048 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL ALSYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH J A K A R T A 1430H / 2009 M

Upload: ngodang

Post on 05-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(STUDI KASUS KELURAHAN BENDA BARU KEC. PAMULANG)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

MUHASIM 204044103048

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL ALSYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIFHIDAYATULLAH J A K A R T A

1430H / 2009 M

Page 2: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(STUDI KASUS KELURAHAN BENDA BARU KEC. PAMULANG)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

MUHASIM 204044103048

Di bawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag 197 112 121 995 031 001

Kamarusdiana, S.Ag, M.H 197 202 241 998 031 003

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL ALSYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIFHIDAYATULLAH J A K A R T A

1430H / 2009 M

Page 3: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Kelurahan Benda Baru Kec. Pamulang)

telah diujikan dalam munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program

Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah (Peradilan Agama).

Jakarta, 10 Desember 2009 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum

Prof. DR. H.Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP 195 505 051 982 031 012

Panitia Ujian

1. Ketua : Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM (........................) NIP 195 505 051 982 031 012

2. Sekretaris : Drs H. Ahmad Yani, MAg (........................) NIP 196 404 121 994 031 004

3. Pembimbing I : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag (........................)

NIP 197 112 121 995 031 001

4. Pembimbing II : Kamarusdiana, S.Ag, MH (........................) NIP 197 202 241 998 031 003

5. Penguji I : Drs H. Ahmad Yani, MAg (........................)

NIP 196 404 121 994 031 004

6. Penguji II : Dr. Alimin, M.Ag (........................) NIP 196 908 850 000 310 001

Page 4: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat beserta salam senantiasa melimpah kepada Nabi Muhammad

SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu

dan tempat sampai akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis

jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya,

kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, baik yang langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat

teratasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan kali ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak. Prof. Dr. H. Amin Suma. SH. MA. MM., sebagai Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak. Drs. H. A. Basiq Jalil. SH. MA, sebagai Ketua Program Studi

Ahwal al Syakhshiyyah Fakultas Syaria’ah dan Hukum.

3. Bapak Dr H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag dan Bapak Kamarusdiana,

S.Ag.M.A sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran yang tulus

  i

Page 5: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

senantiasa meluangkan waktunya untuk bimbingan, pengarahan, saran-

saran selama penulisan skripsi.

4. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey. SH. MA., dan Bapak. Drs. Ahmad Yani,

M. Ag., sebagai Ketua Kortek dan sekertaris Kortek program Non

Reguler, penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sedalam-

dalamnya yang senantiasa sabar memberikan banyak masukan serta do’a

yang tak kunjung henti, semoga Allah SWT membalas dengan ganjaran

yang berlipat. (Amiiin)

5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen pada lingkungan Ahwalul Syakhshiyyah

Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.

6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik Perpustakaan Fakultas dan

Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai

bahan rujukan skripsi.

7. Ucapan terimakasih penulis haturkan secara khusus kepada kedua orang

tua ku Bapak Mitar dan Ibu Asenih, yang senantiasa memberikan

dukungan penuh baik berupa materil maupun spirituil, dan selalu

mengiringi setiap langkah ku dengan do’a yang tulus ikhlas, sehingga

penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi.

8. Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Tiwi calon istriku yang

selalu memotifasi diriku dalam pembuatan skripsi ini.

  ii

Page 6: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

  iii

9. Tidak terlupa kuucapkan terimakasih pada teman-teman ku; Achdi

Gufron, Mirzan, Jaenuddin, Agus Khaeroni, Ma’mun, Aldy, Benny,

Sammy dan semua rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah

membimbing dan membantu penulis mendapat balasan yang berlimpah ruah dari

Allah SWT. Dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca pada umumnya. Jazakumullah Khairon Katsiiron

Jakarta, 23 November 2009 M 06 Djulhijjah 1430 H

Penulis

Page 7: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

LEMBARAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta , 30 November 2009

Muhasim

Page 8: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................. 7

D. Review Studi terdahulu ............................................................ 7

E. Metodelogi Penelitian ............................................................. 8

F. Sistematika Penulisan .............................................................. 11

BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan .............................. 13

B. Rukun dan Syarat Perkawinan ................................................ 20

C. Tujuan dan Hikmah Perkawinaan ............................................ 23

D. Segi-segi ta`abudi dalam pemberian mahar dan harta bawaan 25

BAB III KONDISI OBYEKTIF DESA BENDA BARU

A. Keadaan Geografis Desa Benda Baru ...................................... 32

B. Keadaan demografis Desa Benda Baru ................................... 34

iv

Page 9: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

v

C. Keadaan Sosiologis Desa Benda Baru .................................... 37

BAB IV PERSPEKTIF HUKUM TENTANG TRADISI KUDANGAN

DALAM PERKAWINAN ADAT BETAWI

A. Hakekat Perkawinan Adat Betawi ........................................... 41

B. Tradisi Kudangan Perkawinan Adat Betawi ......................... 43

C. Dampak Negatif dan Positif dari Pemberian Kudangan .......... 50

D. Perspektif Hukum Islam dalam Pemberian Kudangan ........... 51

E. Analisis ..................................................................................... 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 60

B. Saran ......................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 62

LAMPIRAN ................................................................................................. 65

Page 10: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-undang No.l Tahun 1974 tentang perkawinan Bab I pasal

1 ditegaskan bahwa, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa”1

dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab II Pasal 2 disebutkan bahwa"

Perkawinan menurut hukum Islam, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqah

gholidhah untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan

ibadah.” Lebih lanjut dalam KHI pasal 3 dinyatakan bahwa, “Perkawinan

bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah

dan rahmah”.2 Dalam persepsi lain, Dr. Musa Subaiti mendefinisikan keluarga

sebagaimana keluarga Nabi Muhammad SAW yang menanamkan ajaran-ajaran

yang membimbing menuju kebahagian yang diimpikan oleh semua orang, lebih

dari itu dapat mengambil faedah dari akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah

SAW.3

1 Abdul Rahman, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan, (Jakarta;

Akademika Preside, 1986) h. 12 2 Departemen Agama Rl, Kompilasi Hukum Islam Inpres RI No. 7, (Jakarta; Departemen

AgamaRI2001)h.7 3 Mussa Subaiti, Akhlak Keluarga Nabi Muhammad SAW.(Jakarta Lentera, 1996)

1

Page 11: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

2

Perkawinan merupakan suatu ketentuan yang menjadikan sunahtullah bagi

manusia yang berlaku universal bagi seluruh mahluknya yang bernyawa. Islam

memandang perkawinan tidak sekedar wahana bertemunya dua insan yang

berbeda jenis dan tidak pula sekedar sarana pemuas nafsu yang membara dalam

setiap manusia. Islam mempunyai pandangan yang lebih dalam, mendasar dan

menuju kepada sarana yang terarah.4

Perkawinan adalah suatu perbuatan yang dilakukan sejak zaman nabi

Adam AS, dan dilakukan manusia secara turun temurun. Hal itu dikarenakan

perkawinan merupakan salah satu pokok kebutuhan manusia yang dituntut secara

naluri, selain itu perkawinan merupakan jalan mencari kebutuhan dan

ketentraman jiwa.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 21 :

)21: م والر( ⌧Artinya: ''Dan diantara tanda-tanda kebesaran karunia-Nya (Allah) dikaruniakannya bagimu dari jenismu sendiri pasangan hidup (istri / suami) agar kamu merasa tentram dengannya.... " (Q.S. Ar-Rum: 21)

4 Thariq Ismail Kakhiya,Perkawinan Dalam Islam,(Jakarta:Yasaguna,! 987),cet ke2,hal 42

Page 12: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

3

Dari ayat di atas dapat kita fahami bahwa perkawinan merupakan

sunahtullah yang memang menjadi kebutuhan hidup untuk mencapai kebahagian

dunia dan akhirat.5

Dalam masyarakat dan kebudayaan Betawi, perkawinan merupakan saat

yang dianggap penting dalam lingkungan individu anggota masyarakatnya. Oleh

karena itu perkawinan adalah salah satu peristiwa sangat penting dalam

kehidupan masyarakat, terutama pada masyarakat Betawi. Itu dilihat dari

persiapan mulai dari acara sebelum perkawinan ataupun setelah perkawinan diatur

sedemikian rupa. Perkawinan menandai suatu saat peralihan dari usia remaja

ketingkat hidup yang lebih dewasa dan bertanggunga jawab yaitu dengan

membentuk keluarga.

Masyarakat Betawi adalah suatu masyarakat yang mendiami daerah

Jakarta pada masa mulai berdirinya Jayakarta akibat takluknya Bangsa Portugis,

wilayah Batavia pada mulanya hanya berkisar pada daerah yang menurut Ridwan

Saidi hanya sekitar kali sentries.6

Namun kini Jakarta semakin di perluas dengan melalui beberapa

pemekaran wilayah, saat ini wilayah Jakarta meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Utara

sampai Kepulauan Seribu, Jakarta Timur sampai perbatasan Bekasi, Jakarta Barat

sampai perbatasan Tangerang, dan Jakarta Selatan berbatasan dengan kotip

Depok.

5 Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta; CV. Indah Press, 1996) 6 Ridwan Saidi,Babad Tanah Betawi, (Jakarta: PT.Gramedia,2002) h 153

Page 13: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

4

Dalam pemetaan budaya Betawi secara geografis, sangat berkaitan erat

dengan penentuan batas wilayah pemakaian bahasa Betawi, pemetaan bahasa

dilakukan berdasarkan anggapan bahwa wilayah biasanya identik dengan wilayah

budaya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa seni Betawi tumbuh dan berkembang

pula di wilayah bahasa/budaya melayu sekitar wilayah DKI Jakarta.

Kesamaan dalam bahasa tersebut juga merupakan kesamaan dalam tradisi

masyarakat seperti dalam makanan tradisional, seni tari, seni pencak silat dan

musik, bahkan adat budaya.7

Kebudayaan masyarakat Betawi yang banyak dipengaruhi oleh

kebudayaan-kebudayaan asing seperti kebudayaan Arab, Cina, dan Belanda,

ataupun kebudayaan - kebudayaan yang masuk dari wilayah Indonesia itu sendiri

seperti Makasar, Sunda, Jawa hanya menjadi corak berorentasi kepada etika

Islam.8

Tradisi perkawinan di kalangan masyarakat Betawi itu sudah ada sejak

abad lampau adanya masyarakat Betawi, budaya dan tata tertib perkawinan

dipertahankan oleh anggota masyarakat dan para pemuka terdahulu. Perkawinan

dalam masyarakat Betawi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap sebelum

perkawinan, saat perkawinan dan sesudah perkawinan. Acara sebelum

perkawinan seperti peminangan, peminangan dalam masyarakat Betawi dianggap

7 Sarjomihardjo Abdul Rahman, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta,(Jakarta: Dinas

Musium dan Sejarah, 1997) h. 64 8 Poeponoto, Sebakti, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta, Pradya Paramita, 1983),

h. 18

Page 14: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

5

suatu hal yang sangat penting. Sedangkan yang dilakukan acara pelaksanaan

terdiri dari seserahan, pesta perkawinan dan malam-malam hiburan. Tahapan

yang terakhir acara setelah perkawinan seperti syukuran tiga hari perkawinan

dengan mendatangi keluarga dari pihak laki-laki.

Namun ada yang berbeda dalam tradisi perkawinan adat Betawi, dimana

ada tradisi kudangan yaitu salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak laki –

laki yang akan menikahi seorang perempuan, permintaan pihak perempuan

tersebut bersumber dari orang tua pihak perempuan ketika perempuan tersebut

masih kecil meminta sesuatu kepada orang tuanya tetapi orangnya tidak dapat

memenuhinya, maka timbullah suatu ucapan atau perkataan dari orang tua

perempuan untuk memberikannya ketika ia akan nikah nanti, yang menjadi

permasalahan yaitu apakah kudangan dapat dikategorikan sebagai mahar.9

Dalam istilah ahli fiqih mahar adalah pemberian wajib yang diberikan

oleh calon suami kepada calon istrinya yang merupakan tanda persetujuan dan

kerelaan dari mereka untuk hidup sebagai suami istri.

Dari permasalahan tersebut di atas dapat timbul suatu pertanyaan, Apakah

status hukum yang terdapat dalam kudangan tersebut, oleh karena itu, dalam

skripsi ini penulis memilih judul “TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN

BETAWI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”.(STUDI KASUS

KELURAHAN BENDA BARU KEC. PAMULANG)

9 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,

1974), h. 81.

Page 15: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

6

B. Pembatasaan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari uraian di atas, tergambar dengan jelas bahwa inti pembahasan

skripsi ini adalah status hukum dari tradisi kudangan pekawinan adat Betawi

dalam tinjauan hukum Islam.

Untuk memfokuskan pembahasan tersebut, penulis merasa perlu

menegaskan batasan-batasan masalahnya, sehingga diharapkan tidak terjadi

kesalahpahaman antara penulis dan pembaca pada umumnya.

Pertama, tentang hukum Islam, sebagaimana tertulis dalam judul

skripsi ini. Hukum Islam yang dimaksud oleh penulis adalah setiap ketentuan

agama yang datang dari Allah SWT, baik secara langsung ataupun tidak

langsung, yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf dalam suatu

bentuk keharusan, pilihan atau wadl’i, karena itu yang termasuk dalam

pengertian hukum Islam disini adalah syari’at dan fiqh.10

Kedua, tentang kudangan. Pengertian kudangan pada skripsi ini adalah

ucapan atau janji orang tua wanita terhadap anaknya ketika wanita tersebut

masih kecil, untuk memberikan sesuatu yang harus dipenuhi oleh pihak laki-

laki yang mau melamarnya.

2. Perumusan Masalah

10 Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, (Bandung ; Sumur Baru, 1988), h. 28

Page 16: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

7

Untuk mempertegas arah pembahasan dalam skripsi ini hingga sampai

kepada suatu kesimpulan yang akurat, Maka pembahasannya dirumuskan

sebagai berikut:

a. Bagaimana tradisi kudangan menurut hukum Islam ?

b. Apakah dapak positif dan negatif dari kudangan tersebut?

c. Apakah kudangan dapat dikategorikan sebagai mahar?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian dalam karya tulis ini mempunyai tujuan;

1. Untuk mengetahui tentang tinjauan hukum Islam terhadap tradisi kudangan

perkawinan Betawi.

2. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari pemberian kudangan.

3. Untuk mengetahui sejauhmana kudangan dapat dikategorikan sebagai mahar.

Sedangkan kegunaan penulisan ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi positif dari sisi:

1) Akademis, sebagai referensi dalam mempelajari dan mengamati tradisi adat

Betawi, khususnya dalam perihal perkawinan.

2) secara praktis, memberikan rangsangan kepada umat Islam, Alim ulama dan

khususnya masyarakat Betawi untuk mengkaji lebih jauh lagi mengenai tradisi

perkawinan adat Betawi, serta dapat dijadikan bahan acuan dan perbandingan

dalam hukum nasional.

D. Review Studi Terdahulu

Page 17: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

8

No

Judul Skripsi Pengarang Pokok pembahasan

Perbedaan

1 2 3

Pandangan hukum Islam terhadap resepsi perkawinan adat Betawi(studi kasus desa kenanga Kec.Cipondoh) Walimatul`urs perkawinan adat Betawi(Studi kasus daerah Bekasi Barat) Tinjauan hukum Islam terhadap Khutbah nikah(Studi kasus disetu Babakan kelurahan Srengseng Sawah)

Ahmad Fadilah Arpah Andy Pathoni

Ruang lingkup adat Betawi dalam resepsi perkawinan Acara pelaksanaan resepsi pada perkawinan adat Betawi Membahas tradisi dua khutbah penyerahan dan penerimaan

Masalah harta bawaan yang diberikan kepada pihak wanita Harta bawaan yang diminta oleh pihak wanita Permintaan pihak wanita kepada pihak laki-laki

Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya

dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Pembahasan dari skripsi di atas hanya

membahas pandangan hukum Islam terhadap acara resepsi pernikahan adat Betawi,

sedangkan penulis akan membahas permintaan atau syarat pihak perempuan yang

akan dinikahi oleh pihak laki-laki.

E. Metodelogi Penelitian

1. Jenis Pendekatan Penelitian

Mengingat kajian ini bersifat ilmiah dan dituangkan dalam bentuk

skripsi, penulis berusaha mendapatkan data yang akurat dan bukti-bukti yang

benar. Untuk itu penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan

pendekatan penelitian secara antropologi hukum yaitu dengan melihat secara

Page 18: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

9

langsung kehidupan masyarakat Pamulang kelurahan Benda Baru, yang

melakukan kudangan dalam perkawinan adat Betawi.

2. Sumber data

Lazimnya sebuah penelitian dapat dibedakan antara data yang

diperoleh dari lapangan dan dari bahan perpustakaan, antara lain sebagai

berikut:

a. Data primer atau data dasar adalah data yang diperoleh secara langsung

dari masyarakat baik yang dilakukan secara wawancara, observasi atau

yang lainnya.11 Data yang langsung dari sumbernya yakni prilaku

masyarakat melalui penelitian, kemudian diamati dan dicatat untuk

pertama kalinya oleh peneliti yang berhubungan dengan obyek penelitian

yang dihadapi. Contoh yang termasuk dalam data ini adalah sejarah dan

letak geografls penelitian.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau berasal dari bahan

perpustakaan.12 Data ini biasanya untuk melengkapi data primer,

mengingat bahwa data primer dapat dikatakan sebagai data praktek yang

ada secara langsung dalam praktek dilapangan karena penerapan secara

teori.

3. Teknik Pengambilan Data

11 Soejono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia(UI. Pers), Jakarta

1996, hal 12. 12 P.Joko Subagio, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta 1997,

hal 87.

Page 19: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

10

Teknik pengambilan data yang digunakan untuk penelitian ini

meliputi:

a. Wawancara

Wawancara dalam hal ini adalah percakapan yang diarahkan kepada

masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan informasi

dengan bertanya langsung pada responden yaitu tokoh-tokoh masyarakat

adat Betawi di kelurahan Benda Baru Pamulang tentang tardisi kudangan.

b. Observasi

Obsevasi merupakan sebuah proses penelitian secara mendalam

untuk mengetahui tradisi perkawinan yang terjadi di masyarakat Betawi

setempat yang didalamnya terdapat tradisi kudangan. Untuk observasi

penulis menggunakan pedoman observasi dengan tujuan agar penelitian

lebih terarah.

c. Studi Dokumentasi

Penelitian dalam hal ini pengumpulan data melalui berkas-berkas,

arsip, majalah dan serta dokumentasi penting lainnya yang berhubungan

dengan skripsi ini.

4. Metode Analisis Data

Penulis dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif

analisis yaitu suatu tehnik analisis data dimana penulis menjabarkan data yang

diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Kemudian menganalisisnya

dengan pedoman pada sumber tertulis yang didapatkan dari perpustakaan.

Page 20: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

11

5. Tehnik Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman

skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 2007.

1. Untuk referensi dari al Qur’an, penulis letakan diawal pada daftar pustaka,

urutan berikutnya disusun sesuai abjad.

2. Dalam penulisan kutipan ayat al Qur’an dan terjemahnya, ditulis dengan

satu spasi tanpa footnote.

3. Kutipan dari hadits dan terjemahnya ditulis satu spasi dengan footnote

hadistnya dan terjemahnya tanpa footnote.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “petunjuk penulisan skripsi, tesis dan

Disertasi” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan ini terdiri dari lima bab.

Adapun perinciannya sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Diantaranya meliputi: Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan

Penelitian, Review Studi Terdahulu , Metodelogi Penelitian serta

Sistematika Penulisan.

Page 21: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

12

Bab II Perkawinan Dalam Hukum Islam diantaranya: Pengertian Perkawinan,

Rukun dan Syarat Perkawinan, Tujuan dan Hikmah Perkawinaan,

Segi-segi ta`abudi dalam pemberian mahar dan harta bawaan

Bab III Kondisi Obyektif Desa Benda Baru meliputi Keadaan Geografis Desa

Benda Baru, Keadaan demografis Desa Benda Baru, Keadaan

Sosiologis Desa Benda Baru.

Bab IV Perspektif Hukum Tentang Tradisi Kudangan dalam Perkawinan adat

Betawi diantaranya, Hakekat Perkawinan Adat Betawi, Pengertian

Kudangan Perkawinan Adat Betawi, Dampak Negatif dan Positif dari

pemberian Kudangan, Perspektif Hukum Islam tentang Pemberian

Kudangan,analisis.

Bab V Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.

Page 22: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

BAB II

PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan menurut bahasa al-jam’u/ad-Dhomu, mengawinkan atau

menggabungkan, sedangkan menurut syara adalah suatu akad yang jelas dan

telah mencakupi atas rukun dan syaratnya. Menurut bahasa, nikah berarti

penggabungan dan percampuran. Sedangkan menurut istilah syari’at, nikah

berarti akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya

hubungan badan menjadi halal. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya

dan berarti hubungan badan dalam arti majazi (metafora). Demikian

berdasarkan firman Allah SWT berikut ini:

........ )25: النساء (........

Artinya: ........“Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka.......”, (QS. An Nisa : 25)

Jadi, hubungan badan itu tidak boleh dilakukan hanya dengan seizin

semata. Di pihak yang lain, Abu Hanifah berpendapat, nikah itu berarti

hubungan badan dalam arti yang sebenarnya, dan berarti akad dalam arti

majazi.1

1 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hlm. 1

13

Page 23: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

14

Dalil yang menjadi landasan pendapat pertama adalah ayat al-Qur’an,

bahwa kata nikah itu tidak diartikan kecuali akad, sebagaimana yang

ditegaskan az-Zamakhsyari dalam kitabnya, al-Kasysyaf, pada pembahasan

awal surat an-Nuur. Namun hal itu bertolak belakang dengan firman Allah

Ta'ala ini:

......... ⌧ ⌧ )230: البقرة (

Artinya:....... “Sehingga Ia menikah lagi dengan laki-laki yang lain......” (QS. A1-Baqarah:230)

Adapun tentang makna perkawinan itu secara definisi, masing-masing.2

Ulama Fiqih berbeda mengemukakan pendapatnya antara lain sebagai berikut:

a. Ulama Hanafiah, mendefinisikan perkawinan sebagai suatu akad yang

berguna untuk memiliki mut’ah dengan sengaja. Artinya seorang laki-laki

dapat menguasai perempuan dengan seluruh anggota badannya untuk

mendapatkan kesenangan atau kepuasan;

b. Ulama Syafi’iyah, bahwa perkawinan adalah suatu akad dengan

menggunakan lafal nikah atau zauj yang menyimpang arti memiliki wali,

artinya dengan perkawinan seseorang dapat memiliki atau mendapatkan

kesenangan dari pasangannya;

2 M. Abdul Ghofar E.M., dan Syihk Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, (Jakarta: Pustaka

Alkautsar, 2001), cet. Ke-1, h. 3-4

Page 24: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

15

c. Ulama Malikiyah, bahwa perkawinan adalah suatu akad yang mengandung

arti mut’ah untuk mencapai kepuasan, dengan tidak mewajibkan adanya

harga;

d. Ulama Hanabilah, menyebutkan bahwa perkawinan adalah akad dengan

menggunakan lafal nikah atau tazwij untuk mendapatkan kepuasan dari

seorang perempuan dan sebaliknya.

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa hakekat

dari pendapat diatas, penulis memahami tidak ada perbedaan arti diantara para

ulama fiqh mengenai definisi tersebut. Karena yang menjadi pokok

permasalahan adalah “akad” (perjanjian) yaitu serah terima antara calon

mempelai wanita dengan calon mempelai pria dan ini terjadi hanya perbedaan

redaksinya saja. Secara keseluruhan dapat didifinisikan nikah menurut ulama

fiqh adalah akad yang ditetapkan oleh syara untuk diberikan kepada pria, hak

penggunaan kehormatan wanita dan seluruh tubuhnya untuk kenikmatan

sebagai tujuan primer.3

Perkawinan adalah suatu cara untuk menempuh kehidupan bersama

antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang melibatkan berbagai

pihak demi melangsungkan ketentraman dan kebahagiaan hidup yang

tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang tercantum dalam

pasal 1 sebagai berikut:

3 Ibrahim Husain, Fiqh Perbandingan Masalah Perkawinan, (Jakarta, Ihiya Ulumu al-Din, 1971), jilid I h. 66

Page 25: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

16

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”4

Mencermati perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun

1974, diatas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur perkawinan itu

adalah sebagai berikut:

1) Perkawinan dilakukan oleh dua jenis kelamin yang berbeda, artinya tidak

boleh perkawinan di Indonesia satu jenis seperti: laki-laki dengan laki-laki

dan perempuan dengan perempuan. Perkawinan tersebut lebih dikenal

dengan istilah gay, homosexual, atau lesbi.

2) Perkawinan berdasarkan agama-agama yang dianut di Indonesia atau

dengan kata lain berdasarakan Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh sebab itu

tidak ada perkawinan di Indonesia yang dilangsungkan diluar ajaran

masing-masing agama pemeluknya.

3) Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal.5 Artinya mencapai kebahagiaan untuk selama-lamanya

dan tidak diakhiri dengan perceraian, oleh sebab itu haruslah antara

pasangan suami istri ada kaitan lahir batin yang sangat dalam, sehingga hak

dan kewajiban masing-masing suami istri berjalan sebagaimana mestinya.

4 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-

Sunnah dan Negara-negara Islam), Jakarta PT. Bulan Bintang 1994, cet. Ke-2, h. 105 5 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tariqan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta ;

Prenada Media, 2004), cet ke-2, h. 44

Page 26: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

17

Dari unsur-unsur tadi bahwa pengertian yang terkandung dalam Undang-

Undang No 1 tahun 1974 ini, bersifat umum artinya untuk semua agama yang

ada di Indonesia.

Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan yaitu

akad yang sangat kuat atau mitsaqah gholidhah untuk mentaati perintah Allah

dan melaksankannya merupakan ibadah. Dan tujuannya untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, rahmah.

Jadi prinsipnya pergaulan suami istri itu hendaklah:

a. Pergaulan yang makruf (pergaulan yang baik) yaitu saling menjaga rahasia

masing-masing;

b. Pergaulan yang sakinah (pergaulan yang aman tentram);

c. Pergaulan yang mengalami rasa mawaddah (saling mencintai) terutama

dimasa muda (remaja);

d. Pergaulan yang disertai rahmah (rasa santun menyantuni) terutama setelah

masa tua.6

2. Dasar Hukum Perkawinan

Hukum dasar perkawinan adalah mubah, sesuai dengan firman Allah:

6 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Jakarta PT. Bumi Aksara 1996, cet. Ke-1, h.4

Page 27: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

18

): النور( “Dan nikah (akad)-kanlah orang-orang yang tidak mempunyai jodoh di antara kamu (yang merdeka) dan orang-orang yang layak (bernikah) dan hamba-hamha sahayamu yang perempuan. Jika kamu adalah fakir niscaya Allah akan mencukupkanmu dengan sebagian karunianya, dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS. an-nuur/ 24: 32).

Dari pada itu hukum nikah mungkin akan menjadi wajib, atau sunnah,

makruh, ataupun haram sesuai dengan keadaan orang yang akan kawin.7

a. Wajib

Orang yang diwajibkan kawin adalah orang yang mempunyai

kesanggupan untuk kawin sedang ia khawatir terhadap dirinya akan

melakukan perbuatan yang dilarang Allah. Dan pernikahan adalah jalan

satu-satunya untuk mencegah dan menghindarkan dari melakukan hal

tersebut. Berdasarkan hadits Nabi s.a.w:

اهللا لوسا رنل الق: الىعت هنع اهللا يضر دوعسم نب اهللا دبع نع ةاءبال مكنم اعطتاس نم ،اببالش رشعامي ملسو هيلع اهللا لىص هيلعف عطتسي مل نمو ،جرفلل نصحأو رصبلل ضغأ هنإف جوزتيلف 8)رواه البخاري و مسلم( اءجو هل هنإف موالصب

"Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, telah berkata kepada kami rasulullah: Hai sekalian pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah sanggup kawin, maka hendaklah la kawin. Maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama) dan

7 Kamal Muhtar, .Asas–Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Ibid, h. 15-17. 8 Maksud albaata dalam hadits ini para ulama berbeda pendapat, menurut pengarang buku ini

pendapat yang paling kuat dalam al-Ijma’ (setubuh),….bahwa barang siapa yang tidak mampu

menahan rasa persetubuhan ini maka hendaklah berpuasa. Assayyid Imam Ahad Ibn Ismail al-Kahlani,

Subulussalam, Bandung, Dahan, Tt. Juz3, h. 109

Page 28: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

19

Memelihara faraj. Dan barang siapa yang tidak sanggup maka hendaklah la berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya. (HR. Bukhari dan Muslim).

b. Sunnah

Orang yang disunahkan kawin adalah orang yang mempunyai

kesanggupan untuk kawin dan sanggup memelihara diri dari

kemunungkinan melakukan perbuatan yang terlarang. Sekalipun demikian

perkawinan adalah lebih baik baginya, karena Rasulullah S.A.W melarang

hidup sendirian tanpa kawin. Sebagaimana sabdanya:

نى عهنيو ةاءبالا بنرامي ملسو هيلع ى اهللالص اهللا لوسر نآا الا مكب راثكم ينإف دوللوا دودلوا اوجوزت لوقيا وديدا شيهن لتبالت

9)رواه البخاري وابن الحبان( نبياء يوم القيامة"Adalah Rasullah s.a.w memerintahkan kita kawin, melarang dengan sangat hidup sendirian tanpa kawin, dan beliau bersabda: Kawinlah wanita-wanita yang menyayangi dan sabar, maka sesungguhnya aku berbangga hati dengan kamu di hari kiamat”. (H.R. Bukhari dan Ibnu Hiban).

c. Makruh

Orang yang makruh untuk melangsungkan perkawinan adalah

orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin. Pada, hakekatnya

orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin, dibolehkan untuk

melangsungkan perkawinan, tetapi ia tidak dapat mencapai tujuan

9 Maksud attabatul dalam hadis ini adalah memalingkan diri dari wanita dan meninggalkan

nikah, memalingkan dalam rangka beribadah kepada Allah, Ibid., h 111

Page 29: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

20

)33: النور(......... Artinya : “hendaklah menahan diri orang-orang yang tidak

memperoleh (alat-alat) untuk nikah, hingga Allah mencukupkan dengan sebagian karunianya..”(Q.S. An-Nur/24:33)

d. Haram

Orang yang diharamkan untuk kawin itulah orang-orang yang

mempunyai kesanggupan untuk kawin, tetapi kalau ia kawin dapat

menimbulkan kemudlaratan terhadap pihak yang lain, seperti orang yang

gila, orang yang suka membunuh, atau mempunyai sifat-sifat yang dapat

membahayakan pihak yang lain dan sebagainya.

B. Rukun dan Syarat perkawinan

Rukun dan syarat-syarat perkawinan adalah seperti yang dikemukakan oleh

Khalil Rahman sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Rofiq, M.A. dalam

bukunya Hukum Islam di Indonesia yaitu:10

1. Adanya calon suami, syarat-syaratnya:

a. Beragama Islam;

b. Laki-laki;

10 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), cet ke-4,

h. 71-72

Page 30: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

21

c. Tertentu orangnya;

d. Dapat memberikan persetujuan;

e. Tidak terdapat halangan perkawinan.

2. Adanya calon istri, syarat-syaratnya:

a. Beragama Islam;

b. Perempuan;

c. Jelas orangnya;

d. dapat dimintai persetujuannya;

e. Tidak terdapat halangan perkawinan.

3. Adanya akad (ijab qabul), syarat-syaratnya:

a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali;

b. Adanya pernyataan penerimaan/calon mempelai pria;

c. Memakai kata-kata nikah/tazwij atau terjemahan dari kata nikah/ tanwij;

d. Antara ijab dan qabul bersambungan;

e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya;

f. Orang yang berkait dengan ijab qabul tidak sedang dalam ihram

haji/umrah;

g. Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang, yaitu:

calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita atau

wakilnya, dan dua orang saksi.

4. Adanya wali, syarat-syaratnya:

a. Laki-laki;

Page 31: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

22

b. Dewasa;

c. Mempunyai hak perwalian;

d. Tidak terdapat halangan perkawinan.

5. Adanya dua orang saksi, syarat-syaratnya:

a. Minimal dua orang laki-laki;

b. Hadir dalam ijab qabul;

c. Dapat mengerti maksud akad;

d. Islam;

e. Dewasa.

Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa rukun nikah ada lima

macam, yaitu:11

a. Wali dari pihak perempuan;

b. Mahar (maskawin);

c. Calon pengantin laki-laki;

d. Calon pengantin perempuan;

e. Sighat akad nikah.

Adapun beberapa ketentuan untuk terlaksananya. akad nikah dengan

baik yakni yang menentukan sah atau tidaknya perkawinan adalah:

1. Ijab qabul;

2. Wali pihak perempuan;

3. Persetujuan kedua mempelai;

11 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh munakahat,(Jakarta: Kencana, 2008), Cet Ke 3,hlm 47

Page 32: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

23

4. Calon pengantin laki-laki harus hadir sendiri dalam melaksanakan akad

nikah;

5. 2 (dua) orang saksi.

C. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

1. Tujuan Perkawinan

Sebagaiman hukum-hukum yang lain ditetapkan dengan tujuan tertentu

sesuai dengan tujuan terbentuknya, demikian pula halnya dengan syari`at

Islam, mensyari`atkan perkawinan dengan tujuan – tujuan tertentu pula,

diantaranya tujuan–tujuan itu ialah:12

a. Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan

menyambung cita-cita, membentuk keluarga dan dari keluarga-keluarga

dibentuk umat, ialah umat nabi Muhammad SAW umat Islam;

)72: النحل( Artinya : “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah" (Q.S : An-Nahl:72)

12 Kamal Mukhtar, Asas-asas hukum Islam tentang perkawinan, hal 12-15

Page 33: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

24

b. Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT

mengerjakannya;

c. Untuk menimbulkan rasa cinta antar suami istri, menimbulkan rasa kasih

sayang antar orang tua dengan anaknya dan antara seluruh anggota

keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga ini akan dirasakan

pula dalam masyarakat atau umat, sehingga terbentuklah umat yang

diliputi cinta dan kasih sayang;

d. Untuk menghormati atau mengikuti sunah Rasulullah SAW, beliau

mencela orang-orang yang berjanji akan puasa setiap hari, akan bangun

beribadah setiap malam dan tidak akan kawin – kawin sebagaimana sabda

beliau:

)رواه البخاري و مسلم(فمن رغب عن سنتى فليس منى

Artinya : “Maka barang siapa yang benci kepada sunah-Ku bukanlah ia termasuk (umatku)” (H.R. Bukhari dan Muslim)

e. untuk membersihkan keturunan. Keturunan yang bersih, yang jelas ayah,

kakek, dan sebagainya. Semua itu hanya dapat diperoleh dengan

perkawinan. Dengan demikian akan jelas pula orang–orang yang

bertanggung jawab terhadap anak–anak, yang akan memelihara dan

mendidik sehingga menjadilah ia seorang muslim yang dicita-citakan.

2. Hikmah Perkawinan

Page 34: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

25

Adapun hikmah perkawinan menurut Sayyid Sabiq dalam fiqh

sunnahnya yaitu13:

a. Perkawinan sebagai sarana yang legal untuk pemenuhan kebutuhsan

biologis manusia. Dengan demikian manusia berbeda dengan binatang

dalam dalam menyalurkan seksnya. Perkawinan secara tidak langsung

menciptakan manusia yang memiliki moralitas yang tinggi dan bisa

menjaga mata serta kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan agama.

b. Perkawinan adalah cara terbaik untuk melestarikan keturunan, memiliki

keturunan merupakan keinginan fitrah manusia;

c. Perkawinan akan membantu proses pendewasaan, memupuk tabiat

keibuan dan kebapakan dengan cara mengurus anak. Dengan menikah

akan tumbuh rasa kasih sayang dan kelembutan yang berguna untuk

berinteraksi sosial dalam komunitas sosial;

d. Perkawinan dapat memotifasi gairah hidup dan semangat kerja suami istri

akan berkobar demi membesarkan anak sebagi titipan Allah SWT dan

(khususnya bagi suami) untuk menafkahi istri dan anaknya;

e. Perkawinan dapat melahirkan pembagian kerja antara suami dan istri;

f. Perkawinan merupakan sarana untuk menciptakan ikatan-ikatan

kekeluargaan dan persaudaraan yang sangat dianjurkan oleh Islam;

13 Sayid Sabiq, Fiqh Sunah, terjemah M. Galib, (Bandung: Al ma`arif, 1994), Cet, ke 5,hal 64

Page 35: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

26

g. Perkawinan merupakan sarana untuk membentuk sebuah bangsa, karena

dengan perkawinan akan terbentuk sebuah keluarga yang merupakan

bagian terkecil dari sebuah bangsa.

D. Segi-segi Ta’abudi dalam Pemberian Mahar dan Harta Bawaan

Mahar atau Shadaq dalam hukum perkawinan Islam merupakan kewajiban

yang harus dibayar oleh seorang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan.

Hukum pemberian mahar adalah wajib, sedangkan mahar secara etimologi berarti

maskawin, pengertian mahar menurut istilah ilmu fiqh adalah pemberian yang

wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami,

untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya.14

Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita

dengan memberi hak kepadanya, di antaranya adalah hak untuk menerima mahar.

Mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita

lainnya atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh

mengambil apalagi menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali

dengan ridha dan kerelaan istri.15

Allah SWT. Berfirman: QS An-nisa Ayat 4

14 Slamet Abidin, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), cet Ke-1, h. 105 15 Ibid.

Page 36: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

27

): النساء( Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itn dengan senang hati, maka makanlah (ambilah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Q. S. 4: an- Nisa: 4)

Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat sebagai

berikut :

a. Harta bendanya berharga;

b. Barang suci dan bisa diambil manfaat;

c. Barangnya bukan barang gasab;

d. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya.

Pernikahan adalah perjanjian yang sangat kokoh di antara suami dan istri,

di mana masing-masing dari keduanya mempunyai beberapa hak dan kewajiban

terhadap yang lainnya.

Islam telah memberikan pedoman bahwa mahar adalah suatu lambang

bukan harga dan menunjukan agar tidak berlebihan didalamnya, sebab mahar

bukanlah tujuan. Rasulullah SAW adalah contoh keteladanan tertinggi dan

memberikan sunatullah tertinggi bagi umatnya dalam hal ini agar menjadi tradisi

yang baik ditengah masyarakat dan mereka tidak salah didalam memandang

hakekat permasalahan serta mengambil cara-cara yang sederhana sesuai dengan

tuntunan Islam.

Page 37: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

28

Mahar menurut Islam bukanlah dilihat dari wujudnya, bukan pula sebagai

pengukur harga wanita, melainkan yang disyari'atkan adalah menyederhanakan

mahar dan tidak berlebihan didalamnya sebagaimana yang telah ditegaskan dalam

sebuah hadis yang artinya: “mahar yang paling baik adalah mahar yang paling

sederhana".16

Hikmah larangan berlebihan dalam hal mahar di antaranva adalah memberi

kemudahan dalam perkawinan, dengan demikaian dapat mengurangi

penyelewengan seksual, kerusakan moral dan sosial. Mahar hanyalah sebagai

simbol bukanlah harga barang, dan kebahagiaan rumah tangga tidaklah terletak

kepada kemewahan dan berlebihan dalam mahar.

Dampak negatif dari berlebihan dalam dalam mahar di antaranya adalah:

a. Munculnya kelompok muda yang tidak mampu secara materi untuk

melaksanakan kewajibannya berumah tangga dan pada gilirannya juga

kelompok pemudi yang hidup tanpa suami. Dengan demikian dapat

menimbulkan dampak sosial yang berbahaya sebab kebutuhan biologis

mereka tidak dapat terpenuhi.

b. Secara psikologis para pemuda dan pemudi yang tidak menikah akan

mengalami depresi tekanan jiwa dan mental mereka menjadi labil.

c. Keretakan hubungan antara orang tua dan anak-anaknya dapat timbul

akibat dari tekanan mental.

16 Wahbah Zuhaely. Al-fikh al-Islam Wa Adillatuhu, (Damaskus, Sirya: Dar al-Fikr al-

Ma’ashir,2004) Jilid 9, hlm. 23.

Page 38: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

29

d. Wali pihak perempuan dapat mengeksploitasi anak perempuan untuk

tujuan materi dan menolak mengawinkan putrinya dengan laki-laki yang

lebih baik dan memenuhi syarat agama, tetapi tidak memenuhi harapan

wali tersebut karena alasan yang bersifat materi. Sehingga karena

mengacu kepada pertimbangan materi, lelaki bermoral rendah

dengan tidak memenuhi persyaratan agama diterima karena semata-

mata pertimbangan materi.

Adapun hikmah yang terkandung dalam pemberian mahar itu sebagai

berikut:

a. Hendaknya menerima dengan senang hati kepemimpinan kaum pria atas

dirinya, dan dengan adanya pemberian mahar dari pihak laki-laki itu

merupakan suatu penghargaan atas martabat kaum wanita.

b. Untuk tanda putih hati dan kebulatan tekad.

c. Untuk mempersiapkan diri bagi istri dalam menghadapi perkawinan.

d. Untuk menjadi kekayaan sendiri bagi istri sebagai tambahan dari kekayaan

yang diberi orang tuanya. Kelak dengan kekayaan itu sang istri mungkin

dapat memelihara kemerdekaan dirinya terhadap hal-hal yang mungkin

timbul dari suami.

Menurut Mahmud Yunus, hikmah adanya mas kawin adalah sebagai bukti

cintanya calon suami mengorbankan hartanya untuk diberikan kepada istrinya

sebagai tanda suci dan kebulatan tekad serta sebagai pendahuluan, bahwa suami

Page 39: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

30

akan terus menerus memberikan nafkah kepada istrinya. Hal ini memang

merupakan suatu kewajiban suami terhadap istri.17

Mahar merupakan suatu pemberian dari seorang pria kepada seorang wanita

dalam suatu ikatan perkawinan menurut ajaran agama Islam. Mahar disebut

pemberian dikarenakan mahar bukan merupakan syarat dan rukun perkawinan

sebagai sesuatu yang dapat menyebabkan sah atau tidaknya suatu perkawinan.

Pada rukun dan syarat perkawinan dalam perkawinan yang dilakukan apabila dari

salah satu syarat dan rukun perkawinan tersebut tidak terpenuhi maka tidak

sahnya suatu perkawinan atau batalnya perkawinan.

Syarat dan rukun perkawinan pelaksanaannya tidak dapat ditangguhkan

(hutang) contohnya tidak sahnya suatu perkawinan apabila perkawinan yang

dilakukan sesama jenis, dikarenakan perkawinan harus berbeda jenis kelamin.

Sedangkan mahar yang merupakan suatu pemberian dari seorang pria

kepada seorang wanita dalam suatu ikatan perkawinan yang merupakan suatu

kewajiban suami kepada istrinya dapat ditangguhkan atau dapat berupa hutang,

sesuai dengan kesepakatan bersama dan kerelaan calon istrinya tersebut

disamping itu pula berat jenis suatu benda dalam mahar tidak ada suatu aturan

yang membatasinya karena tergantung kesepakatan dan kerelaan calon istrinya

tersebut itulah yang menyebabkan mahar tidak termasuk dalam syarat dan rukun

perkawinan.

17 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta Bidakarya Agung, 1996, h. 82

Page 40: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

31

Barang bawaan yaitu segala perabot yang dipersiapkan oleh istri atau

keluarganya sebagai peralatan rumah tangga nanti bersama suaminya. Menurut

adat, yang menyediakan perabot seperti ini adalah istri dan keluarganya. Nasa'i

meriwayatkan: dari Ali bahwa ia berkata Rasulullah memberi barang bawaan

kepada fatimah berupa pakaian, kantong tempat air terbuat dari kulit, bantal yang

beranda.18 Oleh karena itu sebaiknya pemberian harta bawaan sebaiknya

disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak sesuai dengan petunjuk

Rasulullah saw.

Namun biaya yang dikeluarkan oleh pihak istri tersebut dari seorang laki-

laki yang akan menikahinnya, uang bawaan yang diberikan pada waktu lamaran

dilangsungkan.

18 Sayid Sabiq, Fiqih Sunah, Terjemah M.Galib dari al-Fiqh al-Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif,

1994), Jilid VII, h. 75

Page 41: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

BAB III

KONDISI OBYEKTIF DESA BENDA BARU

A. Letak Geografis Desa Benda Baru

Desa Benda Baru, Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang adalah

suatu wilayah desa yang berbatasan langsung dengan Desa Serua Indah

Kecamatan ciputat, Kabupaten Tangerang. Berdasarkan data monografi desa,

Desa Benda Baru memiliki luas wilayah (area) 288 Ha

Batas-batas wilayah

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Serua Indah, Kec. Ciputat

2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pondok Benda, Kec Pamulang

3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Pondok Benda, Kec. Pamulang

4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Bambu Apus dan Desa

Pamulang Barat, Kec. Pamulang

Sedangkan orbitasi (jarak dari pusat Pemerintahan Desa) terhadap pusat-

pusat fasilitas kota.

a. Jarak dari pusat Pemerintahan Desa ke Kantor Kecamatan : 1,5 Km

b. Jarak dari pusat pemerintahan Desa ke Kantor Kabupaten : 11 Km

Berdasarkan uraian di atas semua fasilitas transportasi berjalan dengan

lancar. Dengan letaknya yang memanjang dari utara ke selatan, searah jalan lintas

raya, Desa Benda Baru merupakan suatu desa yang berpotensi, baik dalam ilmu

pengetahuan (pendidikan) maupun keagamaan. Hal ini dikarenakan Desa Benda

32

Page 42: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

33

Baru mempunyai SDM yang sangat mendukung untuk kemajuan masyarakat dan

perkembangan desa.

Luas wilayah Desa menurut data kepemilikan tanah seperti dijelaskan

dalam tabel di bawah ini:

TABEL 1

Data Kepemilikan Tanah Desa Benda Baru

No. Pemilikan Tanah Jumlah Keterangan 1 Sertifikat Hak Milik

63.390 Unit

2 Sertifikat Guna Bangunan

1.897 Unit

3 Tanah Waqaf 92 Unit Makam, Mesjid Musholla, dan Majelis Ta’lim

Sumber data monografi Desa Benda Baru tahun 2009

Luas wilayah Desa Benda Baru, menurut jenis tanah sebagian besar adalah

tanah darat yang terdiri dari bangunan pcrumahan, fasilitas umum, pemakaman,

tanah kosong dan lain-lain.

Untuk lebih jelasnya tabel berikut menjelaskan luas wilayah Desa Benda

Baru menurut jenis tanah.

TABEL II

Jenis Tanah Desa Benda Baru

No. Jenis Tanah Jumlah / Luas (Ha)

1 Bangunan Umum 2.040 Unit

2 Pemukiman / Perumahan 6.078 Unit

3 Perkuburan 2.000 M

Sumber Data : Monografi Desa Benda Baru Tahun 2009

Page 43: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

34

B. Keadaan Demografis Desa Benda Baru

Bahwa pada dasarnya bentuk Pemerintahan Kelurahan atau Desa telah

diatur dalam bentuk Perundang-undangan yang tertuang dalam UU No. 5 tahun

1979 tentang Pemerintahan Desa dan sebagai penjabaran UU tcrsebut terutama

dalam bidang tata kerja Pemerintahan Desa di daerah Kabupaten Tangerang telah

diatur dalam bentuk Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2000.

Wilayah Desa Benda Baru sama halnya dengan wilayah desa lainnya di

wilayah desa Kabupaten Tangerang. Khususnya Kecamatan Pamulang yang

sebagian besar untuk pemukiman, sehingga tidak heran apabila tiap tahun jumlah

penduduk Desa Benda Baru bertambah, dan pembangunan fisik pun terus

berkembang mengikuti arus perkembangan.

Dalam pemerintahan Desa Benda Baru dipimpin oleh seorang Kepala

Desa di bantu oleh beberapa stafnya dan di bantu pula oleh 24 Kepala Rukun

Warga (RW) dan 150 Ketua Rukun Tetangga (RT).

Jumlah personil perangkat Desa Benda Baru sebanyak 19 orang ditambah

perkembangan desa, jumlah anggota BPD 17 orang, jumlah anggota MUI 15

orang, jumlah pengurus PKK 23 orang, dan jumlah anggota P2KP 13 orang.

Sistem administrasi Desa Benda Baru cukup baik dan teratur, ini dapat

dilihat dari lengkapnya para staf kelurahan yang ada. Hal ini terbukti dan

ketertiban pelayanan kelurahan Desa Benda Baru kcpada masyarakat seperti

dalam pengurusan surat KTP, Surat Kelakuan Baik, dan lain sebagainya.

Page 44: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

35

Kuantitas penduduk Desa Benda Baru, termasuk wilayah desa yang

populasi penduduknya cepat. Sehingga jumlah penduduknya meningkat. Menurut

data yang ada jumlah penduduk Desa Benda Baru secara keseluruhan berjumlah

30.463 jiwa, yang terdiri 16.000 jiwa berjenis kelamin laki-laki hanya 14.463 jwa

berjenis kelamin perempuan, dari 16.000 jiwa, yang berjenis kelamin laki-laki

hanya 11.300 yang wajib KTP dan 14.463 jiwa, yang berjenis kelamin perempuan

hanya l0.200 jiwa, yang wajib KTP, selebihnya belum wajib KTP, dan terdiri dari

8287 Kepala Keluarga (KK).

Dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga, Pemerintah Desa Benda

Baru mengadakan kegiatan-kegiatan seperti :

1. Memanfaatkan pekarangan kosong atau halaman rumah dan untuk ditanami

pepohonan produktif sesuai dengan program pemerintah tentang penghijauan

termasuk apotik hidup.

2. Memberikan penyuluhan melalui instansi yang berwenang tentang cara

membuka peternakan, pemeliharaan lele, dan cara menanam tanaman yang

baik.

3. Pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kepada pembangunan Masjid,

Mushola, dan Majlis Ta'lim.

4. Pelaksanaan pengumpulan dana Zakat, Inf'aq, dan hadiah yang didapat dari

warga masyarakat yang secara sukarela menyerahkan ZlS-nya kemudian

dihimpun dan disalurkan ke BAZIS kecamatan pamulang untuk disalurkan

kepada yang berhak menerimanya.

Page 45: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

36

5. Mengadakan pelaksanaan pembinaan kegiatan wanita, pemuda seperti:

organisasi PKK, majlis-majlis zikir dan lain-lain.

Adapun mata pencarian penduduk Desa Benda Baru pada umumnya

sebagai PNS, Wiraswasta, pedagang, ada pula sebagai tukang ojek. Keberadaan

ojek sangat dibutuhkan sebagai sarana angkutan unluk masyarakat setempat.

Karena untuk menuju kejalan lalu lintas raya harus menempuh jarak + 1,5 Km,

jadi ojek di Desa Benda Baru dijadikan sarana angkutan oleh masyarakat

setempat. Untuk melihat berbagai macam mata pencarian penduduk Desa Benda

Baru dapat dilihat melalui tabel berikut ini :

TABEL III

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencarian

No. Mata Pencarian Jumlah

1 Pedagang/Pengusaha 973 Jiwa

2 Buruh 200 Jiwa

3 TNI/Polri 43 Jiwa

4 PNS 3600 Jiwa

5 Pensiunan 180 Jiwa

Sumber data dari laporan tahunan Desa Benda Baru Tahun 2009

Page 46: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

37

C. Keadaan Sosioiogis

Dilihat dari keadaan sosiologis Desa Benda baru ada beberapa bidang

yarig perlu diketahui yaitu diantaranya :

1. Bidang Pendidikan

Warga Desa Benda Baru, untuk usia diatas 55 lahun pada umumnya

berpendidikan SD, sedangkan bagi penduduk yang berusia dibawah 55 tahun

mayoritas berpendidikan SLTP dan SLTA, bahkan lulusan-Iulusan dari

Perguruan Tinggi semakin banyak.

Adapun sarana pendidikan yang ada diwilayah Desa Benda Baru yang

bersifat pendidikan umum maupun pendidikan agama dan segi kualitas cukup

memadai. Hal ini dilakukan oleh tokoh masyarakat, pemerintah maupun

Swasta untuk memberikan pelayanan pendidikan di wilayah Desa Benda Baru

dengari sebaik-baiknya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

TABEL IV

Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Benda Baru

No. Sarana Pendidikan/Gedung Jumlah

1 TK 25 Unit

2 SD/MI 8 Umt

3 SLTP/Sederajat 1 Unit

4 SLTA 1 Unit

5 TPA 3 Unit

SumberData : Laporan Tahunan Desa Benda Baru Tahun 2009

Page 47: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

38

2. Bidang Keagamaan

Kehidupan beragama di Desa Benda Baru cukup baik, hal ini dapat

dibuktikan bahwa sejak dahulu sampai sekarang ini tidak pernah terjadi

benturan-benturan bersifat keagamaan. Hal ini terlihat dari adanya usaha-

usaha Pemerintah Desa Benda Baru dalam bidang Keagamaan yaitu:

a. Pemantapan dalam kegiatan-kegiatan Majlis Ta'lim dan Zikir yang ada di

seluruh RT dan RW

b. Memberikan penyuluhan antar umat seagama dan kerukunan antar umat

beragama yang ada dilingkungan tempat tinggal atau keluarga, serta

kerukunan umat beragama dengan pemerintah.

c. Memberikan pengarahan tentang pentingnya pembangunan spiritual dalam

rangka mensukseskan pembangunan.

d. Diadakannya kuliah subuh antar RT oleh ulama setempat di Desa Benda

Baru.

e. Diadakannya pengajian mingguan yang diakui oleh Ketua RT masing-

masing yang ada di Desa Benda Baru.

Keberadaan sarana ibadah mutlak dibutuhkan di tengah masyarakat

yang mayoritas penduduknya muslim, termasuk didalamnya masyarakat Desa

Benda Baru. Untuk menjelaskan banyaknya jumlah sarana peribadatan yang

ada di Desa Benda Baru dapat dilihat pada tabel di bawah:

Page 48: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

39

TABEL V Jumlah Sarana Peribadatan di Kelurahan Desa Benda Baru.

No. Sarana Peribadatari Jumlah

1 Masjid 18

2 Mushola 32

3 Majlis Ta'litn 54

4 Gereja 1

5 Pura 0

Sumber Data :Laporan Tahunan Desa Benda Baru 2009

Bangunan fisik sarana peribadatan baik Masjid, Mushola, maupun

Majlis Ta’lim sudah cukup memadai untuk menampung masyarakat yang

akan menjalankan aktivitas keagamaannya seperti Shalat yang waktunya telah

ditentukan, pengajian, dan bentuk peribadatan lainnya.

Melihat data sarana keagamaan tersebut, menunjukkan bahwa

masyarakat penduduk Desa Benda Baru adalah beragama Islam dan

sebaliknya penganut agama-agama lain lebih sedikit untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tebel berikut:

TABELVI

Jumlah Penduduk Penganut Agama di desa Benda Baru.

No. Jenis Agama Jumlah Presentase (%)

1 Islam 28.469 94,9

Page 49: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

40

2 Kristen Protestan 633 2,11

3 Kristen Katolik 597 1,99

4 Hindu/Budha 301 1

Sumber Data: Laporan Tahunan Desa Benda Baru 2009

Dalam merayakan peringatan Hari Besar Islam, masyarakat Desa

Benda Baru yang mayoritas beragama Islam selalu mengadakan kegiatan

keagamaan yang dilakukan dengan berbagai cara, ada yang dilakukan cukup

mengadakan pembacaan Do'a saja, ada pula yang melakukan dengan cara

mengisi ceramah agama.

Dari penjelasan di atas, jelaslah pada umumnya masyarakat Desa

Benda Baru tidak buta dalam memahami ajaran agamanya, terbukti dengan

adanya kegiatan-kegiatan kerohanian yang dilakukan masyarakat Desa Benda

Baru terutama orang masyarakat yang beragama Islam.

Page 50: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

BAB IV

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI KUDANGAN DALAM

PERKAWINAN ADAT BETAWI

A. Hakekat Perkawinan Adat Betawi

Untuk memperluas pemahaman dan pengertian kita tentang perkawinan

adat, maka penulis sajikan beberapa konsep pengertian perkawinan adat dari

beberapa tokoh hukum adat, diantaranya

R. Wiryono Projodikoro mengatakan: Perkawinan yaitu suatu hidup

bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-

syarat dalam peraturan perkawinan”.1

Soebakti poesponoto mengatakan “Perkawinan adalah suatu usaha yang

menyebabkan terus berlangsungnya golongan dengan tertibnya, suatu syarat yang

menyebabkan terlahirnya angkatan baru golongan itu”.2

Surojo wignjodipuro mengatakan “bahwa perkawinan adalah salah satu

peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita, sebab

perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja,

tetapi juga orang tua kedua pihak dan saudara-saudaranya.3

                                                            1 Wiryono Projodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung,

1984), h 7 2 Soebakti Poeponoto, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradya Paramita,

1983), h. 187 3 Surojo Wignjodipuro, Pengertian & Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung,

1983), h. 122

41

Page 51: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

42

Dari pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa perkawinan adat

merupakan wujud idealnya kebudayaan sebagai tata kelakuan yang timbul dan

berkembang dalam suatu masyarakat. Setiap suku bangsa mempunyai sikap hidup

dan nilai budaya tertentu. Sikap dan nilai budaya itu mencerminkan kepribadian

atau falsafah hidup suku bangsa yang bersangkutan.

Masyarakat Betawi dikenal sebagai masyarakat yang fanatik dengan agama

Islam,dan adat istiadatnya banyak dipengaruhi oleh ajaran Islam termasuk dalam

hal perkawinan. Namun kenyataannya saat ini, adat perkawinan Betawi sudah

tidak lagi mengikuti adat masyarakat Betawi asli yang sudah mengalami

perubahan- perubahan dari adat aslinya.

Dalam perkawinan Betawi diatur oleh adat yang dinamakan adat

perkawinan Betawi, biasanya dimulai perjumpaan dan pendekatan, lamaran

sampai dengan akad nikah yang merupakan peresmian seorang pemuda dan

seorang gadis menjadi suami istri serta pesta yang melengkapinya.

Pada masyarakat dan budaya Betawi, perkawinan mempunyai tujuan mulia

yang wajib dipenuhi oleh setiap warga masyarakat yang sudah dewasa dan

memenuhi syarat untuk itu. masyarakat Betawi mayoritas beragama Islam, jadi

pengertian perkawinan dalam masyarakat Betawi tidak jauh beda dengan

pengertian dalam agama Islam, yakni bahwa perkawinan adalah salah satu sunnah

(petunjuk lewat perbuatan dan perkataan) nabi Muhammad SAW bagi umat,

sehingga dapat dipandang sebagai suatu perintah agama untuk melengkapi norma-

norma kehidupan manusia sebagai mahluk sosial dan ciptaan Tuhan yang mulia.

Page 52: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

43

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting, karena dengan

perkawinanlah seseorang baru akan dianggap sebagai warga penuh dari

masyarakat dimana ia berada. Perkawinan yang dilakukan biasanya dilakaukan

dengan suatu upacara. Karena melalui upacara itu akan nampak kesakralan suatu

perkawinan. Pada dasarnya upacara dalam suatu perkawinan juga menunjukkan

maksud dan tujuan dari kedua individu yang akan menjadi suami istri dalam

kehidupan sehari-harinya.

Orang Betawi beranggapan bahwa proses perkawinan harus dilakukan

sebaik mungkin menurut ketentuan-ketentuan adat perkawinan yang sudah

menjadikan kewajiban adat, karena ketentuan tersebut menjadikan kesakralan

dalam perkawinan adat Betawi, sehingga harus dipenuhi dengan sepenuh hati oleh

masyarakat yang akan melakukan perkawinan.

B. Tradisi kudangan Perkawinan Adat Betawi

1. Pengertian kudangan

Kudangan merupakan tradisi yang tidak pernah terlupakan dalam

pelaksanaan perkawinan. Kudangan adalah suatu ucapan atau janji orang tua

mempelai wanita kepada anaknya ketika wanita tersebut masih kecil, untuk

memberikan sesuatu (biasanya berbentuk benda atau makanan) kepadanya

apabila ia untung jodohnya (nikah) nanti, suatu barang atau makanan yang

Page 53: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

44

disenangi oleh pihak mempelai wanita. semuanya itu harus dipenuhi kepada

pihak laki-laki yang akan meminangnya atau menikahinya.4

Maka hal itu merupakan kewajiban adat yang wajib dan harus dipenuhi

oleh mempelai laki-laki. Latar belakang terjadinya pelaksanaan kudangan

tersebut biasanya orang tua mempelai wanita tidak dapat memenuhi

permintaan mempelai wanita ketika ia masih kecil dan menjadikan janji orang

tua tersebut ketika ia mendapatkan jodoh atau akan dilangsungkannya suatu

akad pernikahan. Adapun tujuan kudangan tersebut sebagai penghormatan

kepada pihak mempelai wanita yang akan dinikahinya

2. Pelaksanaan pemberian kudangan

Kelangsungan perkawinan adat Betawi biasanya dilakukan dalam

beberapa proses, yakni: upacara yang berlangsung sebelum acara perkawinan,

uapacara yang berlangsung dalam pelaksanaan perkawinan dan uapacara

sesedah perkawinan.

Proses yang dilakukan sebelum perkawinan pada dasarnya merupakan

langkah- langkah untuk memasuki acara perkawinan, di mana dalam proses

acara sebelum dan perkawinan dilaksanakan hal-hal seperti: ngelancong,

ngelamar, pernikahan dan lain-lain sebagainya.

                                                            4 Wawancara Pribadi, Tokoh Masyarakat Bpk. Adja Wijaya di Pamulang. 15 sep 2009.

Page 54: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

45

Langkah-langkah pertama yang dilakukan seorang laki-laki adalah

ngelancong sifatnya melihat-lihat saja, apabila ada kecocokan maka

dilanjutkan dengan melamar yang merupakan penyelidikan apakah siwanita

sudah ada yang punya atau belum. Apabila hasil penyelidikan menyatakan

bahwa si wanita belum ada yang punya, maka si laki-laki tersebut dapat

meminangnya. Proses ini merupakan inti atau puncak upacara yang dilakukan

pada upacara sebelum pernikahan. Acara perminangan ini merupakan masa

menunggu dan menentukan kapan pernikahan itu dilangsungkan dan apakah

syarat-syarat yang harus dipenuhi serta berbentuk apakah syarat-syarat

tersebut.

Syarat-syarat yang berkaitan dengan permintaan dari pihak wanita

biasanya hanya meliputi dua bentuk, syarat yang pertama adalah uang

pelangkah, syarat pelangkah ini biasanya ditentukan oleh kakak perempuan

yang mau menikah dan syarat tersebut harus dipenuhi oleh pihak laki-laki

ketika akan dilangsungkan akad pernikahan. Adapun jenisnya biasanya

berbentuk uang ataupun barang, hal ini tergantung permintaan kakak si wanita

yang akan melangsungkan pernikahan. Kedua syarat yang berkaitan dengan

kudangan yaitu suatu yang timbul dari ungkapan orang tua mempelai wanita

pada masa yang lalu, biasanya mempelai wanita tersebut masih kecil.

Uangkapan itu timbul dari peristiwa-peristiwa yang dianggap janggal atau

kurang berkenan didalam hati orang tua atas tindakan mempelai wanita waktu

masih kecil. Ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki,

Page 55: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

46

mengingat hal itu diminta oleh pihak wanita, sehingga melaksanakannya

merupakan kewajiban adat yang harus dilakukan menjelang dilangsungkannya

pernikahan.5

Adapun upacara pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat Betawi

meliputi beberapa hal antara lain:

a. Seserahan

Upacara seserahan ini telah ditentukan waktunya ketika

dilangsungkannya upacara peminangan (ngelamar) pada waktu

sebelumnya. Upacara seserahan ini dilakukan dirumah kediaman pihak

wanita, dimana tempat tersebut laki-laki datang membawa barang-barang

tertentu dan sejumlah uang. Barang-barang tersebut terdiri dari tempat

tidur lengkap, lemari, perabot rumah tangga, kue-kue dan lain-lain.

Adapun uang yaitu untuk belanja keperluan mempelai wanita seperti

untuk membeli pakaian, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Selain

daripada yang disebutkan diatas, pada waktu seserahan ini diserahkan juga

uang belanja kawin, uang sembah dan terkadang juga uang pelangkah.

Sebelum berangkat kerumah pengantin perempuan, terlebih dahulu

mengadakan selametan atau jamuan makan dirumah pengantin laki-

lakinya. Setelah selesai selametan maka kerabat dan undangan yang terdiri

dari orang-orang tua dan anak-anak muda mulai bersiap-siap berangkat ke

                                                            5 Wawancara pribadi, tokoh masyarakat Bpk. A.Arifin di Pamulang, 25 Sep 2009. 

Page 56: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

47

rumah pengantin perempuan. Ketika rombongan akan mulai berangkat

ditandakan dengan berbunyinya sebuah petasan, pertanda bahwa

rombongan siap berangkat. Dalam iringan rombongan ini, orang tua

berjalan didepan sedangkan anak-anak muda berjalan di belakang.

Semua barang-barang seserahan yang berat-berat dibawa oleh anak-

anak muda, sedangkan uang belanja, mas kawin dibawa oleh seseorang

yang mewakili laki-laki dalam urusan ini.6

b. Pesta Perkawinan

Waktu pelaksanaan pesta perkawinan (keriaan) mungkin

dilaksanakan setelah upacara akad nikah, tetapi juga jauh sesudah itu,

misalnya dua atau tiga bulan kemudian, hal ini tergantung kepada

perjanjian kedua belah pihak.

Dalam rangka pesta ini biasanya diundang semua kerabat, baik dekat

atau yang jauh tempat tinggalnya. Pertama-tama pesta ini dilaksanakan di

rumah pengantin perempuan yang berlangsung selama sehari semalam.

Pengantin laki-laki yang memakai pakaian adat Betawi biasanya jas, peci

hitam dan yang bersorban sarung. Pengantin perempuan memakai

kembang gede, kerudung menutup kepala dan muka, tusuk konde

(sanggul), kebaya dan lain sebagainya.                                                             

6 Rifa’i Abu, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, (Jakarta: Depdikbud, 1978), h. 78

Page 57: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

48

c. Malam negor

Malam berikutnya sesudah malam pernikahan (sesudah malam

pesta) seperti yang dilogiskan di atas, pengantin laki-laki diantar lagi ke

rumah istrinya. Di rumah istrinya pengantin laki-laki dengan pengiringnya

atau teman-temannya dipersilahkan duduk di ruang tamu, tidak lama

kemudian pengantin perempuan datang menghampiri laki-laki, kemudian

mengajak pengantin laki-laki masuk ke ruang dalam untuk dipertemukan

dengan orang tuanya dan kerabat-kerabatnya pengantin perempuan. Di

sini pengantin laki-laki mencium tangan semua orang yang

diperkenalkanya, sementara itu pengiring pengantin laki-laki masih tetap

di ruang tamu sambil menikmati kueh-kueh yang dihidangkan. Sampai

waktunya karena hari sudah larut malam maka teman-teman pengiring

pengantin laki-laki meminta untuk pulang, adapun mempelai laki-laki

tersebut menginap di rumah mempelai wanita.

d. Ngambil Tiga Hari

Beberapa hari setelah malam pesta di rumah pihak perempuan

selesai, maka ada upacara ngambil tiga hari. Adapun yang dimaksud disini

adalah bahwa pengantin perempuan di bawa nginap beberapa hari di

lingkungan kerabat pengantin laki-laki, dalam proses sebenarnya hanya

satu malam saja, keesokan harinya pengantin ini diantar pulang kembali

ke orang tuanya.

Page 58: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

49

Setelah pengantin perempuan diantarkan kepada orang tuanya, maka

kira-kira seminggu kemudian dijemput lagi untuk mengadakan pesta

dirumah pengantin laki-laki. Upacara semacam itu pada zaman dahulu

masih tetap dipegang teguh dan dilaksanakan tapi untuk saat ini sudah

jarang sekali yang melangsungkannya.

e. Upacara Di rumah Pengantin Laki-Laki

Pesta di rumah pengantin laki-laki ini merupakan pesta penutup dari

keseluruhan upacara perkawinan. Pada waktu pelaksanaan tersebut

pengantin perempuan akan dibawa kerumah pengantin laki-laki, sebelum

berangkan pengantin perempuan dihiasi dengan pakaian pengantinnya.

Waktu berangkat menuju rumah pengantin laki-laki, pengantin

perempuan diiringi oleh kerabat-kerabatnya yang sebagian besar terdiri

dari orang perempuan. Ketika sampai, rombongan ini disambut oleh

mertua laki-laki. Kemudian pengantin perempuan langsung sujud

dihadapan mertuanya dan mencium tangan kerabat pengantin laki-laki.

Akhirnya pengantin perempuan ini didudukan di atas sebuah bangku

tinggi yang dihiasi dengan kembang-kembang (taman pengantin). Setiap

tamu perempuan yang datang disalaminya, jika pesta ini sudah selesai

maka pengantin perempuan beserta pengiringnya diantar kembali kerumah

orang tuanya.

Page 59: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

50

C. Dampak Positif dan Negatif Dari Pemberian Kudangan

Dalam upacara perkawinan Betawi pemberian kudangan pada malam negor

mempunyai dampak positif dan dampak negatif yang di timbulkan antara lain:

Adapun dampak positifnya adalah:

1. Adanya usaha untuk melestarikan kebudayaan hasil cipta leleuhurnya

sehingga dengan upaya itu dapat mencerminkan rasa hormat dan

menghargai budaya atau adat Betawi;

2. Dengan adanya kudangan dapat mempererat silaturahmi antara keluarga

pihak laki-laki dengan pihak perempuan;

3. Dengan memberikan kudangan adanya niat keseriusan pihak laki-laki

untuk menikahi pihak perempuan.

Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari pemberian kudangan antara

lain:

1. Adanya tata cara yang memberatkan kepada calon pengantin laki-laki,

sebab harus mengeluarkan biaya banyak untuk memenuhi kebutuhan

adat, hal ini dapat menghambat perjalanan pernikahan;

2. Mendatangkan kehidupan yang bid`ah, dalam pengertian mengadakan

penambahan dalam ibadah dengan tidak ada perintah dan dalil yang

jelas;

3. Dapat menimbulkan pemandangan yang sempit dan tidak adanya

kesepakatan untuk dapat berpandangan luas.

Page 60: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

51

D. Perspektif Hukum Islam Tentang Pemberian Kudangan

Dalam upacara perkawinan adat terdapat acara-acara yang pokok dan

acara-acara pelengkap yang bertalian dengan tradisi atau adat kebiasaan. Urf atau

adat kebiasaan adalah apa-apa yang telah dibiasakan oleh masyarakat dan telah

dijalankan terus menerus baik berupa perkataan maupun perbuatan. Urf

shahih(benar) ialah adat kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak

bertentangan dengan dalil masyarakat, tiada mengahalalkan yang haram dan tidak

membatalkan yang wajib7

Syari’at Islam adalah syari’at yang sempurna, perbuatan yang timbul yang

berkaitan dengan hukum adat biasanya dilandasi dengan kesadaran hati. Bahwa

pelaksanaan pemberian kudangan pada malam negor tersebut adalah boleh dan

tidak menyimpang dari syari’at Islam dengan pertimbangan sebagai berikut:

Dalam ushul fiqih ada suatu kaidah yang menyebutkan العادة محكمة (bahwa adat kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai hukum).8 Jadi, apabila adat

tersebut tidak melanggar dari syariat Islam dan juga tidak menjadikan mudharat

bagi yang melaksanakanya maka sah untuk dilakukan.

Suatu Hukum yang dilakukan apabila tidak ada dalil yang mengharamkan

maka boleh untuk dilakukan sebagaimana dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut:

                                                            7 Ahmad Hanafi, Pengantar Sejarah dan Hukum Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986),

cet ke 3, h. 89 8 Mukhtar Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, terjemah Zaini

Dahlan,(Bandung: Al-Ma`arif, 1986), h.40

Page 61: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

52

9ميرحلتى الع ليل دال لدي حتى ةاحب اء اإليش الى اف لصالاArtinya : Hukum asal sesuatu boleh sebelum ada dalil yang

mengharamkannya.

Dalam pembinaan hukum fiqh, para imam mazhab banyak sekali

memperhatikan adat istiadat (urf setempat). Imam Malik misalnya dalam

membina mazhabnya lebih menitik beratkan kepada amaliyah ulama fiqh

Madinah,10 sebab syari`at Islam banyak yang dilandaskan menetapakan hukum

atas urf atau adat masyarakat itu seperti mewajibkan diyat atas orang yang sudah

berakal, mengitibarkan kafa’ah dalam masalah perkawinan dan lain sebagainya.11

Atas dasar itulah bahwa ada kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang

tidak melanggar kepada ketentuan syari’at Islam dapat dijadikan suatu

pertimbangan sebagai sumber pengembalian hukum.

Dalam hal ini tidak sedikit masalah-masalah fiqhiyah yang bersumber dari

adat kebiasaan yang berlaku pada masyarakat tertentu terlebih-lebih syari’at

hanya menentukan suatu ketentuan secara mutlak tanpa pembatasan dari segi nash

itu sendiri maupun dari segi bahasa:

ى لإ هيف عجري ةلغال الو هيف هل طب منا الا وقلطم عرالش هب دراوم لآ 12فرلعا

                                                            9  Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh, Sejarah dan Kaidah Asasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2002), hlm 161

10 Muktar Yahya dan Fatur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Figh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), cet ke-1 h. 518

11 Hasbi assidhiqie, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang 1986), cet ke-1, h.45 12 Abdul Hamid Hakim, mabadi awaliyah, (Jakarta: Sa`adiyah Putera,tt), cet ke-1 h. 37

Page 62: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

53

Artinya: Setiap ketentuan yang dikeluarkan oleh syara secara mutlak tidak ada pembatasan dalam syara ataupun dari segi bahasa maka dikembalikan kepada urf atau adat istiadat

kalau kita lihat dari segi pemecahannya bahwa adat istiadat (urf) itu dibagi

dua: adat istiadat yang shahih dan adat istiadat yang fasid yaitu segala sesuatu

yang sudah dikenal manusia, tetap berlawanan dengan hukum syara.13

Pemberian kudangan pada malam negor merupakan permintaan orang tua

dari mempelai wanita yang merupakan ciri khas atau tradisi dalam perkawinan

adat Betawi, jika dilihat dari berlangsungnya acara tersebut di dalamnya tidak ada

tindakan atau unsur yang mengharamkan sesuatu yang halal ataupun

menghalalkan sesuatu yang haram.

Sebagaimana kita maklumi bahwa akad pernikahan dimaksudkan untuk

mencari kehidupan bersama dan mencari keturunan menurut cara yang di ridhai

oleh Allah SWT, maka dari itu suatu akad perkawinan antara seorang laki-laki

dengan seorang wanita dibolehkan mengadakan syarat-syarat yang telah

disepakati bersama dan menjadi keinginan masing-masing sepanjang syarat-syarat

tersebut tidak menyalahi maksud perkawinan.14 Dalam kaitannya dengan

pemberian kudangan pada malam negor pada perkawinan adat Betawi, sebagai

penulis ungkapkan di atas bahwa kita harus melihat manfaat dan mudharatnya.

                                                                                                                                                                           13 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jkarta: Majlis Al-a`la,1972), cet ke-3 h. 89 14 Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan

di Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta, 1978), cet ke-2, h. 45

Page 63: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

54

Kemaslahatannya bahwa pemberian kudangan, pada malam negor ini

merupakan suatu acara yang dapat menghidupkan upacara perkawinan adat

Betawi dan melaksanakan tradisi yang sudah ada di daerah Benda Baru,

Pamulang, dengan adanya hal tersebut perkawinan di Benda Baru lebih meriah.

Walaupun tidak ada pemberian kudangan pada malam negor tidak mengurangi

sahnya suatu akad perkawinan yang dilaksanakan dan diperbolehkan oleh hukum

Islam karena tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dalam hukum Islam kita

dibolehkan untuk memeriahkan acara perkawinan yaitu dengan mengadakan

acara walimah yakni acara makan-makan dalam suatu acara perkawinan

sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan

Muslim..

15)رواه البخارى ومسلم( اةشب ولو ملواArtinya: “Laksanakanlah walimah walaupun hanya menyembelih seekor kambing”(H.R Bukhari dan Muslim)

Untuk memeriahkan acara tersebut, masyarakat mengumumkan melalui

undangan tertulis ataupun tidak tertulis. Semua itu tergantung dari adat istiadat

masyarakat itu sendiri.

Adapun segi mudharatnya apabila mempelai wanita mendapat jodoh laki-

laki yang tidak mampu atau tidak dapat memenuhi permintaan orang tua

mempelai wanita (kudangan) pada malam negor, dalam hal ini perbuatan itu

                                                            15 Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Ihya, Al-Tirats al-Araby, t.t), Juz II, h.

31

Page 64: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

55

bertentangan dengan hukum Islam, sebab syariat melarang pemberian yang

berlebihan dalam perkawinan karena dapat menghambat perkawinan. Adapun

apabila tidak ada pemberian kudangan pada malam negor tidak mengurangi

sahnya dan meriahnya suatu perkawinan.

E. Analisis

Salah satu budaya dari sekian ragam yang ada di nusantara budaya Betawi

merupakan salah satu kekayaan yang patut untuk dipelihara. Pasalnya, adat

betawi khususnya dimasyarakat benda baru dalam melangsungkan perkawinan

misalnya, merupakan tradisi yang sarat dan penuh dengan makna.

Kudangan salah satu budaya dalam pernikahan adat Betawi. Nisbat

kudangan adalah kaul atau juga bisa dikatakan sebagai permintaan dari orang tua

si pengantin perempuan yang ditunjukan bagi anak gadisnya. Perihal jenis

kudangan yang menjadi permintaan biasanya sesuai dengan keinginan si anak

gadis. Sementara, mengenai berat ringannya kudangan itu harus dipenuhi dan

menjadi tanggungan pengantin laki-laki.

Adapun tradisi kudangan dalam perkawinan adat Betawi merupakan salah

satu traadisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Betawi khususnya masyarakat

benda baru yang tidak lepas dari tradisi tersebut.

Kudangan merupakan pemberian yang diberikan dari mempelai laki-laki

kepada pihak mempelai perempuan yang akan melangsungkan pernikahan,

pemberian tersebut suatu keharusan pihak laki-laki kepada pihak perempuan

Page 65: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

56

apabila seorang laki-laki ingin menikahi seorang perempuan, menurut tradisi

perkawinan betawi, maka pemberian tersebut wajib diberikan oleh pihak laki-laki

menurut hukum adat perkawinan Betawi, namun pemberian tersebut dapat

digantikan dengan simbol-simbol apabila memberatkan pihak laki-laki.

Sedangkan dalam hukum Islam, pemberian wajib atas laki-laki kepada

perempuan ketika akan menikah ialah adalah mahar, sebagaimana telah

ditegaskan dalam Al-Quran sebagai berikut:

⌧ ☺ ☺

⌧ ⌧

): النساء ( ☺ ☺Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S: An Nisa 24)

Page 66: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

57

Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki tetapi tidak menjadi rukun nikah,

artinya apabila tidak disebutkan pada waktu akad, pernikahan tetap sah. Dasar

hukum mahar secara otentik dan jelas diungkapkan dalam nash Al Quran dan

Hadist Nabi.

Dengan adanya mahar, Islam telah mengangkat derajat kaum wanita

karena mahar itu diberikan sebagai suatu tanda penghormatan kepada kaum

wanita.16

Mahar tidak ditentukan jumlah atau ukurannya, semua itu berdasarkan

kemampuan masing-masing orang atau kebiasaan keluarga, asal memiliki nilai

dan manfaat serta sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang akan

melangsungkan akad.17

Dalam membina hukum fiqih, para imam mazhab banyak sekali

memperhatikan adat (urf setempat), imam malik misalnya dalam membina

mazhabnya lebih menitikberatkan pada amaliyah ulama fiqih madinah, sebab

syariat Islam banyak dilandaskan penetapan hukumnya atas urf atau adat

masyarakat, seperti mewajibkan diyat atas orang yang sudah berakal,

mengikhtibarkan kafa’ah dalam masalah perkawinan dan sebagainya.18

Atas dasar itulah bahwa adat kebiasaan yang berlaku dimasyarakat tidak

melanggar pada ketentuan syariat Islam dapat dijadikan suatu pertimbangan                                                             

16 Abdurahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT. Rimeka cipta,1992. Cet ke 1 h. 64

17 Sayyid sabiq. Fiqih sunnah, Terjemahan.jilid 6.Bandung: PT. Al-Ma`arif, 1987. Cet ke

5.h.54 18 Hasbi Assidhiqie, Falsafah Hukum Islam, h. 45

Page 67: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

58

sebagai sumber pengambilan hukum. Dalam hal ini tidak sedikit masalah-masalah

fiqiah yang bersumber dari adapt kebiasaan yang berlaku pada masyarakat

tertentu. Kalau dilihat dari segi pembagiaannya bahwa adat istiadat dibagi dua,

adat istiadat yang shahih, dan adat istiadat yang fasid. Adat istiadat yang shahih

yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal umat. Adapun adat istiadat yang fasid,

yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal manusia, tetapi berlawanan dengan

hukum syara.

Dalam hukum adat perkawinan merupakan suatu peristiwa yang dianggap

penting dan mempunyai nilai yang sakral, yang tidak hanya menyangkut

hubunganya dengan orang yang masih hidup saja, tetapi juga merupakan

peristiwa yang sanat berarti dan sepenuhnya mendapat perhatian dan di ikuti oleh

arwah-arwah para leluhur kedua belah pihak. Oleh karena itu banyak adat istiadat

para leluhur yang dilaksanakan dalam acara pernikahan tersebut yang bertujuan

agar kedua mempelai dapat rukun dalam berkeluarga samapai tua nanti.

Maka dari itu penulis mengambil kesimpulan bahwa tradisi kudangan

yang ada pada perkawinan masyarakat betawi khususnya masyarakat Benda Baru

Pamulang hanya sebuah tradisi untuk memeriahkan suatu perkawinan dan tidak

dapat dikategorikan sebagai mahar, karena dalam tradisi kudangan apabila

permintaannya memberatkan dapat digantikan dengan simbol-simbol yang mirip

dengan permintaan pihak mempelai wanita, ada tidaknya suatu kudangan tidak

membatalkan suatu pernikahan.

Page 68: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

59

Jadi suatu tradisi yang ada dalam masyarakat tersebut sebelum mengetahui

dasar hukumnya, maka tidak boleh dinyatakan sah atau tidaknya sebagaimana

yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:

⌧ ⌧

): االسراء ( Artinya :

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. Al-Isra : 36)

Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sesuatu perbuatan yang

tidak kamu ketahui isinya sehingga nantinya akan menimbulkan opini yang buruk

terhadap suatu hal, yang nantinya akan mengakibatkan terjadinya justifikasi yang

tidak sesuai dengan kenyataan.

Page 69: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam Bab-Bab sebelumnya

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagaimana diungkapkan dalam rumusan

sebagai berikut:

1. Pemberian kudangan tidak menyimpang atau bertentangan dengan syariat

Islam sebab adat kebiasaan di dalam acara tersebut tidak ada sesuatu yang

berlawanan dengan hukum Islam karena itu sebagai kebiasaan adat dan untuk

memeriahkan suatu acara.Oleh karena itu tradisi kudangan yang ada pada

perkawinan masyarakat Betawi khususnya di daerah Benda Baru tidak

menyimpang dari hukum Islam.

2. Dampak positif dari pemberian kudangan dalam perkawinan Betawi adalah

untuk melestarikan kebudayaan hasil cipta leluhurnya sehingga itu dapat

mencerminkan rasa hormat dan menghargai budaya Betawi, serta menjaga

kerukunan masyarakat yang penuh rasa kekeluargaan. Adapun negatifnya dari

pemberian kudangan tersebut antara lain dapat memberatkan pihak laki-laki

yang tidak mampu apabila kudangan tersebut berlebihan.

3. Tradisi kudangan perkawinan Betawi hanyalah sebuah buah tradisi yang biasa

dilakukan oleh masyarakat Betawi Benda Baru khususnya, kudangan tidak

dapat dikategorikan sebagai mahar karena dalam kudangan sesuatu yang

60

Page 70: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

61

diberikan dapat berupa simbol-simbol, sedangkan dalam mahar harus yang

bermanfaat yang dapat di pergunakan oleh pihak wanita.

B. Saran

Dengan melihat dari pembahasan bab-bab di atas, maka penulis memberikan

saran kepada masyarakat Benda Baru antara lain:

1. Tradisi kudangan haruslah lestarikan karena tradisi tersebut yang masih

terdapat pada masyarakat Benda Baru demi menunjang tradisi Betawi

kepada kebudayaan nasional.

2. Dalam pemberian kudangan hendaklah yang berlebihan karena dapat

menghambat berjalannya suatu perkawinan.

3. Kepada alim ulama Benda Baru hendaklah memberikan pemahaman

dalam melaksanakan suatu tradisi agar dalam melaksanakan tradisi tidak

menyimpang dari syari`at Islam dan juga menghambat suatu perkawinan

yang akan dilangsungkan.

Page 71: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al karim

Abdurahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT. Rimeka Cipta,1992. Abdurrahman, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan, Jakarta;

Akademika Preside, 1986. Abidin, Slamet, Fiqh Munakahat, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

assidhiqie, Hasbi, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang 1986.

Bukhari, Imam Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Ihya, Al-Tirats al-Araby, t.t

Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam, (Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam), Jakarta PT. Bulan Bintang 1994.

Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam Impres RI No. 1, Jakarta;

Departemen Agama RI 2001. Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta; CV. Indah Press, 1996. Ghofar E.M., M. Abdul dan Ayyub, Syihk Hasan, Fiqih Keluarga, Jakarta: Pustaka

Al-kautsar, 2001. Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awaliyah, Jakarta: Sa`adiyah Putera,tt

Hamid, Zahry Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978.

Hanafi, Ahmad, Pengantar Sejarah dan Hukum Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang,

1986. Husain, Ibrahim, Fiqh Perbandingan Masalah Perkawinan, Jakarta: Ihiya Ulumu al-

Din, 1971. Kahlani, al, Ahmad Ibn Ismail Assayyid Imam, Subul al-asalam, Bandung: Dahan, tt

62

Page 72: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

63

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta; PT. Bulan, 1997.

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Majlis Al-a`la,1972.

Mussa Subaiti, Akhlak Keluarga Nabi Muhammad SAW, Jakarta; Lentera, 1996. Nuruddin, Amir, dan Tariqan, Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Jakarta ; Prenada Media, 2004. Poeponoto, Sebakti, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: Pradya Paramita,

1983. Poeponoto, Soebakti, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: Pradya Paramita,

1983. Projodikoro, Wiryono, Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Sumur Bandung,

1984. Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Ramulyo, Moh. Idris, SH., M.H, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Jakarta: PT. Bumi Aksara 1996.

Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung ; Sumur Baru, 1988. Sabiq, Sayid, Fiqih Sunah, dari Terjemah M.Galib, Bandung: Al-Ma’arif, 1994. Saidi Ridwan, Babad Tanah Betawi, Jakarta: PT.Gramedia, 2002. Sarjomihardjo Abdul Rahman, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta, Jakarta; Dinas

Museum dan Sejarah, 1997. Soejono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI. Pers),

Jakarta, 1996. Subagio P.Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,

1997. Thariq Ismail Kakhiya, Perkawinan Dalam Islam, Jakarta; Yasaguna, 1987. Wignjodipuro, Surojo Pengertian & Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: Gunung Agung,

1983.

Page 73: TRADISI KUDANGAN PERKAWINAN BETAWI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3803/1/MUHASIM... · 41 B. Tradisi ... Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum

64

Yahya, Mukhtar, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, terjemah Zaini

Dahlan, Bandung: Al-Ma`arif, 1986. Yahya, Muktar dan Rahman, Fatur, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,

Jakarta: Bulan Bintang, 1986. Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: Bidakarya Agung, 1996.