toksisitas kronis

17
Materi Kuliah Toksikologi A. KARSINOGENESIS Latar Belakang Sejarah Zat-zat tertentu dalam lingkungan sejak akhir abad ke-18 diketahui dapat menyebabkan berbagai macam kanker. Kenyataan- kenyataan tersebut terlihat pada tabel 1. Di antara zat-zat tersebut, John Hill pada tahun 1761 mengamati adanya peningkatan kanker hidung di antara para tembakau sedotan, sedangkan Sir Percival Pott (1775) mengamati banyaknya pasien penderita kanker scrotum dari para tukang pembersih cerobong asap. Pott menghubungkan kanker ini dengan jelaga dan coal tar. Hasil pengamatan ini tidak diperjelas hingga pada tahun 1916 teramati adanya kanker pada mata kelinci yang diberi coal tar. Coal tar ini lalu difraksionasi antara tahun 1920 – 1930 dan diperoleh komponen aktif berupa hidrokarbon aromatik polisiklik seperti dimetil benz(a)antrasena dan benz(a)pirena (lihat gambar 1). Pada tahun 1860-an, Jerman menjadi pusat pembuatan pewarna sintetik dari amina aromatik. Sekitar 30 tahun kemudian muncul masalah bahwa zat pewarna tersebut atau zat antaranya berbahaya. Pada tahun 1895, Ludwig Rehn melaporkan sejumlah karsinoma kandung kemih pada para pekerja di sekitar pabrik cat tersebut. Kenyataan epidemiologik menunjukkan bahwa 2-naftil amin kemungkinan sebagai karsinogen dan dibuktikan pada tahun 1938 oleh Hueper dengan terjadinya tumor kandung kemih pada anjing yang diberi makan dengan 2-naftil amin. Tabel 1. Ringkasan sejarah penemuan bahan lingkungan yang menyebabkan kanker pada manusia. Karsinogen Organ sasaran Penemu Tahun Tembakau Hidung Hill 1761 1

Upload: tina-agustina

Post on 24-Jun-2015

1.006 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Toksisitas Kronis

Materi Kuliah Toksikologi

A.KARSINOGENESIS

Latar Belakang SejarahZat-zat tertentu dalam lingkungan sejak akhir abad ke-18 diketahui dapat menyebabkan

berbagai macam kanker. Kenyataan-kenyataan tersebut terlihat pada tabel 1. Di antara zat-zat tersebut, John Hill pada tahun 1761 mengamati adanya peningkatan kanker hidung di antara para tembakau sedotan, sedangkan Sir Percival Pott (1775) mengamati banyaknya pasien penderita kanker scrotum dari para tukang pembersih cerobong asap. Pott menghubungkan kanker ini dengan jelaga dan coal tar. Hasil pengamatan ini tidak diperjelas hingga pada tahun 1916 teramati adanya kanker pada mata kelinci yang diberi coal tar. Coal tar ini lalu difraksionasi antara tahun 1920 – 1930 dan diperoleh komponen aktif berupa hidrokarbon aromatik polisiklik seperti dimetil benz(a)antrasena dan benz(a)pirena (lihat gambar 1).

Pada tahun 1860-an, Jerman menjadi pusat pembuatan pewarna sintetik dari amina aromatik. Sekitar 30 tahun kemudian muncul masalah bahwa zat pewarna tersebut atau zat antaranya berbahaya. Pada tahun 1895, Ludwig Rehn melaporkan sejumlah karsinoma kandung kemih pada para pekerja di sekitar pabrik cat tersebut. Kenyataan epidemiologik menunjukkan bahwa 2-naftil amin kemungkinan sebagai karsinogen dan dibuktikan pada tahun 1938 oleh Hueper dengan terjadinya tumor kandung kemih pada anjing yang diberi makan dengan 2-naftil amin.

Tabel 1. Ringkasan sejarah penemuan bahan lingkungan yang menyebabkan kanker pada manusia.

Karsinogen Organ sasaran Penemu TahunTembakau sedotan Hidung Hill 1761Jelaga Scrotum Pott 1775Rokok cerutu Bibir Sommering 1795Coal tar Kulit Volkman 1875Zat antara zat warna Kandung kemih Rehn 1895Sinar-X Kulit Van Trieben 1902Jus tembakau Rongga mulut Abbe 1915Sinar matahari Kulit Molesworth 1937Asap rokok Paru-paru Muller 1939Asbes Pleura Wagner 1960Kadmium Prostat Kipling; Waterhouse 1967

1

Page 2: Toksisitas Kronis

Gambar 1. Struktur beberapa karsinogen kimia sintetik

Inisiasi, Promosi, dan ProgressiInduksi kanker oleh zat kimia merupakan proses banyak tahap yang kompleks yang

melibatkan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor endogen. Karsinogenesis biasanya berlangsung melalui beberapa tahap berurutan sebelum pembentukan neoplasma yang malignan (gambar 3). Dalam model eksperimental, karsinogenesis dapat dibagi ke dalam sedikitnya tiga tahap yang disebut inisiasi, promosi, dan progressi.

INISIASI. Tahap inisiasi diperkirakan sebagai perubahan yang cepat, yang secara esensial irreversibel, dalam material genetik sel yang mengawali sel untuk perkembangan neoplastik selanjutnya. Sel ini, yang sering disebut sebagai “sel terinisiasi”, membutuhkan satu putaran replikasi untuk “menyesuaikan” dengan perubahan genetik. Zat kimia penginisiasi bersifat elektrofil atau teraktivasi secara metabolik menjadi elektrofil. Zat kimia reaktif ini lalu mengikat DNA sehingga membentuk perubahan genom sel yang permanen dan terwariskan, tetapi tidak terekspresikan. Berdasarkan model ini, sel terinisiasi dapat tetap menjadi dorman hingga terpapar pada zat promotor tumor yang kemudian memungkinkan pertumbuhan klon dari sel terinisiasi hingga menghasilkan tumor yang sebenarnya.

2

Page 3: Toksisitas Kronis

Gambar 2. Struktur beberapa karsinogen kimia yang terdapat secara alami

PROMOSI. Zat promotor adalah zat kimia yang dengan sendirinya tidak bersifat karsinogen, tetapi, bila diberikan berulang-ulang dengan dosis yang rendah, akan meningkatkan kejadian kanker. Promotor dapat meningkatkan jumlah tumor atau menurunkan masa laten. Promotor biasanya bukan elektrofil dan tidak mengikat DNA.

PROGRESSI. Perkembangan tumor malignan dari tumor benigna melintasi tahap ketiga yang disebut progressi, dan melibatkan perubahan genetik lebih lanjut.

Model Inisiasi – Promosi Model inisiasi – promosi dari karsinogenesis banyak tahap pertama kali ditunjukkan pada

kulit mencit, dan model ini kini telah dikarakterisasi dengan baik. Dalam suatu eksperimen tipikal, zat kimia inisiator seperti dimetil benz(a)antrasena diberikan pada kulit mencit dengan dosis rendah sehingga sangat kecil, kalaupun ada, tumor yang timbul selama hewan itu hidup. Setelah interval 1 minggu hingga 1 tahun, kulit yang diberi perlakuan itu dipapari dengan dosis ganda suatu promotor seperti ester forbol yang terdapat pada minyak kroton. Tumor mulai muncul 5 hingga 6 minggu setelah pemberian promotor, dan kebanyakan mencit mengalami tumor 10 hingga 12 minggu setelah pemberian.

3

Page 4: Toksisitas Kronis

Gambar 3. Skema kejadian-kejadian utama dalam karsinogenesis kimiawi

Secara eksperimental, proses inisiasi-promosi telah diperlihatkan pada beberapa jaringan seperti hati, paru-paru, kolon, kelenjar mamae, prostat, dan kandung kemih. Promotor tumor biasanya spesifik organ, seperti 12-O-tetradekanoil forbol-13-asetat (TPA), suatu ester forbol yang diisolasi dari minyak kroton, aktif hanya pada kulit. Fenobarbital, DDT, kordan, dan TCDD merupakan promotor tumor hati, asam empedu adalah promotor pada tumor kolon dan hati, dan mireks aktif pada kulit dan hati. Meskipun promotor tumor memiliki mekanisme aksi yang berbeda dan banyak yang spesifik organ, namun semuanya memiliki gambaran operasional umum dalam protokol inisiasi-promosi sebagai berikut.

4

Page 5: Toksisitas Kronis

Inisiator harus diberikan pertama kali; tidak ada atau sangat sedikit tumor yang terjadi jika promotor yang diberikan pertama kali.

Jika diberikan satu kali pada dosis subkarsinogenik, inisiator tidak menimbulkan tumor selama hidup hewan; namun dosis inisiator yang berulang-ulang dapat menimbulkan tumor sekalipun tanpa promotor.

Aksi inisiator irreversibel; tumor yang terjadi hampir sama hasilnya jika interval antara inisiasi dan promosi diperpanjang dari 1 mingg hingga 1 tahun.

Inisiator adalah suatu elektrofil, atau teraktivasi secara metabolik menjadi elektrofil, yang berikatan kovalen dengan DNA sehingga menimbulkan perubahan mutagenik.

Fungsi esensial dari promotor tumor adalah melengkapi proses karsinogenik yang dimulai oleh inisiator.

Promotor tidak ditemukan sebagai elektrofil, tidak tidak diyakini adanya ikatan kovalen dengan makromolekul.

Aksi promotor adalah reversibel pada tahap-tahap awal dan biasanya membutuhkan pemaparan berulang; jadi, mungkin ada kadar ambang pemaparan.

Contoh-contoh PromotorSelain promosi karsinogenesis kulit oleh ester forbol, terdapat promotor yang telah

diketahui maupun yang dicurigai sebagai promotor dalam organ lain. Asam empedu diketahui sebagai promotor karsinogenesis kolon pada hewan uji. Pada manusia, ada keterkaitan kuat antara asupan tinggi diet lemak dengan kanker usus; karena konsumsi lemak meningkatkan jumlah asam empedu di usus, peningkatan kanker usus ini mungkin karena efek promosi dari asam empedu.

Dalam kandung kemih tikus, sakarin dan siklamat merupakanm promotor tumor setelah dosis inisiasi metil nitrosourea; triptofan adalah promotor tumor kandung kemih pada anjing yang diperlakukan dengan dosis inisiasi 4-amino bifenil atau 2-naftil amin.

Hormon juga diketahui sebagai pemodifikasi karsinogenesis. Pemberian oral atau injeks IV dimetil benz antrasena (DMBA) menghasilkan tumor payudara pada mencit betina yang rentan. Prolaktin akan meningkatkan perkembangan tumor, sedangkan pada hewan yang telah mengalami perpindahan sel telur hanya sedikit terjadi tumor.

KokarsinogenesisKokarsinogen adalah zat diberikan sebelum atau bersamaan dengan karsinogen dan

menghasilkan tumor yang lebih parah daripada bila hanya dengan karsinogen tersebut. Kokarsinogenesis yang ditimbulkan oleh hormon, virus, faktor imunologik, faktor nutrisi, trauma fisik dan abrasi kulit. Beberapa mekanisme yang mungkin dari kokarsinogen dalam proses inisiasi diringkas pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa mekanisme kokarsinogenesisPeningkatan ambilan karsinogen oleh sel Peningkatan bioaktivasi prokarsinogenPenghilangan nukleofil pendetoksifikasiPenghambatan mekanisme perbaikan DNAPeningkatan konversi lesi DNA menjadi

perubahan yang permanen

5

Page 6: Toksisitas Kronis

Beberapa kokarsinogen telah diteliti sehubungan dengan tumor saluran napas. Debu silikon dioksida yang tercampur dengan benzo(a)piren bersifat kokarsinogenik untuk kanker larinks, trakea, dan paru-paru pada hewan uji. Pada penambang uranium, pemaparan debu uranium memiliki efek sinergis pada pembentukan tumor paru-paru pada pekerja yang perokok.

Efek yang sama telah diamati berkaitan dengan kanker paru-paru pada pekerja asbes. Dibandingkan dengan kontrol yang tidak perokok maupun bukan pekerja asbes, pekerja asbes memiliki angka kematian karena kanker paru-paru lima kali lebih tinggi. Bagi perokok yang bukan pekerja asbes, angka tersebut 11 kali lebih tinggi, tetapi pada perokok yang juga pekerja asbes angka kanker paru-paru tersebut 50 kali lebih besar daripada populasi kontrol.

Hormon juga dapat memainkan peranan penting sebagai modulator karsinogenesis. Misalnya, tikus jantan umumnya lebih rentan terhadap induksi tumor oleh 2-AAF daripada tikus betina. Hal ini karena aktivitas sulfotransferase lebih tinggi pada tikus jantan. Aktivitas ini dapat ditekan pada jatan yang dikebiri dengan pemberian estradiol. Perlakuan ini mengakibatkan menurunnya kerentanan tikus jantan terhadap karsinogenesis 2-AAF.

Meskipun asap tembakau hanya mengandung relatif kecil karsinogen genotoksik seperti hidrokarbon aromatik polisiklik dan nitrosamin, namun mengandung sejumlah kokarsinogen dan promotor dalam bentuk katekol dan senyawa fenolik lainnya. Kokarsinogen dan faktor promosi dalam asap tembakau dianggap berperan penting dalam seluruh induksi kanker pada perokok.

Konsep inisiasi, promosi, dan kokarsinogenesis ini sangat penting karena banyak zat kimia yang secara struktural tidak berhubungan dengan karsinogen yang dikenal dan tampak tidak karsinogenik tetapi menjadi promotor atau kokarsinogen. Dengan demikian yang menjadi penting adalah pengujian resiko yang meliputi uji aktivitas promosi.

Karsinogen Genotoksik dan EpigenetikDalam kajian karsinogenesis kimia, ada dua hal penting yang berlaku. Pertama, banyak

zat kimia karsinogenik yang mengubah DNA sel secara irreversibel, mengakibatkan perubahan sifat keturunan. Kedua, pembentukan kanker bersifat multi-tahap, dengan model yang paling sederhana adalah inisiasi dan promosi. Dalam proses multi-tahap ini, sedikitnya ada satu tahap yang harus terlibat dalam perubahan DNA; tahap selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel tumor. Jadi, karsinogen dapat didefinisikan sebagai zat yang menginduksi neoplasma yang biasanya tidak nampak, yang menyebabkan pemunculan dini suatu neoplasma, atau menyebabkan meningkatnya jumlah tumor. Dengan definisi operasional ini, maka karsinogen dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu genotoksik dan epigenetik. (Lihat Tabel 3).

Tabel 3. Contoh-contoh karsinogen genotoksik dan epigenetik

Karsinogen Genotoksik Karsinogen Epigenetik

Zat pengalkilasiBenzo(a)pirenVinil kloridaDimetil nitrosaminArsen, nikel, kromRadiasi

Plastik, asbesEstrogen, androgenEster forbolAsam empeduOrganoklorSakarin

6

Page 7: Toksisitas Kronis

Zat kimia genotoksik adalah zat yang dapat merusak atau mengubah DNA, sedangkan epigenetik menghasilkan efek karsinogen dengan aksi selain genotoksik. Ini meliputi mekanisme tak langsung seperti perubahan ekspresi gen, imunosupressi, ketidakseimbangan hormonal, sitotoksisitas, aksi kokarsinogenik, dan efek promosi.

Aktivasi Karsinogen dan Pengikatan Makromolekul Perkembangan penting dalam memahami karsinogenesis kimia bermula dari pengamatan Elizabeth dan James Miller yang menunjukkan bahwa banyak karsinogen yang secara intrinsik tidak karsinogenik tetapi memerlukan aktivasi metabolik untuk mengekspresikan potensi karsinogeniknya. Miller memperkenalkan istilah prokarsinogen, karsinogen proximate, dan karsinogen ultimate untuk menerangkan proses metabolik ini. Karsinogen kimia yang memerlukan metabolisme untuk menimbulkan efek karsinogenik disebut prokarsinogen; metabolit antara prokarsinogen dan karsinogen ultimate adalah karsinogen proximate; dan produk yang berinteraksi dengan produk komponen seluler dan berperan untuk aktivitas karsinogenik disebut karsinogen ultimate.

Namun tidak semua karsinogen membutuhkan aktivasi metabolik, dan senyawa-senyawa yang demikian disebut kasinogen bekerja langsung atau karsinogen primer. (Gambar 4). Umumnya senyawa-senyawa ini merupakan elektrofil yang sangat reaktif atau berubah secara nonenzimatik menjadi elektrofil yang reaktif. Terkadang, karsinogen yang bekerja langsung menimbulkan tumor pada tempat pemaparan. Senyawa seperti ini biasanya sangat reaktif sehingga menimbulkan masalah lingkungan.

Tetapi kebanyakan karsinogen kimia memerlukan aktivasi metabolik in vivo untuk menimbulkan efek karsinogenik. Metabolit reaktif atau karsinogen ultimate merupakan elektrofil kuat, misalnya ion karbonium atau nitrenium. Zat-zat kimia ini dapat membentuk adisi kovalen secara nonenzimatik dengan berbagai sisi nukleofilik pada makromolekul seluler seperti peptida, protein, RNA, dan DNA. Karena relatif banyak di dalam sel, maka ikatan dengan protein biasanya merupakan interaksi makromolekul yang utama dari karsinogen.

Gambar 4. Struktur beberapa karsinogen primer

7

Page 8: Toksisitas Kronis

Karsinogen elektrofilik juga mengikat asam nukleat, dan ikatan kovalen dengan DNA ini dianggap sebagai reaksi yang kritis dari karsinogen genotoksik dalam menginisiasi tumor. Elektrofil tersebut menyerang atom-atom oksigen nukleofilik maupun nitrogen dalam basa-basa DNA.

Karsinogenesis RadiasiEfek radiasi pengion terhadap sel terinisiasi melalui absorbsi energi yang cukup untuk

melepaskan elektron dari molekul sehingga menyebabkan pembentukan ion bermuatan positif. Elektron yang lepas tersebut bereaksi dengan molekul-molekul yang didekatnya membentuk ion bermuatan negatif. Karena air merupakan komponen utama dari sel, maka air paling banyak mengabsorbsi radiasi pengion, membentuk radikal bebas yang kemudian bereaksi satu sama lain, dengan molekul air, atau dengan makromolekul di dalam sel. Spesies oksigen reaktif seperti superoksida, radikal hidroperoksi, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida, terbentuk dan dapat menyebabkan perusakan oksidatif umum pada makromolekul seluler, termasuk DNA. Radiasi pengion telah lama dikenal sebagai karsinogenik dan mutagenik.

B. MUTAGENESIS

Mutasi adalah perubahan terwariskan (herediter) yang terjadi dalam informasi genetik yang tersimpan di dalam DNA sel. Berbagai zat fisika dan kimia yang diketahui menyebabkan perubahan tersebut antara lain radiasi pengion, mustar belerang dan nitrogen, epoksida, etilen imin, dan metil sulfonat.

Perubahan DNA sebenarnya tidak berbahaya karena mutasi merupakan balok bangunan untuk perubahan evolusioner dan memungkinkan spesies untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Bahayanya adalah jika mutasi itu tidak terarah, dan efeknya terhadap individu biasanya negatif. Efek berbahaya dari mutasi di antaranya gangguan fertilitas, kematian embrionik dan perinatal, malformasi, penyakit keturunan, dan kanker. Para ahli toksikologi dalam bidang ini berupaya untuk memperkecil pemaparan manusia pada mutagen eksogen untuk menghindari terjadinya tambahan “muatan genetik” kita.

Umumnya, perubahan material genetik dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu (1) mutasi titik, yang melibatkan perubahan basa tunggal seperti pertukaran pasangan basa atau penambahan atau penghilangan satu basa; (2) aberasi kromosom, seperti perenggangan, pemutusan, translokasi, dan perubahan jumlah kromosom.

Transformasi Pasangan BasaUnit mutasi terkecil, transformasi pasangan basa tunggal, disebut mutasi titik. Jika

penggantian tersebut melibatkan jenis basa yang sama, misalnya purin dengan purin, atau pirimidin dengan pirimidin, maka mutasi tersebut dinamakan transisi pasangan basa. Jika perubahan itu adalah penggantian purin dengan pirimidin, maka disebut tranversi pasangan basa. Mutasi titik ini bisa terjadi setidaknya dalam tiga cara, yaitu modifikasi kimiawi, penambahan analog basa abnormal ke dalam DNA, dan oleh zat pengalkilasi.

8

Page 9: Toksisitas Kronis

TRANFORMASI KIMIAWI. Salah satu contoh transformasi kimiawi dari basa-basa adalah yang ditimbulkan oleh asam nitrit (HNO2). Zat kimia ini dapat mengubah sitosin menjadi urasil atau adenin menjadi hipoksantin dan diketahui sebagai mutagenik dalam fag, bakteri, dan jamur. Mekanisme dari reaksi ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Deaminasi sitidin menjadi uridin oleh aksi asam nitrit

PENAMBAHAN ANALOG BASA ABNORMAL. Kebanyakan zat kimia yang aktif dalam kasus ini adalah zat yang dikembangkan sebagai obat untuk terapi kanker dan memiliki efektivitas dalam menghasilkan mutasi letal dalam sel kanker yang membelah cepat. Contoh analog basa antara lain 5-bromourasil, 5-fluorodeoksi uridin, 2-aminopurin, dan 6-merkaptopurin. Efek penambahan basa abnormal ini dan transformasi basa yang dihasilkan digambarkan dengan 5-bromourasil. (Gambar 6).

Gambar 6. Replikasi asam nukleat dengan adanya analog basa bromourasil (Bu). Analog ini akan berpasangan dengan adenin dan guanin. Dalam kasus ini, hasilnya adalah transisi G-C menjadi A-T

ZAT PENGALKILASI. Zat pengalkilasi adalah zat kimia yang dapat menambahkan gugus alkil pada DNA. Zat-zat kimia ini menghasilkan ion karbonium yang bermuatan positif (misalnya CH3

+) yang bergabung dengan basa-basa yang kaya elektron di dalam DNA, contoh klasik dari interaksi elektrofilik-nukleofilik. Beberapa zat pengalkilasi terlihat pada Gambar 7. Reaksi alkilasi yang cukup terkenal adalah reaksi dimetil nitrosamin (Gambar 8). Alkilasi DNA mengakibatkan kesalahan pasangan basa maupun pemutusan kromosom.

9

Page 10: Toksisitas Kronis

Gambar 7. Struktur beberapa karsinogen pengalkilasi

Sejumlah posisi dalam basa-basa purin dan pirimidin tersedia untuk alkilasi. Misalnya, adenin dapat teralkilasi pada tiga nitrogen cincin, yaitu N-1, N-2, atau N-7; guanin dapat mengalami alkilasi pada N-3, N-7, atau O-6; sitosin teralkilasi N-3 atau O-2; dan timin teralkilasi pada N-3, O-2, dan O-4. (Gambar 9). Di samping alkilasi basa-basa purin dan pirimidin, fosfat dalam DNA juga dapat mengalami alkilasi.

Gambar 8. Pembentukan zat pemetilasi dari dimetil nitrosamin (DMN). Tahap pertama membutuhkan aktivasi metabolik untuk membentuk zat antara yang sangat reaktif yang bergabung secara nonenzimatik dengan DNA.

10

Page 11: Toksisitas Kronis

Gambar 9. Sisi alkilasi DNA pada kondisi fisiologis ditunjukkan dengan bintang (*).

Aberasi KromosomIstilah klastogenesis digunakan untuk proses yang menghasilkan penambahan,

penghapusan, dan penataan ulang bagian-bagian kromosom yang dapat dideteksi dengan mikroskop cahaya. Renggangan, yang merupakan lesi akromatik dalam kromosom, dapat bervariasi dalam panjang dan dianggap karena kehilangan DNA. Pecahan adalah ujung kromatid yang putus yang terdislokasi tetapi masih termasuk dalam metafase. Beberapa penyakit keturunan, seperti sindroma Bloom dan anemia Falconi, berhubungan dengan pemutusan kromosom, tetapi tidak pasti apakah pemutusan itu sebagai sebab atau gejala penyakit. Banyak zat kimia, demikian pula radiasi pengion, dapat menyebabkan pemecahan kromosom. Zat pengalkilasi, khususnya zat kimia bifungsional, dapat menyebabkan pemutusan melalui pautan silang dengan DNA.

Mutasi kromosom merujuk pada perubahan kromosom yang terjadi pemasukan kembali secara tidak benar bagian-bagian yang putus. Jenis perubahan yang utama adalah penghapusan, translokasi, duplikasi, dan inversi. Penghapusan dan translokasi relatif mudah terdeteksi dengan mikroskop.

Aberasi numerik adalah akibat dari pembelahan yang tidak setara dari kromosom dan menimbulkan sel yang memiliki kromosom yang lebih banyak ataupun lebih sedikit daripada normal. Sel-sel tersebut bisa hidup bisa pula tidak. Beberapa penyakit keturunan merupakan akibat dari pembelahan kromosom yang tidak setara (nondisjungsi). Sindroma Down (mongolisme) berhubungan dengan trisomi kromosom 21, dan kondisi ini ditandai dengan tengkorak rata dan kecil; hidung pendek, pesek; tulang jari pendek; dan kemunduran mental

11

Page 12: Toksisitas Kronis

sedang hingga parah. Ada kelainan yang berhubungan dengan nondisjungsi kromosom sex, yaitu sindroma Klinefelter (XXY), yang ditandai dengan testis kecil dengan fibrosis dan hialinisasi tubuli seminiferous dan kegagalan fungsi; dan sindroma Turner (XO), yang ditandai dengan perawakan pendek, gonad tak berdifferensiasi.

Beberapa zat kimia diketahui menginduksi poliplodi, di antaranya yang dikenal sebagai racun metafase, seperti kolkisin, racun spindel spesifik yang mengikat tubulin spindel protein dan menghambat polimerisasinya. Jadi, kolkisin menghentikan mitosis pada tahap metafase, menyebabkan sel dalam keadaan memiliki jumlah rangkap material kromosom, menyebabkan sel poliploidi. Senyawa lain yang menyebabkan kelainan yang sama adalah alkaloid vinka, yaitu vinkristin dan vinblastin, serta podofilotoksin, yang terikat pada sisi yang sama dengan kolkisin. Poliploidi terkenal pada tumbuhan dan digunakan secara luas dalam pembiakan tumbuhan; namun, poliploidi pada hewan umumnya merupakan mutasi letal.

12