toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek toksik

Upload: nonna-girlzzy-irma

Post on 19-Jul-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek toksik (daya racun) berbagai zat kimia, terutama obat terhadap tubuh. Pada hakekatnya semua obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelcus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Sekarang banyak dikenal faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat racun, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang adekuat dapat menimbulkan efek farmakoterapetik. Hubungan dosis dan intensitas efek dalam keadaan sesungguhnya tidaklah sederhana karena banyak obat bekerja secara kompleks dan menghasilkan efek. Bila obat diberikan pada dosis yang tinggi, maka akan timbul respon maksimal yang disebut efek maksimal. Dalam klinik, dosis obat dibatasi oleh timbulnya efek samping sehingga efek maksimal yang dicapai dalam klinik mungkin kurang dari efek yang sesungguhnya. Dalam pengobatan dikenal berbagai macam dosis yaitu: Dosis terapi : Dosis yang mampu memberi efek penyembuhan Dosis maksimum : Dosis yang apabila dilampaui dapat menimbulkan efek toksis atau kematian Dosis letal : Dosis yang apabila diberikan dapat menimbulkan kematian Dalam pengobatan juga dikenal berbagai macam efek, yaitu: Efek samping : Efek suatu obat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi dengan dosis yang dianjurkan Idioinkrasi : Peristiwa dimana efek obat yang diberikan secara kualitatif total berlainan dari efek normal, hal ini disebabklan karena genetic pasien yang berlainan Alergi : Adanya senyawa obat yang dianggap antigen oleh tubuh dan tubuh akan membentuk antibody sebagai zat penghambat antigen Fotosensitasi : Sangat peka terhadap cahaya karena penggunaan obat secara topical atau oral Efek teratogenik : Efek obat yang pada dosis terapi diberikan pada ibu hamil dapat menyebabkan cacat janin Efek toksis : Gejala-gejala toksis yang ditimbulkan oleh obat apabila pemakaiannya berlebihan Keamanan suatu obat secara pendekatan ditentukan dengan Indeks Terapi (IT) dan Margin Dosis Keamanan (MDK). Indeks terapi obat dinyatakan dengan persamaan berikut: Dimana: IT : Indeks terapi LD 50 : Median dosis letal, yaitu dosis yang mematikan 50% jumlah hewan TD 50 : Dosis yang menimbulkan efek toksis pada 50% jumlah hewan coba ED 50 : Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% jumlah hewan coba Obat yang ideal memiliki nilai Indeks Terapi (IT) lebih besar dari satu. Semakin besar nilai IT, maka obat tersebut makin aman digunakan. Sedangkan nilai MDK adalah rasio antara dua dosis yang memberikan efek samping dan dosis yang memberikan efek terapi. MDK digunakan untuk mengevaluasi keamanan dalam penentuan dosis untuk manusia. Indeks terapi merupakan batas keamanan obat yang berupa hubungan antara dosis terapi dan dosis obat yang menimbulkan efek. Hal ini menimbulkan selektivitas obat, tetapi data ini sulit diperoleh dari penelitian klinik karena dalam uji klinik, selektivitas obat dinyatakan secara tidak langsung yakni sebagai pola efek samping yang ditimbulkan obat dalam dosis terapi dan persentase penderita yang menghentikan pemakaian obat atau menurunkan dosis akibat efek samping. Sebelum percobaan toksikologi dilakukan, sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi sifat obat dan rencana penggunaannya. Data ini dapat dipakai untuk mengarahkan percobaan toksisitas yang akan dilakukan untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan cara dan wakt pemberian suatu sediaan obat.

Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2131886-mengenaltoksikologi/#ixzz1syPDNgOq

Yang lainnya :

Teratogenik (teratogenesis) adalah istilah medis yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti membuat monster. Dalam istilah medis, teratogenik berarti terjadinya perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir). Di dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 434.1 (2001), teratogenik adalah sifat bahan kimia yang dapat menghasilkan kecacatan tubuh pada kelahiran. Cacat lahir diketahui terjadi pada 3 5% dari semua kelahiran. Kondisi ini menjadi penyebab dari 20% kasus kematian bayi di Amerika Serikat. Sekitar 65% dari kasus cacat lahir tidak diketahui penyebabnya. Pada awalnya diyakini bahwa embrio mamalia berkembang di dalam uterus induk yang sifatnya kedap air, dan terlindung dari semua factor ekstrinsik. Tetapi, setelah bencana thalidomide pada 1960-an, diketahui bahwa perkembang-an embrio bisa menjadi sangat rentan terhadap beberapa faktor lingkungan tertentu yang tidak bersifat toksik pada orang dewasa. Dengan adanya kesadaran baru mengenai rentannya embrio mamalia terhadap serangan lingkungan eksternal selama di dalam uterus, berkembang enam prinsip teratology yang dikembangkan oleh Jim Wilson pada tahun 1959. Prinsip ini menjadi pemandu studi dan pemahaman dari senyawa teratogenik dan efeknya terhadap perkembangan organisme.

Sifat rentan terhadap teratogenesis tergantung pada genotip dari conceptus dan caranya berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan yang bersifat merugikan. Ketahanan terhadap teratogenesis bervariasi dengan tahap perkembangan embrio pada saat kontak dengan faktor yang bersifat merugikan. Disini ada periode kritis yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Komponen teratogenik bekerja secara spesifik pada perkembangan sel dan jaringan untuk menginisiasi sekuen dari perkembangan abnormal. Jalan masuk dari komponen terhadap perkembangan jaringan tergantung pada kondisi komponen itu sendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan suatu teratogen untuk kontak dengan conceptus yang sedang tumbuh antara lain sifat dari komponen itu sendiri, jalur dan tingkat kontak dengan induk, sistim absorpsi dan kecepatan transfer plasenta, dan komposisi genotip dari induk dan embrio/janin. Manifestasi dari penyimpangan perkembangan ada empat yaitu kematian, malformasi, keterlambatan pertumbuhan dan cacat fungsional. Penyimpangan perkembangan ini akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi dan dosis dari level yang tidak

menunjukkan efek negative yang terlihat (No Observable Adverse Effect Level NOAEL) sampai dengan dosis yang memberikan letalitas 100% (LD100). Ada sejumlah bahan yang/diduga bersifat teratogenik pada manusia dan hewan, antara lain:

Radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi). Infeksi cytomegalovirus, virus herpes, parvovirus B-19, virus rubella, syphilis dan toksoplasmosis. Ketidakseimbangan metabolisme, misalnya karena konsumsi alkohol selama kehamilan, kretinisme endemic, diabetes, defisiensi asam folat, hipertermia, fenilketonuria, reumatik dan penyakit jantung bawaan. Komponen kimia obat dan lingkungan seperti 13-cis-retinoic acid, isotretionin (accutane), aminopterin, hormone androgenic, busulfan, kaptoril, enalapril, dan sebagainya.

Kontak dengan komponen teratogenik bisa menyebabkan abnormalitas struktural yang sangat beragam pada janin, seperti bibir sumbing, langit-langit mulut belah, dysmelia, anencephaly dan penyimpangan pada ventricular septal.

Yang lainnya :

Obat-obat Berbahaya Mengapa sebagian obat berpengaruh terhadap janin dan sebagian lain tidak ? Suatu obat akan berpengaruh terhadap janin tergantung dari kecepatan dan kemampuannya melewati barier plasenta. Obat dengan besar molekul kurang dari 600 (rata-rata obat memiliki besar molekul 200400 ) dapat melewati plasenta dengan mudah. Demikian pula obat yang derajat ionisasi dan kelarutannya dalam lemak tinggi. Selain itu, tebalnya barier plasenta ikut menentukan dapat tidaknya suatu obat atau agen eksogen masuk ke dalam sirkulasi janin. Pada awal kehamilan, tebal barier plasenta adalah 25 mikrometer, dan pada akhir kehamilan adalah 2 mikrometer. Suatu obat dapat mempengaruhi perkembangan janin melalui beberapa mekanisme, tetapi yang terpenting adalah gangguan dalam sintesis protein, baik ditingkat DNA, RNA maupun tingkat ribosom, atau melalui gangguan keseimbangan hormonal misalnya hormone seks untuk menembusnya dan memasuki sirkulasi janin. Seberapa berat obat

mempengaruhi perkembangan janin dapat digolongkan menjadi tiga kategori : Embriotoksik, yang langsung menyebabkan kematian hasil konsepsi dan biasanya berakhir abortus. Obat tersebut berpengaruh fatal pada janin ketika diminum pada dua minggu pertama setelah konsepsi (pembuahan). Teratogenik atau dismorfogenik yaitu langsung menyebabkan kelainan bawaan yang berat. Ini terjadi ketika ibu minum obat pada akhir minggu kedua hingga minggu ke delapan. Efek samping yang lebih ringan yang biasanya menimbulkan kelainan morfologis ringan atau kelainan fungsional. Terjadi ketika ibu meminum obat mulai awal pekan ke 9 . Berdasarkan efek teratogeniknya obat digolongkan dalam tiga golongan. Pertama, obat yang memilki sifat teratogenik pasti seperti talidomid, obat anti tumor, hormon tertentu, sodium valproat dan isotretionin. Kedua, obat yang dicurigai bersifat teratogenik seperti anti konvulsan, tembakau, alcohol, litium dan warfarin. Ketiga, obat yang diduga bersifat teratogenik seperti : barbiturate, sulfonamide dan anti malaria. Cerita sedih seputar penggunaan talidomid telah saya paparkan diatas. Adapun obat anti tumor sangat berbahaya terhadap janin karena jaringan embrional dalam beberapa hal menyerupai jaringan tumor. Kelainan bawaan yang mungkin terjadi akibat pemakaian obat anti tumor ini adalah cacat anggota, cacat pada system syaraf pusat, celah langit atau celah muka, kelainan organ dalam dan lain-lain. Khusus obat anti tumor ini jika digunakan dibawah saran seorang dokter akan melewati suatu prosedur resmi yang disepakati oleh pasien. Dokter akan sangat berhati-hati dalam penggunaannya. Hanya saja menjadi berbahaya jika ia merupakan obat tradisional yang dikonsumsi tanpa petunjuk ahli medis atau diminum secara tak sengaja oleh ibu hamil. Misalnya jamu-jamu yang mengandung alkaloida vinkristin dan vinbalstin seperti benalu. Sebaiknya ibu hamil berhenti mengkonsumsi jamu jika tidak dapat dipastikan komponen penyusunnya, dosis dan pengaruhnya terhadap janin. Mungkin anda pernah membaca tentang bayi yang lahir dengan alat kelamin yang tidak sempurna, tidak jelas laki-laki atau perempuan. Diantara yang berpengaruh dalam hal ini adalah obat hormone yang dikonsumsi ibu hamil. Ibu yang meminum hormone androgen pada trimester pertama kehamilannya, ada yang melahirkan bayi perempuan dengan alat kelamin agak menyerupai bayi laki-laki.

Penggunaan hormon estrogen dalam jumlah yang relative besar sebelum usia kehamilan mencapai 4 bulan, juga membawa efek teratogenik pada janin berupa clear cell adenocarcinoma pada serviks dan vagina ketika janin itu nantinya terlahir dan tumbuh menjadi gadis usia 19-20 tahun ! Obat-obat kortikosteroid seperti kortison, jika diminum pada trimester pertama kehamilan dapat mengakibatkan celah langit (atau bibir sumbing ), oleh sebab itu harus dihindari oleh wanita hamil. Di antara obat yang dicurigai bersifat teratogenik adalah tembakau ( rokok dan nikotin ). Lahir dini, berat badan rendah, serta kelainan jantung bawaan terjadi pada wanita hamil yang merokok. Diduga, merokok menimbulkan kelainan pada pembuluh darah, menurunkan nafsu makan dan meninggikan saturasi HbCO dalam darah. Alkohol juga harus dihindari oleh ibu hamil karena diduga bersifat teratogenik. Alkohol menmyebabkan defisiensi nutrien pada ibu dan memang berefek toksik langsung pada jaringan embrio. Diantara kelainan yang disebabkan karena alkoholisme kronik adalah : kelainan kepala yaitu mikrosefali dan celah langit, kelainan kardiovaskuler, janin tumbuh lambat dan retardasi mental.