tk4027 paper review adinda asri pixelina 13012002

Upload: adinda-asri-pixelina

Post on 10-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas paper review berisi proses upgraded brown coal

TRANSCRIPT

  • 1. Pendahuluan

    Cadangan energi komersial seperti minyak

    bumi dan batubara tingkat tinggi dunia semakin

    menipis. Negara dengan sumber energi yang melimpah

    seperti China, India, dan Indonesia menjaga bahan

    baku sumber energi yang dimilikinya dengan

    kebijakan dan peraturan. Sementara, Negara dengan

    bahan baku sumber energi terbatas seperti Jepang dan

    Korea berusaha untuk menggunakan bahan baku yang

    ada secara efektif dan efisien dengan teknologi-

    teknologi baru.

    Pemakaian batubara tingkat tinggi untuk

    penyediaan energi di industri dan pemukiman negara

    berkembang dengan sumber batubara berlimpah dan

    pertumbuhan ekonomi tinggi seperti China sebesar

    70% mengakibatkan cadangan batubara tingkat tinggi

    semakin menipis. Menurut data statistika, cadangan

    batubara tingkat tinggi akan habis dalam 80 tahun

    penggunaan. Oleh karena itu, dibutuhan bahan baku

    sumber energi yang dapat mensubtitusi batubara

    tingkat tinggi.

    Salah satu solusi dari permasalahan tersebut

    adalah penggunaan batubara tingkat rendah yang

    cadangannya mencapai 500 milyar ton. Amerika Utara

    dan Rusia memiliki sumber daya batubara tingkat

    rendah tertinggi di dunia, namun batubara tingkat

    rendah dari Indonesia memiliki kualitas yang baik bila

    dibandingkan dengan batubara tingkat rendah dari

    Negara lain. Konten moisture rata-rata batubara lignit

    dan subbituminous Indonesia sebesar 35% dan 25%

    dengan heating value-nya sebesar 4200 kcal/kg dan

    5300 kcal/kg.

    Namun, batubara tingkat rendah

    mengandung konten moisture tinggi, heating value

    rendah, dan mudah terbakar (pembakaran spontan)

    sehingga penggunaannya kurang disukai. Untuk itu,

    pengembangan teknologi pengeringan konten

    moisture batubara tingkat rendah banyak dilakukan.

    Salah satu teknologi yang dapat mengeringkan dan

    meningkatkan nilai jual batubara tingkat rendah

    adalah proses Upgraded Brown Coal (UBC) yang

    dikembangkan oleh perusahaan Jepang, Kobe Steel Ltd.

    Review: Analisis Karakteristik Batubara Peringkat Rendah Indonesia Setelah Melewati Proses Upgraded Brown Coal (UBC) serta Perkembangannya

    Adinda Asri Pixelina

    Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung, Indonesia

    I N F O A R T I K E L

    A B S T R A K

    Keterangan artikel: Ditugaskan pada 10 November 2014 Dikumpulkan pada 23 November 2014

    Cadangan batubara peringkat rendah yang melimpah dapat dijadikan sumber energi masa depan yang berkelanjutan. Namun batubara peringkat rendah mengandung konten moisture tinggi sehingga harus dikeringkan sebelum digunakan dan diperlukan proses tambahan untuk mengurangi terjadinya pembakaran spontan. Di Indonesia, setengah produk batubara merupakan batubara peringat rendah dengan kadar sulfur dan abu rendah. Oleh karena itu, Proses UBC sangat cocok untuk diimplementasikan di Indonesia dan telah dikembangkan untuk menghasilkan batubara kering yang sebanding dengan batubara peringkat tinggi seperti bituminous. Untuk itu, analisis karakteristik mulai dari analisis proksimat hingga pembakaran batubara dilakukan. Ternyata proses UBC ini memiliki potensi untuk diterapkan dalam industry komersial. Pada kajian ini dijabarkan pula perkembangan proses UBC di Indonesia.

    Kata kunci: Batubara Peringkat Rendah Upgraded Brown Coal Kaakteristik Perkembangan

    TK 4027

    Kimia dan Teknologi Batubara

  • Pada awalnya, proses UBC dikembangkan

    dari proses pretreatment pada Brown Coal Liquefaction

    (BCL) yaitu proses slurry dewatering. Slurry

    dewatering disajikan dalam Gambar 1 merupakan

    proses evaporasi moisture batubara dalam slurry yang

    berisi batubara, light oil, dan sedikit heavy oil seperti

    asphalt pada kondisi temperatur 130-160oC dan

    tekanan 0.4-0.45 MPa.

    Perkembangan proses UBC di Indonesia

    sudah mecapai terbentuknya demonsration plant

    dengan kapasitas 600 ton/hari berlokasi di Satui,

    Kalimantan Selatan pada tahun 2009. Plant ini

    merupakan hasil kerjasama antara Ministry of

    Economy, Trade and Industry (METI), Japan Coal

    Energy Center (JCOAL), PT. Arutmin, dan Pusat

    Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan

    BatuBara (Tekmira).

    Sebelum membahas lebih lanjut mengenai

    proses UBC, perlu diketahui terlebih dahulu proses

    pengeringan batubara peringkat rendah. Teknologi

    pengeringan menggunakan panas untuk melepaskan

    moisture yang terdapat dalam batubara. Terdapat dua

    jenis moisture yaitu moisture yang ada pada

    permukaan batubara yang penghilangannya mudah

    dengan pemanasan pada temperatur dan tekanan yang

    tidak tinggi dan moisture yang terdapat dalam

    batubara yang penghilangannya membutuhkan energi

    yang tinggi.

    Jenis pengeringan yang sedang

    dikembangkan adalah conveyer dryers, rotary dryers,

    screw conveyer dryers, superheated steam fluidized bed

    dryers, flash-fluidized bed dryers, dan microwave dryers.

    Kekurangan dari proses pengeringan ini adalah bila

    batubara hasil pengeringan disimpan pada udara

    terbuka, batubara ini akan kembali mengabsorpsi

    moisture. Salah satu contoh, batubara Indonesia

    dengan moisture sebesar 35% dikeringkan dan konten

    moisture-nya menjadi 7-10%. Bila dibiarkan selama 1

    bulan, moisture batubara akan kembali meningkat

    menjadi 15%. Oleh karena itu dibutuhan proses

    pengeringan yang dapat disimpan dan

    ditranportasikan tanpa terjadinya reabsorpsi.

    Selain itu, batubara tingkat rendah rentan

    mengalami pembakaran secara spontan. Hal ini dapat

    menurunkan heating value dan kualitas batubara

    tersebut sebagai bahan bakar serta meningkatkan

    biaya handling penyimpanan dan transportasi. Dengan

    proses UBC pembakaran secara spontan dapat

    dikendalikan.

    2. Metodologi Proses Upgraded Brown Coal (UBC)

    Proses yang akan dijelaskan di bawah ini

    merupakan proses yang digunakan dalam

    demonstration plant. Proses UBC terbagi dalam lima

    bagian yaitu coal preparation, slurry dewatering, coaloil separation, oil recovery, dan upgraded coal

    briquetting. Diagram proses UBC disajikan pada

    Gambar 3.

    Gambar 2 Diagram Alir Penggunaan Batubara Peringkat Rendah (Brown Coal)

    Gambar 1 Ilustrasi Batubara Sebelum dan Sesudah

    Proses Slurry Dewatering

  • 2.1 Coal Preparation

    Batubara mentah digiling dalam hammer mill

    sehingga berdiameter di bawah 3 mm. Sebenarnya

    reduksi ukuran batubara juga dapat dilakukan dengan

    penghancuran kasar yang akan menghasilkan

    batubara dengan ukuran di bawah 50 mm. Namun,

    untuk mengoptimumkan proses UBC ini digunakan

    grinding mill jenis hammer mill dengan hasil diameter

    yang lebih kecil. Lalu batubara disimpan dalam bunker

    dan dialirkan menuju tank tempat pembentukan slurry.

    2.2 Slurry Dewatering

    Batubara hasil gilingan di campurkan dengan

    kerosene dan Low Sulfur Wax Residue (LSWR) dalam

    tank pembuatan slurry. Perbandingan kerosene dengan

    batubara adalah 1.2-1.5 banding 1 bergantung pada

    karakteristik batubara yang dipakai dan jumlah LSWR

    yang ditambahkan sekitar 1% dari jumlah kerosene

    yang digunakan. Slurry tersebut dipindahkan ke

    dewatering vessel yang terdiri dari evaporator yang

    membuat konten moisture dalam batubara terlepas

    pada kondisi temperatur 130-160oC dan tekanan 400-

    450 kPa. Setelah itu, dewatered slurry dan evaporated

    water dipisahkan dalam separator gas-cair dan air

    yang terpisah digunakan untuk memanaskan

    evaporator dengan sebelumnya dilewatkan pada

    kompresor adiabatik sehingga temperaturnya naik.

    Dewatered slurry dipertahankan dengan menurunkan

    tekanan ke tekanan atmosferik.

    2.3 Coal-Oil Separation

    Screw decanter (centrifucal separator)

    digunakan untuk memisahkan batubara dari light oil.

    Lelehan hasil pemisahan diperlakukan seperti padatan

    dan dikirim ke alat pengeringan. Pemisahan mekanik

    ini memisahkan cairan bebas yang terdapat pada

    slurry.

    2.4 Oil Recovery

    Dua Steam Tube Dryer yang dipasang secara

    seri berfungsi sebagai alat yang melepaskan sisa

    minyak yang masih terdapat dalam pori-pori batubara.

    Lelehan batubara dan gas carrier dialirkan secara

    counter current dan dipanaskan secara tidak langsung

    dengan steam tubes yang akan menguapkan fraksi

    minyak dalam batubara. Recovery minyak hasil

    evaporasi yang masih mengandung nitrogen dari gas

    carrier digunakan kembali untuk pembuatan slurry

    dengan mengondensasinya di cooling tower sehingga

    cairan minyak terpisah dari gas nitrogen. Hasil proses

    UBC dalam bentuk bubuk dikeluarkan lewat outlet

    dryer pada temp 170oC.

    2.5 Upgraded Coal Briquetting

    Bubuk hasil UBC yang panas dipindahkan

    menuju mesin double roll press briquetting tanpa

    penambahan bahan pelekat. Mesin ini terdiri dari

    sepasang gulungan yang berputar berlawanan arah.

    Briket yang dihasilkan memiliki bentuk seperti bantal

    dengan tinggi 30mm, panjang 47 mm, dan lebar 35

    mm. Produk yang dihasilkan disimpan dan diambil

    sampelnya untuk di karakterisasi. Bila bubuk

    batubara tidak dilewatkan pada mesin briquetting

    maka batubara berbentuk bubuk ini akan memiliki

    konten moisture mencapai 0% dan heating value

    sebesar 6670 kcal/kg. Jenis ini digunakan untuk feed

    ke pembangkit listrik secara langsung. Sementara,

    batubara yang sudah berbentuk briket mempunyai

    konten moisture sekitar 8-10% dan heating value

    sebesar 6000 kcal/kg. jenis ini dapat ditransportasikan

    via kapal ataupun kereta ke jarak yang jauh. Batubara

    Gambar 3 Diagram Proses UBC

  • jenis briket pun dapat di campur dengan batubara

    peringkat rendah untuk meningkatkan nilai kalori

    yang dihasilkan.

    3. Karakteristik Batubara Tingkat Rendah

    Indonesia Setelah Melewati Proses UBC

    Analisis yang telah dilakukan saat ini

    menyangkut karakteritik proximate, karakteristik

    oksidasi batubara peringkat rendah pada temperatur

    rendah dengan isothermal oxidation, karakteristik

    pembakaran secara spontan dengan Crossing-Point

    Temperature (CPT), karakteristik zat pelarut yang

    digunakan pada tahap Slurry Dewatering, karakteristik

    pembakaran upgraded coal dengan Differential

    Thermal Analyzer (DTA) dan Thermogrametri (TG),

    serta karakteristik slagging yang terbentuk pada

    Boiler dalam proses pembakaran.

    Penjelasan mengenai analisis karakteristik

    tersebut yang penentuannya dilakukan dengan terebih

    dahulu melakukan penelitian dijabarkan dalam subbab

    dibawah ini.

    3.1 Analisis Proximate

    Untuk analisis ini digunakan batubara lignit

    Indonesia (KBB coal) dengan ukuran 0.5-1.3 mm.

    Slurry dibentuk dengan mencampurkan batubara

    dengan kerosene dan 4%-wt asphalt sebagai zat aditif.

    Campuran memiliki rasio berat (kerosene + aslphalt) :

    raw coal = 1 : 1. Slurry dipanaskan pada suhu 140oC

    dan tekanan 0.1-0.3 MPa dalam 30 menit. Setelah

    proses evaporasi, batubara disaring dan dikeringkan

    dalam oven bertemperatur 130oC. Sebelum dilakukan

    analisis proksimat, raw coal dan upgraded coal

    dikeringkan kembali pada suhu 105oC selama 5 jam

    dengan gas nitrogen untuk membuang moisture yang

    teradsorb selama kedua sampel disimpan pada udara

    terbuka.

    Tabel 1 menyajikan hasil analisis proximate

    dari sampel batubara. Pada tabel, upgrading pressure

    merupakan tekanan dari evaporator dalam proses

    upgrading dan asphalt concentration merupakan

    persen berat dari asphalt dari berat total slurry.

    Selama terjadinya proses UBC, konten moisture dalam

    batubara menurun dan heating value meningkat dari

    5,448 kcal/kg (raw coal) menjadi 6,623 kcal/kg

    (upgraded coal). Ash content, volatile matter, dan fixed

    carbon dari raw coal dan upgraded coal tidak

    mengalami perubahan, artinya tidak ada reaksi kimia

    yang terjadi antara pelarut dan batubara.

    Meningkatnya upgrading pressure akan meningkatkan

    konten moisture dalam upgraded coal. Ini terjadi

    karena meningkatnya temperatur didih juga akan

    meningkatkan upgrading pressure. Konten moisture

    bernilai sebesar 9-10% pada proses UBC tanpa

    penambahan asphalt. Hal ini terjadi karena proses

    readsorpsi terjadi secara natural ketika upgraded coal

    disimpan pada udara terbuka. Konten moisture

    bernilai sebesar 6% pada proses UBC dengan

    penambahan asphalt. Artinya penambahan asphalt

    bisa mengurangi terjadinya proses readsorpsi.

    3.2 Analisis Isohermal Oxidation Gas

    Karakteristik ini dianalisis pada 3 variasi

    temperatur yaitu 40 oC, 60 oC, dan 90oC. Gambar 3

    merupakan skema diagram eksperimen dari analisis

    isothermal oxidation gas. 125 g batubara ditambahkan

    ke dalam vessel yang berada dalam oven dan

    dipanaskan hingga temperatur target nitrogen yang

    diinginkan. Ketika panas antara oven dan vessel telah

    mengalami keseimbangan (tunak), oksigen dipasok ke

    dalam vessel pada laju volumetrik sebesar 50

    mL/menit untuk mengukur exhaust gas. Oksigen

    digunakan untuk meningkatkan akurasi dari

    pengukuran gas dengan meningkatkan jumlah produk

    gas pada temperatur rendah. Pengukuran exhaust gas

    Tabel 1 Data Hasil Analisis Proximate dari Raw Coal dan Upgraded Coal

  • (CO dan CO2) dilakukan dengan alat 6,890 N GC

    (agilent technologies) yang dipasang dengan TCD

    (thermal conductivity detector) dan 100/120 mesh

    carbosieve S-II column (SUPELCO). Gas helium

    digunakan sebagai carrier gas dengan laju volumettrik

    sebesar 50 mL/menit. Oven dipanaskan pada laju

    10oC/min dari 70 oC hingga 220oC dan ditahan selama

    5 menit saat T = 220 oC. Perhitungan diulangi 20 kali

    dengan interval waktu 30 menit. Berdasarkan laju

    pembentukan CO dan CO2, karakterisasi batubara yang

    mengalami oksidasi secara isothermal memiliki

    persamaan sebagai berikut.

    rCO = laju pembentukan CO

    rCO2 = laju pembentukan CO2

    W = berat kering batubara

    Vgas = laju alir gas

    CCO,out = konsentrasi CO oulet

    CCO2,out = konsentrasi CO2 outlet

    Gambar 5 dan 6 menyajikan perubahan laju

    pembentukan CO dan CO2 terhadap waktu pada

    beberapa variasi temperatur untuk raw coal dan

    upgraded coal. Laju pembentukan untuk kedua gas

    mencapai nilai tertinggi di awal dan menurun secara

    eksponensial terhadap waktu. Laju pembentukan

    untuk kedua gas paling rendah pada temperatur 40OoC

    namun meningkat secara signifikan seiring temperatur

    meningkat. Artinya bila batubara disimpan pada udara

    terbuka, batubara mungkin akan bereaksi dengan

    oksigen bahkan pada temperatur rendah. Upgraded

    coal menghasilkan laju pembentukan yang lebih

    rendah dibandingkan raw coal. Batubara dengan

    penambahan asphalt terbanyak akan menghasilkan

    laju pembentukan yang semakin rendah.

    Kesimpulan dari analisis isothermal oxidation

    gas adalah ketika penambahan asphalt ke dalam slurry

    sebesar 1% tidak ada perubahan pada laju

    pembentukan gas secara signifikan. Penambahan

    asphalt ke dalam proses upgrading ini dapat

    meningkatkan reaksi oksidasi pada temperatur rendah.

    Sehingga penambahan asphalt yang paling baik adalah

    sekitar 0.5-1%.

    3.3 Analisis CPT

    Saat sampel disimpan dalam oven dengan

    predetermined temperatur yang terekspos oleh udara

    sementara temperatur oven terus meningkat pada laju

    yang konstan, maka pada suatu waktu temperatur dari

    batubara sendiri akan melebihi temperatur oven yang

    disebut dengan Crossing Point Temperature (CPT)

    karena batubara mengalami self-heating. CPT

    mengindikasi kelebihan temperatur sehingga dapat

    dikarakterisasi pembakaran batubara secara spontan.

    Secara umum, semakin tinggi nilai CPT maka semakin

    tinggi temperatur pembakaran spontan terjadi. Juga,

    semakin tinggi laju dari temperatur batubara di antara

    rentang CPT maka semakin tinggi kemungkinan

    batubara mengalami pembakaran spontan. Penentuan

    dan pengukuran kondisi seperti ukuran partikel,

    konten moisture, kelembaban udara, laju alir gas akan

    berpengaruh pada nilai CPT dari batubara tersebut.

    Gambar 7 merupakan skema diagram analisis

    CPT. Dua vessel berisi sampel batubara masing-masing

    35 gram di pasang dalam oven yang terprogram.

    Temperatur oven di set pada 40oC nitrogen. Setelah

    temperatur oven dan vessel mencapai keseimbangan

    (tunak), oven dipanaskan dengan laju 0.5oC/menit

    selama udara dipasok ke vessel pertama dan nitrogen

    dipasok ke vessel ke nitrogen dengan laju alir 30

    mL/menit. Batubara yang dicampur dengan gas

    nitrogen berfungsi sebagai referensi.

    Gambar 8 menyajikan perubahan upgrading

    pressure terhadap variasi jumlah asphalt. Nilai CPT

    upgraded coal lebih besar dibandingkan nilai CPT raw

    coal yang berada pada nilai 143.4oC. bahkan tanpa

    penambahan aslphalt pun nilai CPT dari upgraded coal

    jauh lebih besar. Saat jumlah asphalt 0,5% nilai CPT

    meningkat sedikit bila dibandingkan dengan

    penambahan jumlah asphalt 1%, nilai CPT meningkat

    dengan secara signifikan. Ini terjadi karena asphalt

    menutupi permukaan batubara selama proses yang

    dapat menghindari gugus fungsi pada batubara kontak

    Gambar 4 Diagram Proses Analisis Isothermal

    Oxidation Gas

    Gambar 7 Diagram Proses Analisis CPT

  • dengan oksigen. Namun, bila penambahan asphalt di

    atas 1% terihat tidak ada peningkatan CPT secara

    signifikan. Kesimpulan dari hasil ini adalah

    penambahan tertentu asphalt ke dalam slurry akan

    meningkatkan CPT dan penambahan 1% asphalt

    merupakan penambahan yang paling baik.

    3.4 Analisis Pelarut yang Digunakan pada Tahap

    Slurry Dewatering

    Sampel batubara lignit Indonesia digunakan

    dalam analisis ini dengan sebelumnya direduksi

    partikelnya secara mekanik sehingga memiliki ukuran

    partikel dengan variasi sebesar 2-3 mm, 6-7 mm, dan

    10-11 mm. Minyak bekas yang sudah dimurnikan dan

    minyak berat B-C digunakan sebagai pelarut dalam

    proses pengeringan. Minyak bekas yang digunakan

    telah dimurnikan dari konten moisture, abu, logam

    berat dan kontaminan lainnya yang terdapat pada

    minyak bekas tersebut. Titik didih dari minyak bekas

    yang digunakan sebesar 340oC dengan nilai specific

    gravity sebesar 0,856-0,86, minyak berat B-C yang

    digunakan memiliki nilai viskositas minimum 50 cst

    pada T=50oC, titik didih sekitar 340oC, dan nilai specific

    gravity sebesar 0,92-0,95.

    Minyak dipanaskan hingga stabil pada variasi

    T=120oC; 130oC; dan 140oC sebelum batubara

    sebanyak 50 gram/L minyak dimasukkan ke dalam

    Gambar 5 Grafik Hubungan Antara Laju Pembentukan CO

    pada Tiga Variasi Temperatur Terhadap Waktu

    Gambar 6 Grafik Hubungan Antara Laju Pembentukan

    CO2 pada Tiga Variasi Temperatur Terhadap Waktu

  • reaktor. DIlakukan proses pengeringan dengan waktu

    tiap run 10 menit. Setelah pengeringan, slurry di

    transfer menuju sentrifugal separator selama 10 menit

    dan minyak yang sudah terpisahkan diukur jumlahnya.

    Data konsumsi minyak pada proses ini sama

    pada setiap ukuran partikel dan sedikit meningkat

    pada setiap temperatur pengeringan meningkat. Hal

    tersebut terjadi karena meningkatnya volatilitas

    minyak pada temperatu pengeringan yang semakin

    tinggi. Pada proses pengeringan menggunakan minyak

    berat B-C, penyerapan minyak jauh lebih banyak pada

    ukuran partikel yang semakin kecil. Hal ini disebabkan

    karena absorpsi minyak pada pori-pori partikel yang

    membuat batubara memiliki luas permukaan lebih

    besar. Namun, minyak berat B-C tidak dapat

    dipisahkan dari batubara karena viskositasnya yang

    tingi. Sementara, minyak bekas yang telah dimurnikan

    dapat dipisahkan dari batubara dengan laju tertentu

    yang disajikan dalam Gambar 9. Laju recovery tidak

    dipengaruhi oleh temperature pengeringan dan

    ukuran partikel batubara.

    Pemilihan pelarut yang baik sebagai zat

    pendispersi dipengaruhi oleh viskositas dan kestabilan

    pelarut. Maka dari itu selain penggunaan minyak berat

    dan minyak bekas dapat digunakan pula pelarut

    berupa minyak pati. Penggunaan minyak pati yang

    memiliki viskositas yang rendah harus diseimbangi

    dengan pekatnya konsentrasi batubara dalam slurry

    sehingga sama seperti pelarut lainnya slurry memiliki

    nilai viskostas mekanik yang besar. Pemakaian pelarut

    bio-based memilki kelebihan yaitu lebih murah dan

    ramah lingkungan. Namun, karena tidak ditemukannya

    daerah hidrofobik ya tepat pelarut minyak pati

    memiliki efisiensi yang lebih kecil dari pelarut

    komersial.

    3.5 Analisis Pembakaran dengan Metoda DTA - TG

    Sampel batubara yang digunakan dalam

    analisis ini berasal dari tiga daerah pertambangan

    yang dikenal dengan nama batubara Taban, Berau, dan

    Samaranggau. Tes DTA-TG dilakukan menggunakan

    peralatan shimadzu DTG-60, dengan mereduksi

    partikel raw coal dan upgraded coal di bawah 75 mikro

    meter. Sampel sebanyak 5 mg di simpan di atas sel

    platinum, laju udara sebesar 25 mL/menit dan laju

    pemanasan 10oC/menit, Dan temperatur maksimum

    sebesar 800oC. Dari kurva DTA-TG yang dihasilkan

    parameter pembakaran yaitu Tig (ignition

    temperature), Tmax (maximum combustion rate

    temperature), Rmax (maximum combustion rate) dan

    Tbo (char burn out temperature).

    Kurva DTA dari raw coal dan upgraded coal

    dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10

    menggambarkan perbedaan panas yang dilepas

    selama tes dilangsungkan. Terdapat 3 puncak pada

    setiap raw coal yang diuji. Puncak pertama dan kedua

    terlihat pada temperatur 60oC (endotermik) dan 330oC

    (eksotermik) yang terjadi karena penguapan moisture

    dan pembakaran dari volatile matter. Puncak ketiga

    (eksotermik) menggambarkan pembakaran dari char.

    Terdapat 3 puncak pada setiap upgraded coal yang

    Gambar 8 Grafik Hubungan Antara CPT CO2 pada Tiga

    Variasi Tekanan Terhadap Konsentrasi Asphalt

    Gambar 9 Grafik Hubungan Antara Persen Minyak yang

    Terpisah dan Laju Bersih Minyak yang Hilang Terhadap

    Temperatur Refined Oil

  • diuji. Puncak pertama menurun bila dibandingkan raw

    coal secara signifikan karena adanya pelepasan

    moisture dari proses UBC. Puncak kedua yang

    merupakan pelepasan volatile matter tidak berubah

    karena dilakukannya poses UBC pada temperature

    yang tidak tinggi. Puncak ketiga meningkat secara

    signifikan. Hasil ini membuktikan bahwa heating value

    dari upgraded coal lebih tinggi dari raw coal.

    Kurva TG pada Gambar 11 mengilustrasi

    massa relatif yang hilang akibat pembakaran. Massa

    hilang di bawah 150oC merupakan pelepasan moisture,

    di atas 150oC merupakan pelepasan volatile matter

    dan char. Nilai Tig merupakan temperatur awal

    menguapnya volatile matter. Tig hasil percobaan

    upgraded coal sedikit meningkat dan hal tersebut tidak

    mengindikasi adanya penurunan kandungan volatile

    matter setelah melewati proses UBC. Peningkatan Tig

    dianggap berasal dari menurunnya volatile matter,

    karena ignition batubara peringkat tinggi dipengaruhi

    oleh volatile matter, namun sulit untuk

    membandingkan secara umum karena ignition pada

    low rank coal besar dipengaruhi oleh reaktivitas

    oksigen. Secara umum dapat disimpulkan bahwa

    batubara dengan temperatur ignition rendah dan

    massa hilang tinggi pada rentang temperatur rendah

    akan mudah untuk terbakar.

    Temperatur pada laju pembakaran

    maksimum (Tmax) berhubungan dengan reaktifitas

    batubara dan batubara yang reaktif memiliki Tmax

    yang rendah. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai

    Tmax dari upgraded coal Taban sedikit meningkat dan

    Tmax dari upgraded coal Berau dan Samaranggau

    sedikit menurun. Tbo dari batubara Taban dan Berau

    yang menggambarkan karakteristik char meningkat

    dan untuk upgraded coal Samaranggau menurun. Bila

    dibandingkan antara batubara peringkat tinggi dengan

    Gambar 10 Grafik Hubungan Antara Panas Terlepas

    Terhadap Temperatur Metoda DTA

    Gambar 11 Grafik Hubungan Antara Berat Hilang

    Terhadap Temperatur Metoda TG

  • upgraded coal terdapat perbedaan karakteristik. Pada

    batubara peringkat tinggi seperti bituminous biasanya

    memiliki nilai Tbo nya tinggi. Rmax menunjukkan laju

    pembakaran maksimum. Nilai Rmax untuk upgraded

    coal Berau dan Taban lebih tinggi dari nilai Rmax

    upgraded coal Samaranggau tetapi sedikit lebih rendah

    dari nilai Rmax raw coal. Hal tersebut menunjukkan

    bahwa upgraded coals Berau dan Taban mudah untuk

    terbakar.

    3.6 Analisis Slagging yang Terbentuk pada Boiler

    dalam Proses Pembakaran

    Titik leleh abu batubara peringkat rendah

    Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan batubara

    peringkat tingginya. Oleh karena itu, akan terdapat

    masalah yaitu slagging dan fouling pada boiler tempat

    pembakaran terutama tipe pulverized combustion

    boiler. Salah satu masalahnya adalah bila deposit abu

    pada permukaan heat exchanger dapat menurunkan

    nilai overall heat coefficient karena konduktivitas

    termal yang rendah akibat adanya deposit abu.

    Pengetahuan dengan hasil kuantitatif dari

    pembentukan endapan dari abu batubara dengan titik

    leleh rendah pada boiler sebenarnya belum dapat

    diketahui secara pasti. Yang telah terbukti adalah:

    kalkulasi dari keseimbangan kimia yaitu dari fraksi

    molten slag yang terbentuk yang dapat memprediksi

    metode pencampuran batubara hasil UBC dan

    batubara peringkat tinggi untuk menurunkan endapan

    abu.

    Hasil dari percobaan yang dilaksanakan

    dalam 145 MW coal combustion power station

    berlokasi di Kakogawa Works of Kobe steel, Ltd adalah

    pencampuran batubara hasil proses UBC dengan

    batubara bituminous dapat menurunkan fraksi

    pembentukan molten slag. Ini terjadi karena komposisi

    fasa padat dari alumino-silikat yang terbentuk

    membuat slag yang terbentuk tidak mudah menempel

    pada dinding boiler. Namun, partikel abu deposit pada

    boiler semakin membesar dan membulat. Kesimpulan

    dari analisis ini adalah massa dari deposit abu hasil

    pencampuran batubara tidak meningkat terlalu besar

    dan tidak terjadi slagging selama 8 hari boiler

    dioperasikan.

    4. Perkembangan Teknologi Proses UBC di

    Indonesia

    Kobe Steel telah bekerja keras sejak tahun

    1993 hingga saat ini untuk mendalami proses UBC.

    Unit pertama yang berkapasitas 100 kg/hari dibangun

    di Kakogawa Works. Pada tahun 2001, Jepang dan

    Indonesia melakukan kerjasama pengaplikasian

    proses UBC dalam bentuk pilot plant. Pilot plant

    dengan kapasitas 3 ton/hari telah dibangun dan

    dioperasikan pada tahun 2004. Setelah pembangunan

    plant dalam skala kecil, Japan Coal Energy Center

    (JCOAL), PT BUMI Resources Tbk. PT Arutmin

    Indonesia, dan Kobe Steel Ltd bekerjasama dalam

    pembangunan proses UBC dalam skala lebih besar

    yang merupakan langkah awal dalam komersialisai

    proses tersebut dalam suatu plant besar. Keempat

    lembaga/organisasi tersebut merupakan kontributor

    utama dalam perkembangan proses UBC. Beberapa

    informasi mengenai lembaga tersebut disajikan dalam

    subbab di bawah ini.

    a. JCOAL

    JCOAL merupakan organisasi non-profit

    yang berada dibawah Ministry of Economy Trade

    and Industry (METI). Aktivitas yang telah

    dilakukan dalam organisasi ini dimulai dari

    penambangan batubara hingga sistem utilitas

    dalam proses pembatubaraan. JCOAL

    mengembangkan penggunaan batubara sebagai

    pasokan energi stabil yang ramah lingkungan.

    Untuk itu organisasi ini melakukan penelitian,

    pengembangan sumber daya manusia, dan survei. Informasi lebih lanjut tersedia pada website

    www.jcoal.or.jp

    Tabel 2 Parameter Pembakaran Hasil Analisis DTA_TG

    Gambar 12 Diagram Proses dari Pembakaran Batubara

    pada Pembangkit Listrik 145 MW

    Gambar 13 Sejarah dan Daftar Perjalanan dari Proses UBC

  • b. PT BUMI Resources Tbk

    PT BUMI Resources Tbk merupakan

    salah satu perusahaan natural resources

    terkemuka di Indonesia. Bisnis inti BUMI ini

    terdiri dari perusahaan batubara yaitu PT

    ARutmin Indonesia dan PT kaltim Prima Coal

    serta perusahaan minyak dan gas yaitu Gallo Oil

    (Jersey) Ltd. Informasi lebih lanjut tersedia pada

    website www.bumiresources.com.

    c. PT Arutmin Indonesia

    PT Arutmin Indonesia adalah

    perusahaan batubara terbesar keempat di

    Indonesia yang telah meproduksi 24,3 juta metrik

    ton pada tahun 2010. Informasi lebih lanjut

    tersedia pada website www.arutmin.com.

    d. Kobe Steel, Ltd

    Kobe Steel, Ltd adalah salah satu

    industri steelmakers dan industry aluminium dan

    tembaga yang terkemuka, Bisnis lain meliputi

    welding consumables, industrial machinery,

    engineering, contruction equipment, dan electronic

    materials dengan coal-based power supplier.

    Informasi lebih lanjut tersedia pada website

    www.kobelco.co.jp.

    Pada Desember 2008 hingga Mei 2011,

    demonstration plant 600 ton/hari berlokasi di Satui,

    Kalimantan Selatan dioperasikan dengan batubara

    mentah hasil penambangan PT Arutmin. Pada Gambar

    14 disajikan beberapa foto demonstration plant. Dari

    pembangunan dan pengoperasian plant ini tranportasi

    dan pembakaran upgraded coal berhasil dilakukan,

    informasi untuk dilakukannnya scale-up berhasil

    dikumpulkan, data modal dan biaya operasi berhasil

    dikumpulkan, serta beberapa subjek penelitian lebih

    lanjut sudah dikumpulkan dan sedang dalam

    pengerjaan.

    KOBELCO menargetkan daerah Indonesia

    sebagai prioritas pertama dalam pembangunan proses

    UBC ke dalam bentuk industry komersial. Selanjutnya

    ada Negara India, China, Australia dan Rusia yang

    merupakan daerah pengembangan proses UBC dapat

    dibangun. Proyek yang sedang dilaksanakan KOBELCO

    di Indonesia adalah pembangunan plant komersial

    berlokasi di Pendopo, Sumatra Selatan bekerjasama

    dengan PT DH Energy (Bumi Group).

    5. Kesimpulan

    Setiap analisis karakteristik yang dijabarkan

    menunjukkan bahwa proses UBC dapat menghasilkan

    batubara Indonesia dengan heting value lebih tinggi

    dan cocok untuk dibakar tanpa menghasilkan emisi

    yang tinggi. Selain itu, karakteristik tersebut telah

    diimplementasikan oleh KOBELCO dalam bentuk

    demonstration plant dan ternyata proses UBC ini dapat

    dikembangkan menjadi industri skala komersial. Tentu

    penelitian harus terus dilaksanakan. Penelitian lebih

    lanjut yang dapat digali dan dikembangkan adalah

    mengenai penggunaan pelarut bio-based selain minyak

    pati dalam proses slurry dewatering. Selain itu bentuk

    dan dimensi dari evaporator dari proses UBC dapat

    dianalisis untuk menghasilkan penguapan yang

    optimum. Produk upgraded coal ini pun

    pemanfaatannya harus sakin luas dengan dilewatkan

    proses-proses lainnya yang dapat meningkatkan nilai

    guna dan jual.

    Dengan adanya proses UBC, penambangan

    batubara peringkat rendah di Sumatera Selatan,

    Kalimantan dan Jawa dapat dilaksanakan dan

    dikonversi menjadi upgraded coal. Oleh karena itu,

    pengontrolan produksi batubara peringkat tinggi yang

    semakin menipis dapat dilakukan. Upgraded coal ini

    dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi

    pembangkit listrik dan dapat pula dicairkan menjadi

    bahan bakar. Salah satu faktor penting dalam

    pengembangan proses adalah adanya kerjasama dan

    investasi asing. Kejasama dan investasi yang dilakukan

    antara Indonesia dan Jepang merupakan salah satu

    contoh kerjasama yang menguntungkan kedua pihak.

    Pengembangan proses ini pula harus

    diselaraskan dengan pembangunan transporatsi

    seperti jalur kereta, pelabuhan dan jalan yang

    memadai untuk pengiriman upgraded coal ke seluruh

    Indonesia sebagai sumber energi nasional pembangkit

    listrik dan indutri. Kondisinya saat ini biaya

    transportasi sangat tinggi karena infrastuktur yang

    ada tidak memadai.

    Penutup

    Paper review ini merupakan tugas akhir dari mata

    kuliah TK4027 Kimia dan Teknologi Batubara. Adinda

    Asri Pixelina berterima kasih kepada Dr. Dwiwahju

    Sasongko dan Dr. Winny Wulandari atas bimbingannya

    pada tugas ini.

    Gambar 14 Demonstration Plant Berlokasi di Satui,

    Kalimantan Selatan

  • Referensi

    [1] Akiyama, K., Pak, H., Tajubo, Y., Tada, T., Ueki, Y., Yoshiie, R., et al. (2013). Slagging Behavior of Upgraded Brown Coal and Bituminous Coal in 145 MW Practical Coal Combustion Boiler. (H. Qi, & B. Zhao, Eds.) Cleaner Combustion and Sustainable World, 91-98.

    [2] Choi, H., Kim., S., Yoo, J., Chun, D., Rhim, Y., & Lee, S. (2013). Low Temperature Oxidation and Spontaneous Combustion Characteristics of Upgraded Low Rank Coal. (H. Qi, & B. Zhao, Eds.) Cleaner Combustion and Sustainable World, 75-79.

    [3] Chun, & Li, Z. (2004). Advances in the Science of Victorian Brown Coal. China: Elsevier.

    [4] Das, D., Dash, U., Nayak, A., & Misra, P. K. (2010). Surface Engineering of Low Rank Indian Coals by Starch-Based Additives for the. Energy Fuels, 1260-1268.

    [5] Favas, G., Chaffee, A. L., & Jackson, W. R. (n.d.). The Future of Brown Coal Drying Technologies for Power Generation Comparison of Prducts from Various Processes.

    [6] Japan Coal Energy Center; Kobe Steel, Ltd. (2004). 4D2. Low-rank Coal Upgrading Technology (UBC Process). Japan: Japan Coal Energy Center; Kobe Steel, Ltd.

    [7] Kinoshita, S., Yamamoto, S., Deguchi, T., & Shigehisa, T. (2010). Demonstration of Upgraded Brown Coal (UBC) Process by 600 tonnes/day Plant. Japan: Kobelco Technology Review.

    [8] Lee, S., Sando, K., Hokyung, C., Donghyuk, C., Younjun, R., Jiho, Y., et al. (2013). Efficient Use of Low Rank Coal: Current Status. (H. Qi, & B. Zhao, Eds.) Cleaner Combustion and Sustainable World, 893-895.

    [9] Manabe, S. (2011). Commercialization of UBC Process. Intenational Symposium Clean Coal Day in Japan. Japan: Kobe Steel Ltd.

    [10] Ohm, T.-I., Chae, J.-S., Lim, J.-H., & Moon, S.-H. (2012). Evaluation of a Hot Oil Immersion Drying Method for the Upgrading of Crushed Low-Rank Coal. Journal of Mechanical Science and Technology, 26(4), 1299-1303.

    [11] Rao, Z., Zhao, Y., Huang, C., Duan, C., & He, J. (2015). Recent Developments in Drying and Dewatering for Low Rank Coals. Progress in Energy and Combustion Science(46), 1-11.

    [12] Sihite, T. (n.d.). Low Rank Coal Utilization in Indonesia. Clean Coal Day in Japan 2012 International Symposium. Tokyo: Ministry of Energy and Mineral Resources.

    [13] Tamura, M. (2010). New Utilization Technologies for Low Rank Coals. International Symposium on the Sustainable Use of Low Rank Coals. Melbourne: Kobe Steel Ltd.

    [14] Umar, D. F., Usui, H., & Daulay, B. (2006). Change of combustion characteristics of Indonesian low rank coal. Fuel Processing Technology(87), 1007-1011.

    [15] www.kobelco.co.jp (2007, May 23). Kobe Steel to Begin Construction of Upgraded Brown Coal Demonstration Plant in Indonesia.

    [16] Yu, Y., Liu, J., Wang, R., Zhou, J., & Cen, K. (2012). Effect of Hydrothermal Dewatering on the Slurryability of Brown Coals. Energy Conversion and Management, 57, 8-12.