tk terapi steroid pada uveitis

31
BAB 1 PENDAHULUAN Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.1) Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 2)

Upload: irenerenie

Post on 19-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

terapi steroid

TRANSCRIPT

Page 1: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

BAB 1

PENDAHULUAN

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar

dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan

sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis

digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya

pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma,

neoplasma, maupun autoimun.1)

Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh

kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea

dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang

masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah

arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot

rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri

sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20 arteri siliar

posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 2)

Anatomi Bola Mata

Dikutip dari http://www.klinik mata nusantara

Page 2: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

Uveitis adalah radang pada uvea. Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di

negara berkembang. Di dunia diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000

populasi per tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara

laki-laki dan perempuan.

Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki

fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi

dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya

penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Pada uveitis, pengobatan yang

diberikan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan pada mata

Tatalaksana terpenting adalah dengan steroid topikal, periokular, atau sistemik dan

sikloplegik. Steroid diindikasikan pada uveitis yang penyebabnya non infeksi.

Page 3: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

BAB 2

UVEITIS

2.1. Definisi dan klasifikasi

Uvea merupakan lapis vaskular mata yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan koroid.

Uveitis ialah peradangan (inflamasi) pada uvea. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat

kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomi, klinis, etiologi, dan patologi.

a.     Klasifikasi berdasar anatominya, antara lain:

TipeFokus

InflamasiMeliputi

1.   Uveitis Anterior COA a.    Iritis

Merupakan bentuk uveitis yang paling umum. Mempengaruhi

kinerja iris dan seringkali dihubungkan dengan kelainan-kelainan

autoimun seperti rheumatoid arthritis. Iritis mungkin berkembang

tiba-tiba dan mungkin berlangsung sampai 8 minggu, bahkan

dengan perawatan.

b.   Iridoksiklitis

Inflamasi pada iris dan pars pli

c.       Siklitis Anterior

2.   Uveitis Intermedia

(inflamasi dominan

pada pars plana dan

retina perifer)

Vitreus a.       Siklitis posterior

b.       Hialitis

c.       Koroiditis

Peradangan pada lapisan di bawah retina. Kemungkinan juga

disebabkan oleh suatu infeksi seperti tub

d.       Korioretinitis

e.       Pars Planitis

3.   Uveitis Posterior

(Inflamasi bagian uvea

di belakang batas basis

vitreus)

Retina dan

Koroid

a.      Koroiditis fokal, multifo

b.      Korioretinitis

c.      Retinokoroiditis

d.      Retinitis

Page 4: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

Mempengaruhi belakang mata. Perkembangan secara cepat

sehingga mempersulit perawatan. Biasanya disebabkan oleh

virus shingles atau herpes dan infeksi bakteri seperti syphilis atau

toxoplasmosis.

e.      Neuroretinitis

4.  Panuveitis COA,

Vitreus,

Retina, dan

Koroid

Inflamasi pada seluruh uvea.

b.    Klasifikasi berdasar gambaran klinisnya, antara lain:

Tipe Keterangan

1.      Akut Karakteristik Episodenya: onset simptomatik tiba-tiba, durasi ≤3 bulan.

2.      Rekuren Episodenya berulang, dengan periode inaktivasi tanpa terapi ≥ 3 bulan.

3.      Kronis Uveitis berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun,seringkali onset tidak jelas

dan bersifat asimtomatik, dengan relaps < 3 bulan setelah terapi dehentikan.

c.   Klasifikasi berdasar etiologinya, antara lain:

Tipe Keterangan

1.  Uveitis Eksogen Uveitis terjadi karena trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuh

2.  Uveitis Endogen Uveitis terjadi karena mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh

a.      Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis

b.      Infeksi

yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus (herpes zoster), protozoa

(toksoplasmosis), atau roundworm toksokariasis)

c.      Uveitis spesifik idiopatik

yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, tetapi memiliki

karakteristik khusus yang membedakannya dari bentuk lain (sindrom uveitis Fuch’s)

d.      Uveitis non-spesifik idiopatik

yaitu uveitis yang tidak termasuk ke dalam kelompok di atas.

Page 5: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

d.Klasifikasi berdasar patologinya, antara lain:

Tipe Keterangan

1.      Uveitis Non-

granulomatosa

  Infiltrasi dominan limfosit pada koroid.

  Umumnya tidak ditemukan organisme patogen dan berespon baik terhadap terapi

kortikosteroid sehingga diduga peradangan ini merupakan fenomena hipersensitivitas.

2.      Uveitis

Granulomatosa

  Koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus.

 Umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab.

2.2. Patofisiologi Uveitis

Antigen dari luar (antigen eksogen) Antigen dari dalam (eksogen)

↓ ↓

Alergi, mekanisme hipersensitivitas

Radang iris dan radang badan siliar

Rusaknya Blood Aqueous Barrier

Protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos⬆.

Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-

partikel

kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Migrasi eritrosit ke Bilik Depan Mata (BDM) , hifema (bila proses akut)

Sel-sel radang melekat pada endotel kornea (keratik presipitat)

Sel-sel radang, fibrin, fibroblast menyebabkan

iris melekat pada kapsul lensa anterior (sinekia posterior)

dan pada endotel kornea (sinekia anterior)

Sel-sel radang, fibrin, fibroblas menutup pupil

Page 6: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

(seklusio pupil / oklusio pupil)

Gangguan aliran aquous humor

dan peningkatan tekanan intra okuler dan terjadi glaukoma sekunder

Gangguan metabolisme pada lensa, lensa jadi keruh, katarak komplikata

Peradangan menyebar bisa menjadi endoftalmitis dan panoftalmitis

2.3. Gejala dan Tanda

2.3.1. Gejala Subyektif

1)     Nyeri

2)     Fotofobia dan lakrimasi

Fotofobia disebabkan spasme siliar bukan karena sensitif terhadap

cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi

berhubungan erat dengan fotofobia. Terjadi pada uveitis anterior akut.

3)     Penglihatan Kabur

4)     Konjungtiva kemerahan

2.3.2.  Gejala Obyektif

1)     Injeksi siliar, hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna

keunguan.

2)     Perubahan kornea, kreatik presipitat.

Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel

kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan

potensial listrik endotel kornea.

3)    Kelainan kornea

4)    Kekeruhan dalam bilik depan mata yang disebabkan oleh meningkatnya kadar

protein, sel, dan fibrin.

5)    Perubahan pada lensa, berupa pengendapan sel radang, pengendapan pigmen,

dan perubahan kejernihan lensa.

6)     Perubahan dalam bahan kaca

Page 7: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

Kekeruhan badan kaca terjadi karena pengelompokkan sel, eksudat fibrin dan

sisa kolagen, di depan atau di belakang, difus, berbentuk debu, benang,

menetap atau bergerak.

7)     Perubahan tekanan bola mata.

2.4. Gambaran Klinis

2.4.1  Uveitis anterior

Gejala utama uveitis anterior adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan menurun, dan

lakrimasi. Tanda-tanda adanya uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic precipitate (KP),

nodul iris, sel-sel akuos, flare, sinekia posterior, dan sel-sel vitreus anterior.

2.4.2.  Uveitis Intermediet

Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-kadang penderita

mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid kronik. Tanda dari uveitis

intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus (vitritis) dengan beberapa sel di COA dan

tanpa lesi inflamasi fundus.

2.4.3  Uveitis Posterior

Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan penglihatan. Keluhan

floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis aktif pada makula atau

papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.

Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada vitreus (seperti sel, flare,

opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment), koroditis, retinitis, dan vaskulitis.

2.4.4.  Panuveitis

Panuveitis merupakan kondisi terdapat infiltrasi sel kurang lebih merata di semua unsur di

traktus uvea.

Page 8: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

BAB 3

TATALAKSANA UVEITIS TERUTAMA DENGAN STEROID

Tatalaksana medikamentosa uveitis berupa obat anti inflamasi dan imunosupresan.

Golongan obat yang dapat digunakan adalah kortikosteroid, obat antiinflamasi non-steroid

(NSAID) serta imunomodulator (imunosupresif). NSAID lebih jarang digunakan karena ku-

rang efektif dibandingkan kortikosteroid dan imunomodulator.11

Kortikosteroid merupakan golongan obat yang paling sering digunakan dalam terapi

uveitis. Sangat disayangkan masih banyak penggunaan kortikosteroid yang kurang tepat

seperti pemakaian yang tidak sesuai dengan indikasi, kurangnya perhatian terhadap efek

samping yang ditimbulkan serta dosis pemberian yang tidak tepat. Akibatnya efektivitas ter-

api menjadi tidak optimal, timbulnya resistensi dari organisme penyebab uveitis serta

munculnya berbagai efek samping dan komplikasi akibat uveitis.

Page 9: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

Dikutip dari : Uveitis Fundamental and Clinical Practice Expert Consult

Kortikosteroid untuk tata laksana uveitis dapat diberikan secara topikal, sistemik, pe-

riokular dan intravitreal. Setiap metode pemberian memiliki indikasi dan kegunaan masing-

masing. Kortikosteroid topikal merupakan metode pemberian yang paling sering dan bi-

asanya digunakan untuk kasus-kasus uveitis anterior. Injeksi periokular digunakan untuk

uveitis intermediat dan posterior karena dapat bekerja lebih dekat dengan target organ yang

mengalami inflamasi. Pemberian kortikosteroid sistemik dapat berperan sebagai terapi untuk

penyakit sistemik yang menyebabkan uveitis. Jalur pemberian kortikosteroid secara intravit-

real dapat dilakukan dengan injeksi atau implantasi kortikosteroid lepas lambat. 12

Page 10: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

Target sel T di uveitis, skema dari lokasi aksi kortikosteroid dan agen imunosupresif non

steroid kepada aktivasi sel T

Dikutip dari : Therapeutics Update in Noninfectious Uveitis

Pemberian kortikosterid memiliki banyak efek samping. Kortikosteroid topikal dapat

menyebabkan katarak dan glaukoma, terutama pada pemakaian jangka panjang. Metode pem-

berian secara periokular memiliki efek samping serupa, ditambah ptosis, perforasi sklera,

serta perdarahan. Penggunaan kortikosteroid sistemik juga telah lama dikenal menimbulkan

berbagai efek samping seperti osteoporosis, hipertensi, penambahan berat badan, retensi

cairan, gangguan toleransi glukosa, gangguan siklus menstruasi, dan ulkus peptikum.

Page 11: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

BAB 3

IMUNOMODULATOR SEBAGAI TERAPI MASA KINI

Efek samping pemberian kortikosteroid yang banyak mendorong pemakaian golon-

gan obat lain untuk tata laksana uveitis. Terapi uveitis semakin bergeser dari penekanan re-

spon imun secara umum.13 Hal tersebut yang mendasari penggunaan imunomodulator.

Imunomodulator bekerja dengan menekan jalur-jalur tertentu dari inflamasi secara lebih spe-

sifik sesuai dengan patogenesis dan mekanisme terjadinya uveitis.

Keadaan berikut umumnya merupakan indikasi untuk penggunaan terapi imunomod-

ulator di uveitis:11

- peradangan intraokular yang mengancam penglihatan

- reversibilitas dari proses penyakit

- respon yang tidak memadai terhadap pengobatan kortikosteroid

- kontraindikasi terapi kortikosteroid karena masalah sistemik atau efek samping

yang tidak dapat ditoleransi

- ketergantungan kortikosteroid kronis

Sebelum memulai terapi imunomodulator, harus dipastikan :11

- tidak terdapat infeksi

- tidak terdapat kontraindikasi hepatis dan hematologis

- follow-up yang teliti oleh dokter yang berpengalaman, berkompetensi untuk mere-

sepkan terapi imunomodulator dan menangani potensi toksisitas

- evaluasi longitudinal yang objektif dari proses penyakit

- informed consent

Beberapa golongan imunomodulator yang dapat digunakan untuk tata laksana uveitis

adalah antimetabolit (azathioprine, methotrexate dan mycophenolate mofetil), inhibitor sel T

(siklosporin dan tacrolimus) serta alkylating agents (klorambucil dan siklofosfamid).

Selain itu terdapat pula agen biologis, yakni golongan etanercept® dan infliximab®. 11,12. Imunomodulator juga tidak lepas dari efek samping. Akibat yang tidak diinginkan dari

penekanan sistem imun adalah menurunnya daya tahan terhadap infeksi dan kerja dari gen

yang menekan terjadinya tumor. Beberapa efek samping lain yang patut diwaspadai adalah

hepatotoksisitas, nefrotoksisitas serta gangguan saluran cerna. Pemakaian imunomodulator

Page 12: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

sesuai indikasi, dengan dosis dan lama pemakaian yang tepat serta pemantauan yang ketat da-

pat meminimalkan timbulnya efek samping tersebut.14

Azathioprine

Merupakan analog nukleosid purin dengan kerja mengganggu replikasi DNA dan

transkripsi RNA. Dosis 2 mg / kg / hari. Diserap baik secara per oral dan pada salah atu

percobaan pada pasien dengan penyakit Behcet ditemukan bahwa azathioprine efektif dalam

mencegah keterlibatan pada mata dan mengurangi terjadinya keterlibatan mata kontralateral

pada pasien dengan unilateral Behcet uveitis. Azathioprine juga telah ditemukan bermanfaat

untuk uveitis intermediet, sindrom VKH, oftalmia simpatika, dan skleritis nekrotikans.

Secara keseluruhan, hampir 50% pasien yang diobati dengan azathioprine mencapai inflamasi

yang terkontrol dan mampu mengurangi dosis prednisone hingga 10 mg / hari atau kurang.

Banyak dokter memulai dosis pemberian azathioprine pada 50 mg / hari selama 1 minggu

untuk melihat apakah pasien mengalami efek samping gastrointestinal (mual, sakit perut, dan

muntah) sebelum meningkatkan dosis. Gejala-gejala ini umum dan dapat terjadi pada sampai

dengan 25% dari pasien, jika terjadi efek samping ini maka pengobatan perlu dihentikan.

Methotrexate (MTX)

Merupakan analog asam folat dan inhibitor dihidrofolat reduktase; menghambat

replikasi DNA, efek anti-inflamasi berasal dari adenosin ekstraselular. Sejumlah penelitian

telah menunjukkan metotreksat efektif dalam mengobati berbagai jenis uveitis, termasuk

iridosiklilitis terkait JIA (juvenile idiopathic arthritis-associated uveitis), sarkoidosis,

panuveitis, dan skleritis. Pengobatan dengan obat ini unik karena diberikan sebagai dosis

mingguan, biasanya dimulai di 7.5- 10.0 mg /minggu dan secara bertahap meningkat dengan

dosis pemeliharaan 15- 25 mg /minggu. Metotreksat dapat diberikan secara oral, subkutan,

intramuskular, atau intravena dan biasanya ditoleransi dengan baik. Memiliki bioavailabilitas

yang lebih besar bila diberikan secara parenteral. Folat diberikan bersamaan dengan dosis 1

mg / hari untuk mengurangi efek samping. Methotrexate dapat mengambil waktu sampai

dengan 6 bulan untuk menghasilkan efek penuh dalam mengendalikan peradangan

intraokular.Gangguan gastrointestinal dan anoreksia dapat terjadi pada 10% pasien.

Hepatotoksisitas reversible terjadi pada sampai dengan 15% dari pasien, dan sirosis terjadi

dalam waktu kurang dari 0,1% dari pasien yang menerima methotrexate jangka panjang.

Methotrexate bersifat teratogenik, dan pemeriksaan darah lengkap dan tes fungsi hati harus di-

Page 13: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

lakukan setiap 4-6 minggu untuk memantau efek samping. Obat ini memiliki catatan panjang

keberhasilan dalam pengobatan anak-anak dengan JLA. Untuk alasan itu, methotrexate

menjadi pilihan lini pertama untuk imunomodulator pada anak-anak. Uji klinis telah

menunjukkan bahwa MTX dapat mengurangi penggunaan kortikosteroid pada dua-pertiga

pasien dengan inflamasi okular kronis.

Page 14: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

Sumber : Guidelines for the Use of Immunosuppressive Drugs in Patients with Ocular Inflammatory Disorders: Recommendations of an Expert Panel

Mycophenolate mofetil

Menghambat monofosfat dehidrogenase inosin dan replikasi DNA. Obat ini memiliki

bioavailabilitas oral yang baik dan diberikan dengan dosis 1 g dua kali sehari. Obat ini

cenderung untuk bekerja dengan cepat; median waktu untuk kontrol peradangan mata (den-

gan kombinasi oleh kurang dari 10 mg / hari prednisone) adalah sekitar 4 bulan. Gangguan

gastrointestinal reversible dan diare adalah efek samping yang umum, meskipun kurang dari

20% dari pasien yang menerima mycophenolate mofetil memiliki efek samping; hal ini

biasanya dapat ditangani dengan pengurangan dosis. Pemeriksaan darah lengkap

Page 15: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

harus dilakukan setiap minggu selama satu bulan, kemudian setiap 2 minggu selama 2 bulan,

dan kemudian setiap bulan. Dua penelitian retrospektif besar menemukan bahwa

mycophenolate mofetil menjadi agen yang efektif mengurangi penggunaan kortikosteroid

hingga 85% pada pasien dengan uveitis kronis. Memiliki khasiat serupa pada anak-anak

(88%) dan dapat menjadi alternatif aman untuk substitusi methotrexate pada pasien dengan

uveitis anak. Profil efek samping yang baik membuatnya menjadi pilihan pertama untuk

imunomodulator pada orang dewasa.

Siklosporin

Siklosporin tersedia dalam 2 sediaan oral. Salah satunya adalah mikroemulsi

(Neoral®, Novartis). yang memiliki bioavailabilitas yang lebih baik daripada formulasi

lainnya (Sandimmune®, Novartis). Kedua obat ini tidak bioekuivalen. Neoral dimulai pada 2

mg / kg / hari dan Sandimmune 2,5 mg / kg / hari. Dosis disesuaikan berdasarkan toksisitas

dan respon klinis terhadap 1-5 mg / kg / hari. Efek samping yang paling umum dengan

siklosporin adalah hipertensi sistemik dan nefrotoksisitas. Efek samping lainnya termasuk

parestesia, gangguan pencernaan, kelelahan, hipertrikosis, dan hiperplasia gingiva. Tekanan

darah, kadar kreatinin serum dan darah lengkap harus dinilai setiap bulan. Jika serum

kreatinin meningkat sebesar 30% penyesuaian dosis diperlukan. Elevasi berkelanjutan kadar

kreatinin serum akan memerlukan penghentian obat sementara sampai kadar kreatinin

kembali ke awal. Pasien dengan psoriasis yang diobati dengan siklosporin tampaknya

berisiko lebih besar terhadap kanker kulit. Siklosporin terbukti efektif pada percobaan klinis

acak terkontrol untuk pengobatan Behcet uveitis dengan kontrol peradangan pada 50%

pasien. Akan tetapi dosis yang digunakan dalam penelitian adalah 10 mg / kg / hari, jauh

lebih tinggi dari apa yang digunakan sekarang (5 mg / kg / hari) dan penggunaannya

menyebabkan nefrotoksisitas. Siklosporin juga telah terbukti efektif dalam pengobatan

uveitis intermediet dan beberapa jenis posterior uveitis. termasuk penyakit Behcet dan

sindrom VKH. Secara menyeluruh. cyclosporine yang dikombinasikan dengan kortikosteroid

telah terbukti cukup efektif dalam mengendalikan peradangan mata (sampai dengan 33%)

tetapi penghentian terapi karena toksisitas obat sering terjadi pada pasien yang berusia di atas

55.

Takrolimus

Page 16: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

Takrolimus diberikan secara oral pada dosis 0,10-0,15 mg / kg / hari. Karena dosis

yang lebih rendah dan potensi yang baik, efek samping yang paling sering yaitu

nefrotoksisitas, kurang umum disbanding dengan dengan siklosporin. Tingkat kreatinin

serum dan darah lengkap dimonitor setiap bulan. Percobaan mengenai cyclosporine dan

tacrolimus menunjukkan efek yang sama dalam mengendalikan

uveitis intermediet dan posterior kronis, dimana takrolimus menunjukkan tingkat keamanan

yang lebih besar (risiko hipertensi dan hiperlipidemia berkurang). Tolerabilitas jangka

panjang dan efektivitas obat juga sangat baik, dengan efektivitas sebesar 85% dalam

mengurangi dosis prednisone menjadi kurang dari 10 mg / hari.

Siklofosfamid

Siklofosfamid adalah agen alkilating yang mengaktifkan metabolit alkilat purin di

DNA dan RNA, sehingga terjadi gangguan replikasi DNA dan kematian sel. Siklofosfamid

bersifat sitotoksik dan secara aktif membelah limfosit. Obat ini diabsorsi secara oral dan

dimetabolisme dalam hati menjadi metabolit aktif. Obat ini lebih efektif dalam mengontrol

peradangan mata bila diberikan secara oral dengan dosis 2 mg / kg / hari dibandingkan jika

diberikan sebagai intermiten melalui intravena. Sebagian besar pasien dirawat selama 1 tahun

dan dosis disesuaikan untuk mempertahankan jumlah leukosit antara 3000- 4000 sel setelah

pasien telah dikurangi dosis kortikosteroidnya. Kontrol peradangan dicapai oleh 75% dari

pasien dalam waktu 12 bulan, remisi penyakit terjadi pada dua pertiga pasien dalam waktu 2

tahun, dan sepertiga terapi dihentikan dalam 1 tahun karena efek samping reversibel. Pasien

yang menerima dosis kumulatif siklofosfamid hingga 36 gram tidak memiliki peningkatan

risiko keganasan sekunder. Setelah saya tahun ketenangan penyakit, siklofosfamid dilakukan

tapering off. Mielosupresi dan sistitis hemoragik adalah efek samping yang paling umum.

Sistitis hemoragik lebih sering terjadi ketika siklofosfamid diberikan secara oral. Pasien harus

didorong untuk minum lebih dari 2 liter cairan per hari selama rejimen ini berlangsung.

Hitung darah lengkap dan urine dipantau setiap minggu atau bulan. Mikroskopis hematuria

adalah peringatan untuk meningkatkan hidrasi. Gross hematuria merupakan indikasi untuk

menghentikan terapi. Jika jumlah leukosit jatuh di bawah 2.500 sel, siklofosfamid harus

dihentikan sampai jumlah sel pulih. Toksisitas lainnya termasuk teratogenitas, kemandulan,

dan alopesia reversibel. Infeksi oportunistik seperti pneumocystis pneumonia lebih sering

terjadi pada pasien yang menerima siklofosfamid; trimethoprimsulfamethoxazole. Profilaksis

Page 17: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

direkomendasikan untuk pasien ini. Siklofosfamid telah terbukti efektif dalam mengobati

necrotizing skleritis dan vaskulitis retina dan kondisi uveitis lainnya dalam serangkaian kasus

yang tidak terkendali.

Klorambusil11

Klorambusil adalah agen alkilasi very long-acting yang juga mengganggu replikasi

DNA. Obat ini diserap dengan baik bila diberikan secara oral. Obat ini diberikan sebagai

dosis harian tunggal 0.1-0.2 mg / kg. Obat ini juga dapat diberikan sebagai terapi highdose

jangka pendek, dosis dimulai pada 2 mg / hari selama satu minggu, kemudian meningkat

sebesar 2 mg / hari masing-masing minggu berikutnya sampai peradangan teratasi, jumlah

leukosit turun di bawah 2800 sel, atau jumlah trombosit turun di bawah 100.000. Terapi

jangka pendek dilanjutkan selama 3-6 bulan. Kortikosteroid oral dapat dihentikan jika

inflamasi sudah tidak aktif. Karena klorambusil adalah myelosupresif maka pemeriksaan

darah lengkap harus dilakukan mingguan. Obat ini juga teratogenik dan menyebabkan

kemandulan. Serangkaian kasus terkontrol menunjukkan bahwa klorambusil efektif

memberikan jangka panjang, remisi bebas obat pada 66% -75% dari pasien dengan

ophthalmia simpatik, penyakit Behcet, dan sindrom uveitis lainnya.

Etanercept

Merupakan TNF reseptor bloker, telah terbukti efektif dalam mengendalikan per-

adangan sendi pada poliartikular JIA dan rheumatoid arthritis dewasa tetapi tidak

menunjukkan efek dalam mengendalikan peradangan intraokular aktif. Obat ini umumnya

kurang efektif dibandingkan infliximab dan bukan merupakan agen biologis pilihan untuk

pengobatan uveitis.

Infliximab11

Merupakan sebuah chimeric, monoklonal antibodi lgG1κ yang ditujukan terhadap

TNF-a, efektif dalam mengendalikan peradangan saat ini dan mengurangi kemungkinan

serangan di masa depan pada Behcet uveitis, uveitis idiopatik, sarkoidosis, sindrom VKH di

lebih dari 75% pasien. Obat ini memiliki efek pengurangan kortikosteroid dan dapat

meningkatkan prognosis visual pasien pada pasien Behcet uveitis kekambuhan tinggi. Efek

Page 18: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

menguntungkan yang sama telah dilaporkan pada pasien dengan uveitis anterior terkait HLA-

B27 yang diterapi dengan infliximab. Namun, dalam satu penelitian terbaru, meskipun 78%

dari pasien mencapai kendali peradangan sukses dalam 10 minggu, hampir satu setengah

tidak bisa menyelesaikan 50 minggu terapi karena toksisitas obat, termasuk lupus, trombosis

vaskular sistemik, gagal jantung kongestif, keganasan baru, penyakit demielinasi, dan

perdarahan vitreous. Sebanyak 75% dari pasien yang menerima lebih dari 3 infus membentuk

antibodi antinuklear. Metotreksat dosis rendah (5- 7,5 mg / minggu) dapat diberikan

bersamaan untuk mengurangi sindrom lupus yang merupakan risiko obat. Reaktivasi TB juga

ditemukan pada penggunaan obat ini. Dengan demikian, tes kulit purified protein derivative

(PPD) positif dianggap sebagai kontraindikasi untuk terapi infliximab. Penelitian terbaru

menunjukkan frekuensi efek samping yang lebih rendah dari efek samping yang dilaporkan

dalam studi sebelumnya.

Page 19: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

BAB 4

PENUTUP

Uveitis adalah penyakit yang merusak jaringan uvea. Bentuk parah dari uveitis

mempengaruhi bagian tengah dan belakang mata. Seringkali kedua mata yang terpengaruh.

Uveitis menyerang pada usia lebih dini daripada banyak penyebab utama kebutaan lainnya,

sehingga dapat menyebabkan kecacatan maupun kebutaan.

Terapi uveitis pada dasarnya adalah menghilangkan penyebab dan mengatasi per-

adangan kortikosteroid mungkin masih menjadi andalan terapi pada serangan akut dari

uveitis tetapi ada beberapa pilihan terapi alternatif yang aman dan efektif yang tersedia untuk

dokter untuk pengelolaan jangka panjang dari uveitis. Agen imunomodulator spesifik adalah

masa depan untuk pengelolaan yang lebih baik dari penyakit radang mata.

Page 20: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

DAFTAR PUSTAKA

1. www. uveitis.org/medical/article/case/wds.html

2. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2841368/

3. KMN. Uveitis Posterior. Diunduh dari: http://www.klinik mata nusantara/uveitis

posterior. kmn.htm. 19 Oktober 2008.

4. Conrad. Uveitis Posterior. Diunduh dari: E:\uveitis news_files\imgres.htm 20

Oktober 2008.

5. http://www.med.wisc.edu/news-events/researchers-compare-eye-disease-treatments/

32322

6. Ehlers, J.P., et al. The Wills Eye Manual. Philadelphia. 2008

7. http://www.uveitis.net/uig/journal/Uveitis2007.pdf

8. Guidelines for the use of immunosuppressive drugs in patients with ocular

inflammatory disorders. Am J Ophthalmol. 2000; 130:492-513.

9. The Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN) Working Group. Am J

Ophthalmol. 2005; 140:509-516.

10. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors.

Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 2000 : 266-78

11. American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course 2007-2008,

Section 9: Intraocular inflammation and uveitis. Singapore: American Academy of

Ophthalmology; 2007.

12. Kanski JJ. Clinical opthalmology, a systemic approach. 6th ed

13. Caspi RR. A look at autoimmunity and inflammation in the eye

14. Kempen JH, Gangaputra S, Daniel E, Levy-Clarke GA, Nussenblatt RB, Rosenbaum

JT, et al. Long-term risk of malignancy among patients treated with immunosuppres-

sive agents for ocular inflammation: a critical assessment of the evidence. Am J Oph-

thalmol. 2008;146:802-12.

Page 21: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

TERAPI STEROID PADA UVEITIS

Oleh :

Renie Indriani

Pembimbing :

dr. Samuel Malingkas, Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Page 22: TK Terapi Steroid Pada Uveitis

MANADO

2015