tinpus penelitian

Upload: dita-aybara

Post on 06-Jul-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    1/16

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Morfologi Bivalvia

    Bivalvia memiliki tubuh bilateral simerti, pipih secara lateral kaki berbentuk

    seperti baji, insang tipis berbentuk seperti papan, umumnya mempunyai kelamin

    terpisah, tetapi beberapa diantaranya hermaprodit. Tubuh biasanya dilindungi oleh

    cangkang yang terdiri dari tiga lapis yaitu; periostrakum, lapisan primatik dan lapisan

    mutiara (Sugiri, 1989).

    Bivalvia atau lebih umum dikenal dengan nama kerang-kerangan, mempunyai

    dua keping atau belahan kanan dan kiri yang disatukan oleh satu engsel yang bersifat

    elastis disebut ligamen dan mempunyai dua otot yaitu abductor dan adductor dalam

    cangkangnya, yang berfungsi untuk membuka dan menutup kedua belahan cangkang

    tersebut (Barnes, 1982).

    Menurut Wesz (1973) ciri-ciri umum Bivalvia : hewan lunak, sedentary

    (menetap pada sedimen), umumnya hidup di laut meskipun ada yang hidup di air

    tawar, pipih di bagian lateral dan mempunyai tonjolan di bagian dorsal, tidak

    memiliki tentakel, kaki otot berbentuk seperti lidah, mulut dengan palps (lembaran

     berbentuk seperti bibir), memiliki radula , insang dilengkapi dengan silis untuk filter

    feeding (makan dengan menyaring larutan), alat kelamin terpisah atau ada yang

    hermaprodit, perkembangan lewat trocophora dan viliger pada perairan laut dan

    tawar.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    2/16

    Menurut Prawirohartono (2003) secara umum cangkang kerang tersusun atas

    zat kapur dan terdiri dari 3 (tiga) lapisan yaitu:

    a.  Periostrakum, merupakan lapisan terluar, tipis, gelap dan tersusun atas zat tanduk.

     b.  Prismatik, merupakan lapisan tengah yang tebal, tersusun atas kristal-kristal

    CaCO3 berbentuk prisma.

    c.   Nakreas, merupakan lapisan terdalam disebut juga lapisan mutiara, tersusun atas

    kristal CaCOз  yang halus dan berbeda dengan kristal-kristal pada lapisan

     prismatik. Perbedaan yang khas dari cangkang dapat menjadi petunjuk

    identifikasi sampai ke tingkat jenis. Permukaan cangkang, lekukan dan tonjolan

    yang tersusun sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu bangunan seperti kipas.

    Hewan kelas pelecypoda termasuk kerang, tiram, remis dan sebangsanya.

    Biasanya bilateral simetris, mempunyai cangkang setangkup dan sebuah mantel yang

     berupa dua daun telinga atau kuping. Karena cangkang disebut tangkup (valve) dan

     jumlahnya dua maka kelas ini dinamakan Bivalvia. Bentuk cangkangnya digunakan

    untuk identifikasi (Romimohtarto dan Sri, 2001). Untuk lebih jelasnya morfologi

    Bivalvia dapat dilihat pada Gambar 2.1

    Gambar 2.1. Morfologi Bivalvia (www.palaeos.com/../Bivalvia/Bivalvia.html )

    Universitas Sumatera Utara

    http://www.palaeos.com/Bivalvia/Bivalvia.htmlhttp://www.palaeos.com/Bivalvia/Bivalvia.html

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    3/16

    Pergerakan Bivalvia dibantu oleh kaki di antara valves yang melebar atau

    mengait pada dasar material dengan mekanisme tarik ulur dan kontraksi otot.

    Aktivitas ini diaktivasi dari keluar masuknya darah ke dalam sinus otot-otot kaki

    (Nybakken  et al., 1982). Selanjutnya menurut (Robet et al,  1982 dalam  Syafikri

    2008 ) Bivalvia tidak memiliki kepala dan mata di dalam tubuhnya. Bivalvia terdiri

    dari tiga bagian utama yaitu kaki, mantel dan organ dalam. Kaki dapat ditonjolkan di

    antara dua cangkang tertutup, bergerak memanjang dan memendek berfungsi untuk

     bergerak. Untuk lebih jelasnya anatomi Bivalvia dapat dilihat pada Gambar 2.2

    (adevalent-gastropoda.blogspot.com/2009_05_01_... )

    Gambar 2.2 . Anatomi Bivalvia

    Universitas Sumatera Utara

    http://adevalent-gastropoda.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlhttp://adevalent-gastropoda.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    4/16

    2.2 Habitat Bivalvia

    Dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya, makhluk hidup

     berinteraksi dengan lingkungan dan cenderung untuk memilih kondisi lingkungan

    serta tipe habitat yang terbaik untuk tetap tumbuh dan berkembangbiak.

    Salah satu indikasi yang menunjukkan tidak cocoknya suatu habitat bagi biota adalah

    rendahnya kelimpahan biota tersebut pada suatu area ataupun ketidakmampuannya

     berdistribusi mencapai area tersebut (Dodi, 1998).

    Pada umumnya Bivalvia hidup membenamkan dirinya di dalam pasir atau

     pasir berlumpur dan beberapa jenis di antaranya ada yang menempel pada benda-

     benda keras dengan menggunakan byssus atau sifon (Kastoro, 1988).

    Selanjutnya menurut Nontji (1987) Bivalvia hidup menetap di dasar laut

    dengan cara membenamkan diri di dalam pasir atau lumpur bahkan pada karang-

    karang batu. Akan tetapi pada beberapa spesies Bivalvia seperti Mytillus edulis dapat

    hidup di daerah intertidal karena mampu menutup rapat cangkangnya untuk

    mencegah kehilangan air (Nybakken, 1992).

    Menurut kebiasaan hidupnya, pelecypoda digolongkan ke dalam kelompok

    makrozobentos dengan cara pengambilan makanan melalui penyaringan zat-zat

    tersuspensi yang ada di dalam perairan atau filter feeder (Heddy, 1994). Makanan

     berupa organisme atau zat-zat terlarut yang ada di dalam air yang diperoleh melalui

    tabung sifon dengan cara memasukkan air ke dalam sifon dan menyaring zat-zat

    terlarut. Makin dalam kerang membenamkan diri makin panjang sifonnya (Yasin,

    1987 dalam  Nontji, 1987). Selanjutnya Nybakken (1992) mengklasifikasikan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    5/16

    Bivalvia ke dalam kelompok pemakan suspensi, penggali dan pemakan deposit. Oleh

    karena itu jumlahnya cenderung melimpah pada sediment lumpur dan sediment

    lunak.

    Di daerah intertidal kehidupan pelecypoda dipengaruhi oleh pasang surut.

    Adanya pasang surut menyebabkan daerah ini kering dan faunanya terkena udara

    terbuka secara periodik. Bersentuhan dengan udara terbuka dalam waktu lama

    merupakan hal yang penting, karena fauna ini berada pada kisaran suhu terbesar akan

    memperkecil kesempatan memperoleh makanan dan akan mengalami kekeringan

    yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kematian. Oleh karena itu perlu

    melakukan adaptasi untuk bertahan hidup dan harus menunggu pasang naik untuk

    memperoleh makanan. Bivalvia dapat mati bila kehabisan air yang disebabkan oleh

    meningkatnya suhu. Gerakan ombak berpengaruh pula terhadap komunitasnya dan

    harus beradaptasi dengan kekuatan ombak. Perubahan salinitas turut juga

    mempengaruhinya, ketika daerah ini kering oleh pasang surut kemudian digenangi air

    atau aliran air hujan salinitasnya akan menurun. Kodisi ini dapat melewati batas

    toleransinya dan akan mengakibatkan kematian (Nybakken, 1992).

    Menurut (Sumich, 1992) berdasarkan habitatnya Bivalvia dapat

    dikelompokkan ke dalam:

    a) 

    Bivalvia yang hidup di perairan mangrove.

    Habitat mangrove ditandai oleh besarnya kandungan bahan organik,

     perubahan salinitas yang besar, kandungan oksigen yang minimal dan kandungan

    H2S yang tinggi sebagai hasil penguraian sisa bahan organik dalam lingkungan yang

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    6/16

    miskin oksigen. Contoh jenis Bivalvia yang hidup di daerah mangrove; Oatrea

    spesies dan Gleonia cocxans.

    Menurut (Nybakken, 1982 dalam Hari, 1999) Bivalvia merupakan kelompok

    kedua dari moluska yang menempati hutan mangrove. Tiram adalah Bivalvia

    dominan dan melekat pada akar-akar mangrove. Bivalvia mempunyai adaptasi

    khusus untuk dapat bertahan hidup di lingkungan hutan mangrove yang sering

    mengalami perubahan salinitas secara ekstrem. Salah satu bentuk adaptasi untuk

    melindungi hewan tersebut jika terjadi hujan deras atau aliran air tawar yang

     berlebihan adalah dengan cara menutup cangkang. 

     b)  Bivalvia yang hidup di perairan dangkal

    Bivalvia yang hidup di perairan dangkal dikelompokkan berdasarkan

    lingkungan tempat di mana mereka hidup antara lain; hidup di garis pasang tinggi,

    hidup di daerah pasang surut dan yang hidup di bawah garis surut terendah sampai

    kedalaman 2 meter. Contoh jenis yang hidup di daerah ini adalah; Vulsella sp,

    Osterea sp, Maldgenas sp, Mactra sp dll.

    c)  Bivalvia yang hidup di lepas pantai

    Habitat lepas pantai adalah wilayah perairan sekitar pulau yang kedalamannya

    20-40 meter. Jenis Bivalvia yang ditemukan di daerah ini seperti; Plica sp, Chalamis

    sp, Amussium sp, Pleuronectus sp, Malleu albus, Solia sp, Pinctada maxima dll

    (Sumich,1992)

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    7/16

    2.3 Ekologi Wilayah Pesisir

    Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah

     pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih

    dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air

    asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih

    dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

    tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan

    hutan dan pencemaran (Supriharyono, 2006)

    Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai

    kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi

    antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar wilayah pesisir juga

    merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.

    Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung

     berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir (Dahuri, 2004).

    Pada kawasan pesisir terdapat zona pantai yang merupakan daerah terkecil

    dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, berupa pinggiran yang sempit,

    wilayah ini disebut zona intertidal. Kawasan pesisir pantai merupakan suatu habitat

     peralihan antara darat dan perairan laut maupun sungai, Pada kawasan ini terdapat

     berbagai tipe ekosistem yang cukup luas dan terkhususkan, seperti hutan mangrove

    terumbu karang dan rumput laut. Kawasan ini berada diantara daratan dan lautan

    karena menunjukkan ciri-ciri berbeda dengan daratan (Ongkosono, 1990).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    8/16

    Selanjutnya menurut (Odum, 1998) pada kawasan pesisir di samping hutan

    mangrove terdapat juga rawa non-mangrove yaitu rawa pasang surut. Rawa pasang

    surut merupakan daerah antara pasang naik dan pasang surut. Daerah ini dapat meluas

     jauh melalui muara ke daerah sekitarnya, sehingga membentuk daerah pantai

    setengah tertutup. Daerah pantai setengah tertutup berhubungan langsung dengan laut

    terbuka, dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Keadaan air di dalamnya adalah

     pencampuran antara air laut dengan air tawar. Dilihat dari kondisi demikian daerah

    ini sering digolongkan ke dalam estuaria atau zona transisi.

    Melalui mekanisme pasang surut (pasut) dan aliran sungai terciptalah

     pencampuran kedua massa air tawar dan air laut secara intensif di estuaria. Selain itu

    adanya hutan mangrove yang memiliki produksi primer tinggi di sungai besar

    menyebabkan kandungan detritus organik yang tinggi sehingga produktivitas

    sekunder di estuaria menjadi tinggi pula. Oleh karena itu, habitat estuaria menjadi

    sangat produktif hingga dapat berfungsi sebagai daerah pertumbuhan (nursery

    ground) bagi larva, post-larva dan juvenile dari berbagai jenis ikan, udang dan

    kerang-kerangan dan daerah penangkapan ( fising ground ) (Dahuri, 2003 ).

    Menurut Heddy (1994) estuaria sering disebut dengan ekoton, yaitu peralihan

    antara dua atau lebih komunitas yang berbeda. Komunitas dalam ekoton biasanya

    mengandung sebagian dari kedua anggota komunitas dan tumpang tindih dengan

    tambahan beberapa spesies yang terbatas. Umumnya jumlah spesies dan kepadatan

     populasi pada ekoton lebih besar dari komunitas lainnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    9/16

    Selanjutnya menurut Nybakken (1992) dilihat dari struktur tanah dan bahan

     penyusunnya pantai intertidal dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu

    a)  Pantai Berbatu

    Daerah ini tersusun dari bahan keras dan merupakan dasar paling padat

    makroorganismenya dan mempunyai keanekaragaman besar baik spesies hewan

    maupun tumbuhan. Hamparan tumbuhan vertikal pada zona intertidal berbatu amat

     beragam, tergantung pada kemiringan permukaan berbatu, kisaran pasang surut dan

    keterbukaannya terhadap gerakan ombak. Keterangan yang lebih jelas mengenai

    terjadinya zona adalah bahwa zona-zona tersebut terbentuk dari hasil kegiatan pasang

    surut di pantai dan oleh karena itu mencerminkan perbedaan toleransi organisme

    terhadap peningkatan keterbukaan terhadap udara dan hasilnya adalah kekeringan dan

    suhu yang ekstrim. Faktor biologis yang utama adalah persaingan, pemangsa dan

    grazing (herbivora).

     b)  Pantai Berpasir

    Pantai pasir intertidal umumnya terdapat di seluruh dunia dan lebih terkenal

    dari pada pantai berbatu, karena pantai pasir ini merupakan tempat yang dipilih untuk

    melakukan berbagai aktivitas rekreasi.

    c)  Pantai Berlumpur

    Pantai berlumpur tidak dapat berkembang dengan hadirnya gerakan

    gelombang. Oleh karena itu pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal

    yang benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka. Kelompok makro

    fauna yang dominan di daerah pantai berlumpur ini sama dengan yang terdapat di

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    10/16

     pantai pasir yaitu berbagai cacing polikaeta, moluska Bivalvia dan krustacea besar

    dan kecil tetapi dengan jenis yang berbeda tipe cara makan yang dominan di dataran

    lumpur adalah pemakan deposit dan pemakan bahan yang melayang (suspensi) sama

    halnya dengan pantai pasir, contohnya tiram telinidae yang kecil dari genus macoma

    atau Scrobicularia.

    2.4 Pencemaran Pesisir

    Pencemaran laut (perairan pesisir) didefinisikan sebagai dampak negatif

    (pengaruh yang membahayakan) terhadap biota, sumber daya dan kekayaan

    (amenities) ekosistem laut serta kesehatan manusia (Nontji, 1987).

    Dampak negatif pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan

    lingkungan laut, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia bahkan penyebab

    kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan

    merugikan secara sosial ekonomi. Bentuk dampak pencemaran berupa sedimen,

    eutrofikasi, anoksia (kekurangan oksigen) masalah kesehatan umum, pengaruh

    terhadap perikanan, kontaminasi trace elemen dalam rantai makanan, keberadaan

    spesies asing dan kerusakan fisik habitat.

    Limbah rumah tangga banyak mengandung mikroorganisme diantaranya

    virus, bakter, fungi dan protozoa yang dapat bertahan hidup sampai ke lingkungan

    laut. Meskipun limbah rumah tangga mendapatkan perlakuan untuk mengurangi

    kandungan mikroorganisme hingga mencapai 10.000/ml atau lebih, tetap saja

    mikroorganisme bersifat patogen ini menimbulkan masalah kesehatan manusia.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    11/16

    Kegiatan tambak seperti aplikasi pupuk dan obat pemberantas hama dapat

    menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan pesisir sekitarnya.

    Aplikasi bahan tersebut tidak tepat, baik dosis maupun sifat persistensinya serta

    rembesan-rembesan (leeching) dapat mencemari lingkungan perairan pesisir

    sekitarnya (Dahuri, 2004).

    2.5  Faktor Fisik Kimia Perairan

    Faktor fisik dan kimia merupakan dua faktor pembatas distribusi populasi

    selain faktor tingkah laku dan interaksi antara organisme. Setiap organisme

    mempunyai kisaran toleransi faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang

    kehidupannya tergantung spesies dan lingkungannya serta keterkaitan antara

    keduanya. Beberapa faktor fisik dan kimia antara lain:

    a.  Suhu

    Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan

    diurnal yang lebih besar dari pada di laut terutama apabila estuaria tersebut dangkal

    dan air yang masuk (pada saat pasang naik) ke perairan estuaria tersebut kontak

    dengan daerah yang subtratnya terekspos (Supriharyono 2006). Suhu merupakan

    salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Bivalvia.

    Kerang  Anodonta woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24 – 29 oC.

    (Thana, 1976 dalam Suwignyo, 1981).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    12/16

     b. Penetrasi Cahaya

    Kejernihan air sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut. Semakin

     banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat.

    Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan

    efisiensi makan dari organisme pemakan suspensi (Levinton, 1982). Selanjutnya

    menurut Romimohtarto (1985) kekeruhan tidak hanya membahayakan ikan tetapi

     juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari

    untuk fotosintesa.

    c. Intensitas Cahaya

    Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-

    sifat optis air. Sebagian cahaya tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan

    dipantulkan ke luar permukaan air. Bagi organisme air intensitas cahaya berfungsi

    sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme dalam habitatnya

    (Barus, 2004).

    Menurut Michael (1994) intensitas matahari mempengaruhi produktifitas

     primer. Hasil perubahan energi matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh

    melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesis sangat tergantung

     pada intensitas matahari, konsentrasi CO2, oksigen terlarut dan temperatur perairan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    13/16

    d. TDS (Total Dissolved Solid )

     Nilai total dissolved solid mencerminkan banyaknya zat-zat padat yang

    terlarut dalam suatu perairan. Nilai TDS mempengaruhi kecerahan dan warna air,

    semakin tinggi jumlah zat padat yang terlarut dalam air maka sifat transparansi air

    akan berkurang sehingga menurunkan produktivitas air (Levinton, 1982).

    e. TSS (Total Suspension Solid )

    TSS merupakan zat-zat tersuspensi yang ada di dalam air. Secara teoritis

    muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih tetap tertinggal sebagai

    sisa penguapan dan pemanasan pada suhu 103 – 1050C. Semakin besar kandungan

    muatan tersuspensi di dalam air akan mengakibatkan terhalangnya berbagai proses

    fisika kimia di dalam perairan (Dahuri dan Damar, 1994 dalam Arthana, 2006).

    f. Kandungan Organik Substrat

    Kandungan bahan organik terlarut maupun dalam sedimen mempengaruhi

     pertumbuhan, kehadiran dan kepadatan organisme (Levinton, 1982).

    g. Tipe Substrat

    Hewan Bivalvia sebagai makrozobentos umumnya hidup pada dasar perairan.

    Substrat yang disukai, berpasir dan berlumpur. Pennak (1989) dalam Prihatini (1999)

    menyatakan bahwa lingkungan yang disukai kerang famili Anodontidae adalah

    substrat pasir atau campuran dengan material lain, namun beberapa jenis  Anodonta 

    menyukai lumpur.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    14/16

    h. Salinitas

    Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut

    dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan

    nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar 40 ‰) (Barus, 2004). Selanjutnya

    komponen fauna di estuaria berdasarkan salinitasnya di kelompokkan menjadi 3

    (tiga) yakni fauna air tawar, payau dan laut (Dahuri, 2003). Menurut Romimohtarto,

    (1985) pada salinitas 18‰ keberhasilan menempel kerang darah ( Anadara granosa)

    lebih tinggi. Tiram dapat hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah

    dari pada salinitas untuk kerang hijau dan kerang darah.

    i. pH

     Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. pH

    sangat penting sabagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju

    kecepatan reaksi di dalam air. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme

     pada umumnya antara 7 – 8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun

    sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan

    menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Menurut

    Romimohtarto (1985) pH permukaan laut Indonesia pada umumnya antara 6,0 – 8,5.

    Perubahan nilai pH mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    15/16

     j. Oksigen Terlarut ( Dissolved Oxygen)

    Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam

    ekosistem air terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar

    organisme air (Barus, 2004).

    k. Biological Oxygen Demand (BOD5)

     Nilai BOD5  menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

    mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada

    temperatur 20°C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5

    hari atau BOD5  (Forstner, 1990 dalam  Barus, 2004). Angka BOD5  tinggi

    menunjukan terjadinya pencemaran organik di perairan. Brower et al., (1990)

    menyatakan nilai konsentrasi BOD5  menunjukkan kualitas suatu perairan masih

    tergolong baik apabila konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.

    l. COD (Chemical Oxygen Demand)

    COD (Chemical Oxygen Demand) yaitu kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi

    oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air, atau jumlah oksigen yang diperlukan

    agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia

    (Wardhana, 2001).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 Tinpus penelitian

    16/16

    m. Nitrat (NO3)

    Menurut Barus (2004) nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian

     protein dan nitrit. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan

    termasuk algae dan fitiplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara

    nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air.

    n. Fosfat

    Fosfat di perairan merupakan unsur yang sangat penting untuk pertumbuhan

    alga. Semakin besar fosfat yang tersedia maka pertumbuhan alga semakin baik.

    Berdasarkan nilai kadar fosfatnya kawasan hutan mangrove Teluk Kalisusu termasuk

    kategori perairan yang subur (Hari, 1999).