Download - Tinpus penelitian
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
1/16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Bivalvia
Bivalvia memiliki tubuh bilateral simerti, pipih secara lateral kaki berbentuk
seperti baji, insang tipis berbentuk seperti papan, umumnya mempunyai kelamin
terpisah, tetapi beberapa diantaranya hermaprodit. Tubuh biasanya dilindungi oleh
cangkang yang terdiri dari tiga lapis yaitu; periostrakum, lapisan primatik dan lapisan
mutiara (Sugiri, 1989).
Bivalvia atau lebih umum dikenal dengan nama kerang-kerangan, mempunyai
dua keping atau belahan kanan dan kiri yang disatukan oleh satu engsel yang bersifat
elastis disebut ligamen dan mempunyai dua otot yaitu abductor dan adductor dalam
cangkangnya, yang berfungsi untuk membuka dan menutup kedua belahan cangkang
tersebut (Barnes, 1982).
Menurut Wesz (1973) ciri-ciri umum Bivalvia : hewan lunak, sedentary
(menetap pada sedimen), umumnya hidup di laut meskipun ada yang hidup di air
tawar, pipih di bagian lateral dan mempunyai tonjolan di bagian dorsal, tidak
memiliki tentakel, kaki otot berbentuk seperti lidah, mulut dengan palps (lembaran
berbentuk seperti bibir), memiliki radula , insang dilengkapi dengan silis untuk filter
feeding (makan dengan menyaring larutan), alat kelamin terpisah atau ada yang
hermaprodit, perkembangan lewat trocophora dan viliger pada perairan laut dan
tawar.
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
2/16
Menurut Prawirohartono (2003) secara umum cangkang kerang tersusun atas
zat kapur dan terdiri dari 3 (tiga) lapisan yaitu:
a. Periostrakum, merupakan lapisan terluar, tipis, gelap dan tersusun atas zat tanduk.
b. Prismatik, merupakan lapisan tengah yang tebal, tersusun atas kristal-kristal
CaCO3 berbentuk prisma.
c. Nakreas, merupakan lapisan terdalam disebut juga lapisan mutiara, tersusun atas
kristal CaCOз yang halus dan berbeda dengan kristal-kristal pada lapisan
prismatik. Perbedaan yang khas dari cangkang dapat menjadi petunjuk
identifikasi sampai ke tingkat jenis. Permukaan cangkang, lekukan dan tonjolan
yang tersusun sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu bangunan seperti kipas.
Hewan kelas pelecypoda termasuk kerang, tiram, remis dan sebangsanya.
Biasanya bilateral simetris, mempunyai cangkang setangkup dan sebuah mantel yang
berupa dua daun telinga atau kuping. Karena cangkang disebut tangkup (valve) dan
jumlahnya dua maka kelas ini dinamakan Bivalvia. Bentuk cangkangnya digunakan
untuk identifikasi (Romimohtarto dan Sri, 2001). Untuk lebih jelasnya morfologi
Bivalvia dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1. Morfologi Bivalvia (www.palaeos.com/../Bivalvia/Bivalvia.html )
Universitas Sumatera Utara
http://www.palaeos.com/Bivalvia/Bivalvia.htmlhttp://www.palaeos.com/Bivalvia/Bivalvia.html
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
3/16
Pergerakan Bivalvia dibantu oleh kaki di antara valves yang melebar atau
mengait pada dasar material dengan mekanisme tarik ulur dan kontraksi otot.
Aktivitas ini diaktivasi dari keluar masuknya darah ke dalam sinus otot-otot kaki
(Nybakken et al., 1982). Selanjutnya menurut (Robet et al, 1982 dalam Syafikri
2008 ) Bivalvia tidak memiliki kepala dan mata di dalam tubuhnya. Bivalvia terdiri
dari tiga bagian utama yaitu kaki, mantel dan organ dalam. Kaki dapat ditonjolkan di
antara dua cangkang tertutup, bergerak memanjang dan memendek berfungsi untuk
bergerak. Untuk lebih jelasnya anatomi Bivalvia dapat dilihat pada Gambar 2.2
(adevalent-gastropoda.blogspot.com/2009_05_01_... )
Gambar 2.2 . Anatomi Bivalvia
Universitas Sumatera Utara
http://adevalent-gastropoda.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlhttp://adevalent-gastropoda.blogspot.com/2009_05_01_archive.html
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
4/16
2.2 Habitat Bivalvia
Dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya, makhluk hidup
berinteraksi dengan lingkungan dan cenderung untuk memilih kondisi lingkungan
serta tipe habitat yang terbaik untuk tetap tumbuh dan berkembangbiak.
Salah satu indikasi yang menunjukkan tidak cocoknya suatu habitat bagi biota adalah
rendahnya kelimpahan biota tersebut pada suatu area ataupun ketidakmampuannya
berdistribusi mencapai area tersebut (Dodi, 1998).
Pada umumnya Bivalvia hidup membenamkan dirinya di dalam pasir atau
pasir berlumpur dan beberapa jenis di antaranya ada yang menempel pada benda-
benda keras dengan menggunakan byssus atau sifon (Kastoro, 1988).
Selanjutnya menurut Nontji (1987) Bivalvia hidup menetap di dasar laut
dengan cara membenamkan diri di dalam pasir atau lumpur bahkan pada karang-
karang batu. Akan tetapi pada beberapa spesies Bivalvia seperti Mytillus edulis dapat
hidup di daerah intertidal karena mampu menutup rapat cangkangnya untuk
mencegah kehilangan air (Nybakken, 1992).
Menurut kebiasaan hidupnya, pelecypoda digolongkan ke dalam kelompok
makrozobentos dengan cara pengambilan makanan melalui penyaringan zat-zat
tersuspensi yang ada di dalam perairan atau filter feeder (Heddy, 1994). Makanan
berupa organisme atau zat-zat terlarut yang ada di dalam air yang diperoleh melalui
tabung sifon dengan cara memasukkan air ke dalam sifon dan menyaring zat-zat
terlarut. Makin dalam kerang membenamkan diri makin panjang sifonnya (Yasin,
1987 dalam Nontji, 1987). Selanjutnya Nybakken (1992) mengklasifikasikan
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
5/16
Bivalvia ke dalam kelompok pemakan suspensi, penggali dan pemakan deposit. Oleh
karena itu jumlahnya cenderung melimpah pada sediment lumpur dan sediment
lunak.
Di daerah intertidal kehidupan pelecypoda dipengaruhi oleh pasang surut.
Adanya pasang surut menyebabkan daerah ini kering dan faunanya terkena udara
terbuka secara periodik. Bersentuhan dengan udara terbuka dalam waktu lama
merupakan hal yang penting, karena fauna ini berada pada kisaran suhu terbesar akan
memperkecil kesempatan memperoleh makanan dan akan mengalami kekeringan
yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kematian. Oleh karena itu perlu
melakukan adaptasi untuk bertahan hidup dan harus menunggu pasang naik untuk
memperoleh makanan. Bivalvia dapat mati bila kehabisan air yang disebabkan oleh
meningkatnya suhu. Gerakan ombak berpengaruh pula terhadap komunitasnya dan
harus beradaptasi dengan kekuatan ombak. Perubahan salinitas turut juga
mempengaruhinya, ketika daerah ini kering oleh pasang surut kemudian digenangi air
atau aliran air hujan salinitasnya akan menurun. Kodisi ini dapat melewati batas
toleransinya dan akan mengakibatkan kematian (Nybakken, 1992).
Menurut (Sumich, 1992) berdasarkan habitatnya Bivalvia dapat
dikelompokkan ke dalam:
a)
Bivalvia yang hidup di perairan mangrove.
Habitat mangrove ditandai oleh besarnya kandungan bahan organik,
perubahan salinitas yang besar, kandungan oksigen yang minimal dan kandungan
H2S yang tinggi sebagai hasil penguraian sisa bahan organik dalam lingkungan yang
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
6/16
miskin oksigen. Contoh jenis Bivalvia yang hidup di daerah mangrove; Oatrea
spesies dan Gleonia cocxans.
Menurut (Nybakken, 1982 dalam Hari, 1999) Bivalvia merupakan kelompok
kedua dari moluska yang menempati hutan mangrove. Tiram adalah Bivalvia
dominan dan melekat pada akar-akar mangrove. Bivalvia mempunyai adaptasi
khusus untuk dapat bertahan hidup di lingkungan hutan mangrove yang sering
mengalami perubahan salinitas secara ekstrem. Salah satu bentuk adaptasi untuk
melindungi hewan tersebut jika terjadi hujan deras atau aliran air tawar yang
berlebihan adalah dengan cara menutup cangkang.
b) Bivalvia yang hidup di perairan dangkal
Bivalvia yang hidup di perairan dangkal dikelompokkan berdasarkan
lingkungan tempat di mana mereka hidup antara lain; hidup di garis pasang tinggi,
hidup di daerah pasang surut dan yang hidup di bawah garis surut terendah sampai
kedalaman 2 meter. Contoh jenis yang hidup di daerah ini adalah; Vulsella sp,
Osterea sp, Maldgenas sp, Mactra sp dll.
c) Bivalvia yang hidup di lepas pantai
Habitat lepas pantai adalah wilayah perairan sekitar pulau yang kedalamannya
20-40 meter. Jenis Bivalvia yang ditemukan di daerah ini seperti; Plica sp, Chalamis
sp, Amussium sp, Pleuronectus sp, Malleu albus, Solia sp, Pinctada maxima dll
(Sumich,1992)
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
7/16
2.3 Ekologi Wilayah Pesisir
Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah
pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air
asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air
tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan
hutan dan pencemaran (Supriharyono, 2006)
Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai
kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar wilayah pesisir juga
merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung
berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir (Dahuri, 2004).
Pada kawasan pesisir terdapat zona pantai yang merupakan daerah terkecil
dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, berupa pinggiran yang sempit,
wilayah ini disebut zona intertidal. Kawasan pesisir pantai merupakan suatu habitat
peralihan antara darat dan perairan laut maupun sungai, Pada kawasan ini terdapat
berbagai tipe ekosistem yang cukup luas dan terkhususkan, seperti hutan mangrove
terumbu karang dan rumput laut. Kawasan ini berada diantara daratan dan lautan
karena menunjukkan ciri-ciri berbeda dengan daratan (Ongkosono, 1990).
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
8/16
Selanjutnya menurut (Odum, 1998) pada kawasan pesisir di samping hutan
mangrove terdapat juga rawa non-mangrove yaitu rawa pasang surut. Rawa pasang
surut merupakan daerah antara pasang naik dan pasang surut. Daerah ini dapat meluas
jauh melalui muara ke daerah sekitarnya, sehingga membentuk daerah pantai
setengah tertutup. Daerah pantai setengah tertutup berhubungan langsung dengan laut
terbuka, dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Keadaan air di dalamnya adalah
pencampuran antara air laut dengan air tawar. Dilihat dari kondisi demikian daerah
ini sering digolongkan ke dalam estuaria atau zona transisi.
Melalui mekanisme pasang surut (pasut) dan aliran sungai terciptalah
pencampuran kedua massa air tawar dan air laut secara intensif di estuaria. Selain itu
adanya hutan mangrove yang memiliki produksi primer tinggi di sungai besar
menyebabkan kandungan detritus organik yang tinggi sehingga produktivitas
sekunder di estuaria menjadi tinggi pula. Oleh karena itu, habitat estuaria menjadi
sangat produktif hingga dapat berfungsi sebagai daerah pertumbuhan (nursery
ground) bagi larva, post-larva dan juvenile dari berbagai jenis ikan, udang dan
kerang-kerangan dan daerah penangkapan ( fising ground ) (Dahuri, 2003 ).
Menurut Heddy (1994) estuaria sering disebut dengan ekoton, yaitu peralihan
antara dua atau lebih komunitas yang berbeda. Komunitas dalam ekoton biasanya
mengandung sebagian dari kedua anggota komunitas dan tumpang tindih dengan
tambahan beberapa spesies yang terbatas. Umumnya jumlah spesies dan kepadatan
populasi pada ekoton lebih besar dari komunitas lainnya.
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
9/16
Selanjutnya menurut Nybakken (1992) dilihat dari struktur tanah dan bahan
penyusunnya pantai intertidal dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu
a) Pantai Berbatu
Daerah ini tersusun dari bahan keras dan merupakan dasar paling padat
makroorganismenya dan mempunyai keanekaragaman besar baik spesies hewan
maupun tumbuhan. Hamparan tumbuhan vertikal pada zona intertidal berbatu amat
beragam, tergantung pada kemiringan permukaan berbatu, kisaran pasang surut dan
keterbukaannya terhadap gerakan ombak. Keterangan yang lebih jelas mengenai
terjadinya zona adalah bahwa zona-zona tersebut terbentuk dari hasil kegiatan pasang
surut di pantai dan oleh karena itu mencerminkan perbedaan toleransi organisme
terhadap peningkatan keterbukaan terhadap udara dan hasilnya adalah kekeringan dan
suhu yang ekstrim. Faktor biologis yang utama adalah persaingan, pemangsa dan
grazing (herbivora).
b) Pantai Berpasir
Pantai pasir intertidal umumnya terdapat di seluruh dunia dan lebih terkenal
dari pada pantai berbatu, karena pantai pasir ini merupakan tempat yang dipilih untuk
melakukan berbagai aktivitas rekreasi.
c) Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur tidak dapat berkembang dengan hadirnya gerakan
gelombang. Oleh karena itu pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal
yang benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka. Kelompok makro
fauna yang dominan di daerah pantai berlumpur ini sama dengan yang terdapat di
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
10/16
pantai pasir yaitu berbagai cacing polikaeta, moluska Bivalvia dan krustacea besar
dan kecil tetapi dengan jenis yang berbeda tipe cara makan yang dominan di dataran
lumpur adalah pemakan deposit dan pemakan bahan yang melayang (suspensi) sama
halnya dengan pantai pasir, contohnya tiram telinidae yang kecil dari genus macoma
atau Scrobicularia.
2.4 Pencemaran Pesisir
Pencemaran laut (perairan pesisir) didefinisikan sebagai dampak negatif
(pengaruh yang membahayakan) terhadap biota, sumber daya dan kekayaan
(amenities) ekosistem laut serta kesehatan manusia (Nontji, 1987).
Dampak negatif pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan
lingkungan laut, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia bahkan penyebab
kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan
merugikan secara sosial ekonomi. Bentuk dampak pencemaran berupa sedimen,
eutrofikasi, anoksia (kekurangan oksigen) masalah kesehatan umum, pengaruh
terhadap perikanan, kontaminasi trace elemen dalam rantai makanan, keberadaan
spesies asing dan kerusakan fisik habitat.
Limbah rumah tangga banyak mengandung mikroorganisme diantaranya
virus, bakter, fungi dan protozoa yang dapat bertahan hidup sampai ke lingkungan
laut. Meskipun limbah rumah tangga mendapatkan perlakuan untuk mengurangi
kandungan mikroorganisme hingga mencapai 10.000/ml atau lebih, tetap saja
mikroorganisme bersifat patogen ini menimbulkan masalah kesehatan manusia.
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
11/16
Kegiatan tambak seperti aplikasi pupuk dan obat pemberantas hama dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan pesisir sekitarnya.
Aplikasi bahan tersebut tidak tepat, baik dosis maupun sifat persistensinya serta
rembesan-rembesan (leeching) dapat mencemari lingkungan perairan pesisir
sekitarnya (Dahuri, 2004).
2.5 Faktor Fisik Kimia Perairan
Faktor fisik dan kimia merupakan dua faktor pembatas distribusi populasi
selain faktor tingkah laku dan interaksi antara organisme. Setiap organisme
mempunyai kisaran toleransi faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang
kehidupannya tergantung spesies dan lingkungannya serta keterkaitan antara
keduanya. Beberapa faktor fisik dan kimia antara lain:
a. Suhu
Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan
diurnal yang lebih besar dari pada di laut terutama apabila estuaria tersebut dangkal
dan air yang masuk (pada saat pasang naik) ke perairan estuaria tersebut kontak
dengan daerah yang subtratnya terekspos (Supriharyono 2006). Suhu merupakan
salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Bivalvia.
Kerang Anodonta woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24 – 29 oC.
(Thana, 1976 dalam Suwignyo, 1981).
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
12/16
b. Penetrasi Cahaya
Kejernihan air sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut. Semakin
banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat.
Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan
efisiensi makan dari organisme pemakan suspensi (Levinton, 1982). Selanjutnya
menurut Romimohtarto (1985) kekeruhan tidak hanya membahayakan ikan tetapi
juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari
untuk fotosintesa.
c. Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-
sifat optis air. Sebagian cahaya tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan
dipantulkan ke luar permukaan air. Bagi organisme air intensitas cahaya berfungsi
sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme dalam habitatnya
(Barus, 2004).
Menurut Michael (1994) intensitas matahari mempengaruhi produktifitas
primer. Hasil perubahan energi matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh
melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesis sangat tergantung
pada intensitas matahari, konsentrasi CO2, oksigen terlarut dan temperatur perairan.
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
13/16
d. TDS (Total Dissolved Solid )
Nilai total dissolved solid mencerminkan banyaknya zat-zat padat yang
terlarut dalam suatu perairan. Nilai TDS mempengaruhi kecerahan dan warna air,
semakin tinggi jumlah zat padat yang terlarut dalam air maka sifat transparansi air
akan berkurang sehingga menurunkan produktivitas air (Levinton, 1982).
e. TSS (Total Suspension Solid )
TSS merupakan zat-zat tersuspensi yang ada di dalam air. Secara teoritis
muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih tetap tertinggal sebagai
sisa penguapan dan pemanasan pada suhu 103 – 1050C. Semakin besar kandungan
muatan tersuspensi di dalam air akan mengakibatkan terhalangnya berbagai proses
fisika kimia di dalam perairan (Dahuri dan Damar, 1994 dalam Arthana, 2006).
f. Kandungan Organik Substrat
Kandungan bahan organik terlarut maupun dalam sedimen mempengaruhi
pertumbuhan, kehadiran dan kepadatan organisme (Levinton, 1982).
g. Tipe Substrat
Hewan Bivalvia sebagai makrozobentos umumnya hidup pada dasar perairan.
Substrat yang disukai, berpasir dan berlumpur. Pennak (1989) dalam Prihatini (1999)
menyatakan bahwa lingkungan yang disukai kerang famili Anodontidae adalah
substrat pasir atau campuran dengan material lain, namun beberapa jenis Anodonta
menyukai lumpur.
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
14/16
h. Salinitas
Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut
dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan
nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar 40 ‰) (Barus, 2004). Selanjutnya
komponen fauna di estuaria berdasarkan salinitasnya di kelompokkan menjadi 3
(tiga) yakni fauna air tawar, payau dan laut (Dahuri, 2003). Menurut Romimohtarto,
(1985) pada salinitas 18‰ keberhasilan menempel kerang darah ( Anadara granosa)
lebih tinggi. Tiram dapat hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah
dari pada salinitas untuk kerang hijau dan kerang darah.
i. pH
Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. pH
sangat penting sabagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju
kecepatan reaksi di dalam air. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme
pada umumnya antara 7 – 8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun
sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Menurut
Romimohtarto (1985) pH permukaan laut Indonesia pada umumnya antara 6,0 – 8,5.
Perubahan nilai pH mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut.
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
15/16
j. Oksigen Terlarut ( Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem air terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme air (Barus, 2004).
k. Biological Oxygen Demand (BOD5)
Nilai BOD5 menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada
temperatur 20°C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5
hari atau BOD5 (Forstner, 1990 dalam Barus, 2004). Angka BOD5 tinggi
menunjukan terjadinya pencemaran organik di perairan. Brower et al., (1990)
menyatakan nilai konsentrasi BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih
tergolong baik apabila konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.
l. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand) yaitu kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi
oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air, atau jumlah oksigen yang diperlukan
agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia
(Wardhana, 2001).
Universitas Sumatera Utara
-
8/17/2019 Tinpus penelitian
16/16
m. Nitrat (NO3)
Menurut Barus (2004) nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian
protein dan nitrit. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan
termasuk algae dan fitiplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara
nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air.
n. Fosfat
Fosfat di perairan merupakan unsur yang sangat penting untuk pertumbuhan
alga. Semakin besar fosfat yang tersedia maka pertumbuhan alga semakin baik.
Berdasarkan nilai kadar fosfatnya kawasan hutan mangrove Teluk Kalisusu termasuk
kategori perairan yang subur (Hari, 1999).